You are on page 1of 59

BLOK IV LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

Disusun oleh: Kelompok 4 Wisnu Ario Pratisto Elton Fredy Kalvari Chaya ducinta Ananta Yanuar Halim Aprilia Puspitasari Kevin Aperiaginadi Francisca Andina Sjahli Dalia Noviyanti Sumpena P. Angela Azalia T. P. Evan Kurniawan Gianto 1210085 1210088 1210091 1210095 1210099 1210105 1210108 1210111 1210115 1210119

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA


BANDUNG 2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan-nya sehingga Laporan Praktikum Farmakologi Blok IV dapat diselesaikan dengan baik. Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan penyempurnaan tugas ini. Tanpa mereka yang terlibat membantu penyelesaian tugas ini baik secara langsung maupun tidak langsung, laporan praktikum ini bukanlah menjadi laporan praktikum yang berguna walaupun kami sadar dalam pembuatan laporan praktikum ini pula kami tidak luput dari kesalahan. Laporan praktikum ini kami susun untuk menyelesaikan tugas praktikum dalam Blok 4. Kami mengerjakan laporan praktikum ini dengan harapan laporan ini bila dikerjakan secara sungguh-sungguh akan dapat berguna di kemudian hari. Oleh karena itu, kami selaku penyusun laporan praktikum ini bertekad bulat untuk melakukannya dengan penuh kesungguhan dan keseriusan sehingga besar harapan kami di kemudian hari laporan praktikum ini bisa membantu orang-orang yang membutuhkannya. Akhir kata kami sebagai penyusun mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dukungannya sehingga laporan praktikum ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga laporan praktikum ini dapat membantu pengembangan topik agar menjadi lebih baik dan bermanfaat. Terima kasih.

Tim Penyusun

Laporan Farmakologi Blok IV

Daftar Isi

Judul Kata Pengantar Daftar Isi I.

1 2 3 Percobaan I Absorbsi dan Ekskresi pada Manusia ........................... 4 Percobaan II Dosis Lethal Dosis Efektif dan Penentuan Sigmoid Curve .................................................................................................... 16 Percobaan III Cara Pemberian dan Pemakaian Obat ........................ 28 Percobaan IV Timbulnya Efek Obat dan Lamanya Kerja Obat ........ 38 Percobaan V Variasi Individu terhadap Obat ................................... 50

II.

III.

IV.

V.

Laporan Farmakologi Blok IV

I. PERCOBAAN I ABSORBSI DAN EKSKRESI PADA MANUSIA

ABSTRAK
Obat merupakan segala zat yang dapat digunakan untuk menghilang penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Di dalam tubuh itu obat memiliki nasib yang berbeda, nasib dari obat tersebut di dalam tubuh manusia dipelajari dalam farmakokinetik yang membahas segala proses yang terjadi pada obat tersebut, mulai dari absorpsi, distribusi, biotransformasi hingga metabolisme (ADME). Untuk mengetahui variasi, kecepatan absorpsi, dan ekskresi obat yang diminum, khususnya Iodium dan Pyridium pada manusia maka dilakukanlah percobaan ekskresi Iodium dan ekskresi Pyriduim. Percobaan ini memakai dua subjek percobaan yang masing-masing urinenya ditampung sebagai kontrol. Untuk Iodium ditampung juga saliva pada gelas beker. Setelah itu, masing-masing subjek percobaan diberikan obat yang berbeda, yang berisi Iodium dan Pyridium. Kemudian dilakukan pemeriksaan urine setiap 30 menit dalam rentang waktu 2 jam. Pada percobaan urine Iodium terdapat perbedaan tenggang waktu, yaitu 15 menit, 45 menit, 75 menit, 105 menit dan 135 menit. Pada percobaan saliva Iodium tenggang waktu yang dipakai adalah 5 menit, 10 menit, 15 menit, 45 menit, 75 menit , 105 menit , 135 menit. Pada percobaan ekskeresi Pyridium tenggang waktu yang dipakai adalah 30 menit, 60 menit, 90 menit, 130 menit. Dari percobaan ekskresi Iodium didapatkan hasil bahwa Iodium yang diekskresi melalui saliva menunjukan hasil positif pada menit ke-45 dan melalui urine pada menit ke-45. Pada percobaan ekskresi Pyridium memberikan hasil positif pada menit ke-60. Berdasarkan percobaan ekskresi Iodium tersebut dapat disimpulkan bahwa, ekskresi Iodium melalui saliva memiliku kecepatan absorpsi yang sama dengan ekskresi melalui urine. Pada percobaan ekskresi Pyridium, urine menjadi berwarna merah dan kepekatannya terus meningkat.

Laporan Farmakologi Blok IV

BAB I PENDAHULUAN

Saat kita sedang sakit sebagian besar dari kita pasti berusaha meminum yang namanya obat. Obat dalam arti luas adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Sedangkan dalam arti smepit obat adalah setiap zat kimia yang bertujuan untuk

menghilangkan penyebab penyakit. Obat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami absorpsi, distribusi, dan rangkaian proses pengikatan oleh reseptor hingga menimbulkan efek. Pada akhirnya sisa obat tersebut akan diekskresikan dari dalam tubuh. Seluruh proses ini berjalan serentak dan biasa disebut farmakokinetik. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperlihatkan variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi obat yang dimakan, khususnya Iodium dan Pyridium pada manusia. Di dalam tubuh, obat harus memiliki kemampuan untuk bisa masuk menembus lapisan sel yang ada di berbagai jaringan. Pada umumnya yang terjadi dalam transpor obat adalah menembus lapisan, bukan melewati celah antar sel. Karena itu peristiwa terpenting dalam proses farmakokinetik adalah transport lintas membran. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat di dalam tubuh, yaitu: sifat fisik dan kimia obat, bentuk obat, formulasi obat, konsentrasi obat, luas permukaan kontak obat, cara pemberian obat, dan sirkulasi pada tempat absorpsi. Beberapa cara yang terpenting dalam proses transport lintas membran adalah difusi pasif dan transport aktif. Umumnya, absorpsi dan distribusi obat terjadi melalui proses difusi pasif. Sel saraf, hati, dan tubuli ginjal biasanya membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran sendiri, sehingga zat dapat bergerak melawan perbedaan kadar atau potensial listrik. Akhirnya obat menjalani proses akhir, yaitu ekskresi yang terbentuk dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Absorpsi dan ekskresi dalam tubuh bervariasi itu terjadi karena faktor yang mempengaruhi perjalanan obat di dalam tubuh pun bervariasi.

Laporan Farmakologi Blok IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seorang dokter dalam menuliskan resep suatu obat dan pasien menelannya, maka perhatian utama ditujukan pada efeknya terhadap penyakit yang diderita pasien. Di dalam tubuh terjadi berbagai proses sejak obat diberikan sampai timbulnya suatu efek terapeutik, dari proses absorbsi sampai ekskresi penggunaan suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat tersebut ke dalam aliran arah. Semua hal tersebut akan dipelajari dalam Farmakologi.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari obat-obatan. Farmakodinamik adalah aspek ilmu farmakologi yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi, biokimia, serta mekanisme kerjanya dalam organ tubuh. Farmakokinetik adalah aspek farmakologi yang meliputi nasib obat dalam tubuh seperti absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresinya. Absorbsi adalah proses penyerapan obat dari tempat pemberian, meliputi kelengkapan serta kecepatan proses itu. Yang dimaksud dengan kelengkapan adalah persen dari jumlah obat yang telah diberikan. Tapi,yang lebih penting adalah bioavailabilitas. Ada beberapa hal yang mempengaruhi absorbsi obat dalam tubuh anatara lain sifat fisik dan kimia obat, bentuk obat, formulasi obat, persentasi obat, luas permukaan kontak obat, cara pemberian obat dan sirkulasi tempat absorbsi.

First Pass Effect adalah metabolisme lintas pertama; keadaan dimana sebagian dari obat akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus. Pada pemberian oral, terjadi lintas pertama di hati, sehingga mengurangi efek dari obat tersebut. Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari dengan menghindari pemberian obat per oral.

Bioavailabilitas adalah jumlah obat dalam persen dari bentuk sediaan yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif, serta kecepatannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat oral adalah sifat fisik dan kimia obat, formulasi obat, faktor penderita dan infeksi dalam absorbsi di saluran cerna.

Setelah diabsorbsi, obat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh darah. Setelah didistribusikan, obat akan mengalami proses biotransformasi.

Laporan Farmakologi Blok IV

Biotransformasi adalah proses perubahan stuktur obat yang terjadi dalam tubuh dengan dikatalisis oleh enzim dengan tujuan untuk mengakhiri kerja obat dan mengaktifkan calon obat. Pada tahap ini, molekul obat diubah menjadi lebih polar, sehingga lebih mudah disekresikan oleh ginjal. Selain itu, umumnya obat menjadi inaktif sehingga berperan mengakhiri kerja obat.

