You are on page 1of 8

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pelenitian Setelah melalui beberapa tahapan yang dimulai dari pengambilan sampel, dengan konsentrasi asam asetat yang berbeda, dan menganalisanya dengan metode Kjeldahl, maka diperoleh hasil penelitian sebagaimana yang terlihat pada tabel 4.1. Hasil penelitian selanjutnya dianalisa menggunakan anova satu arah sebagaimana terlihat pada tabel 4.2. Tabel 4.1 Kadar Protein Terlarut Pengulangan 1 2 Rata-rata 0,08% 0,175 0,167 0,171 Kadar Protein Terlarut (%) 0,1% 0,2% 0,964 1,082 0,925 1,043 0,945 1,063 Kontrol 14,134 14,907 14,521

Tabel 4.2 Analisis data statistik anova satu arah. Sumber Variasi Perlakuan JK Sisa Total db 3 4 7 JK 286,370 0,301 286,671 KT 95,457 0,075 F hit 1272,76 F tabel 5% 6,59 1% 16,69

Hasil analisis menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel pada taraf signifikan 1% berarti H0 ditolak dan H diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan protein pada proses pembuatan tahu.

31

Tabel 4.3 Matriks selisih nilai rata-rata (Uji LSD) Perlakuan 0,08% 0,1% 0,2% Nilai ratarata 0,171 0,945 1,063 0,08% 0,171 0 0,1% 0,945 0,774 0 0,2% 1,063 0,892 0,118 0 Kontrol 14,521 14,350 13,576 13,458

LSD0,01 = 1,027 Hasil Uji LSD menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat yang terbaik dalam pembuatan tahu adalah konsentrasi 0,08%. B. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan protein pada proses pembuatan tahu. Pada proses pembuatan tahu dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pencucian dan perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan dan ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan dan pencetakan dan pengepresan. Tahap pencucian, kedelai dicuci berulang kali dengan menggunakan air bersih untuk

menghilangkan debu dan kotoran dari kacang kedelai. Proses selanjutnya dilakukan perendaman yang bertujuan untuk melunakkan struktur selulernya sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan. Kedelai yang telah bersih dan ditiriskan lalu digiling dengan disertai penambahan air. Tujuan penggilingan ini adalah untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan memberikan fasilitas untuk melakukan ekstraksi susu kedelai.

32

Kedelai yang telah digiling kemudian dimasak. Pemasakan ini dimaksudkan untuk menginaktifasi trypsin inhibitor, meningkatkan nilai gizi dan kualitas kedelai, mengurangi rasa mentah pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir, dan merubah sifat protein kacang kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Pada saat pemasakan bubur kedelai ditambahkan air untuk memperoleh rendemen yang baik. Penggunaan jumlah air dalam pemasakan perlu diperhatikan, dimana air yang terlalu sedikit akan menyebabkan sari kedelai yang terekstrak juga sedikit. Sedangkan bila air yang digunakan terlalu banyak, akan membuat energi dan waktu untuk ekstraksi sari kedelai semakin besar. Perbandingan berat kedelai kering dan air yang baik adalah sebesar 1:5 (Kastyanto, 1998). Selama proses pemasakan dilakukan pengadukan secara kontinyu untuk mencegah terjadinya kegosongan. Bubur kedelai disaring dengan penyaring yang umum digunakan oleh para pembuat tahu, yaitu kain blacu berwarna putih. Hasil penyaringan ini adalah ekstrak susu kedelai, sedangkan ampas akan tertinggal dalam kain penyaring. Setelah penyaringan adalah pengendapan susu kedelai dengan

menambahkan penggumpal yaitu asam asetat. Dalam penelitian ini digunakan 3 konsentrasi asam asetat yang berbeda yaitu konsentrasi asam asetat 0,08%, 0,1% dan 0,2 %. Proses penggumpalan protein susu kedelai ini merupakan tahapan yang paling menentukan sifat fisik dan organoleptik dari tahu yang dihasilkan yakni jenis dan jumlah penggumpal serta suhu susu kedelai pada saat penggumpalan Penggumpalan dilakukan pada saat suhu susu kedelai berkisar

33

antara 70-90C. Setelah gumpalan (curd) terbentuk, dilakukan pengendapan hingga gumpalan turun ke bawah. Pengendapan ini bertujuan untuk mempermudah pemisahan cairan dengan curd. Cairan whey kemudian dipisahkan dari endapan agar proses pencetakan dapat dilakukan dengan mudah dan tahu yang dihasilkan mempunyai konsistensi yang lebih baik. Gumpalan yang terbentuk selanjutnya dicetak dengan memasukkannya ke dalam cetakan yang telah dialasi kain blacu berwarna putih, lalu bagian atas juga ditutup dengan kain serupa dan papan. Diatas papan selanjutnya diletakkan pemberat hingga air tahu menetes habis dan terbentuklah tahu yang sudah tercetak. Air tahu yang menetes tersebut kemudian ditampung, selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode Kjeldahl untuk mengetahui kadar protein yang ikut terlarut dalam air tahu tersebut. Metode atau analisis Kjeldahl merupakan metode untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Dimana dalam metode ini terdapat tiga tahapan yaitu tahap destruksi, destilasi dan titrasi. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut : mulamula bahan sampel (air tahu) didestruksi dengan asam sulfat pekat 2,5 ml dan menggunakan katalis selen 1 gram. Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk mendestruksi protein. Jika terdapat kelebihan H2SO4 ini selanjutnya dapat dinetralisasikan dengan penambahan NaOH pada tahap destilasi. Pada tahap destruksi ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen, teroksidasi menjadi

