You are on page 1of 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmatNya saya dapat menyelesaikan makalah Farmakoterapi yang berjudul EPILEPSY ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi.

saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi seluruh mahasiswa Farmasi bahkan masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhirnya besar harapan saya kiranya makalah ini dapat membantu teman-teman.

Manado, 17 April 2013

Penyusun

Farmakoterapi - Epilepsy

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................... 1 Daftar Isi ...................................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 Latar Belakang ................................................................................................................... 3 Tujuan. 4

BAB II PEMBAHASAN 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 Etiologi ....... 5 Pengertian....... 6 Patofisiologi ....... 8 Gejala ..... 9 Manifestasiklinik .......10 Diagnosis ...11 2.6.1 Diagnosis Banding . 12 2.7 Penatalaksana/terapi ..12

BAB III PENUTUP 3.1 3.2 Kesimpulan ..................................................................................................................... 21 Saran ..21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 22

Farmakoterapi - Epilepsy

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy. Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsy cukup beragam; cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsy dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsy meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsy menunjukkan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pda golongan anak dan usia lanjut. Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).

Farmakoterapi - Epilepsy

1.2 TUJUAN 1. Apa yang dimaksud epilepsy ? 2. Sebutkan penyebab dari epilepsy ?

Farmakoterapi - Epilepsy

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Etiologi
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan. Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut: Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Farmakoterapi - Epilepsy

Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain: 1. Epilepsi Grand Mal Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit. 2. Epilepsi Petit Mal Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata. 3. Epilepsi Fokal Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regional setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

2.2 Pengertian
Epilepsi adalah suatu gangguan pada sistem syaraf otak manusia karena terjadinya aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak sehingga menyebabkan berbagai reaksi pada tubuh manusia mulai dari bengong sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran, kejangkejang dan atau kontraksi otot. Epilepsi atau yang sering kita sebut ayan atau sawan tidak disebabkan atau dipicu oleh bakteri atau virus dan gejala epilepsi dapat diredam dengan bantuan orang-orang yang ada disekitar penderita. Penyakit epilepsi merupakan penyakit yang dapat terjadi pada siapa pun walaupun dari garis keturunan tidak ada yang pernah mengalami epilepsi. Epilepsi tidak bisa menular ke orang lain karena hanya merupakan gangguan otak yang tidak dipicu oleh suatu kuman virus dan bakteri. Dengan pengobatan secara medis baik dokter maupun rumahsakit bisa membantu

Farmakoterapi - Epilepsy

penderita epilepsi untuk mengurangi serangan epilepsi maupun menyembuhkan secara penuh epilepsi yang diderita seseorang. Jenis-Jenis / Macam-Maca Tipe Penyakit Epilepsi : A. Epilepsi Umum 1. Epilepsi Petit Mal Epilepsi petit mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran secara tibatiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa kembali normal melakukan aktivitas semula. 2. Epilelpsi Grand Mal Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi ngorok dan mengeluarkan buih/busa dari mulut. 3. Epilepsi Myoklonik Juvenil Epilepsi myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai yang menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba, melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain sebagainya. B. Epilepsi Parsial (Sebagian) 1. Epilepsi Parsial Sederhana Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran dengan gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat yang berlangsung dalam hitungan menit atau jam.

Farmakoterapi - Epilepsy

2. Epilepsi Parsial Kompleks Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan kesadaran yang dimulai dengan gejala parsialis sederhana namun ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata sesuatu yang diulang-ulang, dan lain sebagainya (otomatisme).

2.3 Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak. Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara

Farmakoterapi - Epilepsy

neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.

2.4 Gejala
A. Kejang Parsial Simplek Adalah kejang yang disebabkan gangguan otak di salah satu sisi otak yang hanya terbatas dibagian itu saja. Kejang yang terjadi tergantung bagian mana dari otak yang terkena. Jika bagian tangan, maka hanya tangan yang akan mengalami sensasi gerakan abnormal. B. Kejang Parsial Kompleks hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total. C. Kejang Konvulsif Awalnya gangguan muatan listrik mengenai satu bagian otak kemudian menyebar ke seluruh bagian otak yang lain. D. Kejang Petit mal Pasien hanya menatap, kelopak matanya bergetar, otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak berespon terhadap lingkungannya. Biasanya kejang jenis ini dialami pada masa kanak-kanak sebelum usia 5 tahun.

