You are on page 1of 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Definisi Glutamin Glutamin merupakan asam amino bebas yang sangat banyak ditubuh manusia. Asam amino ini secara nutrisi merupakan asam amino non esensial serta mempunyai lintasan biosintesis yang pendek. Glutamin terdiri atas 5 atom karbon dan 2 atom nitrogen, satu dari glutamate dan yang lainnya dari ammonia. Glutamin adalah asam amino bebas yang kaya akan nitrogen dan didapati dalam jumlah yang berlimpah, meliputi 20-35% asam amino di plasma dan 60% asam amino bebas di otot. Pada keadaan tertentu sifat non esensial dari glutamin ini dapat berubah menjadi esensial. Sifat esensial ini memberi pengertian bahwa pada keadaan ini kebutuhan akan glutamine tidak lagi tercukupi melalui biosintesis dari asam amino non esensial endogen, tetapi diperbolehkan asupan dari luar untuk menjamin keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Glutamin merupakan salah satu sumber energi penting dan telah digunakan sebagai cadangan energi. Selanjutnya glutamin merupakan komponen utama pada beberapa fungsi metabolik, termasuk diantaranya hemostasis asam basa, glukoneogenesis, perpindahan nitrogen dan metabolisme organ tubuh. 2.2. Biokimiawi Glutamin Glutamin meregulasi sintesis purine, pirimidine, dan nukleotida yang merupakan material genetik. Selain itu glutamin merupakan substrat untuk glukoneogenesis, menstimulasi hati untuk mensintesa glikogen dan sebagai prekursor untuk sintesis glukosamin, glutathion, dan arginin. Glutamin juga berperan sebagai transporter atom karbon (C) dan nitrogen (N) antar organ dan antar sel, dimana glutamin membawa nitrogen dari tempat yang kadar amonia tinggi ke jaringan yang membutuhkan nitrogen untuk membentuk asam amino, nukleotida, dan urea.

Gambar 1. Struktur L-Glutamine

Glutamin disintesis dalam sitosol di banyak jaringan, tetapi dimetabolisme oleh enzim glutaminase di mitokondria dan digunakan dalam jumlah yang besar pada jaringan yang tidak mensintesisnya, dan hal ini yang menjadi kunci pentingnya glutamin dalam metabolisme. Glutamin penting untuk menjaga integritas dan fungsi metabolisme pada jaringan yang aktif seperti sel-sel pada sistem imun tubuh yang menunjukkan ketergantungannya terhadap glutamin. Biosintesis glutamin dari glutamat dikatalisis oleh enzim glutamin sintetase, dimana nitrogen akan ditambahkan pada glutamat. Glutamin sintase adalah suatu enzim mitokondria yang terdapat dalam jumlah yang banyak di jaringan ginjal. Sintesis ikatan amida pada glutamin berlangsung dengan menggunakan reaksi hidrolisis satu ekuivalen ATP menjadi ADP dan Pi. Glutamin juga dapat disintesis dari asam amino rantai cabang seperti isoleusin, leusin, dan valin,

Gambar 2. Biosintesis Lglutamine dari L-glutamatyang dikatalisisenzim glutamine sintetase

Metabolisme glutamin pada proses katabolisme protein dan asam amino, alanin dan glutamin akan dipecah dari otot rangka dan masuk ke dalam sirkulasi darah. Alanin merupakan pembawa nitrogen di dalam plasma yang akan diekstraksi di hati, sedangkan glutamin akan di ekstraksi di dalam usus dan ginjal. Kedua organ ini selanjutnya akan mengubah glutamin menjadi alanin dalam jumlah yang bermakna. Alanin selanjutnya menjadi substrat bagi glukoneogenesis di hati setelah mengalami transaminasi menjadi pyruvat.

Gambar 3. Metabolisme dan anabolisme glutamine

Glutamin disintesis oleh kerja dari sintetase glutamine (GS) dan didegradasi oleh Glutimenase mitokondrial (GA). Glutamin dapat juga disintesis oleh berbagai jaringan dalam tubuh dari glutamate dan ammonia. Amonia dapat digunakan untuk membentuk karbamoil fosfat.Glutamat dapat membentuk ketoglutarate, glukosa di hati dan ginjal, glutation di sel dan asam Gammaaminobutyric (GABA) pada neuron. Rantai sisi glutamin merupakan suatu amida yang dibentuk oleh penggantian rantai hidroksil dari asam glutamik dengan suatu grup amin fungsional. Kodonnya adalah CAA dan CAG.

