You are on page 1of 23

Case Report Session

TONSILITIS KRONIK

Oleh : Ira Camelia Fitri Lorensia Fitra Dwita Moganah Nadarajah 07120143 0810313205 0810314286

Preseptor : Dr. Nirzawarto Sp.THT-KL

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP DRM Djamil Padang 2012 1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.1 Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.2

Tonsil faring/Adenoid Tonsil Tuba

Tonsil Palatina

Tonsil lingual

Gambar 1. Gambaran Tonsil dalam Cincin Waldeyer

1.1.1. Anatomi Tonsil Palatina Tonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsil. 2 Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah : 1,3 1. 2. 3. 4. 5. 6. Anterior : arcus palatoglossus Posterior : arcus palatopharyngeus Superior : palatum mole Inferior : 1/3 posterior lidah Medial : ruang orofaring Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.

Gambar 1. Anatomi Tonsil Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial bentuknya bervariaso dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut kapsul tonsil, yang tidak melekat erat pada otot faring.1,3 1.1.2. Vaskularisasi 3

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 1,4

Gambar 2. Pendarahan tonsil5 Fungsi Tonsil4,5 : 1. Membentuk zat zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma saat reaksi seluler. 2. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut.

1.2 Tonsilitis Kronik 1.2.1. Defenisi 4

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.1,2 Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.3 1.2.2 Etiologi Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus, Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif. 2 1.2.3 Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu :2 1. 2. 3. 4. 5. 6. Rangsangan kronis (rokok, makanan) Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah) Alergi (iritasi kronis dari alergen) Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

1.2.4 Patologi Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil .Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripti akan melebar, ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.2 5

Gambar 3. Hipertrofi tonsil 5 1.2.5 Manifestasi Klinis Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.1,2,4 Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin tampak, yakni :4,5 1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju. 2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

Gambar 4. Ukuran tonsil Ukuran tonsil dibagi menjadi : 4 T0 T1 : Post tonsilektomi : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris 6

T2 T3 T4

: Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian (pilar posterior) : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median : Sudah melewati garis median

1.2.6 Diagnosis 1. Anamnesis Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.2,3 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. 2,3 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan berbagai derajat keganasan, seperti Streptokokus beta hemolitikus grup A, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.2,3 1.2.7 Diagnosis Banding Terdapat beberapa diagnosis banding dari tonsilitis kronis, di antaranya2 : 1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil /tonsilitis membranosa a. Tonsilitis Difteri b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa) c. Mononukleosis Infeksiosa 2. Penyakit kronik faring granulomatus a. Faringitis Tuberkulosa b. Faringitis Luetika c. Lepra (Lues) d. Aktinomikosis Faring 3. Tumor tonsil 7

1.2.8 Komplikasi Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :2 1. Komplikasi sekitar tonsil a. Peritonsilitis b. Abses Peritonsilar (Quinsy) c. Abses Parafaringeal d. Abses Retrofaring e. Krista Tonsil 2. Komplikasi Organ jauh a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik b. Glomerulonefritis 1.2.9 Penatalaksanaan2,3 1. Terapi Medikamentosa Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang. 2. Tindakan Operatif Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757). Indikasi Tonsilektomi3 Indikasi absolute : 1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis 2. Hipertrofi tonsil dan adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur 3. Hipertrofi yang berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma). 8

5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya Indikasi relatif : 1. Serangan tonsillitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat) 2. Tonsillitis yang berhubungan dengan biakan steptokokus menetap dan patogenik (keadaan karier) 3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya, penelanan) 4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis (biasanya pada dewasa muda) 5. Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsillitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk 6. Radang tonsil kronik menetap yang tidak memberikan respon pada penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda) 7. Hipertropi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geliga yang menyempitkan jalan napas bagian atas 8. Tonsillitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten Teknik Operasi3 Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi . Beberapa teknik tonsilektomi diantaranya : 1. Guillotine Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat. 2. Teknik Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut. 3. Teknik elektrokauter Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. 4. Radiofrekuensi Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. 5. Skapel harmonik Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.6 6. Teknik Coblation Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebut akan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. 7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan 10

merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. 8. Laser (CO2-KTP) Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan reses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren. Komplikasi Tonsilektomi2,3 Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 1. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa : Laringospasme Gelisah pasca operasi Mual muntah Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung Hipersensitif terhadap obat anestesi. 2. Komplikasi Bedah a. Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. b. Nyeri Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang

