You are on page 1of 16

PEMANFAATAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus) SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN BERBAGAI MACAM KERAJINAN

MAKALAH SMALL RESEARCH PROJECT ETNOBOTANI

Disusun oleh Ali Murtado (081810401011)

Dina Dwi Anggraeni (091810401014) Narita Ayu Maharani (101810401003) Kunti Anis Azizah (101810401004)

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bambu merupakan anggota dari famili poaceae yang dimanfaatkan oleh masyarakatindonesia secara luas, sejak jaman dahulu. Persebaran tanaman bambu ini cukup luas meliputi asia tenggara,yang terdiri dari 20 genera. Dan berkisar 60 jenis bambu ditemukan di wilayah indonesia. Sejak jaman dahulu bambu telah dimanfaatkan oleh masyarakat indonesia untuk berbagai keperluan,antara lain sebagai bahan bangunan, bahan kerajinan dan peralatan rumah tangga. Adapun beberapa keuntungan dari tanaman bambu diantaranya, adalah sebagai berikut ini; Pertumbuhan tercepat dari semua tanaman: 30 hingga 90 cm perhari. Sifat ketahanan yang lebih kuat dari pada kayu. Pencapaian kekuatan maksimal saat baru berumur tiga hingga lima tahun. Waktu panen yang lebih cepat daripada kayu (bambu dapat dipanen tiga kali dalam 10 tahun). Pemrosesan yang minimal saat setelah dipanen. Tanaman yang dapat digunakan sebagai kontrol terhadap erosi tanah. Tanaman yang dapat menyerap polutan karbon. Material yang dapat diperbaharui serta berkelanjutan. Kebutuhan pemakaian penyubur serta air yang minimal. Penghasil biomassa tujuh kali lipat lebih banyak daripada hutan pepohonan biasa

Selain beberapa keuntungan tersebut tanaman bambu juga memiliki sifat-sifat fisik antara lain ulet, kulit yang tebal, mudah beradaptasi, memiliki kemampuan tumbuh yang cepat dan mudah untuk dibiakan. Bagi masyarakat indonesia secara luas bambu merupakan tanaman yang multifungsional selain sebagai bahan baku peralatan rumah tangga, bahan bangunan dan bahan kerajinan menurut beberapa literatur beberapa jenis bambu dapat digunakan sebagai obat. Masing-masing jenis bambu memiliki karakter khusus sehingga sesuai dengan barang atau kerajinan yang akan dibuat. Jenis bambu yang banyak dipergunakan sebagai bahan baku kerajinan dan peralatan rumah tangga adalah bambu tali (Gigantochloa apus) karena memiliki kelenturan atau elastisitas yang tinggi sehingga tidak mudah patah dan ulet.

1.2 Permasalahan Bambu tali atau yang lazim disebut bambu apus adalah jenis bambu yang banyak di pergunakan sebagai bahan baku kerajinan oleh masyarakat secara luas begitu juga di Desa Antirogo Dusun Jambuan, bambu dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan unik yang tidak ditemukan di tempat lain. Pada permasalahan ini kelompok ingin mengetahui seberapa besar potensi bambu sebagai bahan baku kerajinan serta pemanfaatan dari produk kerajinan bambu tersebut,sehingga diperlukan obsevasi lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar potensi bambu apus serta pemanfaatannya dan didapatkan data yang mendukung.

