You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Salah satu metode yang umumnya dilakukan untuk eksplorasi awal terhadap suatu sumberdaya alam di bawah permukaan bumi yaitu dengan cara menginterpretasikan profil dua dimensi ataupun benda tiga dimensi berdasarkan atas data anomali medan gravitasi yang biasa disebut Anomali Bougeur. Variasi medan gravitasi di permukaan bumi yang kita gunakan merupakan data gravitasi yang hanya dipengaruhi oleh variasi denstias batuan bawah permukaan. Walaupun variasi medan gravitasi ini sangatlah kecil, namun dengan peralatan yang memiliki ketelitian tinggi, variasi gravitasi dapat di ukur dari satu titik ke titik yang lainnya sehingga dapat dipetakan menjadi peta kontur. Sekarang ini suda dikembangkan metode pengukuran data medan gravitasi dari satelit, lengkap dengan data topografinya. Salah satunya adalah Geodetic Sattelite (GEOSAT) dimana datanya dapat kita unduh di www.topex.ucsd.edu Data yang diperoleh digunakan untuk memetakan anomali medan gravitasi global di permukaan bumi, termasuk di atas permukaan laut. Berbagai deposit alam seperti batubara, zinc, bauksit, dan beberapa mineral logam lainnya yang sulit dideteksi menggunakan metode geolistrik, ternyata dapat dengan mudah dideteksi menggunakan metode gravitasi citra satelit ini. Pertimbangan lain dari pemanfaatan data anomali medan gravitasi citra satelit ini adalah biayanya lebih murah daripada pengukuran langsung di lapangan, yang dapat menelan dana puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung. Terletak pada 104o 45 105o BT dan 3o 30 3o 45 LS Batuan sedimen tertua yang tersingkap di blok Sinamar yang terletak pada tepi 1

barat cekungan adalah batuan Formasi Sinamar dan Formasi Rantauikil. Sedangkan di blok Bukit Bakar-Bukit Duabelas yang terletak pada deposenter adalah batuan Formasi Lahat, diikuti Formasi Talangakar, Baturaja, Gumai, Airbenakat, Muaraenim, dan diakhiri endapan Formasi Kasat Penelitian yang telah dilakukan tersebut belum memberikan informasi mengenai lapisan dan kedalaman kandungan bitu men padat sehingga penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat. Perbedaan densitas lapisan-lapisan batuan bawah permukaan, menghasilkan variasi medan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gravitasi di antara satu titik terhadap titik lainnya di permukaan bumi disebut sebagai anomali medan gravitasi. Oleh karena itu pendugaan terhadap struktur geologi bawah permukaan kawasan Cekungan Sumatra Selatan dapat dilakukan dengan memanfaatkan data anomali medan gravitasi. Data anomali medan gravitasi diproses melalui beberapa tahap sesuai prosedur pengolahan data dalam survei gravitasi. Data yang dihasilkan, selanjutnya dimodelkan dengan bantuan perangkat lunak Grav2DC for Windows digunakan untuk melakukan praduga pemodelan hingga diperoleh profil 2D lapisan batuan bawah permukaan daerah penelitian. Hasil interpretasi tersebut memberikan suatu gambaran kondisi struktur geologi bawah permukaan yang dapat digunakan untuk menafsirkan jenis batuan dasar, lapisan lapisan batuan bawah permukaan, bitumen padat batubara, dan struktur geologi lainnya yang berkembang di kawasan Cekungan Sumatra Selatan. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Metoda yang digunakan dalam pemodelan gayaberat secara umum dibedakan kedalam dua cara, yaitu pemodelan kedepan (forward modelling) dan inversi (inverse modelling). Prinsip umum kedua pemodelan ini adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan anomali pengamatan, melalui metoda kuadrat terkecil (least square), teknik matematika tertentu, baik linier atau non linier dan menerapkan batasanbatasan untuk mengurangi ambiguitas. Menurut (Talwani, 1959), pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh suatu poligon bersisi- dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon. n Pulau Sumatra sendiri memiliki keaktifan tektonik yang cukup tinggi, begitu pula di sekitar cekungan Sumatra Selatan. Dengan menggunakan metode Talwani ini 2

penulis

mencoba

meneliti

keberadaan

cekungan

Sumatra

Selatan

dengan

menggunakan data anomali gravitasi.

