You are on page 1of 37

Presentasi Kasus

SEORANG LAKI-LAKI USIA 80 TAHUN DENGAN TB PARU BTA (+) LESI LUAS KASUS BARU DENGAN DESTROYED PARU KANAN DENGAN SCHWARTE PARU KANAN DENGAN MASALAH ANEMIA RINGAN DAN GIZI KURANG

Oleh:

Margareta Grace Dimas Sigit W Shinta Rizkiasih Agung Nugroho I G A A Eka Putri Sunari Wegig Amanu

G9911112102 G9911112085 G9911112118 G9911112039 G9911112124 G9911112075

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA 2012

STATUS PENDERITA

I.

ANAMNESIS A. IdentitasPasien Nama Pasien Usia Jenis Kelamin Status Pekerjaan Agama Alamat Tanggal Masuk Tanggal Pemeriksaan No. RM B. Keluhan Utama Sesak napas C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak kurang lebih 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca maupun aktivitas. Sesak tidak disertai dengan mengi. Tidak ada keluhan sesak pada malam hari. Sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh adanya demam sumer sumer. Pasien sudah periksa ke dokter dan diberi obat turun panas dan vitamin, demam berkurang, kemudian kambuh lagi. Pasien tidak mengeluhkan nyeri dada, mual maupun muntah. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Sejak kurang lebih 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengeluhkan batuk yang hilang timbul. Batuk berdahak berwarna putih kental. Dahak tidak mengalami perubahan warna. Batuk darah tidak didapatkan. Pasien sebelumnya pernah berobat ke klinik dan : Tn. G : 80 tahun : Laki laki : Menikah : Tidak bekerja (dulu bekerja sebagai petani) : Islam : Grogol, Sukoharjo : 4 September 2012 : 8 September 2012 :

diberikan obat batuk, keluhan batuk berkurang kemudian batuk kambuh lagi. Pasien juga merasakan berat badannya berkurang sekitar 5 kilogram dalam 3 bulan terakhir ini. Nafsu makan pasien menurun sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan adanya keringat malam. D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa Riwayat OAT Riwayat Diabetes Melitus Riwayat Alergi obat/makanan Riwayat Asma Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Hipertensi Riwayat Mondok E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat DM Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat/Makan F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi Riwayat Merokok : (+) 51 tahun Satu hari merokok sekitar 12 batang Indeks Brinkman = 612 (risiko berat) Riwayat minum alkohol Riwayat Olahraga : disangkal : jarang : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Berat Badan = 37 kg Tinggi Badan = 159 cm BMI = 14,63 (underweight)

Sehari hari pasien makan 3 kali dengan porsi nasi, sayur, dan lauk (tahu, tempe, telur, kadang ikan atau ayam). G. Riwayat Sosial Ekonomi Saat ini pasien tidak bekerja, pernah bekerja sebagai petani. Pasien menggunakan pelayanan jamkesmas.

II.

PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis Keadaan umum tampak lemah, sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kurang B. Tanda Vital Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu C. Kulit Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-). D. Kepala Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-). E. Mata Conjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (/-), sekret (-/-). F. Hidung Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-). G. Telinga Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-). : 110/70 mmHg : 96 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur : 32 x/menit, irama teratur : 37,30C per aksiler

H.

Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukos apucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I.

Leher Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

J.

Thoraks Retraksi (+) suprasternal a. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus Cordis tidak tampak. : Ictus Cordis tidak kuat angkat. : Batas jantung kanan atas : SIC II linea para sternalis dextra Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea mid clavicularis dextra Batas jantung kiri atas : SIC II linea para sternalis dextra Batas jantung kiri bawah : SIC V linea parasternlis dextra Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-). b. Paru (anterior ) Inspeksi statis Inspeksi dinamis Palpasi Perkusi : Simetris dinding dada kanan = kiri : Pengembangan dada kanan < kiri : Fremitus raba kanan < kiri : Dada kanan : redup Dada kiri Auskultasi : sonor

: Suara dasar vesikuler kanan : menurun Suara dasar vesikuler kiri : normal

Suara tambahan : RBK (+/+)

Paru (posterior ) Inspeksi statis Inspeksi dinamis Palpasi Perkusi : Simetris dinding dada kanan = kiri : Pengembangan dada kanan < kiri : Fremitus raba kanan < kiri : Dada kanan : redup Dada kiri Auskultasi : sonor

: Suara dasar vesikuler kanan : menurun Suara dasar vesikuler kiri Suara tambahan : RBK (+/+) : normal

K. Trunk Inspeksi Palpasi Perkusi L. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi M. Ekstremitas : dinding perut sejajar dinding dada. : peristaltik (+) normal. : timpani. : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba. : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-). : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-). : nyeri ketok kostovertebra (-).