Farmakoterapi - Epilepsy

E. Status Epileptikus Pasien mengalami kejang terus-menerus tanpa diselingi oleh pemulihan kesadaran atau fase kelelahan oleh pasien. Pasien mengalami kejang terus menerus, kontraksi otot yang kuat termasuk otot pernapasan sehingga biasanya menimbulkan gangguan pernapasan.

2.3 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan. Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional yang terlibat. Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral. kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) Kelainan gambaran EEG. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptoge Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya). Napas terlihat sesak dan jantung berdebar. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang Gigi geliginya terkancing Hitam bola matanya berputar- putar Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

Farmakoterapi - Epilepsy

10

2.6 Diagnosis
Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain: Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease). Elektro-ensefalograf Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas. Pemeriksaan pencitraan otak MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.

2.6.1 Diagnosis Banding


Kejadian paroksismal

Farmakoterapi - Epilepsy

11

Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat mendasar. Epilepsi parsial sederhana Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut usia. Epilepsi parsial kompleks Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global amnesia.

2.7 Penatalaksanaan/Terapi
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin.

Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.

Farmakoterapi - Epilepsy

12

Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan follow up dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh lebih ringan, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.

Keputusan memulai pengobatan dengan antiepilepsi dan pemilihan pengobatan tergantung kepada frekuensi kejang, adanya gangguan secara neurologi, teridentifikasinya sindrom epilepsy dan harapan terhadap anak kehidupannya. Untuk anak kebanyakan, epilepsy dikontrol dengan pemberian antiepilepsi tunggal. Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencegah kejang berulang dengan memberikan dosis pengobatan yang efektif dari satu atau lebih obat antiepilepsi. Penyesuaian dosis dengan hati-hati penting . dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap sampai kejang terkontrol atau atau efek samping yang signifikan.

Pendekatan Umum Pendekatan umum terapi meliputi identifikasi tujuan, penilaian tipe kejang dan frekuensi terjadinya kejang, pengembangan rencana perawatan dan rencana evaluasi lanjutan. Selama fase penilaian, sangat kritis untuk menemukan diagnosis yang akurat terhadap tipe kejang dan menentukan jenis obat epilepsi yang cocok. Karakteristik pasien seperti umur, kondisi medis, kemampuan untuk menyelesaikan pengobatan, juga perlu ditelusuri karena hal tersebut bisa mempengaruhi pemilihan obat atau membantu menerangkan alasan ketidakpatuhan pasien untuk melanjutkan terapi, respon yang kurang terhadap pengobatan dan efek samping yang tidak diharapkan. Jika keputusan telah dibuat untuk memulai terapi obat epilepsi, biasanya monoterapi lebih disukai, dan biasanya 50% sampai 70% dari semua pasien epilepsi bisa terkontrol dengan terapi suatu obat. Meski demikian, banyak juga pasien yang tidak bebas kejang. Dari 35% pasien dengan control yang tidak memuaskan, 10% biasanya bisa dikontrol

Farmakoterapi - Epilepsy

13

dengan kombinasi 2 obat. Dari sisanya 25%, 20% nya tetap tidak terkontrol meskipun dengan terapi kombinasi.

Penghentian Obat Antiepilepsi Terapi Obat Antiepilepsi untuk mengontrol kejang kemungkinan bisa tidak diberikan seumur hidup. Polifarmasi bisa dikurangi dan beberapa pasien bisa berhenti. Dalam pengurangan polifarmasi, obat yang kurang tepat untuk tipe kejang (atau obat memberikan efek samping yang buruk) harus dihentikan penggunaannya. Dalam beberapa kasus, pengurangan jumlah obat epilepsi yang diterima pasien bisa mengurangi efek samping dan bisa meningkatkan kemampuan kognitif. Faktor-faktor yang bisa menghentikan pemakaian obat antiepilepsi meliputi periode bebas kejang 2-4 tahun, control kejang komplek dalam onset 1 tahun, dan onset kejang setelah umur 2 tahun tetapi sebelum umur 35 tahun, dan pengujian neurologi yang normal serta EEG9.

