You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Profil Perusahaan

VISI A Total Food Solutions Company MISI Memberikan solusi atas kebutuhan pangan secra berkelanjutan Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi dan teknologi kami Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan Meningkatkan stakeholders values secara berkesinambungan

Didirikan dengan nama PT. Panganjaya Intikusuma pada tahun 1990, dan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang saham pada tanggal 5 Februari 1994 berganti nama menjadi PT. Indofood Sukses Makmur. Pada tahun 1994 tersebut PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan resmi menjadi perusahaan public. Dalam beberapa dekade ini PT Indofood Sukses Makmur, Tbk (Indofood) telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan prosesproduksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran. Kini, Indofood dikenal sebagai perusahaan yang mapan dan terkemuka di setiap kategori bisnisnya.

Indofood mengoperasikan empat Kelompok Usaha Strategis (Grup) yang saling melengkapi, yaitu sebagai berikut : 1. Produk Konsumen Bermerek (CBP), memproduksi berbagai macam produk makanan dalam kemasan yang tercakup dalam Divisi Mi Instan, Penyedap Makanan, Makanan Ringan serta Nutrisi & Makanan Khusus 2. Bogasari, memiliki kegiatan utama memproduksi tepung terigu, pasta dan biskuit. Kegiatan Grup ini didukung oleh unit perkapalan

3. Agribisnis, kegiatan utama Grup ini meliputi penelitian dan pengembangan, pembibitan kelapa sawit, pemuliaan, termasuk juga penyulingan, branding, serta pemasaran minyak goreng, margarin dan shortening. 4. Distribusi, memiliki jaringan distribusi yang paling luas di Indonesia. Grup ini mendistribusikan hampir seluruh produk konsumen Indofood dan produk-produk pihak ketiga.

BAB II TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN A. Pendahuluan

Dividen merupakan salah satu keputusan penting untuk memaksimumkan nilai perusahaan disamping keputusan investasi dan struktur modal (keputusan pemenuhan dana). Manajemen mempunyai 2 alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih sesudah pajak (Earning After Tax) perusahaan yaitu : 1. Dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen. 2. Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning).

Biasanya sebagian EAT (Earning After Tax) dibagi dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, olehkarena itu manajemen harus membuat kebijakan (dividen policy) tentang besarnya EAT yang dibagikan sebagai dividen. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba yang diperoleh sebagai dividen berarti akan mengurangi jumlah laba ditahan yang akhirnya mengurangi sumber dana intern yang akan mengurangi sumber dana intern yang akan digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Apabila perusahaan tidak membagikan labanya sebagai dividen akan bisa memperbesar sumber dana intern dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan .Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut Dividend Payout Ratio (DPR). Dividen yang dibagi DPR = EAT Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 DPR

B. Teori Kebijakan Deviden Berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen antara lain : 1. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller : Modigliani dan Miller (MM) berpendapat , nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan untuk diperhitungkan karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Menurut MM kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari asset perusahaan. Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti : a. Pasar modal sempurna dimana para investor rasional. b. Tida ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru. c. Tidak ada pajak baik perorangan maupun pajak penghasilan perusahaan. d. Informasi tentang investasi tersedia untuk setiap individu.

Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang dividen tidak relevan dengan menunjukkan adanya biaya emisi saham baru yang akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks (Biaya modal sendiri dari laba ditahan). Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke (biaya modal sendiri dari saham biasa baru). Jika ada pajak maka penghasilan investor dari dividen dan dari capital gains (kenaikan harga saham) akan dikenai pajak. Seandainya tingkat pajak untuk dividen dan capital gains adalah sama, investor cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada dividen karena pajak pada capital gains baru dibayar saat saham dijual dan keuntungan diakui.

2. Teori The Bird in The Hand Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika Dividend Payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan (Ks) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari dividen (dividend yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield). 3. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.

4. Teori Signaling Hypothesis Terdapat bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan deviden pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik diveden masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau keanikan dividen yang dibawah keanaikan normal (biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diveden waktu

mendatang. Seperti teori dividen yang lain , teori Signaling Hypotesis ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau disebabkan karena efek sinyal dan preferensi terhadap dividen.

5. Teori Clientele Effect Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu Dividend payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu (misalnya orang lanut usia dikenai pajak lebih ringan) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari Clientele ini ada. Tapi menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari dividen kecil, demikian s ebaliknya. Efek Clientele ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka.

