You are on page 1of 24

GURU DAN KRITERIA PROFESIONAL

Oleh : Muhammad Isnaini


email: isnain_m@yahoo.co.id http//www.muhammadisnain.blogsopt.com

A. Pendahuluan Menurut para ahli kata profesional memiliki beragam definisi, definisi pertama mengatakan profesional khusus dalam bidang olahraga dan seni, ada kata pemain bayaran dan ada pula pemain amatir. Jadi pemain bayaran dipergunakan untuk profesional, orang-orang yang melakukan kegiatan ini mendapat upah atau bayaran. Di samping itu kita juga mengenal pemain amatir, yaitu orang-orang yang melakukan kegiatan ini hanya untuk kesenangan saja, bukan mencari uang. Definisi lain, menurut sosiolog, memiliki konotasi simbolik berisi nilai. Profesi ialah istilah yang merupakan model bagi konsepsi pekerjaan yang diinginkan, dicita-citakan. Istilah ideologies ini dipakai sebagai kerangka acuan bagi usaha suatu pekerjaan dalam meningkatkan statusnya, ganjaran dan kondisi pekerjaannya. Goods Dictionary of Education mendefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan tinggi dan dikuasi oleh suatu kode etik yang khusus. Vollmer melihat dari sudut pandangan sosiologi, bahwa profesi menunjukkan kepada kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataan tapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi dengan penuh. Dengan kata lain, istilah profesi menunjuk kepada suatu model yang abstrak dari sekelompok pekerjaan yang telah mencapai status profesi penuh, sedang istilah profesionalisasi menunjuk kepada proses di mana kelompok pekerjaan sedang mengubah sifatsifatnya yang esensial mendekati model profesi yang sungguh.

Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

B. Kriteria Profesi Menurut Ahli Menurut Glenn Langford1, kriteria profesi mencakup; (1) upah, (2) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan, (4) mengutamakan layanan, (5) memiliki kesatuan, (6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya. Kriteria ini akan menjadi pembahasan berikut ini, masing-masing kriteria di atas saling terkait antara satu dengan lainnya, rusak atau hilang salah satu kriteria maka suatu pekerjaan tidak dapat dikategorikan profesional. Selanjutnya penulis mencoba mengaitkan pekerjaan guru dengan kriteria di atas ini, apakah sudah termasuk profesional ? atau sebatas jargon ?, beberapa ahli berpendapat bahwa pekerjaan guru adalah sebuah profesi, akan tetapi masih ada sebagian pakar mempertanyakan profesi guru suatu jargon, sebab pekerjaan guru sering dilihat dari sebelah mata dan dinina bobokkan dengan pangkat guru pahlawan tanpa jasa, tanpa menghiraukan problem yang dihadapi guru, yaitu peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan diskriminasi guru. Moore2 mengidentifikasikan profesi menurut ciri-ciri berikut; 1. Seseorang profesional menggunakan waktu penuh untuk

menjalankan pekerjaannya. 2. Ia terikat oleh panggilan hidup, dan dalam hal ini memperlakukan pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku. 3. Ia anggota organisasi profesional yang formal. 4. Ia menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus. 5. Ia terikat dengan syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian.

Glenn Langford, Teaching as a profession An essay in the philosophy of education , (Manchester, Manchester University Press1978).hl.7
2

W.E., Moore, The Profesional: Rules and Rules, New York, Russell Sage Foundation

1970).hl.

6. Ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali. Greenwood3 menyarankan bahwa profesi-profesi dibedakan dari non-profesi karena memiliki unsur yang esensial berikut; 1. Suatu dasar teori sistematis. 2. Kewenangan (authority) yang diakui oleh klien. 3. Sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini. 4. Kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang profesional dengan klien dan teman sejawat; dan 5. Kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma dan lambang-lambang. Komisi Kebijaksanaan NEA Amerika Serikat, menyebutkan kriteria profesi dalam bidang pendidikan, sebagai berikut; 1. Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan. 2. Profesi mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotanya. 3. Profesi melayani kebutuhan para anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesional). 4. Profesi memiliki norma-norma etis. 5. Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya (mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan profesional, dst.). 6. Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi. Formulasi-formulasi tentang kriteria profesi tersebut di atas, walaupun dalam kata-kata yang berbeda, pada hakekatnya memperlihatkan persamaan yang besar dalam substansinya. Kiranya pembahasan berikut ini penulis lebih cenderung mengupas kriteria Glenn Langford.

Vollmer, et al., Profesionalization, Englewood Cliff, N.J., Prentice-Hall. (1956).hl. 10-

