You are on page 1of 9

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Diare bakterial : etiologi dan kepekaan Antibiotika di dua Pusat Kesehatan Masyarakat di Jakarta
Paul Buktiwetan*, Julius E.Surjawidjaja*,Oktavianus Ch.Salim**, Mahyunis Aidilifit*, dan Murad Lesmana* *Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. **Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

ABSTRACT This study was conducted to describe the cause and performance of antibiotic susceptibility of bacterial diarrhea. A total of 1006 rectal swab samples has been collected from diarrhea patients in two subdisricts Puskesmas Mampang. South Jakarta and Puskemas Tambora, West Jakarta, during April 1998 through Agustus 1999. Enteric pathogens isolated comprised of Shigella 4.1% (S. flexneri 3.2%, S.sonnei 0.8%, S.dysenteriae 0.1%), Salmonella 0.9% (Salmonella group A0.1% Salmonella group B 0.3%, Salmonella group C 0.1%, Salmonella group D 0.1% and Salmonella group E. 0.3%) Compylobcter jejuni 0.7% and Vibrio parahaemolyticus 0.1%. The highest number of cases with diarrhea were children less than 14 years of age and Shigella species was the most prevalent organism among the enteric pathogens found Clinical features included fever, nausea, vomiting, and abdominal pain. Stool with blood and mucus was found only in patients infected by Shigella species and C.jejuni. Antibiotic multiresistance was found among C.jejuni only and Shigella, whereas Salmonella species was still sensitive to the antibiotics tested (J.kedokter Trisakti 2001:20(2):57-65). Key words:Diarrhea, cause, health center, Jakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menggambarkan etiologi dan pola kepekaan antibioka pada diare bakterial yang dilakukan dari bulan April 1998 sampai Agustus 1999. Sebanyak 1006 penderita diare anak-anak dan dewasa dari dua Puskesmas, Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan dan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, diambil usap duburnya untuk dilakukan analisis laboratorium. Dari bahan pemeriksaan usap dubur tersebut diisolasi kuman-kuman enteric, Shigella sebanyak 4.1% (S.flexneri 3.2%, S.someri 0.8%, S.dysenteriae 0.1%). Salmonella 0,9% (Salmolla gruo A 0,1%, Salmonella grup B 0.3%, Salmonella grup C 0.1%, Salmonellagrup D 0,1% dan Salmonella grup E 0,3%), Campylobacter jejuni 0,7% dan Vibrio parahaemolyticus 0,1%. Dari distribusi menurut umur, diare paling banyak dijumpai pada anak-anak 14 th dan disebabkan spesies Shigella. Dari penderita-penderita diare dengan pathogen enteric positif, sejumlah besar menunjukkan gejala demam, mual, muntah, nyeri perut. Tinja yang mengandung darah dan lender hanya ditemukan pada infeksi dengan Shigella dan C.jejuri. Uji kepekaan antibiotika menunjukkan suatu multiresistensi terutama pada C.jejuni dan pada S.flexneri, sedangkan kuman-kuman Salmonella umumnya masih peka terhadap antibiotika yang diuji. Kata kunci : Diare, etiologi, Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

57

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

PENDAHULUAN Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menumbulkan kesakitan dan kematian di seluruh dunia, terutama pada anak-anak di negara-negara. Diperkirakan kematian anak-anak dibawah 5 tahun akibat diare mencapai 4,6 juta setiap tahunnya. Pada populasi ini mortalitas karena diare pada bayi berkisar antara 50 sampai 80 per seribu penduduk.(2) Meskipun kemajuan global untuk menurunkan angka-angka kematian ini mencapai hasil yang sangat bermakna, terutama sejak diperkenalkan pengobatan cairan dan elektronik, namun angka morbiditas diare masih saja tetap tinggi dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara.(3,4) Keadaan ini nyata di negara-negara dengan konsidi sanitasi dan kebersihan lingkungan yang buruk, suplai air bersih yang belum memadai, kemiskinan dan taraf pendidikan yang kurang. Dengan bertambahnya patogen enterik yang berkaitan dengan penyakit diare, etiologi diare menjadi sangat penting untuk dikenali.(5,9) Berbagai jenis mikroorganisme di antaranya kuman-kuman Campylobacter, Shigella spp, dan Salmonella spp. Merupakan penyebab penting diare, selain Vibrio cholerae. Meskipun episode diare pada umumnya dapat berhenti sendiri dalam waktu bebeapa hari sampai satu minggu, sebagian kecil akan berlanjut untuk waktu 2 minggu atau lebih(10) menjadi diare persisten. Diare persisten kecil ini memberi berbagai dampak negatif pada penderita yang masih anakanak, terutama berkaitan dengan gangguan pertumbuhan. Beberapa infeksi diare seperti yang disebabkan oleh Shigella spp., dan Campylobacter jejuni memberi gejala diare tidak seperti kolera yang dengan cepat menyebabkan dehidrasi sehingga perlu perawatan di rumah sakit, oleh karena itu infeksi diare karena kuman-kuman tersebut mungkin akan lebih banyak dijumpai pada penderita-penderita berobat jalan di Pusat Kesehatan Masysrakat (Puskesmas). Pada umumnya laporan penelitian didasarkan atas studi rumah sakit yang mungkin berbeda

