You are on page 1of 6

3.

Etiologi delirium Delirium merupakan suatu sindroma, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak penyebab yang kesemuanya memberikan pola tanda dan gejala yang serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran penderita dan gangguan kognitif. Penyebab utama delirium adalah mencakup penyakit sistem saraf pusat (seperti epilepsy, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, neoplasma dan penyakit vaskuler), penyakit sistemik (seperti disfungsi endokrin, hepatic encephalopathy, hipoksia, gagal jantung, aritmia, hipotensi, penyakit defisiensi, infeksi sistemik, ketidakseimbangan elektrolit) dan intoksikasi maupun putus dari agen farmakologi atau toksik. 13. Perjalanan penyakit, tatalaksana dan prognosis skizofrenia 13.1 Perjalanan penyakit Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu : 1. Fase prodormal Fase prodormal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat, sertamencakup paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara social dari lingkungannya. Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi kroteria untuk menegakkan diagnosis skizofrenia muncul. individu dengan fase prodormal singkat, perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat daripada individu yang mengalami fase prodromal panjang. 2. Fase aktif gejala

Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuan untuk meliohat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan sosialnya. 3. Fase residual. Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala dari criteria A pada criteria diagnosis skizofrenia yang bersifat menetap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adlaah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan. 13.2 Tatalaksana Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi psikososial. 1. Terapi Biologis Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007).

Terapi Elektrokonvulsif dikenal sebagai terapi electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia. Terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik. Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak Moniz (1935, dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang stone of madness atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal. 2. Terapi Psikososial Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi

terhadap dunia karena berbagai pengalaman usia dini. Terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual. 13.3 Prognosis Penegakkan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan yaitu 1. Prognosis positif apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya kehidupan yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang social, pekerjaan dan seksual, fese prodromal singkat, munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah, dan adanya sistem pendukung yang baik.

2. Prognosis buruk ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan seperti berikut: onset gangguan lebih awal, faktor pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama, perilaku yang autistic, melakukan penarikan diri, status lajang, bercerai atau pasangannya telah emninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap skizofrenia, munculnya gejala negative, sering kambuh secara berulang dan tidak adanya sistem pendukung yang baik. Menurut Sirait (2008) skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, berangsur-angsur menajdi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-tahun. Beberapa penelitian menemukan lebih dari periode waktu 5 samapi 10 tahun setelah perawatan pertama kali dirumah sakit, hanya 10 sampai 20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk. Seorang caregiver maupun anggota keluarga lainnya berperan penting selama pasien berada pada fase aktif maupun fase residual. Hal ini disebabkan karena setelah pasien selesai dengan perawatan dirumah sakit, terapi akan tetap dilanjutkan di lingkungan rumah, oleh karena itu, kesuksesan pengobatan serta kekambuhan pasien akan ditentukan oleh caregiver selain faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi kesuksesan pengobatan tersebut. 19. Gangguan persepsi Persepsi adalah proses transfer stimulus fisik menjadi informasi psikologis; proses mental yang membawa stimulus sensorik ke alam sadar. Gangguan persepsi: 1. Halusinasi adalah persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal yang nyata. a. Halusinasi hipnogogik b. Halusinasi hipnopompik c. Halusinasi auditorik

d. Halusinasi visual adalah halusinasi palsu yang melibatkan penglihatan baik suatu citra yang terbentuk (orang) citra yang tak terbentuk (cahaya) biasanya terjadi pada gangguan medis. e. Halusinasi olfaktorik f. Halusinasi gustatorik g. Halusinasi taktil (haptik) h. Halusinasi somatic i. Halusinasi liliput j. Halusinasi kongruen-mood k. Halusinasi tak kongruen-mood l. Halusinosis m. Sinestesia n. Fenomena trailing o. Halusinasi perintah 2. Ilusi adalah persepsi / interpretasi yang salah akan stimulus sensorik eksterna yang nyata. Pada pemicu terjadi gangguan persepsi berupa halusinasi visual berupa ia berulang kali menyatakan bahwa ia melihat bayangan putih yang menakutkan.

You might also like