Ekskresi adalah proses pengeluaran obat atau metabolitnya dari dalam tubuh melalui berbagai organ ekskresi. Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting, melalui proses filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal dan reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan tubuli distal.

Laporan Farmakologi Blok IV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

Tujuan Memperlihatkan variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi obat yang dimakan, khususnya Iodium, Salisilat, dan Pyridium pada manusia. Obat-obatan 1. Kapsul Kalium Iodida 300 Mg Larutan Kalium Iodida 1% Larutan Natrium Nitrat 10% Larutan Asam Sulfat Dilutus Larutan Amilum 1%

2. Kapsul Natrium Salisilat 300 Mg + Natrium Bikarbonat 200 Mg Larutan Ferri Chlorida 1% Larutan Natrium Salisilat 0,1% Larutan Natrium Hidroksida Dilutus Larutan Asam Chlorida 10% Larutan Natrium Salisilat 5%

3. Tablet Pyridium (Phenazopyridine HCl) 100 mg Peralatan 1. Tabung reaksi 2. Gelas ukur 3. Beaker glass 4. Pipet tetes 5. Kertas lakmus 6. Permen karet Subjek Percobaan Mahasiswa Petunjuk Umum Subjek percobaan makan dahulu sebelum percobaan dimulai dan minum segelas air. Tampung urine sebelum minum obat untuk test kontrol negatif Minum lagi minimal segelas air mium tambahan sesuadah minum obat 8

Laporan Farmakologi Blok IV

Gunakan tdana: -, +, ++, +++ untuk menunjukkan tingkat respon percobaan

Cara Kerja
1. Ekskresi Iodium a. Kontrol Positif (1) Masukkan ke dalam tabung reaksi, 1ml Amylum 1%,1ml Kalium Iodida 1%, 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% dan 2-3 tetes Asam Sulfat Dilutus. Lihat dan gambar perubahan warna yang terjadi. (2) Untuk pembanding, lakukan seperti (1) tanpa penambahan Asam Sulfat Dilutus. b. Kontrol Negatif (3) Sebelum minum obat, lakukan percobaan (1) dengan menggantikan larutan Kalium Iodida 1% dengan saliva dan urine kontrol. c. Pemeriksaan Iodida dalam Saliva dan Urine (4) Setelah minum obat, lakukan percobaan (1) pada saliva dengan interval 5 menit sebanyak 3kali dan 15 menit pertama untuk urine. Selanjutnya lakukan pemeriksaan saliva dan urine setiap 30 menit sampai sekitar 2 jam. Catat perubahan warna yang terjadi dan perhatikan kapan terjadi respon ekskresi maksimal. Buatlah grafik yang menggambarkan hubungan antara waktu sebagai absis dan perubahan warna sebagai ordinat. 2. Ekskresi Phenazopyridine HCl (1) Sebelum minum obat, tampung dan amati urine sebagai kontrol negatif. (2) Sesudah minum obat, tampung dan amati urine setiap 30 menit sampai sekitar 2 jam (3) Buat grafik hubungan antara waktu sebagai absis dan perubahan warna sebagai ordinat.

Jawaban Pertanyaan 1. Sebutkan faktor-faktor yang memengaruhi absorpsi! a. Sifat kimia dan fisik obat b. Bentuk obat c. Formulasi obat d. Konsentrasi obat e. Luas permukaan kontak obat f. Sirkulasi sistemik

g. Cara pemberian 2. Apa yang dimaksud dengan bioavailabilitas? Laporan Farmakologi Blok IV 9

Bioavailabilitas adalah jangka waktu dan kecepatan absorpsi dari bentuk sediaan yang ditunjukan oleh kurva kurun waktu terhadap konsentrasi dari pemberian obat secara sirkulasi sistemik. 3. Sebutkan reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada proses biotransformasi! Biotransformasi merupakan metabolisme obat di dalam tubuh yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu : a. Fase I (non-sintetik) : redoks, dehalogenasi, hidrolisis b. Fase II (sintetik) : konjugasi (pembentukan turunan terkonjugasi)

4. Apa tujuan penambahan Natrium Bikarbonat pada Natrium Salisilat? a. Menetralkan keasaman Natrium Salisilat sehingga tidak terjadi iritasi lambung b. Menjaga keseimbangan asam basa sehingga tidak terjadi alkalosis resipiratory c. Meningkatkan kelarutan asam urat sehingga tidak membentuk kristal urat di tubulus ginjal 5. Sebutkan produk ekskresi salisilat! a. Salisilat bebas b. Fenol-salisilat c. Genti-silat d. Urat-salisilat 6. Sebutkan kontra indikasi pemakaian Salisilat dan Kalium iodida! Kontra indikasi pemakaian Salisilat : a. Kerusakan hati berat b. Hipotrombinen c. Defisiensi vitamin K d. Hemofilia e. Sirosis hati f. Gagal Jantung Kontra indikasi pemakaian Kalium Iodida: a. hypotiroid b. wanita hamil

g. Hiporolemia

Laporan Farmakologi Blok IV

10

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Percobaan 1. Ekskresi Iodium a. Kontrol positif Saliva b. Kontrol negative Urine

c. Pemeriksaan Iodida dalam Saliva dan Urine 5 Saliva 10 15 45 75 105 135

Urine

Waktu Perubahan warna Saliva Urine

5 -

10 -

15 -

45 + ++

75 +++ +++

105 +++ +++

135 ++++ ++++

Laporan Farmakologi Blok IV

11

Grafik hubungan antara waktu dan perubahan warna pada ekskresi Iodium
4 +++ 3 ++

Perubahan Warna
2 + 1 saliva urine

0 5' 10'Waktu 15' 45' 75' 105' 135'

2. Ekskresi Pyridium 30 Hasil 60 90 120

Perubahan warna

++

+++

Grafik hubungan antara waktu dan perubahan warna pada ekskresi Pyridium
++++ 3 +++

Perubahan Warna

++ 2 + - 1 perubahan warna

0 30' Waktu 60' 90' 120'

Pembahasan 1. Ekskresi Iodium Prinsip: reaksi reduksi dan oksidasi. Hasil positif: reaksi iodium dengan amylum membentuk Iod-amilo kompleks berwarna biru ungu. Laporan Farmakologi Blok IV 12

Natrium nitrit 10% sebagai oksidator, asam sulfat sebagai katalisator, dan iodium sebagai indikator. Pada percobaan didapat ekskresi iodium sebagai metabolit. Iodium sama cepatnya bila diekskresikan melalui saliva dan urine. Terlihat pada menit ke-45 terlihat perubahan warna pada pemeriksaan saliva, dan pada pemeriksaan urine baru terlihat perubahan warna pada menit ke-45. Hal ini sesuai dengan teori bahwa saliva memiliki afinitas yang lebih besar terhadap iodium. Kedua percobaan mencapai ekskresi maksimal pada menit ke-135. 2. Ekskresi Phenazopyridine HCl Prinsip: pembentukan kompleks merah azo. Pyridium diekskresikan dalam bentuk utuh yang menghasilkan warna merah pada urine. Pada percobaan, perubahan urine menjadi merah dimulai sejak menit ke-60 dan terus meningkat kepekatannya pada menit ke-90 dan menit ke-120. Bila hasil percobaan tidak sesuai teori, subjek percobaan mungkin berpenyakit ginjal sehingga ekskresi melalui ginjal akan terganggu, atau terjadinya kesalahan prosedur seperti minum air tambahan setelah beberapa waktu minum obat sehingga menyebabkan obat dalam tubuh diekskresikan dalam urine dengan kadar yang encer.

Laporan Farmakologi Blok IV

13

BAB V KESIMPULAN

(1) Obat-obat yang diminum memiliki variasi kecepatan absorpsi dan ekskresi yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh variasi individu. (2) Pada percobaan ekskresi Iodium, kecepatan ekskresi Iodium melalui saliva sama dengan ekskresiiodium melalui urine. (3) Pada percobaan ekskresi Pyridium, urine menjadi berwarna merah karena merah azo dan kepekatannya terus meningkat.

Laporan Farmakologi Blok IV

14

DAFTAR PUSTAKA

Arini Setiawari, F.D., Suyatna, Zunilda SB. 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I Azalia Afridan, Udin Sjamsudin. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I.

