You are on page 1of 153

Bab 4

Contoh Model Pemelajaran dan


Penilaian

1. StAndar Kompetensi
Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha

2. Kompetensi Dasar/Sub Kompetensi,


• Mengidentifikasi sikap dan perilaku wirausahawan
Dalam proses pemelajarannya diharapkan guru mengintegrasikan dengan
mata diklat lain. Guru mampu mengajak siswa untuk memiliki sikap dan
perilaku kewirausahaan dalam segala bidang/mata diklat dan
mengaplikasikan contoh-contoh materi Kewarganegaraan dalam
Kewirausahaan.

3. Alokasi Waktu
20 Jam @ 45 menit

4. Materi pemelajaran
A. HAKEKAT KEWIRAUSAHAAN

Anda tentu sering mendengar tentang kata “Wirausaha”, “Kewirausahaan”


maupun “Wirausahawan”

21
Apakah yang dimaksud dengan “Wirausaha”, “Kewirausahaan” maupun
“Wirausahawan” tersebut? Dan apakah beda ketiga kata tersebut?

Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat


dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan
mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses.

Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang


yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam
dunia nyata secara kreatif.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang Wirausahawan adalah


orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-
kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang
dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan
serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan
inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih
sukses/meningkatkan pendapatan.

Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa


Wirausaha dan mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya.
Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam
hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya
adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif
yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan
kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak
hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan
rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang
berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir

22
tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan
sesuatu yang baru.

Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para


wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam
kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri
wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawanpun dimiliki oleh
seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek
pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman
Soemahamidjaja, 1980). Wirausahawan adalah mereka yang melakukan
upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan
meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan
perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997)

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu


berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses
kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang
berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha
(Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai
tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan
cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer
(1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai
berikut:
• Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
• Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)
• Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing
products or services)
• Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan
jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding

23
different ways of providing more goods and services with fewer
resources)
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan
pada peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh
orang-orang yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan
ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan
dan tantangan, apapun profesinya.

Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya Kewirausahaan, yaitu:


• Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang
dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses
dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)
• Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai
sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
• Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam
memberikan nilai lebih.
• Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru dan berbeda (Drucker, 1959)
• Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan
keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang
untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)
• Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda
untuk memenangkan persaingan.

24
B. KARAKTERISTIK SIKAP DAN PERILAKU WIRAUSAHAWAN

Dari pengertian Wirausahawan di atas, maka kita dapat mengambil


kesimpulan bahwa seorang wirausahawan adalah individu-individu yang
berorientasi kepada tindakan, dan memiliki motivasi tinggi, yang beresiko
dalam mengejar tujuannya.

Untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya, maka diperlukan sikap dan


perilaku yang mendukung pada diri seorang wirausahawan. Sikap dan
Perilaku sangat dipengaruhi oleh sifat dan watak yang dimiliki oleh
seseorang. Sifat dan watak yang baik, berorientasi pada kemajuan dan
positif merupakan sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan agar wirausahawan tersebut dapat maju/sukses.

Daftar ciri-ciri dan sifat-sifat profil seorang wirausahawan:

Ciri-Ciri Watak
1. Percaya Diri 1. Keyakinan, kemandirian,
individualitas, optimisme.

2. Berorientasikan tugas 2. Kebutuhan akan prestasi,


dan hasil. berorientasi pada laba, memiliki
ketekunan dan ketabahan, memiliki
tekad yang kuat, suka bekerja keras,
energik dan emiliki inisiatif.

3. Pengambil Resiko. 3. Memiliki kemampuan mengambil


resiko dan suka pada tantangan.

25
4. Kepemimpinan. 4. Bertingkah laku sebagai pemimpin,
dapat bergaul dengan orang lain dan
suka terhadap saran dan kritik
yang membangun.

5. Keorisinilan. 5. Memiliki inovasi dan kreativitas


tinggi, fleksibel, serba bisa dan
memiliki jaringan bisnis yang luas.

6. Berorientasi ke masa 6. Persepsi dan memiliki cara pAndang/


depan. cara pikir yang berorientasi pada
masa depan

7. Jujur dan tekun 7. Memiliki keyakinan bahwa hidup itu


sama dengan kerja

Dari daftar ciri dan sifat watak seorang wirausahawan di atas, dapat kita
identifikasi sikap seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari
kegiatannya sehari-hari, sebagai berikut:

a. Disiplin
Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Arti dari kata disiplin itu sendiri adalah ketepatan
komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan
yang dimaksud bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu,
kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya.

Ketepatan terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang dengan


berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang

26
direncanakan. Sifat sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam
alasan, adalah kendala yang dapat menghambat seorang wirausahawan
meraih keberhasilan.

Kedisiplinan terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina


dengan ketaatan wirausahawan akan komitmen tersebut. Wirausahawan
harus taat azas. Hal tersebut akan dapat tercapai jika wirausahawan
memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah
ditetapkan. Ketaatan wirausahawan akan kesepakatan-kesepakatan yang
dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan
sistem kerja.

b. Komitmen Tinggi
Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh
seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki


komimten yang jelas, terarah dan bersifat progressif (berorientasi pada
kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan
mengidentifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang direncanakan
dalam hidupnya. Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap
orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang
berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai
dengan harga produk yang ditawarkan, problem solving bagi masalah
konsumen, dan sebagainya.

Seorang wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya terhadap


konsumen, akan memiliki nama baik (goodwill) di mata konsumen yang
akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari
konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga pada

27
akhirnya tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba yang
diharapkan.

c. Jujur
Kejujuran merupakan lAndasan moral yang terkadang dilupakan oleh
seorang wirausahawan. Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks.
Kejujuran mengenai karakteristik produk (barang dan jasa) yang
ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan, kejujuran
mengenai pelayanan purna jual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai
segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan oleh
wirausahawan.

Wirausahawan memiliki empat alternatif dasar operasionalisi usaha, yaitu:


• Konsep Produk
Bahwa dasar operasionalisasi usaha dari seorang wirausahawan adalah
Mutu Produk atau Kualitas Produk. Faktor pelayanan prima diabaikan,
karena wirausahawan berpendapat bahwa kepuasan konsumen hanya
ditentukan oleh kualitas produk yang tinggi.
• Konsep Penjualan
Bahwa dasar operasionalisasi usaha dari seorang wirausahawan adalah
Promosi yang agresif. Orientasi usaha ditujukan sepenuhnya pada
keuntungan atau laba yang maksimal. Kepuasan konsumen diabaikan,
karena wirausahawan berpendapat bahwa laba adalah tujuan akhir
yang umumnya di dapat dari konsumen actual. Tidak adanya pelanggan
(konsumen potensial) dapat diatasi dengan agresivitas penjual dalam
mencari konsumen actual.
• Konsep Pemasaran
Bahwa dasar operasionalisasi usaha dari seorang wirausahawan adalah
tercapainya Kepuasan Konsumen sebagai akibat dari pelayanan prima

28
dan professional dari wirausahawan tersebut. Bagi wirausahawan nilai
nominal atau laba bukan akhir dari tujuan usahanya. Berbeda dengan
konsep penjualan, maka pada konsep pemasaran ini, wirausahawan
sangat mengutamakan terjalinnya hubungan (link) dengan konsumen
potensial. Promosi yang dilakukan oleh wirausahawan adalah sebagai
usaha untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan,menjadikan
konsumen actual menjadi konsumen potensial. Wirausahawan
berusaha menciptakan persepsi (image) yang positif tentang produk
yang dijual, di benak konsumen. Dalam konsep pemasaran,
wirausahawan memiliki wawasan usaha (business) jauh ke depan,
tentang kelangsungan hidup perusahaan di masa mendatang yang
dikenal dengan istilah “menjemput bola”.
• Konsep Sosial
Bahwa dasar operasionalisasi usaha dari seorang wirausahawan
adalah pelayanan publik. Konsep ini jarang dipakai oleh para
wirausahawan, karena umumnya wirausahawan adalah berorientasi
pada laba. Sedangkan lembaga-lembaga yang bersifat jasa sosial-pun
saat ini sifat semi sosial, contohnya adalah jasa rumah sakit, jasa
lembaga pendidikan/sekolah/universitas dan sebagainya.

Konsep sosial saat ini hanya dipakai pada saat-saat tertentu saja,
umpamanya pada saat sebuah daerah mengalami bencana alam, maka
perusahaan-perusahaan memiliki tanggungjawab sosial untuk ikut
meringankan beban masyarakat yang terkena musibah. Namun
kegiatan sosial itupun tetap dianggap memiliki nilai komersial, yaitu
menciptakan citra perusahaan yang positif di benak masyarakat sebagai
konsumen.

Yang harus diingat oleh wirausahawan adalah bahwa kejujuran sangat


melekat pada konsep pemasaran yang berorientasi pada kepuasan

29
konsumen. Wirausahawan yang menjunjung tinggi kejujuran dalam
melakukan kegiatan usahanya akan mendapatkan bukan saja
konsumen actual tetapi juga konsumen potensial, bukan hanya dalam
jangka pendek tetapi juga untuk jangka yang panjang.

d. Kreatif dan Inovatif


Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus
memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreatifitas tersebut sebaiknya
adalah dilAndasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-
gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama
ini di pasar. Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi
oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali ide-ide jenius yang
memberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah
dilAndasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil.

Namun,gagasan-gagasan yang baikpun, jika tidak diimplementasikan


dalam kehidupan sehari-hari, hanya akan menjadi sebuah mimpi. Gagasan-
gagasan yang jenius umumnya membutuhkan daya inovasi yang tinggi dari
wirausahawan yang bersangkutan. Kreativitas yang tinggi tetap
membutuhkan sentuhan inovasi agar laku di pasar. Inovasi yang dibutuhkan
adalah kemampuan wirausahawan dalam menambahkan nilai guna/nilai
manfaat terhadap suatu produk dan menjaga mutu produk dengan
memperhatikan “market oriented” atau apa yang sedang laku dipasaran.
Dengan bertambahnya nilai guna atau manfaat pada sebuah produk, maka
meningkat pula daya jual produk tersebut di mata konsumen, karena
adanya peningkatan nilai ekonomis bagi produk tersebut bagi konsumen.

30
e. Mandiri
Seseorang dikatakan “mandiri” apabila orang tersebut dapat melakukan
keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalam
mengambil keputusan atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan
hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan pihak lain. Kemandirian
merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan.
Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam
memenuhi kegiatan usahanya.

f. Realistis
Seseorang dikatakan Realistis bila orang tersebut mampu menggunakan
fakta/realita sebagai lAndasan berpikir yang rasionil dalam setiap
pengambilan keputusan maupun tindakan/perbuatannya.

Banyak seorang calon wirausahawan yang berpotensi tinggi, namun pada


akhirnya mengalami kegagalan hanya karena wirausahawan tersebut tidak
realistis, obyektif dan rasionil dalam pengambilan keputusan bisnisnya.
Karena itu dibutuhkan kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap
masukan-masukan/sumbang saran yang ada keterkaitan erat dengan
tingkat keberhasilan usaha yang sedang dirintis.

Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus
dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak
kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau
kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan
pengalaman usaha.

Seperti telah dikemukakan, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang


memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah
seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan

31
berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan
inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam
kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk
mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung
risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu
sumber daya. Kemauan dan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan
terutama untuk:
a. Melakukan proses/ teknik baru (the new technik)
b. Menghasilkan produk atau jasa baru (the new product or new service),
c. Menghasilkan nilai tambah baru (the new value added),
d. Merintis usaha baru (new businesess), yang mengacu pada pasar
e. Mengembangkan organisasi baru (the new organisaton).

Wirausaha berfungsi sebagai perencana (planner) sekaligus sebagai pelaksana


usaha (businessman). Sebagai perencana (planner), wirausaha berperan:
a. Merancang perusahaan (corporate plan),
b. Mengatur strategi perusahaan (corporate strategy),
c. Pemrakarsa ide-ide perusahaan (corporate image),
d. Pemegang visi untuk memimpin (visioner leader).

Sedangkan sebagai pelaksana usaha (businessman), wirausaha berperan :


a. Menemukan, menciptakan, dan menerapkan ide baru yang berbeda (create
the new and different),
b. Meniru dan menduplikasi (imitating and duplicating),
c. Meniru dan memodifikasi (imitating and modification),
d. Mengembangkan (developing new product, new technology, new image, dan
new organization).

32
Karena wirausaha identik dengan pengusaha kecil yang berperan sebagai
pemilik dan manajer, maka wirausahalah yang memodali, mengatur, mengawasi,
menikmati, dan menanggung risiko. Seperti telah disinggung di atas bahwa untuk
menjadi wirausaha pertama-tama yang harus dimiiiki adalah modal dasar berupa
ada ide atau visi yang jelas, kemauan dan komitmen yang kuat, cukup modal
baik uang maupun waktu, cukup tenaga, dan pikiran. Modal-modal tersebut
sebenarnya tidak cukup apabila tidak dilengkapi dengan beberapa kemampuan
(ability). Menurut Casson (1982), yang dikutip Yuyun Wirasasmita (1993:3) ada
beberapa kemampuan yang harus dimiliki, yaitu:

a. Self knowledge, yaitu memiliki pengetahuan tentang usaha yang akan


dilakukannya atau ditekuninya.
b. Imagination, yaitu memiliki imajinasi, ide, dan perspektif serta tidak
mengAndalkan pada sukses di masa lalu.
c. Practical knowledge, yaitu memiliki pengetahuan praktis misalnya
pengetahuan teknik, desain, prosesing, pembukuan, adiminstrasi, dan
pemasaran.
d. Search skill, yaitu kemampuan untuk menemukan, berkreasi, dan
berimajinasi.
e. Foresight, yaitu berpAndangan jauh ke depan.
f. Computation skill, yaitu kemampuan berhitung dan kemampuan
memprediksi keadaan masa yang akan datang.
g. Communication skill, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi,
bergaul, dan berhubungan dengan orang lain.

Dengan beberapa keterampilan dasar di atas, maka seseorang akan memiliki


kemampuan (kompetensi) dalam kewirausahaan. Menurut Dan & Bradstreet
Business Credit Service (1993:1), ada 10 kompetensi yang harus dimiliki,
wirausaha, yaitu:

33
(1) Knowing Your Business, yaitu harus mengetahui usaha apa yang akan
dilakukan. Dengan kata lain, seorang wirausaha harus mengetahui segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan
lakukan. Misalnya, seorang yang akan melakukan bisnis perhotelan maka
ia harus memiliki pengetahuan tetang perhotelan. Untuk bisnis pemasaran
komputer, ia harus memiliki pengetahuan pemasaran kommputer.
(2) Knowing The Basic Business Management, yaitu mengetahui dasar-dasar
pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasikan
dan mengendalikan perusahaan, termasuk dapat memperhitungkan,
memprediksi, mengadministrasikan dan membukukan kegiatan-kegiatan
usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti memahami kiat, cara, proses,
dan pengelolaan semua sumber daya perusahaan secara efektif dan
efisien.
(3) Having The Proper Attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadap
usaha yang dilakukannya. Ia harus bersikap sebagai pedagang,
industriawan, pengusaha, eksekutif yang sungguh-sungguh, dan tidak
setengah hati.
(4) Having Adequate Capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak
hanya bentuk materi, tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hati
merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukup waktu
cukup uang, cukup tenaga, tempat, dan mental.
(5) Managing Finances Effectively, yaitu memiliki kemampuan
mengatur/mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber
dana dan menggunakannya secara tepat, serta mengendalikannya secara
akurat.
(6) Managing Time Efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien
mungkin. Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengan
kebutuhannya.

34
(7) Managing People, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur,
mengarahkan, menggerakan (memotivasi), dan mengendalikan orang-
orang dalam menjalankan perusahaan.
(8) Satisfying Customer by Providing High Quality Product, yaitu memberi
kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa
yang bermutu, bermanfaat, dan memuaskan.
(9) Knowing Hozu to Compete, yaitu mengatahui strategi/ cara bersaing.
Wirausaha, harus dapat mengungkap kekuatan (strenghts), kelemahan
(weaks), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) dirinya dan pesaing.
Ia harus menggunakan analisis SWOT baik terhadap dirinya maupun
terhadap pesaing.
(10) Copying with Regulations and Paperwork, yaitu membuat aturan/pedoman
yang jelas tersurat tidak tersirat.

Di samping keterampilan dan kemampuan, wirausaha juga harus memiliki


pengalaman yang seimbang. Menurut A. Kuriloff, John M. Memphil, Jr dan
Douglas Cloud (1993:8) ada empat kemampuan utama yang diperlukan untuk
mencapai pengalaman yang seimbang agar kewirausahaan berhasil, di
antaranya:
(1) Technical competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang rancang
bangun (know-how) sesuai dengan bentuk usaha yang akan dipilih.
Misalnya, kemampuan dalam bidang teknik produksi dan desain produksi.
Ia harus betul-betul mengetahui bagaimana barang dan jasa itu dihasilkan
dan disajikan.
(2) Marketing competence, yaitu memiliki kompetensi dalam menemukan pasar
yang cocok, mengidentifikasi pelanggan dan menjaga kelangsungan hidup
perusahaan. Ia harus mengetahui bagaimana menemukan peluang pasar
yang spesifik, misalnya pelanggan dan harga khusus yang belum digarap
pesaing.

35
(3) Financial competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang keuangan,
mengatur pembelian, penjualan, pembukuan, dan perhitungan laba/rugi. Ia
harus mengetahui bagaimana mendapatkan dana dan cara
menggunakannya.
(4) Human relation competence, yaitu kompetensi dalam mengembangkan
hubungan per-sonal, seperti kemampuan berelasi dan menjalin kemitraan
antar perusahaan. Ia harus mengetahui hubungan interpersonal secara
sehat.

Sedangkan menurut Norman M. Scarborough (1993), kompetensi


kewirausahaan yang diperlukan sebagai syarat-syarat bisnis tersebut, meluputi:
(1) Proaktif, yaitu selalu ada inisiatif dan tegas dalam melaksanakan tugas.
(2) Berorientasi pada prestasi/kemajuan, cirinya :
• Selalu mencari peluang
• Berorientasi pada efisiensi
• Konsen untuk kerja keras
• Perencanaan yang sistematis
• Selalu memonitor (cek and recek)
(3) Komitmen terhadap perusahaan atau orang lain, cirinya:
• Selalu penuh komitmen dalam mengadakan kontrak kerja.
• Mengenal tentang betapa penting hubungan bisnis.

Pada umumnya, wirausaha yang memiliki kompetensi-kompetensi tersebut,


cenderung berhasil dalam berwirausaha. Oleh karena itu, bekal kewirausahaan
yang berupa pengetahuan dan bekal keterampilan kewirausahaan perlu dimiliki.
Beberapa bekal pengetahuan yang perlu dimiliki misalnya:
a. Bekal pengetahuan bidang usaha yang dimasuki dan lingkungan usaha
yang ada disekitarnya.
b. Bekal pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab.

36
c. Pengetahuan tentang kepribadian dan kemampuan diri.
d. Pengetahuan tentang manajemen dan organisasi bisnis.
e. Pengetahuan tentang siapa konsumennya.

Dalam lingkungan usaha yang semakin kompetitif, pengetahuan keahlian dalam


bidang perusahaan yang dilakukan mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha.
Pengetahuan keahlian dalam bidang perusahaan itu di antaranya pengetahuan
tentang pasar dan strategi pemasarannya, pengetahuan tentang konsumen
(pelanggan), pengetahuan tentang pesaing, baik yang baru masuk maupun yang
sudah ada, pengetahuan tentang pemasok (suplier), pengetahuan tentang cara
mendistribusikan barang dan jasa yang dihasilkan, termasuk kemampuan
menganalisis dan mendiagnosis pelanggan, mengidentifikasi segmentasi, dan
motivasinya. Di samping itu, sangat penting pengetahuan spesifik seperti
pengetahuan tentang prinsip-prinsip akuntansi dan pembukuan, jadwal produksi,
manajemen personalia, manajemen keuangan, pemasaran, dan perencanan.

Bekal pengetahuan saja tidaklah cukup jika tidak dilengkapi dengan bekal
keterampilan. Beberapa hasil penelitian terhadap usaha kecil menunjukkan
bahwa sebagian besar wirausaha yang berhasil cenderung memiliki tingkat
keterampilan khusus yang cukup. Beberapa keterampilan yang perlu dimiliki itu
di antaranya:
a. Keterampilan konseptual dalam mengatur strategi dan memperhitungkan
risiko.
b. Keterampilan kreatif dalam menciptakan nilai tambah.
c. Keterampilan dalam memimpin dan mengelola.
d. Keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi, dan
e. Keterampilan teknik dalam bidang usaha yang dilakukan.

Pengetahuan, keterampilan, dan kamampuan kewirausahaan itulah yang


membentuk kepribadian wirausaha. Menurut Dan Bradstreet (1993), pengusaha

37
kecil harus memiliki kepribadian khusus yaitu penuh pendirian, realistik, penuh
harapan, dan penuh komitmen. Modal yang cukup, bisa diperoleh apabila
perusahaan mampu mengembangkan hubungan baik dengan lembaga-lembaga
keuangan, karena dengan hubungan baik itulah akan menambah kepercayaan
dari penyAndang dana. Penggunaan dana tersebut harus efektif agar
memperoleh kepercayaan yang terus menerus. Menurut Ronald J. Ebert
(2000:117) bahwa efektivitas wirausahawan tergantung pada keterampilan dan
kemampuan. Keterampilan dasar manajemen (Basic Management Skill) tersebut
meliput:
(1) Technical Skill, yaitu keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugas-
tugas khusus, seperti sekretaris, akuntan-auditor, dan ahli gambar.
(2) Human Relations Skill, yaitu keterampilan untuk memahami, mengerti,
berkomunikasi, dan berelasi dengan orang lain dalam organisasi.
(3) Conceptual Skill, yaitu kemampuan personal untuk berpikir abstrak, untuk
mendiagnosis dan untuk menganalisis situasi yang berbeda, dan melihat
siatuasi luar. Keterampilan konseptual sangat penting untuk memperoleh
peluang pasar baru dan menghadapi tantangan.
(4) Decision Making Skill, yaitu keterampilan untuk merumuskan masalah dan
memilih cara bertindak yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut.
Ada tiga tahapan utama dalam pengambilan keputusan, yaitu:
(a) merumuskan masalah, mangumpulkan fakta, dan mengidentifikasi
alternatif pemecahannya;
(b) mengevaluasi setiap alternatif dan memilih alternatif yang terbaik;
(c) mengimplementasikan alternatif yang terpilih, menindaklanjutinya
secara periodik, dan mengevaluasi keefektifan yang telah dipilih
tersebut.
(5) Time Management Skill, yaitu keterampilan dalam menggunakan dan
mengatur waktu seproduktif mungkin.

38
Kemampuan mengusai persaingan, merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam bisnis. Wirausaha harus mengetahui kelemahan dan kekuatan sendiri,
dan kekuatan serta kelemahan yang dimiliki persaing. Seperti dikemukakan Dan
& Bradstreet (1993): "My best advice for competing successfally is to find your
own distinctive niche in the market-place". Seorang wirausaha harus memiliki
keunggulan yang merupakan kekuatan bagi dirinya dan harus memperbaiki
kelemahan agar menghasilkan keunggulan. Kelemahan dan kekuatan yang kita
miliki atau kekuatan dan kelemahan yang dimiliki pesaing merupakan peluang
yang harus digali. Kekutan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan tersebut
biasanya tampak dalam berbagai hal, misalnya dalam pelayanan, harga barang,
kualitas barang, distribusi, pormosi, dan lain-lain. Variabel-variabel dalam bauran
pemasaran (marketing mix) secara strategis pada umumnya bisa dijadikan
peluang. Semua informasi tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan dapat
diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari pelanggan, karyawan, lingkungan
sekitar, distributor, laporan rutin, periklanan, dan pameran dagang.

Jelaslah bahwa kemampuan tertentu mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha.


