You are on page 1of 143

PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN SEKOLAH PADA SMP NEGERI 3 KARANGTENGAH KABUPATEN CIANJUR

RD. ABIMANYU BIN ARJUNA


No. Reg. XXXXXXXXXXXXXX

Tesis yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh gelar Magister Administrasi Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA (S-2) MANAJEMEN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA 2007

iv

RINGKASAN TESIS
EPO KURNIA: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur, Tesis, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2008 untuk mendeskripsikan (1) aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; (2) komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah; dan (3) aspek yang diberdayakan dalam peningkatan mutu layanan sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik angket yang disebarkan kepada 37 responden guru SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif serta dibantu dengan pengkajian melalui observasi, studi dokumentasi, dan studi ke-pustakaan. Hasil penelitian menunjukkan

ABSTRACT This research was conducted to know School Culture Development in Building Quality of School Service at SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. The method used on this research is descriptive method qualitative, while technique of data collecting used is questionnaire technique propagated to 37 responder of the SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Data obtained to be analysis by using technique qualitative analysis and also assisted with the study of passing observation, documentation study, and bibliography study. Result of research indicate that (1) the headmaster as leader and manager was have capability in coordinated entire school component so that can develop the planning and execution was raise of school quality as according to plan which have been formulated what entirely have an effect on to forming of school culture quality oriented; (2) school component consisted of the headmaster as head institute, all teacher as development executor of school quality, and also all student as subject education represent the factors determining formed its good school culture; (3) SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur have owned the positive school culture which can be made for development of school service. Penelitian tentang Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membangun Mutu Pelayanan Sekolah bertujuan

bahwa (1) kepala sekolah selaku pimpinan dan manajer memiliki kapabilitas dalam mengkoordinasikan seluruh komponen sekolah sehingga dapat mengembangkan perencanaan

dan pelaksanaan peningkatan mutu sekolah sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan, pelaksanaan program pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang telah dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan berkesinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada program serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan melahirkan iklim kerja yang kondusif; yang seluruhnya berpe-ngaruh terhadap pembentukan kultur sekolah yang berorientasi kepada mutu; (2) komponen-komponen sekolah yang terdiri atas kepala se-

teks ternyata pula SMP Negeri 3 Karangtengah belum dapat menumbuhkan dan mengembangkannya dengan baik, terutama dalam pengembangan budaya prestasi baik di kalangan siswa maupun kalangan guru dan warga sekolah lainnya. Saran yang disampaikan adalah (1) sekolah harus selalu mengembangkan akuntabilitas sekolah agar dapat melayani publik secara maksimal, (2) program-program yang dikembangkan oleh sekolah pada sebelum awal tahun pelajaran berjalan harus memiliki daya ramal ke depan sehingga program tersebut dapat berjalan up to date sesuai dengan perencanaan; dan (3) pihak sekolah harus mampu memberdayakan Komite Sekolah secara maksimal bagi kepentingan peningkatan mutu sekolah yang pada akhirnya akan mampu membentuk kultur sekolah yang baik dan kondusif

kolah selaku pimpinan lembaga, para


guru sebagai pelaksana pengembangan mutu sekolah, serta para siswa sebagai subjek pendidikan merupakan faktor-faktor yang menentukan terbentuknya kultur sekolah yang baik serta telah dapat membangun kultur sekolah yang berorientasi kepada peningkatan mutu; (3) pada dasarnya SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur telah memiliki budaya sekolah positif yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan layanan sekolah, tradisi-tradisi positif yang berkembang di kalangan siswa dan guru merupakan landasan kokoh bagi terciptanya kultur sekolah yang baik meskipun pada beberapa kon-

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah Azza wazalla, karena atas izin dan kekuasaan-Nya pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang mengambil judul Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama. Kesulitan dan hambatan tentu saja banyak ditemui selama persiapan, proses penelitian, hingga penyusunan tesis ini, baik dari segi teknis maupun teknis penulisan. Atas bantuan berbagai pihak, Alhamdulillah kesulitankesulitan itu dapat teratasi sehingga karya tulis ini akhirnya dapat terwujudkan. Oleh sebab itu, amatlah patut jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada 1. Prof. Dr. I Made Putrawan, selaku Pembimbing I yang telah memberikan kemudahan-kemudahan pelaksanaan penelitian dan proses penyusunan tesis ini serta berbagai bimbingan dan petunjuk berharga sejak persiapan penelitian hingga terwujudnya tesis ini. 2. Prof. Dr. Nana Sudjana, selaku Pembimbing II yang memberikan bantuan dan arahan dalam berbagai aspek persiapan penyusunan tesis hingga penyelesaiannya. 3. Prof. Dr. Hasan Walinono, Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Staf pengajar Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta yang telah memberikan bimbingan dan membuka wawasan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan hingga penyusunan tesis ini. 5. Bapak R. Hasan Iskandar, Kepala SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan ujicoba penelitian. 6. Para guru SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur yang telah turut berpartisipasi dalam pengumpulan data untuk penelitian ini. 7. Berbagai pihak yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian, khususnya dalam rangka pengumpulan data dan informasi untuk klengkapan tesis ini. Akhirnya, tak ada gading yang tak retak. Pada karya tulis ini sudah barang tentu akan banyak ditemukan kelemahan-kelemahan serta

kekurangan. Untuk itu, dapatlah kiranya kelemahan-kelemahan serta kekurangan tersebut menjadi bahan kajian bagi penelitian lebih lanjut. Jakarta, Januari 2008 Penulis, ABIMANYU BIN ARJUNA NIRMP. xxxxxxxxxx

DAFTAR ISI
halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ BUKTI PENGERSAHAN PERBAIKAN TESIS .............................................. RINGKASAN TESIS ..................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. Bab I PENDAHULUAN ............................................................................ A. B. C. D. E. Latar Belakang Masalah ........................................................ Identifikasi Masalah ................................................................ Batasan Masalah .................................................................. Rumusan Masalah .................................................................. Manfaat Penelitian ..................................................................

ii iii iv v vii 1 1 4 6 7 8

Bab II

TINJAUAN TEORITIS .................................................................... A. B. Konsep Dasar Kultur Sekolah .................................................. Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membentuk Prestasi Sekolah .................................................................................... Pemberdayaan sebagai Upaya Penciptaan Kultur Sekolah .................................................................................... Mutu Pelayanan Sekolah .........................................................

10 10 17 27 37

C. D.

Bab III

METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ A. B. Tujuan Penelitian ..................................................................... Tempat dan Waktu

45 45 46

Penelitian ................................................ C. D. E. F. G. Metode Penelitian ................................................................... Unit Analisis ............... ............................................................. Teknik Pengumpulan Data Penelitian .................................... Instrumen Penelitian ................................................................ Teknik Analisis Data ...............................................................

47 48 49 50 53

Bab IV

HASIL PENELITIAN ...................................................................... A. B. C. Profil SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur ............................ Temuan Penelitian .................................................................. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................

57 57 58 106

Bab V

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... A. ..... B. Saransaran ............................................................................ Kesimpulan .........................................................................

122 122 124

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... Lampiran ........................................................................................................

129 132

1. 2. 3. 4. 5.

Instrumen Penelitian Dokumentasi SMP Negeri 3 Karangtengah Data Visual SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur Riwayat Hidup Surat Izin Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi

mengembangkan potensi peserta didik agar mereka memiliki kompetensi yang seimbang dalam penguasaan Iptek dan Imtak yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Salah satu penunjang utama bagi keberhasilan pendidikan di sekolah adalah terciptanya kultur sekolah yang kondusif melalui pengembangan kultur sekolah yang dilandasi nilai-nilai akhlaqul karimah. Kultur sekolah yang demikian tidak akan tercipta dengan sendirinya,

melainkan perlu dibentuk, dibangun, dikembangkan dan dipelihara secara bertahap melalui berbagai program dan kegiatan yang melibatkan semua anggota komunitas sekolah. Pasal 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Terwujudnya tujuan pendidikan nasional di atas sangat tergantung pada 3 (tiga) pilar pendidikan yaitu lembaga pendidikan (formal dan nonformal), keluarga dan lingkungan masyarakat. Ibarat bangunan, jika 1 ketiga pilar tersebut tidak seimbang kekuatannnya, maka bangunan tersebut akan miring bahkan roboh. Demikian pula halnya dengan pendidikan, jika salah satu pilar tidak seimbang dengan kekuatan pilar-pilar lainnya, maka sulit sekali mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang disebutkan di atas. Upaya peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya penanganan masalah-masalah seperti perkelahian pelajar, perilaku seks bebas dan penggunaan narkoba merupakan tanggung jawab bersama ketiga pilar pendidikan untuk menanganinya. Dalam upaya memperkuat pilar lembaga pendidikan jalur sekolah agar menghasilkan peserta didik yang bermutu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang disebutkan di atas, kultur sekolah yang kondusif bagi pembelajaran perlu dibangun dan dikembangkan.

Penciptaan kultur sekolah yang baik dan kondusif sangat erat hubungannya dengan sikap dan cara pandang warga sekolah atas sistem pengelolaan sekolah. Sistem pengelolaan sekolah itu sendiri sangat banyak diwarnai dan ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam menerapkan serta mengembangkan sistem manajemen yang baik. Sementara itu, proses penerapan manajemen yang baik terutama terletak pada kemampuan kepala sekolah dalam mempengaruhi seluruh warga sekolah untuk berprestasi dan meningkatkan kinerja. Dengan kata lain, kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam melakukan pemberdayaan semua komponen yang ada di bawahnya sehingga seluruh komponen sekolah dapat melakukan kinerja secara sadar dan bertanggung jawab. Kesadaran atas tindakan yang dilakukan oleh seluruh warga sekolah dalam melaksanakan fungsi dan kewajibannya inilah yang akan mampu menciptakan kultur sekolah yang baik. Secara umum, sebuah sekolah atau organisasi terdiri dari sejumlah orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam. Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai kesatuan dari orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan ( belief), dan nilainilai yang sama. Budaya organisasi sangat erat berkaitan dengan budaya sekolah di mana berbagai aspek terlibat di dalamnya. Aspek-aspek yang terlibat di dalam sebuah kultur atau budaya sekolah meliputi latar atau setting sekolah, lingkungan (milieu), suasana (atmosphere), rasa (feel), sifat (tone), nilai-nilai, dan iklim (climate) organisasi. Kultur sekolah pada dasarnya

merupakan tradisi yang berkembang di sebuah sekolah di mana kepala sekolah, guru-guru, serta warga sekolah lainnya bekerja dan berhubungan satu sama lainnya yang dimiliki sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Dalam konteks pendidikan, kultur sekolah yang kondusif adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi

bertumbuhkembangnya kecakapan hidup siswa yang diharapkan. Tumbuh kembang nilai-nilai kecakapan hidup para siswa ini pada dasarnya merupakan realisasi dari pelayanan yang diberikan sekolah sebagai lembaga pendidikan kepada masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur perlu dilakukan. B. Identifikasi Masalah Dalam kehidupan setiap organisasi ada satu aspek yang dapat mempengaruhi proses perkembangannya di mana setiap manajer akan memiliki kesempatan atau peluang untuk mengadakan perubahan yang berarti di dalamnya. Aspek itu adalah iklim. Istilah iklim ini mengacu kepada suasana yang muncul dan dirasakan pada saat bekerja dalam suatu organisasi, departemen, atau tim. Iklim juga menjadi parameter untuk mengukur kondusif atau tidaknya suatu perkembangan organi-sasi yang

bersumber dari suasana emosi para personal organisasi yang tumbuh akibat kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh manajer. Untuk mengembangkan sebuah budaya sekolah diperlukan kemampu-an memahami iklim atau suasana kinerja sebuah organisasi dari seorang manajer. Pada konteks ini diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan mengetahui suasana yang ber-kembang dalam tubuh organisasi sehingga konsep-konsep kultur sekolah dapat diterap-kan secara optimal. Proses penumbuhan dan pengembangan kultur atau budaya dalam sebuah sekolah ditentukan oleh berbagai faktor yang ada di dalam lembaga tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi pe-numbuhan kultur sekolah adalah sikap dan cara pandang seluruh personal sekolah terhadap pengelolaan pendidikan secara menyeluruh dan seimbang.

Ketidakseimbangan serta ketidakberpihakan personal sekolah terhadap sesuatu secara berlebihan akan menyebabkan timpangnya proses

pengelolaan sekolah yang akan berakibat muncul-nya budaya sekolah yang kurang kondusif. Kondisi seperti ini akan menyebabkan rendahnya kinerja seluruh komponen sekolah, yang pada gilirannya akan menyebabkan terpuruknya sekolah dalam pencapaian prestasi. Berdasarkan uraian tersebut diidentifikasi sejumlah permasalah-an yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap penumbuhan dan

perkembangan kultur sekolah yang kondusif seperti berikut ini.

1. Apakah sekolah memiliki visi dan misi yang dirumuskan secara kolektif (bersama-sama dengan seluruh guru, siswa, komite sekolah, serta unsur lainnya yang terkait)? 2. Apakah visi, misi, dan sasaran pengembangan sekolah merupa-kan pencerminan kehendak dan cita-cita seluruh warga sekolah? 3. Apakah kepala sekolah (beserta stafnya) melakukan sosialisasi visi, misi, dan tujuan pengembangan sekolah kepada seluruh warga sekolah? 4. Apakah seluruh warga sekolah (guru, siswa, staf sekolah, komite sekolah, serta masyarakat sekitar) mengetahui dan memahami kandungan visi dan misi sekolah? 5. Apakah seluruh komponen sekolah melaksanakan program yang telah dirumuskan sesuai dengan fungsinya serta jadwal yang telah ditetapkan? 6. Apakah kepala sekolah menerapkan manajemen terbuka sesuai dengan nafas manajemen berbasis sekolah? 7. 8. Apakah guru-guru melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya? Bagaimanakah tanggapan para siswa atas budaya persekolahan di mana mereka menuntut ilmu dan mengembangkan dirinya? C. Batasan Masalah Agar masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan, maka perlu dilakukan pembatasan dalam masalah yang telah dirumuskan. Hal ini sejalan

10

dengan yang dikemukakan oleh Sugiono bahwa setiap penelitian yang akan dilakukan harus berangkat dari masalah. Bila dalam penelitian telah dapat menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka sebenarnya pekerjaan penelitian itu 50% telah selesai 1. Agar penelitian ini tidak meluas, diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut. 1. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 2. Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah. 3. Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah. D. Rumusan Masalah Agar penelitian ini dapat terarah dan mencapai sasaran, masalahmasalah yang dikaji perlu dirumuskan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut 1. Aspek apa saja yang dapat dikembangkan dalam membentuk kultur sekolah? 2. Siapa saja yang seharusnya berperan dalam

pengembangan kultur sekolah? 3. Aspek budaya apa saja yang perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan mutu layanan sekolah?
1

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta, 2004), p. 31

11

E.

Manfaat Penelitian Sebagai bentuk penelitian, melalui pengkajian konseptual dan temuan-

temuan di lapangan, penelitian ini diharapkan sumbangan pemikiran yang bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi atau gambaran tentang pemahaman guru atas pengembang-an kultur sekolah serta pengaruhnya terhadap guru dalam meng-

implementasikan penyelenggaraan pendidikan berbasis kompetensi di sekolah, terutama dalam proses kinerja guru yang meliputi pelaksanaan proses pembelajaran siswa, keterlibatan guru dalam pengembangan profesional, serta pengaruhnya terhadap perkembangan prestasi siswa. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kon-tribusi atau manfaat langsung kepada guru sebagai pelaksana pendidikan, sekolah, serta dinas pendidikan. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran dan pemikiran serta wawasan pengetahuan kepada guru dalam hal pengembangan kultur sekolah secara lebih terarah dan kontekstual. Kedua, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada guru dalam memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didik untuk mencapai kompetensi. Ketiga, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada sekolah, khususnya SMP Negeri 3 Karangtengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, agar pengembangan kultur sekolah dapat dijadikan

12

bahan perbandingan sesuai dengan karakteristiknya serta temuan-temuan penelitian.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. 1.

Konsep Dasar Kultur Sekolah Pengertian Kultur Sekolah Kultur merupakan terjemahan dari kata culture yang mengandung

makna budaya atau peradaban. Edward Burnet Tylor, dalam Taliziduhu 2 menjelaskan bahwa culture or civilization, taken in its wide ethnographic sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, law, custom, and any other capabilities anda habits acquired by man as a member of society. Sedangkan Vijay Santhe, dalam Taliziduhu 3, menjelaskan bahwa
2 3

Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), p 43 Ibid

13

budaya adalah the set of important assumption (often unstated) that members of a community share in common. Kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa kultur merupakan sesuatu hal yang kompleks dan utuh, dan akan meliputi aspek-aspek pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, kebiasaan dan kemampuan, serta kebiasaan lain yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Kompleksitas tersebut sering menjadi sebentuk anggapan dasar yang penting dan tidak dinyatakan secara eksplisit serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah komunitas masyarakat. dalam konteks yang lebih kecil, kultur atau budaya ini dapat pula terjadi pada lingkungan sekolah.
10

Cheng4 mengemukakan bahwa dunia pendidikan belum memiliki definisi yang pasti tentang kultur sekolah. Istilah ini sering diidentikkan dengan berbagai istilah yang mendekati, seperti iklim, etos, dan

sejarah/riwayat. Penggunaan istilah kultur sekolah serta pemahamannya digunakan sebagai satu bentuk upaya dalam membuat arah bagi

pembentukan lingkungan sekolah yang kondusif dan suasana belajar yang stabil. Suatu tinjauan literatur atas kultur sekolah yang dilakukan oleh Terrence E. Deal dan Kent D. Peterson5 mengungkapkan bahwa definisi kultur meliputi "pola teladan dalam nilai-nilai, kepercayaan, dan tradisi yang telah dibentuk dan menjadi milik sekolah setelah melewati rangkaian
4

Cheng Yin Cheong, Leadership for School Culture , (ERIC Digest, Number 91, 1993) pada situs http://www.uoregon.edu/ download tanggal 30 Januari 2008, p. 1 Ibid

14

peristiwa dan waktu yang panjang. Paul E. Heckman (1993) 6 menegaskan bahwa kultur sekolah itu merupakan "keyakinanan yang dianut oleh para guru, para siswa, dan kepala sekolah ." Definisi ini menunjukkan adanya upaya dalam menciptakan suatu lingkungan belajar yang efisien. Para ahli lebih memusatkan pada nilai-nilai inti diperlukan untuk memberi

pembelajaranran dan mempengaruhi pola pikir generasi muda. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa kultur sekolah dapat digambarkan sebagai pola keteladanan yang meliputi norma-norma, nilainilai, kepercayaan atau keyakinan, upacara, upacara agama, tradisi, dan pemahaman atas tradisi turun-temurun, mungkin dalam derajat atau tingkat penafsiran yang bermacam-macam, dalam anggota warga atau komunitas sekolah. Hennry Jay Baker dan Margareth M. Riel 7 mengemukakan bahwa kultur sekolah merupakan sebuah sistem atau keyakinan yang dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah dalam melakukan tindakan-tindakan. Kultur sekolah ini dibentuk oleh berbagai aspek yang telah lama mempengaruhi sistem kinerja dan kebiasaan yang hidup di sekolah tersebut, yang meliputi latar atau setting sekolah, sistem keyakinan yang berkembang di dalamnya, pemikiran-pemikiran yang muncul pada setiap anggota warganya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan sekolah, serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berpengaruh di sekitarnya.
6 7

Ibid Baker, Hennry Jay, & Riel, Margareth M., Teacher Professionalism and the Emergence of Constructivist-Compatible Pedagogies, (a paper presented at the 1999 meeting of the American Educational Research Association, Montreal, 1999), dari http://www.uci,edu/, download tanggal 30 Januari 2008, p. 8

15

2.

