Professional Documents
Culture Documents
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini pembangunan bukan hanya ditujukan dalam wujud pembangunan fisik
berupa sarana dan prasarana infrastruktur, tetapi dalam cakupan yang lebih luas seperti
yang pertama kali dikemukakan oleh Cicero yaitu mewujudkan masyarakat madani (civil
society). Karakteristik masyarakat madani adalah masyarakat yang sehat, demokratis,
toleran, menjunjung tinggi supremasi hukum dan mempunyai wawasan serta pengetahuan
yang luas.
Paradigma pembangunan telah mengalami perubahan karena tidak lagi
menempatkan manusia sebagai objek atau sasaran pembangunan, tetapi dilibatkan dalam
proses pembangunan sebagai subjek yang ikut mengambil keputusan yang dalam terminologi
pembangunan hal tersebut dikenal sebagai people centered development. Perubahan ini
sangat penting untuk meningkatkan manusia secara kualitas, sehingga menjadi modal yang
sangat berharga untuk pembangunan secara keseluruhan. Peningkatan kualitas manusia
telah ditunjukkan dengan corak pembangunan saat ini, yaitu tidak hanya mementingkan
pertumbuhan ekonomi melainkan juga mengarah pada peningkatan kualitas. Komitmen
pemerintah untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia telah diwujudkan sebagai
salah satu kebijaksanaan strategis. Berbagai program dan kegiatan untuk mengakselerasi
pembangunan kualitas manusia menjadi prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
maupun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
Pembangunan manusia adalah upaya yang dilakukan untuk memperluas peluang
penduduk mencapai hidup layak, yang secara umum dapat dilakukan melalui peningkatan
kapasitas dasar dan daya beli. Peningkatan kapasitas dasar pada dasarnya merupakan upaya
meningkatkan produktivitas penduduk melalui peningkatan pengetahuan dan derajat
kesehatan. Sedangkan peningkatan daya beli ditempuh melaui pertumbuhan ekonomi,
sehingga tercipta perluasan lapangan kerja. Dalam RKP, hal tersebut diwujudkan dalam triple
track strategy yaitu progrowth, propoor and projob.
Dalam kajian pembangunan manusia diperlukan suatu alat ukur yang mempunyai
perbandingan antarwilayah dan antarwaktu. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sampai
sejauh ini adalah metode yang paling memadai untuk mengukur pencapaian pembangunan
manusia di suatu daerah dengan memperhatikan pada tiga faktor yang paling essensial dalam
kehidupan manusia yaitu kelangsungan hidup, pengetahuan, dan daya beli.
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 2
1.2. Tujuan
Secara garis besar, penyusunan publikasi ini memiliki tujuan untuk menggambarkan
kualitas penduduk Kabupaten Majalengka dengan cara :
a. Menjelaskan pengertian serta makna IPM dan prosedur penghitungannya.
b. Menampilkan angka IPM pada tahun 2009 serta perbandingannya dengan beberapa
wilayah sekitar.
1.3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Majalengka dari tahun 2008 dan tahun 2009. Dalam beberapa hal yang menyangkut data
pembanding, digunakan pula data dari hasil survei yang lain seperti Survei Sosial Ekonomi
Daerah Jawa Barat (Suseda Jawa Barat), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dan
Sensus Penduduk.
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 3
BAB II
METODOLOGI PENGHITUNGAN IPM
2.1. Pendahuluan
Setelah terjadinya reformasi dalam sejarah bangsa Indonesia tahun 1998, terjadi pula
perubahan-perubahan mendasar dalam sistem politik, ekonomi maupun pemerintahan.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membuka paradigma baru dalam sistem
pemerintahan daerah. Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam
menyusun strategi dan kebijakan pembangunan, sehingga dapat lebih terarah dan fokus
sesuai dengan fenomena yang terjadi di wilayahnya.
Pembangunan manusia Indonesia menempatkan manusia sebagai titik sentral,
sehingga mempunyai ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam kerangka ini, maka
pembangunan nasional ditujukan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam semua
proses dan kegiatan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah melakukan
upaya meningkatkan kualitas penduduk sebagai sumber daya, baik dari segi aspek fisik
(kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli),
maupun aspek moralitas (iman dan taqwa), sehingga partisipasi rakyat dalam pembangunan
akan meningkat. Hal ini selain sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa secara implicit, juga mengandung makna pemberdayaan
penduduk.
Untuk meningkatkan efektivitas pembangunan manusia, penggunaan data statistik
dalam perencanaan, pemantauan, dan evaluasi, tidak dapat dihindari. Perencanaan
pembangunan tanpa didukung oleh data statistik yang baik, mustahil akan berjalan dengan
baik dan mampu mencapai sasaran yang tepat. Untuk mengukur kemajuan pencapaian
pembangunan manusia melalui kapasitas dasar dan daya beli dilakukan melalui kajian
(analisis) Indeks pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini merupakan indikator yang telah
digunakan secara internasional untuk melihat perbandingan antarwilayah dan antarwaktu.
