Professional Documents
Culture Documents
I. Kasus (Masalah Utama) Perubahan sensori perseptual : Halusinasi II. Proses Tejadinya Masalah Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (stuart & Sundenn, 1998). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam pola dan jumlah stimulus yang mendekat (diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulasi (Carpenito, 2000). Klasifikasi a. Halusinasi Hypnagogik pada orang normal antara bangun dan tidur b. Halusinasi pendengaran (Akustik) - Akoasma - Phonema : suasana yang kacau balau : berbentuk suara jelas kalimat tertentu yang tidak Menyenangkan, c. Halusinasi Penglihatan (Visuil) Khas pada delirium karena infeksi akut / psikosa organik Keluhan pada korteks serebri : tidak jelas bentuknya Keluhan pada korteks tempoparietal : bentuknya jelas menghina, kotor, menuduh, menyalahkan, memaksa.
d. Halusinasi Olfaktorik (Pembau) Terjadi pada Skizoprenia dan lesilobus temporalis tidak menyenangkan dan tidak disukai. e. Halusinasi Gustatorik (rasa lidah / pengecap) Sering bersama-sama halusinasi Olfaktorik f. Halusinasi Taktil (Perabaan) sering terjadi pada keadaan toksik, adiksi, kokain. g. Halusinasi Haptik Seolah-olah tubuh bersentuhan dengan orang / benda lain sering bercorak seksual. h. Halusinasi Anstokopi seolah-olah melihat dirinya dihadapannya (seperti bercermin).
Penyebab 1. Faktor Predisposisi (Stuart Sundeen, 1998) a. b. Faktor Biologis Hambatan perkembangan otak khususnya korteks frontal temporal atau limbic. Beberapa Kimia otak dikaitkan dengan gejala skizoprenia. Faktor Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari individu, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan individu. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang besikap dingin, cemas, tidak sensitive atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh pada usia kanak-kanak tidak adeguate misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi. Konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan rumah tangga). c. Faktor Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. 2. Faktor Presipitasi a. b. Faktor Biologis Gangguan dalam putaran balik otak mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme otak yang mengakibatkan ketidakmampuan. Faktor Lingkungan Misalnya : daerah rawan, bencana alam, peperangan / tawuran, daerah industri / pabrik. c. Pemicu Gejala Pemicu gejala terdapat pada respon neurobiologik yang meladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu. Manifestasi Klinis Tanda-tanda halusinasi secara umum antara lain : menarik diri, bicara sendiri, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan pikiran atau konsentrasi, memandang satu arah, menyerang, tiba-tiba marah dan gelisah (Kelint, 1999).
Akibat Padsa klien jiwa yang mengalami halusinasi baik dengar, visual maupun yang lainnya, klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang mengejeknya. Suara atau bayangan tersebut dapat berupa perintah untuk melakukan perilaku kekerasan sehingga dapat beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan tindakan amuk atau kekerasan yang dilakukan klien. III. A. Pohon Masalah Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Perubahan sensori perseptaal : Halusinasi
Core problem
Isolasi sosial : menarik diri B. 1. DS : Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, lingkungannya. DO 2. DS : DO : Klien : Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang di sekitarnya. Perubahan sensori persptual = Halusinasi mengatakan mendengar bunyi yang tidak Berhubungan dengan stimulus nyata Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus Klien merasa makan sesuatu Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya Klien takut pada suara / bunyi / gambar yang dilihat dan didengarnya Klien ingin memukul / melempar barang-barang Klien berbicara dan tertawa sendiri Klien bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu ingin membakar atau mengacak-acak
DS DO : :
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengar sesuatu disorientasi Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ya atau tidak. Apatis, ekspresi sedih, apektumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak diam.
IV. 1. 2.
Diagram Keperawatan Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori perseptual = halusinasi. Perubahan sensori perseptual = halusinasi berhubungan dengan menarik diri. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa keperawatan : resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindsakan : Bina hubungan saling percaya : salam terapentik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontak yang jelas pada tiap pertemuan. Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya Dengarkan ungkapan klien dengan simpati
V.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan : Lakukan kontak sering dan singkat (untuk mengurangi munculnya halusinasi) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasi : berbicara, tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri / kanan / depan / seolah-olah ada teman bicara. suara yang didengar. Jika ya : apa yang dikatakan ? Bantu klien mengenal halusinasinya. Bila sedang halusinansi, tanyakan apakah ada
Katakan : perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat, tidak menuduh / menghakimi)
halusinasi -
Katakan : klien lain juga ada yang seperti klien Katakan : perawat akan membantu klien Diskusikan dengan klien Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasinya (pagi, siang, sore, malam, saat jengkel / sedih) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjhadi halusinasi
(marah / sedih / senang / takut) beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. 3. Klien dapat mengomtrol halusinasinya Tindakan : kamu sedang bicara sendiri Bantu klien memilih / melatih cara memutus halusinasi secara bertahap Beri kesempatan melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya, beri pujian jika berhasil Anjurkan klien mengikuti TAK : orientasi realitas 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya Tindakan : Anjurkan klien memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi Diskusikan dengan keluarga (saat berkunjung / kunjungan rumah) Gangguan halusinasi yang dialami klien Temui orang lain untuk bercakap-cakap / mengatakan halusinasinya timbul Buat jadwal kegiatan sehari-hari agar Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll) Tanyakan apakah ada manfaatnya cara tersebut jika ada beri pujian. Diskuiskan cara baru untuk menuntas / mengontrol halusinasi Katakan pada halusinasi : saya tidak mendengar
halusinasinya tidak sempat muncul Minta orang lain menyapa klien bila tampak
Cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi di rumah : dari kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, pergi Beri informasi waktu follow up / kapan perlu mendapat bantuan,
misaln : halusinasi tidak terkontrol, resiko mencederai orang lain. 5. Klien dapat memanfaatkan obat yang baik Tindakan : Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang : dosis, frekuensi dan manfaat obat Anjuran klien meminta sendiri obat kepada perawat, karena merasakan manfaatnya Anjuran klien berbicara dengan dokter tentang efek samping obat yang dirasakan Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar : pasien, obat, dosis, cara dan waktu
DAFTAR PUSTAKA 1. Jakarta ; EGC, 1995. 2. Edisi I, Jakarta, 1999. 3. 4. Aziz R., dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa, Semarang ; RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi I, bandung ; RSJP Bandung, 2000. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Stuart GW, Sunden, Buku Saku Keperawatan Jiwa,
Harmonis
Sensori mengancam
jika klien tidak mengikuti perintah sensori Halusina si menjadi bersatu dengan delusi