dari infeksi diare di masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang berdasarkan studi masyarakat (communitybased) untuk mendapatkan gambaran yang lain selain yang diperoleh dari rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan etiologi kasus diare bakterial di Puskesmas, menilai hubungan antara gejala klinis (diare) dan faktor penyebab, serta menentukan pola kepekaan antibiotik masing-masing bakteri penyebab diare. METODE Lokasi dan subyek penelitian Penelitian dilakukan di dua Puskesmas di Jakarta, yaitu Puskesmas Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan dan Puskesmas Kecamatan Tambora, Jakarta Barat dari bulan April 1998 sampai Agustus 1999. Penderita anak-anak dan orang dewasa yang mengalami diare dan berobat ke Puskesmas di atas, diambil sebagai subyek penelitian. Subyek dianggap menderita diare apabila buang air besar sebanyak 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dengan tinja lembek/cair/berair. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, kepada subyek (penderita dewasa) atau walinya (penderita anak-anak) dijelaskan mengenai penelitian ini dan diminta untuk menanda-tangani formulir persetujuan untuk ikut sebagai peserta dalam penelitian. Kepada penelitian untuk mengumpulkan data yang meliputi umur, jenis kelamin, dan gejala-gejala klinis yang berkaitan dengan diare. Koleksi sampel Setelah surat persetujuan ditanda tangani oleh subyek atau walinya (bila anakanak) maka dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan. Bahan pemeriksaan diambil pada saat penderita datang ke Puskesmas, sebelum diberikan pengobatan antibiotika. Apabila sebelumnya penderita telah mendapat antibiotik, keterangan ini dicatat pada kuesioner untuk diperhitungkan pada analisis data kemudian. Dua buah usap dubur diambil dari setiap penderita sesuai dengan prosedur yang telah dilaporkan

58

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

sebelumnya.(5) Sampel usap dubur tersebut segera dimasukkan ke dalam tabung medium transport Cary-Blair dan medium transport yang telah berisi usap dubur ini dimasukkan ke dalam kotak pendingin yang telah disediakan. Transportasi bahan pemeriksaan Bahan pemeriksaan (di dalam kotak pendingin) dikirim ke laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti (LMFK) pada akhir jam kerja. Di LMFK bahan-bahan dikeluarkan dari kotak pendingin dan segera diproses. Bahan pemeriksaan yang tidak dapat dikirimkan pada hari yang sama dengan hari pengambilan sampel tersebut, dimasukkan ke dalam lemari es dan dikirim pada hari kerja berikutnya. Prosedur bakteriologis Usao dubur ditanamkan secara langsung ke lempeng agar MacConkey (MAC), Salmonella Shigella (SS), xylose lysine desoxycholate (XLD) agar, thiosulfate citrate bile sals sucrose (TCBS) dan campy-blood agar (CAB). Selajutnya satu usap dubur dimasukkan ke dalam medium persemaian (MSB) untuk Salmonella, sedangkan usap dubur yang kedua ke dalam alkaline peptone water (APW:1% peptone, 1% NaCl, pH 8.4) untuk persemaian Vibrio. Semua lempeng agar, kecuali CAB, biakan persemian MSB dan APW, diinkubasi pada suhu 37C selama 18-20 jam. CAB diinkubasi pada suhu 42C dalam suasana CO2 5-10% (mikroerofilik). Biakan MSB dipindah-tanamkan ke lempeng agar SS dan XLD, sedangkan APW ke TCBS dan semua lempeng agar ini diinkubasi pada suhu 37C selama 18-24 jam. Biakan pada lempeng agar diperiksa untuk koloni-koloni kuman Salmonella, Shigella, Campylobacter, Escherichia coli, dan Vibrio. Prosedur baku untuk identifikasi patogen entrik meliputi pengujian dengan Kliglers iron agar, sucrose semisolid, motility indole ornithine.(1) Pemeriksaan terhadap virus (rotavirus dan Norwalk virus) dan parasit tidak dilakukan.