1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penulisan ini adalah : 1. 2. 3. 4. Mengolah dan menganalisa data gravitasi hasil pengukuran di lapangan. Menentukan harga anomali gravitasi di wilayah cekungan Sumatra Selatan dan mempelajari pola anomalinya. Memahami konsep pemodelan gravitasi dua dimensi metode Talwani. Membuat model penampang dua dimensi denga n software pemodelan gravitasi berbasis metode Talwani (GRAV2D). 1.4 BATASAN MASALAH Ruang Lingkup atau batasan yang didefinisikan dalam penelitian ini adalah : 1. Pada penelitian ini menitikberatkan pada pembahasan dan analisa dengan menggunakan gaya berat pada daerah penelitian. 2. Data yang digunakan adalah data gaya berat yang di unduh melalui satelit GEOSAT www.topex.ucsd.edu 3. Analisis ini difokuskan pada pemodelan lapisan permukaan pada cekungan Sumatra Selatan 1.5 METODOLOGI PENELITIAN 1. Perumusan masalah dan masalah dan pengumpulan data melalui www.topex.ucsd.edu 2. Studi literatur mengenai aplikasi metode gravitasi, teknik pemodelan gravitasi menggunakan metode tilwani dan geologi regional di daerah penelitian. Studi literatur ini dilakukan dengan mencari pustaka yang dapat mempermudah dalam penelitian ini, seperti jurnal, buku dan paper. 3. Pengolahan data gaya berat, yang meliputi : Proses koreksi, yaitu pengolahan data gaya berat hingga dihasilkan nilan Complete Bouger Anomaly (CBA). Trend Surface Analysis, yaitu metode pencocokan permukaan, yang perhitungannya menggunakan bantuan software Surfer8 dan Microsoft 3

Excel untuk mendapatkan nilai anomali Residual. Nilai-nilai anomali ini kemudian digambarkan dalamsuatu peta dengan menggunakan Surfer8. Lalu pada peta anomali Residual dilakukan pemilihan lintasan yang akan dibuat pemodelannya. Analisa Spketrum, yaitu menganalisa spektrum gaya berat Gravity forward modeling, yaitu tahapan pembuatan model penampang bawah permukaan berdasarkan data gaya berat dengan menggunakan GRAV2D, salah satu software pemodelan gravitasi dua dimensi berbasis metode Talwani. menggunakan metode til 4. Interpretasi, yaitu analisa hasil pengolahan data seta model struktur permukaan yang terlad dibuat 5. Pengambilan kesimpulan dan saran

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini membahas tentang latar belakang yang mendasari penulisan tugas akhir ini, perumusan masalah yang digunakan, maksud dan tujuan, batasan masalah penulisan ini, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini membahas secara singkat tentang teori-teori yang mendasari pada tugas akhir ini, yaitu meliputi teori dasar gravitasi, percepatan, gravitasi normal, densitas batuan rata-rata, koreksi harga gravitasi, anomali Bouger, anomali Residu, interpretasi gravitasi, dan metode Talwani. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai metode yang dilakukan penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang akan dibahas pada bab selanjutnya

BAB IV : ANALISA DATA 4

Babi ini berisi tentang data yang yang digunakan dalam pengolahan data serta membahas tentang perhitungannya, yaitu terdiri atas data penelitian, analisa data. BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang hasil dari pengolahan data, terdiri dari anomali gravitasi di sekitar cekungan Sumatra Selatan, dan hasil pemodelan GRAV2D. BAB VI : KESIMPULAN Bab ini secara singkat membahas tentang kesimpulan dari hasil perhitungan dan analisa data dari tugas akhir ini. Daftar Pustaka

BAB II
5

TEORI DASAR
2.1. TEORI DASAR MEDAN GAYA BERAT 2.1.1. Hukum Newton Tentang Gravitasi Prinsip dasar fisika yang mendasari metoda gravitasi adalah hukum

Newton mengenai gaya tarik gravitasi yang menyatakan bahwa gaya tarik antara dua benda dengan masa m1 dan m2 berjarak r adalah :

Gambar 2.1 Gaya tarik menarik antar 2 buah benda ..(2.1) Dimana : F r G = gaya antara dua partikel bermasa m1 dan m2 = jarak antara dua massa = konstanta gravitasi universal (6.672 x 10-11 Nm2/Kg2)

m1 = massa benda 1 m2 = massa benda 2 (Halliday et al., 2001; Tipler, 1998)

