You are on page 1of 32

Askep Asuhan Keperawatan Atresia Ani

PENGERTIAN ATRESIA ANI


Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998). Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inverforata dalam 4 golongan, yaitu: 1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus 2. Membran anus menetap 3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacammacam jarak dari peritoneum 4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu

Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fistula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi lakilaki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.

GAMBARAN KLINIK ATRESIA ANI


Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas: 1. Tidak adanya apertura anal 2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal 3. Muntah dengan abdomen yang kembung

4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ATRESIA ANI

1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus 2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius 3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

PENATALAKSANAAN ATRESIA ANI


1. Medik: Eksisi membran anal Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus 2. Keperawatan : Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan

keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

PATHWAY ATRESIA ANI

Download Pathway Atresia Ani

DIAGNOSA KEPERAWATAN ATRESIA ANI


I. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan Dysuria II. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan vistel rektovaginal, Dysuria

III. Resti infeksi berhubungan dengan feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih IV. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia V. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post operasi VI. Resti infeksi berhubungan dengan perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi VII. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol

INTERVENSI KEPERAWATAN ATRESIA ANI


I. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan vistel rektovaginal, Dysuria o Tujuan :

Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan o Kriteria Hasil: Pasien dapat BAK dengan normal Tidak ada perubahan pada jumlah urine o Intervensi: Kaji pola eliminasi BAK pasien Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine Selidiki keluhan kandung kemih penuh Awasi/observasi hasil laborat Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi II. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan vistel rektovaginal, Dysuria o Tujuan :

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam o Kriteria Hasil: Nyeri berkurang Pasien merasa tenang o Intervensi: Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien Ajarkan teknik relaksasi distraksi Berikan posisi yang nyaman pada pasien Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi III. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia o Tujuan :

Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam o Kriteria Hasil: Pasien tidak mengalami penurunan berat badan Turgor pasien baik Pasien tidak mual, muntah Nafsu makan bertambah o Intervensi: Kaji KU pasien Timbang berat badan pasien Catat frekuensi mual, muntah pasien Catat masukan nutrisi pasien Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu IV. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post operasi (Kolostomi)

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama Kriteria Hasil: Nyeri berkurang Pasien merasa tenang Tidak ada perubahan tanda vital Intervensi: Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma Ajarkan teknik relaksasi, distraksi Bantu melakukan latihan rentang gerak

Awasi adanya kekakuan otot abdominal Kolaborasi pemberian analgetik V. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol o Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama o Kriteria Hasil: Mempertahankan integritas kulit Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit Mengindentifisikasi faktor resiko individu o Intervensi: Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong

Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong Berikan perlindungan kulit yang efektif Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma Kolaborasi dengan ahli terapi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta. 2. Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta. 3. Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC

4. Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta. 5. Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby Semoga ada manfaatnya...

ASKEP ATRESIA ANI

TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Atresia Ani Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002) Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu: 1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus 2. Membran anus yang menetap 3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacammacam jarak dari peritoneum 4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung 2. Etiologi Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 2. Kegagalan bulan 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3

usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat kehamilan. 3. Patofisiologi Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena : 1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik 2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur 3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan sampai keenam usia

4) Berkaitan dengan sindrom down 5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital Intermediate rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya Rendah rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius 4. Manifestasi Klinis

1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. 2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi. 3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya. 4) Distensi bertahap dan adanya tandatanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula). 5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. 6) Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal. 7) Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002) 5. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain : a. Asidosis hiperkioremia.

b.

Infeksi

saluran

kemih

yang

bisa

berkepanjangan. c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah). d. Komplikasi jangka panjang. - Eversi mukosa anal - Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis) e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi) g. Prolaps mukosa anorektal. h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi) (Ngustiyah, 1997 : 248) 6. Klasifikasi Klasifikasi atresia ani :

1.

Anal

stenosis

adalah anus

terjadinya sehingga

penyempitan

daerah

feses tidak dapat keluar. 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus. 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus. 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum (Wong, Whaley. 1985). 7. Penatalaksanaan Medis a. Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Untuk Semakin tinggi gangguan, kolostomi anoplasti semakin rumit prosedur pengobatannya. kelainan lahir, dilakukan kemudian beberapa

perineal yaitu dibuat anus permanen

(prosedur

penarikan

perineum

abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis ini untuk juga membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa membran hanya memerlukan degan tindakan pembedahan yang minimal tersebut dilubangi hemostratau skapel b. Pengobatan 1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

2) Fiktusi bulan

yaitu

dengan korksi

melakukan sekaligus

kolostomi sementara dan setelah 3 dilakukan (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205) 8. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium. c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal. d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

e) Aspirasi jarum

jarum

untuk sampai

mendeteksi melakukan

kantong rectal dengan menusukan tersebut aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi. f) Pemeriksaan ditemukan a. Udara dalam usus berhenti tibatiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus atresia dipikirkan kemungkinan radiologis dapat

reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan diukur. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI 1. Pengkajian 1) Biodata klien 2) Riwayat keperawatan a. Riwayat sekarang b. Riwayat kesehatan masa lalu 3) Riwayat psikologis Koping keluarga dalam menghadapi masalah 4) Riwayat tumbuh kembang keperawatan/kesehatan udara tertinggi dapat

a. BB lahir abnormal b. Kemampuan kembang motorik pernah halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh mengalami trauma saat sakit c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium 5) Riwayat sosial Hubungan sosial 6) Pemeriksaan fisik 2. Diagnosa Keperawatan Dx Pre Operasi 1) Konstipasi aganglion. 2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan intake, muntah. dengan menurunnya berhubungan dengan

3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan. Dx Post Operasi 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi. 2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah. 3. Rencana Keperawatan a. Diagnosa Pre Operasi Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur. Kriteria Hasil : Penurunan distensi abdomen. Meningkatnya kenyamanan. Intervensi :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak. 2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam R/ Meyakinkan berfungsinya usus 3. Ukur lingkar abdomen R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu distensi Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan Kriteria Hasil : Output urin 1-2 ml/kg/jam Capillary refill 3-5 detik Turgor kulit baik mendeteksi terjadinya

Membrane mukosa lembab Intervensi : 1. Monitor intake output cairan R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien 2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV R/ Mencegah dehidrasi 3. Pantau TTV R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan. Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang Kriteria Hasil : Klien tidak lemas Intervensi :

1. Jelaskan anatomi

dengan dan

istilah

yang saluran

dimengerti oleh orang tua tentang fisiologi pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien 2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat 3. Beri R/ membantu informasi pada menurunkan orang tua kecemasan tentang operasi kolostomi Membantu mengurangi kecemasan klien b. Diagnosa Post Operasi Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan : Klien tidak ditemukan tandatanda kerusakan kulit lebih lanjut. Intervensi : 1. Gunakan kantong kolostomi yang baik 2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi atau 1/3 kantong 3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah. Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya perawatan di rumah. Intervensi : 1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein. 2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi. tentang

4. Evaluasi
Pre Operasi 1. Tidak terjadi konstipasi 2. Defisit volume cairan tidak terjadi 3. Lemas berkurang Post operasi 1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi 2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah

DAFTAR PUSTAKA Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC. Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Wong, Donna Keperawatan. L. Edisi ke-6. Klinis Sri Jakarta : EGC. 2003. Pedoman Pediatrik. Keperawatan

Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

You might also like