1.3 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar potensi yang dimiliki bambu tali atau bambu apus sebagai bahan baku kerajinan serta pemanfaatan dari produk kerajinan bambu tersebut di masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bambu merupakan sumber daya hutan bukan kayu. Bambu termasuk kedalam famili Gramineae, suku Bambuseae dan sub famili Bambusoideae, memiliki karakteristik seperti kayu. Bambu terdiri dari batang, akar Rhizoma yang kompleks dan mempunyai sistem percabangan dan tangkai daun yang menyelubungi batang (Dransfield dan Widjaya, 1995). Heyne (1987) menyatakan bambu merupakan tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berongga, mempunyai ranting, berimpang, mempunyai daun buluh yang menonjol. Berbeda dengan rotan, buluh bambu sulit untuk dibengkokkan. Bambu tidak memiliki elemen-elemen sel radial seperti dalam kayu. Batang bambu berbentuk seperti pipa-pipa pada jarak-jarak tertentu terdapat sekat.Bagian dalam dan bagian luar bambu dilapisi oleh kutikula (kulit) yang keras. Batang mencapai tinggi lengkap dalam setengah tahun pertama dan dalamdua tahun kemudian terjadi lignifikasi dan batang menjadi dewasa. Batang dewasa pada bagian bawah lebih banyak mengandung lignin daripada bagian atas dan bagian dalam lebih sedikit lignin daripada bagian luar (Yap, 1967). Bambu seringkali menjadi pilihan utama untuk berbagai keperluan (Morisco, 2005). Hal ini dikarenakan bambu sangat serba guna, pertumbuhannya cepat dan pengerjaanya mudah (Dransfield dan Widjaya, 1995). Bahkan dibanding kayu, bambu mempunyai beberapa keuntungan, yaitu, ratio energi perunit tegangan yang rendah dan kekuatan lentur yang lebih baik, sehingga bangunan yang terbuat dari bambu lebih aman terhadap gempa bumi. Sifat anatomis bambu Batang bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (sel pembuluh dan sel pembuluh tapis). Parenkim dan sel pembuluh lebih banyak ditemukan pada bagian dalam batang, sedangkan serat lebih banyak terdapat pada bagian luarnya. Kisaran serat pada ruas penghubung antar buku,

cenderung bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya makin berkurang (Dransfield dan Widjaya, 1995). Ikatan vaskular bambu terdiri dari xylem dan satu atau dua proto xylem yang kecil dan dua meta xylem yang besar (40-120 mikron). Pori bagian dalam dari batang lebih besar dan semakin kecil ke arah bagian luar. Batang, pori dan phloem dikelilingi oleh selubung sklerenkim yang berbeda dalam bentuk, ukuran dan lokasi menurut posisi didalam batang dan jenis bambu. Ikatan vaskular memiliki bentuk, ukuran, susunan dan jumlah ruang yang memberikan ciri suatu jenis bambu (Liese, 1985). Menurut Liese (1985), sel parenkim merupakan jaringan didalam batang bambu dan dapat dibedakan atas dua macam yaitu sel parenkim pendek yang terletak berselang seling diantaranya. Sel parenkim panjang memiliki dinding sel lebih tebal dan mengalami lignifikasi pada masa pertumbuhan awal pucuk, sedangkan sel parenkim pendek berdinding tipis dengan sitoplasma yang tetap aktif serta tetap mengalami lignifikasi walaupun telah dewasa. Sel parenkim saling berhubungan satu sama lain melalui noktah sederhana yang terletak pada dinding longitudinal. Sifat fisis bambu Menurut Dransfield dan Widjaya (1995), kadar air batang bambu merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanisnya dan sangat ditentukan oleh jumlah air yang terdapat dalam batang bambu. Kadar air cenderung bertambah dari bawah ke atas pada batang bambu yang berumur 1-3 tahun dan lebih banyak persentasenya saat musim penghujan dibanding musim kemarau. Biasanya bila batang bambu sudah berumur lebih dari 3 tahun, akan mengalami penurunan kadar air. Pada batang bambu muda penurunan kadar air berkisar antara 50-99%, sedangkan pada batang bambu tua bervariasi antara 1218%. Keawetan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu, misalnya ketahanan bambu terhadap serangan rayap, bubuk kayu kering, dan jamur perusak bambu. Ketahanan alami bambu lebih rendah