Terapi Non Farmakologi Terapi non farmakologi pada kasus epilepsy mencakup diet, operasi dan stimulasi vagus nerve. Stimulasi vagus nerve merupakan tindakan implantasi medis yang disetujui oleh FDA untuk penggunaannya sebagai terapi penunjang dalam mengurangi frekuensi kejang pada dewasa dan remaja dengan usia lebih dari 12 tahun dengan onset kejang parsial9.

Mekanisme kerja sebagai antikejang dari VNS belum diketahui pada manusia, tetapi studi pada hewan mengindikasikan bahwa VNS mempunyai banyak aktivitas. Studi pada manusia memperlihatkan bahwa VNS mengubah konsentrasi cairan serebrospinal terhadap penghambatan dan stimulasi neurotransmitter dan aktivitas pada area spesifik otak yang mengatur aktivitas kejang melalui peningkatan aliran darah9. Operasi merupakan terapi pilihan pada pasien tertentu dengan epilepsy focal yang susah disembuhkan. Keberhasilan dilaporkan pada 80-90% terpilih untuk operasi. Dapat terlihat bahwa pembedhan bisa mengurangi resiko kematian, tetapi juga meningkatkan depresi dan kecemasan pada pasien epilepsi.

Farmakoterapi - Epilepsy

14

Terapi Farmakologi Penanganan yang optimal terhadap epilepsi memerlukan terapi anti epilepsi yang disesuaikan untuk masing-masing individu khususnya pada kelompok pasien tertentu (seperti anak, wanita yang beresiko melahirkan dan orang tua). Terapi lebih diutamakan dengan satu jenis obat berdasarkan pada tipe kejang dan resiko terjadinya efek samping obat9.

Obat-obat Antiepilepsi 1. Carbamazepine Carbamazepin (CBZ) merupakan derivat iminostibene yang berhubungan dengan antidepresan trisiklik yang digunakan untuk mengobati tonik klonik . Range teraupetik CBZ yang diterima untuk pengobatan kejang adalah 4-12 mg/ml. ikatan protein plasma berbeda pada masing-masing pasien hal ini karena CBZ terikat pada albumin dan 1 -acid glycoprotein (AAG). Pada pasien yang konsentrasinya normal ikatan proteinnya adalah 75-80%. AAG meningkat pada pasien stress, penyakit seperti trauma, gagal jantung dan infark miokard. Pada pasien ini ikatan proteinnya sampai 85-90%. Walaupun ikatan protein plasma CBZ tinggi tetapi sulit untuk dilepaskan oleh obat lain2. Farmakologi dan mekanisme kerja: Mekanisme nyata Carbamazepine menakan kejang belum jelas, walaupun CBZ diyakini dapat menghambat channel Na9. Farmakokinetika: Absorpsi CBZ dalam bentuk tablet lambat dan tidak teratur karena memiliki kelarutan yang rendah. CBZ tidak melewati firs past metabolism. Makanan dapat meningkatkan bioavailabilty dari obat. Bentuk suspense lebih cepat diabsorpsi dari pada bentuk tablet. CBZ juga tersedia dalam bentuk tablet lepas lambat dan lepas control. CBZ lebih bersifat lipofil. Lebih dari 98-99 % dari dosis CBZ yang diberikan dimetabolisme di hati, khususnya dengan CYP3A4. Metabolit umum dari CBZ adalah carbamazepine-10,11-epokside yang mempunyai aktivitas antikonvulsan pada hewan dan manusia. CBZ bersifat autoinduksi.