C. Kebijakan Deviden dalam Praktik Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa: 1. Rasio pembayaran dividen konstan Dalam kebijakan ini, persentase pendapatan dibayarkan dalam dividentetap. Walau rasio dividen atas pendapatan stabil, jumlah dividen secara alamiberfluktuasi dari tahun ke tahun dengan berubahnya laba. 2. Jumlah dividen per saham yang stabil Kebijakan ini mempertahankan jumlah dividen yang relatif stabil sepanjang waktu. 2. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek baik, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen. Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan bersih perusahaan (EAT). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan sebesar 50% dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi.

Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan dimana mereka yakin dapat mempertahankannya diveden masa mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividennya.

Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model residual dividend dimana dividen ditentukan dengan cara : 1. Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ; 2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi. 3. Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri tersebut semaksimal mungkin 4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.

Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model Residual Dividend ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya : 1) Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham (flotation cost) , dan 2) Menurut teori signaling hypothesis penerbitan saham baru sering salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga menyebabkan penurunan harga saham. Model Residual dividend menyebabkan dividen bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi (fluktuasi), Jika kita percaya pada teori signaling hypothesis, maka model ini sebaiknya tidak diguanakn secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara year to year basis. Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Beberapa faktor lain yang mempengaruhi manajemen dalam menentukan kebijakan dividen, antara lain: 1. Kas atau likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki laba ditahan yang cukup tetapi manajemen memutuskan untuk menginvestasikan kedalam aktiva riil maka perusahaan tidak membayar dividen dalam bentuk kas. 2. 2. Kebutuhan pembayaran utang perusahaan. Adanya batasan dalam perjanjian pinjaman kepada kreditur. Misalnya pembayaran dividen hanya dapat dilakukan setelah laba yang tersedia bagi pemegang saham dikurangi dengan angsuran pinjaman atau apabila modal kerja mencapai tingkat tertentu.

3. Tingkat ekspansi yang tinggi memerlukan dana yang besar sehingga laba yang diperoleh lebih baik ditahan. 4. Aksesibilitas perusahaan di pasar modal berpengaruh terhadap kebijakan dividen, yaitu dipengaruhi oleh usia dan skala perusahaan. Pembatasan dari saham Preferen, tidak ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar. 5. Kebutuhan dana untuk Investasi, perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek proyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri (equity) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru menimbulkan biaya peluncuran saham (flotation cost).

BAB III ANALISIS 3.1 Kinerja Keuangan PT.Indofood Analisis Ratio Berikut dibawah ini merupakan hasil dari perhitungan rasio- rasio keuangan PT.Indofood Sukses Makmur sesuai dengan kinerja lapora keuangan pada tahun 2009 hingga 2011. Ditunjukan sesuai data sebagai berikut

2009 Rasio Likuiditas Current Ratio Cash Ratio Quick Ratio Working Capital to Total Asset 1,16 0.401 0.7 0,04

2010 2 .04 1.059 1.46 0,216

2011 1.61 1.02 1.4 0.217

Rasio Solvabilitas Debt to Equity (DER) Long Term Leverage Short Term Leverage

2.45 1.04 1.1

1.34 0.55 0.56

0.43 0.18 0.18

Rasio Profitabilitas Gross Profit Margin Net Profit Margin (%) Return on Investment Rate of Return for the own

27.3 5.6 0.051 0.2

32.5 7.7 0.062 0.18

27.8 6.8 0.091 0.16

Rasio Aktivitas Asset Turnover Receivable Turnover Avg Collection Period Inventory Turnover Account Payable Turnover

0.92 16.284 22.106 1.06 1.26

0.81 14.296 25.18 1.01 0.94

0.85 12.35 29.1 1.04 0.98

Rasio Saham Deviden per Share(Rp) Earning per Share (Rp) Price Earning Ratio

93 236 14.84

162 336 15.3

172 350 16.3

Dari data tersebut diatas dapat dikatakan bahwa kinerja keuangan PT. Indofood terbilang baik, terlihat dari proporsi hutang PT.Indofood yang menurun dari tahun-ke tahun. Dari sudut pandang NPM tahun 2009 mengalami kenaikan kembali, begitu pula pada tahun 2010 mengalami kenaikan serupa, hal tersebut disebabkan karena penjualan turun lebih besar daripada turunnya biaya-biaya. Tetapi pada 2011 NPM mengalami penurunan kembali. Dari hasil perhitungan ATO diatas didapatkan hasil bahwa ATO pada tahun, 2009, 2010 dan 2011 mengalami kenaikan, hal itu berarti semakin baik manajemen dalam mengelola aktivanya.