Seperti telah dikemukakan dalam Small Busines Development Centre (5-6)
bahwa wirausaha yang berhasil ada lima kompetensi yang merupakan fungsi
dari kapabilitas yang diperlukan, yaitu technical, marketing, financial, personnel,
and management. Wirausaha sebagai manajer dan sekaligus sebagai pemilik
perusahaan dalam mencapai keberhasilan usahanya harus memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap, tujuan, pAndai mencari peluang, dan
adaptif dalam menghadapi perubahan. Menurut "Small Business Development
Center", bahwa untuk mencapai keberhasilan usaha yang dimiliki sendiri,
sangatlah tergantung pada:
(1) Individual skills and attitudes, yaitu keterampilan dan sikap individual.
(2) Knowledge of business, yaitu pengetahuan tentang usaha yang akan
dilakukan.

39
(3) Establishment of goal, yaitu kemantapan dalam menentukan tujuan
perusahaan.
(4) Take advantages of the apportunities, yaitu keunggulan dalam mencari
peluang-peluang.
(5) Adapt to the change, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan.
(6) Minimize the threats to business, yaitu kemampuan untuk meminimalkan
ancaman terhadap perusahaan.

Di samping bekal pengetahuan dan keterampilan di atas, pada akhirnya seorang


wirausaha harus memiliki perencanaan strategis yaitu suatu proses penentuan
tujuan, menetapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengidentifikasi
sumber-sumber daya perusahaan, misalnya fasilitas, pasar, produk/jasa, dana,
dan karyawan. Strategi tersebut sangat penting agar para wirausaha dapat
menggunakan sumber daya seoptimal mungkin. Dengan lebih proaktif dalam
menghadapi perubahan, dan selalu memotivasi karyawan maka peluang untuk
mencapai keberhasilan lebih mudah diwujudkan. Menurut Allan Filley dan Robert
W. Price (1991 :1-2) untuk mencapai keberhasilan dalam wirausaha khususnya
perusahaan kecil, ada beberapa klasifikasi strategi yang harus dimiliki, meliputi:
(1) "Craft; firms are prepared by people who are technical specialist.
(2) Promotion; promotion are typically dominated by their leader and are
designed to exploit some kind of innovative advantages.
(3) Administrative: administrative firm have formal management and are built
around neccesary business function".

Menurut Alan C. Filley dan Robert W Pricer (1991:1) bahwa, "… karena
perusahaan kecil tergantung pada lingkungan setempat, maka perusahaan
tersebut akan berhasil bila lingkungan stabil. Jadi asumsinya lingkungan harus
stabil. Oleh sebab itu, pada umumnya perusahaan kecil menggunakan

40
kecakapan khusus atau human skill. Human skill adalah kemampuan untuk
bekerja, memahami, dan kemampuan untuk memotivasi orang-orang, baik
sebagai individu maupun kelompok. Selanjutnya, conceptual skill merupakan
mental ability untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang kompleks. Jadi,
ability diartikan sebagai kapasitas seseorang (individual) untuk melakukan
berbagai tugas dalam suatu perusahaan. Dalam rumusan yang lebih sederhana,
kemampuan berwirausaha bisa dilihat dari keterampilan manajerial. Robert Katz
yang dikutip oleh Stephen P. Robbins (1993) mengemukakan tentang
management skill, yang meliputi kemampuan technical, human, dan conceptual.
Technical skill adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan "craft
firm". Human skill adalah kemampuan bersosialisasi, bergaul dan berkomunikasi,
dan copceptual skill adalah kemampuan merencanakan, merumuskan,
meramalkan, atau memprediksikan.

Dari penjelasan di atas maka keuntungan dan kerugian menjadi seorang


wirausahawan adalah:
1. Keuntungan:
a. Terbuka peluang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki sendiri dan
mengoptimalkan potensi diri
b. Terbuka peluang untuk memperoleh manfaat dan keuntungan secara
maksimal.
c. Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dengan usaha-usaha
konkrit dan kesempatan kerja.

2. Kelemahan:
a. Memperoleh pendapatan yang tidak pasti, dan memikul berbagai
resiko. Jika resiko ini telah diantisipasi secara baik, maka wirausaha
telah menggeser resiko tersebut.
b. Bekerja keras dan waktu/jam kerjanya panjang

41
c. Kualitas kehidupannya masih rendah sampai usahanya berhasil,
sebab dia harus berhemat.

Dari beberapa pendapat di ataspun dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi


wirausaha yang berhasil seseorang harus memiliki bekal pengatahuan
kewirausahaan dan bekal keterampilan kewirausahaan. Bekal pengetahuan yang
terpenting adalah bekal pengetahuan bidang usaha yang dimasuki dan
lingkungan usaha, pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab,
pengetahuan tentang kepribadian dan kemampuan diri, pengetahuan tentang
manajemen dan organisasi bisnis. Sedangkan bekal keterampilan yang perlu
dimiliki meliputi keterampilan konseptual dalam mengatur strategi dan
memperhitungkan risiko, keterampilan kreatif dalam menciptakan nilai tambah,
keterampilan dalam memimpin dan mengelola, keterampilan berkomunikasi dan
berinteraksi, serta keterampilan teknis bidang usaha ( Soedarsono Wijandi
(1988:29).

42
5. Sarana (Sumber / Alat/Media)
Sumber Belajar:
• Buku-buku panduan, Modul, dsb
• Artikel-artikel di koran, tabloid dan majalah
• Buku-buku Biografi dan Otobiografi
• Narasumber (keluarga, rekan-rekan sendiri maupun anggota
masyarakat yang memiliki pengalaman keberhasilan ataupun
kegagalan dalam berwirausaha)

Alat Belajar:
• Alat Tulis Kantor (ATK)
• Peralatan kantor (meja, kursi dsb)
• Potongan-potongan artikel kasus

Media Pembelajaran:
• Overhead Projector (OHP)
• Overhead Transparancy (OHT)
• White board/Papan Tulis
• LCD dan In Focus
• VCD-VCD berisi Film-Film Biografi dan Otobiografi pengalaman
Narasumber dalam berwirausaha
• Spidol
• Karton-karton, Isolasi ban, gunting dan sebagainya

43
6. Kecakapan Hidup yang dirancang
Kecakapan hidup yang dikehendaki dalam pembelajaran ini adalah:
• Kesadaran akan potensi diri dan terdorong untuk
mengembangkannya.
• Kecakapan menggali informasi
• Kecakapan mengolah informasi
• Kecakapan mendengarkan
• Kecakapan berbicara
• Kecakapan membaca
• Kecakapan menelaah suatu masalah.

7. Strategi Pemelajaran
• SKENARIO PEMELAJARAN I

No Kriteria Unjuk Kegiatan Metod Wakt Kompon


. Kerja a u en
CTL
1. • Sikap • Guru melakukan Tanya 15 Questioni

Wirausahawan “Apersepsi” dan “Ice Jawab menit ng

diidentifikasika Breaker” dengan


n berdasarkan: mengajukan berbagai
disiplin, pertanyaan untuk
komitmen mengetahui
tinggi, jujur, pengetahuan awal Cerama

kreatif dan siswa mengenai h 2jam Questioni

inovatif, kewirausahaan. 45 ng

mandiri, • Guru menjelaskan menit

44
realistis secara garis besar,
• Perilaku gambaran mengenai:
wirausahawan - Sikap dan Perilaku
diidentifikasi Kewirausahaan
berdasarkan - Keberhasilan dan Diskusi
kerja prestatif kegagalan Kelomp 3JP Mastery
(selalu ingin Wirausaha ok Learning
maju)
• Siswa dibagi menjadi
• Keberhasilan 4 kelompok, diminta
dan kegagalan untuk mendiskusikan:
wirausaha ”Masalah sikap dan
diidentifikasi perilaku
berdasarkan Wirausahawan yang
sikap dan berhasil”
perilakunya.
• Siswa diminta Tugas 3 JP Konstrukt

membuat klipping Mandiri i-vism

tentang artikel/berita Inquiry

di Koran/Majalah
yang berisikan
“Biografi/Otobiografi
Wirausahawan”
ataupun “Nilai-nilai
Hakiki seorang Tugas 3 JP

Wirausahawan” dan Mandiri Konstrukt

sebagainya i-vism

• Siswa diminta Inquiry

membuat wawancara Modelling

dengan Tugas 2 JP Refleksi

Narasumber/tokoh Mandiri

masyarakat yang ada Inquiry

45
di lingkungan tempat Sidang/ 4 JP
tinggal siswa Diskusi
• Siswa diminta Pleno Mastery
membuat Laporan Learning
hasil wawancara dan Objecti 2 JP
Analisis Berita/Isi ve Test
Klipping Process Assesme
• Mendiskusikan hasil Test nt

Analisa Klipping dan


hasil wawancara
yang dibuat secara
mandiri, dengan
seluruh teman
• Guru mengadakan
Penilaian
Total 40 JP

BENTUK PENILAIAN
A. OBJECTIVE TEST
1. Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai
kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber
daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan dalam rangka
meraih sukses, merupakan pengertian dari….
a. Wirausaha
b. Wirausahawan
c. Pengusaha
d. Kewirausahaan
e. Pedagang

46
2. Sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam
mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif,
merupakan pengertian dari….
a. Wirausaha
b. Wirausahawan
c. Pengusaha
d. Kewirausahaan
e. Penjual

3. Orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai


kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber- daya-sumber
daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat serta
memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif
kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses,
merupakan pengertian dari….
a. Wirausaha
b. Wirausahawan
c. Pengusaha
d. Kewirausahaan
e. Kewiraswastaan

4. Berikut adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk menciptakan nilai


tambah suatu produk, kecuali….
a. Pengembangan produk baru
b. Perbaikan produk yang sudah ada
c. Pengembangan teknologi baru
d. Penemuan pengetahuan baru
e. Pengembangan pasar baru

47
5. Keyakinan, kemandirian, individualitas dan optimisme merupakan ciri-ciri
watak….
a. Keorisinilan
b. Kepemimpinan
c. Kejujuran
d. Percaya Diri
e. Pengambil Resiko

6. Memiliki kemampuan mengambil resiko dan suka pada tantangan


merupakan ciri-ciri watak….
a. Keorisinilan
b. Kepemimpinan
c. Kejujuran
d. Percaya Diri
e. Pengambil Resiko

7. Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki
jaringan bisnis yang luas, merupakan ciri-ciri watak….
a. Keorisinilan
b. Kepemimpinan
c. Kejujuran
d. Percaya Diri
e. Pengambil Resiko

8. Kebutuhan akan prestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan


ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik dan
memiliki inisiatif, merupan ciri-ciri watak….
a. Berorientasi ke depan
b. Berorientasikan tugas dan hasil
c. Kepemimpinan

48
d. Kepercayaan diri
e. Pengambil Resiko

9. Memiliki persepsi positif dan cara pAndang ataupun pola pikir yang
berorientasi pada masa depan, merupakan ciri-ciri watak….
a. Berorientasi ke depan
b. Berorientasikan tugas dan hasil
c. Kepemimpinan
d. Kepercayaan diri
e. Pengambil Resiko

10. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan
suka terhadap saran dan kritik yang membangun, merupakan ciri-ciri
watak….
a. Berorientasi ke depan
b. Berorientasikan tugas dan hasil
c. Kepemimpinan
d. Kepercayaan diri
e. Pengambil Resiko

11. Ketepatan komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya,


baik terhadap waktu, kualitas pekerjaan dan sistem kerja, merupakan
pengertian dari….
a. Tangguh
b. Mandiri
c. Disiplin
d. Kreativitas
e. Komitmen tinggi

49
12. Kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, merupakan pengertian
dari….
a. Tangguh
b. Mandiri
c. Disiplin
d. Kreativitas
e. Komitmen tinggi

13. Bila seorang wirausahawan berpendapat bahwa dalam menjalankan


usahanya yang paling penting untuk diutamakan adalah mutu produk,
dengan mengabaikan faktor promosi dan pelayanan, maka dapat
dikatakan bahwa wirausahawan tersebut, menggunakan …dalam
operasionalisasi usahanya:
a. Konsep Produk
b. Konsep Promosi
c. Konsep Sosial
d. Konsep Penjualan
e. Konsep Pemasaran
14. Bila seorang wirausahawan berpendapat bahwa faktor promosi
merupakan faktor yang paling utama dalam kegiatan usahanya, dan
mengabaikan kepuasan konsumen serta etika bisnis, maka dapat
dikatakan bahwa wirausahawan tersebut, menggunakan …dalam
operasionalisasi usahanya
a. Konsep Produk
b. Konsep Promosi
c. Konsep Sosial
d. Konsep Penjualan
e. Konsep Pemasaran

50
15. Bila seorang wirausahawan berpendapat bahwa kepuasan konsumen
merupakan faktor yang paling utama dalam kegiatan usahanya, maka
dapat dikatakan bahwa wirausahawan tersebut, menggunakan …dalam
operasionalisasi usahanya
a. Konsep Produk
b. Konsep Promosi
c. Konsep Sosial
d. Konsep Penjualan
e. Konsep Pemasaran

16. Bila seorang wirausahawan berpendapat bahwa pelayanan publik


merupakan faktor yang paling utama dalam kegiatan usahanya, maka
dapat dikatakan bahwa wirausahawan tersebut, menggunakan …dalam
operasionalisasi usahanya:
a. Konsep Produk
b. Konsep Promosi
c. Konsep Sosial
d. Konsep Penjualan
e. Konsep Pemasaran
17. Cara berpikir yang maju, yang penuh dengan gagasan-gagasan baru
yang berbeda dengan produk-produk yang selama ini ada di pasar,
merupakan …yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan:
a. Kemandirian
b. Daya Inovasi
c. Kreativitas
d. Kepribadian
e. Komitmen tinggi

51
18. Realisasi dari cara berpikir yang maju, yang penuh dengan gagasan-
gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang selama ini ada
di pasar, merupakan …yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan:
a. Kemandirian
b. Daya Inovasi
c. Kreativitas
d. Kepribadian
e. Komitmen tinggi

19. Kemampuan untuk melakukan segala sesuatu, termasuk mencukupi


kebutuhan hidupnya, tanpa ada ketergantungan dengan pihak lain
merupan jiwa…yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan:
a. Kemandirian
b. Daya Inovasi
c. Kreativitas
d. Kepribadian
e. Komitmen tinggi

20. Sifat…adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan, yaitu
kemampuan menggunakan fakta sebagai lAndasan berpikir yang rasionil
dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan/perbuatannya:
a. Mandiri
b. Kreatif
c. Realistis
d. Jujur
e. Disiplin

Keterangan:
Untuk setiap butir soal yang benar, maka skornya adalah 0,5 sehingga total
skor 10

52
B. DISKUSI (KELOMPOK DAN PLENO)

TUGAS:
DISKUSI KELOMPOK:
1. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan
2. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan yang berhasil
3. Buat Laporan Kelompok mengenai Hasil Diskusi

PLENO:
1. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan dilihat dari hasil klipping dan wawancara
2. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan yang berhasil, dilihat dari hasil klipping dan wawancara
3. Diskusikan kelemahan dan kelebihan beberapa narasumber, dan
diskusikan alternatif solusi bagi kelemahan dan alternatif tindakan untuk
mengoptimalkan kelebihan dalam memanfaatkan peluang
4. Buat Laporan Individu mengenai Hasil Diskusi
DISKUSI KELOMPOK
PENILAIAN PROSES
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Keaktifan
2. Partisipasi
3. Komunikasi
4. Kerjasama
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1

53
Cukup =2
Baik =3
Sangat Baik =4
Total Skor = 20
DISKUSI PLENO
PENILAIAN PROSES
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Keaktifan
2. Partisipasi
3. Komunikasi
4. Kerjasama
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =2
Baik =3
Sangat Baik =4
Total Skor = 20

C. KLIPPING
TUGAS:
Buatlah Klipping mengenai:
• Biografi/Otobiografi Wirausahawan yang berhasil
• Artikel-artikel yang mengulas segala hal yang berkaitan dengan
Kewirausahaan.

KLIPPING
PENILAIAN HASIL
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Ketepatan
Waktu
2. Bobot Materi/Isi
3. Kualitas
Pembahasan

54
4. Penampilan
Fisik
Jumlah
Skor:
Kurang = 1,5
Cukup = 2,5
Baik = 3,5
Sangat Baik =5
Total Skor = 20

E. LAPORAN LAPANGAN
TUGAS:
1. Siswa diminta untuk melakukan wawancara dengan seorang
Narasumber yang merupakan Praktisi Kewirausahawan yang ada di
lingkungan terdekatnya, seperti orang tua, tetangga, teman dan
sebagainya.
2. Siswa diminta membuat laporan hasil wawancaranya tersebut secara
individual.

Contoh-contoh Pertanyaan Wawancara:


1. Siapakah nama narasumber?
2. Apakah nama perusahaan Bapak/Ibu?
3. Apa arti nama tersebut?
4. Apa yang Bapak/Ibu harapkan dari nama tersebut?
5. Bagaimanakah Logo perusahaan Bapak/Ibu?
6. Apa arti Logo tersebut?
7. Apakah Visi dan Misi perusahaan Bapak/Ibu?
8. Ceritakanlah sejarah beridirinya perusahaan Bapak/Ibu!
9. Apakah yang memotivasi Bapak/Ibu dalam menjalankan usaha saat ini?
10. Bagaimanakah perkembangan kondisi kekayaan perusahaan?
11. Berapakah jumlah tenaga kerja?
12. Bagaimana pasar perusahaan?

55
13. Apakah tujuan perusahaan?
14. Apakah kelemahan perusahaan Bapak/Ibu?
15. Bagaimana cara mengatasi kelemahan tersebut?
16. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi Bapak/Ibu?
17. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut?
18. Apakah kekuatan yang perusahaan Bapak/Ibu miliki?
19. Apa yang dilakukan untuk memaksimalkan kekuatan tersebut?
20. Apakah peluang yang dimiliki Bapak/Ibu?
21. Apa yang dilakukan untuk menangkap peluang-peluang tersebut?
22. Apakah prinsip hidup Bapak/Ibu yang mendukung keberhasilan setiap
rencana-rencana perusahaan Bapak/Ibu?
23. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengahadapi kegagalan?
24. Bagaimana pendapat dan sikap Bapak/Ibu dalam menghadapi globalisasi?
25. Dan sebagainya.

56
FORMAT LAPORAN

Kata Pengantar :
Daftar Isi :
Daftar Gambar :
Daftar Tabel :

Pendahuluan:
- Latar Belakang Penulisan
- Tujuan dan Manfaat Penulisan

Pembahasan:
- Sejarah Berdirinya Perusahaan
- Nilai Lebih Individual Wirausahawan
- Kekuatan Perusahaan
- Kelemahan Perusahaan
- Perkembangan Perusahaan
- Permasalahan yang dihadapi
- Alternatif Solusi

Penutup:
- Kesimpulan
- Saran

Daftar Pustaka
Lampiran Wawancara

LAPORAN PENGAMATAN LAPANGAN


PENILAIAN HASIL

57
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Ketepatan
Waktu
2. Bobot Materi/Isi
3. Kualitas
Pembahasan
4. Penampilan
Fisik
Jumlah
Skor:
Kurang = 3,5
Cukup = 4,5
Baik = 6,5
Sangat Baik = 7,5
Total Skor = 30

PENILAIAN PORTOFOLIO

No Kegiatan Skor
1. Objective Test
2. Diskusi Kelompok
3. Pleno
4. Klipping
5. Laporan Pengamatan Lapangan
Jumlah

• SKENARIO PEMELAJARAN 2

No Kriteria Unjuk Kegiatan Metod Wakt Kompon


. Kerja a u en
CTL
1. • Sikap • Guru melakukan Tanya 15 Questioni
Wirausahawan “Apersepsi” dan “Ice Jawab menit ng
diidentifikasikan Breaker” dengan

58
berdasarkan:disi mengajukan berbagai
plin, komitmen pertanyaan untuk
tinggi, jujur, mengetahui
kreatif dan pengetahuan awal Cerama
inovatif, siswa mengenai h, 5jam Modelling
mandiri, realistis kewirausahaan. Tanya 45 Questioni
• Perilaku • Guru mengundang Jawab menit ng
wirausahawan seorang Narasumber
diidentifikasi atau menyetelkan
berdasarkan rekaman VCD
kerja prestatif tentang
(selalu ingin wirausahawan yang
maju) berhasil, yang
kesemuanya
berbicara tentang: Diskusi
- Sikap dan Perilaku Kelomp 4JP Mastery
Kewirausahaan ok Learning
- Keberhasilan dan
• Keberhasilan kegagalan
dan kegagalan Wirausaha
wirausaha • Siswa dibagi menjadi
diidentifikasi 4 kelompok, diminta
berdasarkan untuk mendiskusikan:
sikap dan ”Masalah Sikap dan
perilakunya. Perilaku
Wirausahawan yang
Berhasil”
• Siswa diminta Diskusi 4 JP Konstrukt
memaparkan hasil Kelas i-vism
diskusi kelompoknya Inquiry
ke dalam diskusi Brain 2 JP Questioni
kelas Stormin ng

59
• Siswa diminta g Refleksi
menceritakan hal-hal
bermanfaat yang
mereka dapatkan 2 JP
selama proses Objecti
pmeblejaran ve Test Assesme
Process nt
• Guru mengadakan Test
Penilaian
Total 20 JP

Keterangan: Komponen CTL terdiri dari Konstruktivisme, Inquiry,


Questioning, Modelling, Learning Community, Refleksi dan Authentic
Assesment.

PENILAIAN
1. ESSAY TEST
Contoh Soal:
a. Jelaskan perbedaan antara Wirausaha, Kewirausahaan dan
Wirausahawan!
b. Jelaskan perbedaan antara Wirausahawan dan Pengusaha!
c. Identifikasikan dan Jelaskan Sifat, watak dan kepribadian
Wirausahawan yang berhasil!
d. Identifikasikan dan Jelaskan faktor-faktor penyebab kegagalan seorang
wirausahawan!
e. Jelaskan mengapa seorang wirausahawan membutuhkan motivasi yang
tinggi untuk berprestasi agar mencapai keberhasilan dalam usahanya!

Skor untuk setiap jawaban dari setiap butir soal yang benar adalah = 5
Total Skor = 25

60
2. DISKUSI KELOMPOK
TUGAS:
Diskusi Kelompok:
a. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan
b. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan yang berhasil
c. Buat Laporan Kelompok mengenai Hasil Diskusi

DISKUSI KELOMPOK
PENILAIAN PROSES
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Keaktifan
2. Partisipasi
3. Komunikasi
4. Kerjasama
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =2
Baik =3
Sangat Baik = 4
Total Skor = 20

61
3. DISKUSI KELAS
TUGAS:
Diskusi Kelas:
a. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan dilihat dari hasil klipping dan wawancara
b. Diskusikan karakteristik sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang
wirausahawan yang berhasil, dilihat dari hasil klipping dan wawancara
c. Diskusikan kelemahan dan kelebihan beberapa narasumber, dan
diskusikan alternatif solusi bagi kelemahan dan alternatif tindakan untuk
mengoptimalkan kelebihan dalam memanfaatkan peluang

DISKUSI KELAS
PENILAIAN PROSES
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Keaktifan
2. Partisipasi
3. Komunikasi
4. Kerjasama
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =2
Baik =3
Sangat Baik = 4
Total Skor = 25

4. LAPORAN KERJA KELOMPOK

62
LAPORAN KERJA KELOMPOK
PENILAIAN HASIL
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Ketepatan
Waktu
2. Bobot Materi/Isi
3. Kualitas
Pembahasan
4. Penampilan
Fisik
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =2
Baik =4
Sangat Baik = 5
Total Skor = 25

PENILAIAN PORTOFOLIO
No Kegiatan Skor
1. Objective Test
2. Diskusi Kelompok
3. Diskusi Kelas
4. Laporan Kerja Kelompok
Jumlah
• SKENARIO PEMBELAJARAN 3

No Kriteria Unjuk Kerja Kegiatan Metoda Wakt Komponen


. u CTL

63
1. • Sikap • Guru melakukan Tanya 15 Questioni
Wirausahawan “Apersepsi” dan “Ice Jawab menit ng
diidentifikasikan Breaker” dengan
berdasarkan:disi mengajukan berbagai
plin, komitmen pertanyaan untuk
tinggi, jujur, mengetahui
kreatif dan pengetahuan awal siswa Cerama 3jam
inovatif, mengenai h, 45 Questioni
mandiri, realistis kewirausahaan. Tanya menit ng
• Perilaku Jawab

wirausahawan • Guru menjelaskan


diidentifikasi materi pembelajaran
berdasarkan yang berisi tentang: 6 JP

kerja prestatif - Sikap dan Perilaku Diskusi

(selalu ingin Kewirausahaan Kelomp Mastery

maju) - Keberhasilan dan ok Learning

kegagalan Wirausaha Analisis Inquiri

• Keberhasilan • Siswa dibagi menjadi 4 Kasus Questioni

dan kegagalan ng
kelompok, diminta untuk
wirausaha Konstrukti
mengkaji kasus-kasus
diidentifikasi vism
mengenai karakteristik
berdasarkan Wirausahawan, Motif
sikap dan berprestasi untuk maju,
perilakunya. serta Nilai-Nilai Hakiki
Kewirausahaan “
• Siswa diminta Diskusi 6 JP Konstrukti
Kelas vism
memaparkan hasil Inquiry
diskusi kelompoknya ke Questioni
ng
dalam diskusi kelas Brain 2 JP
Stormin
• Siswa diminta g Mastery
menceritakan hal-hal Learning
Refleksi
bermanfaat yang 2 JP

64
mereka dapatkan Paper
Assesmen
and
selama proses t
Pencil
pembelajaran Process
Test
• Guru mengadakan
Penilaian
Total 20 JP
PENILAIAN
1. PAPER AND PENCIL
Cobalah Anda (guru) membuat 30 soal Objective dan 5 soal Essay dengan
total Skor 30!