Isolat bakteri yang ditemukan selanjutnya diuji kepekaannya terhadap antibotik dengan menggunakan metode difusi cakram sesuai dengan yang dianjurkan oleh National Commitee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). (12) Pengujian dilakukan dengan menggunakan 10 jenis cakram antibiotika, masing-masing adalah ampisilin (10 ug), kloramfenikol (30 ug), tetrasiklin (30 ug), trimetoprimsulfametoksazol (12,5/23,75 ug), sefalotin (30 ug), ceftriakson (30 ug), siprofloksasin (5 ug), norfloksasin (10 ug), asam nalidiksat (30 ug), dan eritromisin (15 ug). Cakram eritromisin hanya digunakan untuk pengujian kuman C.jejuni HASIL Sebanyak 1006 penderita diare dari dua Puskesmas Kecamatan, Mampang dan Tambora masing-masing di jakarta Selatan dan Jakarta Barat, diambil usap duburnya dan dilakukan analisis laboratorium. Dan didapatkan 58 (5,8%) penderita mengalami diare bakterial, prevalensi dari berbagai patogen enterik yang diisolasikan dari penderita ini disajikan pada Tabel 1. Tidak dibedakan hasil isolasi di antara dua Puskesmas karena angka-angka yang didapat tidak besar. Spesies Shigella (3.2%) merupakan isolat yang paling banyak dijumpai. Dari spesies Shigella ini, mayoritasnya adalah S. Flexneri yang merupakan 78% dari seluruh isolat Shigella yang didapat, S. Sonnei dapat diisolat dari 8 (20%) penderita dan S. Dysenteriae hanya dari 1 (2%), sedangkan dan S. Boydii tidak ditemukan. Spesies Salmonella dan C.jejuni didapati dalam jumlah yang hanpir sama, yaitu masing-masing 0.9% dan 0.7%. Tidak ditemukan S. Typhi pada studi ini. Vibrio cholerae juga tidak ditemukan, tetapi V. Parahaemolyticus dapat diisolasi dari 1 (0.1%) penderita diare. Penyebaran isolat patogen enterik pada penderita laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan adanya perbedaan. Tabel 2 menunjukkan distribusi isolasi kuman patogen enterik menurut umur penderit. (Lihat tabel 2).

59

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Shigella flexneri lebih banyak dijumpai pada usia di atas 14 th dibandingkan pada kelompok usia lainnya, dengan angka isolasi sebesar 5.9%, sedangkan S. Sonnei banyak ditemukan pada kelompok umur di bawah 14 th terutama umur >1th sampai 14 th (1%15%). Dari 7 penderita yang positif dengan C. Jejuni, semuanya adalah anak-anak 14

th dan tidak ditemukan dari penderita di atas >14 th. Distribusi kuman-kuman spesies Salmonella menurut umur penderita, sulit dinilai karena hanya dijumpai dalam jumlah yang sedikit sekali kecuali Salmonella grup E yang banyak diisolasi pada usia >14 th. Gejala-gejala yang menyertai diare dapat dilihat pada Tabel 3. (Lihat tabel 3)

Tabel 1. Prevalensi patogen entrik yang diisolasi dari 1006 penderita diare di Puskesmas Mampang, Jakarta Selatan dan Puskesmas Tambora, Jakarta Barat, April 1998-Agustus 1999.
Isolate Shigella flexneri Shigella sonnei Shigella dysenteriae Campylobacter jejuni Salmonella gr A Salmonella gr B Salmonella gr C Salmonella gr D Salmonella gr E Vibrio parahaemolyticus Total Jumlah (%) 32 (3,2) 8 (0,8) 1 (0,1) 7 (0,7) 1 (0,1) 3 (0,3) 1 (0,1) 1 (0,1) 3 (0,3) 1 (0,1) 58 (5,8)