Kultur Sekolah dalam Konteks Peningkatan Mutu Sekolah merupakan pengajaran, lembaga pendidikan dan formal pelatihan yang untuk

menyelenggarakan

pembimbingan

mengembangkan potensi peserta didik menjadi kompetensi. Yang dimaksud dengan kompetensi di sini adalah tampilan keseimbangan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik dalam pikiran, sikap, ucapan dan tindakannya sehari-hari yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, kompetensi yang dimaksud bukan hanya kompetensi

yang menyangkut ilmu dan teknologi (iptek) saja, tetapi juga keimanan dan ketakwaannya (imtak) kepada Tuhan YME. Berdasarkan konsep kompetensi di atas, maka sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu menghasilkan lulusannya yang mempunyai keseimbangan kompetensi iptek dan imtak yang tinggi. Frymer dan Sergiovanni (1984), sebagaimana dikutip oleh Depdiknas 8, dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa kultur sekolah mempunyai korelasi positif yang signifikan dengan kualitas lulusan. Artinya, semakin baik kultur sekolah, semakin tinggi kualitas lulusan sekolah tersebut. Sebaliknya, semakin buruk kultur sekolah semakin rendah kualitas lulusannya. Hasil penelitian tersebut memberi isyarat kepada para pengelola pendidikan di mana pun tentang

Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah, (Jakarta: Depdiknas, 2002) p. 24

16

betapa pentingnya menciptakan kultur sekolah yang kondusif, agar mutu lulusan sekolah dapat terus meningkat ke arah yang lebih baik. Sekolah merupakan organisasi pendidikan. Oleh karena itu, kultur sekolah relatif sama dengan kultur organisasi pada umumnya. Yang membedakannya hanya terletak pada hal-hal yang menyangkut metoda dan orientasi pengembangannya. Kultur organisasi adalah sistem kepercayaan dan nilai-nilai bersama yang berkembang di dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggotaanggotanya.9 Nilai-nilai itu diidentifikasi, ditanamkan dan diaktualisasikan melalui raga, perilaku, sikap dan pendirian tertentu yang berulang-ulang dan konsisten sehingga masyarakat dapat mengamati atau merasakannya. 10 Dengan demikian maka secara sederhana kultur sekolah dapat dikatakan sebagai suasana kehidupan di sekolah yang dilandasi sistem nilai tertentu yang ditunjukkan oleh sikap, ucapan dan tindakan para anggota komunitas sekolah serta kondisi fisik lingkungan sekolahnya sehari-hari. Yang dimaksud dengan nilai di sini adalah nilai kehidupan personal (personal living value) atau nilai sosial (social living value), yakni ukuran kehidupan yang dianggap/diyakini benar, bagus dan baik menurut

standar/kriteria/prosedur berdasarkan, harapan, cita-cita dan keyakinan suatu masyarakat yang bersumber dari agama atau filsafat kehidupannya.

10

Shermerchorn, Jr. John R. et al, Managing Organizational Behavior, (New York: John Wiley & Sons Inc, 1994), p. 426 Ndraha, Taliziduhu, Teori Budaya Organisasi, (Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan UNPAD, 1999), p. 75

17

3.

Membangun Kultur Sekolah Kultur sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks

persekolahan. Kultur sekolah sebagai kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai yang dianut sekolah, yakni dalam bentuk bagaimana warga sekolah seperti komite sekolah, yayasan (untuk swasta), kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lain. Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, membangun dan memiliki kecakapan personal dan akademik Dewasa ini, dunia berubah dengan cepat, tuntutan masyarakat juga berubah sehingga kemampuan sumber daya manusia menjadi lebih kompetitif. Untuk itu, sekolah perlu meningkatkan kualitas. Ini harus dimulai dari unsur pimpinan sekolah untuk mampu memahami lingkungan

sekolahnya secara holistik. Melalui pemahaman kultur sekolah ini, kepala sekolah akan memiliki bekal untuk membentuk nilai, keyakinan, dan sikap yang diperlukan untuk membangun sekolah. Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekan-kan pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa serta warga sekolah lainnya atas prestasi yang diperoleh, menghindari kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antarwarga sekolah. Kultur sekolah yang negatif semestinya diubah ke arah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus

18

memahami kultur yang ada, mengubah variasi hubungan antarwarga sekolah, perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran, dan komitmen, serta perubahan dimulai dari atas dengan contoh perbuatan yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan produk kultur yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin hubungan yang sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta interaksi yang menyenangkan. Berdasarkan uraian di atas, peran kultur sekolah adalah untuk memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh. Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya iklim terbuka (open climate), budaya positif (positive culture), budaya terbuka (open culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable spiritual atmosphere) di antara warga sekolah. Atas dasar ini, keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa sifat, dan iklim sekolah yang secara produktif harus mampu memberikan pengalaman, baik bagi tumbuh kembangnya keyakinan dan ketakwaan, perilaku kebersamaan dalam kehidupan, pengetahuan dan keterampilan akademik, etos kerja, semangat belajar, partisipasi, demokratis, dan wawasan kebangsaan siswa serta warga sekolah lainnya.

19

B.

Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membentuk Prestasi Sekolah Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat

berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa

menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah, dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah

menunjukkan bahwa sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup. Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan inkonvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan kultur sekolah. Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar

20

proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini. Bukti terakhir, hasil TIMSS11 (The Third international Math and Science Study) menunjukkan bahwa siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama menempati pada rangking atas untuk mata pelajaran matematik, padahal kultur negara-negara tersebut berbeda. Oleh karena itu, para peneliti pendidikan lebih memfokuskan pada kultur sekolah, bukannya kultur masyarakat secara umum, sebagai salah satu faktor penentu kualitas sekolah. Hal ini menunjuk-kan bahwa "faktor penentu kualitas pendidikan tidak hanya dalam wujud fisik, seperti keberadaan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam wujud non-fisik, yakni berupa kultur sekolah". Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal ini adalah Antropolog Clifford Geertz, sebagaimana dikutip oleh Wijaya Kusumah12, yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman
11

12

Anonim, artikel Kultur Sekolah, pada http://www.pakguruonline.pendidikan.net/pradigma_pdd_ms_depan_36.html, download tanggal 30 Januari 2008 Wijaya Kusumah, Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis , (artikel bebas pada http://www.omjay.8m.com&wijayalabs.wordpress.com, tanpa tahun), download

21

terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford Geertz tersebut di atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, normanorma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa di Amerika Serikat telah dibuktikan lewat penelitian empiris13. Kultur yang "sehat" memiliki korelasi yang tinggi dengan a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap dan motivasi kerja guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru.

Namun demikian, analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang lain, seperti, a) rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi, c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan sekolah, e) ideologi organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g) kepemimpinan kepala sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru. Dengan kata lain, dampak kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah bersifat langsung, melainkan lewat berbagai

13

tanggal 30 Januari 2008, p. 3 Ibid

22

variabel, antara lain seperti semangat kerja keras dan kemauan untuk berprestasi. 1. Faktor Pembentuk Kultur Sekolah Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh berkembang selama waktu di sekolah, dan perkembangan para siswa tidak dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sendiri. Aturan sekolah yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa maupun antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi dirinya. Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya sekolah (school culture) yang kokoh. Perpaduan unsur siswa, guru, dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sebuah sekolah unggul dan favorit di masyarakat. Menurut Deal dan Peterson (1999), sebagaimana dikutip oleh Wijaya Kusumah 14, budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
14

Wijaya Kusumah, Op.Cit, p. 4

23

simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas. Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan iptek dan berlandaskan imtak. Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan budaya keagamaan (religi), budaya kerjasama (team work), ludaya kepemimpinan (leadership). Dalam pengembangan nilai-nilai religi (keagamaan) dapat diterapkan penanaman perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik (akhlaqul Karimah) serta disiplin dalam berbagai hal. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilaksanakan meliputi pengembangan budaya

pengucapan salam, doa sebelum/sesudah belajar, doa bersama menyambut UN/US, melaksanakan tadarus, shalat Dzuhur berjamaah, lima hari belajar, LOKETA (Lomba Keterampilan Agama), studi amaliah Ramadhan, hafalan Juz Amma, mengembangkan budaya bersih; menyelenggarakan konferensi

24

kasus, kegiatan praktek ibadah, berbuka puasa bersama, pengelolaan ZIS (zakat, infaq, shadaqah) serta peringatan hari-hari besar Islam. Pengembangan budaya kerja sama (team work) dapat pula dilakukan. Budaya kerja sama dimaksudkan untuk menanamkan rasa kebersamaan dan rasa sosial melalui kegiatan bersama. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain MOS, kunjungan industri, bakti sosial,

pengembangan teman asuh, kegiatan olah raga dan kesenian, kunjungan museum dan widyawisata kegiatan lainnya, pentas seni, studi siswa, banding, disiplin

pengembangan

ekstrakurikuler,

pelepasan

pengenaan seragam sekolah, penerbitan majalah sekolah, PHBN, PORSENI, dan sejenisnya. Di samping kedua bentuk pengembangan kegiatan siswa di atas, dapat pula dikembangkan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan kebersamaan, peningkatan disiplin, pengembangan kesadaran lingkungan, pemeliharaan nilai-nilai tradisi, dan sebagainya. 2. Peran Kepala Sekolah Kepala sekolah harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih "sehat" harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkan kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan siswa

25

menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada dewasa ini, mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan normanorma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah. Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apa-bila: a) kepala dapat berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah. Dengan dapat memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif bagi berlangsung-nya proses pendidikan.

3. Menumbuhkan dan Mengembangkan Kultur Sekolah Positif

26

Sebuah sekolah tidak akan pernah mencapai sebuah tingkat perkembangan kultur sekolah yang baik sebelum tumbuh rasa aman, saling menghargai, serta kebebasan pengembangan diri bagi warga sekolah di dalamnya. Kultur sekolah yang positif dikembangkan melalui rangkaian kegiatan penilaian, analisis perkembangan, meningkatkan dan memperkuat identitas sekolah, serta selalu memonitor proses perjalanan sekolah secara keseluruhan. Jane Turner dan Carolyn Crang 15 mengemukakan bahwa penumbuhan kultur sekolah akan sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal sekolah, baik sebagai latar maupun sebagai sistem. Sebagai latar, sekolah (terutama sekolah yang telah lama berdiri) memiliki budaya turun-temurun yang diwariskan sebagai tradisi melembaga. Hal-hal seperti pelaksanaan wisuda lulusan dengan upacara tertentu yang telah berlangsung secara terus-menerus merupakan contoh yang paling mudah untuk diidentifikasi. Kegiatan pelantikan siswa baru melalui upacara tertentu, penggunaan seragam, penggunaan logo dan emblim sekolah, adalah contohcontoh konkret dari faktor internal sekolah. Faktor eksternal sekolah dapat muncul dari akibat merembesnya pengaruh budaya massa ke dalam lingkungan pergaulan sekolah. Budaya seperti ini dapat masuk melalui siswa, guru, dalam proses pembelajaran, serta kegiatan-kegiatan lainnya, yang kemudian dikukuhkan menjadi bagian dari kebiasaan sekolah.

15

Turner, Jane and Crang, Carolyn. Exploring School Culture, (A paper submitted to the Centre for Leadership in Learning, 1996), p. 10

27

Penumbuhan kultur sekolah yang positif dapat dilakukan melalui halhal sebagai berikut. (1) Mempertahankan nilai-nilai yang dianggap baik dan positif sebagai identitas atau karakter sekolah. (2) Mengembangkan nilai-nilai, kebiasaan, atau kegiatan yang dianggap baik tetapi kurang memperoleh perhatian menjadi sebentuk identitas atau kegiatan sekolah yang khas dan dapat menarik perhatian masyarakat. (3) Meningkatkan kepatuhan pemahaman aturan warga untuk sekolah akan disiplin serta dan

terhadap

mencapai

keteraturan

kenyamanan belajar dan bekerja serta mengiplementasikannya. (4) Menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang berkaitan dengan pewujudan obsesi prestasi secara wajar melalui berbagai aktivitas di kalangan siswa dan guru sehingga muncul tradisi juara di kalangan warga sekolah. (5) Mengembangkan usaha kerjasama dengan berbagai pihak yang dapat merangsang tumbuhnya kreativitas dan aktivitas seluruh komunitas sekolah secara positif. Pengembangan-pengembangan lain dapat pula dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan sekolah sehingga sekolah memiliki banyak alternatif dalam menumbuhkan, mengembangkan, memper-tahankan, serta memperkuat nilai-nilai serta tradisi sekolah yang ada. Dengan cara ini

28

pula, kultur sekolah yang diharapkan akan dapat tercipta dan terbina sehingga sekolah memiliki eksistensi yang kokoh. C. Pemberdayaan sebagai Upaya Penciptaan Kultur Sekolah Upaya lain yang dapat dilakukan guna menumbuhkan dan

mengembangkan kultur sekolah adalah proses pemerdayaan kapasitas kelembagaan sekolah. Pengembangan kultur sekolah melalui pemberdayaan artinya meningkatkan efektivitas dan kreativitas setiap kom-ponen sekolah agar lebih berdaya guna sehingga dapat menumbuhkan kultur sekolah yang diinginkan dalam segi manajemen sumber daya manusia. Apa sesungguhnya yang dinamakan dengan pemberdayaan? 1. Pengertian Pemberdayaan Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan atas kata empowering yang pada awalnya digunakan dalam konteks manajemen bisnis. Istilah ini berkaitan erat dengan pemindahan atau pendelegasian wewenang ( authority) dan kekuasaan (power) kepada staf pada suatu sistem. Dalam konteks manajemen umum, istilah pemberdayaan me-rupakan konsep yang mengacu kepada cara praktis dan produktif untuk memperoleh hasil terbaik dari suatu tujuan dengan mengembangkan lebih dari sekedar pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan secara tepat sehingga dapat digunakan secara efektif16. Pemberdayaan di sini bukan sekedar pelimpahan

16

Stewart, Aileen Mitchel. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998), p. 23

29

tugas semata kepada staf, melainkan juga pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Nasution (2004) memberikan definisi lain mengenai pember-dayaan yang berbunyi pemberdayaan dapat diartikan sebagai pelibat-an karyawan yang benar-benar berarti, pemberdayaan tidak sekedar hanya memiliki masukan tetapi juga memperhatikan, mempertimbang-kan, dan

menindaklanjuti masukan tersebut apakah diterima ataukah tidak. 17 Abdullah NS (1998) menambahkan rumusan pemberdayaan melalui tulisannya pada Mimbar Pendidikan dengan ungkapan pember-dayaan budaya organisasi berarti membantu membuat agar organisasi (dalam hal ini lembaga pendidikan) memiliki budaya organisasi yang lebih kuat atau lebih berdaya dengan cara menghilangkan sebanyak mungkin hambatan-

hambatan dalam mengimplementasikan visi dari pimpinan organisasi ke arah keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang. 18 Dari ketiga konsep rumusan pemberdayaan di atas, dapat disusun sebuah definisi bahwa pemberdayaan adalah pelibatan seluruh komponen organisasi dalam melaksanakan visi organisasi (lembaga pendidikan) untuk mencapai posisi yang lebih baik di masa mendatang melalui pendelegasian secara utuh wewenang, kekuasaan, dan tanggung jawab kepada staf dalam arti yang sebenarnya, serta dengan menghilangkan sebanyak mungkin
17

18

Nasution, M. Nur., Manajemen Mutu Terpadu. (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2004), p. 172 Abdullah NS., Pemberdayaan Budaya Organisasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Lembaga Pendidikan. Artikel dalam Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVII 1998, (Bandung: IKIP Bandung, 1998), p.29

30

hambatan yang akan muncul dan memberikan penekanan lebih kuat terhadap nilai-nilai positif. 2. Esensi Pemberdayaan Manajemen selalu berhubungan dengan wewenang ( authority) dan kekuasaan (power) yang merupakan modal utama untuk meng-gerakkan sebuah sistem organisasi. Wewenang dan kekuasaan ini kemudian melahirkan berbagai aturan, prosedur, perintah, dan sebagainya yang digunakan untuk mengefektifkan lajunya roda organisasi guna mencapai tujuan secara maksimal. Berbagai teori manajemen tentang tugas dan fungsi seorang manajer selalu bersumber dari kedua aspek ini 19. Akan tetapi, kekuasaan dan wewenang sangat tampak tidak mempertimbangkan sisi kemanusiaan sebagai pelaksana laju dan

perkembangan sebuah organisasi. Sebagian besar gaya manajemen lama yang bertumpu pada manajer yang mempunyai wewenang dan kekuasaan untuk memerintahkan agar suatu pekerjaan dapat diselesai-kan dengan cepat dan tepat ternyata sering memiliki kendala kemanusiaan yang menjauhkan hubungan komunikasi interpersonal dan antarpersonal dalam manajemen tersebut20. Para staf lebih banyak bertindak menunggu perintah dari atasan daripada bertindak sendiri sesuai dengan aturan secara kreatif. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pendekatan lebih manusiawi dalam menggerakkan laju dan perkembangan organisasi sehingga tujuan-tujuan

19 20

Stewart, Aileen Mitchel, Op.Cit, p. 16 Ibid, p. 18

31

dapat tercapai dengan cepat, tepat, serta komunikasi berjalan secara maksimal. Pemberdayaan pada dasarnya bermaksud meniadakan segala peraturan, prosedur, perintah, dan lain-lain yang tidak perlu, yang merintangi organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemberdayaan ber-tujuan

menghapuskan hambatan-hambatan sebanyak mungkin guna membebaskan organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, melepaskan mereka dari halangan-halangan yang hanya memper-lamban reaksi dan merintangi aksi mereka21. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemberdayaan tidak pelak lagi akan mengakibatkan berkurangnya sebagian wewenang dan kekuasaan para manajer. Akan tetapi, seorang manajer berwibawa akan selalu memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk membimbing, memberi nasihat, dan membantu staf dalam mengambil keputusan sendiri berdasarkan bimbingan yang diberikannya. Manajer seperti itu akan mampu memastikan bahwa stafnya bertindak tepat tanpa perlu membuat daftar peraturan yang panjang ataupun perintah-perintah yang keras. Manajer yang memiliki kewibawaan akan lebih mendukung kreativitas dan aktivitas staf daripada memerintah mereka. Kewibawaan semacam itu tidak akan pernah lenyap karena mampu memberdayakan stafnya. Secara esensial, pemberdayaan mencakup aspek-aspek operasional sebagai berikut.
21

Ibid, p. 17

32

a.