Oedem

Akral dingin

III. Pemeriksaan Penunjang A. Hasil Laboratorium Pemeriksaan lab darah PEMERIKSAAN Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit Golongan darah GDS MCV MCH MCHC RDW HDW MPV PDW Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit LUC/AMC SGOT SGPT Bilirubin Total Bilirubin Direk Bilirubin Indirek Albumin Kreatinin Ureum Natrium Kalium Klorida HbsAg Anti Hbc HBeAg PT APTT 4 SEPTEMBER 2012 9,6 g/dl 31 % 8,3 ribu/ul 734 ribu/ul 4,40 juta/ul 140 mg/dl 19 u/l 12 u/l 1,0 mg/dl 40 mg/dl 133 mmol/L 4,9 mmol/L 97 mmol/L Non Reaktif RUJUKAN 13,5-17,5 33-45 4,5-11,0 150-450 4,50-5,90 60-140 80,00-96,00 28,00-33,00 33,00-36,00 11,6-14,6 2,2-3,2 7,2-11,1 25-65 0,00-4,00 0,00-2,00 55,00-80,00 22,00-44,00 0,00-7,00 0-35 0-45 0,00-1,00 0,00-0,30 0,00-0,70 3,5-5,2 0,9-1,3 <50 136-145 4,8 104 Non reaktif Negatif Non reaktif 10,0-15,0 20,0-40,0

Analisa Gas Darah (O2 ambil 4 lpm ~ 0,32 (kanul nasal)) pH BE PCO2 PO2 Hct HCO3 Total CO2 O2 saturasi Kesan : 7,435 : 2,2 mmol/L : 40,6 mmHg : 163,5 mmHg : 29% : 26,1 mmol/L : 25,1 mmol/L : 99,5% : tidak ada gangguan keseimbangan asam basa

B.

Foto Thorax Foto tanggal 4 September 2012 Foto PA

Foto lateral

Hasil pemeriksaan foto thorax PA : Cor besar dan bentuk normal Pulmo : tampak fibroinfiltrat di suprahiller, parahiller, paracardial kanan dengan multiple cavitas di dalamnya, kiri normal. Corakan bronvaskuler meningkat. Tampak perselubungan berbentuk

segitiga dengan ujung menuju ke hilus di suprahiller kanan. Sinus phrenicocostalis kanan posterior tertutup perselubungan, kiri anterior tumpul. Retrosternal dan retrocardial space normal. Tampak opasitas inhomogen di hemithoraks kanan bawah Tampak penyempitan sela iga kanan. Tampak penebalan dinding pleura bilateral Trakea tertarik ke kanan. Sistema tulang baik.

Kesan

: destroyed paru kanan Efusi pleura bilateral Pleuritis sicca

III.

RESUME Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak kurang lebih 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi cuaca maupun aktivitas, mengi (-), sesak pada malam hari (-). Sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh adanya demam sumer sumer. Nyeri dada (-), mual (), muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien mengeluh batuk hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu, dahak (+) putih kental, darah (-), berat badan turun (+) 5 kg dalam 3 bulan terakhir. Nafsu makan turun (+), keringat malam (+). Pada pemeriksaan fisik keadaan pasien tampak lemah dan compos mentis, tensi 110/70 mmHg, nadi 96 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur, respiratory rate 36x/menit, irama teratur, suhu 37,30C per aksiler. Pada pemeriksaan paru anterior dan posterior didapatkan pengembangan dinding dada kanan tertinggal, fremitus kanan menurun, suara dasar vesikuler kanan menurun dan didapatkan suara tambahan RBK (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin (4 September 2012) didapatkan penurunan kadar hemoglobin yaitu 9,6 g/dl, penurunan kadar hematokrit yaitu 31%, penurunan jumlah eritrosit yaitu 4,40 juta/ul, dan peningkatan kadar trombosit 734 ribu/ul. Pemeriksaan kadar SGPT dan SGOT normal. Kadar elektrolit terdapat penurunan kadar natrium 133 mmol dan penurunan kadar klorida 96 mmol. Pemeriksaan radiologis foto thorax PA lateral tanggal 4 September 2012 pada pulmo tampak gambaran fibroinfiltrat di