19

Upah dalam kriteria Glenn Langford menempati urutan pertama, karena menurut penulis ia merupakan sesuatu yang paling utama, dengan upah seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan primer. Kebutuhan primer manusia seperti makan, minum, dan perumahan terabaikan akan bisa membuat manusia tidak konsentrasi, serius dalam menunaikan pekerjaannya. Upah yang seimbang akan mampu memberi motivasi seseorang untuk bekerja maksimal, di samping itu manakala upah terbaikan dalam satu organisasi sering terjadi gejolak dan kelesuan kerja. Seseorang bekerja dengan prestasi tinggi harus diimbangi dengan pengharagaan yang tinggi pula, yaitu berupa upah yang layak. Demikian pula pekerjaan yang beresiko tinggi diimbangi dengan upah yang tinggi, hal yang demikian sesuatu yang adil dalam pandangan profesional. C. Upah Istilah profesional memiliki pengertian yang bertolak belakang dengan istilah amatir. Profesional pada umumnya seseorang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik pekerjaan dilakukan secara sempurna atau tidak. Pembahasan istilah Profesional dalam buku ini dalam batas tertentu, pekerjaan tertentu pula, penulis tidak menulis secara luas akan tetapi pembahasan ini akan terfokus pada Guru Sebagai Tenaga Profesional, namun contoh-contoh yang penulis buat di dalam buku ini adalah untuk memudah memahami pengertian profesional, namun penulis mengakui banyak para ahli mendefinisikan profesional secara berbedabeda. Contoh profesional; dekorator adalah sebagai tenaga profesional karena dia mendapatkan upah dari pekerjaannya, dan dapat memenuhi kebutuhan hidup dari upah menghias, menata, mengecat, dan merapikan suatu tempat. Seseorang yang merapikan, menata, mengecat, mengatur, dan menata rumahnya sendiri atas keperluannya tidak dikategorikan profesional karena pekerjaannya insidental serta tidak mendapat upah. Para atlit merupakan pekerjaan profesional dengan pekerjaannya dia mendapat upah atau gaji dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagian ada juga para atlit yang menerima upah hanya sekedar cendra mata, hadiah, dan

kesenangan, pekerjaan yang dilakukan orang-orang seperti itu disebut amatir. Atlit amatir bertanding untuk kepentingan non-komersial dan kesenangan serta tidak mencari uang, atlit amatir bertanding meng-atas nama utusan suatu lembaga, kelompok, daerah, dan negara untuk mencapai suatu prestasi atas nama yang diwakilinya (prestise). Atlit profesional menjunjung nilai komersial untuk kalangan terbatas, sehingga

keterampilan, kemampuan yang dimiliki seseorang profesional dapat membuat seseorang rela mengeluarkan uang untuk membayar demi menyaksikan dan menikmatinya. Selanjutnya, kita tidak dapat mengatakan sopir bus seorang profesional, walaupun dia mendapatkan upah akan tetapi kalangan yang membutuhkan adalah kalangan bebas/terbuka, sedangkan pertandingan tinju yang dilaksanakan di sport hall, penontonnya, penggemarnya adalah orang-orang terbatas, terutama berkenaan dengan hobbi, kepentingan, keingintahuan, dan memiliki keuangan yang cukup. Penggunaan istilah profesional menunjukkan pelayanan jasa seseorang yang suatu pekerjaan

kepada masyarakat, layanan jasa ini diberikan kepada membutuhkan, seperti dokter, pengacara, guru,

olahragawan, apoteker, akuntan, hakim, pengarang dan lain sebagainya. Penyedia jasa akan menjualkan jasa kepada masyarakat, dengan mendapat imbalan atau upah yang telah ditentukan oleh penjual jasa atau kesepakatan kedua belah pihak. Olahragawan profesional menjual jasa olahraganya kepada orang dalam bentuk pertandingan antar sesama olahragawan profesional, dalam olahraga dikenal olahragawan profesional dan amatir, akan tetapi di dalam profesi dokter, pengacara, guru, dan lain-lain tidak dikenal istilah amatir. Dokter menjual jasa kesehatan, pengacara menjual jasa bantuan dan perlindungan hukum, dan guru menjual jasa bimbingan, pengajaran, dan latihan. Profesi seseorang akan mendapatkan upah yang didasari oleh keahlian, antara satu dokter akan berbeda imbalan dengan dokter lain manakala dokter yang lain memiliki prestasi, keahlian, dan spesialisasi lebih, demikian juga guru akan mendapat imbalan berupa gaji

berdasarkan pangkat, golongan, pengalaman kerja, dan pendidikan. Umpamanya seorang dosen di perguruan tinggi akan mendapat gaji dan tunjangan fungsional yang berbeda, seperti; dosen berpangkat guru besar akan berbeda imbalan diterimanya dibanding dengan dosen berpangkat lektor, dan lain sebagainya. Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, bab XI, pasal 39, ayat 2 bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sesungguhnya tepatlah apa yang pernah disampaikan oleh Collieti 4,bahwa pekerjaan dosen, guru, dan instruktur adalah pekerjaan profesi yang dilaksanakan secara profesional. Guru akan mendapat tunjangan jabatan fungsional sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 2003 tentang tunjangan tenaga kependidikan sebagai berikut;

A.B., Collieti, Teaching Methods and Applied Teqniques, Keystone Pub-Ins, New York. 1987).hl.22

TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN TERHITUNG MULAI BULAN OKTOBER 2002


NO JABATAN GOLONGAN/BESAR TUNJANGAN II 3 III 4 5 IV 6 Tunjangan yang diberikan kepada Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah sudah termasuk tunjangan Tenaga Kependidikan KETERANGAN

1 1 2 3 4 Guru Pamong Penilik

Rp. 168.750,- Rp. 206.250,Rp.262.500,Rp. 168.750,- Rp. 206.250,-Rp.262.500,Rp. 168.750,-Rp. 206.250,-Rp.262.500,Rp.293.750,- Rp.331.250,- Rp. 387.500,-