Penelitian terbaru telah membuktikan keefektifan glutamine dalam anabolik pertumbuhan otot dengan pemakaian yang lama. 2.3. Mekanisme Kerja Glutamine Glutamine disintesis oleh hampir semua jaringan di dalam tubuh. Walaupun hanya jaringan tertentu (misalnya otot rangka, otak dan paru) yang melepaskan ke dalam sirkulasi dengan jumlah yang signifikan glutamin memegang peranan penting dalam pintalan interorgan dari nitrogen dan karbon dan telah terlihat sebagai energi oksidatif utama untuk pembelahan sel seperti enterosit dan limfosit. Sebagai tambahan, glutamine adalah substrat penting untuk menghasilkan ammonia oleh ginjal, yang merupakan prekursor untuk pembentukan purin dan pirimidin, serta memegang peranan penting dalam regulasi sintesis protein. Glutamin merupakan suatu asam amino non-esensial yang konsentrasi intraselulernya lebih tinggi dari asam amino lainnya. Glutamin dilepaskan dalam jumlah yang besar dari otot rangka dengan berperan sebagai pembawa dan donor penting dari nitrogen. Glutamine terbukti memiliki fungsi yang penting terhadap fungsi berbagai sistem organ, meliputi intestinal, sistem imunitas, dan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa. Rasionalitas untuk memasukkan glutamine dalam regimen diet bersumber dari hipotesis yang menyatakan bahwa glutamine menjadi nutrisi yang esensial selama menderita sakit. Dahulu larutan asam amino konvensional yang digunakan untuk nutrisi parenteral tidak mengandung glutamine oleh karena glutamine bersifat tidak stabil dalam larutan dan tidak larut pada konsentrasi tinggi. Tetapi saat ini sudah tersedia dalam bentuk glutamine dipeptide yang stabil dalam larutan asam amino yang digunakan pada support nutrisi parenteral. Penggunaan nitrogen amida dari glutamine adalah sebagai prekursor untuk nukleotida dan biosistesis glukosamin. Harus diingat kembali bahwa terdapat perbedaan penting antara glutamine dan glutamate yang dapat memberikan perbedaan yang nyata dalam hal aktivitas, baik sebagai suatu nutrient maupun molekul. Perbedaan ini terletak terutama pada separuh amida dari glutamine.

Nitrogen amida ini penting dalam biosintesispurin dan pirimidin. Glutamine dan nukleosida memperlihatkan kerja secara sinergis pada proliferasi dan diferensiasi epitel intestinum. He et al (1994) telah mendemonstrasikan bahwa ketika suplai glutamine berkurang, maka pertumbuhan sel diperlambat menjadi dua tipe sel epitel intestinal yang berbeda (ICE-6 dan Caco-2). Pengaruh ini dapat dibalikkan oleh kedua tipe sel ini dengan penambahan nukleosida. Penambahan nukleosida ke dalam medium murni glutamine juga mencegah habisnya ATP.

2.4. Peran Glutamin pada Penyakit kritis Pasien dengan penyakit kritis adalah pasien dengan keadaan penyakit dimana memerlukan perawatan yang intensif dimana memungkinkan pasien meninggal. Pasien-pasien dengan penyakit kritis memilik karakteristik berupa peningkatan stres oksidatif dan penekanan pada mekanisme pertahanan imun yang pada akhirnya akan meningkatkan resiko terjadinya sepsis, pemanjangan masa rawatan dirumah sakit dan peningkatan angka mortalitas. Penambahan terapi antioksidan yang juga diketahui bermanfaat sebagai imunonutrisi merupakan terapi standar yang dapat memengaruhi prognosis pasien menjadi lebih baik. Pada pasien-pasien dengan penyakit kritis, peningkatan angka mortalitas pasien berhubungan dengan penurunan konsetrasi glutamine di plasma. Selama fase stres katabolik, konsumsi glutamin melebihi dari persediaan yang ada, sehingga cadangan glutamin bebas yang ada di plasma dan otot rangka menurun secara bermakna. Glutamin dapat mencegah terjadinya asidosis di ginjal serta berperan dalam regulasi cairan intraseluler di otot rangka. Glutamin juga merupakan bahan bakar utama untuk proses pembelahan sel seperti enterosit dan limfosit,serta berperan dalam proteksi sel mukosa dan meningkatkan fungsi imun. Glutamin merupakan komponen yang penting pada pembentukan glutation dan merupakan antioksidan yang berfungsi memproteksi jaringan dari cedera yang diakibatkan senyawa radikal bebas, baik radikal bebas yang dihasilkan pada saat syok/iskemik maupun cedera reperfusi pasca iskemik. Glutation