2.1.2. Percepatan Gravitasi Percepatan gravitasi bumi adalah percepatan yang dimiliki benda yang jatuh karena pengaruh gaya beratnya .......................................................................(2.2) dengan m=massa benda, M=massa bumi dan R=jari-jari bumi atau jarak benda ke pusat bumi maka bentuk percepatan gravitasi dinyatakan 6

...(2.3)

2.1.3. Potensial Gravitasi Karena medan bersifat konservatif maka medan gravitasi dinyatakan sebagai suatu potensial skalar U(r) : ............................................................................(2.4) .........................................................................(2.5) Dimana U(r) merupakan Potensial Gravitasi dari masa 1

2.2. SPHEROID DAN GEOID Bentuk bumi saat ini telah diketahui (dari hasil satelit dan pengukuran geodesi spheroid.Cembung di ekuator dan pepat di kutub. Perbedaan jejari r, menghasilkan pemampatan kutub Secara teoritis hal ini dimungkinkan, dengan asumsi: bumi sebagai massa fluida bumi berotasi pada sumbu polarnya rapat massa bumi bertambah terhadap kedalaman (3 gr/cc di permukaan sampai dengan 12 gr/cc di pusat bumi, meskipun variasinya tidak uniform) Permukaan dari bentuk teoritis ini, merupakan suatu ekuipotensial medan gravitasi + acp. Harga-harga gravitasi pada semua titik permukaan bumi spheroid referensi Permukaan ini berkaitan dengan permukaan mean sea level yang menghilangkan efek massa daratan yang berlebih dan mengisi kekosongan samudra. Jadi ini merupakan permukaan ekuipotensial (mean sea level). Gaya gravitasi di semua tempat akan normal terhadap permukaan ini, atau garis unting-untingnya vertikal terhadap permukaan ini.

Gambar 2.2 a. Perbedaan posisi geoid dan sheroid, b. Efek masa batuan yang mempengaruhi posisi geoid. (Telford et al, 1990)

Formula yang diadopsi oleh IUGG pada 1930, g pada semua titik spheroid ini: ..........(2.6) Dimana : g0 = gravitasi ekuator = 978,0490 gal = 0,005288.4 = lintang geografis = -0,0000059 Rumusan di atas berlaku jika dianggap tidak terjadi undulasi di permukaan bumi, kenyataannya: - Elevasi daratan benua rata-rata 500 m - Elevasi pulau maximum dan depresi samudra 9000 m Memperhatikan aspek-aspek data di atas, geodesis mengambil geoid sebagai average sea level. Geopotensial dan geoid tidak pernah segaris; - di samudra geoid lebih rendah daripada geopotensial - di benua geoid lebih tinggi daripada geopotensial (keduanya terjadi karena tertarik oleh massa batuan) 2.3. KOREKSI MEDAN GAYA BERAT

Pada dasarnya, dalam pemodelan struktur lapisan permukaan bumi yang diperlukan adalah variasi grafitasi dari variasi densitas pada lapisan di bawah permukaan bumi, namun hasil pembacaan dari pengukuran alat gravitasi bukan hanya didapatkan dari faktor densitas saja namun beberapa faktor lainnya. Besar nilai gravitasi bergantung kepada lima factor yaitu lintang, elevasi, topografi daerah sekitar pengukuran, pasang surut bumi dan variasi densitas di bawah permukaan (Telford et al, 1990). Dalam metode gravitasi ini diperlukan koreksi untuk mendapatkan nilai gravitasi yang hanya dipengaruhi oleh variasi densitas di bawah permukaan bumi. Koreksi tersebut meliputi : 2.3.1. Koreksi Pasang Surut Bumi (Earth-Tide Correction) Koreksi ini dimaksudkan untuk mengoreksi data gravitasi dari pengaruh benda angkasa. Benda angkasa yang cukup berpengaruh dalam pembacaan alat gravimeter yaitu matahari dan bulan. Kedua benda angkasa tersebut dapat menimbulkan tarikan terhadap bumi sehingga terjadinya pasang surut muka air laut. Pasang surut muka air laut tersebut akan mempengaruhi pembacaan pada alat gravimeter, dimana posisi bumi terhadap bulan dan matahari cukup berpengaruh terhadap perubahan pembacaan nilai gravitasi di lapangan (Gambar ).