dibandingkan dengan kayu. Ketahanan bambu tergantung kepada kondisi iklim dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan khusus dapat bertahan antara satu sampai tiga tahun jika berinteraksi dengan tanah dan udara, jika berinteraksi dengan air laut usianya kurang dari satu tahun jika diawetkan usianya dapat mencapai empat sampai tujuh tahun, dan dalam kondisi tertentu dapat mencapai 10 sampai 15 tahun Menurut Elsppat(1999,hal 87). Lebih lanjut Menurut Elsppat mengatakan bahwa, ketahanan bambu bergantung pada: Kondisi fisiknya, bambu yang sobek lebih sering rusak dibanding yang tidak sobek; Bagian bawah bambu lebih kuat daripada bagian atas; Bagian dalam biasanya lebih dahulu terserang daripada bagian luar; Dendrocalamus longisphatus; Kandungan pati, bambu yang kandungan patinya lebih tinggi lebih rentan terhadap serangan kumbang bubuk dibanding bambu yang kandungan patinya lebih rendah; Waktu penebangan,bambu yang ditebang pada musim hujan lebih rentan terhadap serangan kumbang bubuk dibandingkan yang ditebang pada musim panas; Kandungan air, kadar air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk.
Bambu Tali (Gigantochloa apus)

Spesies Dendrocalamus strictus lebih rendah resistensinya dibandingkan

Bambu tali termasuk dalam genus Gigantochloa yang memiliki rumpun yang rapat. Nama ilmiah bambu tali adalah Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.f.) Kurz. Bambu tali dikenal juga sebagai bambu apus, awi tali, atau pring tali (Berlian dan Rahayu, 1995). Dalam sistem taksonomi bambu termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminae) dan masih berkerabat dekat dengan tebu dan padi. Tanaman bambu

dimasukkan dalam kelompok bambusoideae. Bambu biasanya memiliki batang yang berlubang, akar yang kompleks, daun berbentuk pedang, dan pelepah yang menonjol (Darnsfield dan Widjaja, 1995). Sistem taksonomi untuk bambu tali atau bambu apus adalah:
Kingdom Divisi Klas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Angiospermae : Liliopsida : Poales : Poaceae : Gigantochloa : Gigantochloa apus (Bl. ex (Schult F.)Kurz.)

Bambu tali diduga berasal dari Burma dan kini telah menyebar luas ke seluruh kepulauan Indonesia. Bambu tali tumbuh dengan baik di daerah tropik didataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian sampai 1.000 m dpl. Perkembang biakan bambu tali dengan akar rimpangnya dan juga dapat diperbanyak dengan potongan buluhnya (Berlian dan Rahayu, 1995). Berlian dan Rahayu (1995) menyatakan bahwa bambu tali dapat mencapai tinggi hingga 20 meter lebih. Warna batang bambu tali adalah hijau sampai kekuning-kuningan. Batang bambu tali tidak bercabang di bagian bawah. Diameter batang antara 2,5 sampai 15 cm, tebal dinding 3 sampai 15 mm, dan panjang ruas atau buluhnya 45 sampai 65 cm. Pemanfaatan batang bambu tali antara 3 sampai 15 meter. Bentuk batang bambu tali sangat teratur. Pada bukubukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan miang berwarna cokelat kehitaman. Pelepah batang bambu tali tidak mudah lepas meskipun batang tersebut telah berumur tua. Batang bambu apus dalam keadaan muda dan masih basah berwarna hijau dan tidak keras. Jika telah kering warnanya menjadi putih kekuning-kuningan, liat, dan tidak mudah putus atau patah. Bambu tali memiliki kekuatan lentur 502,3 1240,3 kg/cm2, modulus elastisitas lentur 57.515 121.334 kg/cm2, keteguhan tarik 1.231 2.859 kg/cm2, dan keteguhan

tekan 505,3 521,3 kg/cm2. Sifat mekanis bambu tali tanpa buku lebih besar dibandingkan dengan bambu tali dengan bukunya. BAB III METODE DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan small research project ini dilakukan pada 3 mei 2012 dan 17 mei 2012 di dusun Jambuan,desa Antirogo. Metode yang dipergunakan meliputi observasi dan wawancara langsung kepada narasumber. Sebelum dilakukan metode observasi dan wawancara secara langsung terlebih dahulu ditentukan jenis anyaman dan lokasi dari narasumber, selain itu juga dipersiapkan beberapa zkuisioner yang dapat dipergunakan sebagai panduan untuk mendapatkan informasi secara maksimal dari narasumber.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil No. Keterangan 1 2 3 4. Nama Alamat Bahan baku Produk Hasil Ibu Ida Dusun Jambuan ,Desa Antirogo Bambu apus Kap lampu, tempat nasi,tempat tissu, wadah parcel, genta angin, caping, tempat sendok dan garpu, kursi bambu dll. 5. 6. 7. Pemasaran Harga Alat dan bahan yang digunakan Outlet sebelah SMP N 2 Jember Mulai dari Rp.3000,Gunting ,tang, gergaji, lem G sejenis alteko, pisau,ornamen, bambu apus (Gigantochloa apus), pernis ,pewarna tekstil bila perlu 8. Asal bahan baku Dari para tetangga atau mencari dari desa ke desa