IPM sebenarnya berfungsi sebagai alat untuk advokasi, yaitu memberikan petunjuk dan
gambaran secara umum tentang status dan pencapaian pembangunan selama suatu periode.
Oleh karena itu IPM merupakan indeks komposit, untuk dapat digunakan dalam identifikasi
permasalahan yang dihadapai suatu daerah dan kemungkinan intervensi program yang
feasible, harus disajikan dalam indikator tunggal.
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 4
2.2. Indikator
Indikator merupakan petunjuk yang memberikan indikasi tentang sesuatu keadaan
dan merupakan refleksi dari keadaan tersebut. Dalam definisi lain, indikator dapat
didefinisikan sebagai variabel penolong dalam mengukur perubahan. Variabel-variabel ini
terutama digunakan apabila perubahan yang akan dinilai tidak dapat diukur secara langsung.
Indikator yang baik harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain :
Sahih (valid), indikator harus dapat mengukur sesuatu yang sebenarnya akan diukur oleh
indikator tersebut;
Obyektif, untuk hal yang sama, indikator harus memberikan hasil yang sama pula,
walaupun dipakai oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda;
Sensitif, perubahan yang kecil mampu dideteksi oleh indikator;
Spesifik, indikator hanya mengukur perubahan situasi yang dimaksud. Namun demikian
perlu disadari bahwa tidak ada ukuran baku yang benar-benar dapat mengukur tingkat
kesejahteraan seseorang atau masyarakat.
Indikator bisa bersifat tunggal (indikator tunggal) yang isinya terdiri atas satu
indikator, seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan bersifat jamak (indikator komposit) yang
merupakan gabungan dari beberapa indikator, seperti Indeks Mutu Hidup (IMH) yang
merupakan gabungan dari 3 indikator yaitu Angka Melek Huruf (AMH), Angka Kematian Bayi
(AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH) dari anak usia 1 tahun.
Menurut jenisnya, indikator dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a. Indikator Input, yang berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut
menentukan keberhasilan program, seperti : rasio murid-guru, rasio murid-kelas, rasio
dokter, rasio Puskesmas.
b. Indikator Proses, yang menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan,
seperti : Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), rata-rata jumlah
jam kerja, rata-rata jumlah kunjungan ke Puskesmas, persentase anak Balita yang
ditolong dukun.
c. Indikator Output dan Outcome, yang menggambarkan bagaimana hasil (output) dari
suatu program/ kegiatan telah berjalan, seperti : persentase penduduk dengan
pendidikan SMTA ke atas, AKB, Angka Harapan Hidup, TPAK, dan lain-lain.
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 5
2.3. IPM dan Beberapa Indikator Komposit Pembangunan Manusia
- Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
- Indeks Pembangunan Jender (IPJ)
- Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ)
- Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
- Indeks Mutu Hidup (IMH/ PQLI)
Menurut Morris, syarat indikator komposit yang baik adalah :
1. Harus sahih untuk berbagai cara (pada pembangunan)
2. Tidak merupakan ukuran-ukuran dari nilai khusus masyarakat
3. Dapat mengukur hasil, bukan masukan.
4. Harus mampu menggambarkan distribusi dari hasil-hasil pembangunan
5. Harus sederhana dalam perhitungannya dan mudah dimengerti,
6. Harus bisa dipakai untuk perbandingan internasional.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Jender (IPJ), Indeks
Pemberdayaan Jender (IDJ), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) merupakan indeks-
indeks komposit yang dikembangkan UNDP untuk mengukur tingkat pencapaian upaya
pembangunan manusia dari berbagai perspektif. IPM mengukur tingkat pencapaian upaya
pembangunan manusia secara keseluruhan, sedangkan IPJ mengukur hal yang sama tetapi
dengan memperhatikan disparitas jender. IDJ, di lain pihak, mengukur tingkat partisipasi
dan daya pengambilan keputusan (decision making power) di bidang ekonomi, politik, dan
kekuasaan terhadap sumber daya ekonomi. Jika IPM mengukur tingkat pencapaian
pembangunan manusia dari perspektif agregatif, maka IKM mengukur hal yang sama tetapi
dari sisi keterbatasan mendapat akses terhadap sumber daya ekonomi dan pelayanan umum.
Seperti halnya IPM, IKM melihat isu pembangunan manusia dengan pendekatan
manusia (human approach) yang berbeda, misalnya, persentase penduduk miskin (poverty
incidence) yang menggunakan pendekatan pendapatan (income approach). Bagian
selanjutnya dari bab ini menjelaskan tentang metodologi, sumber data, cara penghitungan
dan ilustrasi penghitungan IPM secara singkat.