2. DISKUSI KELOMPOK
TUGAS:
DISKUSI KELOMPOK:
a. Kajilah Artikel-artikel yang ada di bawah ini dengan menggunakan materi
dari teori Kewirausahaan yang sudah diberikan!
b. Buat Laporan Kelompok mengenai Kajian tersebut!

65
C. ARTIKEL-ARTIKEL
Artikel 1

“AKU JUGA BISA”

Jika Anda pikir Anda bisa atau tidak bisa

Keduanya benar

(Henry Ford)

Disadur dari Buku “Great Spirit Succes”

by Baban Sarbana

Sejak kecil saya selalu dikendalikan oleh sesuatu yang seharusnya saya capai. Saya

lahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi bersahaja yang menyebabkan tidak dapat

menjadikan materi sebagai ukuran kebahagiaan. Oleh karena itu sejak kecil, saya

berusaha untuk mencari kebahagiaan tersebut dengan menjadi anak yang selalu

bertaburan (bermain tanah sambil kabur-kaburan), saya adalah anak yang “luar

rumahan”

Dengan spesialisasi permainan luar rumah, maka jadilah saya sampai kelas 3 itu

memiliki raport dengan dominasi warna merah, alias jeblog yang membuat saya naik

ke kelas 4 sebagai murid percobaan. Saya ingat betul betapa marahnya ayah saya

dan mengatakan kalau saya terlalu banyak main daripada belajar. Memang waktu

kecil mandi di sungai, main galasin, judi kecil-kecilan hingga mencari kotak sabun

untuk dijadikan mobil-mobilan lebih mewarnai kehidupan saya, daripada mengerjakan

Pekerjaan Rumah (PR). Tanto, kakak saya yang tercinta itu-pun ikut-ikutan

membantu saya untuk belajar. Dari situlah mulai timbul semangat untuk belajar.

Mulailah saya melahap pelajaran, dan sebagai hasilnya, ternyata pada saat saya naik

ke kelas 5, eh…ternyata saya bisa menjadi juara kelas. Dan menjadi juara kelas itu

ternyata menyenangkan, banyak orang kenal dan memuji.

66
Maka sejak saat itu, saya selalu ingin memiliki perasaan menyenangkan seperti itu,

dan syarat yang harus saya tempuh adalah dengan menjadi Juara Kelas. Kondisi ini

pula yang akhirnya mendorong saya untuk memiliki mental “Aku BISA” . Keyakinan ini

bukan perkataan yang harus saya sampaikan kepada orang lain, melainkan sebuah

keyakinan yang harus saya buktikan. Kunci dari “aku bisa” adalah perubahan cara

pAndang, konsentrasi, semangat dan usaha.

Banyak episode dalam hidup saya yang mengubah cara pAndang, salah satunya adalah

ternyata sepanjang ayah saya hidup hingga akhir hayatnya, tidak satupun permintaan

yang saya sampaikan kepada ayah saya (berhubungan dengan materi) dipenuhi begitu

saja. Hal ini menyebabkan saya pada akhirnya tidak menggantungkan kepada orang

lain untuk sesuatu yang harus saya dapatkan. Semuanya harus saya usahakan sendiri.

Termasuk kendaraan motor yang sewaktu SMA saya beli dengan hasil keringat saya

sendiri. Semuanya bermuara dari diri kita sendiri.

Kondisi sudut pAndang yang berubah, atau tepatnya bergeser ini, membuat saya bisa

berkonsentrasi terhadap apa yang akan saya capai. Dan terbukti setiap apapun yang

saya tuju, selama konsentrasi kita curahkan dengan amat sangat, biasanya hasilpun

tidak mengecewakan.

Saya percaya bahwa Tuhan akan memberikan hasil yang sesuai dengan proses yang

kita lakukan. Kalaupun hasilnya tidak sesuai dengan harapan, selama kita sudah

mengerahkan kemampuan, maka itu harga mahal untuk sebuah proses pencapaian.

Oleh karena itu, usaha yang terus menerus dan tidak pernah kenal menyerah sangat

diperlukan.

Saya ingat bahwa untuk sekedar ingin memiliki celana jeans atau baju T-Shirt

sulitnya minta ampun jika ingin meminta ke orang tua. Apalagi minta motor untuk ke

sekolah. Wah, jauh panggang daripada api. Meminjam motor mas Tanto-pun (yang

sebenarnya dia beli sendiri), saya pun tidak berani. Karena saya pernah dimarahinya

67
besar-besaran, hanya karena ketika saya pakai motor yang memang tak baru itu

mogok dan saya dorong pulang.

Saya pikir, jika saya tanggapi secara negatif, maka akan terjadi keributan, oleh

karena itu, saya jadikan saja momentum itu untuk menumbuhkan semangat pada diri

untuk bisa memiliki motor sendiri, sehingga tidak akan terganggu oleh orang lain.

Dan ternyata pada saat saya kelas 2 SMA, akhirnya saya bisa memiliki motor sendiri,

saya puas dengan diri saya, karena itu dihasilkan tanpa meminta pada orang tua,

melainkan dari hasil keringat sendiri. Jadi semangat dan usaha ini mebuat saya

sudah berkeringat sejak SMA.

Konsentrasi sangat dibutuhkan untuk bertahan dengan tujuan yang ingin kita

wujudkan. Ketika kita konsentrasi kepada sebuah tujuan, maka segala hal di

sekeliling kita bisa dimanfaatkan untuk pencapaian tujuan tersebut.

Saya termasuk orang yang gigih dalam mewujudkan tujuan, tentu saja dengan

pertimbangan-pertimbangan bahwa saya memang bisa mencapainya. Tidak hanya

dengan modal keyakinan saja, akan tetapi perangkat-perangkat untuk mencapai

tujuan itu pun harus saya persiapkan.

Pada masa SMA pula saya merasakan buah dari kerja keras saya dalam belajar, yaitu

menjadi Pelajar Teladan se-Propinsi Sumatera Selatan. Bagi saya, itu sebuah

pencapaian yang luar biasa, tetapi juga menunjukkan bahwa dengan usaha dan kerja

keras, kita bisa mewujudkan apapun yang ingin kita capai. Bayangkan si kolektor

angka merah di SD bisa menjadi wakil Sumatera Selatan ke Pemilihan Pelajar

Teladan Nasional tahun 1980 di Jakarta.

Dalam konteks program TV pun, kadang-kadang kita berbenturan dengan

kepentingan pihak stasiun. Tentu saja keyakinan kita terhadap bagusnya program

tidak cukup untuk membuat program itu lantas ditayangkan. Ada pertimbangan dari

pihak stasiun TV yang memberikan penilaian.

68
Keyakinan bahwa perogram itu bagus, membuat saya harus pAndai-pAndai dalam

menjual program-program tersebut kepada pihak-pihak yang memang sepakat, bahwa

program tersebut bagus dan berhak untuk ditampilkan. Kalau saya berhenti karena

sebuah penilaian, tentu program-program TV yang saya tawarkan tidak pernah hadir

di hadapan pemirsa. Ditolak oleh stasiun A, bukan berarti akan ditolak oleh stasiun

B. DipAndang sebelah mata oleh C, malah dipuji-puji oleh D.Itulah sejarah dibalik

program Siapa Berani yang sempat ditolak-tolak di beberapa stasiun, eh malah

disambut hangat oleh Indosiar. Saya juga punya program TV yang saya rancang 3

tahun lalu dan tidak laku-laku, eh malah saat saya tawarkan 3 tahun berikutnya

malah menjadi rebutan dua stasiun televisi. Programnya adalah kuis infotainment

tentang Gosip atau Fakta Selebriti.

Oleh karena itu, kekuatan spirit bahwa “Aku Bisa” memang menjadi pemicu bagi saya

untuk selalu berusaha semaksimal mungkin mewujudkan apa yang saya inginkan.

Spirit bahwa “Aku Bisa” membawa saya kepada sebuah pencapaian itu, apakah sukses

atau gagal, bagi saya adalah umpan balik dari proses yang saya lakukan. Keberhasilan

berarti karya saya dihargai, kegagalan berarti karya saya belum memenuhi harapan

banyak orang.

Bagi saya, kesuksesan dan kegagalan tidak boleh mengendalikan. Justru

menjadikannya sebagai sarana perbaikan itu yang lebih penting. Mengembalikannya

kepada diri sendiri sebagai instropeksi rasanya lebih nyaman ketimbang harus

mencari penyebab di luar diri kita.

Sangat mungkin bagi setiap orang untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Akan

tetapi, sangat mungkin pula bagi setiap orang tidak mendapatkan apa yang mereka

harapkan. Disinilah dibutuhkan kebesaran hati untuk menerima apapun yang kita

dapatkan,. Selama kita sudah mengerahkan semua kemampuan yang diawali dengan

pemikiran “Aku Bisa!”

69
Artikel 2

ORANG BIASA

DENGAN SEMANGAT LUAR BIASA

Seorang pecundang mengatakan “ini mungkin, tapi sulit!”

Seorang pemenang mengatakan “Ini sulit, tapi mungkin!”

Disadur dari Buku “Great Spirit Succes”

by Baban Sarbana

Hidup saya dipenuhi oleh begitu banyak benchmark, sebuah patokan yang menjadi

batas. Benchmark ini menjadi pemicu bagi saya untuk melaluinya. Seringkali

benchmark itu saya buat sendiri. Kadang benchmark ini berupa seseorang yang saya

kagumi, atau sebuah produk yang sukses. Dan saya terpacu untuk melampauinya

bukan karena apa-apa, tapi lebih sering karena kepepet!

Saya pernah menulis novel, menyusun skenario film (bahkan menjadi salah satu

bintang filmnya), bahkan sekarang mendapat julukan Kuis Master. Padahal ke semua

pencapaian itu tidak didasari oleh latar belakang pendidikan saya.

Anda tahu apa yang menyebabkan saya bisa menulis novel pertama saya?

Novel pertama saya berjudul “Lintar: Ketika Musim Duren Tiba”

Bukan karena saya ingin menjadi seperti Hilman Hariwijaya yang ngetop dengan

Lupusnya, akan tetapi, karena saat itu saya adalah seorang ayah dengan seorang istri

dan seorang anak, bekerja sebagai pegawai negeri yang berpenghasilan Rp

200.0000,- sebulan dengan catatan masih harus ngontrak rumah. Saya pikir, apa

yang bisa saya lakukan dan bisa mendatangkan uang untuk keluarga saya, terutama

untuk susu anak saya, Rendy yang saat itu masih bayi?

70
Oleh karena itu, saya lihat ko menulis novel juga bisa menghasilkan uang yang cukup

banyak, selain bisa terkenal juga. Akhirnya saya coba menulis dan ternyata saya bisa,

dan pasar saat ini menyambut positif. Novel saya cukup laku. Judulnya Lintar, Ketika

Musim Duren Tiba yang lumayan laku meski tak selaris Lupus. Malah akhirnya buku

pertama saya itu difilmkan oleh Virgo Film.

Oleh karena itu muncullah Lintar edisi berikutnya. Lain kesempatan saya menulis

buku humor berjudul Gelitik Tawa Cara Amerika, karena terinspirasi buku humor

Mati Ketwa Gaya Rusia. Dan buku itu juga cukup laku, terbukti dengan mengalirnya

order penulisan buku selanjutnya.

Jadi, terima kasih kepada Hilman Hariwijaya untuk menjadi ‘benchmark saya’ saat

itu, walaupun sampai sekarang hal ini belum saya sampaikan kepada Hilman

Anda tahu apa yang membuat saya bisa menulis skenario?

Ketika Lupus sukses diangkat menjadi cerita film layar lebar, eh ternyata ada

produser yang diam-diam mengangkat novel saya menjadi film. Saya kaget ketika ada

yang cerita mendengar pengumuman radio yang mengundang kasting untuk menjadi

pemain film itu. Padahal saya tak pernah dihubungi sebelumnya. Sayapun senang

sekali meski tak merasa agak dilecehkan. Saya samperi produsernya, Ferry

Anggiawan yang saat itu masih menjadi suami Merriem Bellina. Untung dia

menyambut saya agak baik dan saya berlapang hati dan berucap “siapalah saya ini?”

Buku saya dijadikan film saja, saya sudah syukur minta ampun. Sayangnya

skenarionya yang ditulis bukan oleh saya, melainkan oleh sutradaranya yang sudah

berumur, Pak Abdi Wiyono, sehingga warna remaja cerita novel itu agak hilang.

Sejak itu saya bertekad untuk menulis sendiri cerita-cerita karya saya. Sayalah

yang paling tahu dengan apa yang saya tulis.

ketika kesempatan itu datang, yaitu cerita saya berikutnya Lola: BLOK M, Bakal

Lokasi Mejeng diminta oleh seorang produser yang populer hingga kini, Raam Punjabi,

saya pun mengajukan

71
syarat untuk menulis sendiri skenarionya. Dia tanya apakah saya bisa? Saya jawab

akan mencoba dan belajar. Agak mengernyit dahi beliau, apalagi Edward Pesta Sirait,

sutradara yang sudah ditunjuk semula tak memAndang sebelah mata kepada saya.

saya tak putus asa. Saya ke Pusat Perfilman di Kuningan. Saya lihat skenario buatan

Arifin C. Noor dan Teguh Karya. Saya pelajari istilah-istilahnya dan saya pun

berpikir saya bisa. Meski Bang Edo tetap tidak mau menerima karya saya dan mau

menulis sendiri skenarionya, semantara Pak Raam mau, saya tetap berkekuatan hati

untuk mempertahankan skenario saya. Di situlah saya meemuji kehebatan Pak Raam

sebagai penengah yang baik. Mendadak begitu tahu saya seorang akuntan lulusan

STAN, beliau setuju menggunakan skenario saya tanpa ragu-ragu lagi. Apa hubungan

nya? Ternyata dalam diskusi dengan saya Bang Edo bercerita

tentang ponakannya yang sekolah di STAN yang dipujinya pintar sekali. Namanya

adalah Fernando. Dan ketika saya bilang ponakan Bang Edo itu adalah murid saya,

beliau akhirnya tahu siapa sayaSaya bukan penulis skenario sembarangan. Bukan

sembarangan kehebatannya, tapi kenekadannya barangkali.

Syukur film BLOK M itu masuk unggulan FFI dan Paramitha Rusadi,

sang bintang juga masuk nominasi. Di film itulah saya berkenalan dengan Desy

Ratnasari yang sedang meniti kesuksesa usai Jendela Rumah Kita. Ini pula karier

pertama saya sebagai bintang film dimulai, sayangnya tidak saya lanjutkan. Saat itu

saya. berperan sebagai kakaknya Desy.

Anda tahu apa yang bisa membuat saya bisa menjadi Kuis Master?

Wah, ternyata ada seorang `idola' saya untuk masalah itu, yaitu

Ani Sumadi. Saya banyak sekali belajar dari dia, dan saya pikir, keahlian menjadi kuis

master diinspirasi oleh interaksi saya dengan Ani Sumadi. Saya belajar dan diawali

dengan meyakni bahwa saya bisa melakukannya. Saya belajar 10 tahun kepada Ani

Sumadi, tentang seluk beluk pembuatan kuis dan segala hal yang

72
berhubungan dengannya, termasuk cara mengarahkan kuis Master ter. Beruntung

saat bekerja sebagai floor dtrector dalam produksi kuis-kuis Ibu saya sempat men-

direct mulai dari Tantowi Yahya Koes Hendratmo, Dede Yusuf, Kepra hingga Aom

Kusman.

Untuk sebuah pencapaian, kita memang perlu idola, untuk meng inspirasi dan

dijadikan benchmark. Kita tidak perlu menyampai kannya kepada idola kita, cukup

menjadi bahan bakar saja untuk melewatinya.

Mas Tanto adalah salah seorang yang tidak saya jadikan bench mark. Mungkin karena

rikuh, takut kualat dan talentanya yang

luar biasa. Saya pikir dia sempurna, dia keren, sangat berbakat sebagai presenter.

Adalah hal yang musykil untuk melewati dia. Eh, ternyata Tuhan adil, saya diberikan

kelebihan pada sisiyang lain. Saya merasa keunggulan saya dengan Mas Tanto adalah

dari sisi spirit. Saya harus memiliki spirit yang lebih kuat.

Paduan dari talent dengan spirit ini yang membuat seseorang berada di mana dan

memberi manfaat apa. Itulah sebabnya saya agak enggak enak hati ketika saya

mengalahkan Tanto dalam Panasonic Award 2002 sebagai Pembawa Acara Kuis Pria

terfavorit. Bagi saya Tanto adalah guru saya dan idola saya.

Ada orang yang memiliki talent yang cukup tinggi tapi tidak memilki spirit, mungkin

orang-orang yang seperti iru bisa menjadi seseorang yang terkenal karena talentnya,

tapi dalam hal memberikan manfaat, inspirasi dan impact ke orang lain tidak

seterkenal dirinya. Apa yang diperbuatnya lebih mengarah kepada pembentukan

sosok pribadinya ketimbang manfaat yang bisa dirasakan oleh orang banyak.

Ada orang yang talentnya biasa dan spiritnya juga biasa. Mungkin orang-orang

seperti ini akan menjadikan hidupnya lewat begitu saja

Hidup adalah perjalanan waktu yang sifatnya linear, luruslurus aja, sekadar

mengoptimalkan usia. Sedikit manfaat yang bisa diambil dari orang-orang seperti ini.

73
Ada orang yang memiliki talent luar biasa dengan spirit luar biasa. Orang-orang

seperti inilah yang lantas meninggalkan sejarah yang menginspirasi banyak orang.

Orang yang begitu berbakat dalam bidang keahliannya tidak dapat membuat sejarah

jika tidak disertai dengan spirit untuk menjadikan talentnya itu bagian dari

perbaikan kehidupan orang lain.

Orang-orang dengan talent luar biasa dan spirit yang luar biasa juga membuat kita

kagum dan menjadikan mereka sebagai tokoh. orang seperti ini mungkin sedikit, akan

tetapi berpengaruh banyak dalam sisi kehidupan manusia.

Ada orang yang talentnya biasa-biasa saja, tetapi memiliki spirit luar biasa. Mungkin

saya termasuk katagori orang seperti ini. Saya orang biasa yang tertolong oleh

spirit. Saya orang biasa yang punya spirit dalam dada yang "gila". Tapi kegilaan spirit

saya mudah-mudahan tidak merugikan orang lain. Saya hanya menyimpan baik-baik

spirit saya dan memupuknya. Karena saya pikir, itulah Andalan saya untuk bisa eksis

di dunia entertainment.

Saya itu common people, orang biasa yang tertolong karena spirit. Saya pikir saya

selamanya akan menjadi orang biasa yang tidak meninggalkan apa-apa ketika tidak

disertai dengan spirit. Spirit ini yang bisa menolong saya untuk 'berada' dalam

konteks eksistensi bukan materi. Semoga saja, status saya sebagai orang biasa

dengan spirit luar biasa membuat saya tidak hanya hidup numpang lewat, melainkan

meninggalkan sesuatu yang bermakna.

Mungkin lebih banyak orang biasa ketimbang orang luar biasa, akan tetapi sangat

mungkin bagi kita untuk memberikan manfaat kepada banyak orang selama kita bisa

menyertakan spirit yang luar biasa, sehingga tidak dikenal hanya sebatas sebuah

sosok pribadi, melainkan manfaat yang bisa dirasakan oleh banyak orang.

74
Artikel 3

AKUI KEGAGALAN
Kegagalan terbesar dalam belajar adalah

tidak pernah belajar dari kegagalan

Disadur dari Buku “Great Spirit Succes”

by Baban Sarbana

Jangan pernah takut dengan kegagalan, walaupun kegagalan kadang-kadang

menyakitkan. Kegagalan adalah bagian dari proses kehidupan. Banyak orang yang

terkenal karena telah melampaui banyak kegagalan. Salah satunya adalah Billy P.S.

Lim yang terkenal dengan semboyan "Dare To Fail"; dengan keberaniannya

menghadapi kegagalan, membuatnya menjadi inspirasi banyak orang.

seperti di SMA, saya banyak mengalami kegagalan, terutama dalam masalah

percintaan. Saya ditolak oleh banyak gadis, dan yang nolak itu biasanya ibunya yang

sebagian besar bersikap betul karena menginginkan anaknya kawin dengan anak yang

mapan. Bukan pemuda miskin seperti saya. Saya pikir ditolak itu bukan akhir dari

segalanya, ditolak itu lebih karena belum diterima saja. Saya mengevaluasi, ternyata

penolakan itu berhubungan dengan materi. Wah kalau yang begini sih not a big deal.

Saya masih bisa survive. Yang saya butuh Cuma kesempatan untuk mengejar

ketertinggalan saya itu dari segi materi. Dan bicara soal kesempatan, itu adalah

masalah waktu. Tuhan, beri aku waktu! Please!

Dulu, ketika saya ditolak oleh ibu dari salah seorang yang saya taksir berat di SMA,

ternyata masalahnya adalah saya masih pake motor, sementara saingan saya pake

mobil. Padahal dia tidak tahu bahwa motor itu berasal dari hasil keringat saya

sendiri. Paradigma yang digunakannya berhubungan dengan materi, karena ayahnya

orang kaya, sementara saya anak seorang pedagang kaki lima. "Ini anak siapa sih?"

75
Tapi itu menumbuhkan lecutan, dan saya pernah menulis dalam buku harian (diary)

saya sehubungan dengan peristiwa penolakan itu, "Kasih saya waktu 20 tahun dan

saya akan lewati kegagalan itu". Tapi tulisan itu tidak saya sampaikan ke orang

tuanya, karena bisa-bisa saya dikatakan sombong dan sangat ambisius. Tulisan itu

cukup untuk saya pribadi.

Kata-kata bombastis seperti itu sekilas utopis, seperhi mimpi yang tidak mungkin

tercapai. Tetapi kita harus berani mengeset sebuah tujuan, berani bermiinpi, supaya

semangat tetap menyala. Itu yang jadi vitamin dan remnining saya setiap hari dan

menjadikan saya terus ingat bahwa ada sesuatu yang harus saya buktikan, bukan

kepada orang lain, tetapi kepada diri sendiri. Billy Lim bilang bagaimana perahu bisa

melaju dengan kencang dan jalur yang pasti tidak berkelok-kelok, kalau dermaga

tujuan tak pemah ditetapkan.

Lain lagi ceritanya ketika saya kuliah di STAN. Saya mempersiapkan diri untuk tidak

gagal. Salah satu upaya saya adalah memiliki foto saingan saya, yaitu yang ranking 2

dan 3. Begitu saya belajar sampai pagi, dan sudah mengantuk, saya lihat foto mereka

dan kok mereka tersenyum, Dalam hati saya bicara, "jangan sampai mereka

tersenyum gara-gara saya gagal!" Tapi saya tidak pernah menjatuhkan orang itu,

yang saya lakukan adalah upaya untuk melewati orang itu.