Gambar 2.3 Koreksi pasang surut bumi. (Teynolds,1997)

Perubahan gravitasi akibat efek pasang surut diberikan oleh persamaan Longman, I.M., 1959, yakni: 9

(2.7)

Dimana: = Koreksi pasang surut p q = Sudut zenith bulan = Sudut zenith matahari

M = Massa bulan S d = Massa matahari = Jarak antara pusat bumi dengan bulan

D = Jarak antara pusat matahari dengan bumi Koreksi dilakukan dengan cara mengurangi nilai gravitasi lapangan terhadap besar nilai koreksi pasang surut bumi. Perubahan gravitasi akibat pasang surut ini berkisar antara 0.2-0.3 mgal. Pada bulan penuh atau mati, perubahan gravitasi 0.05 mgal/jam dan pada bulan seperempat kurang dari 0.05 mgal/hari.

2.3.2. Koreksi Apung (Drift Correction) Koreksi drift dilakukan sebagai akibat dari perbedaan pembacaan nilai gravitasi di stasiun basis pada waktu yang berbeda. (Gambar ). Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu terjadi guncangan pegas dan perubahan temperatur pada alat gravimeter selama proses pengambilan data dari satu stasiun ke stasiun terakhir.

10

Gambar 2.4 Koreksi Drift. (Reynolds,1997) Untuk menghilangkan efek ini, pengukuran dibuat dalam suatu lintasan tertutup dimana pengukuran diawali pada titik base dan di akhri pada titik base tersebut. Koreksi apung diberikan oleh persamaan :

..(2.8) dengan : DC = koreksi drift pada titik acuan pengamatan gA = harga gravitasi di titik acuan pada waktu tA gA = harga gravitasi di titik acuan pada waktu tA ( pada saat penutupan ) tA = waktu pengamatan di titik acuan saat awal tA = waktu pengamatan di titik acuan saat penutupan kitaran tn = waktu pengamatan di titik pengamatan n 2.3.3. Koreksi Lintang (Lintang Correction) Berdasarkan Hukum Newton dapat ditunjukkan bahwa harga potensial gravitasi tergantung pada jaraknya (fungsi jarak), makin besar harga r makin kecil percepatan gravitasi yang ditimbulkan. Karena bumi berbentuk speroid, maka harga percepatan gravitasi bersamaan dengan naiknya lintang tempat pengamatan, makin kekutub makin besar percepatan gravitasinya. Dengan menurunkan persamaan berikut akan diperoleh gradien utara-selatan sebagai berikut :

11

......................................................................(2.9)

2.3.4. Koreksi Udara Bebas (Free-air Correction) Koreksi udara bebas merupakan koreksi yang disebabkan oleh pengaruh variasi ketinggian untuk menarik bidang pengukuran (P) ke bidang geoid (P0) (Gambar

Gambar 2.5 Koreksi Udara Bebas. (Wellenhof and Moritz, 2005) Koreksi ini tidak memperhitungkan massa batuan yang terletak diantara P dan P0. Perhitungan koreksi udara bebas (Free-air Correction) dilakukan dengan cara (Rosid,2005):

12

mgal (h dalam feet.............................(2.10) mgal (h dalam meter) ......................(2.11)

2.3.5. Koreksi Bouger (BC) Koreksi Bouger disebaban oleh massa yng terdapat di antara P (stasiun) dan P0 (bidang geoid) yang menimbulkan gaya tarik. Koreksi ini dilakukan dengan menghitung tarikan gravitasi yang disebabkan oleh batuan berupa slab dengan ketebalan H dan densitas rata rata (gambar

Gambar 2.6 Koreksi Bouger. (Wellnhof and Mortiz, 2005) Besarnya koreksi Bouger diberikan oleh persamaan : ...............................................(2.12) Dengan : h = Ketinggian = rapat massa (gram/cm3) 2.3.6. Korekasi Medan (Terrain Correction) Keadaan topografi disekitar tempat pengamatan mempengaruhi besarnya medan gravitasi pengamatan. Adanya perbedaan ketinggian tempat pengamatan dengan sekitarnya mengakibatkan adanya perbedaan massa, baik 13