2.4. Catatan Teknis Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai
rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek huruf dan
rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak.
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 6
2.4.1. Komponen dan Indikator IPM
Komponen IPM adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar
hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau e0 yang
dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan
variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Tahun rujukan e0
yang digunakan dalam laporan ini adalah 1990, 1995 (khusus untuk IKM), dan 1996, yang
diperoleh berdasarkan suatu model proyeksi. Rujukan tahun ini berbeda dengan rujukan
tahun yang digunakan dalam penghitungan IPM yang dipublikasikan BPS sebelumnya (1996)
yang berjudul Indeks Pembangunan Manusia: Perbandingan Antar Provinsi 1990-1993.
Model proyeksi menggunakan data historis sejak dekade 1960-an dan mengasumsikan,
antara lain, bahwa Angka Kematian Bayi akan mencapai 20 per 1.000 kelahiran pada tahun
2018. Penjelasan lebih rinci mengenai model proyeksi tersebut dapat diperiksa dalam
publikasi BPS yang akan datang. Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Susenas Kor. Sebagai catatan,
UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 menggunakan indikator partisipasi sekolah
dasar, menengah, dan tinggi sebagai pengganti rata-rata lama sekolah karena sulitnya
memperoleh data rata-rata lama sekolah secara global. Indikator angka melek huruf
diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata
lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu, tingkat
(kelas) yang sedang atau pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang
telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang
telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena
tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara.
Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan
melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut :
- Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari Susenas Modul (=A).
- Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibuKota Provinsi yang sesuai (=B).
- Menghitung daya beli per unit (=PPP/ unit). Metode penghitungan sama seperti metode
yang digunakan International Comparison Project (ICP) dalam menstandarkan nilai PDB
suatu negara.
Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi
yang terdiri atas nilai 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul (Tabel 1).
- Membagi nilai B dengan PPP/ unit (=C).
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 7
- Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai
marginal utility dari C.
Penghitungan PPP/ unit dilakukan dengan rumus :
Keterangan :
E(i,j) : pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi ke-i
P(9,j) : harga komoditi j di DKI Jakarta
q(i,j) : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Provinsi ke-i
Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang dibentuk dari
tujuh komponen kualitas tempat tinggal yang diperolah dari Susenas Kor. Ketujuh komponen
kualitas yang digunakan dalam penghitungan indek kualitas rumah diberi skor sebagai
berikut :
- Lantai : keramik, marmer, atau granit =1, lainnya =0
- Luas lantai per kapita : > 10 m
2
=1, lainnya =0
- Dinding : tembok =1, lainnya =0
- Atap : kayu (sirap), beton =1, lainnya =0
- Fasilitas penerangan : listrik =1, lainnya =0
- Fasilitas air minum : leding =1, lainnya =0
- Jamban : milik sendiri =1, lainnya =0
- Skor awal untuk setiap rumah =1
Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu
rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang dikonsumsi
oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu
rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah =6,
maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/ 8 atau 0,75
unit.
Perlu dicatat bahwa sewa rumah, bensin dan air minum merupakan komoditi baru
dalam penghitungan PPP/ unit. Ketiga komoditi tersebut tidak diperhitungkan dalam
publikasi BPS sebelumnya (1996). Oleh karena perbedaan tadi, maka IPM dalam publikasi
tersebut tidak dapat dibandingkan dengan IPM dalam publikasi ini.
=
j
j
)
q
. (p
E
PPP/unit
j) (i,
j) (9,
j) (i,
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 8
TABEL 1
Daftar Komoditas Terpilih Untuk Menghitung
Paritas Daya Beli (PPP)
Komoditi Satuan
Sumbangan thd
Total konsumsi (%)
(1) (2) (3)
1. Beras lokal
2. Tepung terigu
3. Ketela pohon
4. Ikan tongkol (tuna) cakalang
5. Ikan teri
6. Daging sapi
7. Daging ayam kampung
8. Telur ayam
9. Susu kental manis
10. Bayam
11. Kacang panjang
12. Kacang tanah
13. Tempe
14. Jeruk
15. Pepaya
16. Kelapa
17. Gula pasir
18. Kopi bubuk
19. Garam
20. Merica/ lada
21. Mie instant
22. Rokok kretek filter
23. Listrik
24. Air minum
25. Bensin
26. Minyak tanah
27. Sewa rumah
Kg
Kg
Kg
Kg
Ons
Kg
Kg
Butir
397 gram
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
Butir
Ons
Ons
Ons
Ons
80 gram
10 batang
Kwh
M
3
Liter
Liter
Unit
7.25
0.10
0.22
0.50
0.32
0.78
0.65
1.48
0.48
0.30
0.32
0.22
0.79
0.39
0.18
0.56
1.61
0.60
0.15
0.13
0.79
2.86
2.06
0.46
1.02
1.74
11.56
Total 37.52
Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara
matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
C (i)* = C (i) jika C(i) > Z
= Z +2(C(i) Z)
(1/ 2)
jika Z <C(i) s2Z
= Z +2(Z)
(1/ 2)
+3(C(i)-2Z)
(1/ `3)
jika 2Z <C(i) s3Z
= Z +2(Z)
(1/ 2)
+3(Z)
(1/ 3)
+4(C(i)-3Z)
(1/ 4)
Jika 3Z <C(i) s4Z
Keterangan :
C(i) = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/ unit
(hasil tahapan 5)
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 9
Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai
batas kecukupan yang dalam laporan ini nilai Z ditetapkan secara
arbiter sebesar Rp 547.500,- per kapita setahun, atau Rp 1.500,- per
kapita per hari.