Istilah kerennya saya melakukan proses benchmarking, menetapkan tujuan-tujuan

untuk saya gapai dan terkadang benchmark itu berupa orang. Tapi saya belajar

positif jika saya ingin menyamai seseorang, saya tak pernah berusaha untuk

merendahkan orang itu, melaitlkan berusaha untuk mengayuh maju untuk

melewatinya. Hasilnya sih sama, membuat saya sejajar dengan benchmark itu, tapi

valuenya sangatlah berbeda. Saya tak pernah menjatuhkan orang lain. Terkadang

orang yang saya jadikan benchmark untuk saya kejar itu juga tidak statis di posisi

tetap tertentu. Benchmark itu melaju juga. Hal seperti itu membuat saya lebih giat

lagi untuk mengejamya. Ari Sudarsono dan Hilinan Hariwijaya adalah dua orang

76
ternama yang saya jadikan benchinark, tanpa mereka ketahui. Syukur saya belajar

banyak untuk mengejar keterlinggalan saya.

Demikian juga dengan kegagalan di awal-awal menawarkan konsep Kuis Siapa Berani.

Banyak pihak menolak KSB karena masalah kepercayaan; karena konsep yang masih

jarang di dunia pertelivisian, maka banyak orang yang belum merasa aman untuk

menerimanya. Yang perlu saya lakukan adalah membuktikan kepercayaan. Jika kita

sudah ada bukti kita sudah bisa berbuat sesuatu; maka order akan mengalir.

Akhirnya KSB keluar dan sukses, sama halnya dengan Aqua, akan menjadi generik.

Banyak program yang serupa muncul juga di tempat lain. Masyarakat menganggap

program tersebut mirip Kuis Siapa Berani; Syukur, karena saya tidak perlu

berpromosi. Untuk masalah royalti, ya di akherat sajalah. Kita tidak perlu kebakaran

jenggot, jika karya kita menginspirasi banyak orang, cobalah untuk bersyukur bahwa

kita sedang menanam dan suatu saat akan berbuah.

Saya percaya kalau banyak orang besar yang tidak pernah terlepas dari kegagalan;

bahkan mereka menjadi terkenal gara-gara kegagalan itu. Mungkin kegagalan itu

adalah bagian dari proses untuk menjadi besar.

Saya menyikapi kegagalan dengan menjadikannya sebagai awal dari perubahan.

Kegagalan biasanya terjadi karena apa yang direncanakan tidak sesuai dengan

kenyataan yang dihadapi. Oleh karena itu, pertama kali yang harus saya lakukan

adalah melakukan perubahan. Banyak program saya yang kemudian diterima orang

lain setelah saya melakukan beberapa perubahan.

Kemudian saya juga menganggap kegagalan sebagai bagian dari keberhasilan yang

tertunda, artinya kegagalan hanyalah penundaan dari

keberhasilan yang akan kita raih jika kita lebih meningkatkan effort (usaha).

Kegagalan bagi saya juga adalah bagian dari ujian. Dan ujian adalah bagian dari

proses kenaikan kelas. Bagaimana kita mau naik kelas jika kita_ tidak diuji. Saya

77
berulangkali diberikan ujian, dan dengan bimbingan Tuhan, ujian iiu justru yang

memacu saya untuk menjadi lebih baik.

Kegagalan bagi saya juga sebagai ajang untuk introspeksi diri. Jangan sampai

kegagalan mengendalikan kita, justru kalau bisa, saya yang harus mengendalikan

kegagalan. Paling tidak, kegagalan bisa menjadi bagian dari pengetahuan tentang

kekuatan dan kelemahan kita sehingga kita bisa mengambil sikap untuk memulai hal

yang baru dari titik mana.

Kegagalan sering kali menyakitkan. Sebetulnya yang membuatnya menjadi

menyakitkan adalah cara merespon kegagalan, karena_ kegagalan memang menjadi

bagian dari kehidupan.

Yang pertama perlu kita lakukan untuk menghadapi kegagalan adalah mengakui dan

belajar darinya. Karena kegagalan terbesar dalam belajar adalah tidak belajar dari

kegagalan.

78
Artikel 4

SUKSES ADALAH BUAH

DARI KERJA KERAS


Orang sukses lebih banyak gagalnya

ketimbang orang gagal

Disadur dari Buku “Great Spirit Succes”

by Baban Sarbana

Sukses adalah hasil dari sebuah proses. Jarang ada sukses yang datangnya

kebetulan, kalaupun ada, saya menyebutnya keajaiban atau malah mukjizat. Label

'sukses' biasanya adalah klaim yang dilakukan oleh orang lain terhadap pencapaian

yang diraih oleh seseorang.

Memang kesuksesan sesuatu yang worthed, seuatu yang layak didapatkan sebagai

buah dari kerja keras. Saya sendiri mengalaminya dengan program Kuis Siapa Berani.

Orang yang tidak tahu menganggap itu sebagai hal yang luar biasa, akan tetapi orang

yang sudah mengenal saya menganggap biasa saja, karena kesuksesan ini menjadi

bagian dari reward atas dedikasi saya di dunia televisi selama hampir 13 tahun.

Banyak orang terkadang terkagum-kagum terhadap pencapaian seseorang tapi tidak

mau belajar dari prosesnya. Sehingga memunculkan imitator-imitator, yang secara

instan menduplikasi apa yang telah dicapai ketimbang bagaimana proses mencapainya.

Ada beberapa tangga yang hilang sehingga memungkinkan tidak kokohnya fondasi

kesuksesan yang secara instan diraih tersebut.

Salah satu kunci keberhasilan sebuah kuis pengetahuan adalah kualitas soal. Sampai

saat ini, Kuis Siapa Berani sudah menyampaikan lebih dari 25.000 soal. Saya kira ini

pencapaian yang luar biasa. Beruntung saya memiliki partner bernama Reinhald R.

Tawas yang mem-back-up saya untuk kepentingan ini. Terakhir bergabung tim soal

79
yang lain seperti Pak Adnin Aziz, Ibu Rosalia, Ricky Dahlan, Herbarata, Denny

Dardiri, Denny Sakri dan Baban Sarbana.

Akan tetapi, 25.000 soal yang telah disampaikan ini merupakan hasil belajar saya

selama 10 tahun di Ani Sumadi Production. Bagaimana memainkan emosi penonton dan

kemampuan untuk merancang program adalah hasil belajar saya yang tiada henti di

Ani Sumadi.

Kemampuan membacakan soal adalah bagian dari proses belajar saya mengikuti

berbagai lomba membaca puisi, deklamasi, dan lain-lain; sehingga mudah bagi saya

untuk menyampaikan soal dengan intonasi yang jelas dan menyenangkan untuk

didengarkan. Minimal menurut saya. Koes Hendratmo, Bob Tutupoly, Tantowi Yahya

adalah guru saya dalam cara membaca soal.

Produk bagus tidak akan diterima publik jika tidak dipasarkan dengan profesional. Di

sinilah kemampuan marketing dibutuhkan. Saya tahu bahwa banyak orang yang

kreativitasnya lebih `gila' dari saya, akan tetapi apakah mereka mampu memasar-

kannya? Itu adalah masalah yang sangat berbeda. Beruntung beberapa tahun

terakhir saya banyak mengajar kelas marketing, sehingga menjadi modal yang sangat

besar bagi saya dalam bernegosiasi dengan orang-orang iklan dan stasiun televisi.

Setidaknya terminologi marketing sudah saya kuasai dengan baik. Saya bukan hanya

seorang desainer acara, tapi juga ngerti menghitung karena saya akuntan dan ngerti

juga marketing value karena saya dosen marketing.

Oleh karena itu, sukses adalah akumulasi dari proses yang sangat panjang. Kalau

pendek, dan effort-nya sedikit, kemudian sukses, itu adalah keajaiban.

Keajaiban ini terjadi misalnya dengan meledaknya film Petualangan Sherina dan Ada

Apa Dengan Cinta. Keduanya sukses besar, dan bisa dikatakan sebagai keajaiban,

karena faktor akumulasi kerja keras, effort yang juga luar biasa, ditambah lagi

dengan momentum yang tepat.

80
Dalam konteks ruang lingkup yang lebih luas, seperti ketika saya masuk ke IPB

selama 2,5 bulan; dengan predikat saya sebagai Pelajar Teladan se-Sumatra Selatan,

ternyata tidak menjamin saya sukses di tempat baru saya; yang lantas bermain

adalah semangat kompetitif.

Saya berpikir, dengan teman saya yang daerahnya tidak ada di peta saja saya kalah,

bagaimana saya harus berkompetisi. Terbersit rasa kasihan saya terhadap kualitas

pendidikan yang tidak sebaik di Pulau Jawa. Tapi saya punya spirit, semangat, yang

membuat saya bisa bertahan. Itu yang membuat saya tetap dalam trak kompetisi.

Lapangan baru membutuhkan pengetahuan baru, semangat baru, dan gaya yang baru.

Oleh karena itu, saya hanya berusaha menikmati saja petualangan saya selama di

IPB. Saya menjadi mahasiswa yang biasa-biasa saja, padahal status saya adalah

pelajar teladan. Sekali lagi hanya spirit yang akhirnya menolong saya untuk bertahan.

Kuliah saya di IPB memang tidak diteruskan, karena saya yakin, sangat sulit untuk

mengejar cita-cita saya, yaitu "menjadi yang terbaik" dengan menjadi lulusan IPB.

Bayangan saya saat itu adalah menjadi petani. Hal ini didukung juga dengan kondisi

ayah saya yang sudah semakin tua, yang tidak bakalan sanggup membiayai saya

sampai tuntas. Saya terancam drop out di IPB jika ayah saya meninggal sebelum saya

lulus.

Saya pikir, saya harus mencari sekolah gratis. Saya menemukan STAN, dan ternyata

tidak hanya gratis, malahan digaji. Saya pikir, kenapa tidak saya coba saja untuk

menjadi mahasiswa STAN. Jadi motif utama saya masuk STAN adalah karena

sekolah itu gratis dan digaji.

Mungkin itu salah satu keputusan intuitif yang berpengaruh besar dalam perjalanan

hidup saya. Karena begitu, saya menerima rapelan gaji pertama yaitu di semester

ketiga, ayah saya meninggal. Saya merasa benar-benar diantarkan ke gerbang sampai

batas saya bisa menghidupi diri sendiri.

81
Cobaan yang begitu berat, apalagi saat itu sedang ujian beruntun selama 11 hari, dan

berita itu datang pada hari ke-4. Saya harus tetap bertahan dalam kondisi berduka

seperti itu. Dan mungkin dorongan do'a dari orang tua juga yang membuat saya

mampu melampaui ujian kehidupan dan ujian akademis sekaligus.

Sukses adalah sebuah perjalanan dan buah dari kerja keras. Kesuksesan juga

membuhkan pengakuan. Karena banyak orang sukses tidak membuat orang bahagia,

malahan bertanya-tanya. Jika ada orang yang kecewa terhadap kesuksesan yang kita

raih, sebaiknya jadikan sebagai cermin untuk mengoreksi proses pencapaian sukses

kita.

Profesi saya adalah menyenangkan orang lain, sehingga semakin saya menyenangkan

banyak orang, semakin sukses saya dalam profesi yang dijalani. Oleh karena itu,

untuk mengejar sukses yang lebih tinggi, maka kita harus punya semangat

kompetitif dan tidak mengAndalkan predikat dan pencapaian masa lalu; kita harus

fokus pada upaya optimal untuk menggapai masa depan yang lebih cemerlang.

82
Artikel 5

KEBERHASILAN SEORANG TAMATAN STM


Cerita Singkat tentang Kisah Hidup General Manager PT.Texmaco-Subang

“Saya adalah lulusan STM Negeri 1 Jakarta,jurusan Mesin Otomotif di akhir tahun

tujuhpuluhan” Kharisma mengawali cerita masa mudanya saat duduk di bangku

Sekolah Menengah Atas. “Keluarga saya termasuk keluarga sederhana dan orang tua

kurang mampu untuk membiayai kuliah saya di IKIP Negeri Jakarta. Karena

kesadaran yang tinggi akan arti pentingnya pendidikan, maka pada saat saya diterima

tanpa test menjadi mahasiswa IKIP Negeri Jakarta, orangtua memperjuangkan

dengan mencari pinjaman uang untuk membayar uang gedung di awal perkuliahan.”

“Adanya kesadaran bahwa saya harus berjuang keras untuk mencapai keberhasilan

hidup, membuat saya bersungguh-sungguh dalam belajar di bangku perkuliahan.

Selesai kuliah,saya bekerja di PT. Texmaco Subang. Tetapi saya tetap berkeinginan

untuk terus belajar, melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Saya aktif

membaca ataupun mencari peluang-peluang untuk melanjutkan sekolah di media masa

baik cetak maupun elektronik. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Ada

kesempatan untuk mendapatkan beasiswa melanjutkan S2 Teknik di Jepang. Dalam

jangka waktu 3 bulan saya belajar cepat bahasa Inggris, dalam rangka

mempersiapkan test recruitmentnya. Ternyata saya lolos seleksi, dan dikirim ke

Jepang selama 2 tahun menyelesaikan S2 Teknik. Saat itu saya cuti dari pekerjaan

saya. Selesai kuliah, saya kembali ke Texmaco, dan di awal usia empat puluh saya

mendapatkan promosi untuk menjadi General Manager di PT. Texmaco-Subang.”

83
Kharisma memiliki prinsip bahwa keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki seseorang,

bukanlah halangan dalam meraih kesuksesan hidup. Seseorang yang berhasil atau

sukses adalah seseorang yang mampu mengubah ancaman ataupun hambatan menjadi

tantangan, yang kemudian justru menjadi peluang. Seorang yang memiliki kepribadian

yang berhasil akan mampu mengatasi segala hambatan, tidak mudah putus asa dalam

meraih cita-cita dan tujuan hidupnya.

“Jika orang lain bisa mengejar sukses, mengapa saya tidak bisa? Saya memiliki

keyakinan dan kepercayaan diri yang besar bahwa tujuan dan cita-cita saya akan

tercapai dengan semangat yang kuat untuk mengubah hidup menjadi lebih baik!”

Demikian Kharisma menutup bincang- bincangnya.

84
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENUNTUN SISWA DALAM MELAKUKAN
KAJIAN ARTIKEL

1. Analisalah apa yang melatarbelakangi Helmi Yahya dan Kharisma memiliki


keyakinan tinggi dapat mencapai apa yang ditargetkannya!
2. Ceritakan perjalanan karier Helmi Yahya dan Kharisma, analisislah kekuatan-
kekuatan pribadinya yang mendukung keberhasilan kariernya selama ini!
3. Menurut Anda, apakah kekuatan-kekuatan pribadi yang Anda miliki?
4. Bagaimana cara memaksimalkannya agar mendapat hasil/ keberhasilan/
kesuksesan yang juga maksimal?
5. Dari artikel tersebut di atas, apa fungsi Idola dalam otosugesti yang memiliki
dampak positif dalam meningkatkan motif kerja prestatif seseorang? Kaitkan
dengan keberhasilan seorang wirausahawan!
6. Dari artikel di atas, jelaskan bagaimana cara Helmi Yahya dan Kharisma
mengatasi kelemahan-kelemahannya untuk meraih kesuksesan!
7. Analisalah, hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Helmi dan
Kharisma Yahya dalam upaya meraih keberhasilan?
8. Dari artikel di atas, jelaskan bagaimana cara Helmi Yahya dan Kharisma
mengatasi hambatan-hambatan tersebut untuk meraih kesuksesan!
9. Dari artikel di atas, jelaskan bagaimana cara Helmi Yahya dan Kharisma
menangkap peluang yang ada untuk meraih kesuksesan!
10. Dari artikel di atas, analisalah karakteristik dari wirausahawan yang berhasil
dan karakteristik dari wirausahawan yang gagal!

85
DISKUSI KELOMPOK
PENILAIAN PROSES
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Keaktifan
2. Partisipasi
3. Komunikasi
4. Kerjasama
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =2
Baik =3
Sangat Baik =4
Total Skor = 20
DISKUSI KELAS
PENILAIAN PROSES
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Keaktifan
2. Partisipasi
3. Komunikasi
4. Kerjasama
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =2
Baik =3
Sangat Baik =4
Total Skor = 20
LAPORAN KERJA KELOMPOK
PENILAIAN HASIL
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Ketepatan
Waktu
2. Bobot Materi/Isi

86
3. Kualitas
Pembahasan
4. Penampilan
Fisik
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =3
Baik =4
Sangat Baik = 6
Total Skor = 30

PENILAIAN PORTOFOLIO
No Kegiatan Skor
1. Paper and Pencil
2. Diskusi Kelompok
3. Diskusi Kelas
4. Laporan Kerja Kelompok
Jumlah

2.Pengalaman Belajar
a. Siswa mengumpulkan data tentang karakteristik wirausahawan yang
berhasil dan gagal dari berbagai sumber belajar dan melakukan
wawancara.
b. Siswa mendiskusikan karakteristik wirausahawan tersebut secara
berkelompok dan kemudian pleno.
c. Siswa berlatih untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk laporan
pengamatan lapangan, secara individual.

87
1. StAndar Kompetensi
Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha

2.Kompetensi Dasar/Sub Kompetensi


• Membuat Keputusan.
Dalam sub kompetensi ini, diharapkan guru mampu membiasakan siswa
untuk memiliki lAndasan berpikir yang rasionil, logis , ilmiah dan obyektif

88
dalam menyelesaikan masalahnya dan membuat keputusan di segala aspek
kehidupan, yang tentunya akan terkait dengan seluruh mata diklat yang lain.

3.Alokasi Waktu
10 Jam Pelajaran @ 45 menit

4.Materi Pemelajaran
Masa depan seorang wirausahawan biasanya tidak bergantung pada kinerja
saja. Dalam kenyataannya, kualitas pengambilan keputusan yang dilakukan
seorang wirausahawan dinilai sebagai sangat penting. Tepat sama seperti guru
sering mempertimbangkan kerja keras siswanya dalam meraih nilai terbaik pada
suatu pelajaran tertentu. Demikian pula dengan seorang wirausahawan
semestinya mampu mencapai hasil secara optimal.

B. Hubungan Antara Persepsi Pengambilan Keputusan


Individual dengan Keputusan Kelompok

Seorang wirausahawan tidak dapat dipisahkan dari organisasi, karena dalam


berusaha wirausahawan tersebut tentunya melibatkan satu, dua atau beberapa
orang yang membantunya dalam bekerja. Dalam kondisi tersebut, maka
wirausahawan selalu dituntut untuk mengambil keputusan yang terkadang
merupakan pilihan dari beberapa alternatif pilihan. Wirausahawan tentunya akan

89
menentukan tujuan-tujuan organisasi usahanya, produk atau jasa apa yang akan
ditawarkan, bagaimana yang terbaik dalam mengorganisir karyawan-
karyawannya, atau dimana menempatkan pabrik manufaktur yang baru.
menengah dan tingkat lebih bawah menentukan jadwal produksi, memilih karya-
wan baru, dan memutuskan bagaimana kenaikan upah itu akan dibagi. Tentu
saja, mengambil keputusan bukanlah urusan wirausahawan sebagai pemilik
(owner) dan manajernya saja. Karyawan nonmanajerial juga mengambil
keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan organisasi usaha tempat
mereka bekerja. Keputusan yang lebih jelas mungkin mencakup apakah masuk
kerja atau tidak pada suatu hari tertentu, berapa banyak upaya untuk
mengemukakan ide-ide di tempat kerja, dan apakah mematuhi permintaan
atasan.

Di samping itu, makin banyak organisasi usaha akhir-akhir ini yang telah
memberi kuasa kepada karyawan nonmanajerial dengan kewenangan
pengambilan-keputusan yang dikaitkan dengan pekerjaan yang secara historis
dicadangkan hanya untuk para pimpinan. Oleh karena itu, pengambilan
keputusan individual merupakan suatu bagian penting dari perilaku organisasi.
Organisasi perusahaan adalah wadah dimana seorang wirausahawan
menjalankan usahanya. Tetapi bagaimana individu-individu dalam organisasi
mengambil keputusan, dan kualitas dari pilihan terakhir mereka, sebagian besar
dipengaruhi oleh persepsi-persepsi mereka.

Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu MASALAH


(PROBLEM). Terdapat suatu penyimpangan antara sesuatu keadaan dewasa ini
dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah-arah
tindakan alternatif. Jadi jika mobil Anda rusak dan Anda mengAndalkannya untuk
pergi ke sekolah, Anda mempunyai suatu masalah yang menuntut suatu
keputusan di pihak Anda. Sayang, kebanyakan masalah tidak muncul terkemas
dengan rapi dengan suatu etiket yang berbunyi "MASALAH” (PROBLEM) yang

90
diperagakan dengan jelas pada masalah-masalah itu. Masalah dari satu orang
merupakan keadaan yang memuaskan dari orang lain. Seorang wirausahawan
mungkin memAndang kemerosotan sebanyak 2 persen penjualan kuartalan dari
divisinya sebagai suatu masalah yang serius yang menuntut tindakan mendesak
dari pihaknya. Kontras dengan itu, sebenarnya dalam suatu perusahaan lain
yang juga menghadapi penurunan penjualan sebanyak 2 persen, dapat
menganggap hal itu sebagai sangat memuaskan. Jadi kesadaran akan adanya
suatu masalah dan suatu keputusan perlu diambil adalah suatu isu perseptual.

Lagi pula, semua keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap


informasi. Lazimnya data diterima dari berbagai sumber dan data itu perlu
ditapis, diproses. dan ditafsirkan. Data manakah, misalnya, relevan dengan
keputusan dan mana yang tidak? Persepsi-persepsi dari pengambil keputusan
akan menjawab pertanyaan ini. Akan dikembangkan alternatif-alternatif serta
kekuatan dan kelemahan dari tiap alternatif perlu dievaluasi. Sekali lagi, karena
alternatif-alternatif tidak muncul dengan bendera merah yang mengidentifikasi
mereka sebagai alternatif, atau dengan kekuatan dan kelemahannya ditAndai
dengan jelas. proses perseptual dari pengambil keputusan individual akan
mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Model Pengambilan Keputusan Optimasi
Baiklah kita mulai dengan memberikan bagaimana seharusnya individu-individu
berperilaku agar memaksimalkan suatu hasil. Kita sebut hal ini sebagai model
optimasi dari pengambilan keputusan."

Langkah-langkah dalam Model Optimasi


Ada empat langkah yang harus dilakukan untuk mengambil keputusan, yaitu:

LANGKAH 1: PASTIKAN KEBUTUHAN AKAN SUATU KEPUTUSAN


Umumnya keputusan diambil sebagai tindak lanjut akan adanya suatu masalah.
Langkah pertama sebagai tindakan pemecahan masalah tersebut adalah bahwa

91
suatu keputusan perlu diambil. Eksistensi suatu masalah adalah suatu disparitas
(perbedaan) antara sesuatu keadaan yang diinginkan dan kondisi yang
sebenarnya. Jika kita menghitung pengeluaran bulanan dan penghasilan bahwa
pembelanjaan Rp 500.000,- lebih besar daripada penghasilan kita, maka ada
disparitas antara tingkat pengeluaran yang ada dengan penghasilan yang kita
dapatkan. Ada masalah pada selisih pendapatan dan pengeluaran bulanan kita.

LANGKAH 2: IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA


MASALAH
Setelah seorang wirausahawan merasakan “Pengambilan Keputusan” sebagai
suatu kebutuhan mendesak dalam upaya memecahkan masalah, maka
wirausahawan tersebut harus mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya permasalahan tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
keputusan yang akan diambilnya.

Misalnya seorang wirausahawan memiliki MASALAH tentang PENURUNAN


PENJUALAN PRODUKNYA , maka ia harus mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab timbulnya penurunan penjualan. Apakah faktor, rendahnya kualitas
produk, kurangnya promosi, sedikitnya jalur distribusi, tingginya harga dan lain
sebagainya. Analisa yang tepat terhadap faktor-faktor penyebab tersebut, akan
mempengaruhi tingkat akurasi pemecahan masalah yang ditetapkan. Penetapan
keputusan pun harus mengidentifikasi faktor-faktor penentu kualitas keputusan
tersebut. Contohnya adalah pasar/konsumen, distributor dan sebagainya selaku
pihak –pihak yang akan mengalami dampak kebijakan-kebijakan tersebut.