11

menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi. c. Komplikasi lain Demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia. Kontraindikasi3 Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang Infeksi sistemik atau kronis Demam yang tidak diketahui penyebabnya Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi Rhinitis alergika Asma Diskrasia darah Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh Tonus otot yang lemah Sinusitis

BAB II ILUSTRASI KASUS 12

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat : Nofiola Wulan Rahmi : 14 tahun : Padang Panjang

Jenis Kelamin : Perempuan Suku Bangsa : Islam ANAMNESIS Seorang pasien anak perempuan berumur 14 tahun datang ke poli THT RS Dr Achmad Mochtar Bukit Tinggi pada tanggal 28 Maret 2012 dengan Keluhan Utama Nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat nyeri menelan hilang timbul sudah dirasakan sejak 4 tahun yang lalu. keluhan ini terjadi lebih dari 4-6 kali dalam setahun terakhir. Keluhan ini disertai dengan pilek, dan batuk. Batuk dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, batuk berdahak berwarna putih, kental,tidak berdarah. Rasa mengganjal di tenggorok ada Nafsu makan berkurang sejak sakit Riwayat tidur mendengkur ada Riwayat sesak nafas tidak ada Nyeri kepala ada, bila sedang demam dan flu Riwayat terasa cairan mengalir di tenggorok tidak ada Riwayat suara serak tidak ada Riwayat mulut berbau tidak ada Riwayat rasa nyeri pada kedua telinga ketika sedang demam dan flu Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada Riwayat gangguan pendengaran tidak ada 13

Riwayat telinga berdenging tidak ada Riwayat bersin-bersin pada pagi hari, alergi makanan dan obat tidak ada. Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada Riwayat hidung tersumbat tidak ada Riwayat penciuman berkurang tidak ada Riwayat penurunan berat badan tidak ada Pasien pernah berobat ke RSUD Dr. Achmad Mochtar 4 tahun yang lalu dengan keterangan sakit amandel dan diberikan pengobatan. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sering menglami infeksi saluran nafas atas. Riwayat alergi akibat cuaca, makanan tertentu tidak ada Riwayat mata berair dan gatal akibat serbuk bunga, bulu binatang tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat asma bronkial dalam keluarga tidak ada Riwayat alergi akibat cuaca, makanan dalam keluarga tidak ada Riwayat mata berair dan gatal akibat serbuk bunga, bulu binatang dalam keluarga tidak ada Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan : Pasien kelas 2 SMP, Anak kedua dari 2 bersaudara. Pasiensering meminum es. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Pemeriksaan Sistemik 14 : Tampak sakit sedang : Composmentis cooperative : 110/70 mmHg : 72 x/menit : 28 x/menit : 37,4 0C

Kepala Mata Leher Paru

: tidak ada kelainan : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ditemukan pembesaran KGB Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis : fremitus kiri = kanan : sonor kiri = kanan : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/: ictus tidak terlihat : ictus terba 2 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat : batas jantung normal : bunyi jantung murni, irama teratur, bising () : tak tampak membuncit : hepar dan lien tidak teraba : tympani : bising usus + normal : edem -/-

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Extremitas

Status Lokalis THT Telinga Pemeriksaan Kelainan Kel. Congenital Trauma Radang Kel. Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan tragus Cukup lapang (N) Sempit Hiperemi Edema Massa Bau Warna Dekstra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang (N) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Coklat kekuningan Sinistra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang (N) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Coklat kekuningan 15

Daun Telinga

Liang Telinga

Sekret/serumen Membran timpani

Jumlah Jenis Warna Reflex cahaya Bulging Retraksi Atrofi Jumlah perforasi Jenis Kuadran Pinggir

Sedikit Kental Putih Arah jam 5 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sedikit Kental Putih Arah jam 7 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Utuh