4.2 Pembahasan Bambu apus merupakan jenis bambu yang banyak dipergunakan sebagai bahan baku berbagai kerajinan, bahan bangunan, serta peralatan rumah tangga. Bambu apus ini dipilih karena kelenturannya yang tidak mudah patah saat dipakai serta ulet dan memiliki kulit luar yang licin selain sifat umum bambu yang tidak memerlukan proses yang rumit dalam pengolahan dibandingkan kayu. Bambu

apus ini memiliki banyak kelebihan sehingga banyak para pengrajin yang melirik bambu ini sebagai bahan baku kerajinan. Begitu juga ibu ida yang memilih berbagai produk hasil kerajinannya memakai bambu apus sebagai bahan baku dasarnya. Dari hasil wawancara dengan ibu Ida diketahui bahwa bahan baku utama kerajinan diperoleh dengan cara membeli dari satu desa ke desa lainnya.akan tetapi menurut ibu Ida bahan baku kerajinannya diperoleh dari pemasok. Ibu ida menekuni usaha sebagai pengrajin anyaman bambu sejak 22 tahun yang lalu, kemampuan yang di miliki oleh ibu ida merupakan warisan turun temurun yang wajib dilestarikan. Beberapa produk yang dihasilkan oleh home industri bu Ida antara lain tempat tissue, kap lampu, tempat parcel, tempat botol minum, aneka macam souvenir, tempat nasi, kursi bambu, genta angin serta masih banyak produk lain yang dihasilkan. Keragaman produk yang dihasilkan juga bergantung dari pemesan. Alat-alat yang dipergunakan oleh bu Ida untuk menunjang pekerjaannya ini antara lain gergaji memotong bambu, pisau untuk memperkecil atau mengirat bambu, tang, gunting. Sedangkan bahan yang dipakai antara lain bambu apus /tali (Gigantochloa apus), pernis, pewarna kain serta lem G (sejenis alteko). Pembuatan berbagai macam peralatan rumah tangga ini,mula-mula diawali dengan cara memotong bambu sesuai dengan kebutuhan dari peralatan rumah tangga yang akan dibuat. Peralatan rumah tangga yang dibuat adalah tempat tissu, kap lampu, tempat nasi. Untuk membuat tempat tissu diperlukan potonganpotongan bambu yang sesuai ukuran yang diinginkan. Setelah bambu dipotong sesuai keinginan bambu diirat atau tipiskan dengan cara membuang kulit bambu yang licin dan hanya bagian dalamnya saja yang di ambil. Bagian bambu sebelah dalam yang di ambil dipotong menjadi ukuran yang lebih tipis lagi dan dihaluskan. Setelah didapatkan potongan bambu selebar 1cm maka dibuat anyaman tempat tissu. Anyaman tempat tissu yang telah dibuat untuk proses finishingnya di lapisi pernis supaya tempat tissu yang dibuat awet dan lebih menarik. Dan dijemur beberapa menit untuk mengeringkan pernis. Untuk

membuat tempat tissu yang lebih menarik ditambahkan beberapa ornamen yang berfungsi untuk menambah nilai estetika.

a.Gambar dari tempat tissu Pembuatan kap lampu yang berbahan dasar bambu apus (Gigantochola apus), proses awal dari pembuatan kap lampu ini sama dengan tempat tissu. Hanya saja pada pembuatan kap lampu pola anyaman yang dipergunakan lebih rumit. Kap lampu yang berbahan dasar bambu apus ini terdiri dari beberapa bagian antara lain penutup yang berbentuk kerucut, rangka dalam yang terdiri dari potongan bambu serta rangka luar yang terdiri dari bambu yang telah dianyam. Bagian penutup terdiri dari anyaman bambu yang dibentuk kerucut dengan bagian tepinya diperkuat dengan serutan bambu dengan ukuran tebal kira-kira sekitar 1 cm. Bagian yang berbentuk kerucut ini diletakkan di atas rangka luar dan rangka dalam.