Farmakoterapi - Epilepsy

15

Efek Samping Obat: Metabolit CBZ adalah karbamazepin-10,11-epoxide yang memiliki efek dan juga bersifat toksik. Konsentrasi epoxide ini bisa lebih tinggi pada pasien dengan penginduksi enzim dan bisa lebih rendah pada pasien dengan inhibitor enzim. Gejala yang berhubungan dengan efek samping obat antara lain mual, muntah, letargi, dizziness, diplopia, unsteadiness, ataksia, dan incoordination. Carbamazepin sendiri juga menginduksi enzim metabolisme hati2 Parameter monitor klinik yang harus diukur pada pasien ini adalah efek samping yang berhubungan dengan konsentrasi karena carbamazepin memiliki efek antidiuretik yang berhubungan dengan penurunan kadar hormon antidiuretik, beberapa pasien mungkin mengalami hiponatrium selama penggunaan terapi jangka panjang, dan konsentrasi serum natrium perlu di ukur secara periodic. Efek samping hematologi dapat dibagai menjadi dua yaitu: a. Leukopenia yang terjadi pada kebanyakan pasien yang tidak membutuhkan intervensi terapi b. Efek hematologi yang berat dan membutuhkan terapi untuk dihentikan yaitu trombositopenia, leukopenia (sel darah putih kurang dari 2500 cell/mm2) atau netrofil kurang dari 1000 cel/mm2 atau anemia. Efek samping yang jarnag bisa menyebabkan anemia aplastik, dan agranulositosis. Obat menginduksi hepatitis juga pernah dilaporkan pada pasien yang menggunakan CBZ2.

2. Phenobarbital

Mekanisme kerja:

Menghentikan kejang dengan menurunkan eksitasi postsinaptik, kemungkinan melalui respon stimulasi inhibitor GABAergic post sinaptik9. Efek antikonvulsi yang selektif terutama diberikan oleh gugus 5-fenil. Barbiturate bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada semua tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik, walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturate membantu

Farmakoterapi - Epilepsy

16

kerja GABA sebagian menyerupai benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturate dapat menimbulkan depresi SSP yang berat7.

Phenobarbital meningkatkan ambang kejang dengan berinteraksi dengan reseptor GABA untuk memfasilitasi fungsi saluran Cl- intrasel, menghambat saluran Ca yang mengaktivasi tegangan tinggi. Beberapa aktivitas obat disebabkan oleh kemampuannya menghambat receptor AMPA (amino-3-hydroxy-5-methylisoxazol-4-propionic acid) dan reseptor kainate8.

Efek samping fenobarbital yang umum adalah ataxia, sakit kepala, sedasi, konfusi, dan letargi, nausea, irritabilitas dan hiperaktif, gangguan berpikir dan memori. Penggunaan jangka lama mengakibatkan defisiensi asam folat dan efek samping yang jarang menyebabkan anemia megaloblastik. Tujuan terapi antikejang ini adalah untuk mengurangi frekuensi kejang dan meningkatkan kualitas hidup, dengan efek samping yang minimum. Parameter klinik yang harus dimonitor pada pemakaian obat ini antara lain efek samping, gastrointestinal upset (mual, muntah) ketika menggunakan obat ini. Reaksi idiosinkratik (sangat jarang) yaitu connective tissue disorder, lesi kulit dan blood dyscrasia2.

Parameter farmakokinetik klinik dasar dari fenobarbital sebagai berikut : Dieliminasikan terutama melalui (65-70%) melalui metabolisme hati menjadi metabolit inaktif. Lebih kurang 30-35% fenobarbital dikeluarkan melalui urin dalam bentuk yang tidak berubah . Ekresi renal terhadap unchanged fenobarbital tergantung kepada pH, pada pH basa akan meningkatkan klirens ginjal. Fenobarbital terikat dengan protein plasma sekitar 50% Bioavailabilitas oral fenobarbital mencapai 100%2 Clearence rate (Cl) fenobarbital untuk anak adalah 8 mL/jam/kg, volume distribusinya adalah 0.7 L/kg dan T1/2 nya adalah 60 jam pada anak-anak. Fenobarbital merupakan penginduksi yang poten terhadap obat yang dimetabolisme dihati yaitu enzim CYP1A2, CYP2C9, dan CYP3A4. Oleh karena itu perlu diperhatikan interaksi obat yang mungkin muncul pada pasien yang menggunakan obat ini. Berikut adalah obat-obat yang clearencenya meningkat karena pemakaian bersama dengan fenobarbital yaitu karbamazepin, lamotigrin, asam valproat, siklosporin, nifedipin, diltiazem,

Farmakoterapi - Epilepsy

17

verapamil, kontrasepsi oral, antidepresan trisiklik, quinidin, teofilin dan warfarin2.