Tabel Distribusi patogen enterik menurut umur, pada penderita diare di Puskesmas Mampang, Jakarta Selatan Puskesmas Tambora, Jakarta Barat April 1998-Agustus 1999.
Kategori Umur (tahun) ----------------------------------------------------------01 >1 5 >5 14 n = 195 (n=408) (n=130) 5(2,6) 1(0,5) 0 2(1,0) 0 1(0,5) 0 0 0 0 10(2,4) 4(1,0) 0 3(0,7) 1(0,2) 0 0 1(0,2) 1(0,2) 0 1(0,8) 2(1,5) 1(0,8) 2(1,5) 0 0 1(0,8) 0 0 1(0,8)

Isolat

>14 (n=273) 16(5,9)* 1(0,4) 0 0 0 2(0,8) 0 0 2(0,8) 0

Shigella Shigella sonnei Shigella dysenteriae Campylobacter jejuni Salmonella gr A Salmonella gr B Salmonella gr C Salmonella gr D Salmonella gr E Vibrio parahaemolyticus * Jumlah positif (%)

60

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Tabel 3. Manifestasi klinis patogen enterik pada penderita diate di Puskesmas Kecamatan Mampang dan Puskesmas Kecamatan Tambora.
Organisme Demam Salmonella gr A 40 Salmonella gr B 47 Salmonella gr C 37 Salmonella gr D 40 Salmonella gr E 40 Shigella 50 Campylobacter 40 Vibrio parahaemolyticus 21 Gejala-gejala klinis (%) Mual Muntah Abp Muk 30 50 74 0 27 45 51 0 29 80 79 0 27 70 70 0 24 51 74 0 21 45 78 40 15 40 65 40 23 70 76 0 Drh 0 0 0 0 0 30 40 0

Abp = nyeri abdominal; Muk = tinja berlendir; Drh = tinja berdarah

Sebagian besar (40-50%) penderita diare mengalami demam ( 38C), kecuali penderita dengan infeksi V. Parahaemolyticus. Pada penderita ini hanya 21% saja yang mengalami demam. Gejala demam paling banyak ditemukan pada penderita dengan infeksi Shigella (50%) dan Salmonella grup B (47%). Sebaian besar (65%-78%) penderita tanpa dibedakan kausa bakterinya menunjukkan gejala nyeri perut, dengan jumlah terbanyak pada mereka dengan infeksi Salmonella grup C (79%) dan Shigella (78%), sedangkan yang paling sedikit diperlihatkan oleh penderita dengan infeksi Salmonella grup B (45%). Rasa mual tidak begitu menonjol, hanya dijumpai pada sekitar 15%-30% penderita saja. Muntah dijumpai paling banyak pada penderitapenderita yang positif dengan Salmonella grup C (80%), Salmonella grup D (70%) dan V parahaemolyticus (70%), sedangkan pada mereka yang positif dengan Campylobacter, 40% yang mengalami muntah. Diare dengan lendir dan darah hanya ditemukan pada penderita-penderita yang mengalami infeksi dengan spesies Shigella dan Campylobacter. Tidak dijumpai tinja yang mengandung

darah dan lendir pada infeksi dengan kuman lain. Uji kepekaan yang dilakukan terhadap 10 jenis antibiotika menunjukkan bahwa pada umumnya semua spesies Salmonella masih peka terhadap antibiotika yang digunakan pada penderita ini, kecuali Salmonella grup C yang resisten (100%) terhadap tetrasiklin. Dari spesies Shigella 83% isolat S. Flexneri resisten terhadap ampisilin, kloramfenikol dan tetrasiklin, 67% resisten terhadap trimetoprim sulfametoksazol dan 17% resisten terhadap seftrialson. Shigella sonnei menunjukkan resistensi yang tinggi (100%) terhadap tetrasiklin dan trimetoprim-sulfametoksazol, sedangkan S. dysenteriae masih sangat peka terhadap semua antibiotika yang digunakan dalam pengujian. Pola kepekaan antibiotika dari kuman C. Jejuni menujukkan nultiresustensi, kecuali terhadap kloramfenikol, seftriakson dan eritromisin. Terhadap ketiga jenis antibiotika ini C. jejuni masih sensitif. Vibrio parahaemolyticus hanya menujukkan resistensi terhadap ampisilin (100%) dan sefalotin (100%). (lihat tabel 4).