juga membantu ginjal untuk mengekresikan urea dan acid load. Kadar glutation pada pasien-pasien rawatan Intensive Care Unit (ICU) berkorelasi dengan kadar glutamin dan glutamat. Glutamin telah dibuktikan dapat memproteksi sel enterosit melalui aktifasi Heat Shock Protein 70 (HSP 70), sebagai prekursor arginin, penyedia suplai adenosine triphospat dalam sel dan memproteksi sel dengan cara mendegradasi protein-protein yang rusak. Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa glutamin dapat melindungi sel-sel, jaringan dan organ tubuh dari stres dan cidera melalui mekanisme berikut, yaitu membatasi aktifasi NF (nuclear factor)-B, menjaga keseimbangan antara sitokin pro dan anti inflamasi, menurunkan akumulasi dari neutrofil, meningkatkan integritas sel mukosa usus serta fungsi sel imun, dan ekspresi dari Heat Shock Protein yang ditingkatkan. Glutamin akan meningkatkan kadar glutation di jaringan, yang akan berperan mencegah aktivasi dari NFB dan meningkatkan kapasitas dari antioksidan. Peran glutamin pada penanganan sepsis adalah melalui proteksi terhadap integritas sel mukosa usus sehingga perpindahan mikroorganisme dan endotoksin ke pembuluh darah dapat dicegah. Selain itu glutamine menggiatkan sistem imun, meningkatkan aktivitas sel limfosit untuk bersiapsiap menghadapi infeksi. Glutamin akan menstimulasi pembentukan protein melalui sintesis Deoxy Ribo Nucleic Acid (DNA) dan meningkatkan penambahan tinggi dan jumlah vili mukosa usus.9,13 Beberapa studi invitro menunjukkan bahwa glutamin dapat menstimulasi proliferasi dari sel T limfosit dan pembentukan interleukin, serta meningkatkan fungsi monosit. Secara Garis besar terdapat beberapa fungsi glutamine dalam tubuh diantaranya: Substrat sintesis protein Substansi anabolik/tropik untuk otot; intestinal (faktor kompetensi) Kontrol keseimbangan asam basa (ammoniagenesis renal) Bahan ureagenesis hepatik Bahan glukoneogenesis hepatik/renal

Bahan bakar untuk enterocyte intestinal Bahan bakar dan prekursor asam nucleat dan penting untuk pembentukan produk sitotoksik pada sel immunokompeten Pembuangan ammonia Bahan untuk citrulline dan sintesis arginine Donor nitrogen (nucleotides, amino sugars, coenzymes) Transpor nitrogen Prekursor -aminobutyric acid (via glutamate) Tempat pemberhentian untuk glutamate (sistem saraf pusat) Substrat istimewa untuk produksi glutathione Mekanisme sinyal osmotik pada regulasi sintesa protein Stimulasi sinteis glycogen Metabolisme L-Arginine-NO

2.5. Defisiensi Glutamin Pada dasarnya glutamin merupakan asam amino yang non esensial, akan tetapi pada keadaan stres yang hebat dan berkepanjangan seperti pada pasien yang mengalami trauma berat, luka bakar luas, paska operasi besar, syok sepsis dan pasien-pasien yang di rawat di ICU karena penyakit kritis, suplai endogen tidak lagi mencukupi kebutuhan akan glutamine yang meningkat pada saat itu, sehingga terjadilah suatu defesiensi glutamin. Otot rangka merupakan tempat sintesis dan penyimpanan utama glutamin, kemampuan untuk menghasilkan dan menyimpan ini menjadikan jaringan otot rangka sebagai sumber utama glutamin di tubuh disamping otak dan paru-paru. Pada keadaan normal, glutamine disintesis dan diambil dari paru, otot rangka, otak, dan hati untuk kemudian di bawa ke ginjal, usus, dan sel-sel imun. Sedangkan pada keadaan trauma berat, syok sepsis, luka bakar luas, dan penyakit kritis lainnya, arah aliran distribusi glutamin menjadi berubah, dimana cadangan glutamin di otot akan diambil untuk memenuhi kebutuhan di hati, ginjal, usus, dan sel-sel imun. Glutamin akan di pindahkan dari otot

