You are on page 1of 3

Minggu Senin, 14-15 April 2013 Ruang Sakinah Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

RESUME

Wanita, 24 tahun, perdarahan post partum, volume 200 cc, post episiotomi pukul 16.00, tampak robekan dari vagina hingga 0,5 cm diatas rektum, tampak robekan kulit dan lapisan subkutis vagina, mukosa dan fascia vagina posterior sampai muskulus perinea transversum. Spinkter ani eksterna dan interna dalam batas normal. Post melahirkan anak pertama spontan, laki-laki berat lahir 2800 gram UK 40-41 minggu. Persalinan kala II sekitar 1 jam (keterangan bidan). Kala III sekitar 15 menit. Diagnosis : Ruptur Perineum Grade II

Ruptur Perineum Etiologi Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forcep atau vakum ekstraksi atau karena versi ektraksi. (Karkata, 2010). Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan spontan dimana kepala janin terlalu cepat lahir, persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, pada persalinan dengan distosia bahu (Wiknjosastro, 2007) Tingkat robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu (Cunningham, 2005) : 1. Stadium I : Robekan masih sebatas kulit dan mukosa vagina, tapi belum mengenai fascia dan otot 2. Stadium II : Robekan sebatas kulit, mukosa, fascia, dan otot, tapi belum mencapai sfingter ani 3. Stadium III a. IIIa : Robekan telah mencapai kulit, mukosa, dan otot serta melukai sebagian sfingter ani eksterna b. IIIb : Robekan telah mencapai kulit, mukosa, otot, dan seluruh sfingter ani eksterna. c. IIIc : Robekan telah mencapai kulit, mukosa, otot, dan seluruh sfingter eksterna dan sfingter interna. 4. Stadium IV : Ruptur perineum totalis, yang mengenai kulit, mukosa, otot, sfingter eksterna dan sfingter interna, serta mencakup mukosa atau lumen rectum Manajemen Dilakukan penjahitan laserasi pada perineum : (Depkes, 2008) 1. Cuci tangan dengan cara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaninasi atau tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya. 2. Pastikan bahwa perlatan dan bahan-bahan yang digunakan sudah steril.

3.

4. 5. 6. 7.

8.

9. 10. 11. 12.

13. 14.

Setelah memberikan anestesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah dianatesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menetukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara manjahitnya menjadi satu dengan mudah. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan. Tutp mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen. Tepat sebelum cincin hcicncin hymen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin hymen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke puncak luka. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Perikas lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin hymen. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalamnya. Dengan lembut masukkan jari yang paling kecil ke anus. Raba apakah ada jahitan pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan jika ada fistula rektovaginal atau ibu melaporkan incontinesia alvi atau feses), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tinggkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang aman. Nasehati ibu untuk: a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering. b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya. c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali perhari. d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

Komplikasi Komplikasi Episiotomi adalah sebagai berikut : (Cunningham, 2005) 1. Nyeri Post Partum Dan Dyspareunia 2. Rasa Nyeri Setelah Melahirkan Lebih Sering Dirasakan Pada Pasien Bekas Episiotomi, Garis Jahitan (Sutura) Episiotomi Lebih Menyebabkan Rasa Sakit.

Jaringan Parut Yang Terjadi Pada Bekas Luka Episiotomi Dapat Menyebabkan Dyspareunia Apabila Jahitannya Terlalu Erat 3. Nyeri Pada Saat Menstruasi Pada Bekas Episiotomi Dan Terabanya Massa 4. Trauma Perineum Posterior Berat 5. Trauma Perineum Anterior 6. Cedera Dasar Panggul Dan Inkontinensia Urin Dan Feses 7. Infeksi Bekas Episiotomi. Infeksi Lokal Sekitar Kulit Dan Fasia Superficial Akan Mudah Timbul Pada Bekas Insisi Episiotomi 8. Gangguan Dalam Hubungan Seksual. Jika Jahitan Yang Tidak Cukup Erat, Menyebabkan Akan Menjadi Kendur Dan Mengurangi Rasa Nikmat Untuk Kedua Pasangan Saat Melakukan Hubungan Seksual. Komplikasi Robekan Perineum derajat III dan IV Resiko serius : Inkontinensia feces/flatus, Struktur atau fungsi abnormal dari sphinkter anal, hematoma, fistula rectovaginal. (Fernando,2006)

DAFTAR PUSTAKA Cunningham Fg, Leveno Kj, Bloom Sl, Hauth Jc, Gilstrap Lc, Wenstrom Kd, Labor Delivery, In : Textbook Of Williams Obstetric 23th Ed, United State Of America; Mcgraw-Hill; 2010.P.443-727 Depkes RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008 Fernando R, Sultan AH. Methods of repair for obstetric anal sphincter injury. Cochrane Database System Review. 2006; in Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Repair of third and fourth degree perineal tears following childbirth. Consent advice No 9. June 2010. http://www.rcog.org.uk/repair-third-and-fourth-degree-perineal-tears-following-childbirth Karkata, Made Kornia dalam Perdarahan Pascapersalinan. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.Ed.4. Cetakan 3. Jakarta.PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2010 hal.526 Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.2007

You might also like