suprahiller, parahiller, paracardial kanan dengan multiple cavitas di dalamnya, kiri normal. Corakan bronvaskuler meningkat. Tampak perselubungan berbentuk segitiga denganujung menuju ke hilus di suprahiller kanan. Sinus phrenicocostalis kanan posterior tertutup perselubungan, kiri anterior tumpul. Tampak penebalan dinding pleura bilateral. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke diagnosis TB paru BTA (?) lesi luas kasus baru dengan destroyed lung dan schwarte paru kanan dengan masalah anemia ringan dan gizi kurang.

IV.

DIAGNOSIS TB Paru BTA (+) lesi luas kasus baru dengan destroyed lung dan schwarte paru kanan dengan masalah anemia ringan dan gizi kurang.

V.

TERAPI 1. O2 2 lpm 2. Inf RL selang seling D5 20 tpm 3. R/H/Z/E : 300/300/750/750 mg 4. OBH Syrup 3 xCI 5. Ambroxol 3x30 mg 6. Vitamin B6 1 x 10 mg 7. Vitamin B Complex 3 x 1 8. Tablet Fe 2 x 1

VI.

PLANNING 1. Pemeriksaan sputum BTA 3x, K/R 2. Pemeriksaan DR2, albumin 3. Foto rontgen thorax lateral decubitus

VII.

PROGNOSIS

10

Ad vitam Ad sanam

: dubia ad bonam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

11

TINJAUAN PUSTAKA

I. TUBERKULOSIS A. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. B. Patogenesis Tuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet (percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan sekitar, pembuluh limfe, pembuluh darah. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru. Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk droplet kemudian masuk ke saluran pernafasan atas. Basil yang tertelan atau masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang terdiri dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena terlalu besar dan tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak menimbulkan penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran pernafasan bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah pada paru-paru kanan, atau pada apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah, kemudian lobus inferior bagian atas. Basil tuberkel yang berada di alveolus akan difagositosis oleh antigen prencenting cell (APC) di dalam alveolus, termasuk ke dalam sel APC ini adalah makrofag alveolar dan sel denditik. Selanjutnya, sel APC membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh darah, produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi

12

dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut. Dalam tubuh PMN basil tersebut tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel PMN dikarenakan basil tuberculosis resisten terhadap proses digesti kuman oleh phagolysosome. Basil TB dapat mencegah menyatunya phagosome dan lyosome sehingga dalam makrofag jumlah phagosome semakin banyak dan akhirnya makrofag menjadi nekrosis. Bakteri yang difagosit oleh makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam makrofag. Basil kemudian keluar dari sel makrofag dan difagosit kembali oleh sel PMN atau makrofag yang lain. Beberapa sel APC yang sampai pada kelenjar limfe mempresentasikan basil TB tersebut ke sel T helper, kemudian sel T tersebut datang ke fokus infeksi dengan bantuan mediator inflamasi di daeah tersebut. Sesudah hari pertama terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN dan makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak akhirnya terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag dan PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah ditemukan adanya pembentukan granuloma. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses fokus primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang rusak dan aliran limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai pada penyebaran ini dinamakan proses infeksi primer kompleks Ranke. Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang meninggalkan sedikit berkasberkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus yang berpotensi untuk kambuh lagi karena kuman yang dormant. Dan pada sebagian orang lagi ada yang terus berlanjut menyebar secara perkontinuitatum, secara bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut terinfeksi. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjadi TB milier karena menjalar keseluruh lapang paru.