ke aliran darah splanchnic dan sistem imun. Selain itu glutamin akan disintesis dari asam amino bebas lain yang dilepaskan dari pemecahan protein di otot yang selanjutnya akan dirubah menjadi alanin sebagai substrat pada peristiwa glukoneogenesis di hati. Pada keadaan luka bakar, konsumsi glukosa yang tinggi akan menyebabkan peningkatan eliminasi pyruvat yang hanya dapat diperantarai oleh pembentukan laktat dan transaminasi glutamat menjadi lanin. Penggunaan glutamat ini akan menyebabkan terganggunya sintesis glutamin, dan defisiensi ini akan bertambah parah bila terjadi berkepanjangan, dimana cadangan glutamate juga akan berkurang akibat pemecahan glikogen otot yang berlangsung terus menerus. Pada kondisi seperti inilah glutamin menjadi asam amino yang sangat esensial karena di satu sisi telah terjadi peningkatan kebutuhan akan glutamin dan pada saat yang sama terjadi defisiensi glutamine. 2.6. Kebutuhan dan Jalur Pemberian Glutamin Lebih dari 20 tahun telah banyak dilakukan penelitian untuk penggunaan glutamin sebagai suplemen pada pasien-pasien dengan penyakit kritis. Dimana dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa manfaat pemebrian glutamin secara parenteral lebih baik dibandingkan dengan pemberian secara enteral pada pasien-pasien dengan penyakit kritis. Pasien geriatri dan pasien dengan kondisi berat mempunyai massa otot yang lebih sedikit dipertimbangkan untuk mendapat suplementasi glutamin secepatnya. Pemberian enteral dapat menyokong sel mukosa dan sistem imun di saluran cerna, sementara pemberian parenteral dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan sistemik. Sampai saat ini dosis yang dibutuhkan untuk pasien dengan penyakit kritis masih terdapat silang pendapat, tetapi banyak hasil penelitian menyatakan pemberian 15-30g per hari memberikan hasil yang terbaik untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.7,18 Pemberian dosis tinggi glutamin secara

parenteral (0,35- 0,5gr/kgBB/hari) selama 57 hari menunjukkan manfaat yang besar bila diberikan pada pasien- pasien dengan penyakit kritis. Sampai saat ini pertanyaan tentang manakah rute pemberian glutamin yang terbaik, enteral atau parenteral masih sangat controversial dan mayoritas studi menyebutkan bahwa pemberian melalui jalur parenteral memberikan keuntungan bagi perubahan morfologi dan fungsi mukosa usus. Namun beberapa studi lain menyatakan tidak ada perubahan yang bermakna Akan tetapi pasien-pasien dengan luka bakar luas dan trauma berat, pemberian glutamine enteral juga dianjurkan selain pemberian secara parenteral, perlakuan ini berdasarkan hasil penelitian yang secara signifikan menunjukkan penurunan angka morbiditas infeksi, lama rawatan di ICU dan menurunkan biaya perawatan para pasien tersebut.21,22,23 Pemberian glutamin melalui jalur enteral dinilai tidak cukup untuk mengatasi defisiensi glutamine yang terjadi karena absorbsi yang sampai ke sistemik sedikit akibat penggunaan glutamine oleh sel mukosa usus.9,13,23 Peranan Glutamin pada Pasien Pasca Operasi Sedikit dari data penelitian membuktikan hipotesis bahwa suplementasi glutamin dapat menurunkan resiko infeksi pada pasien yang menjalani pembedahan. Sebuah riset menunjukkan keseimbangan nitrogen meningkat dengan suplementasi glutamin, angka lama rawatan dan peningkatan permeabilitas sel mukosa usus pasca operasi juga menurun pada pasien-pasien yang menjalani operasi kanker gastrointestinal atau obstruksi bilier yang mendapat glutamin sebelum operasi selama kurang dari 1 minggu. Adapun kelemahan dari penelitian ini adalah data yang heterogen dan observasinya yang singkat. Pada studi lain diperoleh penurunan angka lama rawatan, tetapi tidak ada penurunan resiko infeksi dan transloksi bakteri serta keseimbangan nitrogen pada suplementasi glutamin. Pada studi yang lebih besar lagi, pemberian nutrisi parenteral pra operatif menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna pada komplikasi sepsis, durasi nutrisi parenteral, lama rawatan, kualitas hidup, angka mortalitas, mortalitas dalam 6

bulan, mortalitas di ICU, atau penyebab kematian diantara pasien yang mendapat nutrisi parenteral standar dan yang mendapat suplementasi glutamine.

You might also like