Guru yang diberi tambahan sebagai Kepala Taman KanakKanak, Raudhatul Athfal/Bustanul Athfal, dan yang sederajat Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sederajat Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan yang sederajat Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat Pengawas Sekolah dan Pengawas Mata Pelajaran Pendidikan Agama pada Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal/Busthanul Athfal, Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Luar Biasa, dan yang sederajat Pengawas Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran dan Pengawas Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat

Rp.293.750,-Rp.331.250,- Rp. 387.500,-

Rp.331.250,-Rp. 368.750,- Rp. 425.000,-

Rp. 431.250,- Rp.487.500,-

Rp. 368.750,- Rp.425.000,-

Rp. 493.750,- Rp. 550.000,-

10

Pengawas Pendidikan Sekolah Luar Biasa

pada

Rp. 493.750,- Rp. 550.000,-

Penerimaan

tunjangan yang menjadi patokan dari jasa yang

diberikan oleh seorang guru di luar gaji pegawai negeri sipil. Guru sebagai tenaga profesional bukan saja melakukan tugas pembelajaran dalam ruang lingkup mikro akan tetapi juga dalam ruang lingkup makro, yaitu; melaksanakan amanah bangsa Indonesia menjalankan fungsi pendidikan sebagaimana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, bab II, pasal 3; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa. Kemudian bab XI, pasal 40, ayat 2 bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban; a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga profesi, dan kedudukan kepadanya. Pengangkatan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan, secara garis besar dapat digolongkan pada dua macam, yaitu; guru negeri dan guru swasta. Guru negeri tidak hanya bertugas di sekolah negeri, akan tetapi sebagian diperbantukan ke sekolah swasta, di Indonesia sampai saat ini masih banyak membutuhkan tenaga guru, tidak semua sekolah negeri memiliki guru yang lengkap, terutama guru mata pelajaran tertentu, seperti guru matematika, biologi, fisika, kimia, agama, dan mata pelajaran lain. Pengangkatan tenaga kependidikan yang selalu mendapat perhatian pemerintah, namun pemerintah memiliki anggaran yang terbatas, maka oleh sebab itu pemerintah mencari jalan keluar untuk mengangkat Guru Bantu dengan beban pembiayaannya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengangkatan Guru Bantu diatur dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 034/U/2003, tanggal 26 Maret 2003. Dalam pasal 1, ayat 1 guru bantu adalah guru sesuai dengan kepercayaan yang diberikan

bukan Pegawai Negeri, kemudian pasal 2 menyatakan guru bantu berkedudukan sebagai pegawai Departemen Pendidikan Nasional yang ditugas secara penuh pada sekolah. Guru bantu mempunyai kewajiban sesuai pasal 6 adalah: a. melaksanakan tugas mengajar, melatih, membimbing, dan unsur pendidikan lainnya kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. melaksnakan tugas-tugas administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. mematuhi segala ketentuan yang berlaku di sekolah tempat tugas; dan d. mematuhi ketentuan yang diatur dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK). Guru bantu berakhir masa kerjanya sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja, dan dapat diperpanjang sebagai guru bantu selama 3 (tiga) tahun, sampai umur 60 tahun, hal ini diatur dalam pasal 15. Honorarium guru bantu diatur dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 034/U/2003 pasal 2, ayat 2 sebesar Rp. 460.000,00 (empat ratus enam puluh ribu rupiah) per bulan, sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh). Sebenarnya honorarium yang diterima oleh guru bantu belumlah memadai manakala dibandingkan beban tugas yang diberikan kepadanya. Kompas tanggal 20 Nopember 2004 menulis tiga permasalahan dalam profesi guru di antaranya peningkatan kesejahteraan sosial guru, yaitu upah yang diterimanya tidak setara dengan tanggung jawab sehingga profesi yang diemban oleh sang guru tidak

begitu serius, mereka berupaya mencari penghasilan di luar profesi yang sandangnya. Sebagaimana yang telah saya utarakan di atas bahwa guru adalah tenaga profesional, dengan tugas yang sangat berbeda dengan karyawan kantor. Guru bertugas mengajar, membimbing, dan melatih siswa-siswa dengan penuh perhatian khusus serta terikat dengan kode etik dan kontrak

10

kerja, demikian juga dokter memusatkan perhatiannya dengan pasien agar pasiennya sembuh dari penyakit yang dideritanya, dan dokter terikat dengan kode etik kedokteran dan terikat dengan kontrak kerjanya. Seorang guru bertugas memberi pembelajaran terhadap siswa-siswa dengan memberi pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Demikian juga seorang pelukis profesional dia akan melukis sesuatu sesuai dengan permintaan dan kontrak yang telah dilakukannya. Semua pelayanan yang diberikan itu menunjukkan layanan jasa dan mereka berhak atas pekerjaan itu pembayaran berupa imbalan atau upah. D. Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan Besar dan kecilnya upah yang diterima oleh seorang profesional sangat terkait sekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Pekerja profesional dapat saja menerima tawaran upah dengan berbagai alasan dan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, akan tetapi bagi tenaga profesional yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi akan menawarkan jasanya dengan upah yang tinggi, semakin mahir dan terampil seseorang semakin tinggi pula tawaran upahnya, demikian pula sebaliknya tenaga profesional dengan pengetahuan dan keterampilan rendah tidak mungkin akan menjualkan jasanya dengan harga tinggi, manakala ditawarkan dengan tawaran tinggi, dia akan tidak mendapat konsumen, oleh sebab itu dia harus menawarkan upah yang seimbang. Sebagai contoh; seorang dokter ahli dan spesialis akan menawarkan upah yang tinggi dibanding dengan dokter umum, namun diakui di antara profesional yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi akan melakukan penawaran yang kompetitif, secara hukum alam seseorang akan memilih harga yang mudah dengan kualitas yang baik. Di samping itu keyakinan, kepercayaan, dan kepuasan seseorang tidak dapat diukur dengan jumlah uang, contohnya seseorang mungkin saja memilih harga yang mahal dengan jaminan kualitas yang tinggi.