disebabkan bukit-bukit ataupun lembah-lembahnya. Perbedaan massa tersebut mengakibatkan pengurangan medan gravitasi pengamatan. Koreksinya selalu ditambahkan dan disebut koreksi terrain atau juga disebut koreksi bouger yang diperhalus. Prosedur untuk mendapatkan koreksi terrain adalah dengan menghitung tarikan massa yang harus diisikan pada lembah-lembah disekitar pengamatan maupun yang harus diambil dari bukit-bukit disekitar pengamatan untuk mendapatkan topografi yang datar sempurna yang digunakan pada perhitungan koreksi bouger. Cara menghitung besarnya tarikan massa tersebut dengan membuat lingkaran-lingkaran konsentris dengan luasan bertambah besar dengan bertambahnya jarak dari pusat lingkaran. Dimana titik pusat lingkaran adalah tempat dimana akan dihitung koreksinya. Dan setiap luasan dibagi menjadi beberapa komparteman oleh garis radial. Efek medan gravitasi dari setiap kompartemen dihitung dari rumus: gt =

(2.13) Dengan : gt = koreksi terrain = sudut yang dibentuk oleh kompartemen dalam radian = konstanta universal = rapat massa batuan z = ketinggian bukit atau kedalaman lembah = Zstasiun Zrata-rata r1 = jari-jari dalam r2 = jari-jari luar

14

Koreksi terrain merupakan jumlah tarikan dari seluruh komparten sehingga : (2.14) Dengan : gt = koreksi terrain total N = jumlah kompartemen gti = koreksi terrain dari kompartemen ke-i Dalam prakteknya untuk koreksi terrain digunakan tabel HAMMER (1939) yaitu mengikuti aturan :

(2.15)

2.4. Trend Surface Analysis (TSA) Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, untuk melakukan intepretasi data gravitasi data yang digunakan adalah data yang sudah berupa anomaly residual. Untuk memisahkan anomali residual dan anomali regional dari anomaly Bouguernya, digunakan metode Trend Surface Analysis. Prosesnya adalah dengan melakukan pendekatan data anomali Bouguer dengan suatu persamaan polinomial. Abdelrahman (1985) menyatakan bentuk persamaan polinomial tersebut adalah :

..........................................(2.16) dengan : n = 0.5 (p+1) (p+2) = banyaknya koefisien p = Orde polinomial (p = 1, 2, 3, ...) a(n-s),s = Koefisien polinomial i = Indeks data (i= 1, 2, 3, ..., m)

15

Koefisien polinomial tersebut dapat dihitung dengan meminimumkan jumlah kuadrat dari selisih Anomali Bouguer dan Anomali Regional dengan cara kuadrat terkecil (least square), dengan syarat jika differensial parsial terhadap setiap koefisien yang tidak diketahui sama dengan nol atau dapat dituliskan sebagai berikut :

...........................................................(2.17) Dari persamaan (2.14) dapat dibentuk matriks dengan dimensi n x n

Untuk mendapatkan harga-harga konstanta yang tidak diketahui digunakan perhitungan eliminasi Gauss. Kemudian untuk memisahkan Anomali Regional dan Anomali Residu digunakan persamaan sebagai berikut ......................................(2.18) dengan : L(xi ,yi ) = Anomali Lokal pada titik xi,yi B(xi ,yi ) = Anomali Bouguer pada titik xi,yi R(xi ,yi ) = Anomali Regional pada titik xi,yi Untuk menentukan orde yang cocok dalam persamaan polinomial dilakukan dengan memeriksa jumlah kuadrat lokal atau deviasinya serta menghitung Variansi. 16

...................................................................................(2.19) dengan: N = Banyaknya data M = Orde Persamaan Polinomial M s 2 = Variansi 2.5. INTERPRETASI GRAVITASI Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali Bouguer yang telah diperoleh, perlu adanya proses lanjutan yaitu interpretasi terhadap data tersebut. Interpretasi gayaberat secara umum dibedakan menjadi dua yaitu interpretasi kualitatif dan kuantitatif 2.6.1. Interpretasi Kualitatif Interpretasi kualitatif dilakukan dengan mengamati data gayaberat berupa anomali Bouguer. Anomali tersebut akan memberikan hasil secara global yang masih mempunyai anomali regional dan residual. Hasil interpretasi dapat menafsirkan pengaruh anomali terhadap bentuk benda, tetapi tidak sampai memperoleh besaran matematisnya. Misal pada peta kontur anomali Bouguer diperoleh bentuk kontur tertutup maka dapat ditafsirkan sebagai struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin). Dengan interpretasi ini dapat dilihat arah penyebaran anomali atau nilai anomali yang dihasilkan. 2.6.2. Interpretasi Kuantitatif Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil interpretasi kualitatif dengan membuat penampang gayaberat pada peta kontur anomali. Teknik interpretasi kuantitatif mengasumsikan distribusi rapat massa dan menghitung efek gayaberat kemudian membandingkan dengan gayaberat yang diamati. Interpretasi kuantitatif pada penelitian ini adalah analisis model bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan 17