Dekat dengan Pelanggan Pelanggan untuk organisasi atau lembaga pendidikan adalah

masyarakat pengguna jasa pendidikan. Artinya, pelanggan pada konteks pendidikan adalah para siswa dan orang tua siswa yang menitipkan anakanaknya pada lembaga pendidikan. Sebuah organisasi yang memberdayakan dirinya adalah organisasi yang dekat dengan pelanggannya. Demikian pula halnya dengan sebuah sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Sekolah harus memiliki

kedekatan dengan masyarakat pemakai jasa pendidikan. Jika pada hasil bisnis murni (bidang non kependidikan), hasil penjualan dari produknya diperoleh dengan cara mengalikan jumlah barang atau jasa yang

dijual/diproduksi dengan harga jual atau tarifnya, maka di bidang pendidikan hasil penjualannya memiliki komponen yang sangat banyak 22. Sekolah sebagai sebuah sistem manajemen memperoleh hasil penjualan produknya melalui uang pendaftaran pada penerimaan siswa baru PSB), uang dana tahunan (ada yang menyebut juga uang bangunan dan sejenisnya), sumbangan bulanan atau SPP, uang tes sumatif (sekolah swasta), uang pendaftaran ulang, uang karyawisata, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil usaha yang maksimal diperlukan pendekatan-pendekatan dengan pengguna jasa agar sekolah memiliki akuntabilitas yang sesuai dengan harapan masyarakat. Lebih jauh, sekolah sebagai penyelenggara dan pelayan masyarakat dalam bidang pendidikan
22

Abdullah NS. Op. Cit, p. 24

33

memperoleh kepercayaan maksimal berdasarkan produk yang dihasilkannya berupa kualitas hasil pendidikan melalui siswa-siswanya. b. Banyak Staf sebagai Sumber Daya ungkapan yang disampaikan oleh bermacam-macam

organisasi tentang staf. Pada umumnya, mereka berpendapat bahwa staf adalah sumber daya yang paling penting dan paling berharga dalam sebuah organisasi. Akan tetapi, pendapat ini pada umumnya hanya berhenti pada ujung lidah belaka. Banyak organisasi gagal menangkap, apalagi

memanfaatkan dan menggunakan, pengetahuan dan pengertian yang bahkan dimiliki oleh staf junior atau tingkat rendahan tentang pelanggan dan kebutuhan-kebutuhan mereka. Demikian pula halnya yang terjadi pada lingkungan pendidikan. Pada banyak sekolah, terutama di daerah, para manajer lebih suka membebani stafnya (guru dan tata usaha) dengan peraturan dan prosedur, yang jelas dirancang untuk mencegah staf menggunakan inisiatif sendiri untuk memberi kepada pelanggan apa yang mereka butuhkan. Alhasil, staf akan kaku berpegang pada peraturan dan prosedur, bahkan juga pada saat-saat di mana jelas mereka harus mengambil inisiatif kebijaksanaan. Hal ini tidak hanya mengakibatkan buruknya pelayanan kepada pelanggan, tetapi juga pada akhirnya akan merusak semangat staf23. Perlakuan manajer (khususnya pada bentuk manajemen pamong yang selama ini berlaku di lembaga-lembaga pendidikan tingkat SD dan
23

Stewart, Aileen Mitchel, Op. Cit. p. 25

34

SMP) yang menganggap stafnya adalah pelaku yang harus patuh kepada peraturan dan prosedur kerja tidak akan menjamin pelayanan yang baik kepada pelanggan. Cara demikian juga tidak akan menimbulkan dedikasi dan perhatian staf kepada pekerjaan mereka. Jika seorang manajer menganggap stafnya sebagai setengah manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa organisasi pun akan mendapatkan setengah komitmen dan lebih sedikit lagi minat dan energi yang diberikan oleh staf. Dalam sebuah organisasi yang diberdayakan, staf akan merasa aman untuk menggunakan akal sehat dan inisiatifnya jika dihadapkan pada situasisituasi tertentu yang membutuhkan penanganan khusus. Seorang guru yang menyampaikan kebijakannya dalam mengatasi suatu masalah sesungguhnya dapat menggunakan akal sehatnya bahwa yang dilakukannya pada dasarnya sesuai dengan yang digariskan dalam peraturan dan prosedur kerja lembaga. c. Sesuai Kapasitas Staf dengan perkembangan hubungan kemanusiaan dan

perubahan ilmu tingkah laku pada manajemen modern, maka orang-orang mulai memberikan perhatian serius pada pengaruh penting faktor manusia dalam efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan pentingnya sumber daya manusia sehingga poin utama manajemen adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia di sekolah untuk lebih berperan dan berinisiatif. Nurkholis mengemukakan bahwa organisasi yang diberdayakan bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai dengan para konstituen sekolah untuk ber-partisipasi secara luas dan

35

mengembangkan potensi mereka. Peningkatan kualitas pendidikan terutama berasal dari kemajuan proses internal, khususnya dari aspek manusia 24. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa staf sebuah organisasi merupakan asset yang sangat berharga dan sangat penting. Potensi yang dimiliki oleh para staf ini selayaknya menjadi bahan pertimbangan bagi seorang manajer dalam mengembangkan kinerja organisasinya. Akan tetapi, ada kalanya sejumlah (atau bahkan sebagian besar) staf pada lembaga pendidikan tidak begitu memahami kapasitas dirinya jika suatu ketika dihadapkan kepada pertanyaan: tugas tambahan apa yang dapat Anda lakukan di samping tugas pokok Anda sebagai guru? Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kapasitas staf yang dioptimalkan sesuai dengan potensi dirinya masing-masing merupakan inti dari pemberdayaan. Akan tetapi, pada konteks lain para manajer dituntut untuk memberikan kepercayaan yang lebih besar pada kemampuan dan pengetahuan para stafnya dan meniadakan rintangan-rintangan yang sekiranya akan menghalangi staf dalam menggunakan kemampuan dan pengetahuan mereka.

d.

Manajemen yang Fleksibel

24

Nurkolis. Penerapan MBS Di SLTPN 9 Jakarta . Artikel Artikel pada http://www.depdiknas.go.id/MBS_di_SLTPN_9_Jakarta.html downloaded tanggal 16 September 2004, p. 4

36

Manajemen

yang

fleksibel

adalah

manajemen

yang

memiliki

kecepatan reaksi atas berbagai fenomena yang berkembang di sekitarnya maupun di dunia global. Manajemen yang fleksibel adalah manajemen yang berorientasi ke masa depan, selalu mengharapkan perubahan, serta bekerja optimal dengan berusaha mengantisipasi tuntutan-tuntutan yang muncul di masa depan maupun di masa sekarang ini 25. Kemampuan mengantisipasi kondisi seperti di atas jelas bukan hanya harus dimiliki oleh seorang manajer saja, melainkan oleh seluruh personal yang ada pada sistem manajemen. Pemberdayaan menuntut penggunaan dan optimalisasi potensi unsur manajemen yang lain lebih dari sekedar yang dituntut oleh bentuk-bentuk manajemen lama. Kemampuan yang bersumber dari potensi tersebut akan tampak lebih rumit dan lebih sulit diperoleh karena hal tersebut merupakan keterampilan manusiawi (people skills) atau kecakapan hidup (life skills) yang menuntut pemahaman, imajinasi, dan kematangan. Atas dasar itu, pemberdayaan memungkinkan organisasi-organisasi untuk mampu menanggapi pelanggan dan tuntutan-tuntutan masyarakat secara cepat, fleksibel, dan efisien. Hasil yang sudah pasti akan diperoleh adalah berkurangnya pemborosan dan kebocoran anggaran, penundaan program, kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah, serta terbangunnya suatu tim kerja yang kompak dan kreatif di mana staf menjadi sumber daya yang dimanfaatkan secara penuh. D.
25

Mutu Pelayanan Sekolah


Stewart, Aileen Mitchel., Op. Cit, p. 32

37

1. Pelayanan Jasa Pendidikan di Sekolah Sekolah merupakan lembaga yang bertugas sebagai pelayan jasa pendidikan bagi masyarakat sekitarnya. Menurut Kotler dalam Nasution jasa (service) adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apa pun.
26

Dalam lingkungan pendidikan, jasa

yang dimaksud pada konteks ini adalah jasa pelayanan pendidikan sesuai dengan kandungan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jasa pelayanan pendidikan yang digariskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 sesungguhnya mengacu kepada konteks standar nasional pendidikan yang secara tegas digariskan pada pasal 2 yang mengamukakan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar pendidik dan tenaga ke-pendidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f) standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian pendidikan.27 Untuk mencapai standar nasional pendidikan sebagaimana digariskan di atas, diperlukan sebentuk strategi pelayanan minimal yang berorientasi kepada mutu. Jika standar pelayanan minimal mengacu kepada pasal 2 PP 19 Tahun 2005 di atas, maka unsur yang terlibat membangun pelayanan pendidikan
26 27

Nasution, M. Nur. Op.Cit, p. 67 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pedidikan

38

tersebut adalah semua warga sekolah secara terpadu. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan memiliki tugas tugas dan tanggung jawab paling luas yang membawahi seluruh komponen sekolah. Unsur kedua adalah guru sebagai person paling depan dalam melaksanakan layanan jasa kepada masyarakat. Setlah kedua unsur tersebut, barulah kemudian muncul unsur-unsur lain secara berurutan, yakni staf sekolah (terdiri atas tenaga administrasi sekolah dan pembantu pelaksana sekolah), para siswa, komite sekolah, serta masyarakat yang berada di dalam lingkungan sekolah. Masing-masing komponen warga sekolah tersebut secara sadar membangun komitmen menuju tujuan yang sama, yakni memberikan pelayanan bermutu kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas masing-masing. Atas dasar landasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan jasa pendidikan adalah aktivitas yang diberikan oleh sekolah (bersama seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) kepada masyarakat dengan menetapkan batas-batas pelayanan minimal melalui standar pendidikan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 2. Mengembangkan Budaya Mutu dalam Pelayanan Sekolah Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan .28 Input

pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan


28

Direktorat PLP. Konsep Dasar MPMBS. (Jakarta: Depdiknas, 2002), p. 4

39

untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses pendidikan. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya lainnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan

sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, serta yang lainnya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaransasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsung-nya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output.29 Dalam pendidikan berskala mikro di tingkat sekolah, proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Dengan demikian, sebuah proses pendidikan dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah
29

Ibid.

40

(guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang

menyenangkan (enjoyable learning), mampu men-dorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu member-dayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi

pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus-menerus (mampu mengembangkan dirinya). Output pendidikan pada dasarnya merupakan hasil kinerja sekolah secara keseluruhan. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan

berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan kejuruan, dan kegiatankegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak

41

tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa standar pelayanan sekolah selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk mencapai sasaran mutu tersebut, diperlukan perubahan sikap dan pandangan sekolah (beserta seluruh warganya) atas paradigma layanan pendidikan. Perubahan-

perubahan ini tidak terjadi dalam satu kali atau satu siklus belaka, tetapi berlangsung secara terus-menerus sehingga pada setiap periode akan diperoleh selalu peningkatan mutu layanan pendidikan. 3. Strategi untuk Mendorong Peningkatan Mutu Layanan Sekolah Pada dasarnya, pengembangan mutu layanan sekolah sangat

bergantung kepada pola manajemen yang diterapkan di dalamnya serta komitmen seluruh komponen terhadap sasaran mutu. Scholtes dalam Nasution mengemukakan bahwa strategi pengembangan kualitas layanan selalu mengacu kepada faktor-faktor berikut ini.
a. Fokus pada pelanggan, mengandung makna bahwa tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara pelayanan yang bernilai. Memiliki obsesi terhadap kualitas, mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah secara agresif berusaha mencapai kualitas pelayanan pendidikan tertentu dalam rangka melampaui harapan pelanggannya. Memiliki pemahaman terhadap struktur pekerjaan, artinya setiap komponen sekolah (terutama guru) memiliki pemahaman mendalam tentang peran, tugas, serta tanggung jawabnya sebagai guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Mengembangkan kebebasan yang terkendali, yang mengandung makna bahwa guru dan staf sekolah lainnya harus selalu peka terhadap segala situasi perkembangan zaman sehingga dapat melakukan

b.

c.

d.

42

improvisasi pekerjaan dalam kerangka aturan yang berlaku. Pengembangan kebebasan di sini mengandung makna sebagai upaya guru dalam memenuhi atau melampaui harapan pelanggannya. e. Memiliki kesatuan tujuan, yang mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah memiliki kesatuan tujuan yang sama dalam mengembangkan mutu layanan sekolah. Kesatuan tujuan ini secara filosofis dan strategis tertuang dalam visi, misi, dan strategi sekolah dalam mencapai sasaran mutu. Mencari kesalahan dalam sistem dalam upaya mengatasi masalah dan memperbaiki kinerja. Mengembangkan kerja sama tim. Prinsip ini didasarkan kepada keyakinan bahwa kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individu. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Dalam era teknologi informasi dan teknologi tinggi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu, belajar terusmenerus dan belajar sepanjang hayat merupakan unsur yang fundamental dalam pengembangan mutu pelayanan sekolah.30

f. g.

h.

Dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaannya, kepala sekolah sebagai manajer serta guru-guru sebagai pelaksana pengembangan sasaran mutu, mengembangkan sistem manajemen kualitas yang dapat diukur dan diperbaiki secara bertahap dan bekesinambungan. Pola manajemen kualitas tersebut mengacu kepada siklus perencanaan --> pelaksanaan --> peninjauan --> perbaikan ---> evaluasi --> perbaikan. Secara skematis, siklus manajemen kualitas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

30

Nasution. Op. Cit. pp. 195-196

43

Perencanaan
Menetapkan Visi, Misi, dan Prinsipprinsip Kualitas

Penyebarluasan Kebijakan
Pertemuan antara Tim Perbaikan Kualitas dan Manajemen

Manajemen Kualitas

Mengembangkan Rencana Kualitas 3 5 tahun

Identifikasi Hubungan Sebab Akibat Mengembangkan Rencana Awal Implementasi

Tinjau Ulang Standarisasi Kemajuan

Mengembangkan Sasaran dan Tujuan Kualitas Tahunan

Pertemuan antara Tim Perbaikan Kualitas dan Manajemen

Tinjau Ulang Sasaran dan Tujuan Kualitas Tahunan

Mengembangkan Rencana Awal Implementasi

Gambar 2.1 Manajemen Kualitas dalam Pelayanan Mutu Sekolah31

Pemberdayaan sekolah selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan perubahan-perubahan men-dasar dalam berbagai dimensi sebagaimana dikemukakan pada gambar di atas. Perubahan-perubahan ini bukanlah hanya sekedar formalitas yang hanya berlangsung seketika kemudian berjalan lagi apa adanya, melainkan sebuah proses yang dinamis dan berkesinambung-an sesuai dengan tuntutan zaman serta perkembangan demi per-kembangan yang berlangsung di dalam maupun di luar konteks pendidikan. Untuk mencapai sasaran mutu sekolah, diperlukan kepaduan yang utuh secara kohesif dan koherensif setiap dimensi yang ada di dalamnya, baik dimensi manajemen, dimensi sumber daya manusia, serta dimensi
31

Ibid, p. 198

44

infrastruktur pendidikan yang dilandasi oleh visi dan misi sekolah yang jelas dan terukur. Keterukuran ini biasanya ditandai dengan indikator-indikator pencapaian tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi

pengembangan sekolah jangka panjang. Akhirnya, sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya); bertanggung jawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung jawab, pekerjaannya me-miliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia memiliki kontrol ter-hadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.

BAB III

45

METODOLOGI PENELTIAN

A.

Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan

Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membangun Mutu Pelayanan Sekolah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur tahun 2007. Sedangkan secara khusus, penelitian ini akan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut. 1. Aspek yang berpengaruh terhadap

pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. 2. Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah. 3. Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah. Berdasarkan ketiga tujuan yang dikembangkan dalam rumusan di atas, maka kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) pengembangan kultur sekolah, dan (2) peningkatan mutu layanan sekolah.

B. 1.

Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian

45

Penelitian ini dilaksanakan bertempat di SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur. SMP Negeri 3 Karangtengah dianggap sebagai sekolah

46

yang memiliki potensi dalam mengembang-kan kultur sekolah secara konsisten karena sekolah ini merupakan sekolah yang relatif baru serta memiliki peluang dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) secara bertahap. Penelitian ini tidak melakukan interverensi apa pun terhadap sekolah sebagai latar penelitian, tetapi menggali informasi dari sekolah sebagai latar alamiah. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan berpedoman kepada jadwal yang telah disusun sebagai berikut ini. Tabel: 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan Bulan keNo 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kegiatan 1 Pengajuan Judul Pengajuan Proposal Penelitian Seminar Proposal Penyusunan Instrumen Penelitian Pengajuan Izin Penelitian Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian Pengklasisfikasian Data Analisis dan Interpretasi Data Hasil Penelitian
X X X X X X X X

47

Pelaksanaan Bulan keNo 9 Jenis Kegiatan 1 Penulisan Laporan 2 3 4 5 6 7


X

C.

Metode Penelitian Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana. Dalam penelitian tentang Pengembangan Kultur Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur ini digunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian atas kelompok manusia, objek, set kondisi, sistem pemikiran, ataupun peristiwa sekarang. Penelitian deskriptif memberikan deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan fenomena yang diselidiki. Sugiyono32 mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian deskriptif adalah permasalahan yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi, dalam penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel lainnya.

32

Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta, 2004), p. 11

48

D.

Unit Analisis Untuk memperoleh data dan gambaran secara tepat dan mendalam

tentang objek penelitian, maka peneliti memilih unit-unit analisis sebagai responden dengan mendasarkan kepada posisi jabatan, bidang tugas, serta fungsi dari tiap-tiap unit analisis yang dipilih. Berkaitan dengan hal di atas, maka unit analisis yang dipilih pada penelitian ini adalah kepala sekolah, komite sekolah, dan guru-guru. Kepada ketiga komponen ini diberikan angket sebagai instrumen penelitian untuk memperoleh data yang tepat.

E.

Teknik Pengumpulan Data Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik-teknik sebagai berikut. 1. Angket Instrumen angket yang digunakan dalam peneltiian ini me-rupakan instrumen utama. Penggunaan angket ini dimaksudkan untuk memperoleh data sesuai dengan indikator-indikator penelitian yang merupakan penjabaran dari rumusan masalah. 2. Observasi (Obsevation) Penggunaan teknik observasi bertujuan untuk melengkapi data yang dikumpulkan melalui angket dengan maksud upaya validasi. Observasi

49

dilakukan dengan pengamatan langsung dan terus-menerus terhadap kegiatan setiap unsur sekolah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian yang telah dirumuskan. 3. Studi Dokumentasi Pengumpulan data melalui studi dokumentasi bertujuan untuk melengkapi data dan informasi yang dikumpulkan melalui angket dan observasi. Data yang dikumpulkan merupakan dokumen dalam bentuk catatan-catatan, laporan-laporan, arsip, dan atau peristiwa yang terekam dan berhubungan dengan fokus penelitian. Data yang bersifat dokumen dalam penelitian ini meliputi a. dokumen Rencana dan Program Pengembangan Sekolah (RPPS); b. arsip sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan programprogram sekolah, khususnya administrasi guru mata pelajaran yang terdiri atas silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pengembang-an materi pembelajaran,

perencanaan evaluasi, serta pencapaian standar ketuntasan belajar minimum (SKBM); c. laporan prestasi sekolah yang telah dicapai dalam bidang akademik maupun non akademik; d. data prestasi guru; serta e. dokumen lain yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekolah sesuai dengan kandungan RPPS. F. Instrumen Penelitian

50

Dalam penelitian ini akan diungkapkan Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur tahun 2007. Untuk mengungkap data tersebut di atas, digunakan instrumen penelitian berupa angket dalam bentuk angket terutup, yakni angket yang di dalamnya menyediakan beberapa opsi jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Pemilihan teknik angket tertutup ini untuk menghindari pembiasan informasi sehingga pembahasan hasil penelitian tidak meluas. Secara global, instrumen penelitian disusun dalam bentuk angket tertutup dengan kisi-kisi instrumen sebagai berikut. Tabel 3.2 Kisi-kisi Intrumen Penelitian
Pertanyaan Penelitian Aspek yang Diamati Perencanaan 1. 2. Indikator Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat Setiap komponen sekolah Nomor Item 12 34 56 78 9 10 11 12 13 14 15

Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembang an kultur sekolah.

3. Pelaksanaan program sekolah 4.

5. 6.

Pengawasan pelaksanaan program

7. 8.

51

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

Indikator memonitor pelaksanaan program 9. Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah Evaluasi atas program dilakukan secara berkala Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan Revisi program dilakukan berdasarkan temuan pada evaluasi Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik Kepala sekolah menetapkan sasaran mutu sekolah Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya Siswa berpartisipasi dalam membentuk kultur sekolah yang baik Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah

Nomor Item

16 17 18 19 20

Evaluasi program pengembangan sekolah

10. 11. 12.

Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembang an kultur sekolah.

Pimpinan sekolah

13.

21 22 23 24 25 26 27 28 29

14. 15.

Guru-guru

16.

17.

18.

Siswa

19.

30

20.

31

21.

32 33

Masyarakat (Orang tua

22.

52

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati siswa) 23.