LANGKAH 3: BUAT ALTERNATIF SOLUSI


Langkah ketiga menuntut pengambil keputusan untuk mendaftar semua alternatif
solusi. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut di atas, buatlah alternatif
solusi yang dapat mengarahkan wirausahawan untuk sampai pada satu
keputusan yang terbaik.

92
LANGKAH 4: PILIH ALTERNATIF TERBAIK
Langkah terakhir dalam model keputusan optimasi adalah pemilihan alternatif
terbaik dari antara alternatif yang ada yang sudah dievaluasi. Pilihlah alternatif
yang paling rendah resikonya. Karena itu lakukan evaluasi dengan
memperhitungkan cost and benefit (keuntungan dan kerugian) setiap alternatif,
dengan cermat.

Konsep Dasar Model Optimasi


KOnsep dasar dari model optimasi adalah rasionalitas. Rasionalitas merujuk ke
pilihan-pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai. Oleh karena itu
pengambilan keputusan rasional menyiratkan bahwa pengambil keputusan dapat
objektif sepenuhnya dan logis. Wirausahawan harus mempunyai suatu tujuan
yang jelas, dan keempat langkah dalam model optimasi diAndaikan menghantar
ke seleksi alternatif yang akan memaksimalkan tujuan tersebut. Unsur-unsur
dalam rasionalitas, terdiri atas:

BERORIENTASI TUJUAN
Setiap pengambilan keputusan harus berorientasi dan tidak boleh menyimpang
dari tujuan usaha yang telah ditetapkan.

MENGETAHUI SEMUA ALTERNATIF PILIHAN


Pengambil keputusan harus mengenali semua kriteria yang relevan dan dapat
mendaftar semua alternatif yang ada. Wirausahawan harus mengetahui semua
informasi yang terkait dengan seluruh pilihan alternatif yang ada.

PRIORITAS ALTERNATIF SOLUSI

93
Faktor-faktor penyebab dan alternatif solusi dapat diberi nilai nomorisasi
(numeris) dan diperingkatkan dalam suatu urutan preferensi.

PILIHAN TERAKHIR AKAN MEMAKSIMALKAN HASIL


Pengambil keputusan rasional, dengan mengikuti model optimasi, akan memilih
alternatif yang mempunyai resiko terendah dan keuntungan tertinggi. Diharapkan
proses ini dapat memberikan manfaat yang maksimum.
Artikel (sebuah Wacana)

94
C. Pemecahan Masalah yang Kreatif

Kebanyakan dari kita mempunyai potensi kreatif yang bebas dari kekangan

yang dapat kita gunakan bila dihadapkan ada masalah pengambilan keputusan.

Tantangannya adalah keluar dari kebiasaan psikologis ke dalam mana kita terperosok

dan belajar bagaimana menggunakan bakat pemecahan masalah yang kreatif yang

kita miliki.

Bagi pembuat perangkat lunak, Microsoft, pemecahan masalah yang kreatif

merupakan hal yang vital bagi keberhasilan mengem-bangkan inovasi-inovasi. Manajer

dari tim pengembangan Windows NT Microsoft membuka kekangan pada potensi

kreatif anggota-anggotanya dengan menyuruh mereka melemparkan gagasan kesana-

kemari pada suatu lapangan basket pada kantor pusat perusahaan. Dengan dilatih

dalam mendaftar atribut, anggota-anggota tim didorong untuk menyuarakan gagasan

gila-gilaan, yang tidak pernah langsung ditolak dan kadang menghasilkan proyek-

proyek yang berarti.

Baiklah kita mulai dengan yang jelas. Orang-orang berbeda dalam kreativitas

mereka yang tertanam dalam diri mereka. Einstein, Picasso, dan Mozart adalah

individu-individu dengan kreativitas yang luar biasa. Karakteristik kepribadian

apakah yang dimiliki oleh mereka yang luar biasa kreatif itu? Umumnya mereka tak

bergantung/mandiri, pengambil risiko, tekun, dan sangat termotivasi. Mereka juga

nankonformis (tak patuh pada norma sosial) yang dapat sukar untuk diajak bergaul.

Di samping itu, individu yang sangat kreatif lebih menyukai tugas yang rumit dan tak

terstruktur. Kekacaubalauan tidak membuat mereka cemas.

Betapa luas kreativitas luar biasa itu? Tidak terlalu! Suatu studi mengenai

kreativitas seumur hidup dari 461 pria dan wanita mendapatkan bahwa yang luar

biasa kreatif kurang dari 1 persen.'' Tetapi 10 persen sangat kreatif dan kira-kira

95
60 persen agak kreatif. Ini menyarankan bahwa kebanyakan dari kita mempunyai

potensi kreatif, jika kita dapat mempelajari bagaimana membuka kekangannya.

Anda dapat menggunakan beberapa teknik yang telah terbukti untuk

memperbaiki kemampuan Anda sebagai pemecahan problem yang kreatif. Ini

mencakup pendaftaran atribut, berpikir secara lateral (menyisi), dan sinektika.

Dalam pendaftaran atribut, apa yang Anda lakukan adalah menutup sama

sekali semua prases pertimbangan (judgmental). Anda nyatakan karakteristik-

karakteristik yang umum dari masalah itu dan kemudian timbulkan sebanyak mungkin

alternatif, Tidak ada gagasan yang ditolak, takpeduli betapa takmasuk akalnya

gagasan itu mungkin tampak sekilas. Memang, Anda seharusnya secara khusus

mencoba mencapai alternatif yang liar dan ekstrem. Sekali telah Anda selesaikan

daftar Anda yang meluas, kenakan kendala masalah itu sehingga hanya menyisakan

alternatif-alternatif yang bertahan

Kreativitas dapat dirangsang dengan menggantikan pemikiran vertikal yang

tradisional dengan pemikiran lateral (menyisi) atau zigzag. Pemikiran vertikal sangat

rasional. Itu merupakan proses berta-hap, dengan tiap langkah mengikuti langkah

sebelumnya dalam suatu urutan yang tidak terputus. Harus benar pada semua

langkah. Di samping itu, pemikiran vertikal memilih dan menangani hanya apa yang

berkaitan (relevan). Kontras dengan itu, pemikiran lateral tidaklah berurutan.

Bukannya mengembangkan suatu pola, melainkan Anda mencoba menstruktur-ulang

suatu pola. Misalnya, Anda mungkin menangani suatu problem dari ujung penyelesaian

bukannya pada ujung awai, dan mundur ke dalam berbagai keadaan awal. Sebagai

seorang manajer, misalnya, Anda dapat mengkonsepkan seperti apa rupa departemen

Anda dalam tugas; orang-orang, dan tata letak kerja dalam tahun 2010 kemudian

mundur ke dalam berbagai skenario mengenai bagaimana seharusnya dep,artemen

tersebut untuk serupa itu.

96
Sinektika (synectics) mengunakan analogi-analogi dan rasional (alasan)

terbalik untuk membuat asing apa yang dikenal baik dan membuat dikenal baik apa

yang asing. Sinektika beroperasi atas pengAndaian bahwa kebanyakan problem

tidaklah baru. Tantangannya adalah memAndang problem itu dengan cara yang baru.

Jadi Anda harus mencoba membuang cara-cara yang dikenal baik dan rutin dalam

memAndang benda dan hal. Misalnya, kebanyakan dari kita berpikir bahwa ayam

betina bertelur. Tetapi berapa banyak dari kita pernah menganggap bahwa seekor

ayam betina hanyalah suatu cara sebutir telur untuk membuat sebutir telur lain?

Salah satu contoh yang paling terkenal dimana analogi menghasilkan suatu terobosan

kreatif adalah pengamatan Alexander Graham Bell bahwa rnungkin berhasil untuk

mengambil konsep-konsep yang beroperasi dalam telinga dan menerapkannya pada

"kotak bicara"nya. Ia mencatat bahwa tulang-tulang masif dalam telinga digerakkan

oleh membran tipis yang sangat lembut. Ia bertanya-tanya mengapa gerangan

sepotong membran yang lebih tebal dan lebih kuat tidak bisa menggerakkan

sepotong baja. Dari analogi itu, dihasilkan telepon.

97
D. Model-model Pembuatan Keputusan

1. Cukup Memuaskan
Hakikat dari model cukup memuaskan (satisficing) (satisfactory and
sufficient) adalah bahwa, bila menghadapi masalah-masalah yang rumit,
pengambil keputusan menanggapi dengan mengurangi atau mengecilkan
masalah-masalah itu ke suatu tingkat yang dapat dengan mudah difahami. Ini
karena kemampuan pemrosesan informasi wirausahawan sebagai manusia tidak
memungkinkan untuk mengasimilasi dan memahami semua informasi yang
diperlukan untuk mengoptimasi. Karena kapasitas pikiran manusia untuk
merumuskan dan memecahkan problem-problem yang kompleks itu jauh terlalu
kecil untuk memenuhi semua persyaratan untuk rasionalitas yang penuh,
individu-individu bekerja dalam batas-batas rasionalitas berikat, dan
keterbatasan kemampuan manusia selalu berusaha menghadapi dengan lebih
seksama.

Bagaimana rasionalitas berikat berhasil untuk individu yang lazim? Sekali suatu
masalah telah dikenali, pencarian kriteria dan alternatif dimulai. Tetapi
kemungkinan besar daftar kriteria masih jauh dari tuntas. Pengambil keputusan
akan mengenali suatu daftar terbatas yang tersusun atas pilihan-pilihan yang
lebih menyolok. Inilah pilihan yang mudah ditemukan dan cenderung sangat
tampak (visible). Dalam kebanyakan kasus, pilihan ini menyatakan kriteria yang
dikenal baik dan pemecahan coba-coba yang ternyata benar. Sekali seperangkat
terbatas alternatif ini dikenali, pengambil keputusan akan mulai meninjau-ulang
alternatif-alternatif ini. Tetapi tinjauan ulang itu tidak akan menyeluruh. Artinya,
tidak semua alternatif akan dievaluasi dengan saksama. Sebagai gantinya,
pengambil keputusan akan mulai dengan alternatif-alternatif yang hanya berbeda
dalam derajat yang relatif kecil dari pilihan yang sekarang ini berlaku. Salah satu
aspek yang lebih menarik dari model cukup-memuaskan itu adalah bahwa urutan
alternatif-alternatif itu harus dipertimbangkan untuk menentukan alternatif mana

98
yang dipilih. Semua pemecahan yang potensial akan mendapatkan suatu
evaluasi yang penuh dan lengkap. Tetapi tidak demikian halnya dengan kasus
cukup-memuaskan. Dengan mengAndaikan suatu masalah mempunyai lebih
dari satu pemecahan yang potensial, pilihan cukup-memuaskan akan merupakan
pilihan pertama yang dapat diterima-baik yang dijumpai oleh pengambil
keputusan. Karena para pengambil keputusan menggunakan model yang
sederhana dan terbatas, lazimnya mereka mulai dengan mengidentifikasi
alternatif-alternatif yang jelas, alternatif yang dikenal baik oleh mereka, dan
alternatif yang tidak terlalu jauh dari status quo (keadaan sekarang).
Pemecahan-pemecahan yang paling sedikit menyimpang dari status quo dan
memenuhi kriteria keputusan akan paling mungkin untuk dipilih. Ini dapat
membantu menjelaskan mengapa banyak keputusan yang diambil orang tidak
menghasilkan kumpulan pemecahan yang secara radikal berbeda dari
keputusan yang telah mereka ambil sebelumnya. Suatu alternatif yang unik
dapat menyajikan suatu pemecahan yang mengoptimalkan terhadap problem itu;
tetapi jarang itu akan dipilih. Suatu pemecahan yang dapat diterima-baik akan
dikenali dengan baik sebelum pengambil keputusan itu perlu mencari sangat
jauh melampaui status quo. Alternatif yang dipilih dalam pemecahan masalah
antara lain:
a. alternatif yang paling menguntungkan
b. resiko terendah
c. diterima semua pihak
d. rasional, efektif, dan efisien

2. Model Favorit Implisit


Suatu model yang dirancang untuk menangani keputusan rumit dan tak
rutin adalah model favorit implisit. Seperti model cukup memuaskan, model ini
berargumen bahwa individu-individu memecahkan problem yang kompleks
dengan menyederhanakan proses itu. Tetapi penyederhanaan dalam model
favorit implisit berarti tidak memasuki kedalam tahap "evaluasi alternatif" yang

99
sulit dari pengambilan keputusan sebelum salah satu alternatif dapat dikenali
sebagai suatu "favorit" yang implisit [tersirat]. Dengan kata lain, pengambil
keputusan tidak rasional dan tidak objektif. Sebagai gantinya, dini dalam proses
keputusan itu, secara implisit ia memilih suatu alternatif yang lebih disukai.
Kemudian sisa dari proses keputusan itu pada hakikatnya adalah suatu latihan
pembenaran keputusan, dimana pengambil keputusan memastikan bahwa
favorit imphsitnya memang merupakan pilihan yang "benar".

Model favorit implisit pada awalnya tumbuh dari riset mengenai keputusan
pekerjaan yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa pascasarjana jurusan
manajemen pada Massachusetts Institute of Technology. Jelas, mahasiswa-
mahasiswa ini tahu dan memahami model optimasi. Mereka telah menghabiskan
beberapa tahun berulang-ulang menggunakannya untuk memecahkan masalah
dan menganalisis kasus-kasus dalam kuliah akuntansi, keuangan, manajemen,
pemasaran, dan metode kuantitatif. Lagi pula, keputusan pilihan pekerjaan
adalah suatu keputusan yang penting. Jika ada suatu keputusan dimana model
optimasi seharusnya digunakan, dan suatu kelompok berpengalaman dalam
menggunakannya, seharus-nya itulah yang digunakan. Tetapi peneliti itu
menemukan bahwa model optimasi itu tidak diikuti. Sebagai gantinya, model
favorit implisit itu memberikan suatu pemberian yang tepat (akurat) dari proses
keputusan yang sebenarnya.

Jadi akan ditimbulkan lebih banyak alternatif. Ini penting, karena itu memberikan
penampilan keobjektifan. Kemudian mulailah proses penegasan [konfirmasi].
Perangkat alternatif akan dibagi menjadi dua calon pilihan dan suatu calon
penegasan. Jika calon pilihan merupakan satu-satunya pilihan yang bertahan,
pembuat keputusan akan mencoba memperoleh suatu alternatif lain yang dapat
diterima baik untuk menjadi calon penegasan, sehingga ia akan mempunyai
sesuatu untuk diperbandingkan. Pada titik ini, pembuat keputusan menegakkan
kriteria dan bobot keputusan. Terjadi distorsi perseptual dan interpretasional

100
yang cukup besar, dengan pilihan kriteria dan bobot kriteria "dibentuk" untuk
memastikan kemenangan bagi pilihan yang disenangi. Dan tentu saja itulah
eksak apa yang terjadi. Evaluasi memperagakan tanpa keraguan keunggulan
dari calon pilihan dibandingkan calon penegasan.

Riset baru-baru ini memberikan dukungan yang kuat untuk beberapa dari prinsip
pri-mer dari model favorit implisit. Bukti yang cukup banyak menyarankan bahwa
individu-individu sering membuat suatu komitmen dini ke satu alternatif dan tidak
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari berbagai alternatif sampai setelah
membuat pilihan final mereka.

3. Model Intuitif
Pengambilan keputusan intuitif adalah pengambilan keputusan yang
didasarkan atas perasaan (feeling). Saat ini para ahli berpendapat bahwa
penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak selamanya tak rasional
atau tak-efektif. Terdapat pengakuan dari wirausahawan bahwa analisis rasional
dalam kasus-kasus tertentu, mengAndalkan pada intuisi dan ternyata dapat
memperbaiki pengambilan keputusan.

Ada sejumlah cara untuk mengkonseptualkan intuisi. Misalnya, beberapa orang


menganggapnya suatu bentuk kekuatan ekstrasensori (luar indera) atau indera
keenam, dan beberapa meyakini bahwa itu adalah suatu ciri kepribadian yang
hanya dimiliki oleh beberapa orang sejak lahir. Untuk maksud kami, kami
mendefinisikan pengambilan keputusan intuitif sebagai suatu proses tak sadar
yang diciptakan dari dalam pengalarnan yang tersaring. Intuisi ini tidak harus
berjalan secara tak bergantung dengan analisis rasional; lebih tepat, keduanya
saling melengkapi (komplementer).

Riset mengenai permainan catur memberikan suatu contoh yang sangat baik
dari bagaimana intuisi itu bekerja. Pemain catur pemula dan para grandmaster

101
ditunjukkan suatu permainan yang sebenarnya tetapi tidak dikenal-baik dengan
seki tar 25 buah di atas papan. Setelah lima atau sepuluh detik, buah-buah itu
dising-kirkan dan tiap orang ditanya untuk menyusun-ulang letak buah-buah itu.
Secara rata-rata, grandmaster dapat menaruh 23 atau 24 buah dalam kotak
yang benar; pemula hanya mampu menaruh 6. Kemudian latihan itu diubah. Kali
ini buah-buah itu ditaruh secara acak di atas papan. Sekali lagi, para pemula
hanya mencapai enam yang benar, tetapi demikian pula para grandmaster!
Latihan kedua memperagakan bahwa para grandmaster tidak mempunyai
ingatan yang lebih baik daripada pemula. Apa yang benar dimiliki adalah
kemampuan, berdasarkan pengalaman setelah memainkan ribuan partai, untuk
mengenali pola-pola dan kelompok buah-buah yang berada di atas papan catur
dalam berjalannya permainan.

Studi-studi lebih lanjut menunjukkan bahwa profesional catur dapat memainkan


50 partai atau lebih secara serentak, dimana sering keputusan harus dibuat
hanya dalam hitungan detik. dan memperagakan tingkat ketrampilan yang hanya
sedang saja lebih rendahnya daripada bila bermain satu partai pada kondisi
pertandingan, dimana keputusan-keputusan memakan waktu setengah jam atau
lebih. Pengalaman para pakar memungkinkan dia untuk mengenali suatu situasi
dan menarik informasi yang telah dipelajari sebelumnya yang terkait dengan
situasi itu untuk dengan cepat sampai pada pilihan keputusan. Hasilnya adalah
bahwa pengambil keputusan intuitif dapat memutuskan dengan cepat dengan
apa yang tampaknya adalah informasi yang sangat terbatas.

Dalam situasi yang bagaimana seorang wirausahawan dapat MENGAMBIL


KEPUTUSAN DENGAN INTUISI?
Ada delapan kondisi/situasi yang memicu pengambilan keputusan secara intuitif,
yaitu apabila:
(1) Ada ketidakpastian dalam tingkat yang tinggi;
(2) Hanya sedikit preseden untuk diikuti;

102
(3) Variabel-variabel yang terkait kurang dapat diramalkan secara ilmiah
(4) Fakta terbatas;
(5) Fakta tidak jelas menunjukkan jalan untuk dituruti;
(6) Data analitis kurang berguna;
(7) Ada beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk dipilih
diantaranya, dengan argumen yang baik untuk masing-masing; dan
(8) Waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.

Adakah suatu model stAndar yang diikuti orang-orang kapan menggunakan


intuisi`? Individu-individu tampaknya mengikuti salah satu dari dua pendekatan.
Mereka menerapkan intuisi baik pada ujung depan maupun pada ujung belakang
proses pengambilan keputusan.

Bila intuisi digunakan pada ujung depan, pengambil keputusan mencoba


menghindari menganalisis problem itu secara sistematis, tetapi sebagai gantinya
memberikan kebebasan kepada intuisi. Idenya adalah mencoba menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan yang tak biasa dan pilihan-pilihan baru yang
mungkin tidak muncul dari dalam suatu analisis dari data masa lalu atau cara-
cara tradisional untuk menyelesaikan urusan. Suatu pendekatan ujung-belakang
dalam penggunaan intuisi mengAndalkan pada analisis rasional untuk
mengidentifikasi dan memberikan bobot-bobot kepada kriteria keputusan,
maupun mengembangkan dan mengevaluasi alternatif-alternatif. Setelah ini
dilakukan, pengambil keputusan menghentikan proses analitis untuk
"mengendapkan keputusan itu" untuk sehari dua sebelum mengambil pilihan
yang terakhir.

Meskipun pengambilan keputusan intuitif telah memperoleh tempat terhormat


sejak awal dasawarsa 1980-an, janganlah mengharapkan orang-orang yang
menggunakannya teristimewa di Amerika Utara, Inggris Raya, dan budaya-
budaya lain dimana analisis rasio nal merupakan cara yang diakui untuk

103
mengambil keputusan mengakui bahwa mereka melakukan demikian. Orang-
orang dengan kemampuan intuitif yang kuat biasanya tidak mengatakan kepada
rekan-rekan mereka bagaimana mereka sampai pada kesimpulan. Karena
analisis rasional dianggap sebagai lebih diinginkan secara sosial, kemampuan
intuitif sering tersamar atau tersembunyi. Seperti komentar seorang eksekutif
puncak, "kadang orang harus mendAndani suatu keputusan berdasarkan
keberanian (gut decision] dalam 'pakaian data' untuk membuatnya dapat diterima
baik atau lezat, tetapi stel-halus (fine tuning) ini biasanya setelah keputusan itu
menjadi fakta.

Isu-isu dalam Pengambilan Keputusan


Dapat disimpulkan bahwa tiga isu dewasa ini dalam pengambilan keputusan:
1. memperbaiki pengambilan keputusan yang etis;
2. bagaimana gaya pengambilan keputusan beraneka dalam negeri-negeri
yang berlainan; dan
3. kecenderungan bagi orang-orang untuk terus menggunakan sumberdaya-
sumberdaya untuk suatu keputusan sebelumnya meskipun ada bukti
bahwa keputusan yang awal itu suatu kekeliruan.

Memperbaiki Pengambilan Keputusan yang Etis


Tidak ada pembahasan kontemporer mengenai pengambilan keputusan akan
lengkap tanpa dimasukkannya etika. Mengapa'? Karena pertimbangan etis
seharusnya merupakan suatu kriteria yang penting dalam pengambilan
keputusan organisasional. Dalam materi ini, kami menyajikan tiga cara yang
berlainan untuk menciptakan keputusan-keputusan dan memeriksa faktor-faktor
yang membentuk perilaku pengambilan keputusan etis.

104
TIGA KRITERIA KEPUTUSAN ETIS Suatu individu dapat menggunakan tiga
kriteria yang berlainan dalam mengambil pilihan yang etis. Yang pertama adalah
kriterium manfaat (utilitarian), yang mana keputusan-keputusan diambil
semata-mata atas dasar hasil atau konsekuensi mereka. Tujuan utilitarianisme
adalah memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah yang terbesar.
PAndangan ini cenderung mendominasi pengambilan keputusan bisnis. Itu
konsisten dengan tujuan-tujuan seperti etisiensi, produktivitas, dan laba yang
tinggi. Dengan memaksimalkan laba, misalnya, suatu eksekutif bisnis dapat
berargumen ia sedang menjamin kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar-
seperti ia mengeluarkan pemberitahuan pemberhentian kepada 15 persen
karyawan.

Suatu kriterium etis lain adalah memfokus pada hak. Kriterium Ini
mempersilakan individu-individu untuk mengambil keputusan yang konsisten
dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar seperti dikemukakan dalam
dokumen-dokumen seperti Piagam Hak Asasi. Suatu tekanan pada hak-hak
dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak-hak
dasar dari para individu, seperti misalnya hak keleluasaan pribadi (privacy),
kebebasan berbicara, dan proses perlindungan hak.

Suatu kriterium ketiga adalah memfokuskan pada keadilan. Ini mensyaratkan


individu-individu untuk mengenakan dan memperkuat aturan-aturan secara adil
dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang
pantas. Lazimnya anggota serikat buruh menyukai pAndangan ini. Kriterium ini
membenarkan pembayaran upah yang sama kepada orang-orang untuk suatu
pekerjaan tertentu, tanpa mempedulikan beda kinerja, dan penggunaan
senioritas sebagai penentuan primer dalam mengambil keputusan
pemberhentian massal.