11

Pengetahuan

dan

keterampilan

diperlukan

dalam

pekerjaan

profesional, meskipun demikian, di dalam usaha perdagangan dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk menjual barang dagangannya, akan tetapi secara umum para pedagang dan teknisi harus mengetahui bagaimana cara bertindak untuk melaksanakan sesuatu, dan tidak perlu mengetahui mengapa harus melaksanakan sesuatu, karena mereka berbuat menurut aturan ibu jari, dalam menentukan pekerjaan itu menguntungkan, baik,

dan tepat atau sebaliknya. Pekerja profesional harus

mampu melakukan sesuatu pekerjaan dengan berbagai macam kiat dan pendekatan untuk mewujudkan suatu hasil, dan pekerjaan profesional selalu dibutuhkan sepanjang hidup manusia, seperti tenaga pendidikan, mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan kehidupan manusia, manusia bertambah, berkembang, dan dunia ilmu pengetahuan semakin maju, maka semakin banyak tenaga kependidikan dibutuhkan, terutama yang berkaitan dengan keahlian spesifik, tenaga profesional selalu menambah pengetahuan dan keterampilan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari suatu masa ke masa. Demikian profesi dokter selalu menambah pengetahuan dan keterampilan dengan pengalaman-pengalaman, praktik-praktik, dan penelitian secara terus menerus untuk mengantisipasi suatu penyakit selama ini belum ada, dan sekarang menyerang masyarakat, seperti kasus (tahun 2004) penyakit SARS, flu burung yang menyerang sebagian masyarakat China, Jepang, Korea, Amerika, Eropa, dan lain sebagainya Pengetahuan dan keterampilan diperlukan dalam suatu profesi, oleh karena itu pengetahuan teoritis sudah dibekali semenjak dari awal jenjang pendidikan program profesional, dan pelatihan keterampilan untuk menunjang pengetahuan secara aplikatif. Seseorang yang masih belum memiliki pengetahuan profesional, maka ia harus menambahkan

pendidikan ke jenjang pendidikan profesional, contoh; seorang guru yang sudah mengajar di lembaga pendidikan tertentu akan tetapi dia lulusan nonkependidikan, maka dia diharuskan mendapat Akta IV sebagaimana

12

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 034/U/2003, pasal 8, butir d yang berbunyi sebagai berikut; Untuk guru SLTP adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV, dan apabila sangat diperlukan dapat menerima lulusan D III Kependidikan atau D III Non-Kependidikan yang mempunyai Akta III, atau D II/Akta II mata pelajaran atau sederajat. Demikian juga butir c berbunyi Untuk guru SMU dan guru SMK adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1 Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV. Dengan kecakapan yang dimiliki profesional masyarakat tidak akan merasa kecewa dan rugi mengeluarkan atau menghabiskan uangnya dengan imbalan jasa yang diterimanya. Menteri pendidikan nasional pada Kabinet Indonesia Bersatu dalam peringatan Hari Guru 2 Desember 2004 mencanangkan peningkatan guru sebagai profesi, namun demikian bapak Suparman Sekretaris Eksekutif Federasi Guru Independen Indonesia menyarankan agar pemerintah jangan hanya merencanakan sertifikasi dan uji kompetensi bersifat administratif belaka, melainkan harus menyentuh kepermasalahan guru yang mendasar, menurut Suparman, lulusan dari Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan yang baik sebenarnya berkualitas. Permasalahannya, kualitas mereka menurun begitu terjun ke dunia nyata pendidikan disebabkan oleh tiga permasalahan. Pertama adalah peningkatan kualitas guru, guru perlu diberi support dan kebebasan mengembangkan pendidikan setinggitingginya, bahkan bagi guru sekolah dasar sekalipun. Pemerintah perlu membuka kesempatan dengan memberikan beasiswa bagi guru, selain itu penetaran, seminar dan kegiatan lain guna peningkatan kualitas jangan lagi berorientasi proyek sehingga tidak bermanfaat. Permasalahan kedua adalah peningkatan kesejahteraan sosial guru, masih banyak kita menemukan gaji guru di bawah upah standar, terutama guru swasta dan guru honorer. Sementara kita mengharapkan jaminan mutu yang baik, sulit rasanya bagi guru untuk konsentrasi dengan upah yang tidak seimbang.