Indikator yang baik. Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pembentukan kultur sekolah yang baik dengan cara mendukung program-program pengembangan mutu sekolah Penerapan budaya salam kepada setiap warga sekolah, pembiasaan shalat dzuhur berjamaah, pelaksanaan kegiatan Ramadhan yang bervariasi, pelaksanaan peringatan hari besar Islam, dan penyelenggaraan forum diskusi Islam Penerapan disiplin siswa secara konsisten, pembinaan kepemimpinan (leadership) kepada siswa, pelaksanaan kegiatan kerja sama (team work) melalui aktivitas rutin sekolah seperti MOS, upacara bendera, upacara PHBN, dan sebagainya. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler olah raga prestasi Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler kesenian Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan keterampilan Penumbuhan komunitas belajar di antara siswa, penumbuhan kegiatan-kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya, pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik

Nomor Item

34

Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangka n dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah

Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakulkarimah

24.

35

Pembinaan kesiswaan

25.

36

Pembinaan kegiatan ekstrakurikuler

26.

37

27. 28.

38 39

Peningkatan PBM

29.

40

Penciptaan 30. Menumbuhkan budaya lingkungan bersih lingkungan, yang aman dan pengembangan cinta nyaman lingkungan, dan penerapan budaya tertib dan protektif

41

53

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati Pengembangan nilai-nilai 31.

Indikator Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih, menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum

Nomor Item 42

G.

Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian memiliki kedudukan sangat penting, di

samping merupakan satu bagian yang tidak teripsahkan dari tahap-tahap lainnya. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yakni dari hasil angket, dokumen sekolah, serta pengamatan secara langsung. Teknik analisis data yang digunakan didasarkan kepada konsep Miles and Hubermann sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono, yakni terdiri atas reduksi data, penampilan data, serta konklusi dan verifikasi data, dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Reduksi Data Langkah ini merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan data, teori, dan metode dalam bentuk urian rinci dan sistematis dalam mengemukakan hal-hal yang dianggap penting. Tahap reduksi data dilakukan mengingat hasil perolehan data dari angket yang bersumber dari responden akan beragam dan berjumlah

54

banyak, sehingga diperlukan pemilahan dan pemilihan pokok-pokok jawaban yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Proses ini dilakukan agar dapat diperoleh data temuan penelitian. 2. Display Data Penampilan data merupakan upaya untuk menyajikan data guna melihat gambaran baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian tertentu dari sebuah penelitian. Tahap ini dilakukan setelah data yang akurat diperoleh sebagai bentuk temuan penelitian. Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk matriks, network, chart, atau grafik sehingga memungkinkan data hasil penelitian tidak tercampur dengan sejumlah data yang belum diolah. 3. Kesimpulan dan Verifikasi Tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi dimaksud-kan sebagai upaya dalam mencari pola, tema, ataupun model dari suatu hal yang sering muncul shingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat memperjelas hasil penelitian. Berdasarkan tahapan proses pengolahan data di atas, pada penelitian ini dilakukan langkah-langkah tindakan sebagai berikut. 1. Pada tahap reduksi data, dilakukan pengelompokan data berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Aspek yang dirumuskan itu meliputi (a) aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah, (b) komponen sistem sekolah yang berperan dalam

55

pengembangan kultur sekolah, dan (c) aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Langkah ini diambil dengan tujuan data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran hasil penelitian secara lebih akurat dan lengkap sehingga

memudahkan untuk pengolahan lebih lanjut. 2. Pada tahap display data (penampilan data) dilakukan tindakan dan langkah penyajian data dalam bentuk chart, grafik, tabel matriks, dan sebagainya tentang semua data yang telah direduksi. Langkah ini dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan data yang diperoleh pada penelitian. 3. Pada tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Dilakukan langkah pemilihan dan pemilahan data yang kemudian dihubungkan dengan topik-topik yang dirumuskan sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data yang diperoleh ini kemudian diverifikasi ke dalam bentuk kesimpulan penelitian. Langkah pengambilan kesimpulan inilah yang selanjutnya menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV

56

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan data hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Secara terperinci, data hasil penelitian ini disajikan sebagai berikut. A. Profil SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur berada di Jalan Terusan K. H. Saleh KM 7, Desa Sukasari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur. Sekolah ni berdiri di atas tanah seluas 6.000 meter persegi dengan status Hak Pakai serta luas bangunan seluruhnya adalah 2.225 meter persegi. SMP Negeri 3 Karangtengah yang didirikan pada tahun 1997 kini mempunyai siswa yang berjumlah 758 orang siswa dan terbagi dalam 19 rombongan belajar. Fasilitas prasarana sekolah terdiri atas 19 ruang belajar siswa masing-masing berukuran 7 x 9 meter persegi, 1 ruang laboratosrium IPA, 1 ruang perpustakaan, serta 1 ruang keterampilan masing-masing berukuran 7 x 15 meter persegi. Pengelolaan pendidikan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur dijalankan oleh Bapak R. Hasan Iskandar sebagai Kepala Sekolah dengan dibantu oleh 21 orang guru tetap (PNS), 6 orang guru bantu, serta 9 orang guru honor sekolah. Selain itu, tugas-tugas administrasi sekolah dijalankan oleh 3 orang tenaga pelaksana tata usaha tetap (PNS) dan 6 orang tenaga 57 honorer lainnya.

57

Visi yang dirumuskan sebagai landasan filosofis sekolah adalah Terwujudnya profil lulusan yang bertauhid, berilmu, berakhlakul karimah guna memelihara harkat dan martabat bangsa dengan misi-misi sekolah sebagai berikut. Meningkatkan pelayanan terbaik dalam mengantarkan para siswa untuk memiliki kemantapan iman, ilmu dan amal sholeh melalui pengelolaan pendidikan yang profesional. Mengkondisikan lingkungan sekolah yang bersih, sehat dan Islami. Mengupayakan kualitas dan kapabilitas lulusan yang memiliki keterampilan, prestasi, mandiri, inovatif, kreatif dan bertanggung jawab sesuai dengan harapan dan tuntutan stake holders. Menumbuhkembangkan kesadaran mesyarakat dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan. B. Temuan Penelitian Hasil penelitian yang disajikan adalah hasil analisis data dan informasi yang diperoleh melalui angket yang disampaikan kepada kepala sekolah, guru-guru, dan anggota komite sekolah dari SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur. Pemerolehan data dalam penelitian ini dupayakan objektif dengan menyampaikan sejumlah item pertanyaan dengan disertai opsi jawaban yang dipilih oleh sebanyak 37 responden.

58

Temuan hasil penelitian ini disajikan berdasarkan urutan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, dengan mengacu kepada subsubmasalah serta indikator yang dirumuskan dalam kisi-kisi angket. Agar hasil penelitian ini dapat dianalisis, maka hasil dari setiap item pertanyaan akan disajikan dalam bentuk tabulasi yang memuat pertanyaan penelitian, jumlah pilihan yang diperoleh pada setiap opsi, serta persentase pada setiap opsi. 1. Sekolah Pada rumusan ini terdapat empat aspek yang diamati, yakni perencanaan pengembangan sekolah, pelaksanaan program sekolah, pengawasan pelaksanaan program sekolah, dan evaluasi pelaksanaan program sekolah. Setiap aspek yang diamati diteliti dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang hasilnya disajikan berikut ini. a. Perencanaan Program Pengembangan Sekolah Untuk mendeskripsikan proses perencanaan pengembangan sekolah di SMP Negeri 3 Karangtengah, disediakan tiga indikator yang masingmasing diikuti oleh pertanyaan sebagai berikut. Indikator 1: Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah Pertanyaan Nomor 1
Apakah pada setiap awal tahun pelajaran, kepala sekolah menyusun program kerja tahunan dalam bentuk rencana pengembangan sekolah (RPS)?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

Aspek yang Dikembangkan dalam Membentuk Kultur

59

Opsi

a. b. c. d.

Selalu Sering Jarang Tidak pernah


Jumlah Total

24 9 4 37

64,86 24,32 10,82 100

Analisis Program kerja tahunan yang berbentuk rencana pengembangan sekolah seharusnya disusun oleh sekolah sebagai acuan kegiatan yang dilaksanakan selama tahun pelajaran berjalan. Di SMP Negeri 3

Karangtengah Cianjur, hal tersebut tercermin melalui pilihan 24 orang responden (64,86 %) dari 37 orang guru yang menyatakan bahwa kepala sekolah selalu menyusun program kerja tahunan dalam bentuk RPS. 9 orang guru menyatakan bahwa kepala sekolah sering menyusun RPS, dan 4 responden menyatakan kadang-kadang. Karena mayoritas responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu menyusun program tahunan dalam bentuk RPS, maka responden yang memilih opsi kadang-kadang dapat diabaikan.

Pertanyaan Nomor 2
Jika RPS disusun setiap tahun, apakah kepala sekolah menyusunnya sendiri?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 8 5

% 21,63 13,51

a. b.

Ya, dilakukannya sendiri Tidak, meminta bantuan salah seorang guru

60

c.

Tidak, melibatkan seluruh guru dan staf sekolah Jumlah Total

24 37

64,86 100

Analisis Dalam menyusun RPS tersebut, kepala sekolah seharusnya

melibatkan seluruh komponen sekolah agar hasil yang diperoleh lebih mencerminkan pendapat dan keinginan warga sekolah secara keseluruhan. Dari 37 responden, sebagian besar guru, yakni sebanyak 24 orang (64,86 %) menyatakan bahwa program tahunan dalam bentuk RPS tersebut disusun dengan melibatkan seluruh guru dan staf sekolah. Sementara itu, 8 responden (21,63 %) menyatakan bahwa RPS tersebut disusun sendiri oleh kepala sekolah, dan 5 orang guru (13,51 %) menyatakan bahwa RPS disusun oleh kepala sekolah dengan dibantu oleh beberapa orang guru. Indikator 2: Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya Pertanyaan Nomor 3
Apakah kepala sekolah menyusun RAPBS dengan salah satu cara berikut ini?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 4

% 10,81

a.

Disusun sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui. Disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah Disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarahkan bersama Komite Sekolah Jumlah Total

b.

12

32,43

c.

21

56,76

37

100

61

Analisis: Langkah selanjutnya dari penyusunan program kegiatan adalah menyusun RAPBS. Dari 37 responden, sebanyak 21 orang guru (56,76 %) menyatakan bahwa RAPBS disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarah-kan bersama Komite Sekola. 12 orang guru (32,43 %) menyatakan bahwa RAPBS disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah, sedangkan 4 orang responden lainnya menyatakan bahwa RAPBS dibuat sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui. Pertanyaan Nomor 4
Bagaimanakah cara RAPBS disahkan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 21

% 56,76

a.

Kepala sekolah dan Komite Sekolah telah menyepakati isi RAPBS sebelum musyawarah dilakukan dan musyawarah hanya sebagai persyaratan legalitas pengesahan RAPBS. Diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan Diajukan oleh Komite Sekolah kepada masyarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui Jumlah Total

b.

10,72

c.

12

32,43

37

100

Analisis Dalam pengesahan RAPBS oleh Komite Sekolah dan Kepala Sekolah, perlu ditempu cara tertentu agar proses pengesahan ber-langsung objektif

62

dan tetap menjaga akuntabilitas sekolah. 21 orang guru (58,76 %) menyatakan bahwa kepala sekolah dan komite sekolah telah menyepakati isi atau kandungan RAPBS sebelum musyawarah dengan orang tua siswa secara keseluruhan dimulai sehingga acara musyawarah tersebut hanya berfungsi sebagai upaya legalisasi pengesahan RAPBS. 4 orang responden menyatakan bahwa RAPNS tersebut diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan. Sedangkan 12 orang guru (32,43 %) menyatakan bahwa RAPBS diajukan oleh Komite Sekolah kepada mastarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui. Indikator 3: Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah

Pertanyaan Nomor 5
Bagaimana kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 4 9

% 10,81 24,32

a. b.

Tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja. Mengundang beberapa orang guru dan staf sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan. Mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari. Mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka

c.

10,81

d.

20

54,06

63

Jumlah Total

37

100

Analisis Program yang disusun oleh kepala sekolah bersama-sama warga sekolah harus disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait agar dapat diketahui dan dipahami. Langkah sosialisasi ini sangat bergantung kepada kepala sekolah. Dari 37 responden, 4 guru (10,81 %) menyatakan bahwa sosialisasi program sekolah tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja. 9 guru (24,32 %) menyatakan bahwa sosialisasi program sekolah dilakukan dengan cara mengundang beberapa orang guru dan staf sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan. Selanjutnya, 4 orang guru lainnya menyatakan bahwa sosialisasi program dilakukan dengan cara mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari. Sementara itu, sebanyak 20 orang guru (54,06 %) menyatakan bahwa sosialisasi program sekolah dilakukan dengan cara mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka. Pertanyaan Nomor 6
Apakah kepala sekolah menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 25

% 67,57

a.

Ya, selalu

64

b. c. d. e.

Sering menerima Kadang-kadang menerima Jarang menerima Tidak pernah Jumlah Total

12 0 0 0 37

32,43 0 0 0 100

Analisis: Dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah, kepala sekolah menerima masukan dan saran dari guru-guru, siswa, staf tata usaha, serta komite sekolah agar rancangan rencana pengembangan sekolah dapat memuat berbagai kepentingan yang bermanfaat bagi sekolah. Dari 37 responden, 25 orang guru (67,57 %) menyatakan bahwa kepala sekolah selalu menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah, sedangkan 12 orang responden lainnya (32,42 %) menyatakan bahwa kepala sekolah sering menerima masukan dan saran. Kesimpulan Sementara: Berdasarkan penyajian data di atas dapat disusun kesimpulan sementara yang mengemukakan bahwa kepala sekolah memiliki kapabilitas dalam membuat perencanaan pengembangan sekolah serta dapat

mengkoordinasikan berbagai komponen yang ada di sekolah. b. Pelaksanaan Program Pengembangan Sekolah Pada aspek ini terdapat tiga indikator dengan enam item pertanyaan sebagai berikut.

65

Indikator 4:

Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah

Pertanyaan Nomor 7
Apakah Kepala Sekolah melakukan perubahan personal sekolah (PKS urusan Kurikulum, Pembina Siswa, dan sebagainya) pada setiap periode tertentu (misalnya 3 tahun sekali)?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 20 12 5 37

% 54,06 32,43 13,51 100

a. b. c.

Ya, selalu Kadang-kadang Tidak pernah. Penentuan PKS adalah wewenang mutlak kepala sekolah Jumlah Total

Analisis Untuk membangun kultur sekolah yang dinamis dan kondusif, kepala sekolah harus selalu berani melakukan perubahan-perubahan dalam berbagai bidang garapan di sekolah secara proporsional dan sehat. Perubahan struktur organisasi sekolah, perubahan personal pembantu kepala sekolah, serta perubahan-perubahan lainnya. Pada konteks ini, 20 orang responden menyatakan bahwa kepala sekolah selalu melakukan perubahan personal sekolah secara periodik. Perubahan ini diharapkan akan mampu meningkatkan efektivitas dan produktivitas sekolah dalam mencapai sasaran pendidikan. Pertanyaan Nomor 8:
Apakah kepala sekolah membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim

66

Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 23 14 37

% 62,16 37,84 100

a. b.

Ya, selalu. Dilakukan secara bertahap. Tidak pernah. Kelompok kerja selalu dipilih dari kelompok guru tertentu dan tidak merata Jumlah Total

Analisis: Sebanyak 23 orang dari 37 responden (62,16 %) menyatakan bahwa kepala sekolah selalu membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran. Kondisi seperti ini akan sangat mendukung pengembangan kultur sekolah yang baik dan

menyenangkan bagi semua pihak. Meskipun demikian, sebanyak 14 orang responden (37,84 %) menyata-kan bahwa kepala sekolah tidak pernah membentuk kelompok kerja tertentu karena biasanya yang masuk ke dalam kelompok kerja adalah orang-orang itu juga setiap tahun. Indikator 5: Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah Pertanyaan Nomor 9:
Meskipun penentuan staf sekolah adalah wewenang kepala sekolah, apakah kepala sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah (yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi) untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

67

a. b.

Ya, dilakukan secara periodik dan dipilih pada rapat khusus pembagian tugas. Ya, dilakukan secara periodik dan ditetapkan oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah. Tidak pernah. Jumlah Total

24 13

64,86 35,14

c.

0 37

0 100

Analisis: Sebanyak 24 orang dari 37 responden (64,86 %) guru menyata-kan bahwa kepala sekolah selalu memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah. Akan tetapi, 13 responden lainnya mengemukakan bahwa penetapan staf pembantu kepala sekolah dilakukan sendiri oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah, karena penunjukan para pembantu kepala sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Pertanyaan Nomor 10:
Apakah seluruh warga sekolah dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan rencana pengembangan mutu secara efektif, efisien dan produktif meskipun kepala sekolah tidak berada di tempat?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 21 16 0 0

% 56,76 43,24 0 0

a. b. c. d.

Ya, seluruh warga sekolah bekerja dengan baik meskipun tidak ada kepala sekolah. Lebih dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada Kurang dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada Warga sekolah tidak bekerja dengan baik

68

ketika kepala sekolah tidak ada Jumlah Total Analisis: Ketika kepala sekolah tidak berada di tempat, seluruh guru dan staf sekolah tetap melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan yang telah digariskan. Hal ini dikemukakan oleh sebanyak 21 responden dari 37 orang guru (56,76 %), sedangkan 16 guru lain menyatakan bahwa ketika kepala sekolah tidak ada, lebih dari 50 % guru tetap melaksana-kan tugasnya sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. 37 100

Indikator 6: Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program Pertanyaan Nomor 11:
Ketika Bapak/Ibu melaksanakan tugas mengajar, kemudian ternyata situasi pembelajaran menjadi lesu dan tidak bergairah. Apakah yang biasanya Bapak/Ibu lakukan?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 3 0

% 8,11 0

a. b.

Melanjutkan pembelajaran apa adanya meskipun dalam suasana lesu kurang bergairah. Memberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu kepada siswa dan meninggalkan mereka ke kantor Berusaha memotivasi siswa untuk bergairah dengan menyajikan berbagai cerita yang relevan Mengganti model pembelajaran seketika yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu Jumlah Total

c.

14

37,84

d.

20

54,05

37

100

Analisis: Proses pembelajaran tidak selamanya dinamis dan bergairah. Ada saat-saat tertentu ketika siswa sudah tidak menampakkan lagi semangat

69

belajar yang tinggi dan mengikuti kegiatan pembelajaran apa adanya. Guru yang baik akan berusaha membangkitkan motivasi dan semangat siswa yang lesu tadi dengan ebrbagai cara. 20 orang guru (54,05 %) menyatakan bahwa mereka biasanya mengganti model pembelajaran seketika dengan yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu sehingga kelas menjadi bergairah kembali. 14 orang gur (37,84 %) menyatakan bahwa mereka berusaha memotivasi siswa untuk bergairah kembali dengan menyajikan cerita-cerita segar yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak. Pertanyaan Nomor 12:
Menurut Bapak/Ibu, apakah inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 0

% 0

a.

Tidak. Sebaiknya kita bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk teknis (JUKNIS) yang telah ditetapkan. Sekali-sekali boleh, untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas bekerja. Sangat perlu, karena dalam inovasi dan improvisasi selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan Jumlah Total

b. c.

0 37

0 100

37

100

Analisis: Seluruh responden (37 orang atau 100 %) sepakat menyatakan bahwa inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan. Seluruh responden menyatakan bahwa dalam inovasi dan improviasai selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan. Kesimpulan Sementara:

70

Dalam aspek pelaksanaan program pengembangan sekolah, semua komponen sekolah melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Para guru dan staf tata usaha bekerja hanya karena ada kepala sekolah, tetapi ketika kepala sekolah tidak ada pun mereka tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya selaku guru yang memberikan pelayanan kepada siswa. Di sisi lain, guru selalu berusaha merangsang siswa agar bergairah dalam belajar dengan berbagai cara dengan fleksibel. Inovasi dan improvisasi dilakukan dalam rangka

menumbuhkan dinamika pembelajaran. c. Pengawasan Pelaksanaan Program Sekolah Pada aspek pengawasan pelaksanaan program sekolah ini terdapat tiga indikator sebagai alat pengukur dengan masing-masing disertai pertanyaan sebagai berikut. Indikator 7: Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat Pertanyaan Nomor 13:
Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu, apakah kepala sekolah melakukan pengawasan secara melekat?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 0 37 0 37

% 0 100 0 100

a. b. c.