Laporan Farmakologi Blok IV

15

II. PERCOBAAN II DOSIS LETHAL DOSIS EFEKTIF DAN PENENTUAN SIGMOID CURVE

ABSTRAK
Obat yang telah diproduksi, tidak dapat dipasarkan langsung sebelum dilakukan percobaan-percobaan tentang keamanan obat tersebut. Parameter keamanan obat terdiri dari Margin of Safety, Index Therapy, dan kurva sigmoid. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui ED 50 dan LD 50 dari obat tersebut. ED 50 adalah dosis yang dapat menimbulkan efek yang dikehendaki pada 50% hewan coba, sedangkan LD 50 adalah dosis yang menyebabkan kematian pada 50% hewan coba. Percobaan ini dilakukan dengan menyediakan 2 deret beaker glass 600 ml yang masing-masing terdiri dari 11 buah. Setelah itu, tiap beaker glass diberikan nomor urut untuk penentuan dosis efektif dan dosis letal. Deret I kemudian diisi oleh 200ml air + 10 ekor ikan seribu (ukurannya diusahakan sama), untuk masing-masing beaker glass. Sedangkan pada deret II, beaker glass diisi oleh alkohol dengan berbagai konsentrasi. Perhatikan gerak ikan pada keadaan normal. Lalu tuangkan isi beaker glass pada deret II ke dalam deret I dalam waktu yang bersamaan. Setelah 5 menit, amati keadaan ikan dan hitung jumlah ikan yang tereksitasi maupun yang mati. Percobaan ini sendiri bertujuan untuk mengetahu serta menentukan keamanan alkohol 70% pada ikan seribu (Labitus reticulates) melalui percobaan penentuan persen dosis efektif dan dosis letalnya. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah alkohol yang terkandung dalam larutan tersebut, semakin banyak jumlah ikan yang mati.

Laporan Farmakologi Blok IV

16

BAB I PENDAHULUAN
Untuk mengetahui keamanan obat digunakanlah parameter-parameter yaitu margin of safety, kurva sigmoid, dan index therapy. Percobaan ini mempelajari tentang Sigmoid Curve yang merupakan syarat penting dalam menilai kerja dan tingkat keamanan dari suatu obat. Dalam Sigmoid Curve terdapat 4 variabel yang penting yaitu: a. Potensi menunjukkan rentang dosis obat yang masih menimbulkan efek. Ini ditentukan oleh kadar obat yang sampai ke receptor dan afinitas obat terhadap receptor. Potensi mengacu pada konsentrasi atau (EC 50) atau dosis (ED 50) obat yang diperlukan untuk

menghasilkan 50% efek maksimal obat. Potensi obat tergantung sebagian pada afinitas (KD) reseptor untuk mengikat obat dan sebagian lagi pada efisiensi interaksi, yang mana interaksi reseptor obat di hubungkan terhadap respon. b. Slope menunjukkan batas keamanan obat. c. Efek maksimal adalah respon maksimal yang ditimbulkan oleh obat bila diberikan dalam dosis tinggi. Hal ini ditentukan oleh aktivitas intrinsik. Selain itu, parameter ini merefleksikan batas hubungan respon-dosis pada aksis respon. Namun, perlu diingat pula bahwa efikasi obat yang maksimal sangatlah penting untuk mengambil keputusan klinik ketika diperlukan respon yang besar. d. Variabilitas atau variasi biologik adalah variasi antar individu terhadap obat dalam dosis yang sama pada populasi yang sama dan cara pemberian yang sama. Variasi ini ditunjukkan melalui garis vertikal dan horizontal pada kurva sigmoid. Garis vertikal menunjukkan dosis obat sama tetapi efeknya berbeda, sedangkan garis horizontal menunjukkan dosisnya beda tetapi efeknya sama.

Laporan Farmakologi Blok IV

17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Farmakodinamik adalah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimiawu\i dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat adalah untuk meneliti efek utama obat, interaksi obat dengan sel dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respon yang terjadi. Dosis suatu obat dihasilkan berdasarkan keputusan yang diambil dari 4 variabel, yaitu : 1. Jumlah obat yang diberikan dalam 1 waktu 2. Cara pemberian 3. Jarak waktu diantara 2 dosis 4. Lama waktu obat diteruskan pemberiannya Dosis minimal adalah dosis terkecil yang masih memberi efek terapeutik. Dosis efektif adalah dosis yang menimbulkan efek yang dikehendaki. Contoh : ED 50 adalah dosis yang menimbulkan efek yang dikehendaki pada 50% hewan percobaan. Dosis maksimal adalah dosis yang memberikan efek terapeutik tanpa adanya efek toksik. Dosis optimal adalah daerah diantara dosis minimal dan maksimal terletak dosis terapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis terapi: 1. Umur 2. Berat badan 3. Seks 4. Waktu pemberian obat 5. Cara pemberian obat 6. Kecepatan pengeluaran obat 7. Kombinasi obat 8. Ras 9. Spesies

Ada dua macam dosis. Dosis toksik adalah dosis yang menyebabkan gejala keracunan. Dan dosis letal adalah dosis yang menyebabkan kematian sejumlah tertentu hewan percobaan

Laporan Farmakologi Blok IV

18

yang dinyatakan dalam %. Contoh: LD 50% adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan. Dengan menentukan % kematian dan efek yang diinginkan dari suatu obat pada konsentrasi yang berbeda pada keadaan sama, maka kita dapat menentukan Sigmoid Curve dari obat tersebut. Jarak antara ED 50 dan LD 50 disebut Margin of Safety, makin kecil jarak ini, makin berbahaya obat tersebut. Hubungan dosis dan intensitas efek dalam keadaan sesungguhnya tidaklah sederhana karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam menghasilkan efek.

Laporan Farmakologi Blok IV

19

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA


OBAT-OBAT Alkohol 70%

ALAT-ALAT Beaker gelas 600 ml

HEWAN COBA Ikan seribu (Labitus reticulates)

KETERANGAN Dosis letal adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari hewan coba, yang dinyatakan dalam %. Contoh : LD 50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari hewan coba Dosis efektif adalah dosis yang menimbulkan efek yang dikehendaki.

Contoh : ED 50 adalah dosis yang dapat menimbulkan efek yang dikendaki pada 50% hewan coba

Dengan menentukan % kematian dan efek yang diinginkan dari suatu obat pada konsentrasi yang berbeda pada keadaan yang sama, maka dapat dtentukan Sigmoid Curve dari obat tersebut. Jarak antara ED 50-LD 50 disebut Margin of Safety. Makin kecil jarak, obat tersebut makin bahaya. RENCANA KERJA : Sediakan 2 deret beaker gelas 600 ml masing-masing terdiri 11 buah Berikan nomor urut 1-11 untuk penentuan dosis efektif dan dosis letal Pada deret 1, tiap beaker gelas diisi 200 ml air + 10 ekor ikan seribu, yang ukurannya sedapat mungkin sama Pada deret 2, beaker gelas diisi dengan alcohol dengan konsentrasi sebagai berikut

UNTUK PENENTUAN DOSIS EFEKTIF : Beaker gelas No. 1


Laporan Farmakologi Blok IV

ISI 10 ml alcohol + 190 ml air


20

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 UNTUK PENENTUAN DOSIS LETAL : Beaker gelas No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

12 ml alcohol + 188 ml air 14 ml alcohol + 186 ml air 16 ml alcohol + 184 ml air 18 ml alcohol + 182 ml air 20 ml alcohol + 180 ml air 22 ml alcohol + 178 ml air 24 ml alcohol + 176 ml air 26 ml alcohol + 174 ml air 28 ml alcohol + 172 ml air 30 ml alcohol + 170 ml air

ISI 26 ml alcohol + 174 ml air 28 ml alcohol + 172 ml air 30 ml alcohol + 170 ml air 32 ml alcohol + 168 ml air 34 ml alcohol + 166 ml air 36 ml alcohol + 164 ml air 38 ml alcohol + 162 ml air 40 ml alcohol + 160 ml air 42 ml alcohol + 158 ml air 44 ml alcohol + 156 ml air 46 ml alcohol + 154 ml air

Perhatikan gerak ikan dalam keadaan normal Kemudian tuangkan isi beaker gelas deret 2 ke dalam beaker gelas deret 1 yang berhadapan dalam waktu yang bersamaan Sesudah 5 menit amati apa yang terjadi Catatlah : 1. Untuk penentuan ED hitung berapa % ikan yang eksitasi sesudah 5 menit 2. Untuk penentuan LD hitung berapa % ikan yang mati sesudah 5 menit

PERTANYAAN
1. Apa kegunaan Sigmoid curve dari suatu obat? 2. Sebutkan beberapa variasi Sigmoid curve dan terangkan ! 3. Mengapa kadang-kadang Sigmoid curve berbentuk hiperbola? JAWABAN : 1. a. Mengetahui Margin of Safety b. Index Therapy c. Mengetahui kecuraman grafik 2. Variasi :
Laporan Farmakologi Blok IV 21

kurva lebih curam : obat sudah memberikan efek pada dosis kecil, bersifat toksik

biasanya

kurva lebih landai : obat bekerja lebih lambat

3. berbentuk hiperbola karena adanya respon terhadap obat secara gradual, bila dosis tinggi maka kekuatan pun meningkat