menggunakan metoda poligon yang diciptakan oleh Talwani. Metoda tersebut telah dibuat pada software GRAV2DC. 2.6. METODE TILWANI Pada prinsipnya metode Talwani menggunakan n-sisi poligon untuk pendekatan gambaran vertikal dari suatu benda dalam dua dimensi yang kemudian dihitung efek gravitasi yang ditimbulkan oleh benda tersebut (Talwani et al., 1959). Ilustrasi sederhana metode Talwani ini bisa dilihat pada gambar 5. Efek gravitasi yang ditimbulkan oleh benda dua dimensi ini adalah sama dengan besar nilai integral garis tertutup dari keseluruhan sisi poligon tersebut (Hubert, 1948). Persamaannya adalah sebagai berikut : .............................................................(2.20)

Gambar 2.6 Pendekatan poligon benda dalam dua dimensi metode Talwani (Telford et al., 1976). Dari gambar 5, pada sembarang titik di sisi BC didapatkan hubungan sebagai berikut:

atau .............................(2.21) Kemudian Integral garis tertutup BC dapat dinyatakan sebagai jumlah integral garis tiap sisinya, sehingga dapat ditulis sebagai berikut :

...................................................(2.22) 18

maka,

.......................................................(2.23) dan Pada kasus umum, nilai Zi diberikan sebagai berikut

.....(2.24) dimana :

Untuk keperluan komputasi, persamaan (2.21) ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, dengan mensubstitusikan harga-harga sin, cos, tantan,cos,sin dengan koordinat titik sudut poligon dalam x dan z, sebagai berikut :

...........(2.25) Prinsip inilah yang kemudian dijadikan dasar dalam banyak software pemodelan gravitasi baik pemodelan forward maupun inversi yang sekarang banyak dikembangkan. Dan dalam studi ini akan digunakan GRAV2D, software pemodelan forward gravitasi dua dimensi berbasis metode Talwani yang dikembangkan oleh Soengkono (1991).

BAB III METODE PENELITIAN 19

3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Seluruh metodologi penelitian ini digambarkan menjadi suatu diagram alir penelitian yang ditunjukan pada Gambar 3.1