Ya. Selalu Ya, tapi tidak terlalu ketat. Sama sekali tidak Jumlah Total

Analisis:

71

Seluruh responden guru menyatakan bahwa dalam pelaksanaan program pengembangan sekolah, kepala sekolah menerapkan pengawasan melekat kepada seluruh komponen sekolah tetapi tidak secara kaku sehingga setiap guru merasa nyaman bekerja dalam situasi tidak di bawah tekanan. Pertanyaan Nomor 14
Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas pelaksanaan program pengembangan mutu. Kegiatan monitoring ini dilakukan . Nomor Opsi a. b. c. d. Setiap minggu Setiap awal bulan Setiap triwulan Setiap semester Jumlah Total Opsi Jawaban Jumlah Pemilih F 0 8 4 25 37 % 0 21,62 10,81 67,57 100

Analisis: Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas

pelaksanaan program pengembangan mutu sekolah. Kegiatan monitoring ini menurut para guru dilakukan setiap awal bulan (dikemukakan oleh 8 responden, atau 21,62 %), pada setiap triwulan (dikemukakan oleh 4 orang guru, atau 10,81 %), dan setiap semester (dikemukakan oleh 25 orang guru, atau 67,57 %). Monitoring yang dilakukan oleh kepala sekolah ini ditafsirkan oleh para guru sebagai kunjungan supervisi dan pembinaan ke dalam kelas yang dilakukan setiap satu semester.

72

Indikator 8: Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program Pertanyaan Nomor 15:
Dalam melaksanakan monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu, monitoring juga dilakukan oleh .
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 12 12 0 13 37

% 32,43 32,43 0 35,14 100

a. b. c. d.

Wakil kepala sekolah Staf kepala sekolah yang ditunjuk (Misalnya, PKS Urusan Kurikulum) Kelompok guru senior yang dipercayai Semua komponen sekolah melakukan monitoring sesuai dengan fungsinya Jumlah Total

Analisis: Selain oleh kepala sekolah sendiri, monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu dilakukan juga oleh wakil kepala sekolah (dinyatakan oleh 12 orang responden, atau 32,42 %), oleh staf kepala sekolah yang ditunjuk (dinyatakan oleh 12 orang responden). Meskipun demikian, 13 orang guru lainnya (35,14 %) menyatakan bahwa monitoring sesungguhnya dilaksanakan pula oleh seluruh komponen sekolah sesuai dengan fungsinya. Indikator 9: Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah Pertanyaan Nomor 16:
Sebagai Controlling Agency, Komite Sekolah juga seharusnya melakukan monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah. Apakah fungsi Komite Sekolah tersebut dijalankan dengan benar?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

73

Opsi

F Ya. Monitoring Komite Sekolah dilakukan sesuai dengan fungsinya. Kadang-kadang program. memantau pelaksanaan 8 24 5

% 21,62 64,86 13,52

a. b. c.

Staf Komite Sekolah datang ke sekolah tapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu. Komite sekolah tidak pernah hadir di sekolah selain pada saat musyawarah RAPBS Jumlah Total

d.

0 37

0 100

Analisis: Komite sekolah memiliki fungsi sebagai badan pengawas pelaksanaan pengembangan mutu di sekolah. Menurut 8 responden (21,62 %), komite sekolah telah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program

peningkatan mutu di sekolah. 24 responden lainnya (64,86 %) menyatakan bahwa komite sekolah kadang-kadang saja memantau pelaksanaan program peningkatan mutu sekolah, sedangkan 5 orang guru (13,52 %) menyatakan bahwa staf komite sekolah datang ke sekolah tetapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu. Berdasarkan penyajian data di atas, dapat disimpulkan bahwa pengawasan pelaksanaan program peningkatan mutu di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur sudah berjalan sesuai dengan fungsinya. Semua komponen sekolah melaksanakan pengawasan terhadap jalannya pengembangan mutu sekolah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Komite

74

sekolah juga melakukan fungsinya dengan mengawasi pelaksanaan program peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitasnya. d. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Sekolah Pada aspek evaluasi pelaksanaan program pengembangan sekolah terdapat tiga indikator dan empat item pertanyaan yang diaju-kan kepada para responden sehingga diperoleh data sebagai berikut. Indikator 10: Evaluasi atas program dilakukan secara berkala Pertanyaan Nomor 17:
Apakah program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan dievaluasi?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 21 16 0 0 37

% 56,76 43,24 0 0 100

a. b. c. d.

Ya, selalu Kadang-kadang dievaluasi Lebih sering tidak pernah dievaluasi Tidak pernah Jumlah Total

Analisis: Program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan oleh sekolah selalu dievaluasi. Pendapat ini dinyatakan oleh 21 orang responden (56,76 %). Sebaliknya, 16 guru lainnya (43,24 %) menyata-kan bahwa program kegiatan peningkatan mutu yang dilaksanakan di sekolah kadang-kadang saja dievaluasi. Pada konteks ini, ada sebagian guru yang masih berpikir sempit mengenai makna evaluasi dalam sebuah kegiatan sehingga kagiatan evaluasi di sini hanya dilakukan ketika suatu program menemui kegagalan.

75

Pertanyaan Nomor 18:


Jika dilakukan evaluasi kegiatan, apakah evaluasi dilakukan secara berkala?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 16

% 43,24

a.

Ya. Evaluasi kinerja dan hasil tidak dilakukan hanya pada akhir program saja, tapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas. Ya. Evaluasi dilakukan setiap akhir program berjalan Jumlah Total

b.

21 37

57,76 100

Analisis: 21 responden (57,76 %) menyatakan bahwa evaluasi program peningkatan mutu serta program-program lainnya yang dilaksanakan di sekolah dilakukan pada setiap akhir program berjalan. Meskipun demikian, 16 responden (43,24 %) menyatakan bahwa evaluasi kinerja dan hasil tidak hanya dilakukan pada akhir program saja, tetapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas. Data di atas menunjuk-kan bahwa kegiatan-kegiatan sekolah yang dilakukan selalu diakhir dengan evaluasi. Adapun ada bentuk evaluasi di tengah-tengah program berjalan, hal tersebut dapat digolongkan ke dalam bentuk monitoring terpadu.

Indikator 11: Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan Pertanyaan Nomor 19:
Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk apa?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

76

a. b. c.

Sebagai bahan masukan bagi program di masa mendatang.

perbaikan

29 8 0 37

78,38 21,62 0 100

Sebagai bahan kajian untuk dokumentasi. Disimpan saja Jumlah Total

Analisis: Sebanyak 29 responden (78,39 %) menyatakan bahwa hasil evaluasi biasanya digunakan sebagai bahan masukan bagi perbaikan dan

pengembangan program di masa mendatang jika akan ada lagi program serupa. Sementara itu, 8 responden lainnya (21,62 %) menyatakan bahwa hasil evaluasi digunakan sebagai bahan kajian untuk didokumentasikan. Indikator 12: Revisi program dilakukan berdasarkan temuan pada evaluasi Pertanyaan Nomor 20:
Apakah kepala sekolah melakukan koreksi atas hal-hal yang bersifat misinformation pada program dan pelaksanaannya serta mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan?
Nomor Opsi Jumlah Pemilih

Opsi Jawaban

F 16 21 0 37

% 43,24 56,76 0 100

a. b. c.

Ya, selalu dilakukan demikian. Kadang-kadang dilakukan seperti itu Dibiarkan saja berjalan karena kesalahan itu akan diperbaiki sambil berjalan Jumlah Total

Analisis: Dalam pelaksanaan program kegiatan ada kalanya terjadi kesalahankesalahan kecil yang bersifat misinformation atau salah persepsi dalam

77

program dan atau pada pelaksanaannya. Pada kasus seperti ini, kepala sekolah segera melakukan koreksi untuk memper-baiki kesalahan-kesalahan kecil tersebut dan mempublikasikannya kepada pihak-pihak terkait yang berkepentingan. Dari 37 responden guru, sebanyak 16 orang (43,24 %) menyata-kan bahwa kepala sekolah selalu melakukan koreksi apabila terjadi kesalahan pada program maupun pelaksanaannya, serta berusaha

mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sementara itu, 21 orang responden (56,76 %) menyatakan bahwa kepala sekolah kadang-kadang saja melakukan koreksi. Kesimpulan Berdasarkan sajian data yang ditampilkan di atas, dapat disusun kesimpuan tentang aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pem-bentukan kultur sekolah sebagaimana terurai berikut ini. Aspek-aspek perencanaan yang baik dan mengedepankan kebersamaan serta langkah-langkah penyusunan yang benar, pelaksana-an program pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang telah dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan

berkeisinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada program serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan melahirkan iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja inilah yang kemudian akan berpengaruh terhadap kultur sekolah yang berorientasi kepada mutu.

78

Apabila guru sudah berorientasi kepada mutu dan peningkatan mutu dalam arah kinerjanya, maka dengan sendirinya hal ini akan berpengaruh kepada siswa serta komponen-komponen lainnya. Oleh sebab itu, penataan komponen-komponen manajemen yang baik akan berdampak kepada pembentukan kultur sekolah yang baik pula. 2. Sekolah Ada empat komponen yang diduga berperan dalam pengem-bangan kultur sekolah yang kondusif di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Komponen-komponen tersebut dianggap paling dominan dan menentukan pengembangan iklim dan kultur sekolah. Keempat kom-ponen tersebut meliputi pimpinan sekolah, guru-guru, siswa, dan orang tua siswa. Masingmasing komponen ini diteliti dengan mengajukan sebanyak 14 pertanyaan dengan pilihan jawaban masing-masing sesuai dengan indikator yang dirumuskan. a. Komponen Pimpinan Sekolah Ada tiga indikator yang digunakan untuk melihat bagaimana komponen pimpinan sekolah membentuk kultur sekolah yang kondusif. Pada komponen ini diajukan 5 (lima) pertanyaan kepada responden dengan hasil sebagai berikut. Indikator 13: Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik Komponen yang Berperan dalam Pengembangan Kultur

79

Pertanyaan Nomor 21:


Apakah kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 25 9 0 34

% 67,57 24,32 0 91,89

a. b. c.

Ya Kadang-kadang Tidak pernah Jumlah Total

Analisis: Komitmen merupakan landasan bagi setiap orang dalam

melaksanakan sesuatu kegiatan guna mencapai target atau tujuan akhir. Penciptaan kultur sekolah yang baik tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya komitmen dari unsur-unsur yang terlibat di dalamnya. Sebanyak 25 responden (67,57 %) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki komitmen yang baik terhadap terciptanya kultur sekolah yang kondusif di SMP Negeri 3 Karangtengah. Sementara itu 9 responden lainya (24,32 %) menyatakan kadnag-kadnag saja komitmen kepala sekolah tersebut muncul dan diperbincangkan, sedangkan sebanyak 3 orang responden tidak memberikan pilihan. Indikator 14: Kepala sekolah menetapkan sasaran mutu sekolah Pertanyaan Nomor 22:
Apakah kepala sekolah merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-sasaran mutu yang jelas dan spesifik? Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

80

Opsi a. b. c. Ya, selalu Samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan Tidak. Tujuan pengembangan sekolah dirumuskan secara global saja Jumlah Total

F 32 5 0 37

% 86,49 13,51 0 100

Analisis: 32 orang responden (86,49 %) menyatakan bahwa kepala sekolah selalu merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaransasaran mutu yang jelas dan spesifik, sedangkan 5 responden lainnya menyatakan samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan jika kondisi tidak memungkinkan.

Pertanyaan Nomor 23:


Apakah rumusan tujuan pengembangan sekolah yang disusun memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 32 1 4 37

% 86,49 2,70 10,81 100

a. b. c.

Sebaiknya seperti itu Tidak memiliki daya ramal Tidak tahu Jumlah Total

Analisis:

81

32 orang responden (86,49 %) menyatakan bahwa rumusan pengembangan sekolah yang disusun sebaiknya memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan pilihan lainnya dapat diabaikan. Indikator 15: Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu Pertanyaan Nomor 24:
Bagaimanakah cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F dengan 16 17 0 33

% 43,24 45,95 0 89,19

a. b. c.

Dirumuskan begitu kebutuhan sekolah.

saja

sesuai

Dilakukan analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu menjadi lebih realistis Menggunakan perkiraan-perkiraan kebutuhan yang tidak jelas arahnya Jumlah Total

Analisis: Cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah dilakukan dan dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuh-an sekolah. Hal ini dikemukakan oleh 16 responden (43,24 %), sedang-kan 17 responden lainnya (45,95 %) menyatakan bahwa perumusan sasaran pengembangan mutu sekolah dilakukan melalui analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu sekolah menjadi lebih realistis. Sementara itu 4 responden lainnya tidak memilih. Pertanyaan Nomor 25:

82

Apakah kepala sekolah memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F
24 8 5 0
37

%
64,86 21,62 13,52 0
100

a. b. c. d.

Ya. Hal itu dirumuskan dengan jelas dalam RPS. Ya, tetapi tidak dirumuskan dengan jelas Kadang-kadang ada target Tidak pernah memberikan target secara khusus
Jumlah Total

Analisis Sebanyak 24 responden menyatakan bahwa kepala sekolah

memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivi-tas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah yang dirumuskan dengan jelas dalam rencana pengembangan sekolah (RPS), sedangkan 8 responden menyatakan bahwa rumusan dalam RPS tidak jelas. Kesimpulan Sementara Berdasarkan tampilan data di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa kepala sekolah sebagai komponen yang secara langsung membentuk kultur sekolah ternyata telah memiliki persyaratan yang diperlukan. Tiga hal yang menjadi karakteristik kepala sekolah yang memiliki peluang

menciptakan kultur sekolah yang baik, yakni komitmen kepala sekolah terhadap pembentukan kultur sekolah, kemampuan kepala sekolah dalam merumuskan sasaran mutu yang jelas dan realistis, serta rumusan target pencapaian mutu yang jelas pada setiap periode tertentu. b. Komponen Guru-guru

83

Pada komponen guru-guru ini disusun 3 (tiga) indikator dengan 4 (empat) pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan hasil sebagai berikut. Indikator 16: Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik Pertanyaan Nomor 26:
Apakah Bapak/Ibu selaku guru memiliki komitmen kuat dalam membentuk kultur sekolah yang baik?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih F %

a. b.

Ya. Saya memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam pembentukan kultur sekolah yang baik. Tidak perlu membentuk kultur sekolah tertentu jika sekolah berjalan sesuai dengan aturanaturan yang baku dari pemerintah Saya tidak pernah memiliki komitmen apa pun Jumlah Total

34 3

91,89 8,11

c.

0 37

0 100

Analisis: Hampir seluruh guru (34 orang atau 91,89 %) guru memiliki komitmen yang kuat dan sungguh-sungguh dalam membentuk kultur sekolah yang baik. Komitmen ini merupakan modal utama dalam pengembangan kultur sekolah. Indikator 17: Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah Pertanyaan Nomor 27:
Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam menyusun rumusan sasaran dan target pengembangan mutu sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

84

a. b. c. d.

Ya. Selalu dilibatkan Kadang-kadang saya terlibat juga. Sangat jarang guru terlibat dalam penyusunan program sekolah Guru biasanya tidak pernah dilibatkan dalam menyusun program sekolah Jumlah Total

20 8 4 5 37

54,05 21,62 10,81 13,52 100

Analisis: Dalam penyusunan rumusan sasaran dan target peningkatan mutu sekolah, 20 orang responden guru (54,05 %) menyatakan selalu dilibatkan secara aktif, sedangkan 8 orang (21,62 %) menyatakan kadang-kadang saja dilibatkan. Sementara itu, masing-masing 4 responden dan 5 responden menyatakan bahwa mereka jarang dan tidak pernah dilibatkan dalam perumusan sasaran pengembangan sekolah. Pertanyaan Nomor 28:
Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, apakah Bapak/Ibu diberi peluang untuk memberikan masukan dan saran bagi pengembangan sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 29

% 78,38

a.

Ya, semua guru selalu diberi kesempatan yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah. Hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran Tidak pernah terjadi guru memberikan masukan atau saran bagi pengembangan kualitas sekolah Jumlah Total

b.

21,62

c.

37

100

Analisis:

85

Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, semua guru diberi peluang yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah. Pernyataan ini dikemukakan oleh 29 responden (78,38 %) dari jumlah responden seluruhnya 37 orang. Sementara itu, 8 responden lainnya menyatakan bahwa hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan mutu sekolah. Indikator 18: Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya Pertanyaan Nomor 29:
Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun perencanaan pengembangan kualitas sekolah?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 36

% 97,30

a.

Ya. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program peningkatan mutu sekolah jika dikelola dengan benar. Tidak. Perencanaan pengembangan kualitas sekolah seharusnya menjadi tugas kepala sekolah Jumlah Total

b.

36

97,30

Analisis: Hampir seluruh guru (36 dari 37 responden) memiliki pandangan bahwa perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program

peningkatan mutu sekolah jika dikelola secara baik dan benar. Data ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran guru SMP Negeri 3 Karangtengah

86

Cianjur atas pengembangan kualitas sekolah melalui pembelajaran yang baik dan benar sudah berada pada batas yang maksimal. Kesimpulan Sementara Sebagaimana kepala sekolah, tiga faktor utama dalam diri guru-guru akan menentukan pembentukan kultur sekolah. Ketiga faktor tersebut adalah komitmen guru-guru terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik, keterlibatan guru dalam merumuskan tujuan-tujuan situasional sekolah secara jelas dan tegas, serta keterlibatan langsung guru dalam membuat perencanaan pembelajaran yang berkualitas yang akan diterapkan secara konsisten kepada para siswa. c. Komponen Para Siswa Pada komponen siswa dilihat melalui tiga indikator dan tiga pertanyaan yang diajukan kepada para responden dengan hasil sebagai berikut. Indikator 19: Siswa berpartisipasi dalam membentuk kultur sekolah yang baik Pertanyaan Nomor 30:
Menurut Bapak/Ibu, apakah para siswa turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 32 0 4

% 86,49 0 10,81

a. b. c.

Ya. Tentu saja, karena siswa juga warga sekolah. Tidak. Sikap siswa dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru. Tidak. Siswa akan dengan sendirinya ikut

87

dalam situasi yang berlangsung Jumlah Total 36 97,30

Analisis Sebagai salah satu komponen pembentuk kultur sekolah, siswa memiliki peran yang tidak sedikit. Akan tetapi, banyak orang menduga bahwa karakter siswa di sekolah dapat dibentuk oleh kondisi guru. 32 responden (86,49 %) menyatakan bahwa siswa merupakan salah satu komponen yang turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik. Sikap siswa tidak dapat dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru dan peraturan sekolah. Sementara itu, 4 respoden menyatakan bahwa siswa akan dengan sendirinya ikut dalam situasi yang berlangsung sehingga dianggap bukan sebagai komponen yang menentukan. Indikator 20: Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis Pertanyaan Nomor 31:
Apakah selama ini siswa-siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki budaya berprestasi?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F dan non 33 0 4 0

% 89,19 0 10,81 0

a. b. c. d.

Ya. Dalam akademis

bidang

akademis

Ya. Hanya dalam bidang akademis saja. Ya. Hanya dalam bidang non akademis saja. Tidak.

88

Jumlah Total

37

100

Analisis: Berdasarkan pendapat 33 orang responden (89,19 %) bahwa selama ini siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis maupun non akademis. Indikator 21: Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi Pertanyaan Nomor 32
Apakah para siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi (misalnya, komputer, internet)?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 8

% 21,62

a.

Ya. Hampir semua siswa mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet. Hanya sedikit saja siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet Tidak ada satu pun siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet Jumlah Total

b.

29

78,38

c.