105
Masing-masing dari ketiga kriteria mempunyai keuntungan dan kewajiban. Suatu
fokus pada utilitarianisme menggalakkan efisiensi dan produktivitas, tetapi
dapat mengakibatkan pengabaian hak-hak dari beberapa individu, terutama
mereka dengan perwakilan minoritas dalam organisasi itu. Penggunaan hak-hak
sebagai kriterium melindungi individu-individu dari cedera dan konsisten dengan
kebebasan dan keleluasaan pribadi, tetapi kriterium ini dapat menciptakan suatu
lingkungan kerja yang terlalu legalistik yang merintangi produktivitas dan
efisiensi. Suatu fokus pada keadilan melindungi kepentingan mereka yang
kurang terwakili dan yang kurang berkuasa, tetapi kriterium ini dapat mendorong
rasa berhak yang mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.

Pengambil keputusan, terutama dalam organisasi mengejar-laba, cenderung


merasa aman dan nyaman bila mereka menggunakan utilitarianisme. Banyak
sekali tindakan yang dapat dipertanyakan dapat dibenarkan bila dikerangkai
sebagai demi kepentingan terbaik dari "organisasi" dan pemilik usaha. Tetapi
banyak pengritik terhadap pengambil keputusan bisnis berkilah bahwa perspektif
ini perlu diubah. Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai hak-
hak individu dan keadilan sosial menyarankan perlunya bagi para wirausahawan
untuk mengembangkan stAndar-stAndar etika yang didasarkan pada kriteria
non-utiliter. Ini mengemukakan suatu tantangan yang kokoh bagi para manajer
dewasa ini karena pengambilan keputusan dengan menggunakan kriteria seperti
hak individu dan keadilan sosial melibatkan jauh lebih banyak keberagaman arti
(ambiguitas) daripada penggunaan kriteria utiliter seperti misalnya efek pada
efisiensi dan laba. Ini membantu menjelaskan mengapa para wirausahawan
ternyata makin banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Menaikkan harga,
menjual produk dengan efek yang dipertanyakan terhadap kesehatan konsumen,
menutup pabrik, memberhentikan massal karyawan, memindahkan produksi ke
luar negeri untuk mengurangi biaya, dan keputusan serupa yang dapat
dibenarkan dalam makna utiliter. Tetapi itu mungkin tidak lagi menjadi kriterium
tunggal dengan mana keputusan yang baik seharusnya dinilai.

106
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PENGAMBILAN-
KEPUTUSAN ETIS.

Apa yang menyebabkan perilaku tak-etis dalam organisasi? Tak bermoralkah


individu atau lingkungan kerja yang menggalakkan kegiatan yang tak etis?
Jawabanya adalah kedua duanya! Bukti menandakan bahwa tindakan etis dan
tak etis sebagian besar merupakan suatu fungsi baik dari karakteristik individu
dan lingkungan dalam dimana ia bekerja.

Tahap-tahap perkembangan moral adalah suatu penilaian (assesment) dari


kapasitas seseorang untuk menimbang-nimbang apakah yang secara moral
benar. Makin tinggi per-kembangan moral seorang, makin kurang bergantung ia
pada pengaruh-pengaruh luar dan, dari situ, akan makin cenderung ia untuk
berperilaku etis. Misalnya, kebanyakan orang dewasa berada di tingkat
menengah dari perkembangan moral-mereka sangat dipengaruhi oleh rekan
sekerja dan akan mengikuti aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-
individu yang telah maju ke tahap-tahap yang lebih tinggi itu menaruh nilai yang
bertambah pada hak-hak orang lain, tak peduli akan pendapat mayoritas, dan
kemungkinan besar menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini
secara pribadi sebagai keliru.

Itu adalah karakteristik kepribadian yang mengukur sejauh mana orang meyakini
bahwa mereka bertanggungjawab untuk peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka.
Riset menunjukkan bahwa orang-orang dengan tempat kedudukan kendali
eksternal (yaitu: apa yang terjadi pada mereka dalam kehidupan disebabkan
oleh kemujuran atau peluang) lebih kecil kemungkinannya untuk memikul
tanggung jawab atas konsekuensi-konskuensi dari perilaku mereka dan lebih
besar kemungkinan untuk mengandalkan pengaruh-pengaruh eksternal. Kaum
internal, di pihak lain, lebih mungkin untuk mengandalkan pada standar internal
mereka sendiri mengenai benar atau salah untuk memandu perilaku mereka.

107
Lingkungan organisasional merujuk ke suatu persepsi karyawan mengenai
pengharapan (ekspektasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan
mendukung perilaku etis dengan mengganjarnya atau menghalangi perilaku tak
etis dengan menghukumnya? Kode etik yang tertulis, perilaku moral yang tinggi
oleh manajemen senior, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian
kinerja yang mengevaluasi cara maupun hasil, pengakuan yang tampak dan
promosi untuk individu-individu memperagakan perilaku moral yang tinggi, dan
hukuman yang tampak untuk mereka yang bertindak tak etis merupakan
beberapa contoh dari lingkungan organisasional yang kemungkinan besar
memupuk pengambilan keputusan yang sangat etis.

Sebagai ringkasan, orang-orang yang kekurangan rasa moral yang kuat akan
jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengambil keputusan tak etis jika
mereka dikendalai oleh lingkungan organisasional yang tidak menyukai perilaku
semacam itu. Sebaliknya, individu yang sangat berbudi dapat dicemari oleh
suatu lingkungan organisasional yang mengizinkan atau mendorong praktik-
praktik tak etis.

F. Pengambilan Keputusan dalam Budaya-budaya yang


Berlainan

Siapa mengambil suatu keputusan, kapan keputusan itu diambil, dan pentingnya
rasionalitas yang beraneka dalam organisasi-organisasi di seluruh dunia. Oleh
karena itu, kita perlu mempertimbangkan budaya nasional bila kita membahas
pendekatan seorang individu ke pengambilan keputusan.

Pengetahuan kita akan perbedaan-perbedaan jarak kekuasaan, misalnya,


mengatakan kepada kita bahwa dalam budaya dengan jarak kekuasaan yang
tinggi seperti di India, hanya manajer pada tingkat sangat senior yang mengambil
keputusan. Pengetahuan kita bahwa budaya-budaya beraneka dalam orientasi

108
waktu membantu kita memahami mengapa para manajer di Mesir akan
mengambil keputusan pada laju yang jauh lebih perlahan dan lebih berhati-hati
daripada padanan Amerika mereka. Bahkan pengandaian rasionalitas juga
secara budaya berat-sebelah. Seorang manajer Amerika utara mungkin
mengambil suatu keputusan penting secara intuitif, tetapi ia tahu bahwa penting
agar pengambilan keputusan itu tampak berlangsung dalam suatu cara yang
rasional. Ini menjelaskan mengapa, dalam model favorit implisit, pengambil
keputusan mengembangkan suatu calon penegasan. itu menenangkan hati
pengambil keputusan bahwa ia sedang berusaha bertindak rasional dan objektif
dengan meninjau-ulang pilihan-pilihan alternatif. Dalam negeri-negeri seperti
Iran, dimana rasionalitas tidak didewa-dewakan, upaya untuk tampak rasional
tidaklah diperlukan. Kita juga dapat menilai pengaruh budaya dalam enam
langkah dalam model keputusan optimasi. Untuk melukiskan, baiklah kita
memeriksa dua langkah saja, yaitu: memastikan kebutuhan akan suatu
keputusan dan mengembangkan alternatif.

Berdasarkan orienfasi kegiatan suatu masyarakat, beberapa budaya


menekankan pemecahan masalah; budaya yang lain memfokuskan pada
penerimaan baik situasi seperti apa adanya. Amerika Serikat termasuk dalam
kategori yang pertama; Thailand dan lndonesia merupakan contoh-contoh dari
budaya yang termasuk dalam kategori kedua. Karena manajer pemecah-
masalah meyakini bahwa mereka dapat dan seharusnya mengubah situasi untuk
manfaat mereka sendiri, wiraushawan Amerika mungkin mengidentifikasi suatu
masalah jauh sebelum orang Thai atau Indonesia padanan mereka akan memilih
untuk mengenali masalah itu seperti apa adanya. Kita juga dapat menggunakan
beda orientasi waktu untuk memproyeksikan tipe alternatif-alternatif yang
mungkin dikembangkan oleh pengambil keputusan. Karena orang Italia
menghargai masa lalu dan tradisi, manajer-manajer dalam budaya itu akan
cenderung mengandalkan pada alternatif yang pernah dicoba dan berhasil dalam
menghadapi problem-problem. Kontras dengan itu, Amerika Serikat dan Australia

109
lebih agresif dan berorientasi ke masa kini; wirausahawan dalam negeri-negeri
ini lebih besar kemungkinan untuk mengemukakan pemecahan-pemecahan
yang unik dan kreatif terhadap masalah-masalah mereka.

Peningkatan komitmen mempunyai implikasi-implikasi yang luas bagi keputusan


manajerial dalam organisasi. Banyak organisasi telah menderita kerugian besar
karena wirausahawan bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar
dengan terus mengorbankan sumber daya ke apa yang merupakan urusan rugi
sejak awal.

110
F. Ringkasan dan Implikasi bagi para Wirausahawan

Persepsi
Individu-individu berperilaku dalam suatu cara tertentu yang didasarkan tidak
pada cara lingkungan luar yang sebenarnya tetapi, lebih pada apa yang mereka
lihat atau yakini. Suatu organisasi dapat membelanjakan jutaan dolar untuk
menciptakan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawannya.
Tetapi meskipun ada pengeluaran ini, jika seorang karyawan meyakini bahwa
pekerjaannya brengsek. karyawan tersebut akan berperilaku sesuai dengan
keyakinan itu. Itulah persepsi si karyawan terhadap situasi yang menjadi dasar
perilakunya. Karyawan yang mempersepsikan manajer atau pimpinannya
sebagai seorang yang mengurangi rintangan dan suatu pertolongan yang
membantunya mengerjakan tugas dengan lebih baik dan karyawan yang
memAndang penyelia yang sama sebagai "kakak galak, yang memantau semua
gerak-gerik, untuk memastikan bahwa saya tetap bekerja" akan berbeda respons
perilaku mereka terhadap penyelia mereka itu. Perbedaan itu tidak bersangkut-
paut dengan realitas dari tindakan penyelia itu, namun perbedaan perilaku
karyawan itu disebabkan oleh persepsi yang berlainan.

Bukti menyarankan bahwa apa yang dipersepsikan oleh individu-individu dari


situasi kerja mereka akan mempengaruhi produktivitas mereka lebih daripada
situasi itu sendiri. Apakah suatu pekerjaan benar-benar menarik atau menantang
tidaklah relevan. Apakah seorang wirausahawan berhasil merencanakan dan
mengorganisasikan kerja dari bawahannya dan sebenarnya membantu mereka
menstruktur kerja rmereka agar lebih efisien dan efektif jauh kurang penting
ketimbang bagaimana para bawahan itu mempersepsikan upayanya.

111
Pengambilan Keputusan Individual
Individu-individu berpikir dan menalar sebelum mereka bertindak. Karena inilah
suatu pemahaman bagaimana orang-orang mengambil keputusan dapat
membantu menjelaskan dan meramalkan perilaku mereka. Pada beberapa
situasi keputusan, orang mengikuti model optimasi. Tetapi bagi kebanyakan
orang, dan kebanyakan keputusan nonrutin, agaknya hal ini lebih merupakan
perkecualian daripada aturan. Sedikit keputusan penting bersifat cukup
sederhana dan tidak memiliki arti yang sama untuk berlakunya pengAndaian-
pengAndaian model optimasi. Jadi kita menemukan individu-individu yang
mencari pemecahan yang cukup dan memuaskan (satisfice) bukannya yang
mengoptimasi, dengan menyuntikkan sikap berat sebelah dan prasangka ke
dalam proses keputusan, dan mengAndalkan pada intuisi.

Model keputusan alternatif yang kami sajikan dapat membantu menjelaskan dan
meramal perilaku-perilaku yang akan tampak tidak rasional atau sebarang jika
dipAndang di bawah pengAndaian-pengAndaian optimasi. Mengambil keputusan
menyederhanakan proses dengan memfokuskan pada kriteria yang tampak dan
mudah diukur. Ini dapat menjelaskan mengapa faktor-faktor seperti kerapian,
tepat waktu, kegairahan, dan sikap positif sering dikaitkan dengan evaluasi-
evaluasi yang baik. Itu juga menjelaskan mengapa lazimnya ukuran-ukuran
kuantitas mengalahkan ukuran-ukuran kualitas. Kategori pertama lebih mudah
dinilai. Upaya cukup dan memuaskan ini mendorong individu-individu untuk
mengambil masalah yang tampak, bukannya masalah yang penting.

Apa yang dapat kita katakan mengenai etika?


Untuk individu-individu yang telah dipekerjakan, para wirausahawan hanya dapat
mempengaruhi lingkungan kerja karyawan itu. Jadi hendaknya wirausahawan
secara lahiriah berusaha menghantarkan stAndar etika yang tinggi kepada para
karyawan lewat tindakan-tindakan yang dilakukannya. Dengan apa yang
dikatakan, dilakukan, diganjar, dihukum, dan diabaikan oleh para wirausahawan

112
mereka menyusun nada etis untuk para karyawan mereka. Ketika
mempekerjakan karyawan baru, wirausahawan mempunyai suatu kesempatan
menseleksi pelamar yang secara etis tidak diinginkan. Proses seleksi misalnya:
wawancara, tes, dan pengecekan latar belakang, seharusnya dipAndang
sebagai suatu kesempatan untuk belajar mengenai tingkat perkembangan moral
dan tempat kedudukan kendali dari seorang individu itu. Kemudian ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi individu-individu yang stAndar etisnya mungkin
konflik dengan stAndar etis organisasi atau yang terutama rawan terhadap
pengaruh eksternal (luar) yang negatif.

Akhirnya, wirausahawan harus menjaga terhadap kecenderungan meningkatkan


komit-men pada keputusan-keputusan untuk menghindari keharusan mengakui
bahwa mereka membuat kekeliruan. Pengambilan keputusan muncul dengan
risiko dan kadang Anda mengambil pilihan yang salah. Sering lebih rendah
biayanya untuk mengakui suatu kekeliruan keputusan ketika kekeliruan itu
pertama kali muncul daripada meningkatkan komitmen terhadap keputusan
tersebut yang didasarkan pada harapan yang tidak realistis bahwa mungkin
akhirnya terbukti keputusan itu benar. Jadi keputusan yang tepat apabila hasil
yang dicapai optimal.

113
5. Sarana (Sumber/Alat/Media)
Sumber Belajar:
• Buku-buku panduan, Modul dsb
• Artikel-artikel di koran, tabloid dan majalah
• Buku-buku Biografi dan Otobiografi
• Narasumber (keluarga, rekan-rekan sendiri maupun anggota
masyarakat yang memiliki pengalaman keberhasilan ataupun
kegagalan dalam berwirausaha)

Alat Belajar:
• Alat Tulis Kantor (ATK)
• Peralatan kantor (meja, kursi, dsb)
• Potongan-potongan artikel kasus

Media Pembelajaran:
• Overhead Projector (OHP)/Overhead Transparancy (OHT)
• White board
• LCD dan In Focus
• VCD-VCD berisi Film-film Biografi dan Otobiografi pengalaman
Narasumber dalam berwirausaha
• Spidol
• Karton-karton, Isolasi ban, gunting dan sebagainya

6. Kecakapan Hidup yang dirancang


• Kecakapan menggali dan mengolah informasi
• Kecakapan mengambil keputusan dengan cerdas

114
• Kecakapan berkomunikasi lisan
• Kecakapan sosial

7. Strategi Pembelajaran
• SKENARIO PEMBELAJARAN I

No Kriteria Unjuk Kegiatan Metod Wakt Kompon


. Kerja a u en
CTL
1. • Keputusan dibuat • Guru melakukan Tanya 15 Questioni
berdasarkan “Apersepsi” dan Jawab menit ng
alternatif solusi “Ice Breaker”
dan resiko dengan
mengajukan
berbagai
pertanyaan untuk
mengetahui Cerama

pengetahuan awal h 1 jam Questioni

siswa mengenai 45 ng

Keputusan menit

• Guru menjelaskan
secara garis besar,
gambaran
mengenai:
- Sikap dan Studi

perilaku Kasus 6JP Mastery

Kewirausahaan Learning

- Keberhasilan
dan kegagalan
Wirausaha
• Masing-masing
siswa diberi tugas

115
tentang studi kasus
yang telah
dipersiapkan oleh
guru, untuk
mengukur Tugas
kecerdasan dan Mandiri 2 JP Inquiry
kreatifitas, dalam:
- mengidentifikasi
masalah
- merumuskan
masalah
- membuat alternatif
solusi
- membuat
keputusan
berdasarkan
alternatif
solusi

• Siswa diminta
membuat laporan
tentang studi kasus
tersebut

Jumlah 10 JP

Contoh Studi Kasus:


Misalnya ada undangan Pemda ke sekolah untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan bazar dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, yang
waktunya mendesak dan bersamaan dengan kegiatan akhir semester. Siswa
diminta melakukan pengambilan keputusan, manakah yang akan mereka pilih,
lengkap dengan argumentasinya.

116
PENILAIAN
LAPORAN STUDI KASUS
PENILAIAN HASIL
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Ketepatan Waktu
2. Bobot Materi/Isi
3. Kualitas
Pembahasan
4. Penampilan Fisik
5. Penguasaan
Materi
Jumlah

• SKENARIO PEMBELAJARAN 2

No Kriteria Unjuk Kegiatan Metod Wakt Kompon


. Kerja a u en
CTL
1. • Keputusan • Guru melakukan Tanya 15 Questioni
dibuat “Apersepsi” dan “Ice Jawab menit ng
berdasarkan Breaker” dengan
alternatif solusi mengajukan berbagai
dan resiko pertanyaan untuk
mengetahui
pengetahuan awal Cerama

siswa mengenai h 1 jam Questioni

Keputusan 45 ng

• Guru menjelaskan menit

secara garis besar,

117
gambaran mengenai:
- Masalah
- Analisa terhadap Modelli
masalah ng 6JP Modelling
- Evaluasi data dan
informasi
- Teori Pengambilan
Keputusan
• Siswa diminta
sharing Modelli Modelling

berbagi pengalaman ng

individu, mengenai
masalah-masalah
yang pernah mereka
hadapi dan cara siswa
terebut
mengatasinya.
• Siswa diminta
sharing
2 JP Mastery
berbagi pengalaman
Tugas Learning
individu yang ada
Mandiri
kaitannya dengan
bisnis/usaha,
mengenai masalah-
masalah yang pernah
mereka hadapi dan
Inquiry
cara siswa terebut
mengatasinya.

• Masing-masing siswa

118
diberi tugas mencari
kasus yang
dipublikasikan di
media massa, dan
diminta untuk
mengkajinya
berdasarkan teori
pengambilan
keputusan yang telah
diberikan.
• Siswa diminta
membuat laporan
tentang studi kasus
tersebut
Total 10 JP

119
PENILAIAN

PENILAIAN PROSES
(dilakukan pada saat siswa diminta sharing mengenai pengalamannya
membuat suatu keputusan)

No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik


1. Tingkat kesulitan
permasalahan
2. Bobot Materi/Isi

3. Ketrampilan
berkomunikasi
lisan
4. Ketajaman
analisa
5. Kualitas
pengambilan
keputusan
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =3
Baik =4
Sangat Baik = 6
Total Skor = 30

LAPORAN STUDI KASUS


PENILAIAN HASIL

120
No Objek Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik
1. Ketepatan
Waktu
2. Bobot Materi/Isi
3. Kualitas
Pembahasan
4. Penampilan
Fisik
5. Penguasaan
Materi
Jumlah
Skor:
Kurang =1
Cukup =3
Baik =4
Sangat Baik =6
Total Skor = 30

PENILAIAN PORTOFOLIO
No Kegiatan Skor
1. Paper and Pencil
2. Ketrampilan mengemukakan pendapat
3. Diskusi Kelas
4. Laporan Kerja Individual
Jumlah

8. Pengalaman Belajar
Siswa mengalami pemelajaran dengan mencoba menyelesaikan
permasalahannya (sesuai dengan studi kasus yang diberikan oleh guru) dengan
tahapan yang ada dalam teori pengambilan keputusan.

Bab 5
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN GURU

121
Materi Pengayaan tentang Pembelajaran Aktif/Pembelajaran
Partisipatif

DISADUR DARI BUKU Active Learning,


karangan Mel Silberman, 2002

You can tell students


what they need to know very fast. But they will forget
what you tell them even faster
Guru dapat memberitahu siswa tentang apa yang perlu mereka ketahui dengan
sangat cepat. Tetapi mereka bahkan akan lebih cepat melupakan apa yang Anda
beritahukan kepada mereka!

Ya, ada banyak hal yang dapat diajarkan, bukan diberitahukan! Belajar bukan
merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke dalam kepala
seorang peserta didik. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
pelajar itu sendiri. Penjelasan dan peragaan oleh mereka sendiri, tidak akan
menuju ke arah belajar yang sebenarnya dan tahan lama. Hanya cara belajar
aktif saja yang akan mengarah kepada pengertian ini.

Apa yang membuat kegiatan belajar "aktif” ?


Pada saat kegiatan belajar itu aktif, peserta didik melakukan sebagian besar
pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka menggunakan otak-otak mereka untuk
mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah, dan
menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif merupakan langkah cepat,
menyenangkan, mendukung, dan secara pribadi menarik hati. Seringkali, peserta
didik tidak hanya terpaku di tempat-tempat duduk mereka, berpindah-pindah dan
berpikir keras.

122
Mengapa perlu diadakan kegiatan belajar yang “aktif” ?
Untuk mempelajari sesuatu dengan baik, belajar aktif membantu untuk
mendengarkannya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentang oelajaran
tertentu, dan mendiskusikannya dengan yang lain. Yang paling penting, peserta
didik perlu "melakukannya" memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-
contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang
tergantung pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang harus mereka
capai.

Kita tahu bahwa peserta didik belajar paling baik dengan cara melakukan. Tetapi
bagaimana kita mengembangkan belajar aktif? Strategi-strategi ini dirancang
untuk memeriahkan ruang kelas Anda. Beberapa dari strategi tersebut sangat
menyenangkan dan beberapa lainnya mengarah kepada hal yang serius, tetapi
semuanya itu dimaksudkan untuk mendalami kegiatan belajar dan ingatan.

Belajar aktif merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi


pembelajaran yang komprehensif. Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk
membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang
membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat mereka berpikir
tentang materi pelajaran. Juga terdapat teknik-teknik memimpin belajar bagi
seluruh kelas, bagi kelompok kecil, merangsang diskusi dan debat,
mempraktikkan keterampilan-keterampilan, mendorong adanya pertanyaan-
pertanyaan bahkan membuat peserta didik dapat saling mengajar satu sama
lain. Bagian akhir buku ini membahas masalah metode meninjau kembali
(review) apa yang telah pelajari, menilai bagaimana sesuatu telah berubah, dan
mempertimbangan langkah-langkah selanjutnya yang harus diambil sehingga
kegiatan belajar tetap bertahan.

Belajar aktif berlaku bagi siapa saja, baik yang berpengalaman atau pemula,
yang mengajarkan informasi-informasi, konsep-konsep, dan keterampilan-

123
keterampilan teknis dan non-teknis. Pengajar di sekolah-sekolah menengah
pertama, sekolah-sekolah menengah, perguruan-perguruan tinggi, dan pusat-
pusat pendidikan bagi orang dewasa akan berpendapat bahwa kumpulan ini
sangat bermanfaat.

Terima kasih kepada pengaruh Piaget, Montessori, dan yang lain, para pengajar
pada pendidikan tingkat taman kanak-kanak dan pendidikan dasar yang telah
mempraktikkan belajar aktif sejak lama. Mereka tahu bahwa anak-anak paling
baik belajar berbagai pengalaman nyata, yang berdasarkan pada aktivitas.
Bahkan para pengajar yang tidak berpikir tentang fakta perkembangan anak pun
akan menciptakan kegiatan belajar yang aktif. Mereka telah mempelajari bahwa
rentang waktu perhatian anak-anak itu singkat dan kemampuan anak-anak
tersebut untuk duduk dengan tenang terbatas. Untuk mengimbangi hal itu, para
pengajar membuat anak-anak tersebut aktif dan terus bergerak.