13

Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih makrofag sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit dan sel datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah gejala pneumonia yang berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau sarang-sarang tadi meluas namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran. Selanjutnya yang paling parah adalah keadaan granuloma yang terus meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak pada lapang paru sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju kejadian inilah yang disebut perkejuan. Bila jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan terbentuklah kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis namun semakin lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk jaringan fibrositik yang pada akhirnya menjadi kronik dinamai kavitas sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh jaringan sekitar dan oleh leukosit, selain itu juga dihasilkannya enzimenzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan makrofag yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya rusak maka enzim tersebut keluar ke jaringan. Banyak komplikasi yang terjadi akibat dari persarangan ini diantaranya adalah meluasnya lesi tersebut dan membuat sarang pneumonia baru. Bila masuk dalam arteri pulmonalis maka akan menjadi TB millier. Tertelan akan menjadi TB ekstra paru. Apabila sampai pada bronchial dan tracea makan akan menjadi TB endobronchial dan TB endotracheal dan bisa menjadi empiema bila rupture ke pleura. Sarangsarang ini bisa memadat dan membentuk suatu pengerasan yang

14

dinamakan tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat cair yang membentuk kavitas baru. Komplikasi kronik kavitas adalah apabila berinteraksi dan kolonisasi dengan fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma. C. Klasifikasi 1. Tuberkulosis paru: tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura. a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak i. TB paru BTA (+): Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA (+) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif ii. TB paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan TB aktif Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan positif b. Berdasarkan tipe pasien c. Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien, yaitu: i. Kasus baru Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan. ii. Kasus kambuh Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+) atau biakan (+). Bila BTA (-) atau biakan (-) tetapi gambaran

15

radiologi dicurigai lesi aktif/ perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan: Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis iii. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut- turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. iv. Kasus gagal Pasien BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali (+) pada akhir bulan kelima atau akhir pengobatan v. Kasus kronik Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik vi. Kasus bekas TB Hasil pemeriksaan BTA (-) (biakan juga (-) kalau ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi 2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang

16

tidak dapat dilakukan pengambilanspesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif. D. Diagnosis 1. Gambaran Klinis Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) a. Gejala respiratorik i. batuk 2 minggu ii. batuk darah iii. sesak napas iv. nyeri dada Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. b. Gejala sistemik i. demam ii. gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun c. Gejala tuberkulosis ekstra paru Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara

17

pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

18

3. Pemeriksaan Bakteriologi a. Bahan pemeriksasan Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman

tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar

lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): i. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) ii. Pagi ( keesokan harinya ) iii. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

19

a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi g. Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium. 4. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : i. 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif ii. 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasiliti foto toraks, kemudian

20

iii. bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif iv. bila 3 kali negatif BTA negatif Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : i. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif ii. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan iii. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) iv. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) v. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) b. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara : Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan

diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul. 5. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.

21

Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular c. Bayangan bercak milier d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif : a. Fibrotik b. Kalsifikasi c. Schwarte atau penebalan pleura Luluh paru (destroyed Lung ) : a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) : a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal. 6. Pemeriksaan khusus

22

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. a. Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. b. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih

memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat. c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1: i. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigenantibodi yang

23

terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. ii. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. iii. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah iv. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

24

v. Uji serologi yang baru / IgG TB (dr. Erlina) Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis. 7. Pemeriksaan lain a. Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. b. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu: i. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB) ii. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) iii. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal biopsy/TTB, biopsi paru terbuka). iv. Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. c. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien.

25

LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. d. Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa Alur diagnosis P2TB Alternatif 1:

26

Alur diagnosis P2TB Alternatif 2:

27

E. Pengobatan Tuberkulosis Tujuan pengobatan TB adalah : 1. Menyembuhkan produktivitas 2. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutnnya 3. Mencegah kekambuhan 4. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain 5. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan (PDPI, 2011) Fase intensif (Depkes RI, 2007) 1. Pada fase intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat 2. Bila pengobatan fase intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu 3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan Fase Lanjutan (Depkes RI, 2007) 1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama 2. Fase lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan

Obat Anti Tuberkulosis Obat yang dipakai: 1. Jenis obat lini pertama adalah: a. INH b. Rifampisin c. Pirazinamid d. Etambutol e. Streptomisin

28

2. Jenis obat lini kedua adalah: a. Kanamisin b. Kapreomisin c. Amikasin d. Kuinolon e. Sikloserin f. Etionamid/Protionamid g. Para-Amino Salisilat (PAS) h. Obat-obatan yang efikasinya belum jelas (Makrolid, amoksisilin + asam klavulanat, linezolid, clofazimin) OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS belum tersedia di pasaran Indonesia tetapi sudah digunakan pengobatan TB-MDR (PDPI, 2011). Kemasan Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose pada pusat

Combination/FDC) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet (PDPI, 2011). Dosis OAT Jenis dan dosis OAT Obat Dosis (Mg/KgBB/ hari Dosis yang dianjurkan Harian (mg/KgBB/ kali) 10 5 25 15 15 Dosis Maks/h ari (mg) Dosis (mg)/ berat badan (kg)/hr <40 4060 450 300 1000 1000 750 >60

R H Z E S*

8-12 4-6 20-30 15-20 15-18

Intermitten (mg/Kg/BB/ kali) 10 600 10 300 35 30 15

300 300 750 750 Sesuai BB

600 300 1500 1500 1000

1000

29

Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500

mg perhari Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemic TB merupakan prioritas utama WHO. International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat TB kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3 (PDPI, 2011)

Dosis obat antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap (PDPI, 2011) Fase Intensif 2-3 bulan Harian (RHZE) 150/75/400/275 2 3 4 5 Fase Lanjutan 4 bulan Harian (RH) 150/75 2 3 4 5

BB

30-37 38-54 55-70 >71

3x/minggu (RH) 150/150 2 3 4 5

Penentuan dosis terapi KDT 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat KDT tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/dokter spesialis paru/fasilitas yang mampu menanganinya. 1. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (PDPI, 2011) Pengobatan TB standar dibagi menjadi a. Pasien baru b. Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan, diberikan paduan obat 2HRZES/HRZE/5HRE.

30

c. Pasien multi-drug resistant (MDR) Catatan: Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan kasus TB-MDR dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR Tuberkulosis paru dan ekstraparu diobati dengan regimen pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu(PDPI, 2011): a. Meningitis TB,lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko kecacatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan streptomisin. b. TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai respon pengobatan c. Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB d. Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan 2. Efek Samping Obat Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4). Bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. Pendekatan berdasarkan gejala untuk penatalaksanaan efek samping OAT. Pendekatan berdasarkan gejala digunakan untuk penatalaksanaan efek samping umum yaitu mayor dan minor. Pada umumnya, pasien yang mengalami efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan TB dan diberikan pengobatan simptomatis. Apabila pasien mengalami efek samping berat (mayor), OAT penyebab dapat dihentikan dan segera pasien dirujuk ke pusat kesehatan yang lebih besar atau dokter paru untuk tatalaksana selanjutnya (PDPI, 2011).

31

Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT Gejala Penyebab Kemerahan kulit Streptomisin, dengan atau tanpa gatal isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid Tuli (bukan disebabkan Streptomisin oleh kotoran) Pusing (vertigo dan Streptomisin nistagmus) Kuning (setelah penyebab lain disingkirkan), hepatitis Bingung (diduga gangguan hepar berat bila bersamaan dengan kuning) Gangguan penglihatan (setelah gangguan lain disingkirkan) Syok, purpura, gagal ginjal akut Penurunan jumlah urin Tidak nafsu makan, mual dan nyeri perut Tindakan Hentikan OAT

Hentikan Streptomisin Hentikan Streptomisin

Isoniazid, pirazinamid, Hentikan Rifampisin TB Sebagian besar OAT Hentikan TB

pengobatan

pengobatan

Etambutol

Hentikan etambutol

Rifampisin Streptomisin Pirazinamid, Rifampisin Isoniazid

Hentikan Rifampisin Hentikan streptomisin Berikan obat bersamaan dengan makanan ringan atau sebelum tidur dan anjurkan pasien untuk minum obat dengan air sedikit demi sedikit. Apabila terjadi muntah yang terus menerus, atau ada tanda perdarahan segera pikirkan sebagai efek samping mayor dan segera rujuk Aspirin atau NSAID atau parasetamol Piridoksin dosis 100200 mg/hari selama 3 minggu. Sebagai profilaksis 25-100 mg/hari Yakinkan kembali, berikan obat sebelum 32