13

Permasalahan

ketiga adalah menghapus diskriminasi status guru

yang saat ini beragam, mulai dari pegawai negeri sipil, pegawai honorer dari pusat, provinsi, kabupaten, dan swasta. Bahkan, masih ada guru sukarela. Mereka melakukan tugas yang sama namun imbalan dan statusnya berbeda5. Pengetahuan dan keterampilan bagi seorang guru suatu hal yang mutlak, guru sebagai seorang komunikator menurut David K. Berlo (1960) dalam bukunya The Process of Communication harus memiliki syarat, yaitu; terampil berkomunikasi, sikap, pengetahuan, dan sistem sosial budaya. Para profesional, pada umumnya mendapat imbalan dari apa mereka kerjakan, dan para profesional berbuat, bekerja berdasarkan pengetahuan dan keterampilan khusus, dimiliki dan diperdapatkannya secara khusus. Guru sosok profesional, telah membekali dirinya dengan pengetahuan dan keterampilan khusus, seperti; mendalami Ilmu Pendidikan, Psychology, Administrasi dan Manajemen Pendidikan, Teori-Teori Belajar, dan ilmu lainnya secara teoritis dan praktis di lembaga pendidikan khusus, seperti; Fakultas keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Tarbiyah, dua fakultas ini mendidik calon-calon tenaga profesional dalam bidang keguruan. Demikian pula para profesional lainnya, seperti dokter dan pengacara, sebelum terjun ke dunia profesional telah mendalaminya pengetahuan dan keterampilan di lembaga pendidikan khusus pula, seperti; Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum. Prof. Dr. Achmad Sanusi6, membuat standar unjuk kerja guru dalam meningkatkan kemampuan guru sebagai tenaga profesional, adalah sebagaimana tabel di bawah ini;

Kompas, (Jakarta, PT. Kompas, 2004). Tgl 20 Nopember 2004. Achmad Sanusi, Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan , (Bandung, IKIP Bandung1991).hl. 42-43
6

14

KEMAMPUAN-KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU Gugus Pengetahuan dan Penguasaan Teknis Dasar Profesional Pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan studi (structure, concepts, dan way of knowing) Penguasaan bidang studi sebagai objek belajar Pengetahuan tentang karakteristik/perkembangan pelajar Pengetahuan tentang berbagai model teori belajar (umum maupun khusus) Pengetahuan dan penguasaan berbagai proses belajar (umum dan khusus) Pengetahuan tentang karakteristik dan kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik sebagai latar belakang dan konteks berlangsung proses pembelajaran Pengetahuan tentang proses sosialisasi & kulturalisasi Pengetahuan dan penghayatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Pengetahuan dan penguasaan berbagai media sumber belajar Pengetahuan tentang berbagai jenis informasi kependidikan dan manfaatnya Gugus Kemampuan Profesional 1. Merencanakan program belajar-mengajar Jenis Kegiatan Profesional

1.

2. 3.

4.

1.1 merumuskan tujuan-tujuan instruksional 1.2 menguraikan deskrifsi satuan bahasan 1.3 merancang kegiatan belajarmengajar 1.4 memilih media dan sumber belajar 1.5 menyusun instrumen evaluasi/tagihan 2.1 memimpin dan membimbing proses belajar-mengajar 2.2 mengatur dan mengubah suasana belajar-mengajar 2.3 menetapkan dan mengubah urutan kegiatan belajar

2.

5.

Melaksanakan dan memimpin proses belajar-mengajar

6.

3.

Menilai belajar

kemajuan 3.1 memberikan skor atas hasil evaluasi 3.2 mentransformasikan skor menjadi nilai 3.3 menetapkan ranking

7. 8.

4.

9. 10.

Menafsirkan dan memanfaatkan berbagai informasi hasil penilaian & penelitian untuk memecahkan masalah profesional kependidikan

Standar unjuk kerja ini untuk dipedomani dan diterapkan oleh tenaga kependidikan profesional, yang sering disebut dengan kompetensi guru, maksudnya kemampuan yang tidak boleh tidak dimiliki dan diterapkan oleh seorang guru, sedangkan menurut Depdikbud7; a. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya. b. Pengelolaan program belajar-mengajar.

Depdikbud, Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia, (Jakarta, Depdikbud. 1980).

15

c. Pengelolaan kelas. d. Penggunaan media dan sumber pembelajaran. e. Penguasaan landasan-landasan kependidikan f. Pengelolaan interaksi belajar-mengajar. g. Penilaian prestasi siswa h. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan. i. j. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran. E. Memiliki Rasa Tanggung Jawab dan Tujuan Rasa tanggung jawab menunjukkan seseorang profesional dalam melakukan sesuatu, hal ini yang tidak dimiliki pekerja-pekerja di luar profesional, tidak ada istilah lempar batu sembunyi tangan atau tidak ada pekerjaan yang lakukan dengan tidak bertanggung jawab, tidak bertanggung jawab atas pekerjaan adalah sesuatu kehinaan dalam diri seorang profesional. Seseorang profesional sebelum melakukan pekerjaan akan menciptakan komitmen dan kesepakatan, apakah pekerjaan itu berdasarkan kelompok, pihak-pihak, dan mitra lain dalam pekerjaan atau tugas yang dilaksanakan, sehingga kesemua pihak tidak ada merasa dirugikan, dan merasa puas atas hasil yang dicapai. Dalam dunia pendidikan8, rasa tanggung jawab yang tinggi disebut akuntabilitas, akuntabilitas dipandang sebagai alat kontrol dalam pekerjaan pendidikan pada umumnya dan dalam perencanaan pendidikan khususnya. Selanjutnya Elliot menjelaskan (1) cocok atau sesuai (fitting in) dengan peranan yang diharapkan oleh orang lain dan (2) menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan yang diambil. Akuntabilitas yang dimaksud di sini adalah performan yang cocok dan meminta pertimbangan/penjelasan kepada orang lain.

Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Participatory dengan Pendekatan Sistem, (Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. 1990).hl. 156-171

16

Sebagai contoh seorang guru yang mengajar merasa bertanggung jawab atas materi yang disampaikannya kepada siswa sesuai dengan kurikulum, tepat waktu masuk dan ke luar kelas, meningkatkan kompetensi, kecapakan, keterampilan siswa, dan menilai hasil belajar siswanya. Demikian juga guru mengajar penuh dengan kesiapan sebelum dan sewaktu masuk kelas dengan pengetahuan, ketarampilan yang akan diajarnya, tanggung jawab di sini bukanlah berarti memberi materi seperti menyuapkan makanan ke dalam mulut anak kecil, akan tetapi bertanggung jawab mengkondisikan belajar. Guru bertindak sebagai fasilitator, mediator, dan menciptakan murid sebagai subjek belajar dengan tidak mengabaikan kegiatan guru sebagai pembelajar sebagaimana yang diungkapkan Gagne dan Briggs 9; 1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, 2. Menjelaskan indikator/tujuan instruksional yang harus dicapai, 3. Mengingatkan kompetensi pra syarat, 4. Memberikan stimulus (masalah, topik, konsep), 5. Memberikan petunjuk belajar (cara mempelajarinya), 6. Memunculkan penampilan, kompetensi, dan keterampilan siswa, 7. Memberikan umpan balik (feed back), 8. Menilai penampilan dan memberi tagihan kepada siswa, 9. Menyimpulkan materi yang telah disampaikan kepada siswa. Demikian juga menurut Pidarta10, siapa yang melakukan

akuntabilitas dalam pendidikan dan kepada siapakah akuntabilitas ditujukan? Yang melaksanakan akuntabilitas ditekankan kepada (1) guru, (2) administrator, (3) kelompok minoritas, (4) orang tua siswa, (5) ahli psikometri, dan (6) orang-orang luar lainnya. Sedangkan akuntabilitas ditujukan menurut ranking sebagai berikut; (1) kemajuan para siswa, (2) pilihan program para siswa, (3) pemeriksaan oleh masyarakat/kontrol, (4)
9

Ibid. Ibid.

10

17

aktivitas ektra kurikuler, (5) penyakit dan kemungkinan sakit siswa, (6) disiplin yang standar dan pakaian siswa, (7) materi pelajaran, dan (8) metode dan strategi mengajar. Walaupun tugas dosen, guru, dan instruktur memang tidak 100 % waktunya mengajar, namun pekerjaan mengajar adalah pekerjaan utama dan perlu dilaksanakan secara profesional. Karena profesi inilah maka pekerjaan mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan setengah hati, atau separo-separo atau tidak serius. Tujuan yang hendak dicapai seorang profesional jelas dan

transparan. Melakukan prosedur, mekanisme yang tepat, akurat sehingga hasil suatu pekerjaan kelak dicapai dengan penuh kepuasan kedua belah pihak, kelompok atau para pemakai dan pengguna jasa. Rasa tanggung jawab dan mencapai tujuan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, seseorang bertanggung jawab atas hasil yang akan dicapai dan dapat memuaskan seseorang, bukanlah suatu pekerjaan profesional bila tanggung jawab tidak diiringi dengan tercapai suatu tujuan atau hasil. Bertanggung jawab di sini adalah sanggup melakukan suatu pekerjaan dengan penuh resiko untuk tercapai suatu tujuan bersama serta saling menguntungkan kedua belah pihak. F. Mengutamakan Layanan Pekerja profesional harus menyadari konsekuensi yang disandangnya sebagai tenaga profesional, penyedia jasa terhadap kleinnya. Mereka dihadapkan pada tantangan, di mana tenaga profesional diminta untuk melayani kleinnya dengan ramah, sabar, penuh kepercayaan diri, bertanggung jawab, menciptakan rasa aman, dan mendapatkan

perlindungan. Pengguna jasa merasa puas manakala mereka dilayani dan diperlaku dengan baik, orang bijak mengatakan pengguna jasa ibarat seorang raja, ia harus diladeni, dilayani, dan dihormati. Di sisi lain para pekerja profesional adalah orang-orang terhormat yang pekerjaannya diperdapat melalui proses dan pengalaman yang panjang berupa mendapatkan pengetahuan khusus, keterampilan, dan lain sebagainya.

