You are on page 1of 12

Bilirubin (Total dan langsung/direct) definisi Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh sistem retikuloendotelial dan dibawa

di dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses konjugasi (secara langsung), untuk membnetuk bilirubin diglukuronida dan diekresikan ke dalam empedu. Bilirubin langsung atau terkonjugasi kerap muncul akibat ikterik obstruktif, baik yang bersifat ekstrahepatika (akibat pembentukan batu atau tumor) ataupun intrahepatika. Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan tereabsorpsi dalam aliran darah. nilai rujukan Dewasa : Total: 0,1-1,2 mg/dl Langsung (terkonjugasi): 0,1-0,3 mg/dl Anak : Total: Bayi baru lahir: 1-12 mg/dl Anak: 0,2-0,8 mg/dl masalah klinis Penurunan kadar: Anemia/defisiensi zat besi Pengaruh obat: barbiturat, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dosis tinggi Peningkatan kadar: neoplasma, hepatitis, sirosis, mononukleosis infeksius, metastasis kanker hati Pengaruh obat: antibiotik (anfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasiklin, tetrasiklin), sulfonamid, obat anti tuberkulosis, alopurinol, asetazolamid, diazepam, barbiturat, narkotik (kodein, morfin, meperidin), indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C dan K.

Bilirubin serum Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim glukoroniltransferase. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung. Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung. Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Hati bayi yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Kenikterus timbul karena bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.

Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin. Nilai Rujukan
DEWASA ANAK BAYI

: total : 0.1 1.2 mg/dl, direk : 0.1 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 1.0 mg/dl : total : 0.2 0.8 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.
LAHIR

BARU

: total : 1 12 mg/dl, indirek : sama dengan dewasa.

Masalah Klinis Bilirubin Total, Direk

PENINGKATAN KADAR : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam paraaminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.

PENURUNAN KADAR : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)

PENURUNAN KADAR : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar bilirubin.

Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun.

Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.

Bahan bacaan : 1. D.N. Baron, alih bahasa : P. Andrianto, J. Gunawan, Kapita Selekta Patologi Klinik (A Short Text Book of Clinical Pathology), Edisi 4, EGC, Jakarta, 1990. 2. E.N. Kosasih & A.S. Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik , Edisi 2, Tangerang, 2008. 3. Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk., Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta, 1992. 4. Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6, EGC, Jakarta, 2007. 5. Ronald A. Sacher & Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit & Dewi Wulandari, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.

Bilirubin Urine Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat diekskresikan ke dalam urin. Prosedur Uji bilirubinuria dapat menggunakan reaksi diazo (dengan tablet atau dipstick), atau uji Fouchet (Harison spot test) dengan feri klorida asam (FeCl2). Uji bilirubinuria dengan reaksi diazo banyak dipakai karena lebih praktis dan lebih sensitif. Di antara dua macam uji diazo, uji tablet (mis. tablet Ictotest) lebih sensitif daripada dipstick. 1. Reaksi diazo Kumpulkan spesimen urin pagi atau urin sewaktu/acak (random). Celupkan stik reagen (dipstick) atau tablet Ictotest. Tunggu 30 detik, lalu bandingkan warnanya dengan bagan warna pada botol reagen. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. 2. Uji Fouchet Ke dalam 12 ml urin, tambahkan 3 ml barium klorida dan 3 tetes ammonium sulfat jenuh. Centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Buang supernatant, tambahkan 2 tetes larutan Fouchet pada endapan. Amati perubahan warna yang terjadi.Reaksi negatif jika tidak tampak perubahan warna. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna : hijau atau biru. Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan sinar matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi biliverdin. Nilai Rujukan Normal : negatif (kurang dari 0.5mg/dl) Masalah Klinis Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau saluran empedu, seperti pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa. Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria : Fenotiazin klorpromazin (Thorazine), asetofenazin (Tindal), klorprotiksen (Taractan), fenazopiridin (Pyridium), klorzoksazon (Paraflex).