Laporan Farmakologi Blok IV

22

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


A. DOSIS EFEKTIF Tabung No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Alkohol (ml) 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Air (ml) 190 188 186 184 182 180 178 176 174 172 170 Alkohol (%) 1,75 2,1 2,45 2,8 3,5 3,5 3,85 4,2 4,55 4,9 5,25 Jumlah ikan tereksitasi 0 0 0 1 1 4 4 5 5 10 10 ED % 0 0 0 10 10 40 40 50 50 100 100

B. DOSIS LETAL Tabung No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Alkohol (ml) 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 Air (ml) 174 172 170 168 166 164 162 160 158 156 154 Alkohol (%) 4,55 4,9 5,25 5,6 5,95 6,3 6,65 7 7,35 7,7 8,05 Jumlah ikan tereksitasi 0 0 0 1 1 4 4 5 5 10 10 ED % 0 0 0 10 10 40 40 50 50 100 100

Keterangan : Kenaikan konsentrasi alkohol diikuti dengan kenaikan jumlah ikan yang mengalami eksitasi ED50 = [(5 x 4,2) + (5 x 4,55)] : 10 = 4,375 LD50 = ( 5 x 7 ) + ( 5 x 7,35 ) = 7,175 10

Laporan Farmakologi Blok IV

23

Index Therapy =

LD 50 = 7,175 : 4,375 = 1,64 ED 50

120 100 80 60 40 20 0
Grafik ED Grafik LD

Perhitungan % Alkohol Pada percobaaan ini dipakai alkohol 70% dengan berbagai konsentrasi. Adapun perhitungan % alkohol pada masing-masing dosis (letal dan efektif) di tiap-tiap tabung secara umum adalah:

% alkohol = ( Jumlah Alkohol : Jumlah Seluruh Cairan) x 70%


Contohnya pada dosis letal tabung 1 memakai 26 ml alkohol, sedangkan junlah cairan seluruhnya adalah 400 ml. Maka % alkohol tabung tersebut adalah : % alkohol =

26 x 70% 400

Perhitungan %ED (Effective Dose) Perhitungan %ED diketahui dari jumlah ikan yang eksitasi setelah 5 menit, yaitu sebagai berikut:

%ED =

( Jumlah Ikan yang Eksitasi Setelah 5 Menit : Jumlah Ikan Total ) x 100%

Perhitungan %LD (Lethal Dose)


Laporan Farmakologi Blok IV 24

Perhitungan %LD diketahui dari jumlah ikan yang mati setelah 5 menit, yaitu sebagai berikut: %LD = ( Jumlah Ikan Yang Mati Setelah 5 Menit : Jumlah Ikan Total )
x 100%

Dari hasil percobaan, dapat dilihat bahwa : %ED minimum adalah 0%; %ED maksimum adalah 100%; %LD minimum adalah 0%; %LD maksimum adalah 100%. ED 50 adalah sebesar 4,375; LD 50 adalah sebesar 7,175; Margin of Safety adalah 4,375 7,175; Index Therapy adalah 1,64

Index Therapy =

LD 50 = 7,175 : 4,375 = 1,64 ED 50

Index Therapy 1, hal ini menunjukkan bahwa alkohol 70% aman.

Laporan Farmakologi Blok IV

25

BAB V KESIMPULAN

Dari hasil percobaan, didapatkan bahwa ED 50 sebesar 4,375 dan LD 50 sebesar 7,175; Margin of Safety (jarak ED 50 LD 50) dianggap cukup lebar; Index Therapy didapatkan sebesar 1,64 (>= 1). Karena Margin of Safety cukup lebar dan Index Therapy lebih dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa alkohol 70% merupakan obat yang aman untuk digunakan selama dosisnya masih wajar.

Laporan Farmakologi Blok IV

26

DAFTAR PUSTAKA
Arini Setiawari, F.D., Suyatna, Zunilda SB. 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I Azalia Afridan, Udin Sjamsudin. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I.

Laporan Farmakologi Blok IV

27

III. PERCOBAAN III CARA PEMBERIAN DAN PEMAKAIAN OBAT

ABSTRAK
Cara pemberian dan pemakaian obat sangat mempengaruhi efektivitas kerja obat dalam tubuh. Oleh sebab itu, pemilihan cara pemberian dan pemakaian obat sangat penting diperhatikan untuk mendapat efek optimal dari suatu obat. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui kecepatan timbulnya efek dari obat dari berbagai macam cara pemberian obat, yaitu: 1. per oral 2. Rektal : masukkan obat ke dalam esophagus dengan jarum tumpul. : masukkan obat ke dalam anus dengan selang enema.

3. Intramuskuler (IM) : suntikkan obat pada otot gluteal. 4. Intravaskuler (IV) : suntikkan obat pada vena ekor selambat mungkin (0.02 ml/2 detik), dengan menggunakan jarum ukuran kecil. 5. Subkutan 6. Intraperitoneal : suntikkan obat dibawah kulit tengkuk. : suntikkan obat kedalam cavum peritonel di kuadran kiri bawah.

Kemudian selama satu jam, mengamati dan mencatat saat timbul dan lamanya gejala-gejala berikut: a. aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimuli masih normal. b. Aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli. c. Tidak ada respon terhadap stimuli, tapi masih dapat berdiri. d. Usaha untuk berdiri tidak berhasil. e. Tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri. Lalu, membuat grafik yang menggambarkan hubungan antara derajat aktivitas sebagai absis dan waktu sebagai ordinat. Hasil percobaan yang diperoleh berdasarkan gejala-gejala yang timbul diamati dalam 30 menit pertama dan 30 menit kedua. Pada percobaan didapatkan bahwa gejala-gejala yang timbul: secara per oral: a dan b; per rektal: a dan b: intra muscular: b dan b; intra vena: c dan d; sub kutan: b dan c; intra peritoneal: b dan c. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa cara pemberian obat (Diazepam) sampai menimbulkan efek yang tercepat adalah melalui pemberian secara inta Vena dan yang terlama adalah secara per oral.
Laporan Farmakologi Blok IV 28

BAB I PENDAHULUAN
Obat yang bereaksi dalam tubuh, masuk dengan beberapa cara pemberian yang berbeda mengalami beberapa tahap yaitu : absorbsi, distribusi, biotransformasi, kemudian obat diekskresikan dari dalam tubuh Berbagai cara pemberian obat menunjukkan reaksi yang berbeda. Tujuan dilakukannya pemberian dendan cara yang berbeda ini untuk mengetahui cara pemberian mana yang memberikan reaksi tercepat. Menurut hasil pengamatan, cara pemberian yang memberikan reaksi tercepat adalah melalui intravena Hal ini disebabkan karena obat tidak mengalami proses absorbsi. Sedangkan proses absorbsi terjadi pada cara pemberian lainnya (intraperitoneal, subkutan, intramuskular, rektal). Sedangkan cara pemberian obat yang memberikan reaksi paling lambat adalah per oral, karena mengalami proses absorbsi yang lebih lama dan kadar obat yang masuk di dalam tubuh tidak seluruhnya sampai ke tempat tujuan. Jadi, dengan dosis yang sama cara pemberian yang tercepat adalah dengan cara intravena (menyuntikan obat langsung ke dalam pembuluh darah).

Laporan Farmakologi Blok IV

29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bioavailabilitas menyatakan jangka waktu dan kecepatan absorbsi dari bentuk sediaan yang ditunjukkan oleh kurva kurun waktu terhadap konsentrasi pemberian obat secara sirkulasi sistemik. Ini terjadi karena pada obat-obat tertentu tidak semua yang absorbsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus (pada pemberian oral) dan atau pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination). Cara pemberian obat yang berbeda memberikan efektivitas dan tingkat absorbsi yang berbeda,mempengaruhi bioavailibilitas dan ada atau tidak eliminasi tingkat pertama. Pemberian obat per oral paling banyak dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitasnya, dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma. Pemberian secara intravena mempunyai keuntungan yaitu tidak mengalami tahap absorbsi, kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan dengan respon penderita. Pemberian ini dapat diberikan pada penderita yang tidak sadar atau dalam keadaan darurat. Kerugiannya adalah dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, efek toxic mudah terjadi karena kadar obat yang tinggi dapat segera mencapai darah dan jaringan, obat yang disuntikkan tidak dapat ditarik kembali. Penyuntikkan harus dilakukan perlahan sambil terus mengawasi respon penderita. Pemberian secara subkutan hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan, absorbsinya lambat sehingga efeknya dapat bertahan lama. Pemberian obat secara per rektal dapat diberikan pada penderita yang muntahmuntah, tidak sadar diri dan pasca bedah. Kerugiannya adalah dapat mengiritasi mukosa rektum, permukaan absorbsi tidak luas, absorbsi di rektum sering tidak lengkap dan teratur, dan obat sering lembek terutama pada daerah tropis. Pemberian secara Intramuskular (IM) diukur kecepatan absorbsinya berdasarkan kelarutan obat di dalam air. Obat yang sukar larut dalam air akan mengendap dan terhambat absorbsinya. Obat-obat dalam larutan minyak atau bentuk suspensi akan diabsorbsi dengan sanagt lambat dan konstant. Pemberian obat secara intraperitoneal tidak dilakukan pada manusia karena bahaya infeksi dan adhesi terlalu besar.