Perforasi Gambar

Mastoid

Tes garpu tala Audiometri

Tanda radang Fistel Sikatrik Nyeri tekan Nyeri ketok Rhine Schwabach Weber Kesimpulan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada + Sama dgn pemeriksa Tidak ada lateralisasi Normal Tidak dilakukan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada + Sama dgn pemeriksa Tidak ada lateralisasi

Hidung Pemeriksaan Kelainan Deformitas Kelainan kongenital Trauma Radang Massa Dektra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Hidung luar

Sinus paranasal Inspeksi : tanda radang/trauma/sikatrik/massa tidak ada Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketok Dekstra Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada 16

Rinoskopi Anterior Pemeriksaan Vestibulum Kelainan Vibrise Radang Cukup lapang (N) Sempit Lapang Lokasi Jenis Jumlah Bau Ukuran Warna Permukaan Edema Ukuran Warna Permukaan Edema Cukup lupus/deviasi Permukaan Warna Spina Krista Abses Perforasi Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Warna Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor Gambar Dekstra Ada Tidak ada Cukup lapang (N) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada lurus Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sinistra Ada Tidak ada Cukup lapang(N) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada lurus Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Cavum nasi Sekret Konka inferior

Konka media

Septum

Massa

Rinoskopi Posterior : sulit di lakukan Orofaring dan Mulut 17

Pemeriksaan

Kelainan Simetris/tidak Warna Palatum mole + Edem Arkus Faring Bercak/eksudat Dinding faring Warna Permukaan Ukuran Warna Permukaan Muara kripti Detritus Eksudat Tonsil Perlengketan dengan pilar Warna Edema Abses Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Konsistensi Karies/Radiks Kesan Warna Bentuk Deviasi Massa

Dekstra Simetris Merah muda Tidak ada Tidak ada Merah muda Licin T3 Merah muda Tidak Rata Melebar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Normal Tidak ada Tidak ada

Sinistra Simetris Merah muda Tidak ada Tidak ada Merah muda Licin T3 Merah muda Tidak Rata Melebar Tidak ada Tidak ada Ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Normal Tidak ada Tidak ada

Peritonsil

Tumor Gigi

Lidah Gambar

Laringoskopi Indirek : Sulit dilakukan Pemeriksaan kelenjar getah bening leher Hb Inspeksi Palpasi : 13.5 g/dL 18 : Tidak terlihat tanda pembesaran kelenjar getah bening : Teraba pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan Laboratorium :

Eritrosit Leukosit Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit Diff Count

: 4.91 x 106` /mm3 : 9000 /mm3 : 40.6 % : 82.7 fL : 27.5 pg : 33.3 g/dL : 454000/mm3 : -/1/2/48/48/1

RESUME (DASAR DIAGNOSIS) 19

1. Anamnesis Nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat nyeri menelan hilang timbul sudah dirasakan sejak dengan pilek, dan batuk. Batuk dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, batuk berdahak berwarna putih, kental,tidak berdarah. Rasa mengganjal di tenggorokan ada Nyeri kepala ada, bila sedang demam dan flu Riwayat tidur mendengkur ada Riwayat rasa nyeri pada kedua telinga ketika sedang demam dan flu Riwayat nafsu makan berkurang 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan Orofaring dan Mulut ditemukan a. Tonsil dekstra : Ukuran T3, hiperemis, muara kripti melebar, detritus tidak ada, perlengketan dengan pilar ( - ). b. Tonsil sinistra : Ukuran T3, hiperemis, muara kripti melebar, detritus tidak ada, perlengketan dengan pilar ( + ) 3. Diagnosis Kerja Tonsilitis Kronis 4 5 6 Diagnosis Tambahan Diagnosis Banding Pemeriksaan Anjuran : Tidak ada : Tidak ada : Kultur dan Uji Resistensi Kuman dari sediaan apus tonsil Pemeriksaan ASTO 7. Terapi Konservatif: 20 4 tahun yang lalu. keluhan ini terjadi lebih dari 4-6 kali dalam setahun terakhir. Keluhan ini disertai