18

Namun demikian mereka terikat dengan kode etik sebagai pelayan masyarakat yang berwibawa dan mengayomi semua pengguna jasa sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Tenaga profesional juga harus memiliki kemampuan dan kerelaan untuk memaklumi alam fikiran dan perasaan kleinnya, dia harus melayani seseorang dengan rasa yang menyejukkan, menarik, gembira, dan merasa puas atas layanan yang disuguhkannya. Guru sebagai tenaga profesional akan melayani siswanya untuk mengembangkan diri lebih maju, berfikir kritis, kreatif, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah serta tidak membedakan antara satu siswa dengan lainnya. Guru sebagai pembimbing, pendidik, pengajar, dan pelatih akan banyak menyita perhatiannya bila berhadapan dengan siswa usia puber, pelayanan yang diberikan ini ekstra hati-hati dan penuh perhatian, manakala pelayanan terhadap siswa pada usia itu terabaikan, akan mengakibatkan kefatalan dalam segi pendidikan dan psikologis siswa, sebab usia ini sangat menentukan masa depan mereka. G. Memiliki Kesatuan Kriteria kelima profesional adalah memiliki kesatuan atau organisasi, kesatuan merupakan wadah untuk melakukan kerjasama guna mencapai suatu tujuan bersama. Kerjasama tersebut berlangsung secara tertentu (yang menyebabkan adanya bentuk), berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang tertentu pula. Setiap bentuk memiliki konfigurasi tertentu, yang disebabkan oleh sesuatu di dalamnya yang disebut struktur. Kerjasama yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan suatu perjanjian untuk bekerjasama. Perjanjian tersebut dapat dilakukan secara formal dan informal, dapat secara tertulis atau secara lisan atau beradasarkan suatu sikap dan kelakuan yang tertentu, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tujuan yang hendak dicapai adalah tujuan bersama, siapa dan bagaimana cara mencapai tujuan bersama tersebut tergantung dengan

19

kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang dalam suatu organisasi atau kesatuan. Dalam dunia profesional dikenal nama-nama organisasi yang bersifat international dan nasional, seperti organisasi olahraga tinju adanya WBC, IBF,dan WBO. Organisasi bisnis, seperti WTO, demikian pula organisasi atau kesatuan yang bersifat nasional, adanya organisasi kedokteran (IDI), hukum (LBH), guru (PGRI), konselor (IPBI), dan lain sebagainya. Suatu profesi perlu memiliki kesatuan atau organisasi profesi yang berfungsi sebagai lembaga pengendali keseluruhan profesi itu, baik secara sendiri, maupun secara bersama-sama dengan pihak lain yang relevan. Demikian juga suatu profesi memiliki kode etik yang dirancang oleh organisasi profesi, yang berguna sebagai undang-undang untuk pengikat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan mempereratkan para anggotanya dengan pihak lain yang bersangkutan, sehingga para anggota memiliki patokan tentang apa yang harus, boleh, dan tidak boleh dilakukan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kode etik harus menjabarkan secara eksplisit batas-batas wewenang dalam melaksanakan tugasnya sehingga perilakuknya tidak berbaur dengan perilaku khusus yang seharusnya dilakukan oleh profesi lain, disertai dengan perilaku marjinal yang masih layak dilakukan oleh profesi tersebut. Kode Etik Guru Indonesia merupakan jiwa dari Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 serta bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai guru dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut; 1. Guru berbakti membimbing anak-didik seutuhnya untuk

membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila. 2. Guru mempunyai kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak-didik masing-masing.

20

3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak-didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalah gunaan. 4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan orang tua murid sebaik-baiknya demi kepentingan anak didik. 5. Guru memiliharakan hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk

kepentingan pendidikan. 6. Guru secara sendiri-sendiri dan / atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan profesinya. 7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan hubungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan. 8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan

meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya. 9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan

kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan. Di samping kode etik guru Indonesia, ada pula kode etik jabatan guru yang perlu ditaati oleh setiap guru, yaitu; a. Guru sebagai manusia Pancasilais hendaknya senantiasa

menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. b. Guru sebagai Pendidik hendaknya bertekad untuk mencintai anak-anak dan jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak didiknya. c. Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir.

21

d. Setiap guru diharapkan selalu memperhitungkan masyarakat sekitarnya, sebab pada hakekatnya pendidikan itu merupakan tugas pembangunan dan tugas kemanusiaan. e. Setiap guru berkewajiban meningkatkan kesehatan dan

keselarasan jasmaninya, sehingga berwujud penampilan pribadi yang sebaik-baiknya, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya pula. f. Di dalam hal berpekaian dan berhias, seorang guru hendaknya memperhatikan norma-norma estetika dan sopan santun. g. Guru hendaknya bersikap terbuka dan demokratis dalam hubungan dengan atasannya dan sanggup menempatkan dirinya sesuai dengan hierarkhi kepegawaian. h. Jalinan hubungan antara seorang guru dengan atasannya hendaknya selalu diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama. i. Setiap guru berkewajiban untuk selalu memelihara semangat korps dan meningkatkan rasa kekeluargaan dengan sesama guru dan pegawai lainnya. j. Setiap guru hendaknya bersikap toleran dalam menyelesaikan setiap persoalan yang timbul, atas dasar musyawarah dan mufakat demi kepentingan bersama. k. Setiap guru dalam pergaulannya dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan persoalan politik dan idiologi yang dianutnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. l. Setiap guru hendaknya mengadakan hubungan yang baik dengan instansi, organisasi atau perorangan dalam mensukseskan kerjanya. m. Setiap guru berkewajiban untuk berpartisipasi secara aktif dalam melaksanakan program dan kegaiatan sekolah.