34

CO,CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogen (N) akan berubah menjadi senyawa (NH4)2SO4. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang

mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut : SeO + H2SO4 SeSO4 + H2O 2SeSO4 Se2SO4 + SO2 + 2On Se2SO4 + 2 H2SO4 2SeSO4 + 2H2O + SO2 (CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4 Penambahan katalisator selen tersebut akan meningkatkan titik didih asam sulfat sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain itu selen juga dapat mempercepat reaksi oksidasi. Karena selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. Hasil akhir larutan berwarna kuning kehijau-hijauan, namun setelah dingin menjadi jernih. Ini menandakan bahwa destruksi berlangsung sempurna. Pada tahap destilasi, larutan yang diperoleh pada tahap destruksi dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan penambahan 10 ml NaOH 40% untuk menetralkan H2SO4 berlebih dari tahap destruksi. Pada tahap ini ammonium sulfat ((NH4)2SO4) dipecah menjadi ammonia (NH3). Selanjutnya didestilasi, destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% dan 2 tetes indicator Conway (berwarna merah). Ammonia yang dibebaskan ditangkap oleh asam borat yang terdapat dalam labu Erlenmeyer. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah

35

membiru karena larutan menangkap ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru. Reaksi yang terjadi : (NH4)2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2NH4OH 2NH4OH 2NH3 +2H2O 3NH3 + H3BO3 (NH4)3BO3 Agar kontak antara asm borat dengan ammonia lebih baik, maka diusahakan agar ujung tabung destilasi benar-benar tercelup dalam larutan asam borat supaya ammonia tidak lepas. Tujuan dari penambahan indicator Conway adalah untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Semakin banyak ammonia yang tertangkap, maka asam boratnya semakin berkurang. Pada tahap titrasi, destilat yang telah ditampung dalam Erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0,032 N. Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda. Tujuan titrasi ini adalah untuk menetralkan asam borat yang tersisa atau tidak bereaksi dengan ammonia dari tahap destilasi. Selanjutnya dilakukan cara yang sama untuk pengerjaan blanko dengan menggunakan aquades. Penetapan jumlah nitrogen dihitung secara stoikiometri dan kadar protein yang terlarut dalam air tahu diperoleh dengan mengalikan jumlah nitrogen dengan faktor konversi. Sehingga dapat diketahui besarnya kadar protein yang terlarut dalam air tahu pada konsentrasi 0,08% adalah 0,171%, dan kadar protein yang terlarut dalam air tahu pada konsentrasi 0,1% adalah 0,945%, sedangkan kadar protein yang terlarut dalam air tahu pada konsentrasi 0,2% adalah 1,063%.

36

Kadar protein terlarut dalam air tahu maksimum diperoleh pada konsentrasi 0,2%. Hal ini dikarenakan, kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam yang berlebih, hal ini terjadi karena ion positif pada asam yang menyebabkan protein yang semula bemuatan netral atau nol menjadi bermuatan positif yang menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektrisnya, maka kelarutannya akan semakin bertambah. Penambahan asam asetat dilakukan setelah pemanasan pada suhu 80C. Pemanasan lebih lanjut dan penambahan asam ini akan menyebabkan denaturasi rusaknya struktur protein sehingga protein akan mengendap.. Denaturasi protein pada prinsipnya tidak merusak struktur primer dari protein yang terdiri dari ikatan peptida. Denaturasi protein tidak lain adalah terbukanya lipatan alamiah struktur protein. Apabila suatu protein terdenaturasi, maka fungsi biologis protein akan hilang. Pengendapan protein oleh asam asetat terjadi cukup cepat karena adanya panas. Pertama-tama akan terjadi presipitasi yaitu pembentukan presipitat atau partikel kecil yang melayang-layang dalam larutan dan dapat mengendap dalam waktu singkat. Presipitat tersebut akan saling tergabung membentuk agregat (partikel yang lebih besar) dari presipitat tapi belum mengendap. Jika jumlah agregat terus bertambah maka akan saling membentuk endapan. Adanya ion H+ menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida terputus. Dalam suasana asam, ion H+ akan bereaksi dengan gugus COO membentuk COOH sedangkan sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino NH2 membentuk

37

NH3+, sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam akan menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas terhadap kelarutan. Dari hasil yang telah dilakukan yaitu pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan protein yaitu pada konsentrasi 0,08%, 0,1%, dan 0,2 %, diperoleh hasil dari analisis data statistik anava satu arah pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel untuk taraf signifikan 1% (0,01) berarti H0 ditolak dan H diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konsentrasi asam asetat terhadap kelarutan protein pada proses pembuatan tahu.

You might also like