Struktur Modal Teori struktur modal ingin menjelaskan hubunga antara perubahan modal terhadap nilai perusahaan. Struktur Modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Pertimbangan atau perbandingan antara modal yang berasal dari luar (eksternal) dan modal sendiri. Modal eksternal adalah utang, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Kebijakan mengenai struktur modal merupakan keseimbangan antara resiko dan tingkat pengembalian. Masalah struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi financial perusahaan.(bayu prima, 2007) Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara resiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Dengan demikian, dalam mempertimbangkan kebijakan struktur modal tersebut ada suatu permasalahan yang sering timbul, (1) seberapa besar modal pinjaman yang harus digunakan oleh perusahaan. (2) tingginya tingkat hutang yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan jasa seperti PT Indofood Tbk yang go public di Bursa Efek Surabaya. (3) perusahaan menggunakan modal dari hutang maka ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar sangat besar, sedangkan apabila menggunakan sumber modal dari mengeluarkan sumber baru, maka akan membutuhkan biaya yang sangat mahal Dibawah ini data modal sendiri dan modal pinjaman yang diperoleh dari laporan euangan perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. (lampiran) yang dapat disajikan pada tabel I yaitu sebagai berikut :

TABEL I DATA MODAL SENDIRI DAN MODAL PINJAMAN TAHUN 2006 2010

Tahun 2009 2010 2011

Modal Sendiri 10.155.495.000.000 11.617.424.000.000 31.610.225.000.000

Modal Pinjaman 10.557.898.000.000 9.881.978.000.000 21.975.708.000.000

Total Modal 20.713.393.000.000 21.499.402.000.000 53.585.933.000.00

Sumber : Lampiran Laporan Keuangan


Berdasarkan tabel I yakni data modal sendiri dan modal pinjaman maka akan disajikan struktur modal perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase untuk tahun 2006 2010 yaitu sebagai berikut : TABEL II STRUKTUR MODAL PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR, Tbk. TAHUN 2006 2010

Tahun 2009 2010 2011 Rata-rata

Struktur Modal (%) Modal Sendiri 49,03 54,04 53.96 52.34 Modal Pinjaman 50,97 45,96 46.04 47,66

Total Pinjaman 100 100 100 100

Sumber : Hasil olahan data Berdasarkan tabel II yakni struktur modal yang ada dalam perusaha PT. Indofood Sukses Makmur, yang menunjukkan bahwa rata-rata modal sendiri pertahun sebesar 52.34%,. Kemudian dilihat dari proporsi modal pinjaman dalam struktur modal terlihat bahwa rata-rata pertahun sebesar 47.66%. Dari hasil analisis mengenai proporsi dalam struktur modal yang menunjukkan bahwa perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. lebih banyak menggunakan modal sendiri jika
dibandingkan dengan modal pinjaman, hal ini dapat dilihat dari proporsi rata-rata dimana proporsi modal sendiri lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi modal pinjaman.

3.2 Dividen Policy Selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 PT Indofood Sukses Makmur selalu membagikan dividen satu kali dalam setahun. Besarnya dividen yang diberikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Date
03 Jul 2009 20 Jul 2010 09 Ags 2011

Dividen
47 93 133

Growth dividen

97,87% 43.01%

2009
Rasio Saham Dividen Payout Ratio Deviden per Share(Rp) Earning per Share (Rp) Price Earning Ratio 19.84% (dari 2008) 93 236 14.84

2010
27.65% 162 336 15.3

2011
36.7% 172 350 16.3

Dari hasil analisis penilaian harga wajar saham PT Indofood Sukses Makmur dapat terlihat pertumbuhan dividen periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Pembagian dividen periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 besarnya bervariasi. Pertumbuhan pembagian dividen terkecil terjadi pada tahun 2009 dan pertumbuhan dividen terbesar dibagikan pada tahun 2011,menunjukan peningkatan. Meskipun jumlah dividen yang dibagikan setiap tahun berbeda dan pertumbuhan dividen yang dibagikan mengalami fluktuasi tetapi PT Indofood sukses makmur selalu rutin membagikan dividen setiap tahun. Dividen yang dibagikan pada tahun 2006 sebesar Rp. 47 per saham dengan laba perusahaan sebesar Rp 4.063.313.000.000 dan jumlah saham beredar sebesar 8528,6 juta lembar. Hal ini tidak lepas dari kebijakan perusahaan untuk melunasi hutang dan melakukan pengembangan usaha dengan mengakuisisi perusahaan perkapalan dan beberapa perkebunan. Dividen yang dibagikan mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Pertumbuhan dividen yang dibagikan setiap tahun mengalami perubahan. Namun secara rata-rata selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 PT Indofood Sukses Makmur membagikan dividend sebesar 118%. Pertumbuhan dividen PT Indofood Sukses Makmur sangatlah baik karena pertumbuhan dividenya lebihi tinggi dari tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengembalian deposito bank. Sehingga investor akan lebih tertarik menempatkan dananya pada saham PT Indofood Sukses Makmur.

You might also like