37

100

Analisis: Siswa yang memiliki budaya berprestasi adalah siswa yang tidak gagap teknologi dan selalu berusaha mencari informasi melalui berbagai media, termasuk teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan

pengamatan 29 responden (78,38 %), siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur belum memiliki kecenderungan dalam penggunaan teknologi tinggi seperti internet dan komputer. Hanya sedikit saja siswa yang mampu

89

menggunakan teknologi komputer dan akses internet sedangkan selebihnya sama sekali belum memahami dengan benar.

Kesimpulan Sementara Kecuali kemampuan dan keterbiasaan siswa dalam mengguna-kan teknologi tinggi, pada umumnya siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur memiliki kemungkinan untuk berkembang dan menjadi penentu terbentuknya kultur sekolah yang kondusif dan baik. Siswa turut bepartisipasi aktif dalam mewujudkan kultur sekolah yang baik melalui pemenuhan tugasnya sebagai siswa secara menyeluruh. Di samping itu, para siswa juga memiliki kecenderungan untuk mengembangkan budaya berprestasi dalam bidang akademis maupun non akademis. d. Komponen Orang Tua Siswa Ada dua indikator dan dua pertanyaan yang diajukan kepada para responden pada komponen orang tua siswa ini. Kedua indikator ini dianggap cukup mewakili mengingat peran orang tua siswa merupakan komponen pendukung dalam pengembangan kultur sekolah. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berkut. Indikator 22: Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang baik. Pertanyaan Nomor 33:
Apakah masyarakat di sekitar sekolah, terutama para orang tua siswa, mendukung setiap program yang diajukan oleh sekolah demi peningkatan

90

mutu di sekolah Bapak/Ibu?


Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 7 30 0 37

% 18,92 81,08 0 100

a. b. c.

Orang tua siswa selalu mendukung program sekolah yang diajukan. Pada umumnya masyarakat orang tua siswa mendukung. Hanya sebagian kecil saja orang tua siswa yang memberikan dukungan. Jumlah Total

Analisis: Sebanyak 30 responden (81,08 %) menyatakan bahwa pada umumnya para orang tua siswa memberikan dukungan terhadap setiap program yang digulirkan oleh sekolah demi peningkatanb mutu. Sedangkan 7 responden lain berkeyakinan bahwa pada umumnya orang tua siswa selalu mendukung program-program sekolah. Indikator 23: Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pem-bentukan kultur sekolah yang baik dengan cara men-dukung programprogram pengembangan mutu sekolah Pertanyaan Nomor 34:
Bagaimanakah bentuk dukungan nyata yang diberikan masyarakat dan orang tua siswa terhadap program peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 8

% 21,62

a.

Orang tua mengikutsertakan anak-anaknya dalam setiap program pengembangan kualitas sekolah beserta segala konsekuensinya. Sebagian orang tua berpartisipasi meskipun secara material terbebani. Orang tua hanya mau berpartisipasi jika

b. c.

4 25

10,81 67,57

91

secara material tidak membebani mereka d. Tidak ada orang tua yang mau berpartisipasi. Jumlah Total 0 37 0 100

Analisis: Ada kecenderungan para orang tua takut mengeluarkan biaya bagi pendidikan anak-anaknya. Setiap dikomunikasikan adanya pro-gram sekolah yang baru, para orang tua siswa menyatakan hanya mau berpartisipasi jika secara material tidak membebani mereka. Pandangan ini dikemukakan oleh 25 orang responden (67,57 %) dari 37 responden guru. Sedangkan 12 responden lainnya memiliki pandangan bahwa orang tua mau berpartisipasi meskipun secara material terbebani. Kesimpulan Berdasarkan sajian data yang dipaparkan di ata dapat disimpul-kan bahwa komponen-komponen sekolah yang terdiri atas kepala sekolah selaku pimpinan lembaga, para guru sebagai pelaksana pe-ngembangan mutu sekolah, serta para siswa sebagai subjek pendidikan merupakan faktor-faktor yang menentukan terbentuknya kultur sekolah yang baik. Kemampuan manajerial kepala sekolah, kompetensi dan sikap profesional guru, serta peranan aktif siswa secara integral membangun kultur sekolah yang berorientasi kepada peningkatan mutu. 3. Aspek-aspek Budaya Positif yang Dapat Dikembangkan dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Layanan Sekolah

92

Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah mengamati enam faktor atau komponen yang terdiri atas pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah, pembinaan kesiswaan, pembinaan kegiatan ekstrakurikuler, peningkatan PBM, penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman, setra pengembangan nilai-nilai. Keenam faktor ini merupakan unsur dominan dan sangat nyata tampak sebagai bentuk pelayanan sekolah. Baik buruknya sekolah dalam berbagai segi akan dilihat dari keempat faktor ini sehingga perlu diamati dan diteliti. a. Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah Pada komponen pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakulkarimah terdapat duabelas opsi pada sebuah pertanyaan yang diajukan kepada responden. Hasil yang diperoleh dari responden adalah sebagai berikut. Pertanyaan Nomor 35:
Nilai-nilai dan kebiasaan apa saja yang selama ini dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan akhlakul-karimah?
Nomor Opsi Indikator sebagai Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 37 37 31 26

% 100 100 83,78 70,27

a. b. c. d.

Pembiasaan mengucapkan salam pada saat bertemu dan berpisah Pembiasaan berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran Melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap habis jam pelajaran terakhir di mesjid sekolah. Melaksanakan tadarus bersama pada hari-hari tertentu, atau setiap hari selama beberapa

93

menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. e. f. g. h. i. j. Mengembangkan studi amaliah Ramadhan melalui berbagai kegiatan. Mengembangkan budaya bersih diri. Menyelenggarakan forum-forum diskusi keagamaan. Mengelola kegiatan ZIS (zakat, infaq, shadaqah) Berbuka puasa bersama pada bulan ramadhan Menyelenggarakan lomba-lomba keterampilan agama (lomba mengahafal Al-Quran, lomba dawah, dan sejenisnya). Menyelenggarakan kegiatan peringatan hari besar agama . Rata-rata Pilihan 37 37 2 2 37 37 100 100 5,41 5,41 100 100

k. l.

37 0 29,09

100 0 78,62

Analisis Pada dasarnya, pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul karimah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur telah menunjukkan budaya positif karena sebanyak rata-rata 29,09 responden (78,62 %) menyatakan bahwa nilai-nilai keagamaan dan akhlak mulia telah menjadi bagian dari budaya sekolah. Hanya dua hal yang belum berkembang secara baik, yakni penyelenggaraan forum diskusi keagamaan serta pengelolaan ZIS. Aspek forum diskusi ilmiah keagamaan erat kaitannya dengan kultur masyarakat yang seperti memiliki rasa enggan untuk mengkaji agama (Islam) berdasarkan cara pandang keilmuan, sedangkan belum berkembangnya pengelolaan ZIS dikaitkan dengan kondisi mayoritas warga sekolah yang berasal dari kelompok ekonomi kelas bawah yang agak sulit dalam pembiasaan pengeluaran infak dan shadaqah.

94

b. Pembinaan Kesiswaan Pertanyaan Nomor 36


Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu dalam rangka melakukan pembinaan siswa?
Nomor Opsi Indikator sebagai Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 37

% 100

a.

Menerapkan disiplin dan tata tertib sekolah secara konsisten dan tegas (pakaian seragam, waktu, dan yang lainnya). Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin pagi (pengibaran bendera). Melaksanakan upacara-upacara peringatan hari besar nasional. Melaksanakan kegiatan MOS pada awal tahun pelajaran. Melaksanakan kegiatan widyawisata bermanfaat. Menyelenggarakan kegiatan bakti sosial. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan teman asuh. Penyelenggaraan kegiatan latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS) Penyelenggaraan upacara pelepasan siswa lulusan pada akhir tahun pelajaran. Menerbitkan majalah sekolah. . Rata-rata Pilihan

b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.

37 37 37 15 34 0 0 35 0 0 23,2

100 100 100 40,54 91,89 0 0 94,59 0 0 62.70

Analisis Kondisi dan perilaku siswa yang baik dan kondusif merupakan salah satu indikator kultur sekolah yang baik pula. Pada konteks pembinaan siswa, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek budaya positif pembinaan siswa sebagian besar telah dikembangkan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.

95

Penerapan disiplin siswa secara konsisten, pelaksanaan pembinaan melalui kegiatan upacara bendera setiap hari Senin serta upacara PHBN, pelaksnaan bakti sosial, serta penyelenggaraan upacara khusus pelepasan siswa lulusan telah menjadi bagian dari agenda rutin sekolah. Hal ini dinyatakan oleh ratarata 23,2 responden (62,70 %) yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan di sekolah. Hanya ada empat aspek yang belum ditumbuhkan sebagai tradisi sekolah, yakni pelaksanaan widyawisata, penyelenggaraan teman asuh, LDKS, serta penerbitan majalah. Hal ini diduga karena berkaitan dengan faktor kemampuan finansia; rata-rata masyarakat yang belum berada pada taraf yang memungkinkan terlaksananya kegiatan tersebut. c. Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler Indikator 26: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler olah raga prestasi Pertanyaan Nomor 37:
Kegiatan ekstrakurikuler olahraga apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi Indikator sebagai Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

bagi

F 0 0 24 11 36 10 24

% 0 0 64,86 29,73 97,30 27,03 64,86

a. b. c. d. e. f. g.

Atletik (lari, tolak peluru, lempar cakram, loncat jauh, loncat tinggi, dll.) Renang Volleyball Basket ball Sepak bola Futsal Tenis meja

96

h. i. j.

Tenis lapangan Bulu tangkis Rata-rata Pilihan

0 0 0 11,67

0 0 0 31,53

Analisis Rata-rata 11,67 responden (31,53 %) menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler olahraga prestasi merupakan salah satu bentuk kegiatan siswa yang dikembangkan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Jumlah tersebut mengacu kepada jenis-jenis olah raga bola voli (dipilih oleh 24 orang atau 64,86 %), bola basket (dipilih oleh 11 orang atau 29,73 %), sepak bola (36 orang atau 97,30 %), futsal (10 orang atau 27,03 %), dan tenis meja (24 orang atau 64,86 %). Dari banyaknya jenis olah raga yang dapat dikembangkan oleh sekolah, ternyata jenis olah raga etletik dan renang tidak menjadi pilihan, kemudian tenis lapangan dan bulu tangkis juga sama sekali bukan menjadi pilihan siswa. Berdasarkan tampilan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan olah raga prestasi belum menjadi sebuah tradisi kuat bagi warga SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur, kecuali untuk bidang olah raga permainan sepak bola. Kondisi di atas dimungkinkan karena pada umumnya daerah di sekitar sekolah merupakan daerah landai yang banyak terdapat lapangan cukup luas. d. Peningkatan PBM Indikator 27: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler seni budaya Pertanyaan Nomor 38:

97

Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

F 0 0 0 24 0 0 0 0 0 3

% 0 0 0 64,86 0 0 0 0 0 8,11

a. b. c. d. e. f. g. h. i.

Seni musik (band, dangdut) Solo vokal Paduan suara Degung Tembang Sunda Drumband atau marching band Seni tari Teater / drama . Rata-rata Pilihan

Analisis Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya tampaknya bukan merupakan pilihan bagi warga SMP Negeri 3 Karangtengah dalam menumbuhkan dan mengembangkan budaya positif sekolah. Hal ini dinyatakan oleh 24 responden yang hanya memilih jenis kesenian degung sebagai media pengembangan kegiatan ekstrakurikuler seni budaya. Indikator 28: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan keterampilan Pertanyaan Nomor 39:
Kegiatan ekstrakurikuler keorganisasian dan keterampilan apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu? Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

98

Opsi a. b. c. d. e. f. g. OSIS Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) Pramuka UKS PMR PKS Paskibra .. Rata-rata Pilihan

F 37 0 21 20 22 12 0 18,67

% 100 0 56,76 54,05 59,46 32,43 0 50,45

Analisis Kegiatan keorganisasian dan keterampilan merupakan salah satu bentuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Sebanyak rata-rata 18,67 orang responden, atau 50,45 %, menyatakan bahwa kegiatan keorganisasian seperti OSIS, pramuka, UKS/PMR, PKS, dan Paskibra merupakan kegiatan yang dipilih oleh siswa dalam pengembangan dirinya. Kegiatan-kegiatan serupa ini dapat menumbuh-kan budaya positif organisasi. Hanya ada satu kegiatan yang belum dapat ditumbuhkan di sekolah ini, yakni pengembangan kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR). Indikator 29: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan keterampilan Pertanyaan Nomor 40:
Kegiatan apa saja yang dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu? Nomor Opsi Opsi Jawaban Jumlah Pemilih F %

99

a. b. c. d.

Membentuk komunitas belajar) mandiri.

belajar

(kelompok

0 0 0 0

0 0 0 0

Membentuk English Conversation Club (ECC) Membentuk kelompok-kelompok belajar yang mengacu kepada mata pelajaran tertentu Pembentukan dan pengembangan kelompokkelompok kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya Pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik Mengadakan kegiatan pemantapan bagi siswa kelas X dalam menghadapi UN Rata-rata Pilihan

e. f.

2 24 4,33

5,41 64,86 11,71

Analisis Pada pengembangan dan peningkatan kemampuan kognitif siswa, ternyata belum menjadi pilihan warga SMP Negeri 3 Karangtengah dalam penumbuhan dan pengembangan budaya sekolah yang positif. Satu-satunya kegiatan pengembangan yang dilakukan adalah mengadakan kegiatan pemantapan siswa kelas X yang dikaitkan dengan persiapan siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. Hal ini dianggap wajar karena sebagian besar mayarakat pendidikan dan masyarakat umum di Cianjur masih memiliki anggapan bahwa prestasi siswa dalam kegiatan UN merupakan tolok ukur utama bagi kualitas pembinaan siswa dan layanan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pengembangan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat pengembangan kemampuan individual belum menjadi perhatian sekolah. Pertanyaan Nomor 41:
Apa saja yang dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah

100

yang aman dan nyaman? Nomor Opsi a. b. c. d. Opsi Jawaban Menumbuhkan kesadaran bersih lingkungan. dan kebiasaan Jumlah Pemilih F 31 30 36 37 % 83,78 81,08 97,30 100

Menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan Menerapkan budaya terib dan protektif Melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah. Melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan memasuki kawasan sekolah. Melarang pedagang memasuki lingkunan sekolah Rata-rata Pilihan

e. f.

37 27 33

100 72,97 89,19

Analisis Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman merupakan faktor yang menjadi identitas penting dalam mengindikasi adanya pengembangan kultur positif di sekolah. Pada konteks ini, sebanyak rata-rata 33 responden (89,19 %) menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada enam kegiatan pokok yang selalu dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman. Keenam kegiatan tersebut meliputi menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan (dipilih oleh 31 responden atau 83,78 %), menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan (dipilih oleh 30 responden atau 81,08 %), menerapkan budaya terib dan protektif (dipilih oleh 36 responden atau 97,30 %), melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah (dipilih oleh 37 responden atau 100 %), melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan

101

memasuki kawasan sekolah (37 responden atau 100 %), dan melarang pedagang memasuki lingkunan sekolah (27 responden atau 72,97 %). Pertanyaan Nomor 42:
Nilai-nilai apa saja yang saat ini dipertahankan, ditumbuhkan, dan dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu? Nomor Opsi a. b. c. d. e. Opsi Jawaban Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih diri dan bersih lingkungan Menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi Menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum . Rata-rata Pilihan Jumlah Pemilih F 20 19 7 24 0 17,5 % 54,05 51,35 18,92 64,86 0 47,29

Analisis Nilai-nilai merupakan unsur penting yang harus tumbuh dalam membangun sebuah kultur sekolah. Nilai-nilai ini bersumber dari berbagai aspek yang ada di sekitar sekolah serta yang melekat pada warga sekolah. Dari empat nilai budaya positif yang dapat ditumbuhkembangkan dalam membentuk kultur positif di sekolah, peneltiian ini menunjukkan 20 responden (54,05 %) memberikan pernyataan bahwa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur berusaha mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah; kemudian 19 responden (51,35 %) menyatakan bahwa sekolah ini selalu berupaya menumbuhkan dan mengembangkan budaya

102

bersih diri dan bersih lingkungan, 24 responden (64,86 %) menyatakan bahwa warga sekolah berupaya menumbuhkembangkan budaya santun dan taat hukum. Meskipun demikian, SMP ini belum menunjukkan adanya upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi yang sesungguhnya menjadi barometer bagi masyarakat dalam hal kualitas budaya sekolah serta layanan sekolah pada umumnya. Kesimpulan Sajian data yang berkaitan dengan aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah di atas memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur telah memiliki budaya atau kultur sekolah positif yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan layanan sekolah. Tradisitradisi positif yang berkembang di kalangan siswa dan guru merupakan landasan kokoh bagi terciptanya kultur sekolah yang baik. Akan tetapi, pada beberapa konteks ternyata pula SMP Negeri 3 Karangtengah belum dapat menumbuhkan dan mengembangkannya dengan baik, terutama dalam pengembangan budaya prestasi baik di kalangan siswa maupun kalangan guru dan warga sekolah lainnya. C. Pembahasan atas Temuan Penelitian Pembahasan hasil penelitian dilakukan sebagai pendalaman atas temuan-temuan empiris dari sisi keilmuan sehingga fenomena yang diungkap dalam penelitian ini memperoleh kejelasan konseptual.