2.4.2. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM
Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut :
IPM = 1/ 3 (X(1) + X(2) +X(3)) ..(1)
Keterangan :
X(1) : Indeks harapan hidup
X(2) : Indeks pendidikan =2/ 3 (indeks melek huruf) +1/ 3 (indeks
rata-rata lama sekolah)
X(3) : Indeks standar hidup layak
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara
selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai
minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut :
Indeks X(i) =(X(i) - X(i)min) / (X(i)maks X(i)min) (2)
Keterangan :
X(i) : Indikator Ke-i (i =1,2,3)
X(i)maks : Nilai maksimum X(i)
X(i)min : Nilai minimum X(i)
Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i) disajikan pada Tabel 2
TABEL 2
Nilai Maksimum Dan Minimum Komponen IPM
Indikator Komponen IPM
(X=(i))
Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum
Catatan
(1) (2) (3) (4)
Angka Harapan Hidup 85 25
Sesuai standar global
(UNDP)
Angka Melek Huruf 100 0
Sesuai standar global
(UNDP)
Rata-rata lama sekolah 15 0
Sesuai standar global
(UNDP)
Konsumsi per kapita yang
disesuaikan Tahun 1996
732.720,-
a)
300.000,-
b)
UNDP menggunakan PDB
per kapita riil yang
disesuaikan
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 10
Sebagai ilustrasi penghitungan dapat diambil kasus Kabupaten A tahun 2006 yang
memiliki data sebagai berikut :
- Angka harapan hidup : 65,24 tahun
- Angka melek huruf : 95,5 %
- Rata-rata lama sekolah : 6,5 tahun
- Konsumsi per kapita riil yang disesuaikan : Rp 579.580,-
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung indeks masing-masing komponen
menggunakan persamaan (2) :
- Indeks angka harapan hidup : (65,24 25) / (85 25) =0,671
- Indeks angka melek huruf : (95,5 0) / (100 0) =0,955
- Indeks rata-rata lama sekolah : (6,5 0) / (15 0) =0,433
- Indeks pendidikan : 2/ 3 (0,955) + 1/ 3 (0,433) =
0,781
- Indeks konsumsi per kapita riil yang disesuaikan
: (579,58300)/ (732,7300)=0,646
Akhirnya angka IPM dapat dihitung menggunakan persamaan (1) :
IPM =1/ 3 (0,671 +0,781 +0,646) =0,6993
Catatan : a) Proyeksi pengeluaran riil/ unit/ tahun untuk Provinsi yang memiliki angka
tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula
Atkinson. Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen per tahun selama
kurun 1993-2018.
b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk Provinsi yang memiliki angka
terendah tahun 1990 di daerah perdesaan (Sulawesi Selatan).
Sebagai catatan, dalam laporan ini IPM disajikan dalam ratusan (dikalikan 100)
sekedar untuk memudahkan membaca, sehingga IPM Kabupaten A tahun 2006, misalnya,
dinyatakan sebagai 69,93.
2.4.3. Ukuran Perkembangan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan
reduksi Shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Ukuran ini secara sederhana
menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih
harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM =100). Prosedur penghitungan reduksi
shortfall IPM (=r) dapat dirumuskan sebagai berikut :
IPM Kabupaten Majalengka 2009 . . 11
Keterangan :
IPMt : IPM pada tahun t
IPMt+n : IPM pada tahun t +n
IPMideal : 100
Sebagai catatan, rumus tersebut menghasilkan angka dalam persentase. Selain itu,
rumus tersebut dapat pula digunakan untuk mengukur kecepatan perubahan komponen IPM.
Sebagai ilustrasi, IPM Aceh pada tahun 1990 dan 1996 masing-masing 61.9 dan 70.1.
Reduksi shortfall selama kurun 1990-1996 untuk Provinsi itu adalah :
....(3) ..........
) IPM - (IPM
100 x ) IPM - (IPM
t idea
t n t
n / 1
l
r
(
=
+
1,67
61,9 - 100
100 x 61,9) - (70,1
6 / 1
=
(