You are on page 1of 13

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Demam berdarah dengue yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.(Suriadi, 2001). Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Soegeng Sugiyanto, 2003). Demam dengue / DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang sertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. ( Aru W. Sudoyo 2011 hal. 2773) Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa demam berdarah dengue adalah suatu infeksi virus pada individu atau seseorang yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan menimbulkan demam tinggi pada individu yang terinfeksi. B. Patofisiologi 1. Etiologi Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala sebagai DD. Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. 2. Proses perjalanan penyakit Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di

tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit. Fenomen patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem katikrein yang berakibat ekstravasasi caftan intravaskular. Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permukaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukan Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada pada DHF umumnya dihubungkan dengan Penurunan Kadar Trombosit dalam darah, gangguan fungsi trombosit dan kematian sistem koagulasi. Penurunan Kadar Trombosit dalam darah yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radio isotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikulo endotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi, disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidak hanya disseminated intravascular coagulation (DIC) pada DHF/DSS, terutama pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan.

Telah dibuktikan bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak rnenonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan rejatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol. 3. Klasifikasi Klasifikasi Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut : Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik; satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes tourniket positif dan/atau mudah memar. Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah. Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi

4. Manifestasi Klinis a. Suhu badan yang tiba-tiba meninggi b. Demam yang berlangsung hanya beberapa hari c. Kurva demam yang menyerupai pelana kuda d. Nyeri tekan terutama di otot-otot dan persendian e. Adanya ruam-ruam pada kulit f. Leukopenia. 5. Komplikasi Komplikasi dari penyakit DHF yaitu a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Penurunan kesadaran

6. Pemeriksaan Diagnostik a. Darah Trombositopenia ( N : 150.000-400.000/ui ) Hemokonsentrasi ( N pria : 40-48 Nol % ) Mas pembekuan normal ( 10-15 ) Masa pendarahan memanjang ( N = 1-3 ) Kimia darah : Hiponatremia. Hipoproteinemia Hipokalemia SGOT, SGPT meningkat ( N < 12 u / i ) Ureum meningkat. b. Urine Albuminurial ringan c. Sumsum tulang Awal hiposelular kemudian menjadi hiperselular pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi. Hari ke-10 biasanya kembali normal. d. Pemeriksaan serologi Dilakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara haema glutination inhibition tes (HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen (complement fixation test/CFT) diambil darah vena 2-5 ml). e. Foto thorak Mungkin dijumpai pleural Efusion f. USG Hematomegali Splenomegali a. Darah 1) Trombosit menurun. 2) HT meningkat lebih 20 % 4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah 6) Ureum PH bisa meningkat 7) NA dan CL rendah b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test). 1) Rontgen thorax : Efusi pleura. 2) Uji test tourniket (+) 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DD atau DBD tanpa penyulit adalah: a. Tirah baring b. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah garam. c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberi kompres, antipiretik golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan. d. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan: a. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada jam pertama selanjutnya tiap 24 jam. b. Pada pasien DSS diberi cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti NaC1, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 1529 ml/kg berat badan dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi darah. C. Asuhan Keperawatan Pada DHF Dalam memberikan asuhan keperawatan harus digunakan pendekatan yang sistematis yaitu pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan digunakan perawat dalam mengatasi masalah yang ada. Tahapan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu: pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian a. Data subyektif Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan klien atau keluarga pada klien DHF, data obyektif yang sering ditemukan yaitu : 1) Lemah. 2) Panas atau demam. 3) Sakit kepala. 4) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 5) Nyeri ulu hati. 6) Nyeri pada otot dan sendi. 7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. 8) Konstipasi (sembelit). b. Data obyektif : Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi klien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain : 1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. 2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. 3) Tampak bintik merah pada kulit (pteckie), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena. 4) Hiperemia pada tenggorokan. 5) Nyeri tekan pada epigastrik. 6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. 7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : 1) Ig G dengue positif. 2) Penurunan Kadar Trombosit dalam darah. 3) Hemoglobin meningkat > 20 %. 4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). 5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.

Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil 1) SGOT/SGPT mungkin meningkat. 2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat. 3) Waktu perdarahan memanjang. 4) Asidosis metabolik. 5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan. 2. Diagnosa Keperawatan Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien DHF yaitu : a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. f. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus). h. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan Penurunan Kadar Trombosit dalam darah. i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan klien. 3. Perencanaan Keperawatan Tahap selanjutnya setelah diagnosa keperawatan adalah merencanakan tindakan keperawatan dimulai dari memprioritaskan diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil serta tindakan/intervensi. a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Hasil yang diharapkan : 1) Suhu tubuh normal (36 37 0 C). 2) Klien bebas dari demam. Intervensi : yang dialami

1) Kaji saat timbulnya demam. Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam klien. 2) Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam. Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahuikeadaan umum klien. 3) Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 liter/24 jam. Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 4) Berikan kompres hangat. Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh. 5) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. Rasional : Pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh. 6) Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. Hasil yang diharapkan : 1. Rasa nyaman klien terpenuhi. 2. Nyeri berkurang atau hilang. Intervensi : 1. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien. 2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang. Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri 3. Alihkan perhatian klien dari rasa nyeri. Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain klien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami. 4. Berikan obat-obat analgetik Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri klien. c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Hasil yang diharapkan :

1. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi : 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami klien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. 2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien. 3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan . 4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual. 5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh klien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi. 6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu klien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi klien meningkat. 7. Ukur berat badan klien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi klien d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. Hasil yang diharapkan : 1. Volume cairan terpenuhi. Intervensi : 1. Kaji keadaan umum klien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar klien untuk mengetahui normalnya. 2. Observasi tanda-tanda syock. Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok. 3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi klien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah. penyimpangan dari keadaan

4. Anjurkan klien untuk banyak minum. Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh. 5. Catat intake dan output. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan. e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. Hasil yang diharapkan : 1. Klien mampu mandiri setelah bebas demam. 2. Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi. Intervensi : 1. Kaji keluhan klien. Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien. 2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh klien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan klien. Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat. 4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh klien. Rasional : Akan membantu klien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Hasil yang diharapkan : 1. Tidak terjadi syok hipovolemik. 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal. 3. Keadaan umum baik. Intervensi : 1. Monitor keadaan umum klien Rasional : Memantau kondisi klien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani. 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.

Rasional : Tanda vital normal menandakan keadaan umum baik. 3. Monitor tanda perdarahan. Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga klien tidak sampai syok hipovolemik. 4. Chek hemoglobin, hematokrit, trombosit Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami klien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut. 5. Berikan transfusi sesuai program dokter. Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang. 6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik. Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus). Hasil yang diharapkan : 1. Tidak terjadi infeksi pada klien Intervensi : 1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus. Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi. 2. Observasi tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar klien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital. 3. Observasi daerah pemasangan infus. Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus. 4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis. Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulitlebih lanjut. h. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan Penurunan Kadar Trombosit dalam darah. Hasil yang diharapkan : 1. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 2. Jumlah trombosit meningkat. Intervensi : 1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran mungkin.

pembuluh darah. 2. Anjurkan klien untuk banyak istirahat Rasional : Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan. 3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. Rasional : Membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin. 4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya. Rasional : Memotivasi klien untuk mau minum obat sesuai dosis klien. Hasil yang diharapkan : 1. Kecemasan berkurang. Intervensi : 1. Kaji rasa cemas yang dialami klien. Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami klien. 2. Jalin hubungan saling percaya dengan klien. Rasional : Klien bersifat terbuka dengan perawat. 3. Tunjukkan sifat empati Rasional : Sikap empati akan membuat klien merasa diperhatikan dengan baik. 4. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Meringankan beban pikiran klien. 5. Gunakan komunikasi terapeutik Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada klien memberikan hasil yang efektif. C. Pelaksanaan Keperawatan Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun satiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keprawtan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, tehnik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang di berikan kepada klien. yang diberikan. i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan yang dialami

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independent, dependent, interdependent. Tindakan keperawatan secara independent adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainya, dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependent adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, dan sikap psikomotor. F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil di capai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat di atasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evalasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawtan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

You might also like