61

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Tabel 4 Uji Kepekaan antibiotika terhadap patogen enterik yang diisolasi dari penderita Diare di Puskesmas Mampang dan Puskesmas Tambora.
Organisme Salmonella gr A Salmonella gr B Salmonella gr C Salmonella gr D Salmonella gr E S.flexneri S. sonnei S. dysenteriae V. jejuni V. parahaemolyticus Am 0 0 0 0 0 83 0 0 86 100 Antibiotika/persentase resisten C Te Sxt Cf Cip Nor 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 83 83 67 0 0 0 0 100 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26 100 100 26 26 0 0 0 100 0 0

Na 0 0 0 0 0 0 0 0 43 0

Cro 0 0 0 0 0 17 0 0 0

Ery

Am = ampisilin; C = kloramfenikol; Te = tetrasiklin; Sxt = trimetoprin-sufametoksazol; Cf = sefalotin; Cip = sipropfloksasi; Nor = Norfloksasin; Na = asam nalidikasi Cro = seftriakson; Ery = eritromisin * Eritromisin hanya diujikan terhadap C. jejuni

DISKUSI Hasil penelitian ini menunjukkan angka total isolasi bakteri patogen penyebab angka total isolasi bakteri patogen penyebab diare 5,8% untuk kedia Puskesmas Mampang dan Tambora. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dari pada angka isolasi bakteri yang dilaporkan untuk rumah sakit, yaitu 28,4%. (5) Perbedaan ini kemungkinan menggambarkan praktek penderita diare yang lebih memilih untuk mendapatkan pertolongan pengobatan di rumah sakit. Faktor lain yang mungkin menjadi penyebab dari rendahnya angka isolasi di Puskesmas adalah belum terbiasanya tenaga di Puskesmas dengan cara-cara koleksi dan penanganan spesimen. Juga kemungkinan karena kurangnya sarana penunjang seperti misalnya pending (lemari es), yang penting untuk penyimpangan sementara dari spesimen. Keadaan yang sama dilaporkan oleh Black (10) yang mengemukakan bahwa angka enteropatogen yang terindentifikasi pada studi kesehatan masyarakat adalah 50% dari kasus, sedangkan pada studi di fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, angkanya adalah sekitar 70%. Black (10) menduga bahwa perbedaan angka identifikasi di kedua tempat studi tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan

kepekaan metode pengujian atau biakan, bukan karena perbedaan insidens enteropatogen. Infeksi patogen enterik pada umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan paparan terhadap penyebab penyakit diare dapat terjadi melalui kebiasanan mengkonsumsi makanan dari penjaja atau higiene lingkungan yang kirang baik. Keadaan ini dapat dilihat dari tabel 1 di mana spesies Shigella menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare di kedua puskesmas. Yang menarik, adalah ditemukannya S. dysenteriaen dari 1 kasus. Meskipun secara isolasi jumlah ini tidak berarti namun menurut Subekti dan kawankawan (13), S. dysenteriae tidak pernah lagi ditemukan di Indonesia sejak lebih dari 15 tahun lalu sampai baru-baru ini. Sekitar 2 tahun yang lalu mereka melaporkan kembalinya S. dysenteriae di Indonesia dengan ditemukannya dari 8% penderita diare di beberapa wilayah di Indonesia (13) Kalau benar ini merupakan pemuculan kembali (reemergence) dari S. dysenteriae, keadaan ini perlu diwaspadai karena S. dysenteriae dikenal sebagai spesies Shigella yang menimbulkan wabah disenteri dengan gejala-gejala lokal dan umum yang berat. Yurdakok dan kawan-kawan 914) juga melaporkan bahwa S. dysenteriae tidak lagi