b.Gambar kap lampu Pembuatan tempat nasi ini tahap awalnya sama dengan tempat tissu dan kap lampu hanya saja pada pembuatan tempat nasi yang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dasar dan bagian tutup. Ukuran dari anyaman ini menggunakan bambu apus yang telah diirat dengan ukuran 0,5 cm. Bagian dasar dari tempat nasi ini di buat pola yang menarik dengan tepi yang bergelombang. Supaya anyaman tidak lepas bagian tepi diberi bambu yang lebih tebal dan diikat dengan tali. Untuk bagian penutup bentuknya hampir sama dengan tempeh tetapi ukurannya lebih kecil dan tepinya juga diberi bambu yang lebih tebal supaya anyaman tidak terurai atau lepas. Selain itu bagian bawah dari tempat nasi ini juga terdapat penyangga atau dasar yang juga berasal dari bambu apus.

c. Gambar dari tempat nasi Adapun proses pemasaran dari produk kerajinan yang di buat oleh bu Ida melalui outlet yang berada di sebelah SMP N 2 Jember dan pasar tanjung. Selain itu pemasaran dari berbagai produk ini juga berita dari mulut ke mulut sehingga banyak pemesan yang datang dari luar daerah untuk memesan produk anyaman. Misalnya saja tempat botol minum yang dibuat dengan bahan bambu apus ini merupakan pesanan dari seorang dosen UNIVERSITAS JEMBER. Dalam memenuhi pesanan terkadang bu ida meminta bantuan tetangganya yang juga memiliki keahlian menganyam bambu.

d.Gambar tempat botol minum Kendala yang banyak dihadapi oleh bu Ida untuk perluasan usaha anyaman bambu ini adalah pada sektor modal serta ketersediaan barang di sekitar tempat tinggalnya. Karena pemanenan dari bambu apus yang gunakan sebagai bahan baku ini tergantung pada musim juga. Semakin sedikit bambu apus dipasaran semakin mahal juga harga bambu, tetapi kenaikn harga bambu tidak membawa imbas pada kenaikan harga produk anyaman bambu. Sehingga hal ini dapat memicu menipisnya modal dari para pengrajin

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari observasi ini didapatkan bahwa bambu apus atau bambu tali yang di pergunakan sebagi bahan baku kerajinan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan bambu jenis lainnya antara lain elastis atau lentur sehingga tidak mudah patah saat dianyam. Selain itu bambu apus juga ulet serta tahan lama karena kulit luarnya yang licin. Pada proses pembuatan berbagai peralatan rumah tangga antara lain tempat tissu, kap lampu dan tempat nasi hal yang paling utama adalah pemotongan bambu sesuai ukuran, penganyaman serta proses finishing dengan pelapisan pernis dan penambahan aksesoris. 5.2 Saran Pemanfaatan bambu apus secara maksimal menjadi berbagai barang peralatan rumah tangga memberikan banyak keuntungan kepada warga masyarakat, selain itu ketrampilan dalam menganyam harus pula dilestarikan. Karena anyaman bambu ini merupakan salah satu warisan budaya yang turun temurun sehingga patut dijaga keberadaannya

DAFTAR ACUAN Berlian, Nur V. A. dan Estu Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta. Dransfield, S and E. A Widjaya. 1995. Plant Reourch of South East Asia (PROSEA) no. 7: Bamboo, Bachuys Publisher. Leiden Liese, W. 1985. Anatomy of Bamboo Proceding Workshop Bamboo Research in Asia, Singapore 28-30 May 1980. International Development Research Center. Ottawa. Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Morisco. 2005. Teknologi Bambu. Program magister teknologi bahan bangunan UGM. Yogyakarta. Sastrapraja, S, E A. Widjaja, S. Prawiroatmodjo, ddan S. Soenarko. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor. Yap F. K. H. 1967. Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Lembaga Penyelidikan Bahan Bangunan. Bandung.

You might also like