22

n. Setiap guru diwajibkan memakai peraturan-peraturan dan menekankan self-discipline serta menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat secara fleksibel. H. Pengakuan Orang Lain terhadap Pekerjaan Guru Pekerjaan yang geluti guru merupakan pekerjaan yang mulia, mereka melepaskan belenggu kebodohan, mencerdaskan manusia, menciptakan manusia berakhlak, berbudi, beriman, bertaqwa, menggunakan fikiran, perasaan, dan melatihkan keterampilan manusia. Guru dikenal sebagai agen perubahan, agen sosial, agen budaya, agen nilai, agen agama, dan masih banyak lagi pangkat yang disandang oleh seorang guru. Tanpa adanya tenaga kependidikan (guru) bagaimanalah jadinya peradaban manusia, orang tua penuh dengan kesibukan sehari-hari untuk mencari nafkah, berkarya, berprofesi, dan lain-lain sebagainya. Demikian juga sebagian orang tua yang rendah tarap pendidikan dan ekonominya akan sukar membimbing, melatih, dan mengajar anak-anak mereka, maka gurulah di sekolah akan mendidik, membimbing, dan melatih anak-anak mereka. Penyair Syauki11 mengakui nilai seorang guru dengan kata-kata

sebagai berikut: Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul. Sekarang pengakuan terhadap seorang guru hanya tinggal sebatas nama kenangan, bahwa beliau adalah guruku, ustazku, kepedulian terhadap jasa yang diberi oleh guru telah terlindas oleh kesibukan material, dan kadang-kadang guru diukur dengan material, sebagian orang tua menitip uang pada anaknya untuk diberikan kepada gurunya, agar guru itu memberi perhatian pada anak-anak mereka, hal ini yang merusak lembaga pendidikan kita dewasa ini, sehingga ada kecendrungan guru untuk materialistis. Sang guru sudah berani meminta parcel kepada siswa-siswa,

Mohd. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta. Bulan Bintang. 1969). hl. 131

11

23

meminta imbalan kepada orang tua bahwa anak mereka diperhatikan di sekolah. Sebenarnya masih banyak cara-cara lain untuk menghormati guru dengan jalan resmi, apakah itu berupa sumbangan, donatur dan lain sebagainya. Lembaga sekolah sekarang sudah membentuk komite sekolah, komite sekolah berfungsi menjembatani lembaga dengan orang tua untuk mengembangkan pembelajaran serta meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru-guru. Pada zaman dulu penghormatan masyarakat terhadap guru tidak dapat disama dengan sekarang. Saya ingat waktu kecil dulu, para orang tua bermufakat untuk membantu guru-guru bertani, bersawah, dan berkebun. Guru dari anak-anak mereka betul dihormati dengan menunjukkan kepedulian orang tua terhadap kesejahteraan guru, sehingga guru dapat konsentrasi melakukan pembelajaran di sekolah dan guru tidak pusing lagi dengan kebutuhan hidupnya. Pergeseran ini terjadi diakibatkan

perkembangan zaman, dan manusia di atas bumi ini sudah dihadapkan dengan kesibukan masing-masing, akan tetapi masih banyak cara lain membantu para guru di sekolah dengan jalan yang baik, tanpa kepedulian orang tua pembelajaran kurang berjalan dengan sempurna. Prof. Dr. Ahmad Sanusi guru besar UPI Bandung mengatakan dari enam karakteristik ini, maka pengakuan terhadap karakteristik keenam ini yang masih lemah, khalayak masih meragukan profesi guru, apakah pekerjaan guru itu hanya boleh dilakukan pelaku-pelaku profesional ?, atau dapat dilakukan oleh siapa pun tanpa persyaratan kompetensi khusus. Pendapat di atas mengacu pada praktik di lapangan, sebagian lembaga-lembaga sekolah masih ada yang mempekerjakan tenaga kependidikan yang bukan dari lulusan kependidikan, yang tidak memiliki pengetahuan kependidikan, hanya dibekali pengetahuan bidang studi atau materi sesuai dengan jurusan yang ditempuhnya di perguruan tinggi, tetapi akhir ini dengan diterbitkan surat keputusan menteri pendidikan nasional nomor 034/U/2003 bahwa tenaga kependidikan boleh diangkat dari nonkependidikan yang mempunyai akta IV. Akta IV merupakan sertifikasi

24

keguruan yang dilakukan oleh FKIP, Fakultas Tarbiyah IAIN, STKIP, dan STAIS.

DAFTAR BACAAN
Anonim, (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika. Al-Abrasy, Mohd. Athiyah. (1969). Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta. Bulan Bintang. Collieti, A.B., (1987). Teaching Methods and Applied Teqniques, Keystone Pub-Ins, New York. Depdikbud, (1980). Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan di Indonesia, Jakarta, Depdikbud. Langford, Glenn, (1978). Teaching as a profession An essay in the philosophy of education, Manchester, Manchester University Press. Moore, W.E., (1970). The Profesional: Rules and Rules, New York, Russell Sage Foundation. Pidarta, Made, (1990). Perencanaan Pendidikan Participatory dengan Pendekatan Sistem, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. Sanusi, Achmad (1991).Studi Pengembangan Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan, Bandung, IKIP Bandung. Vollmer, et al., (1956). Profesionalization, Englewood Cliff, N.J., PrenticeHall..

You might also like