62

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

dijumpai dari kasus-kasus disenteri di Ankara, Turki, sejak 7 tahun terakhir meskipun Shigella gastroenteritis terjadi setiap bulan sepanjang tahun. Dari spesies Shigella yang terisolasi pada studi ini, S. flexneri menduduki urutan tertinggi dengan frekuensi sebesar 78%. Ini sesuai dengan berbagai laporan yang menyatakan bahwa S. flexneri adalah penyebab utama shigellosis endemik di negara-negara berkembang.(10,16,17) Sebaliknya, di negara maju dan beberapa negara lain seperti Israel dan Turki, pada awalnya spesies Shigella penyebab disenteri yang paling banyak ditemukan adalah S. dysenteriae, tetapi kemudian posisinya diambil alih oleh S. flexneri dan sekarang yang terbanyak sebagai penyebab shigellosis adalah S. sonnei. (10,14) Penyabab diare bakterial lainnya adalah Salmonella. Derajat salmonellosis di negaranegara maju meningkat dalam sepuluh tahun terakhir dan kesemuanya disebabkan oleh penyebaran melalui makanan dan pada umumnya, infeksi salmonellosis banyak mengenai bayi-bayi dan orang-orang tua serta penderita-penderita dengan gangguan sistem imunitas. (10) Hasil yang serupa dijumpai pada penelitian ini. Dari data-data, spesies bakteri ini juga lebih banyak ditemukan pada anak-anak, kecuali Salmonella grup B dan Salmonella grup E, yang lebih banyak diisolasi dari kasus diare dewasa. Dari data pada Tabel 2, diperoleh gambaran bahwa 37 dari 58 (64%) kasuskasus diare bakterial pada studi ini, adalah anak-anak 14 th. Diare karena C. jejuni, seluruhnya adalah anak-anak dari usia tersebut. Kelompok usia ini agaknya adalah yang paling rentan dibandingkan dengan orang dewasa yang umumnya telah memiliki kekebalan, kecuali untuk infeksi Shigella. Kasus-kasus shigellosis meliputi anak-anak, juga bayi-bayi di bawah i tahun, dan orang dewasa tanpa ada perbedaan kelompok umur tertentu. Keadaan ini sesuai dengan temuan yang dilaporkan oleh Subekti dan kawankawan (13), tetapi berbeda dari pada yang dilaporkan oleh Yurdakok dan kawankawan. (14) Mereka mengemukakan, derajat isolasi Shigella yang paling tinggi adalah

pada usia 1 sampai 5 tahun, tetapi pada bayibayi di bawah 1 tahun derajat isolasinya rendah karena kemungkinan besar ada efek protektif air susu ibu yang diberikan oleh sekitar 60% ibu-ibu di Turki kepada bayinya. (10) Manifestasi klinik diare bakterial oleh berbagai kuman patogen pada umumnya memberi gambaran yang dapat membedakan satu dengan lainnya. Dari penelitian ini, gambaran klinik infeksi oleh spesies Shigella dan C. jejuni spesifik, sesuai dengan laporan-laporan dari berbagai tempat(10,13,16,17), karena keduanya menunjukkan diare dengan tinja mengandung darah dan lendir (30-40%). Gambaran ini tidak dijumpai pada kasuskasus diare oleh sebab bakteri lain. Demam hanya dijumpai pada 21% penderita diare karena V.parahaemolyticus, tetapi infeksi oleh patogen enterik ini menyebabkan muntah dan nyeri perut seperti yang dilaporkan.(14) Demikian juga, pada salmonellosis, muntah dan nyeri perut ini sangat menonjol, kecuali itu, demam sering menyertai diare yang disebabkan karena Salmonella ini. Temuan ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Black. (10) Hasil uji kepekaan antibiotika menunjukkan bahwa umumnya patogen enterik yang diisolasi dari kasus-kasus diare pada penelitian ini masih banyak yang sensitif terhadap antibiotika yang diuji, kecuali S. flexneri dan C.jejuni. Kedua kuman enterik ini sudah resisten terhadap banyak antibiotika yang lazim digunakan untuk pengobatan diare seperti ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin dan kotrimoksasol (Tabel 4). Bahkan terhadap seftriakson, yang merupakan golongan extended spectrum betalactam, 17% dari S. flexneri sudah resisten sehingga penggunaan antibiotika multipel dijumpai pada Campylobacter jejuni. Golongan kuman ini juga telah resisten terhadap siprofloksasin dan norfloksasin, yang merupakan antibiotika pilihan masa kini untuk pengobatan diare. Resistensi C.jejuni terhadap quinolon telah banyak dilaporkan (3,5,7,18) , dan di beberapa negara antibiotika ini tidak lagi dapat digunakan untuk pengobatan diare. Namun, hingga kini