Namun, bagi peserta didik yang lebih tua, ada suatu kecenderungan untuk lebih
bertahan dengan tingkat-tingkat belajar aktif yang lebih tinggi. Hampir semua
pengajar, dari sekolah menengah sampai ke pendidikan yang lebih tinggi,
meramaikan kelas-kelas mereka dengan diskusi dan sesi-sesi tanya jawab.
Beberapa di antaranya termasuk permainan-permainan, bermain peran, dan
bahkan aktivitas-aktivitas belajar kelompok kecil dari waktu ke waktu. Tetapi
komitmen untuk aktif, belajar dengan asyik, tidak bertahan lama. Mengapa?

Anda mungkin dapat memikirkan banyak alasan-alasan. Sebagai contoh, para


pengajar cenderung mengajar dengan cara seperti cara mengajar yang mereka
peroleh dahulu, model berbicara dengan memegangi kapur merupakan model di
mana kita sedang tumbuh. Di samping itu, ada asumsi yang terabaikan, yaitu
bahwa peserta didik dewasa tidak memerlukan aktivitas yang tinggi dan juga
tidak memerlukan langkah yang cepat untuk belajar secara efektif. Karena cara
berpikir yang telah berkembang mampu memberikan refleksi, mengambil

124
langkah perspektif, dan mempunyai pikiran abstrak, beberapa pengajar
berasumsi bahwa para peserta didik yang lebih tua sungguh-sungguh belajar
pada saat mereka mendengarkan pelajaran. Keyakinan ini biasanya cukup kuat
bahkan pada saat pengajar kecewa dengan banyaknya hal yang tidak dipahami
dan sedikitnya pelajaran yang diterapkan. Mungkin keadaan lebih baik di masa
yang lalu, tetapi peserta didik masa kini merupakan produk dari pemirsa dan
pendengar dunia MTV, bergerak dan juga bermeditasi. Lebih lanjut, terdapat
suatu perbedaan yang jauh lebih besar pada peserta didik masa kini - berbeda
tidak hanya dalam hal jender, ras, dan etnis, tetapi juga pada gaya-gaya mereka
belajar. Belajar aktif diperlukan setidaknya untuk menambah gairah belajar, tetapi
juga untuk menunjukkan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan individu
dan berbagai macam intelegensia.

Alasan lain adalah kegiatan belajar itu tidak cukup aktif pada peserta didik lebih
tua adalah bahwa para pengajar merasa terbatas oleh pokok bahasan mereka
dan tertekan oleh jangka waktu yang terbatas yang mereka miliki untuk
mengajarkannya. Gagasan bahwa belajar itu terpisah ke dalam bidang-bidang
yang berbeda telah bertahan selama berabad-abad dan tidak dapat dilupakan
dengan mudah. Walaupun kondisi-kondisi dunia pasca modern mempertanyakan
bentuk-bentuk tradisional sekolah dan rancangan kurikulum, masih sulit untuk
meyakinkan sebagian besar petugas-petugas administrasi dan orang tua-orang
tua bahwa "menyelesaikan" suatu pokok bahasan hanyalah terbatas nilainya.
Lebih jauh lagi, paham bahwa kegiatan belajar aktif memerlukan waktu yang
terlalu banyak tetap bertahan - mungkin bagus dalam teori, tetapi tidak realistis
dalam praktik.
Mungkin alasan terkuat mengapa belajar aktif bukan tetap merupakan tAnda
yang resmi dari sekolah-sekolah untuk anak-anak yang lebih tua dan peserta
didik dewasa adalah bahwa belum cukup banyak saran konkret tentang
bagaimana untuk menerapkannya di dalam kelas.

125
Teknik-teknik pembelajaran aktif, sebenarnya memiliki konsep inti sebagai
berikut :
• Pembentukan tim (Team building):
Membantu siswa-siswa menjadi lebih terbiasa satu sama lain atau
menciptakan suatu semangat kerja sama dan saling ketergantungan.
• Penilaian di tempat (On-The-Spot assessment):
Mempelajari tentang perilaku-perilaku siswa-siswa, pengetahuan, dan
pengalaman siswa-siswa.
• Keterlibatan belajar seketika (Immediate learning involvement):
Menciptakan minat awal dalam pokok bahasan.

Sebagai tambahan, teknik-teknik di bawah ini dapat menggerakkan peserta didik


untuk mengambil peran aktif mulai dari permulaan.
• Full-class learning (Belajar sepenuhnya di dalam kelas):
Petunjuk dari pengajar yang merangsang seluruh kelas.
• Class discussion (Diskusi kelas):
Dialog dan debat mengenai pokok-pokok bahasan utama.
• Question Prompting (Cepatnya pertanyaan):
Siswa meminta klarifikasi/penjelasan
• Collaborate learning (Belajar dengan bekerja sama):
Tugastugas dikerjakan dengan kerja sama dalam kelompokkelompok kecil
peserta didik.
• Peer teaching (Belajar dengan sebaya):
Petunjuk diberikan oleh peserta didik.
• Independent learning (Belajar mandiri):
Aktivitas-aktivitas belajar dilakukan secara individual.
• Affective Learning (Belajar Afektif) :

126
Aktivitas-aktivitas yang membantu peserta didik untuk menguji perasaan-
perasaan, nilai-nilai, dan perilaku-perilaku mereka.
• Skill development (Pengembangan Keterampilan):
Mempelajari dan mempraktikkan keterampilan-keterampilan, baik teknis
maupun non-teknis.

Pada saat mengajar tambahkan kreativitas Anda sendiri! Pada saat Anda
mempraktikkan pembelajaran aktif ini, perhatikan saran-saran berikut:
• Pada saat Anda memperkenalkan suatu metode kepada para peserta
didik, tawarkan metode itu sebagai suatu alternatif dari cara-cara yang
biasa Anda lakukan dalam mengerjakan sesuatu, yang Anda pikir mungkin
akan bermanfaat untuk dicoba. Dapatkan umpan balik dari mereka.
• Jangan membebani peserta didik dengan terlalu banyak aktivitas. Lebih
sedikit kadang-kadang lebih berarti. Gunakan hanya sedikit untuk
menggairahkan suasana kelas.
• Buat petunjuk-petunjuk Anda dengan jelas. Peragakan atau illustrasikan
apa yang Anda harapkan dilakukan peserta didik sehingga tidak akan
muncul kebingungan yang kemungkinan dapat mengalihkan perhatian
meeka dari tujuan utama penggunaan teknik ini.

127
A. Memperkenalkan Konsep Belajar Aktif

Lebih dari 2400 tahun yang lalu Confucius menyatakan :


What I hear, I forget (Apa yang saya dengar, saya lupa.)
What I see, I remember (Apa yang saya lihat, saya ingat.)
What I do, I understand (Apa yang saya lakukan, saya paham.)
Tiga pernyataan sederhana ini membicarakan bobot penting
belajar aktif.

Mel Silberman telah memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius


tersebut menjadi apa yang ia sebut paham Belajar Aktif.
What I hear, I forget
What I hear and see, I remember a little.
What I hear, see, and ask questions about or discuss with someone
else, I begin to understand.
What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.
What I teach to another, I master

128
(Apa yang saya dengar, saya lupa)
(Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit)
(Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa
kolega/teman, saya mulai paham.)
(Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh
pengetahuan dan keterampilan.)
(Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya. )
Mengapa ia membuat pernyataan ini?
Terdapat beberapa alasan yang kebanyakan orang cenderung melupakan apa
yang mereka dengar. Salah satu alasan yang paling menarik adalah perbedaan
tingkat kecepatan bicara pengajar dengan tingkat kecepatan kemampuan siswa
mendengarkan.

Kebanyakan guru berbicara kurang lebih 100-200 kata per menit. Namun berapa
banyak kata yang dapat siswa dengar? Ini tergantung pada bagaimana mereka
mendengarkan. Jika siswa betul-betul konsentrasi, barangkali mereka dapat
mendengarkan antara 50-100 kata per menit, atau setengah dari yang dikatakan
guru. Hal ini karena siswa sambil berpikir ketika mereka mendengarkan. Sulit
dibandingkan dengan seorang guru yang banyak bicara. Barangkali para peserta
didik tidak konsentrasi karena sangat sulit berkonsentrasi secara terus menerus
dalam waktu lama, kecuali materi pelajaran menarik. Penelitian menunjukkan
bahwa siswa mendengarkan (tanpa berpikir) rata-rata 400-500 kata per menit.
Ketika mendengarkan secara terusmenerus selama waktu tertentu pada seorang

129
guru yang sedang bicara empat kali lebih lambat, siswa cenderung bosan, dan
pikiran mereka akan melayang ke mana-mana.

Sebenarnya, suatu penelitian menunjukkan bahwa siswa dalam ruang belajar


tidak memperhatikan kurang lebih 40% dari waktu yang tersedia (Pollio, 1984).
Lebih lanjut, siswa mencapai 70% pada sepuluh menit pertama belajar, mereka
hanya bertahan 20% pada sepuluh menit terakhir (McKeachie, 1986). Tidak
mengherankan jika siswa dalam kuliah pengantar psikologi hanya 8% lebih dari
kelompok pengontrol yang tidak pernah mengambil mata pelajaran itu sama
sekali (Rickard et. al, 1988). Bayangkan apa hasil yang akan terjadi di kelas
sekolah lanjutan menengah atas!

Dua tokoh terkenal dalam pergerakan kerja sama pendidikan, David Roger
Johson bersama-sama dengan Kal Smith, menunjukkan beberapa problem
kuliah secara terus-menerus Johnson, Johnson, & Smith, 1991):
• Perhatian siswa berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu.
• Ini hanya terjadi pada para siswa yang mengandalkan pendengaran
• Ini cenderung mengarah pada tingkat belajar lebih rendah dari informasi
faktual.
• Ini mengasumsikan bahwa semua siswa memerlukan informasi yang
sama dan pada langkah yang sama.
• Siswa cenderung tidak menyukainya

Dengan menambahkan visual pada pelajaran menaikan ingatan dari 14% ke


38% (Pike, 1989). Penelitian itu juga menunjukkan perbaikan sampai 200%
ketika kosa kata diajarkan dengan menggunakan alat visual! Bahkan, waktu
yang diperlukan untuk menyampaikan konsep berkurang sampai 40% ketika
visual digunakan untuk menambah presentasi verbal. Sebuah gambar barangkali

130
tidak bernilai ribuan kata, namun tiga kali lebih efektif dari pada hanya kata-kata
saja.

Manakala pengajaran menggunakan auditori dan visual, kesan menjadi lebih


kuat dengan dua sistem penyampaian itu. Juga beberapa siswa, sebagaimana
akan kita diskusikan nanti, lebih suka satu mode penyampaian dari mode-mode
yang lain. Dengan menggunakan keduanya, Anda memiliki kesempatan lebih
besar memenuhi kebutuhan, kebutuhan beberapa tipe siswa. Namun hanya
mendengarkan sesuatu dan melihatnya tidaklah cukup untuk mengetahuinya.

Otak kita tidak berfungsi seperti kerja audio recorder atau video tape recorder.
Begitu informasi masuk terus dipertanyakan. Otak kita mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan seperti:
Apakah saya telah mendengar atau melihat informasi ini sebelumnya?
Di mana informasi ini cocok? Apa yang dapat aku lakukan dengan ini?

Dapatkah saya mengasumsikan bahwa ini sama dengan gagasan yang telah
saya dengar kemarin, bulan yang lalu atau tahun yang lalu?

131
Otak tidak hanya menerima informasi, tetapi juga memprosesnya. Untuk
memproses informasi secara efektif, otak (the brain) membantu melaksanakan
refleksi baik secara eksternal maupun internal. Jika kita mendiskusikan informasi
dengan orang lain, dan jika kita diminta untuk mempertanyakannya, otak kita
dapat melakukan tugas belajar lebih baik. Sebagai contoh: Ruhl, Hughes, dan
Scholss (1987) menghendaki siswa mendiskusikan dengan partner tentang apa
yang guru presentasikan pada interval tertentu selama belajar. Bandingkan
dengan siswa pada kelas kontrol yang tidak ada pemberhentian untuk diskusi,
siswa-siswa ini memperoleh nilai dua tingkat lebih baik.

Baik juga, jika kita dapat melakukan sesuatu dengan informasi, kita memperoleh
umpan balik tentang seberapa baik kita mengetahui. Menurut John Holt (1967),
belajar semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut :
1. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri.
2. Memberikan contoh-contoh.
3. Mengenalnya dalam berbagai samaran dan kondisi.
4. Melihat hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan yang lain.
5. Menggunakannya dengan berbagai cara.
6. Memperkirakan beberapa konsekuensinya.
7. Mengungkapkan lawan atau kebalikannya.

132
Dalam banyak cara, otak seperti komputer dan kita sebagai penggunanya.
Sebuah komputer, tentu saja, perlu "dihidupkan" agar supaya dapat bekerja.
Otak kita perlu "dihidupkan" juga. Ketika belajar secara pasif, otak kita tidak
"hidup". Sebuah komputer memerlukan software yang tepat untuk menafsirkan
data-data yang dimasukkan. Otak kita perlu dihubungkan dengan apa yang
diajarkan pada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan bagaimana kita
berpikir. Ketika belajar secara pasif, otak kita tidak melakukan hubungan ini pada
software. Akhirnya, sebuah komputer tidak dapat menyimpan informasi yang
telah diproses tanpa "menyimpannya". Otak kita perlu mempertanyakan
informasi, merumuskan atau menjelaskannya pada orang lain agar dapat
menyimpannya dalam memori. Ketika belajar secara pasif, otak tidak menyimpan
apa yang telah dipresentasikan.

Apa yang terjadi ketika guru menumpahkan pada peserta didik dengan pikiran
mereka sendiri (walaupun penuh perhitungan dan diorganisasi dengan baik) atau
ketika mereka terlalu sering "biarkan saya tunjukkan padamu bagaimana"
demonstrasi dan penjelasan? Mencurahkan fakta dan konsep pada kepala
peserta bidik dan menguasai penampilan keterampilan dan prosedur yang
sebenarnya adalah terkait dengan belajar. Presentasi barangkali dapat membuat
kesan langsung pada otak, namun, tanpa memori fotografik, peserta didik tidak
dapat mengingat terlalu banyak untuk jangka waktu tertentu.

Tentu saja, belajar sesungguhnya bukanlah dengan cara menghafal.


Kebanyakan dari yang kita hapal hilang dalam beberapa hal. Belajar tidak dapat
ditelan secara keseluruhan. Untuk mengingat apa yang telah diajarkan, peserta
didik harus mencernanya. Seorang pengajar tidak dapat menjadikan kerja mental
peserta didik karena mereka harus secara bersama-sama apa yang mereka
dengar dan lihat ke kesatuan makna. Belajar yang sesungguhnya tidak akan
terjadi, tanpa ada kesempatan untuk berdiskusi, membuat pertanyaan,
mempraktikkan bahkan mengajarkan pada orang lain.

133
Lebih jauh, belajar bukanlah merupakan satu peristiwa pendek. Belajar terjadi
secara bergelombang. Ini memerlukan beberapa ekspose materi untuk
mencernanya dan memahaminya. ini juga memerlukan jenis-jenis ekspose yang
berbeda-beda, bukan sekadar pengulangan input. Sebagai contoh: Matematika
dapat biajarkan dengan alat konkret melalui buku latihan, dan dengan aktivitas
praktis harian. Setiap cara presentasi konsep membentuk pemahaman peserta
didik. Lebih penting lagi adalah cara bagaimana ekspose itu terjadi. Jika hal ini
terjadi pada peserta didik, maka akan terdapat tantangan mental bagi mereka.
Ketika 'belajar secara pasif, peserta didik mengalami proses tanpa rasa ingin
tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa daya tarik pada hasil (kecuali, barangkali,
sekadar sertifikat yang dia akan terima). Ketika belajar secara aktif, pelajar
mencari sesuatu. Dia ingin menjawab pertanyaan, memerlukan informasi untuk
menyelesaikan masalah, atau menyelidiki cara untuk melakukan pekerjaan.

Pendidik hendaknya menyadari bahwa peserta didik memiliki berbagai cara


belajar. Beberapa peserta didik paling baik belajar dengan cara melihat orang
lain melakukannya. Biasanya, mereka secara hati-hati mengurutkan presentasi
informasi. Mereka lebih senang mencatat apa yang pengajar katakan. Selama
pelajaran, mereka biasanya tenang dan jarang terganggu oleh suara. Peserta
didik yang bersifat visual adalah kebalikan dari peserta didik bersifat auditory,
yang seringkali tidak terganggu melihat apa yang pengajar lakukan, atau
membuat catatan. Mereka betul-betul ada pada kemampuannya untuk
mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin aktif bercakap-
cakap dan dengan mudah terganggu oleh suara. Peserta didik yang bersifat
kinesthetic adalah mengutamakan belajar dengan terlibat secara langsung dalam
aktivitas. Mereka cenderung pada gerak hati, dengan sedikit sabar. Selama
pelajaran berlangsung, mereka mungkin gelisah kecuali jika mereka dapat
bergerak dan melakukannya. Pendekatan mereka untuk belajar dapat terjadi
secara acak dan random.

134
Tentu saja, beberapa siswa termasuk pada satu jenis pelajar tersebut. Grinder
(1991) mencatat bahwa pada setiap grup dari 30 siswa, rata-rata 22 dapat
belajar secara efektif selama pengajar menyediakan visual, auditory, dan
aktivitas kinesthetic. Delapanpeserta didik sisanya lebih suka pada sebuah
model ketimbangdua model lain sehingga mereka berusaha untuk mengetahui
pelajaran kecuali jika perhatian khusus diarahkan pada presentasi dengan
modelnya yang paling mereka senangi. Agar dapat memenuhi kebutuhan ini,
pengajaran hendaknya dilakukan dengan multisensori dan diisi dengan berbagai
variasi.

Pengajar juga harus memperhatikan perubahan-perubahan pada gaya belajar


peserta didik. Selama 15 tahun yang lalu, Schroeder dan koleganya (1993) telah
memberikan tipe Indikator Myers-Briggs (MBTI) pada siswa akademi. MBTI salah
satu alat yang paling luas digunakan dalam pendidikan dan bisnis saat ini. Ini
terutama berguna untuk mengetahui peran individu yang berbeda-beda dalam
proses belajar. Hasilnya menunjukkan bahwa kurang lebih 60% siswa
mempunyai orientasi belajar praktis bukan teoretis, dan persentasenya
meningkat dari tahun ke tahun. Peserta didik lebih suka terlibat secara langsung,
pengalaman kongkretdaripada konsep dasar lebih dahulu dan menerapkannya
kemudian. Penelitian MBTI lain, Schroeder, menunjukkan bahwa para peserta
didik sekolah lanjutan atas lebih suka belajar aktivitas yaitu aktivitas kongkret
bukan aktivitas yang berupa refleksi abstrak dengan perbandingan 5:1. Dari ini
semua, dia menyimpulkan bahwa mode mengajar dan belajar aktif menciptakan
gabungan yang paling bagus untuk peserta didik sekarang. Agar efektif, pendidik
hendaknya menggunakan hal-hal berikut: diskusi kelompok kecil dan proyek
(penelitian), presentasi kelas dan berdebat, latihan pengalaman, pengalaman
lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus, Schroeder menekankan,
peserta didik sekarang "sangat pandai menyesuaikan dengan aktivitas kelompok
dan belajar secara bersama-sama."

135
Temuan-temuan ini tidak mengejutkan jika dipikirkan langkah aktif dari kehidupan
modern. Peserta didik sekarang hidup di dunia di mana hal-hal terjadi secara
cepat dan banyak pilihan dihadirkan. Suara-suara menggigit dan berbagai warna
merupakan getaran dan memotivasi. Objek-objek, baik yang riil maupun virtual,
lebih cepat. Kesempatan untuk mengubah sesuatu dari satu keadaan pada
keadaan yang lain terjadi di manapun.

Karena peserta didik sekarang menghadapi dunia dengan ledakan pengetahuan,


perubahan cepat dan serba tidak menentu, mereka menjadi was-was dan
defensif. Abraham Maslow mengajar kita bahwa manusia memiliki dua perangkat
kekuatan atau keperluan yang satu berusaha untuk tumbuh dan yang lain
melekat pada keselamatan. Seseorang yang harus memilih antara dua pilihan ini
akan memilih keselamatan bukan pertumbuhan. Keperluan akan merasa aman
harus terpenuhi sebelum pemenuhan kebutuhan pertumbuhan, mengambil risiko
dan eksplorasi baru dapat dilakukan. Pertumbuhan terjadi pada langkah-langkah
kecil, menurut Maslow, ….. dan "setiap langkah ke depan menjadi mungkin
melalui rasa aman, menerapkannya pada sesuatu yang tidak diketahui dari
tempat yang selamat (Maslow, 1969)".

Salah satu cara kunci untuk mencapai rasa aman dan selamat dikaitkan dengan
orang-orang lain dan merasa satu kelompok. Rasa dalam satu kelompok ini
memungkinkan peserta didik menghadapi perubahan-perubahan di hadapannya.
Ketika mereka belajar lebih senang dengan yang lain dari pada sendirian,
mereka memiliki dorongan emosional dan intelektual yang memungkinkan
mereka melampaui tingkat pengetahuan dan keterampilan mereka sekarang.
Jerome Bruner mengenalkan sisi sosial dari belajar dalam buku klasiknya yang
berjudul Toward a Theory of Instruction. Ia mendeskripsikan "suatu kebutuhan
manusia yang dalam untuk merespon yang lain dan secara bersama-sama
dengan mereka terlibat dalam mencapai tujuan", yang ia sebut reciprocity.
Bruner menekankan bahwa reciprocity merupakan sumber motivasi yang setiap

136
pengajar dapat mengalirkan stimulasi untuk belajar. Dia menulis, "di mana
keterlibatan diperlukan, reciprocity diperlukan bagi kelompok untuk mencapai
tujuan, kemudian terdapat proses yang menyebabkan individu terlibat dalam
belajar, mengantarkannya pada kemampuan yang diperlukan dalam menyusun
kelompok (Bruner, 1986). Konsep Maslow dan Bruner ini menggarisbawahi
perkembangan metode belajar kolaboratif menjadi populer di lingkungan
pendidikan sekarang. Dengan menempatkan peserta didik dalam kelompok dan
memberinya tugas dimana mereka saling tergantung satu dengan yang lain
untuk menyelesaikan pekerjaan adalah cara yang mengagumkan untuk memberi
kemampuan pada keperluan siswa dalam masyarakat. Mereka condong menjadi
lebih menarik dalam belajar karena mereka melakukannya dengan teman-teman
sekelas mereka. Sekali terlibat, mereka juga memiliki keperluan untuk bercakap-
cakap mengenai apa yang mereka alami dengan yang lain, yang mengarahkan
pada hubungan selanjutnya.

Aktivitas belajar kolaboratif membantu mengarahkan belajar aktif. Meskipun


belajar independen dan kelas penuh instruksi juga mendorong belajar aktif,
kemampuan untuk mengajar melalui aktivitas kerja kolaboratif dalam kelompok
kecil akan memungkinkan Anda untuk mempromosikan belajar aktif dengan cara
khusus. Apa yang peserta didik diskusikan dengan yang lain dan apa yang
peserta didik ajarkan pada yang lain menyebabkan dia memperoleh pemahaman
dan menguasai cara belajar. Metode belajar kolaboratif yang paling bagus yang
memenuhi persyaratan ini, disebut juga pelajaran Jigsaw. Dengan memberi

137
tugas yang berbeda-beda kepada peserta didik yang bervariasi akan
mempercepat mereka bukan hanya belajar bersama, tetapi juga saling mengajar
satu dengan yang lain.