103

Hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebarkan angket kepada 37 responden guru SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

dimaksudkan untuk mengungkapkan aspek perencanaan, pelaksanaan program sekolah, pengawasan pelaksanaan program, dan evaluasi program pengembangan sekolah sebagai aspek yang berpengaruh terhadap

pengembangan kultur sekolah. Selain itu, diungkapkan pula peranan sejumlah komponen sekolah dalam membentuk kultur sekolah yang terdiri atas peran pimpinan sekolah, peran guru-guru, peran komite sekolah, serta partisipasi aktif siswa dalam membentuk kultur sekolah. Dampak yang diharapkan dengan membangun kultur sekolah tersebut adalah meningkatnya kualitas pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang dikaji melalui aspek-aspek yang dapat diberdayakan, seperti

perencanaan pendidikan, pengelolaan pembelajaran, profesi-onalitas guru dan staf sekolah, serta prestasi siswa dalam bidang akademis dan non akademis. 1. Sekolah Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan Faktor-faktor yang Dikembangkan dalam Membentuk Kultur

104

dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana dan program yang jelas tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan tertulis. Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut di atas, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau "enculturation", suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu. Konsekuensi dari pemyataan ini, maka praktek pendidikan harus sesuai dengan budaya masyarakat akan menimbulkan penyimpangan yang dapat muncul dalam berbagai bentuk goncangan-goncangan kehidupan individu dan masyarakat. Tuntutan keharmonisan antara pendidikan dan kebudayaan bisa pula dipahami, sebab praktek pendidikan harus mendasarkan pada teori-teori pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus bersumber dari suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan. Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa

menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah,

105

dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah

menunjukkan, sebagaimana dikemukakan oleh Hanushek di atas, bahwa sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup. Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan inkonvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan kultur sekolah. Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini. Bukti terakhir, hasil TIMSS ( The Third International Math and Science Study) menunjukkan bahwa siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama menempati pada rangking atas untuk mata pelajaran matematik, padahal kultur negara-

106

negara tersebut berbeda. Oleh karena itu, para peneliti pendidikan lebih memfokuskan pada kultur sekolah, bukannya kultur masyarakat secara umum, sebagai salah satu faktor penentu kualitas sekolah. Tesis ini sesuai dengan temuan-temuan mutakhir penelitian di bidang pendidikan yang menekankan bahwa "faktor penentu kualitas pendidikan tidak hanya dalam ujud fisik, seperti keberadaan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam ujud non-fisik, yakni berupa kultur sekolah".33 Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal ini adalah Antropolog Clifford Geertz, sebagaimana dikutip oleh Lukman ElHakim34, yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford Geertz tersebut di atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, normanorma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
33

34

Lukman El-Hakim, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Jakarta: Endonesa.com, 2006), p. 47 Ibid, p. 48

107

Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa telah dibuktikan lewat penelitian empiris. Kultur yang "sehat" memiliki korelasi yang tinggi dengan a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap dan motivsi kerja guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru. 35 Namun demikian,

analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang lain, seperti, a) rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi, c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan sekolah, e) ideologi organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g) kepemimpinan kepala sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru. 36 Dengan kata lain, dampak kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah bersifat langsung, melainkan lewat berbagai variabel, antara lain seperti semangat kerja keras dan kemauan untuk berprestasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa aspek-aspek perencanaan

pengembangan sekolah yang di dalamnya termuat visi, misi, serta sasaran atau tujuan pengembangan sekolah, kemudian pelaksanaan program pengembangan sekolah, penerapan sistem pengawasan, serta evaluasi program dan pelaksanaan program yang dilakukan secara konsisten ternyata mampu membentuk kultur baik di lingkungan sekolah. Kebersamaan dan keterbukaan antara warga sekolah secara kondusif telah membentuk suasana kerja yang menyenangkan dan bergairah.
35 36

Ibid, p. 51 Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I, (Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen, 2001), p. 32

108

2. Sekolah

Komponen yang Berperan dalam Pengembangan Kultur

Pengembangan kultur sekolah dibentuk dan ditentukan oleh berbagai faktor, yang meliputi faktor-faktor fisik, non-fisik, dan sumber daya manusia. Faktor sumber daya manusia terdiri atas komponen pimpinan sekolah, guruguru, tenaga tata usaha, komite sekolah, serta para siswa yang secara langsung memberikan warna tertentu ke dalam kultur sekolah yang dibentuk. Kepala sekolah, sebagai unsur pimpinan sekolah, harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih "sehat" harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkan kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan siswa menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada dewasa ini, mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan normanorma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah. 37 Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu
37

Lukman El-Hakim, Op.Cit, p. 49

109

kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apabila: a) kepala dapat berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah. 38 Dengan dapat memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif bagi berlangsung-nya proses pendidikan. Faktor berikutnya adalah peranan guru dalam melaksanakan

fungsinya secara konsisten. Konsistensi peranan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas ini perlu didukung oleh berbagai kemampuan dan sikap profesional yang hanya dapat tumbuh jika guru mau terus-menerus mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman. Kebijakan untuk meningkatkan kualitas guru harus banyak bertumpu pada inisiatif dan kemauan yang datang dari pihak guru sendiri. Dengan kata lain guru sebagai subjek bukannya objek. Dalam pengembangan

kemampuan guru untuk belajar (bukan mengajar) sangatlah penting. Kemampuan belajar mencakup kemampuan untuk membaca dan mengkaji
38

Ibid, p. 50

110

fenomena masyarakat secara efisien, kemampuan untuk menentukan bahan yang relevan dan perlu untuk dikaji, dan, kemampuan untuk mencari sumber pengetahuan. Dalam kaitan ini suatu mekanisme atau prosedur untuk munculnya umpan balik bagi guru sangat penting artinya. Salah satu yang mungkin dilaksana-kan adalah membekali guru dengan kemampuan untuk melakukan self reflection, lewat action research. Kemampuan untuk belajar ini akan dapat terus hidup dan tumbuh subur manakala guru memiliki cukup ruang untuk berinisiatif dan

berimprovisasi. Untuk itu instruksi, jukiak dan juknis yang berkaitan dengan pengajaran harus diminimalkan, kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali. Perluasan otoritas guru ini harus pula diiringi dengan kebijakan untuk mengembangkan sistem accountabilitas sekolah yang jelas dan transparan. Sekolah, termasuk guru harus menyusun program dan target kegiatan yang jelas dan dikomunikasikan kepada orang tua siswa dan masyarakat. Hasil kerja sekolah atas pencapaian target harus dapat dievaluasi dengan jelas oleh orang tua dan masyarakat. Sekolah harus meletakkan orang tua dan masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan konsumen harus ditempatkan pada prioritas paling tinggi. Untuk itu, sekolah di bawah pimpinan kepala sekolah harus dapat bekerja secara mandiri. Sekolah harus dijiwai watak ekonomi, kerja efektifdan efisien. Dalam kaitan inilah, school site based management merupakan suatu tuntutan dasar dalam. Upaya peningkatan kualitas sekolah. Dengan sistem manajemen ini otoritas sekolah semakin besar, termasuk tanggung jawab memajukan sekolah. Semakin besar otoritas

111

dan tanggung jawab ini pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran pada diri guru untuk memberikan yang terbaik bagi siswanya. Upaya peningkatan kualitas guru untuk meningkatkan kualitas lulusan harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru. Prinsip school site based management menuntut partisipasi dari fihak orang tua siswa dan masyarakat lebih besar. Partisipasi yang pertama berkaitan dengan upaya mobilisasi dana pendidikan, dan partisipasi kedua adalah aktivitas mereka dalam ikut memikirkan kemajuan sekolah. Oleh karena itu, sistem kerjasama orang tua dan sekolah perlu dikembangsuburkan. Komponen berikutnya adalah siswa yang menjadi cermin per-lakuan sekolah melalui hasil didikan guru-guru yang membekas dalam sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh berkembang selama waktu di sekolah, dan perkembang-an mereka tidak dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sendiri. Aturan sekolah yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa maupun antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi dirinya.

112

Di Amerika Serikat pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kultur sekolah ini. Ann Bradley dalam 'Hardly Working' mengemukakan hasil penelitian tersebut. Penelitian yang mencakup 1.000 siswa di New York City menunjukkan bahwa para siswa tidak bekerja keras dan mereka menyatakan kalau dia mau dia akan dapat mencapai nilai yang lebih baik; mereka tidak menghendaki ikut tes karena hanya akan membikin mereka harus belajar lebih banyak. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek, dan hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR. Sekitar 60% menyatakan mereka malas belajar dikarenakan guru yang tidak menarik dan tidak antusias dalam mengajar, serta tidak menguasai materi. Di samping itu sebagian besar responden menyatakan bahwa sekolah tidak disiplin dalam melaksana-kan proses belajar mengajar, sekitar 80% mau belajar keras kalau semua proses belajar di sekolah berjalan secara tepat sebagaimana jadwal yang telah ditentukan. Sebagian siswa yang lain mengeluh karena guru sering melecehkan mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai anak yang dewasa melainkan memperlakukan mereka sebagai anak kecil. Oleh karena itu sebagai balasan mereka juga tidak menghargai guru. Temuan yang penting lagi adalah ternyata para siswa yakin dengan belajar sebagaimana sekarang ini saja mereka akan lulus mendapatkan diploma dan diploma merupakan sesuatu yang penting, tetapi tidak diperlakukan sebagai simbol ilmu yang telah dikuasai.39

39

Lukman El-Hakim, Op.Cit, p. 53

113

Peneltian ini menunjukkan bahwa komponen pimpinan sekolah, guruguru, dan siswa telah menunjukkan kinerja yang seimbang sehingga gambaran siswa sebagaimana yang berkembang di Amerika Serikat tidak terlalu tampak. Pimpinan sekolah dan seluruh guru memiliki komitmen yang kuat dan sungguh-sungguh dalam membentuk kultur sekolah yang baik. Komitmen ini selanjutnya didukung oleh sikap dan perilaku siswa secara kondusif melalui perilaku belajar mereka sehari-hari, keinginan berprestasi, serta keinginan menggunakan teknologi tinggi. Di samping itu, sasaransasaran mutu yang dirumuskan oleh sekolah dapat dipahami dengan jelas oleh semua pihak. Hal ini menunjukkan bahwa segala program yang disusun oleh sekolah dirumuskan secara realistis serta tidak mengundang kecurigaan dari berbagai pihak, terutama para pengguna jasa pendidikan. 3. Aspek-aspek Budaya Positif yang Dapat Dikembangkan dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Layanan Sekolah Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan

114

tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat me-mahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global. Pengalaman pembangunan di negara-negara yang sudah maju, khususnya negara-negara di dunia barat, membuktikan betapa besar peran pendidikan dalam proses pembangunan. Secara umum telah diakui bahwa pendidikian merupakan penggerak utama (prima mover) bagi pembangunan. Secara fisik pendidikan di dunia barat telah berhasil memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari segala strata dan segala bidang yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan. Dari aspek non-fisik, pendidikan telah berhasil menanamkan semangat dan jiwa modern, yang diujudkan dalam bentuk kepercayaan yang tinggi pada "akal" dan teknologi, memandang masa depan dengan penuh semangat dan percaya diri, dan kepercayaan bahwa diri mereka mempunyai ke-mampuan (self efficacy) untuk menciptakan masa depan sebagaimana yang mereka dambakan. Persoalan-persoalan pendidikan dan pembangunan yang terjadi di negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, secara mendasar berbeda dengan problema yang ada di negara-negara Barat. Persoalan pendidikan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan falsafah dan budaya bangsa. Winarno Surachmad (1986), sebagamana dikutip oleh Budisatyo, memperingatkan "... bahwa ilmu kependidikan yang tidak lahir dan tidak

115

tumbuh dari bumi yang diabdinya tidak akan pernah mampu melahirkan potensi untuk menangani masalah yang tumbuh di bumi ini". 40 Barangkali, pendapat tersebut sangat ekstrim, namun tuntutan bahwa ilmu kependidikan yang akan digunakan untuk memecahkan problema di suatu negara hendaknya tidak lepas dari kondisi budaya setempat memang perlu untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak, khususnya dari para perencana dan pengambil keputusan di bidang kebijaksanaan pendidikan. Teori-teori Barat tentang pendidikan dan pembangunan tidaklah senantiasa bersifat universal. Jiwa dan watak bangsa harus menjiwai sistem pendidikan itu sendiri. Pemberdayaan sekolah merupakan kunci utama dalam pe-

ngembangan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. setiap komponen sekolah harus mampu berpijak pada dimensi garapannya sendiri secara total tanpa harus terlepas dari visi dan misi sekolah. Perencanaan pendidikan diarahkan kepada upaya peningkatan mutu sekolah, yang di dalamnya termasuk peningkatan kualitas layanan pendidikan kepada masyarakat pengguna pendidikan. Pengelolaan pembelajaran diarahkan kepada upaya peningkatan kualitas siswa sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan publik atas pengelolaan pembelajaran dan pendidikan di dalam sekolah. Di sisi lain, guru secara diri terus-menerus konsisten melakukan guna pembenahan diri, sikap

pengembangan

secara

meningkatkan

profesionalitasnya, kemampuan dan keterampilannya dalam mengelola


40

Budisatyo, Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Suara Merdeka On-line, Selasa, 23 Agustus 2005), artikel pada http://www.suara-merdeka_online.com download tanggal 29 Desember 2007

116

pembelajaran, pengembangan wawasan ke arah yang lebih luas dan kontekstual, serta memiliki kemauan untuk selalu berubah dan berubah setiap saat. Pelayanan sekolah pada dasarnya adalah dampak dari pembangunan kultur sekolah yang diwujudkan melalui peningkatan kualitas sekolah dalam berbagai bidang. Bidang-bidang yang dijadikan sasaran pengembangan mutu sekolah meliputi penngkatan kualitas pendidikan siswa, baik pendidikan akademis maupun non-akademis, peningkatan kualitas dan profesionalitas guru serta staf sekolah lainnya, serta peningkatan infrastruktur sekolah dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kepentingannya. Apabila sekolah telah menunjukkan sikap pelayanan pendidikan yang baik kepada masyarakat disertai dengan peningkatan prestasi siswa dalam bidang-bidang akademis dan non-akademis, sudah dapat dipastikan bahwa sekolah tersebut telah membina kultur sekolah yang baik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan Penelitian tentang kultur sekolah dan pelayanan sekolah ini

dimaksudkan untuk menggambarkan pengembangan kultur sekolah serta

117

bentuk serta kualitas layanan pendidikan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur pada tahun pelajaran 2007-2008. dari data yang berhasil dikumpulkan melalui teknik angket terhadap 37 responden guru serta pengolahan data dengan teknik analisis kualitatif, diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut. 1. Kepala kapabilitas sehingga dalam dapat sekolah selaku pimpinan dan manajer komponen dan memiliki sekolah

mengkoordinasikan mengembangkan

seluruh

perencanaan

pelaksanaan

peningkatan mutu sekolah sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan. Aspek-aspek perencanaan yang baik dan mengedepankan kebersamaan serta langkah-langkah penyusunan yang benar, pelaksanaan program pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang telah dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan

berkeisinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada program serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan melahirkan iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja inilah yang kemudian akan berpengaruh terhadap kultur sekolah yang berorientasi 122 kepada mutu. Apabila guru sudah berorientasi kepada mutu dan peningkatan mutu dalam arah kinerjanya, maka dengan sendirinya hal ini akan berpengaruh kepada siswa serta komponen-komponen lainnya. Oleh sebab itu, penataan komponen-komponen manajemen yang baik akan berdampak kepada pembentukan kultur sekolah yang baik pula.

118

2.

Kultur sekolah dibentuk langsung

secara simultan

oleh

komponen-komponen sekolah yang memiliki komitmen kuat dan sungguhsungguh untuk meningkatkan kualitas sekolah. Komponen pertama adalah kepala sekolah yang ditentukan oleh tiga hal yang menjadi karakteristik dasar yang dimilikinya, yang memungkinkan terciptanya peluang membentuk kultur sekolah yang baik, yakni komitmen terhadap pembentukan kultur sekolah, kemampuan dalam merumuskan sasaran mutu yang jelas dan realistis, serta rumusan target pencapaian mutu yang jelas pada setiap periode tertentu. Komponen kedua adalah guru-guru yang juga memiliki komitmen sungguh-sungguh yang diwujudkan melalui kinerja secara nyata sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Komponen selanjutnya adalah para siswa yang memiliki budaya berprestasi serta orang tua yang mendukung seluruh program sekolah secara komprehensif. 3. Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlak mulia,

peningkatan aktivitas proses belajar mengajar, penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman, kemudian pembinaan tata tertib dan disiplin siswa yang dijalankan secara konsisten, pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler, serta penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai budaya positif lainnya harus menjadi perhatian utama dalam proses

pengembangan kultur sekolah. SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur pada dasarnya telah melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut secara

konsisten meskipun pada bidang-bidang tertentu masih dijalankan apa

119

adanya atau bahkan belum pernah dicoba sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa kultur positif SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur belum sepenuhnya terbina dan berkembang sehingga memerlukan lebih dari sekedar perhatian dari seluruh warga sekolah. B. Saran-saran Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dikaitkan dengan fokus penelitian serta tuntutan penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memiliki karakteristik terselenggaranya pengelolaan pendidikan yang berintikan transparansi, kontekstual, dan akuntabilitas, maka disampaikan saran-saran sebagai berikut. 1. Pembentukan kultur sekolah bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan dapat tercipta begitu saja karena pembentukan kultur sekolah merupakan hasil dari suatu proses panjang yang diawali oleh penerapan komitmen kokoh terhadap pencapaian mutu serta keterbukaan

(transparansi) dan akuntabilitas pengelolaan manaje-men sekolah. Oleh sebab itu, tahap-tahap perencanaan sekolah hendaknya menjadi bagian penting dari proses pelibatan warga sekolah serta pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proses kinerja guru secara keseluruhan. Pelibatan dan pemberdayaan warga sekolah ini akan mendorong kinerja guru menuju pencapaian kualitas sehingga guru akan dengan suka rela menyumbangkan pemikiran dan kreativitasnya bagi kepentingan

pengembangan mutu sekolah.

120

2.

Program-program yang dikembangkan oleh sekolah pada sebelum awal tahun pelajaran berjalan harus memiliki daya ramal ke depan sehingga program tersebut dapat berjalan up to date sesuai dengan perencanaan. Oleh karena itu, dalam penyusunan RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) seharusnya dapat melibatkan seluruh warga sekolah (kepala sekolah, guru, tata usaha, dan siswa) serta komite sekolah. Seluruh komponen ini harus secara aktif memberikan program

sumbangan

pemikiran

sehingga

diperoleh

rancangan

pengembangan sekolah yang mewakili semua warga sekolah dan memiliki akuntabilitas tinggi. 3. Sebuah komitmen tidak akan bertahan lama jika tidak disertai dengan konsistensi terhadap pelaksanaan program-program sekolah. Oleh sebab itu, pelaksanaan program sekolah seharusnya selalu mengacu kepada Rencana Pengembangan Sekolah secara utuh. Pemunculan program-program baru di tengah-tengah tahun kegiatan merupakan penyimpangan yang tidak dapat ditolerir dan hal tersebut tidak boleh terjadi. 4. Komite sekolah sebagai badan pendamping sekolah memiliki fungsi dan tugas yang jelas sehingga seharusnya menjadi salah satu perangkat yang dapat mempublikasikan rencana pengembangan dan peningkatan mutu sekolah kepada masyarakat luas. Pihak sekolah harus mampu memberdayakan Komite Sekolah secara maksimal bagi

121

kepentingan peningkatan mutu sekolah yang pada akhirnya akan mampu membentuk kultur sekolah yang baik dan kondusif. 5. Pengadaan infrastruktur pendidikan merupakan salah satu hal yang harus menjadi agenda pengembangan mutu di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur, terutama dalam mengadopsi teknologi tinggi sehingga para siswa dapat lebih mudah mengenal perkembangan zaman melalui akses internet. Pengadaan infrastruktur ini dapat dilakukan melalui berbagai sumber yang dapat melibatkan pihak-pihak pemerintah (melalui bantuan atau grant yang relevan), bantuan orang tua siswa, dan atau dunia usaha yang memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu sekolah. 6. Pembiasaan penyampaian laporan perkembangan kompetensi siswa secara periodik, baik secara tertulis maupun secara lisan melalui pertemuan Komite Kelas, hendaknya selalu menjadi komitmen sekolah sehingga dapat terjadi komunikasi timbal balik antara sekolah dan masyarakat pengguna jasa pendidikan, yang dapat menyebabkan tumbuhnya kebersamaan antara pihak sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan serta menghilang-kan anggapan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab sekolah belaka. Akuntabilitas pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi bahkan harus lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Komite Sekolah perlu menempat-kan fungsinya sebagai wakil dari masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban atas hasil-hasil pendidikan dalam mencapai prestasi belajar murid-murid pada setiap jenis dan jenjang

122

pendidikan.