63

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

C.jejuni di Indonesia masih sensitif terhadap eritromisin sehingga antibiotika ini masih menjadi obat pilihan terhadap infeksi kuman ini.(5) Kuman-kuman enterik yang termasuk spesies Salmonella, kecuali Salmonella grup C yang tesisten terhadap tetrasiklin, masih menunjukkan sensitivitas yang tinggi terhadap antibiotika yang digunakan dalam pengujian. KESIMPULAN Koleksi dan penanganan spesimen sangat penting untuk memperoleh hasil isolasi yang optimal dari kuman-kuman enterik patogen. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa diare bakterial banyak mengenai anak-anak di bawah 14 tahun dengan penyebab terbesar spesies Shigella, dan pengobatan antimikroba untuk diare bakterial harus didasarkan pada hasil uji kepekaan antibiotik. DAFTAR PUSTAKA 1. Bern C, Martinez J, de Zoysa L, Glass RI. The magnitude of global problem of diarrheal diseases: a ten-year update. Bull WHP 1992; 70 : 705-14. 2. Snyder JD, Merson MH. The magnitude of the global problem of acute diarrheal diseases: a review of acute surveillance data. Bull WHO 1982;60:605-13. 3. Taylor DN, Echeverria P. Diarrheal disease: current concepts and future challenges. Trans Royal Soc Trop Med Hyg 1993;87:31-4. 4. Black RE.Epidemiology of travelers diarrheal and relative importance of various pathogens. Rev Infect Dis 1990;12 (suppl.1):573-8. 5. Subekti D, Lesmana M, Komalarini S, Tjaniadi P, Burr D, Pazzaglia G. Enterotoxigenic E. Coli and other cause of infectious pediatric diarrheas in Jakarta, Indonesia. Southeast Asia J Trop Med Pub Health 1993;24:420-4. 6. Riochie E, Punjabi NH, Corwin A, Lesmana M, Rogayah I, Lebron C et Al. Enterotoxigenic E. Coli diarrhe among

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

young shildren in Jakarta, Indonesia. Am J Trop Med Hyg 1996; 55 : 449-51. Echeverria P, Taylor DN, Lexsomboon U, Bhaibulaya M, Blacklow NR, Tamura K et al. Case-control study of endemic diarrheal disease in Thai children J Infect Dis 1989;159-543-47. Hoge Cw, Shlim DR, Echeverria P, Ramachandra R, Herman JE, Cross JH. Epidemiology of diarrhea among expatriate residents living in a highly endemic environment. JAMA 1996;275 : 533-8. Hyams KC, Bourgeois AL, Merrell BR, Rozmajzi P, Escamilla J, Thornton SA et al. Diarrheal disease during operation Desert Shield N Engl J Med 1991;325:1423-8. Black RE. Persistent diarrhea in children of developing countries. Pediatr Infect Dis J 1993;12:751-61. Balows A, Hausler Jr WJ, Herrmann KL, Isenberg HD, Shadomy HJ. Editors. Manual of clinical microbiologi. 5th edition. Washington, DC:American Society for Microbiology :1991. National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). Performance standards for antimicrobial disk susceptibility tests. Accepted standards Ma-A4. National Committee for Clinical Laboratory Standards, Villanova, Pa;1990 Subekti D, Oyofo BA, Tjaniadi P, Corwin AL, Larasati W, Putri M et Al. Shigella spp surveillance in Indonesia: the emergence or reemergence of S. dysentariae. Emerg Infect Dis 2001; 17: 137-40. Yurdakok K, Sahib N, Ozmert E, Berkman E. Shigella Gastroenteritis: clinical and epidermiological aspects, and antibiotic susceptibility. Acta Pediatri Jap 1997; 39: 681-4 Lesmana M, Subekti D, Simanjuntak CH, Tjaniadi P, Campbell JR, Oyofo BA. Vibrio parahaemolyticus associated with cholera-like diarrhea among patients in North Jakarta, Indonesia. Diagn Microbiol Infect Dis 2001;39:715.

64

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

16. Keusch GT, Bennish MI. Shigellosis:recent progress, persisting pronlems and research issues. Pediatr Infect Dis J 1989;8:713-9. 17. Lee LA, Shapiro CN, Hargrett-Bean N, Tauxe RV. Hyperendemic shigellosis in the United Stated:a review of surveillance data 1967-1988. J Infect Dis 1991;64:894-900. 18. Segreti J, Gootz TD, Goodman LJ, Parkhurst quinolone resistance in clinical isolates of Campylobacter jejuni. J Infect Dis 1992;165:667-70.

65

w
w

w
w

You might also like