Nyeri sendi

Pirazinamid

Rasa terbakar, kebas Isoniazid atau kesemutan pada tangan kaki

Mengantuk

Isoniazid

tidur Yakinkan pasien dan sebaiknya pasien diberi tahu sebelum mulai pengobatan Sindrom flu (demam, Dosis Rifampisin Ubah pemberian dari menggigil, malaise, intermiten intermiten ke sakit kepala, nyeri pemberian harian tulang) Urin berwarna Rifampisin kemerahan atau oranye Tatalaksana reaksi kutaneus Apabila terjadi reaksi gatal tanpa kemerahan dan tidak ada pnyebab lain maka pengobatan yang direkomendasikan adalah simptomatis seperti menggunakan antihistamin. Pengobatan dengan OAT dapat diteruskan dengan mengobservasi pasien. Apabila terjadi kemerahan pad kulit maka OAT harus dihentikan (PDPI, 2011). 3. Pengobatan Suportif/Simptomatis Pengobatan Supportif/ Simptomatis a. Pasien Rawat Jalan i. Pada pasien TB perlu dilihat keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien diperbolehkan pulang. Selain OAT kadang perlu pengobatan suportif/ simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau gejala. Selain OAT kadang perlu ditambahkan pengobatan lainnya yang bersifat supportyif atau simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala dan keluhan. Terdapat banyak bukti bahwa

perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Beberapa

rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah: Pemberian makan dalam porsi kecil sebanyak 6 kali perhari Bahan- bahan makanan rumah tangga seperti gula, mentega, telur dan susu untuk menambah asupan kalori dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan.

33

Minimal 500-750 ml perhari susu atau yoghurt dikonsumsi untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium yang adekuat.

Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi tiap hari. Sumber terbaik vitamin B6 antara lain jamur, seereal, kentang, dan pisang.

Alkohol harus dihindari karena hanya memiliki kalori tinggi, tidak mengandung vitamin dan bisa memperberat fungsi hepar.

Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum 6-8 gelas per hari)

i.

Prinsipnya pada penderita TB tidak ada pantangan

Obat penurun panas bila demam

ii. Diberikan obat untuk mengatasi batuk, sesak, atau keluhan lain jika diperlukan. b. Pasien Rawat Inap Indikasi: i. TB Paru disertai: Batuk darah massif, Keadaan umum buruk, Pneumothoraks, Empiema, Efusi pleura massif/ bilateral, Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) ii. TB Ektraparu yang mengancam nyawa: TB paru milier, Meningitis TB Pengobatan yang diberikan sesuai dengan indikasi rawat dan keadaan klinis. 4. Terapi Pembedahan Indikasi operasi a. Indikasi mutlak i. Pasien batuk darah masif yang tidak dapat diatasi dengan terapi konservatif ii. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak teratasi secara konservatif

34

b. Indikasi relatif i. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang ii. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan iii. Sisa kavitas yang menetap Tindakan invasif (selain pembedahan): a. Bronkoskopi b. Punksi pleura c. Pemasangan WSD 5. Evaluasi pengobatan Evaluasi klinis: a. Pasien dievaluasi secara periodik b. Evaluasi terhadap respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis Evaluasi bakteriologi (0-2-6/8 bulan pengobatan): a. b. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis i. Sebelum pengobatan dimulai ii. Setelah dua bulan pengobatan (setelah fase intensif) iii. Akhir pengobatan c. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan bila tersedia fasilitas biakan

Evaluasi radiologi: Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: a. b. Sebelum pengobatan Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) c. Pada akhir pengobatan

Evaluasi pasien yang telah sembuh Pasien TB yang sudah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Pasien sembuh adalah pasien dengan hasil

35

sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum sebelumnya negatif, pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama / perbaikan, dan bila ada fasilitas biakan maka kriteria ditambah biakan negatif.

36

You might also like