Laporan Farmakologi Blok IV

30

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA


Tujuan Mengetahui kecepatan timbulnya suatu efek obat yang dikehendaki dari berbagai macam cara pemberian obat. Obat : diazepam Alat o Beaker glass 600 ml. o Jarum suntik tumpul. o Spit tuberkulin. o Selang enema. Hewan coba : Mencit. Rencana Kerja Obat ini memberi efek hipnotik dan anestetik dengan berbagai cara pemberian. Dosis diazepam yang digunakan adalah 0,5 ml. 1. Siapkan 6 ekor mencit. 2. Berikan obatnya dengan cara : a. Per oral b. Rektal c. IM d. IV e. Subkutan : Masukkan obat kedalam oesofagus dengan jarum tumpul. : Masukkan obat ke dalam anus dengan selang enema. : Suntikkan pada otot gluteal. : Suntikkan pada vena ekor selambat mungkin (0,02ml / 2 detik). : Suntikkan di bawah kulit tengkuk.

f. Intra peritoneal: Menyuntikkan obat ke dalam cavum peritoneal di kuadran kiri bawah. 3. Amati selama1 jam, catat saat timbul dan lamanya gejala-gejala berikut. a. Aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimuli masih normal b. Aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli c. Tidak ada respon terhadap stimuli, tapi masih dapat berdiri d. Usaha untuk berdiri tidak berhasil e. Tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri
Laporan Farmakologi Blok IV 31

4. Buatlah grafik yang menggambarkan hubungan antara derajat aktivitas sebagai absis dan waktu sebagai ordinat. Pertanyaan 1. Sebutkan keuntungan dan kerugian obat secara oral ! 2. Sebutkan bentuk-bentuk sediaan obat yang digunakan per oral ! 3. Apa keuntungan dan kerugian pemberian obat secara parenteral ? 4. Sebutkan bentuk sediaan obat yang digunakan per rektal! Jawaban 1. Keuntungan : mudah dilakukan secara sendiri, murah, dan aman. Kerugian: a. lambat diserap, harus melewati metabolisme lintas pertama/ first pass metabolism b. banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitasnya c. dapat mengiritasi saluran cerna

d. perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma. 2. Bentuk-bentuk sediaan obat yang digunakan per oral a. Tablet b. kapsul c. puyer d. pil e. sirup 3. Keuntungan Kerugian : lebih cepat diabsorbsi, dipakai dalam keadaan darurat.

: relatif mahal, membutuhkan cara asepsis, menimbulkan rasa nyeri

4. Bentuk sediaan obat yang digunakan per rektal Suppositoria, Enema

Laporan Farmakologi Blok IV

32

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


Hasil percobaan Tabel hubungan antara derajat aktivitas dan waktu Gejala I II III IV V per oral 13 19 23 29 39 per rektal 30 40 IM 3 4 10 13 15 IV 3 5 8 10 12 subkutan 6 10 25 29 36 intra peritoneal 3 5 20 48 53

Grafik hubungan antara derajat aktivitas dan waktu

Grafik
60 50 40 Waktu 30 20 10 0 1 2 3 4 5 peritoneal subkutan IV oral rektal IM

Keterangan: a = spontan berkurang, respon terhadap stimuli masih normal b = aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli c = tidak ada respon terhadap stimuli tetapi masih dapat berdiri d = usaha untuk berdiri tidak berhasil e = tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri
Laporan Farmakologi Blok IV 33

Pembahasan Pemberian obat yang berbeda-beda akan memberikan efektifitas dan tingkat absorbsi yang berbeda dalam tubuh. a. Per Oral 30 pertama: usaha untuk berdiri gagal. 30 kedua: tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri.

Reaksi obat yang disuntikkan per oral lebih lambat menunjukkan efek karena harus melewati first pass metabolism sebelum mencapi saluran sistemik. Pemberian obat per oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Kerugiannya adalah banyak faktor dapat mempengaruhi biovaibilitasnya, obat dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan bila pasien koma. b. Per Rektal: 30 pertama: aktivitas spontan berkurang, respon terhadap stimulin masih normal. 30 kedua: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi

terhadap stimuli Reaksi obat yang disuntikan per rektal berlangsung lebih lambat. Keuntungan pemberian secara per rectal, yaitu dapat diberikan pada penderita yang muntah-muntah, tidak sadar diri dan pasca bedah. Sedangkan kerugiannya adalah dapat engiritasi mucosa rectum, permukaan absorbsi tidak luas, absorbsi di rectum sering tidak lengkap dan teratur, obat sering lembek terutama daerah tropis. c. Intra Muskular: - 5 pertama: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan-gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli - 5 kedua: tidak ada respon terhadap stimuli tapi masih dapat berdiri. - 5 ketiga: tidak ada gerakan sama sekali, tidak ada usaha untuk berdiri. Reaksi obat berlangsung cepat karena obat hanya perlu menembus lapisan muskular sebelum mencapai pembuluh darah tidak seperti per oral. Pada suntikkan intramuskular (IM), kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorbsi. Obat yang sukar larut dalam air pada pH fisiologik akan mengendap ditempat suntikan sehngga absorbsinya berjalan lambat, tidak lengkap, dan tidak teratur. Absorbsi lebih cepat di deltoid atau vastus lateralis daripada gluteus

Laporan Farmakologi Blok IV

34

maksimus. Obat-obat dalam larutan minyak atau bentuk suspensi akan diabsorbsi dengan sangat lambat dan konstan. d. Intra Vena: 5 pertama: aktivitas spontan hilang, timbul gerakan- gerakan tak terkoordinasi 5 kedua: usaha untuk berdiri tidak berhasil 5 ketiga: tidak ada gerakan sama sekali, dan tidak ada usaha untuk berdiri.

terhadap stimuli. -

Reaksi obat berlangsung sangat cepat karena obat langsung masuk ke saluran peredaran darah sistemik Pemberian secara intravena, keuntungannya adalah tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita, dapat diberikan kepada penderita yang tidak sadar/muntahmuntah, sangat berguna dalam keadaan darurat, dinding pembuluh darah relatif tidak sensitif dan bila disuntikkan perlahan-lahan obat segera diencerkan oleh darah. Kerugiannya adalah menimbulkan rasa nyeri,efek toksik mudah terjadi karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, obat yang disuntikkan tidak dapat ditarik kembali. Penyuntikkan IV harus dilakukan perlahan-lahan sambil terus mengawasi respons penderita. e. Subkutan: - 30 pertama: usaha untuk berdiri tidak berhasil. - 30 kedua: tidak ada gerakan sama sekali, dan tidak ada usaha untuk berdiri. Reaksi obat berlangsung lebih lambat dibanding muskular dikarenakan jarak antara tempat penyuntikan dengan tempat peredaran darah lebih dekat Suntikkan subkutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan, absorbsi lambat sehingga efek bertahan lama. f. Intra Peritoneal -5 pertama-5 ketiga : aktivitas spontan menghilang, timbul gerakan- gerakan tak terkoordinasi terhadap stimuli - 5keempat-5 kesepuluh : tidak ada respon terhadap stimuli, tetapi masih adapat berdiri. - 5 kesebelas: tidak ada gerakan sama sekali dan tidak ada usaha untuk berdiri. Reaksi obat berlangsung lebih lambat dibandingkan subkutan Suntikkan intraperitoneal tidak dilakukan pada manusia karena berbahaya infeksi dan adesi terlalu besar.
Laporan Farmakologi Blok IV 35

BAB V KESIMPULAN
Dari berbagai macam pemberian obat Diazepam yang paling cepat menimbulkan efek pada binatang percobaan (mencit) adalah secara intravena,lalu berturut-turut diikuti oleh intramuskular, subkutan, peroral, dan intraperitoneal.

Laporan Farmakologi Blok IV

36

DAFTAR PUSTAKA

Arini Setiawari, F.D., Suyatna, Zunilda SB. 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I Azalia Afridan, Udin Sjamsudin. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FK UI. Bab I.