Perumusan Masalah, Pengumpulan Data dan Studi Literatur

Pengolahan Data Gaya Berat Proses Koreksi Data Gaya Berat CBA

Analisa Spektrum

Pemisahan Anomali Regional-Residual

Anomali Regional

Anomali Residual Data Geologi Regional

Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Data Gaya Berat

Analisa Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Data Gaya Berat

Kesimpulan dan Saran

3.2. PERHITUNGAN ANOMALI BOUGEUR

20

Untuk mereduksi koreksi drift, survey ini dilakukan dengan loop atau sistem pengamatan tertutup. Gravimeter yang akan digunakan untuk pengukuran ke lapangan juga mengukur gravitasi pada stasiun base sebelum dan sesudah melakukan pengukuran di lapangan. Kemudian data gravitasi pengukuran lapangan dikoreksi dengan data gravitasi pengukuran base untuk mereduksi efek pasang surut. Nilai gravitasi observasi didapatkan dari hasil pengukuran gravitasi relatif di lapangan yang telah dikoreksi dengan koreksi drift dan koreksi pasang surut, ditambah dengan nilai gravitasi absolut ini. Selanjutnya koreksi udara bebas dan koreksi Bouguer didapatkan dengan menggunakan persamaan (2.12). Setelah melakukan koreksi-koreksi diatas terhadap nilai gravitasi observasi, maka didapatkan nilai anomali Bouguer. Anomali Bouguer ini kemudian dipetakan dengan Surfer8 untuk melihat pola anomali yang ada di area survey. Selanjutnya dari nilai anomali Bouguer ini akan dipisahkan antara anomali Regional dan anomali Residualnya dengan menggunakan metode pencocokan permukaan. Data anomali Bouger terlampir dan peta konturnya pada. 4.2.3 Pemisahan Anomali Residu Pada prinsipnya tingkat orde polinomial mencerminkan tingkat nilai efek anomali gravitasi yang ditimbulkan regional wilayah survey. Orde satu mencerminkan efek regional dari area yang sangat luas dan sangat dalam. Semakin tinggi orde mencerminkan akumulasi nilai anomali gravitasi karena diimplementasikan oleh suku-suku tinggi dari polinomial. Dalam metode pencocokan permukaan, anomali Regional digambarkan oleh suatu permukaan anomali dalam fungsi matematis. Permukaan tersebut diperoleh dengan meminumkan selisih anomali Bouguer dengan anomali Regional hasil perhitungan dengan kuadran terkecil (least square). Metode pencocokan permukaan ini yang akan digunakan oleh penulis untuk memisahkan anomali Regional dengan anomali Residu. Dengan menggunakan persamaan umum (2.16) dan dideferensialkan menjadi persamaan (2.17), lalu dari persamaan polinomial yang didapat kemudian dibuat matrik dengan orde n x n. Untuk menentukan orde polinomial, maka terlebih dahulu kita menghitung harga variansi. Dimana dari grafik variansi tersebut dapat dilihat bahwa orde polinomial ditentukan dari grafik variansi yang tidak 21

menunjukkan perubahan atau kenaikan harga yang berarti. Grafik dapat dilihat pada lampiran 1. Berdasarkan grafik variansi, maka orde yang digunakan adalah orde tiga. Sehingga : (3.1) persamaan polinomial yang digunakan yaitu

22

23

dimana : B = anomali Bouger pada titik xi,yi X = Bujur titik pengamatan Y = Lintang titik pengamatan Dari persamaan yang telah didiferensialkan di atas lalu dibuat matriknya untuk mencari harga dari setiap konstanta yang tidak diketahui. Berdasarkan persamaan di atas, maka matrik yang dibuat adalah matrik dengan ordo 10 x 10. Selanjutnya dengan menggunakan metode elimenasi Gauss kita dapat menghitung harga setiap konstanta tersebut. Tahap selanjutnya anomali Regional dapat dihitung dengan memasukkan konstanta dari hasil perhitungan eliminasi Gauss ke dalam persamaan polinomial orde tiga. Dengan menggunakan bantuan software Surfer 8, konstanta a, b, c, d, e, f, g, h, i, dan j didapat: Konstanta a b c d e f Nilai 2.9111328668558E-009 5.2877786365306E-007 -6.6820495949508E-006 6.2619882978768E-005 2.1898625002612E-007 5.70609025165E-005

24

g h i j

-0.00071739534861158 1.3580043163366E-005 0.0061567848579416 0.00040391985001132

Setelah didapat konstanta-konstanta tersebut, maka diperolehlah harga anomali Residu (lokal) yang kemudian dibuat peta kontur anomalinya. 4.2.4 Penentuan Lintasan Pemodelan Setelah mendapatkan nilai anomali residual kemudian ditentukan lintasan yang akan dibuatkan pemodelan penampang vertikalnya. Pemilihan lintasan didasarkan pada dua hal. Yang pertama adalah berdasarkan hipotesa indikasi struktur yang ada dari pola anomali Residual. Yang kedua adalah berdasarkan data penunjang yakni lintasan pemodelan mendekati lintasan-lintasan penampang struktur geologi di wilayah cekungan Sumatra Selatan. Untuk studi ini ditentukan hanya satu lintasan. Kemudian dengan melakukan perintah digitize dan slice pada Surfer8, maka didapatkan data koordinat titik-titik di sepanjang lintasan beserta nilai-nilai residualnya. Cara yang sama dilakukan juga terhadap peta elevasi untuk mendapatkan nilai elevasi pada titik-titik tersebut. Data koordinat titik-titik (jarak), elevasi, serta nilai-nilai residual ini akan menjadi data masukan dalam pemodelan GRAV2D. 4.2.5 Pemodelan GRAV2D Setelah mendapatkan data masukan dari tiap lintasan berupa jarak, elevasi, nilai anomali Residual serta densitas rata-ratanya, tahap selanjutnya adalah melakukan pemodelan dengan GRAV2D.

25

You might also like