Komite sekolah ini perlu diberikan kesempatan untuk

menyampaikan masukan bahkan protes kepada Dinas Pendidikan jika hasil-hasil pendidikannya tidak memuas-kan masyarakat sebagai klien pendidikan. Komite Sekolah dapat menyampaikan ketidakpuasan para orangtua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu sekolah. Komite Sekolah tidak perlu melaksana-kan kegiatan studi atau penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data-data yang tersedia atau hasil-hasil penilaian yang sudah ada sebagai bahan untuk menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap Dinas Pendidikan atau kepada masing-masing sekolah. Dengan demikian, diperlukan suatu mekanisme akuntabilitas pendidikan yang dibentuk melalui suatu Peraturan Daerah di bidang pendidikan. 7. Pengembangan pembinaan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler hendaknya menjadi sebuah pemikiran serius bagi sekolah dalam upaya membentuk budaya berprestasi bagi siswa. Pada kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya siswa lebih memiliki peluang dalam mengakrabi mata pelajaran yang disukainya. Jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler strategis dan dapat merangsang kreativitas dan aktivitas siswa selayaknya dicoba. Misalnya pengembangan kegiatan penelitian, pengamatan, dan penulisan karya ilmiah remaja; pengembangan kelompok-kelompok belajar mandiri dalam mata pelajaran matematika, fisika, biologi, IPS, dan sebagainya. 8. Bagi peneliti yang merasa tertarik pada konteks pengembangan kultur sekolah, diharapkan akan dapat melakukan pengembangan dan

123

perbaikan melalui pencarian variabel-variabel yang lebih determinan dan strategis.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah NS. 1998. Pemberdayaan Budaya Organisasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Lembaga Pendidikan . Artikel dalam Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVII 1998, Bandung: IKIP Bandung

124
129

Ahmad Sanusi. 2003. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. Bandung: Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan (BPTP) Burhanuddin (1994). Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah Departemen Pendidikan Nasional. Kompetensi, Ketentuan Umum 2003a. Kurikulum 2004 Berbasis

Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I, Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen Direktorat PLP. 2000. Bahan Workshop Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Enoch, Yusuf (1995), Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara. Lukman El-Hakim, (2006) Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jakarta: Endonesa.com Lindelow, John, and Heynderickx, James. 1998. " School-Based Management." In School Leadership: Handbook for Excellence , 2nd edition, Oregon: ERIC Clearinghouse on Educational Management Makmun, Abin Syamsuddin. 1996. Psikologi Kependidikan: Belajar dan Pembelajaran. Bandung: CV Remaja Rosda Karya Nawawi, Hadari (1981), Administrasi Pendidikan, Jakarta Gunung Agung. Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT Ghalia Indonesia Ndraha, Taliziduhu, 1999, Teori Budaya Organisasi, Institut Ilmu Pemerintahan UNPAD, Jakarta Ndraha, Taliziduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta Rencana dan Program Pengembangan Sekolah SMP Karangtengah, Kabupaten Cianjur Tahun 2005 2009 Negeri 3

Ross, J. E. V. 1994. Principles of Total Quality Management. Delray Beach: Published by St. Lucia Press

125

Sanusi, Ahmad. (1990), Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan, PPs IKIP Bandung ---------(1998) Pendidikan Alternatif Menyeluruh Arah Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan, Bandung: Grafindo Media Utama. Seno, Winarno Hami. 1984. Profesionalisme Guru dan Upaya Peningkatan Martabatnya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Depdiknas Sergiovanni. J. Thomas, Robert J Starrat (1979), Supervision: Human Perspective, New York: Me Graw-Hill Book Company. Shermerchorn, Jr. John R. et al, 1994, Managing Organizational Behavior , John Wiley & Sons Inc, New York, USA Siagian S.P. (1980), Filasafat Administrasi. Jakarta Gunung Agung. ---------(1983), Peranan Staf dalam Management. Jakarta Gunung Agung Stewart, Aileen Mitchel. 1998. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Sugiono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Turner, Jane and Crang, Carolyn, 1996, Exploring School Culture, A paper submitted to the Centre for Leadership in Learning Turney, Clifford. et. al. 1992. Educational Management Roles and Tasks: The School Manager, Australia: Allen & Unwin Pty. Ltd. Napier Street, North Sydney, NSW 2059 Woolf, Henry Boosley. 1977. Websters New Colligiate Dictionary. USA: G&C Merriem Company SUMBER-SUMBER DARI INTERNET

Baker, Hennry Jay, & Riel, Margareth M., 1999, Teacher Professionalism and the Emergence of Constructivist-Compatible Pedagogies , a paper presented at the 1999 meeting of the American Educational Research Association, Montreal, dari http://www.uci,edu/, download tanggal 30 Januari 2008 Budisatyo, Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Suara Merdeka On-line, Selasa, 23 Agustus 2005), artikel pada

126

http://www.suara-merdeka_online.com Desember 2007

download

tanggal

29

Cheng Yin Cheong, 1993, Leadership for School Culture , ERIC Digest, Number 91, pada situs http://www.uoregon.edu/ download tanggal 30 Januari 2008 Nurkolis. Penerapan MBS Di SLTPN 9 Jakarta . Artikel Artikel pada http://www.depdiknas.go.id/MBS_di _SLTPN_9_Jakarta.html downloaded tanggal 16 Juli 2007 Lightfoot, Sara. 1983. The Good High School: Portrait of Character and Culture, New York: Basic Books, h. 39 pada ERIC, Clearinghouse on Educational Management, Trends and Issues: the Role of School Leader, http://eric.uoregon.edu, downloaded tanggal 16 Juli 2007 Isjoni. Guru Masa Depan. Artikel pada http://www.pendidikan.us/guru_masa_depan.html, tanggal 6 Agustus 2007 Isjoni. Kinerja Guru. Tulisan pada http://www.eddept.wa.edu.au/centoff/cpr/publications.htm. downloaded tanggal 6 Agustus 2007 Wijaya Kusumah, Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis , (artikel bebas pada http://www.omjay.8m.com&wijayalabs.wordpress.com , tanpa tahun), download tanggal 30 Januari 2008 downloaded

Lampiran 1

Kisi-kisi Angket: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur

127

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati Perencanaan 32. 33.

Indikator Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah Evaluasi atas program dilakukan secara berkala Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan Revisi program dilakukan berdasar-kan temuan pada evaluasi Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik Kepala sekolah menetapkan sasar-an mutu sekolah Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur

Nomo r Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 132

Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah.

34. Pelaksanaan program sekolah 35. 36. 37.

Pengawasan pelaksanaan program

38.

39. 40.

Evaluasi program pengembangan sekolah

41.

42. 43.

Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah.

Pimpinan sekolah

44.

45.

46.

Guru-guru

47.

128

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati 48.

Indikator sekolah yang baik Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya Siswa berpartisipasi dalam mem-bentuk kultur sekolah yang baik Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang baik. Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pembentukan kultur sekolah yang baik dengan cara mendukung program-program pengembangan mutu sekolah

Nomo r Item 27 28 29

49.

Siswa

50.

30

51.

31 32

52. Masyarakat (Orang tua siswa) 53.

33

54.

34

Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah

Pengembang- 55. Menerapkan budaya salam an nilai-nilai kepada setiap warga sekolah, keagamaan membiasakan shalat dzuhur dan akhlakulberjamaah, melaksa-nakan kegiatan karimah Ramadhan yang bervariasi, melaksanakan peringat-an hari besar Islam, menyelenggara-kan forum diskusi Islam Pembinaan kesiswaan 56. Menerapkan disiplin siswa secara konsisten, melakukan pembinaan kepemimpinan (leadership) kepada siswa, melaksanakan kegiatan kerja sama (team work) melalui aktivitas rutin sekolah seperti MOS, upacara bendera, upacara PHBN, dan sebagainya. Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler olah raga prestasi

35

36

Pembinaan kegiatan

57.

37

129

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati ekstrakurikuler 58. 59.

Indikator Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler kesenian Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler organisasi dan keterampilan Menumbuhkan komunitas belajar di antara siswa, menumbuhkan kegiatan-kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya, mengembangkan budaya berprestasi dalam bidang akademik Menumbuhkan budaya bersih lingkungan, mengembangkan cinta lingkungan, dan menerapkan budaya tertib dan protektif

Nomo r Item 38 39

Peningkatan PBM

60.

40

Penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman

61.

41

Pengembang- 62. Mempertahankan nilai-nilai an nilai-nilai positif dari tradisi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih, menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum

42

130

Lampiran 2

Pengembangan Kultur Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah


Petunjuk Khusus
Persoalan di bawah ini disajikan dengan pilihan jawaban yang dapat Bapak/Ibu pilih. Pilihlah salah satu jawaban yang Bapak/Ibu anggap sesuai dengan atau mendekati kondisi sekolah Bapak/Ibu saat ini dengan cara memberikan tanda silang (X) pada huruf jawaban yang ada di depan opsi jawaban. Kami mohon Bapak/Ibu dapat memberikan jawaban apa adanya dan tidak merekayasa kondisi yang ada. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak berpengaruh apa pun terhadap karier atau jabatan Bapak/Ibu. 1. Apakah pada setiap awal tahun pelajaran, kepala sekolah menyusun program kerja tahunan dalam bentuk rencana pengembangan sekolah (RPS)? a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak pernah 2. Jika RPS disusun setiap tahun, apakah kepala sekolah menyusunnya sendiri? a. Ya, dilakukannya sendiri b. Tidak, meminta bantuan salah seorang guru c. Tidak, melibatkan seluruh guru dan staf sekolah 3. Apakah kepala sekolah menyusun RAPBS dengan salah satu cara berikut ini? a. Disusun sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui. b. Disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah. c. Disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarahkan bersama Komite Sekolah. 4. Bagaimanakah cara RAPBS disahkan di sekolah Bapak/Ibu?

131

a. Kepala sekolah dan Komite Sekolah telah menyepakati isi RAPBS sebelum musyawarah dilakukan dan musyawarah hanya sebagai persyaratan legalitas pengesahan RAPBS. b. Diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan. c. Diajukan oleh Komite Sekolah kepada masyarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui. 135 5. Bagaimana kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah? a. Tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja. b. Mengundang beberapa orang guru dan menyampaikan program sekolah secara lisan. staf sekolah dan

c. Mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari. d. Mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka. 6. Apakah kepala sekolah menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah? a. Ya, selalu b. Sering menerima c. Kadang-kadang menerima d. Jarang menerima e. Tidak pernah 7. Apakah Kepala Sekolah melakukan perubahan personal sekolah (PKS urusan Kurikulum, Pembina Siswa, dan sebagainya) pada setiap periode tertentu (misalnya 3 tahun sekali)? a. Ya, selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah. Penentuan PKS adalah wewenang mutlak kepala sekolah. 8. Apakah kepala sekolah membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran? a. Ya, selalu. Dilakukan secara bertahap. b. Tidak pernah. Kelompok kerja selalu dipilih dari kelompok guru tertentu dan tidak merata.

132

9. Meskipun penentuan staf sekolah adalah wewenang kepala sekolah, apakah kepala sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah (yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi) untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah? a. Ya, dilakukan secara periodik dan dipilih pada rapat khusus pembagian tugas. b. Ya, dilakukan secara periodik dan ditetapkan oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah. c. Tidak pernah. 10. Apakah seluruh warga sekolah dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan rencana pengembangan mutu secara efektif, efisien dan produktif meskipun kepala sekolah tidak berada di tempat? a. Ya, seluruh warga sekolah bekerja dengan baik meskipun tidak ada kepala sekolah. b. Lebih dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada. c. Kurang dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada. d. Warga sekolah tidak bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada. 11. Ketika Bapak/Ibu melaksanakan tugas mengajar, kemudian ternyata situasi pembelajaran menjadi lesu dan tidak bergairah. Apakah yang biasanya Bapak/Ibu lakukan? a. Melanjutkan pembelajaran apa adanya meskipun dalam suasana lesu kurang bergairah. b. Memberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu kepada siswa dan meninggalkan mereka ke kantor. c. Berusaha memotivasi siswa untuk bergairah dengan menyajikan berbagai cerita yang relevan. d. Mengganti model pembelajaran seketika yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu. 12. Menurut Bapak/Ibu, apakah inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan? a. Tidak. Sebaiknya kita bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk teknis (JUKNIS) yang telah ditetapkan. b. Sekali-sekali boleh, untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas bekerja. c. Sangat perlu, karena dalam inovaso dan improvisasi selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan. 13. Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu, apakah kepala sekolah melakukan pengawasan secara melekat?

133

a. Ya. Selalu b. Ya, tapi tidak terlalu ketat. c. Sama sekali tidak. 14. Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas pelaksanaan program pengembangan mutu. Kegiatan monitoring ini dilakukan . a. Setiap minggu b. Setiap awal bulan c. Setiap triwulan d. Setiap semester 15. Dalam melaksanakan monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu, monitoring juga dilakukan oleh . a. Wakil kepala sekolah b. Staf kepala sekolah yang ditunjuk (Misalnya, PKS Urusan Kurikulum) c. Kelompok guru senior yang dipercayai d. Semua komponen sekolah melakukan monitoring sesuai dengan fungsinya. 16. Sebagai Controlling Agency, Komite Sekolah juga seharusnya melakukan monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah. Apakah fungsi Komite Sekolah tersebut dijalankan dengan benar? a. Ya. Monitoring Komite Sekolah dilakukan sesuai dengan fungsinya. b. Kadang-kadang memantau pelaksanaan program. c. Staf Komite Sekolah datang ke sekolah tapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu. d. Komite sekolah tidak pernah hadir di sekolah selain pada saat musyawarah RAPBS. 17. Apakah program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan dievaluasi? a. Ya, selalu b. Kadang-kadang dievaluasi c. Lebih sering tidak pernah dievaluasi d. Tidak pernah 18. Jika dilakukan evaluasi kegiatan, apakah evaluasi dilakukan secara berkala? a. Ya. Evaluasi kinerja dan hasil tidak dilakukan hanya pada akhir program saja, tapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas. b. Ya. Evaluasi dilakukan setiap akhir program berjalan. 19. Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk apa? a. Sebagai bahan mendatang. masukan bagi perbaikan program di masa

134

b. Sebagai bahan kajian untuk dokumentasi. c. Disimpan saja. 20. Apakah kepala sekolah melakukan koreksi atas hal-hal yang bersifat misinformation pada program dan pelaksanaannya serta mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan? a. Ya, selalu dilakukan demikian. b. Kadang-kadang dilakukan seperti itu. c. Dibiarkan saja berjalan karena kesalahan itu akan diperbaiki sambil berjalan. 21. Apakah kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik? a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak pernah 22. Apakah kepala sekolah merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-sasaran mutu yang jelas dan spesifik? a. Ya, selalu b. Samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan. c. Tidak. Tujuan pengembangan sekolah dirumuskan secara global saja. 23. Apakah rumusan tujuan pengembangan sekolah yang disusun memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman? a. Sebaiknya seperti itu b. Tidak memiliki daya ramal c. Tidak tahu 24. Bagaimanakah cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah? a. Dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuhan sekolah. b. Dilakukan analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu menjadi lebih realistis. c. Menggunakan arahnya. perkiraan-perkiraan kebutuhan yang tidak jelas

25. Apakah kepala sekolah memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah? a. Ya. Hal itu dirumuskan dengan jelas dalam RPS. b. Ya, tetapi tidak dirumuskan dengan jelas. c. Kadang-kadang ada target

135

d. Tidak pernah memberikan target secara khusus. 26. Apakah Bapak/Ibu selaku guru memiliki komitmen kuat dalam membentuk kultur sekolah yang baik? a. Ya. Saya memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam pembentukan kultur sekolah yang baik. b. Tidak perlu membentuk kultur sekolah tertentu jika sekolah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang baku dari pemerintah. c. Saya tidak pernah memiliki komitmen apa pun. 27. Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam menyusun rumusan sasaran dan target pengembangan mutu sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah? a. Ya. Selalu dilibatkan b. Kadang-kadang saya terlibat juga. c. Sangat jarang guru terlibat dalam penyusunan program sekolah. d. Guru biasanya tidak pernah dilibatkan dalam menyusun program sekolah. 28. Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, apakah Bapak/Ibu diberi peluang untuk memberikan masukan dan saran bagi pengembangan sekolah? a. Ya, semua guru selalu diberi kesempatan yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah. b. Hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran. c. Tidak pernah terjadi guru memberikan masukan atau saran bagi pengembangan kualitas sekolah. 29. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun perencanaan pengembangan kualitas sekolah? a. Ya. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program peningkatan mutu sekolah jika dikelola dengan benar. b. Tidak. Perencanaan pengembangan kualitas sekolah seharusnya menjadi tugas kepala sekolah. 30. Menurut Bapak/Ibu, apakah para siswa turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik? a. Ya. Tentu saja, karena siswa juga warga sekolah. b. Tidak. Sikap siswa dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru. c. Tidak. Siswa akan dengan sendirinya ikut dalam situasi yang berlangsung. 31. Apakah selama ini siswa-siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki budaya berprestasi? a. Ya. Dalam bidang akademis dan non akademis

136

b. c. d.

Ya. Hanya dalam bidang akademis saja. Ya. Hanya dalam bidang non akademis saja. Tidak.

32. Apakah para siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi (misalnya, komputer, internet)? a. b. c. Ya. Hampir semua siswa mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet. Hanya sedikit saja siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.. Tidak ada satu pun siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.

33. Apakah masyarakat di sekitar sekolah, terutama para orang tua siswa, mendukung setiap program yang diajukan oleh sekolah demi peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu? a. b. c. Orang tua siswa selalu mendukung program sekolah yang diajukan. Pada umumnya masyarakat orang tua siswa mendukung. Hanya sebagian kecil saja orang tua siswa yang memberikan dukungan.

34. Bagaimanakah bentuk dukungan nyata yang diberikan masyarakat dan orang tua siswa terhadap program peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu? a. b. c. d. Orang tua mengikutsertakan anak-anaknya dalam setiap program pengembangan kualitas sekolah beserta segala konsekuensinya. Sebagian terbebani. orang tua berpartisipasi meskipun secara material

Orang tua hanya mau berpartisipasi jika secara material tidak membebani mereka. Tidak ada orang tua yang mau berpartisipasi.

UNTUK PERTANYAAN BERIKUT INI, BAPAK/IBU DAPAT MEMILIH LEBIH DARI SATU JAWABAN PADA SETIAP PERTANYAAN 35. Nilai-nilai dan kebiasaan apa saja yang selama ini dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan akhlakul-karimah? a. b. c. d. e. Pembiasaan mengucapkan salam pada saat bertemu dan berpisah Pembiasaan berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap habis jam pelajaran terakhir di mesjid sekolah. Melaksanakan tadarus bersama pada hari-hari tertentu, atau setiap hari selama beberapa menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Mengembangkan studi amaliah Ramadhan melalui berbagai kegiatan.

137

f. g. h. i. j. k. l.

Mengembangkan budaya bersih diri. Menyelenggarakan forum-forum diskusi keagamaan. Mengelola kegiatan ZIS (zakat, infaq, shadaqah). Berbuka puasa bersama pada bulan ramadhan. Menyelenggarakan lomba-lomba keterampilan mengahafal Al-Quran, lomba dawah, dan sejenisnya). agama (lomba

Menyelenggarakan kegiatan peringatan hari besar agama.

36. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu dalam rangka melakukan pembinaan siswa? a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Menerapkan disiplin dan tata tertib sekolah secara konsisten dan tegas (pakaian seragam, waktu, dan yang lainnya). Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin pagi (pengibaran bendera). Melaksanakan upacara-upacara peringatan hari besar nasional. Melaksanakan kegiatan MOS pada awal tahun pelajaran. Melaksanakan kegiatan widyawisata bermanfaat. Menyelenggarakan kegiatan bakti sosial. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan teman asuh. Penyelenggaraan kegiatan latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS) Penyelenggaraan upacara pelepasan siswa lulusan pada akhir tahun pelajaran. Menerbitkan majalah sekolah. .. apa saja yang sampai saat ini

37. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu? a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Renang Volleyball Basket ball Sepak bola Futsal Tenis meja Tenis lapangan Buku tangkis ..

Atletik (lari, tolak peluru, lempar cakram, loncat jauh, loncat tinggi, dll.)

138

38. Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu? a. b. c. d. e. f. g. h. i. Seni musik (band, dangdut) Solo vokal Paduan suara Degung Tembang Sunda Drumband atau marching band Seni tari Teater / drama

39. Kegiatan ekstrakurikuler keorganisasian dan keterampilan apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu? a. b. c. d. e. f. g. OSIS Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) Pramuka UKS PMR PKS Paskibra .

40. Kegiatan apa saja yang dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu? a. b. c. d. e. f. Membentuk komunitas belajar (kelompok belajar) mandiri. Membentuk English Conversation Club (ECC) Membentuk kelompok-kelompok belajar yang mengacu kepada mata pelajaran tertentu Pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya Pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik ....................................

41. Apa saja yang dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman? a. b. c. Menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan. Menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan Menerapkan budaya terib dan protektif

139

d. e. f.

Melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah. Melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan memasuki kawasan sekolah. .. perlu dipertahankan,

42. Nilai-nilai apa saja yang menurut Bapak/Ibu ditumbuhkan, dan dikembangkan di sekolah? a. b. c. d. e.

Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih diri dan bersih lingkungan. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum. ........................................

140

You might also like