Laporan Farmakologi Blok IV

37

IV. PERCOBAAN IV TIMBULNYA EFEK OBAT DAN LAMANYA KERJA OBAT

ABSTRAK
Suatu tindakan medis yang invasif, cenderung menimbulkan rasa sakit dan atau rasa tidak nyaman. Untuk mengatasi masalah ketidaknyamanan tersebut, diperlukan suatu obat anastesi. Obat anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anestesi lokal (tanpa disertai hilangnya kesadaran) dan anestesi umum (disertai hilangnya kesadaran). Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari anestesi umum khususnya tentang onset of action dan duration of action. Onset of action adalah waktu mulai dari diberikannya obat sampai obat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek pertama kali. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi, cara pemberian, formulasi obat dan distribusinya dalam tubuh. Duration of action adalah lamanya waktu dari saat timbulnya efek yang pertama kali sampai hilangnya efek obat (lamanya efek). Tergantung dari sifat ikatan obat-reseptor, waktu paruh obat dalam plasma, adanya zat-zat yang bersifat agonis atau antagonis dan kecepatan tubuh mengeliminasi obat. Percobaan ini menggunakan kelinci seberat 2,4 kg yang diberi obat anestesi dari golongan benzodiazepin yaitu Natrium Tiopental (dosis 0,5ml / kg BB), dengan pemberian secara parenteral. Pada percobaan, kelinci disuntik (pada vena marginalis di bagian dorsal telinga) Natrium Tiopental sebanyak 1 ml sudah memasuki stadium anestesi dengan ciri-ciri : frekuensi pernapasan dan denyut jantung berkurang, tonus otot dan reflex kornea menghilang, serta pupil melebar. Kelinci memasuki stadium anestesi 6 menit setelah penyuntikan dimulai dan berada dalam stadium anestesi hanya selama 12 menit. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Natrium Tiopental memiliki onset of action yang cepat dan duration of action yang relative singkat.

Laporan Farmakologi Blok IV

38

BAB I PENDAHULUAN

Obat hipnotik sedatif adalah golongan obat depresan SSP (sistem saraf pusat) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan, yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma, dan meninggal. Obat anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anestesi lokal (tanpa disertai hilangnya kesadaran) dan anestesi umum (disertai hilangnya kesadaran). Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari anestesi umum khususnya tentang mulai kerjanya (onset of action) dan lama kerjanya (duration of action). Obat yang telah diabsorbsi baru dapat menimbulkan efek bila berikatan dengan reseptor yang sesuai pada sel organisme (teori pendudukan reseptor). Percobaan ini menggunakan kelinci seberat 2400 gr yang diberi obat anestesi dari golongan benzodiazepin yaitu diazepam (dosis 0,7
mg

/ml / 1.5 kg BB), dengan pemberian

secara intra vena. Pada percobaan, kelinci disuntik pada vena marginalis di bagian dorsal telinga sebanyak 1,6 ml dan memasuki stadium anestesi dengan ciri-ciri : tidur, pernafasan teratur, refleks korne (-), ukuran pupil sedang, otot relaks. Percobaan ini tidak memakai barbiturate sebagai hipnotik-sedatif, melainkan diazepam (golongan benzodiazepin), dimana onset of action dan duration of actionnya tidak diketahui secara persis, berbeda dengan Na-Tiopenthal yang diketahui merupakan barbiturate dengan masa kerja sangat singkat. Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari anestesi umum khususnya tentang mulai kerjanya (onset of action) dan lama kerjanya (duration of action).

Laporan Farmakologi Blok IV

39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Onset of action adalah waktu mulai dari diberikannya obat sampai obat berikatan dengan reseptor dan menimbulkan efek pertama kali. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi, cara pemberian, formulasi obat dan distribusinya dalam tubuh. Komponen reseptor yang paling penting adalah protein. Ikatan obat dengan reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, atau kovalen. Tetapi umumnya berupa campuran berbagai ikatan tersebut. Ikatan kovalen merupakan ikatan yang kuat, sehingga pada umumnya obat yang terikat secara kovalen dengan reseptornya memiliki waktu kerja yang panjang. Duration of action adalah waktu dari saat timbulnya efek yang pertama kali sampai hilangnya efek obat. Dipengaruhi dari waktu paruh obat dalam plasma, adanya zat-zat yang bersifat agonis atau antagonis dan kecepatan tubuh mengeliminasi obat. Eliminasi essensial adalah jumlah total dari semua proses yang mengakhiri kerja obat. Waktu paruh adalah lamanya waktu yang diperlukan dari kadar maksimum obat dalam plasma (kadar terapiutik maksimum) sampai kadar tersebut menjadi setengahnya (kadar terapiutik minimum). Zat yang bersifat agonis artinya bekerja secara sinergis dengan obat yang dipakai, dengan demikian memperkuat efek obat, sedangkan yang bersifat antagonis berarti kerjanya berlawanan atau menghambat kerja obat yang dipakai. Untuk mengetahui kapan obat anestesi mulai bekerja serta kapan pengaruhnya berkurang hingga akhirnya hilang, kita harus mengetahui efek yang ditimbulkan obat itu. Efek Anestesi Umum : a. Efek Utama Keadaan di bawah sadar, analgesia, sedasi, hipnosis, amnesia. b. Efek Samping

Laporan Farmakologi Blok IV

40

Tergantung cara pemberian dan jenis obatnya. Efek samping dapat dikurangi dengan adanya obat-obat medikasi preanestetik, yang dibagi menjadi 5 golongan yaitu analgesik narkotik, sedatif barbiturat, sedatif non barbiturat, antikolinergik, dan penenang. Obat anestesi umum menurut bentuk fisiknya: 1. Anestetik Gas Anestetik ini berpotensi rendah sehingga biasanya ditunjukan untuk induksi dan operasi ringan. Selain itu tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesia dan efek letal cukup besar. Contoh anestetik gas adalah nitrogen monoksida dan siklopropan. 2. Anestetik yang Menguap. Berbentuk cairan pada suhu kamar. Mempunyai sifat anestetik kuat pada kadar rendah. Relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Contohnya adalah eter, enfluran, halotan, metoksifluran, trikloretilen, dan fluroksen.

3. Anestetik yang Diberikan Secara Intra Vena. Jenis ini dilaksanakan untuk: Induksi anestesi. Induksi dan pemeliharaan anestesi bedah singkat. Suplementasi hipnosis pada anestesi atau analgesia lokal. Sedasi pada beberapa tindakan medik. Contohnya adalah barbiturat, ketamin, diazepam, droperidol, dan fentanil.

Menurut bentuknya itu, obat anestesi dapat diberikan dengan cara: 1. Anestetik Inhalasi a. Open Drop Method Digunakan untuk anestetik yang menguap. Peralatan yang diperlukan sederhana dan tidak mahal. Kekurangan cara ini adalah kadar zat anestetik yang sudah diberikan tidak diketahui dan pemakaian zat anestetik boros. b. Semiopen Drop Method Cara ini hampir sama dengan Open Drop Method, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker. Untuk menghindari hipoksia karena
Laporan Farmakologi Blok IV 41

udara yang sama terhisap kembali, dialirkan O2 melalui pipa yang ditempatkan di bawah masker. c. Semiclosed Method Udara yang terhisap mengandung O2 murni dan zat anestetik yang dapat diukur kadarnya melalui vaporizer. Keadaan hipoksia dapat dihindarkan. d. Closed Method Cara kerjanya mirip Semiclosed Method. Keuntungannya ialah adanya NaOH yang dapat mengikat CO2 sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi, tetapi cara ini relatif mahal. 2. Anestetik Parenteral Intra vena atau intra musculer. Obat yang biasa digunakan secara IV ialah tiopenthal, sedangkan ketamin dapat digunakan secara IV maupun IM. Pemilihan bentuk sediaan dan cara pemberian anestetik tidak boleh sembarangan, tetapi harus berdasarkan pada keadaan penderita, sifat anestetik umum, jenis operasi yang dilakukan, obat yang tersedia serta ada tidaknya tenaga anestetik. Barbiturat sering digunakan untuk menghasilkan efek hipnotik sedatif. Merupakan turunan asam barbiturat hasil reaksi kondensasi antara urea dengan asam malonat. Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Efek lainnya yaitu antiansietas, hipnotik, anestesi umum dan antikonvulsi. menghilangkan kesadaran. menghambat pusat pernapasan menghambat kontraksi otot jantung. cenderung menurunkan tonus otot usus dan amplitudo gerakan kontraksinya. berefek terhadap sistem metabolisme obat tidak berefek buruk terhadap ginjal sehat. Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, antisiolitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda dan pengurangan pada rangsangan emosi ansietas. Benzodiazepin bukan suatu depresan umum seperti barbiturate. Peningkatan dosis benzodiazepin menyebebkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hypnosis dan dari hypnosis ke stupor.
Laporan Farmakologi Blok IV 42

Sering dinyatakan sebagai efek anesthesia, tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anestesi umum yang spesifik, karena kesadaran penderita tetap bertahan dan relaksasi otot yang diperlukan untuk pembedahan tidak tercapai.