Cefadroxyl 2x500 mg tab PO Ambroxol 3x30 mg tab PO Tremenza 2x1 tab PO 8. 7. Terapi Anjuran : Tonsilektomi Prognosis quo ad vitam : bonam quo ad sanam : bonam 8. Nasehat - Mengurangi makanan dan minuman yang dingin. - Konsumsi gizi yang cukup - Menjaga hygiene mulut - Teratur minum obat

DISKUSI

21

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan, usia 14 tahun dengan diagnosis Tonsillitis Kronis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utamanya nyeri menelan sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat susah menelan hilang timbul sudah ada sejak 4 tahun yang lalu, keluhan ini terjadi 4 -5 dalam setahun terakhir. Rasa mengganjal di tenggorokan ada. Pasien juga mengeluhkan demam dan batuk pileks serta sakit kepala dan telinga sakit ketika timbul serangan. Pasien tidak nafsu makan karena nyeri sewaktu menelan. Riwayat tidur mendengkur ada. Pasien pernah mengalami penyakit yang sama 4 tahun yang lalu tetapi sembuh dengan pengobatan. Dari pemeriksaan mulut dan orofaring ditemukan kelainan pada tonsilnya yaitu pada tonsil kanan ukuran tonsil membesar (T3), tidak hiperemis, muara kripti melebar, detritus tidak ada, perlengketan dengan pilar tidak ada. Pada tonsil kiri : ukuran tonsil membesar (T3), tidak hiperemis, muara kripti melebar, detritus tidak ada,terdapat perlengketan dengan pilar. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening, dari inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening dan pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis kerja dengan Tonsilitis Kronis. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ini, pasien di diagnosis dengan Tonsilitis kronik. Berdasarkan teori, peradangan berulang yang terjadi pada tonsil akan menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis yang selanjutnya pada proses penyembuhan akan membentuk jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga muara kripti akan melebar. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan yang terdapat pada pasien ini.. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien ini adalah pemeriksaan mikrobiologi kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil serta pemeriksaan ASTO. Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan untuk menentukan bakteri penyebabnya dan antibiotik yang sensitif. Pemeriksaan ASTO untuk mengukur titer anti Streptolisin O. Bila kadar Anti Streptolisin O lebih dari 300 maka telah terjadi infeksi Streptococcus B-hemoliticus grup A. Ditakutkan apabila kuman penyebabnya Streptococcus B-hemoliticus grup A dan tidak mendapat pengobatan yang adekuat dapat berkomplikasi ke jantung maupun ginjal. Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah Cefadroxyl 2x500 mg tab PO (Antibiotik), Ambroxol 3x30 mg tab PO, Tremenza 2x1 tab PO. Pemberian antibiotik bertujuan untuk mengobati tonsillitis. Mukolitik bertujuan untuk mengencerkan dahak pada batuk pilek yang dialami pasien. Pasien di anjurkan untuk melakukan Tonsilektomi. Operasi tonsilektomi bertujuan untuk mengangkat kedua tonsil yang membesar. Hal ini sesuai dengan indikasi tonsilektomi yang didapatkan pada pasien, yaitu riwayat peradangan berulang > 3 kali setahun.

DAFTAR PUSTAKA

22

1. Rusmarjono,efiaty AS. Faringitis,Tonsilitis,dan Hipertrofi Adenoid. Dalam; Soepardi EA,iskandar NH(eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007. Hal 214-225 2. Brodsy L. Poje C. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adeneidectomy. In: Bailey BJ. Johnson JT. Head and Neck Surgery. Otolaryngology. 4rd Edition. Philadelphia: Lippinscott Williams Wilkins Publishers. 2006. p1183-1208 3. Gotlieb J. The Future Risk of Childhood Sleep Disorder Breathing, SLEEP, vol 28 No 7. 2005. 4. George LA. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam:Adams, Boies, Higler(eds).buku ajar penyakit THT edisi 6. Jakarta:EGC;1997.hal 327-337 5. Derake A. Carr MM. Tonsilectomy. Dalam: Godsmith AJ. Talaveran F. Emedicine.com.inc. 2002:1-10

23

You might also like