Toleransi terhadap barbiturate dapat terjadi secara farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik lebih berperan dalam penurunan efek dan berlangsung lebih lama daripada toleransi farmakokinetik. Toleransi terhadap efek sedasi dan hipnosis terjadi lebih segera dan lebih kuat daripada efek antikonvulsinya. Penderita yang toleran terhadap barbiturat juga toleran terhadap senyawa yang mendepresi SSP, seperti alcohol. Bahkan dapat juga terjadi toleransi silang terhadap senyawa dengan efek farmakologi yang berbeda seperti opioid7.

Keuntungan:

Phenobarbital mempunyai farmakokinetika linear dimana jika dosis digandakan, maka konsentrasi serum juga akan meningkat dua kali lipat. Obat tersedia dalam bentuk oral, solid, oral liquid, IM, IV. Harga obat mudah dijangkau9.

Kerugian:

ESO yang sangat signifikan. Obat ini dapat menginduksi enzim dan berinteraksi dengan banyak obat yang dimetabolisme oleh enzim Cytochrome P450. Phenobarbital mempunyai waktu paruh yang panjang9.

3. Ethosuximide

Mekanisme kerja: Menghambat enzim NHDPH aldehyd reductase, inhibisi sistem Na K ATPase, menurunkan aktivasi arus Na menghambat channel Ca2+ yang tergantung pada channel K+, inhibisi arus Ca2+ tipe T9.

Farmakoterapi - Epilepsy

18

Farmakokinetik:

Metabolisme terjadi di hati melalui hidroksilasi, menghasilkan metabolit inaktif9.

Efek samping obat:

Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah (lebih dari 40 %) efek ini dapat diminimalisir dengan pemberian dosis yang lebih kecil dan frekuensi pemakaian yang lebih sering. Efek samping lain meliputi mengantuk, lelah, lethargy, pusing, cegukan dan sakit kepala. Efek yang jarang timbul adalah reaksi idiosinkratik, seperti ruam, lupus dan kelainan darah9.

Keuntungan: Obat ini sangat befektif pada pengobatan pilepsi tanpa kejang, mempunyai toleransi yang baik dan mempunyai interaksi farmakokinetik9.

Kerugian: Obat ini mempunyai efektifitas spektrum yang sempit9.

4. Felbamate

Mekanisme kerja: Bekerja sebagai antagonis reseptor glisin pada reseptor N-methyl D-aspartat (NMDA). Aksi ini menghambat inisiasi dan perkembangan kejang. Obat ini juga menghambat peningkatan stimulasi NMDA/glycine pada Ca2+ intrasel9.

Farmakokinetik:

Absorbsi felbamate cepat dan baik. Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan dan antasid. 40-50 % dosis felbamate dimetabolisme melalui hidroksilasi dan konyugasi di hati. Metabolisme dieksresikan melalui urin. Felbamate menggambarkan farmakokinetik linier9

Farmakoterapi - Epilepsy

19

Efek samping obat:

Anorexia, turunnya berat badan, insomnia, mual, sakit kepala. Anorexia dan turunnya berat badan terjadi terutama pada anak-anak dan pasien dengan intake kalori yang sedikit9.

Keuntungan:

Felbamate mempunyai mekanisme kerja yang unik. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan kejang atonik dan efektif pada pengobatan kejang parsial9.

Kerugian:

Penggunaan felbamate dibatasi pada pasien dengan anemia aplastik dan hepatotoksisitas

Farmakoterapi - Epilepsy

20

BAB III PENUTUP & KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.

Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.

3.1 Saran
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

Farmakoterapi - Epilepsy

21

DAFTAR PUSTAKA
Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2009 Http//Pengertian, Jenis/Macam, dan Pengobatan Penyakit Epilepsi.web.// www.google.co.id //2010 Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian Rakyat, Jakarta.

Farmakoterapi - Epilepsy

22

You might also like