Pada dosis Preanestetik benzodiapin menimbulkan amnesia anterograd. Bila akan digunakan sebagai anestesi umum untuk pembedahan benzodiazepine harus dikombinasikan dengan pendepresi SSP lainnya. Beberapa benzodiazepinmenginduksi hipotonia otot tanpa mengganggu gerak otot normal. Benzodiazepin tidak menimbulkan efek hiperalgesia, berbeda dengan barbiturate.

Indikasi Benzodiazepin: Insomia Ansietas Spasme otot Sebagai medikasi preanestesi dan anestesi.

Mekanisme Kerja Benzodiazepin 1. Merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam -aminobutyric acid (GABA; suatu neurotransmitter penghambat) sebagai mediator. 2. Reseptor GABA teraktivasi maka saluran klorida terbuka, klorida masuk ke dalam sel, meningkatkan potensial elektrik sepanjang membrane sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. 3. Kemungkinan terbukanya kanalklorida sangat ditingkatkan oleh terikatnya GABA pada reseptor kompleks tersebut. 4. Benzodiazepin tidak dapat membuka kanal klorida dan menghambat neuron sehingga merupakan depresan yang relatif aman, sebab depresi neuron yang memerlukan transmitor bersifat self limiting. Farmakokinetik 1. Lama kerja tergantung pada: Kecepatan metabolisme hati. Derajat kelarutannya dalam lemak. Ikatan pada protein plasma.

2. Semua benzodiazepine diabsorbsi secara sempurna,kecuali klorazepat.

Laporan Farmakologi Blok IV

43

3. Volume distribusi benzodiazepine adalah besar dan banyak diantaranya menaik pada usia lanjut. 4. Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan dieksresikan ke dalam ASI. 5. Benzodiapezin dimetabolisme secara ekstensif oleh beberapa system enzim mikrosom hati. 6. Metabolisme benzodiazepine terjadi dalam 3 tahap, yaitu desalkilasi, hidroksilasi dan konyugasi. 7. Kadar benzodiazepine pada cairan serebrospinalis kira-kira sama dengan kadar obat bebas dalam darah. 8. Beberapa benzodiazepine dimetabolisme menjadi metabolit yang aktif sehingga duration of action benzodiazepine tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat asalnya (umumnya memiliki duration of action yang relative panjang). Efek Samping : Headedness, loassitude, lambat bereaksi, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi motor, gangguan koordinasi berpikir, bingung, amnesia anterograd, mulut kering dan rasa pahit. Interaksi dengan etanol menyebabkan depresi berat, psikologik paradoks (jarang), dapat menyebabkan ketergantungan obat. Efek samping lain yang relatif umum adalah lemah badan, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual, muntah, diare, sakit epigastrik, sakit sendi, sakit dada dan inkontinensia. Termasuk golongan benzodiazepin. Obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nystagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesic narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anestesi regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anesthesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovakular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.

Laporan Farmakologi Blok IV

44

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

Obat Alat-alat

: Diazepam : Wing Needle Diposible syringe 3 ml Kapas Alkohol 70% Papan kelinci

Hewan : Kelinci

Rencana Kerja 1. Timbanglah berat badan kelinci. Perhatikan keadaan umum, aktivitas, dan pernapasannya. Jangan bertindak kasar. 2. Hitunglah obat yang diperlukan dengan dosis 0,7 mg/ml / 1.5 kg BB. 3. Baringkan dan ikat pangkal paha kelinci di papan. 4. Suntikan obat ke dalam vena marginalis sebelah dorsal dari salah satu daun telinga kelinci dengan mengarahkan jarum suntik ke pangkal telinga dengan kecepatan 0,02 ml/2 detik sampai tercapai anestesi (tidur, pernapasan teratur, reflek kornea (-), ukuran pupil sedang, otot relaks). Bila sudah tercapai anestesi, hentikan penyuntikan. 5. Catatlah Saat penyuntikan Saat mulai anestesi Jumlah obat yang terpakai Lama kelinci teranestesi

Laporan Farmakologi Blok IV

45

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Berat badan kelinci Dosis

: 2400 gram : 0,7 mg/ml / 1.5 kg BB

Butuh

0,7mg x : 1,5kg 2,4kg 1,5 x 1,68 x 1,12mg


1,12 mg 1.6ml 0,7mg / ml
: 12.42 WIB : 12.48 WIB : 13.00 WIB : 6 menit : 12 menit : 1,5 ml

Jumlah obat yang diberikan :

Saat penyuntikan Saat mulai teranestesi Selesai anestesi Onset of action Duration of action Jumlah obat yang terpakai

Hasil Pengamatan pada Kelinci Percobaan Keadaan Pernapasan Denyut Jantung Tonus Otot Reflek Kornea Sebelum 148 x / menit 148 x / menit Aktif + Sesudah 72 x / menit 72 x / menit Relaks -

Laporan Farmakologi Blok IV

46

Diameter Pupil Warna pembuluh darah

0.7 cm Merah Muda

0.6 cm Putih Pucat

PEMBAHASAN Diazepam memiliki onset of action yang cepat. Terbukti dari hasil percobaan yang telah dilakukan. Segera setelah kelinci diberi diazepam secara intra vena, maka kelinci tersebut mengalami anestesi. Hal ini disebabkan oleh sifat diazepam yang mudah larut dalam lemak dan memiliki sifat hipnotik sedatif, antikonvulsi, anestesi, SSP depresan. Pada percobaan, kelinci hanya disuntik diazepam sebanyak 1,5 ml, bukan 1,6 ml yang sesuai dengan perhitungan dosis yang seharusnya, karena dengan dosis 1,5 ml kelinci sudah memasuki masa anestesi dengan ciri-ciri: frekuensi pernapasan dan denyut jantung berkurang, tonus otot dan reflek kornea menghilang, serta pupil melebar. Kelinci berada dalam masa anestesi hanya selama 12 menit. Hal ini menunjukan bahwa diazepam memiliki duration of action yang singkat. Efek yang singkat ini dikarenakan diazepam: Cepat berdifusi keluar otak dan jaringan yang sangat vaskuler. Kemudian didistribusikan ke jaringan otot, lemak & seluruh jaringan tubuh lain. Penimbunan pada jaringan lemak dan otot menyebabkan kadarnya dalam plasma turun secara cepat. Pada manusia, lebih dari 65 % diazepam yang masuk ke dalam sirkulasi darah akan terikat pada protein plasma. Waktu paruhnya akan meningkat pada kehamilan, penyakit hati kronis dan pada penggunaan obat yang berulang. Eliminasinya berlangsung lebih cepat pada orang berusia dewasa muda dibandingkan pada orang berusia tua atau anak-anak.

Laporan Farmakologi Blok IV

47

BAB V KESIMPULAN

Onset of action adalah mula kerja dalam percobaan kelinci mulai teranestesi setelah 6 menit penyuntikan. DOA adalah lamanya obat memiliki efek farmakologis. Dalam percobaan ini kelinci teranestesi selama 12 menit. Teranestesi dengan ciri : Tidur, nafas teratur, refleks kornea (-), tonus relaks, ukuran pupil sedang Denyut jantung : 72x/menit Pernafasan : 72x/menit

Warna pembuluh darah jadi lebih pucat.

Laporan Farmakologi Blok IV

48

DAFTAR PUSTAKA
SB, Zunilda, Arini Setiawati dan F. D. Suyatna. 1995. Penghantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FK-UI. Hal: 10; 18-19 SK, Toni Handoko. 1995. Anestesi Umum. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FK-UI. Hal: 109-123 Wiria, Metta Sinta sari dan Toni Handoko SK. 1995. Hipnotik Sedatif dan Alkohol. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FK-UI. Hal: 134-139

Laporan Farmakologi Blok IV

49

V.

PERCOBAAN V

VARIASI INDIVIDU TERHADAP OBAT

ABSTRAK
Pemberian suatu obat dengan dosis yang sama kepada suatu individu pada populasi yang sama belum tentu memberikan efek yang sama, inilah yang disebut variasi biologis individu terhadap obat. Variasi yang terjadi dapat berupa hipereaksi, hiporeaksi, alergi, atau bahkan toksik. Variasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor dari pemakai obat tersebut. Untuk mengetahui variasi individu terhadap obat dan pentingnya dalam klinik. Maka dilakukan percobaan mengenai variasi individu terhadap obat. Percobaan dilakukan dengan memberikan Diazepam dengan dosis yang sama yaitu 0,5 ml/ mencit pada 12 ekor mencit. Obat kita suntikan secara intra peritoneal. Lalu diamkan selama 1 jam dan perhatikan tingkah laku mencit-mencit tersebut. Amati timbulnya ataksia, relaksasi otot, reaksi terhadap rangsang nyeri dan pernafasannya. Kemudian kita catat intensitas pengaruh obat, dan dinyatakan dalam tanda +. Intensitas obat dapat berupa + yaitu untuk pengaruh obat terhadap mencit yang sangat sedikit sampai ++++ yaitu untuk mencit yang mati. Setelah satu jam didapatkan hasil: + untuk 6 ekor mencit, ++ untuk 4 ekor mencit dan untuk +++ 2 ekor mencit dan ++++ tidak ada Kesimpulan dari percobaan ini adalah bahwa pemberian suatu obat dengan cara yang sama pada dosis yang sama dapat memberikan respon yang bervariasi untuk tiap individu pada populasi yang sama. Hal ini disebut variasi individu terhadap obat.