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium 1. Uji dengan reaksi Diazo o Reaksi negatif palsu terjadi bila urin mengandung banyak asam askorbat (vitamin C), kadar nitrit dalam urine meningkat, asam urat tinggi, serta bila bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin akibat spesimen urin terpajan sinar matahari (ultraviolet) langsung.
o

Hasil positif palsu dapat dijumpai pada pemakaian obat yang menyebabkan urine menjadi berwarna merah (lihat pengaruh obat

2. Uji Fouchet
o

Reaksi negative palsu terjadi bila bilirubin teroksidasi menjadi biliverdin akibat penundaan pemeriksaan. Reaksi positif palsu oleh adanya metabolit aspirin, urobilin atau indikan, urobilinogen.

Bilirubin
1. Pengertian Bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin yang terjadi dalam sel-sel RES dan sel-sel poligonal hati. Bilirubin yang terjadi tidak larut dalam plasma, oleh karena itu untuk memungkinkan terjadinya transportasi ke dalam hepar maka pigmen tersebut berikatan dengan protein plasma terutama albumin. Bilirubin yang berasal dari sel-sel RES dilepas kedalam peredaran darah untuk kemudian memasuki hepar. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas. 2. Pembentukan Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia sekitar 120 hari, eritrosit mengalami lisis 1-2108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asamasam aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.

Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar 250350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi ke jaringan. Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua. 3. Metabolisme Bila eritrosit telah hidup melampaui masa hidupnya selama rata-rata 120 hari maka membrannya akan pecah dan hemoglobin yang dikeluarkan di fagositosis oleh sel Retikulo Endotel System (RES) diseluruh tubuh. Hemoglobin pertama-tama dipecah menjadi heme dan globin, lingkaran protoporfirin terbuka, Fe dilepaskan untuk diikat menjadi transferin, kemudian berubah menjadi biliverdin dan direduksi menjadi bilirubin. Fe yang dilepaskan diikat oleh protein dalam jaringan dan beredar dalam darah sebagai Iron Binding Protein Capacity.

Rantai globin sebagian akan dipecah menjadi asam-asam amino yang disimpan dalam Body Fool of Amino Acid, sebagian tetap dalam bentuk rantai globin yang akan lagi digunakan untuk membentuk hemoglobin baru. Bilirubin yang dilepaskan kedalam darah sebagian besar terikat dengan albumin, sebagian kecil terikat dengan 2-globulin dan dibawa ke hati. Bilirubin yang terikat dengan protein ini disebut prebilirubin atau Unconjugated bilirubin. Di dalam sel hati (hepatosit), bilirubin diikat oleh 2 protein intraseluler utama dalam sitoplasma, protein sitosolik Y (misalnya, ligandin atau glutathione Stransferase B) dan protein sitosolik z (dikenal juga sebagai fatty acidbinding protein). Didalam hati bilirubin dilepaskan dari albumin dan selanjutnya mengalami konjugasi dengan Asam glukoronat membentuk ester Bilirubin monoglukoronat atau Bilirubin diglukoronat (BDG) yang dikenal dengan nama Conjugated Bilirubin (CB). Proses ini berlangsung karena pengaruh enzim Urindhyn di-Phosphate Glukoronil Transferase (UDPG). CB ini bersifat sangat mudah larut di air dan merupakan pigmen utama dari empedu. Bilirubin dikonjugasi (CB) disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus. Ketika direct bilirubin (CB) ini sampai di usus besar / kolon oleh bakteri-bakteri usus direduksi menjadi urobilinogen dimana sebagian urobilinogen tersebut direabsorpsi melalui mukosa usus masuk dalam darah. Sebagian zat ini diekskresi oleh hati dan kembali masuk kedalam usus kemudian sekitar 5 % diekskresi oleh ginjal melalui urine. Setelah urine tersebut kena udara maka urobilinogen teroksidasi menjadi Urobilin sedangkan pada faeces sterkobilinogen teroksidasi menjadi sterkobilin 4. Jenis Bilirubin Bilirubin terbagi menjadi 2 jenis yaitu Bilirubin Indirek yang merupakan bilirubin yang menglami konjugasi oleh hati dengan asam glukoronat dan Bilirubin Direk yang telah mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di dalam hati.

Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.

JUDUL : PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR TERHADAP KESTABILAN REAGENSIA UNTUK PENGUKURAN GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE PENGARANG : AMRIZAL ZEY, ARIEF BARKAH Staf Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika Kedeputian Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, BPPT SUMBER :

Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. II, hal. 107-111 /HUMAS-BPPT/ANY PENDAHULUAN Enzim adalah suatu katalisator hayati yang dihasilkan oleh sel-sel hidup yang dapat mempercepat reaksi biokimia dalam tubuh. Enzim dapat digunakan untuk pemeriksaan darah, urin dan cairan tubuh lainnya untuk mendiagnosis penyakit 1). Penggunaan enzim sebagai diagnostika telah digunakan sejak tahun 1950-an. Senyawa terukur yang diperoleh digunakan sebagai petunjuk tentang adanya kelainan pada organ tubuh seperti; hati, jantung, ginjal dan penyakit lainnya. Kerusakan pada hati ditandai dengan meningkatnya aktivitas katalitik enzim glutamat oksaloasetat transaminase (GOT, EC.2.6.1.1) dalam darah2). Karmen telah memperkenalkan pengukuran aktivitas katalitik GOT secara fotometris 3). Kemudian tahun 1986 metoda ini dikembangkan oleh Bergmeyer4). Pengukuran dilakukan dengan metoda UV dengan reaksi sebagai berikut: L- aspartat + 2oxoglutarat oksaloasetat + NADH L-glutamat GOT + oksaloasetat MDH LMDH malat + NAD+

Enzim glutamat oksaloasetat transaminase (GOT, EC.2.6.1.1) mengkatalisis perpindahan gugus amino dari aspartat kepada 2-oksoglutarat untuk menjadi L-glutamat dan oksaloasetat.

Kemudian dengan adanya NADH dan malat dehidrogenase maka oksaloasetat direduksi menjadi malat4,5). Reaksi dimonitor dengan mengikuti penurunan absorbansi atau penurunan konsentrasi NADH pada panjang gelombang 340nm. Penurunan absorbansi ini proporsional dengan aktifitas katalitik GOT (EC.2.6.1.1) 4,5,6). Metoda UV ini sangat spesifik untuk pengukuran enzim GOT, sampai saat ini masih menjadi pilihan dan dianggap dapat memberi hasil yang optimal. Pemeriksaan GOT dimaksudkan untuk memantau atau menetapkan terapi bagi penderita hepatitis atau kanker hati , dengan demikian prosedur pengobatan akan lebih tepat dan terarah. Kebutuhan laboratorium klinik di Indonesia terhadap pemeriksaan GOT atau berbagai jenis reagensia diagnostik masih tergantung impor. Maka untuk mengurangi ketergantungan tersebut sangat dibutuhkan suatu reagensia diagnostika produk dalam negeri. Reagensia diagnostika tersebut harus bermutu tinggi dan harga terjangkau oleh masyarakat luas. KESIMPULAN Reagensia diagnostika untuk pengukuran aktivitas enzim glutamat oksaloasetat transaminase (GOT, EC.2.6.1.1) dalam darah yang diukur dengan metoda UV stabil pada temperatur 30C s/d 40C. Diatas temperatur tersebut kestabilan dan aktifitas reagensia berubah dengan cepat. Kepekaan reagensia ini harus menjadi pertimbangan pada waktu pengiriman reagensia ke konsumen. Sebaiknya pengiriman reagensia harus disertai pendingin. Kondisi lingkungan reagensia harus tidak melebihi temperatur 40C

You might also like