Laporan Farmakologi Blok IV

50

BAB I PENDAHULUAN

Pemberian obat pada populasi yang sama dan cara pemberian yang sama dapat menimbulkan respon pada tingkat yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Perbedaan berat badan , tinggi badan, atau sifat-sifat lain dari individu akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap pemakaian obat. Bahkan ada individu yang memberikan reaksi yang dinamakan Drug Allergy. Pada percoaban ini digunakan obat Diazepam. Obat ini memberi efek sedatif, hipnotik, dan antikonvulsi. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melihat adanya variasi individual pada pemberian Diazepam dengan dosis dan cara pemberian yang sama pada mencit , yaitu pada dosis 0,5ml untuk setiap mencit dan diinjeksikan secara intra peritoneal.

Laporan Farmakologi Blok IV

51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Variasi individu adalah variasi dalam respon terhadap dosis obat yang sama populasi yang sama. Hubungan antara dosis dan efek digambarkan dalam kurva sigmoid yang memiliki 4 variabel, yaitu potensi, efek maksimal, slope, dan variasi individu. Variasi individu digambarkan dengan garis horizontal dan vertikal. Garis horizintal menunjukkan bahwa untuk menimbulkan efek obat dengan intensitas tertentu pada suatu populasi diperluka rentang dosis sedangkan garis vertikal bahwa pemberian obat dengan dosis tertent pada populasi akan menimbulkan suatu rentang intesitas efek.

1.1 Sigmoid curve Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi biologis : Dosis yang diberikan (reseo) * kepatuhan penderita * kesalahan medikasi Dosis yang diminum Faktor-faktor farmakokinetik : * absorbsi (jumlah dan kecepatan) * distribusi * biotransformasi * ekskresi
Laporan Farmakologi Blok IV 52

Kadar di tempat kerja obat Faktor-faktor farmakodinamik : * interaksi obat-reseptor * keadaan fungsional * mekanisme homeostatik Intensitas efek farmakologi (Respons Penderita)

Variasi individu dipengaruhi oleh : usia jenis kelamin berat badan faktor genetik cara pemberian obat absorbsi ekskresi biotransformasi kecepatan absorbsi saat pemberian faktor lingkungan.

Kondisi Fisiologis Usia pada neonatus dan prematur terdapat perbedaan respon yang terutama disebabkan oleh belum sempurnanya berbagai fungsi farmakokinetik tubuh, yaitu fungsi biotransformasi hati (terutama glomerulus hidroksilasi) yang kurang, fungs ekskresi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuh) yang hanya 60-70% dari fungsi ginjal dewasa. Kapasitas ikatan protein plasma (terutama albumn) yang rendah, dan sawar darah otak serta sawar kulit yang belum sempurna. Sedangkan pada usia lanjut, perbedaan respon disebabkan oleh beberapa faktor seperti penurunan fungsi ginjal, perubahan faktor-faktor farmakodinamik, adanya berbagai macam penyakit, dan penggunaan banyak obat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi obat.
Laporan Farmakologi Blok IV 53

Berat badan penting digunakan untuk menghitung dosisi yang dinyatakan dalam mg/kg. Akan tetapi, perhitungan dosis anak dari dosisi dewsa berdasekan berat badan saja. Seringkali menghasilkan dosis anak yang terlalu kecil karena anak memiliki laju metabolisme yan lebih tinggi sehingga per kg berat badannya membutuhkan dosis yang lebih tinggi daripada orang dewasa (kecuali pada neonatus)

Kondisi Patologis Penyakit saluran cerna : mengurangi kcepatan dan atau jumlah obat yang diabsorbsi pada pemberian oral melalui perlambatan pengosongan lambung, percepatan waktu transit dalam saluran cerna. Penyakit kardiovaskular : mengurangi distribusiobat dan alian darah ke hepar dan ginjal untuk eliminasi obat sehingga kadar obat tinggi dalam darah dan menimbulkan efek yang berlebihan atau efek toksik. Penyakit hati : mengurangi metabolisme obat di hati dan sintesis protein plasma sehingga meningkatkan kadar obat, terutama kadar bebasnya dalam darah dan jaringan. Penyakit ginjal : mengurangi ekskresi obat aktif maupun metabolitnya yang aktif melalui ginjal sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah dan jaringan, dan menimbulkan respon yang berlebihan atau efek toksik.

Reaksi Individu Terhadap Obat o Alergi o Hipereaktif o Hiporeaktif o Toleransi o Idiosinkrasi : reaksi yang tidak diharapkan dalam hubungan dengan imunologi. : efek yang timbul berlebihan. Dosis rendah sekali sudah memberikan efek. : efek baru timbul setelah diberikan dosis yang tinngi sekali : hiporeaktif akibat penggunaan obat bersangkutan sebelumnya. : efek obat yang aneh (Bizarre), ringan maupun berat, tidak tergantung dosisi dan sangat jarang terjadi. Biasanya dipengaruhi oleh genetik dalam metabolisme obat atau mekanisme imunologik.

Laporan Farmakologi Blok IV

54

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

A. Bahan percobaan Obat-obatan Alat-alat : diazepam 0.5 ml : 12 beaker glass Spuit tuberkulin Hewan B. Cara kerja 1. Siapkan 12 ekor mencit. 2. Tempatkan masig-masing dalam beaker gelas. 3. Suntikkan intra peritoneal diazepam dengan dosis 0,5ml 4. Perhatikan tingkah laku mencit-mencit tersebut, amati timbulnya : 12 ekor mencit (tikus putih)

ataksia,relaksasi otot, reaksi terhadap ragsang nyeri , dan pernafasannya selama 1 jam. 5. buat grafik yang menggambarkan hubungan antara tingkat pengaruh obat dengan jumlah mencit yang berada pada pengaruh obat. Absis : tingkat pengaruh obat Ordinat: jumlah mencit

Tingkat pengaruh obat + ++ : untuk pengaruh sedikit sekali : untuk pengauh sedang tidur tapi masih dapat bereaksi terhadap rangsangan +++ : untuk mencit yang lemah relax dan tidak dapat dibangunkan

++++ : untuk mencit yang mati

Laporan Farmakologi Blok IV

55

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Berat badan mencit : 20 gram Dosis : 0,1 mg/ml

Dosis yang diberikan : 0,25 ml Hasil :

7 6 Jumlah Mencit 5 4 3 2 1 0 + ++ +++ ++++

Tingkat Pengaruh Obat

Laporan Farmakologi Blok IV

56

Tingkat Pengaruh Obat + ++ +++ ++++

Jumlah Mencit

Presentase

6 4 2 -

50% 33,3% 16,6 -

PEMBAHASAN
Dilihat dari hasil percobaan maka dari 8 ekor mencit, 3 ekor mencit menunjukkan tanda + (pengaruh sedikit sekali),5 ekor mencit menunjukkan tanda ++ (pengaruh sedang, tidur tapi masih bereaksi terhadap rangsang), dan tidak ada mencit yang menunjukkan tanda +++ (lemah relax dan tidak dapat dibangunkan) dan ++++ (mati). Jadi dapat dilihat bahwa terjadi variasi dalam respon tiap individu, meskipun obat yang diberikan dosis dan cara pemberiannya sama. Hal ini terjadi dikarenakan adanya variasi individu, dimana pada pemberian obat pada populasi yang sama dan cara pemberian serta dosis yang sama dapat menimbulkan respon pada tingkat yang berbeda-beda pada masing-masing individu.

Laporan Farmakologi Blok IV

57

BAB V KESIMPULAN

Pemberian obat yang sama dengan cara yang sama dan dosis yang sama dapat memberikan respon yang bervariasi untuk tiap individu pada populasi yang sama. Peristiwa ini disebut variasi individu terhadap obat. Efek yang paling banyak terlihat adalah pengaruh ++ (tikus dalam pengaruh sedang, tidur tapi masih dapat dibangunkan).

Laporan Farmakologi Blok IV

58

DAFTAR PUSTAKA

Zunilda SB, Arini Setiawati, F.D. Suyatna 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. FK UI. Edisi 4. Halaman 7 Arini Setiawati,Armen Muchtar.1995.Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. FK UI. Edisi 4. Halaman 820-829

Laporan Farmakologi Blok IV

59

You might also like