Di samping argumen-argumen yang telah dikemukakan untuk mendukung


belajar aktif, banyak pengajar masih mengkhawatirkan tentang hal ini. Jika Anda
ikut terlibat dalam kepedulian mereka, respon berikut mungkin dapat membantu:
• Apakah belajar aktif hanya sekelompok "kegembiraan" dan "permainan"?
Bukan, ini bukan sekadar kegembiraan, meskipun belajar dapat berupa
kegembiraan dan masih berfaedah. Sebenarnya, banyak teknik belajar
aktif menghadapkan peserta didik pada tantangan-tantangan yang tidak
biasa yang mengharuskan kerja keras.
• Apakah belajar aktif terlalu memfokuskan pada aktivitas untuk aktivitasnya
itu sendiri di mana peserta didik tidak merefleksikan tentang apa yang
mereka pelajari?
Satu kepedulian nyata. Kebanyakan nilai dari belajar aktif berasal dari
berpikir tentang aktivitas ketika mereka melakukan dan mendiskusikan
maknanya dengan yang lain-lain. Jangan terlalu berlebihan pada fakta ini.
Belajar aktif memiliki berbagai saran untuk membantu siswa
merefleksikan apa yang telah mereka alami. Ini seringkali bermanfaat
untuk menyampaikan pelajaran singkat setelah aktivitas belajar aktif untuk
menghubungkan apa yang peserta didik telah alami dengan konsep yang
Anda inginkan untuk memperoleh penyilangan.

138
• Bukankah belajar aktif memerlukan waktu banyak? Bagaimana Anda
dapat menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode-
metode belajar aktif?
Tidak masalah bahwa belajar aktif memerlukan waktu lebih dari pada
mengajar langsung, tetapi terdapat banyak cara untuk menghindari
pembuangan waktu. Lebih jauh, meskipun kuliah dapat mencakup latar
belakang, seseorang harus mempertanyakan berapa banyak peserta didik
yang betul-betul belajar. Para pengajar memiliki kecenderungan untuk
mencakup permukaan dengan melemparkan semua yang mungkin
tentang pelajaran yang diberikan. Setelah itu, mereka beralasan, Anda
cukup memperoleh satu bagian dari aktivitas para peserta didik ini,
sehingga Anda lebih tepat merangkum semuanya. Ruang kelas di mana
belajar secara aktif memiliki kurikulum dan tujuan terbatas. Para pengajar
yang membimbing kelas ini menyadari bahwa para peserta didik akan
lebih banyak lupa dari pada yang mereka ingat. Manakala tingkat
kesulitan isi sedang (moderat), pengajar memiliki waktu untuk
menyediakan aktivitas yang memperkenalkan, mempresentasikan,
menerapkan dan merefleksikan pada apa yang sedang dipelajari.
• Dapatkah metode-metode belajar aktif menyebabkan bosan, dan
informasi tidak menarik?
Tentu saja! Mata pelajaran yang menarik mudah diajarkan. Ketika
pelajaran yang membosankan, seringkali hanya dengan metode-metode
belajar aktif yang menyenangkan dapat memenuhi siswa dan memotifasi
mereka untuk menguasainya, sekalipun materinya membosankan.
• Ketika Anda menggunakan kelompok dalam belajar aktif, bagaimana Anda
mencegah kelompok-kelompok itu dari memubazirkan waktu dan tidak
produktif?
Kelompok-kelompok bisa tidak produktif ketika hanya ada sedikit tim
pembentuk (team building) pada permulaan pelajaran dan ketika

139
kelompok kerja tidak disusun secara saksama dari luar. Para peserta didik
menjadi bingung apa yang harus dilakukan, sangat lemah mengorganisir
diri mereka sendiri, sekadar pada permukaan dan tidak fokus pada materi.
Terdapat beberapa cara untuk mengajar peserta didik bagaimana belajar
secara kelompok, seperti menugaskan peran kepada para anggota
kelompok, menetapkan aturan-aturan dasar kelompok, keterampilan
praktis kelompok, dan seterusnya. Banyak petunjuk dan teknik dalam
belajar aktif digunakan untuk problem ini.
• Dapatkah belajar aktif mematikan kelompok peserta didik?
Ya, hal itu dapat terjadi. Beberapa pengajar pernah menggunakan
kelompok-kelompok secara berlebihan. Pengajar tidak memberikan
kesempatan yang cukup pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu
secara individual. dan pengajar itu tidak melibatkan seluruh kelas untuk
belajar dan diskusi. Kuncinya bermacam-macam. Variasi dari model
belajar merupakan bentuk mengajar yang bagus. Beberapa teknik dalam
belajar aktif akan memberi Anda alternatif pada belajar kelompok kecil.
• Adakah bahaya ketika peserta didik yang saling salah informasi dalam
berbagai teknik?
Diduga ada sedikit bahaya, namun keuntungan dari memberikan belajar
sisi sosial jauh lebih berharga. Bagaimanapun, pengajar akan selalu dapat
mereview materi dengan keseluruhan kelas setelah peserta didik
berusaha secara aktif untuk mempelajarinya dengan cara mereka sendiri
dan mengajarkannya kepada peserta didik lainnya.
• Saya terbuai oleh belajar aktif, namun saya khawatir jika para peserta
didik saya juga begitu?
Semakin mereka kurang terbiasa belajar aktif, semakin sulit mereka
menerapkannya. Mereka barangkali biasa mengamat-amati pengajar
melakukan semua pekerjaan, mereka duduk di belakang dan yakin bahwa
mereka telah belajar sesuatu dan akan mengingatnya. Beberapa peserta

140
didik akan mengeluh bahwa belajar aktif hanya memubazirkan waktu.
Mereka barangkali terorganisir secara baik, penyampaian informasi
secara efisien, atau mereka ingin tahu tentang belajar dengan penemuan
dan eksplorasi sendiri. Dalam jangka panjang, mereka akan beruntung
dari belajar aktif seperti orang lain. Dalam jangka pendek, mereka kurang
rasa keingintahuannya, jika Anda memperkenalkan belajar aktif secara
bertahap. Sebaliknya, Anda akan mendapatkan penolakan yang berarti.
• Apakah mengajar dengan metode pembelajaran aktif memerlukan
persiapan dan kreativitas yang lebih?
Ya dan tidak. Suatu saat Anda memang memerlukan persiapan dan
kreativitas ekstra. Namun hal ini janganlah dirasakan sebagai beban.
Anda akan merasakan senang pada pengajaran Anda, dan enersi ini akan
berpindah pada aktivitas belajar siswa Anda. Suatu ketika, Anda
mendapatkan gagasan kreatif untuk belajar aktif adalah sesuatu yang
menantang. Pada mulanya, Anda berpikir bahwa bagaimana di dunia ini
Anda dapat mengajar topik-topik tertentu dengan aktif! Ini, tentu saja,
belajar aktif ada. Ini cenderung memudahkan pemindahan dengan
menyediakan Anda beberapa cara kongkret untuk membangun aktivitas,
variasi dan partisipasi ke dalam kelas Anda. Begitu Anda membaca setiap
teknik, saran-saran tersedia tentang bagaimana menerapkan dalam
pelajaran Anda. Saya yakin teknik-teknik ini sangat berguna untuk
memperkuat semua pelajaran Anda. Begitu Anda menerapkan setiap
teknik akan terhindarkan pembaca pasif. Identifikasi sebuah topik yang
akan Anda ajarkan atau untuk antisipasi pengajaran yang akan datang,
dan ingat-ingatlah seperti yang Anda baca. Dengan memelihara
seperangkat problem solving bukan informasi yang diterima seseorang,
Anda akan menjadi seorang pembaca yang aktif dan pada cara Anda
menjadi seorang pengajar yang aktif.

141
Lingkungan fisik dalam ruang kelas dapat mejadikan belajar aktif. Tak satupun
susunan ideal, namun terdapat beberapa pilihan yang dapat dipilih. Dekorasi
interior dari belajar aktif adalah menyenangkan dan menantang (khususnya jika
mebeler kurang ideal). Dalam beberapa hal, mebeler dapat dengan mudah diatur
untuk membentuk susunan yang berbeda-beda meskipun meja kursi tradisional
dapat dikelompokkan bersama-sama untuk membentuk susunan bujur sangkar
atau yang lainnya. Jika Anda memilih untuk melakukan begitu, suruhlah peserta
didik membantu memindahkan meja dan kursi. Itu menjadikan mereka "aktif'
juga.

Kebanyakan layout yang dideskripsikan di sini tidak dimaksudkan menjadi


susunan yang permanen. Jika mebeler Anda dapat dengan mudah dipindah-
pindah, sangat mungkin, menggunakan beberapa layout ini sesuai yang Anda
inginkan. Anda juga akan mendapatkan saran-saran tentang bagaimana
menggunakan sekalipun lingkungan ruang kelas yang paling tradisional untuk
belajar aktif.

1. Huruf U
Ini merupakan susunan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik memiliki
permukaan untuk menulis dan membaca, para peserta didik dapat melihat Anda
dan atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling
berhadapan langsung satu dengan yang lain. Ini juga mudah untuk
memasangkan mereka, terutama ketika terdapat dua tempat duduk setiap meja.
Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara
cepat karena Anda dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah
dengan seperangkat materi.
Anda dapat menyusun meja dan kursi dalam huruf U :

142
Sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat duduk dengan yang lain
sehingga kelompok kecil yang terdiri dari tiga peserta didik atau lebih dapat
keluar masuk dari tempatnya dengan mudah.

Anda dapat juga menyusun meja dan kursi seperti meja oblong dalam huruf
U yang kelihatan seperti setengah lingkaran.

2. Corak Tim
Mengelompokkan meja-meja setengah lingkaran atau oblong di ruang
kelas agar memungkinkan Anda untuk melakukan interaksi tim. Anda dapat
meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja untuk susunan yang paling
akrab. Jika Anda melakukan, beberapa peserta didik harus memutar kursi

143
mereka melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat Anda,
papan tulis atau layar.

Atau Anda dapat meletakkan kursi-kursi setengah lingkaran sehingga tidak


ada siswa yang membelakangi papan tulis.

3. Meja Konferensi
Ini terbaik jika meja relatif persegi panjang. Susunan ini mengurangi
pentingnya pengajar dan menambahkan pentingnya peserta didik. Susunan ini
dapat membentuk perasaan formal jika pengajar ada pada ujung meja.

Jika pengajar duduk di tengah-tengah sisi yang luas, para peserta didik di ujung
merasa tertutup.

144
Anda dapat membentuk sebuah susunan meja konferensi dengan
menggabungkan beberapa meja kecil (di tengahnya biasanya kosong)

145
4. Lingkaran
Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau
kursi untuk interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal
untuk diskusi kelompok penuh. sediakan ruangan yang cukup, sehingga Anda
dapat menyuruh peserta didik menyusun kursi-kursi mereka secara cepat dalam
berbagai susunan kelompok kecil.

Jika Anda menginginkan peserta didik


memiliki tempat untuk menulis, gunakan susunan
peripheral. Suruhlah mereka memutar kursi-
kursinya melingkar ketika Anda menginginkan
diskusi kelompok.

5. Kelompok untuk kelompok


Susunan ini memungkinkan
Anda melakukan diskusi fishbowl
(mangkok ikan) atau untuk menyusun permainan peran, berdebat atau observasi
aktivitas kelompok. Susunan yang paling khusus terdiri dari dua konsentrasi

146
lingkaran kursi. Atau Anda dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah,
dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

6. Workstation
Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, aktif di mana setiap
peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti
mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah
didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk
menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama.

7. Breakout groupings
Jika kelas Anda cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan
meja-meja dan kursi di mana kelompok kecil dapat melakukan aktivitas belajar
didasarkan pada tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok saling
berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hindarkan

147
penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas
sehingga hubungan di antara mereka sulit dijaga.

8. Susunan Chevron
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak melakukan belajar aktif.
Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia
meja oblong, barangkali perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas.
Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik
dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari pada baris lurus.
Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.

9. Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa
meja dan kursi, cobalah mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan-pasangan
untuk memungkinkan penggunaan teman belajar. Cobalah membuat nomor
genap dari baris-baris dan ruangan yang cukup di antara mereka sehingga
pasanganpasangan peserta didik pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar

148
kursi-kursi mereka melingkar dan membuat persegi panjang dengan pasangan
tempat duduk persis di belakang mereka pada baris berikutnya.

10. Auditorium
Meskipun auditorium menyediakan lingkungan yang sangat terbatas untuk
belajar aktif, namun masih ada harapan. Jika tempat duduk-tempat duduk itu
dapat dengan mudah dipindah-pindah, tempatkan mereka dalam sebuah arc
(bagian lingkaran) untuk membentuk hubungan lebih erat dan visibilitas peserta
didik.

Jika tempat-tempat duduk itu cocok, suruhlah peserta didik agar duduk sedekat
mungkin ke pusat. Berlaku asertif terhadap bentuk ini sekalipun dianggap
barisan lepas dari sisi audotorium.

Ingatlah tidak masalah seberapa besar auditorium dan seberapa banyak audien,
Anda masih dapat memasangkan mereka dan menggunakan aktivitas-aktivitas
belajar aktif yang melibatkan pasangan-pasangan.

149
Belajar aktif tidak dapat terjadi tanpa partisipasi peserta didik. Terdapat berbagai
cara untuk menyusun diskusi dan memperoleh respon dari para peserta didik
pada setiap saat selama pelajaran berlangsung. Beberapa di antaranya sangat
tepat ketika waktu terbatas atau keperluan-keperluan partisipasi sangat
dibutuhkan. Anda juga dapat mempertimbangkan gabungan dari metode-metode
ini sebagai contoh, menggunakan diskusi kecil dan kemudian mengundang
pembicara dari setiap kelompok berperan pada sebuah panel.

1. Diskusi Terbuka
Meminta sebuah pertanyaan dan membukanya pada kelompok besar tanpa
harus terstruktur lebih lanjut. Kualitas diskusi terbuka secara terus-menerus
akan terjadi. Jika Anda khawatir bahwa diskusi akan berjalan terlalu lama
katakan sebelumnya, "saya lebih suka meminta empat atau lima siswa untuk
ambil bagian ....". Untuk mendorong siswa mengangkat tangan mereka,
mintalah, "berapa banyak di antaramu yang merespon terhadap pertanyaan
saya?" kemudian panggillah peserta didik untuk mengangkat tangan mereka.

2. Kartu-kartu Respon
Bagikan kartu-kartu indeks dan mintalah jawaban-jawaban tanpa nama
terhadap pertanyaan Anda. Edarkan kartu-kartu indeks ke seluruh kelompok
atau yang lainnya membagikannya. Gunakan kartu respon untuk menghemat
waktu atau untuk menghilangkan nama orang dengan penyingkatan diri.
Perlunya mengungkapkan jawaban Anda secara ringkas pada sebuah kartu
merupakan keuntungan lain.

3. Polling
Susunlah suatu survei pendek dengan mengisi dan mendapatkan
perhitungan, atau poll peserta didik secara verbal. Gunakan polling untuk
mendapatkan data secara cepat dan kembalikan hasilnya kepada mereka

150
secepat mungkin. Jika Anda menggunakan survei verbal, mintalah
menunjukkan tangan atau meminta siswa untuk mengangkat kartu jawaban.

4. Diskusi Kelompok Kecil


Bagilah peserta didik ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas tiga
peserta atau lebih untuk berbagi informasi. Gunakan diskusi kelompok kecil
jika Anda memiliki cukup waktu untuk memproses persoalan dan masalah. Ini
merupakan salah satu metode kunci untuk mendapatkan partisipasi
seseorang.

5. Partner belajar
Suruhlah peserta didik mengerjakan tugas atau berdiskusi dengan
pertanyaan kunci bersama siswa yang duduk di dekatnya. Gunakan partner
belajar ketika Anda ingin melibatkan setiap peserta, tetapi tidak memiliki
cukup waktu untuk diskusi kelompok kecil. Pasangan merupakan konfigurasi
kelompok yang baik untuk mengembangkan sebuah hubungan suportif dan
atau untuk mengerjakan aktivitas-aktivitas kompleks yang tidak akan
membiarkan mereka pada konfigurasi kelompok besar.

6. Whips
Kelilingi kelompok dan dapatkan respon pendek pada persoalan kunci.
Gunakan whips ketika Anda ingin memperoleh sesuatu dari setiap peserta
secara cepat. Kalimat membentuk (contoh: "satu perubahan yang akan saya
buat di Amerika Serikat adalah … ") adalah sangat berguna dalam melakukan
whips. Ajaklah peserta didik "untuk lewat" kapan saja mereka mau.
Hindarkanlah perulangan, suruhlah setiap peserta untuk kontribusi baru pada
proses itu.

7. Panel

151
Mintalah sekelompok kecil peserta didik untuk mempresentasikan pandangan
mereka di depan kelas. Sebuah panel informal dapat dilakukan dengan
meminta pandangan-pandangan dari sejumlah peserta yang ada pada
tempat duduk mereka. Gunakan panel ketika waktu memungkinkan untuk
memfokuskan respon yang serius terhadap pertanyaan Anda. Putarlah
panelis untuk meningkatkan partisipasi.

8. Fishbowl
Suruhlah sebagian peserta didik untuk membentuk lingkaran diskusi, dan
suruhlah peserta sisanya membentuk lingkaran pendengar mengelilingi
mereka. Bawalah kelompok baru ke dalam lingkaran untuk melanjutkan
diskusi. Gunakan fishbowl untuk membantu memfokuskan pada diskusi
kelompok besar. Meskipun banyak menggunakan waktu, ini adalah metode
terbaik untuk menggabungkan berbagai kebaikan dari diskusi kelompok
besar dengan kelompok kecil. Sebagai variasi pada lingkaran konsentrasi,
suruhlah peserta yang masih duduk di tempatnya dan suruhlah meja-meja
yang berbeda atau bagian-bagian dari meja menjadi peserta diskusi, sedang
yang lain mendengarkan.

9. Game
Gunakan latihan lucu atau permainan kuis untuk mendapatkan ide-ide,
pengetahuan, atau keterampilan siswa. TV games sebagaimana ditunjukkan
Family Feud atau Jeopardy dapat digunakan sebagai dasar dari pennainan
yang memperoleh partisipasi. Gunakan permainan untuk membangkitkan
enersi dan keterlibatan. Permainan juga sangat berguna untuk membentuk
poin-poin dramatis yang jarang peserta lupakan.

10. Memanggil Pembicara Berikutnya


Suruhlah peserta didik mengangkat tangan ketika mereka ingin
menyampaikan pandangan mereka, dan meminta pembicara sekarang

152
memanggil pembicara berikutnya (sebagai pengganti peran pengajar).
Gunakan teknik ini ketika Anda yakin terdapat banyak perhatian dalam
diskusi atau aktivitas dan Anda ingin meningkatkan interaksi peserta didik.

Meskipun kita baru saja melihat sepuluh cara untuk mendapatkan partisipasi
peserta didik, penggunaan partner belajar layak mendapat perhatian khusus.
Satu cara yang paling efektif dan efisien untuk meningkatkan belajar aktif adalah
dengan membagi peserta berpasang-pasangan dan menyusun partner belajar.
Sungguh sulit untuk terlewatkan dalam berpasangan. Juga sulit bersembunyi
dalam partner. Belajar dengan partner dapat dalam waktu pendek atau panjang.
Belajar dengan partner dapat melakukan berbagai tugas secara cepat atau tugas
yang memerlukan waktu lebih lama, seperti dalam daftar berikut:
1. Mendiskusikan sebuah dokumen pendek bersama-sama.
2. Saling menginterview satu dengan yang lain mengenai reaksi partner
terhadap bacaan kuliah, video yang ditugaskan atau aktivitas pendidikan
yang lain.
3. Mengkritik atau mengedit pekerjaan tertulis antara teman satu dengan
yang lain.
4. Mempertanyakan patner Anda tentang tugas membaca.
5. Merangkum pelajaran atau sesi pelajaran bersama-sama.
6. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan secara bersama-sama pada
pengajar.
7. Menganalisis problem kasus, latihan atau percobaan bersama-sama.
8. Saling menguji satu dengan yang lain.
9. Merespon pertanyaan yang diberikan oleh pengajar.
10. Membandingkan catatan-catatan yang dilakukan di kelas.

Lingkungan belajar aktif adalah tempat di mana kebutuhan, harapan, dan


perhatian peserta didik mempengaruhi rencana pembelajaran pengajar. Anda
dapat mengajukan berbagai pertanyaan yang Anda tanyakan untuk memperoleh

153
tujuan-tujuan peserta didik. Beberapa di antaranya barangkali cocok untuk
situasi Anda. Anda dapat memperoleh jawaban-jawaban melalui sepuluh metode
untuk memperoleh partisipasi yang telah dideskripsikan lebih dahulu.
1. Pertanyaan-pertanyaan mengenai pelajaran apa yang Anda bawa ke
kelas?
3. Informasi atau keterampilan apa yang Anda inginkan dari pelajaran ini?
4. Informasi atau keterampilan apa yang tidak Anda butuhkan atau tidak
Anda perlukan?
5. Apa yang akan Anda dapatkan dari pelajaran ini? Sebutkan!
6. Harapan-harapan Anda apa dari kelas ini? Apa minat Anda?
7. Apakah tujuan pelajaran memenuhi kebutuhan Anda?
8. Pengetahuan atau keterampilan apa yang Anda rasakan dan butuhkan?
Yang mana yang baik yang Anda inginkan?
9. Apa harapan-harapan Anda mengenai pelajaran ini?

10. Kenapa Anda memilih pelajaran ini (jika pelajaran pilihan)? Kenapa Anda
datang?
11. Apa yang telah Anda dapatkan dari pelajaran yang lalu mengenai topik
ini?

Ceramah adalah sebuah metode mengajar yang paling disukai, tetapi apakah ini
memiliki tempat pada lingkungan belajar aktif? Digunakan terlalu sering,
ceramah tidak akan pernah mengarah ke belajar, tetapi berkali-kali ketika ini
dapat dilakukan secara efektif. Karena itu, pengajar hendaknya membangun
daya tarik dulu, memaksimalkan pengertian dan ingatan, melibatkan peserta
didik selama ceramah, dan memberi penguatan apa yang telah disajikan. Inilah
beberapa pilihan untuk melakukan hal itu.

Membangun Minat
1. Kemukakan cerita atau visual yang menarik:

154
Sajikan anekdot, cerita fiksi, kartun, atau grafik yang relevan yang dapat
memenuhi perhatian peserta didik terhadap apa yang Anda kerjakan.
2. Buatlah kasus problem:
Kemukakan suatu problem di sekitar ceramah yang akan disusun.
3. Tes Pertanyaan:
Berilah peserta didik sebuah pertanyaan (apakah mereka telah memiliki
sedikit pengetahuan sebelumnya) sehingga mereka akan termotivasi untuk
mendengarkan ceramah Anda untuk menjawabnya.

Memaksimalkan Pemahaman dan Ingatan:


1. Headlines:
Beri poin-poin utama dari ceramah pada kata-kata kunci yang berfungsi
sebagai subhiding verbal atau alat bantu ingatan.
2. Contoh dan analogi:
Kemukakan ilustrasi kehidupan nyata mengenai gagasan dalam ceramah,
dan jika mungkin, buatkan perbandingan antara materi Anda dan
pengetahuan dengan pengalaman yang telah peserta didik alami.
3. Alat bantu visual:
Gunakan flip chart, transparansi, handout singkat dan demonstrasi yang
membantu siswa melihat dan mendengarkan apa yang Anda katakan.

155
Melibatkan Peserta didik Selama Ceramah:
1. Tantangan Spot:
Hentikan ceramah secara periodik dan tantanglah (mintalah) peserta didik
untuk memberi contoh dari konsep yang disajikan untuk menjawab
pertanyaan kuis spot.
2. Latihan-latihan yang memperjelas:
Seluruh penyajian, selingi aktivitas-aktivitas singkat yang memperjelas poin-
poin yang Anda buat.

Memberi Daya Penguat Ceramah:


1. Aplikasi problem:
Ajukan problem atau pertanyaan pada peserta didik untuk diselesaikan
dengan didasarkan pada informasi yang diberikan waktu ceramah.
2. Review peserta didik:
Suruhlah peserta saling mereview isi ceramah satu dengan yang lain, atau
berilah mereka review test dengan memberi skor sendiri.

Bekerja dengan kelompok kecil merupakan bagian signifikan dari belajar aktif.
Sungguh penting untuk membentuk kelompok-kelompok secara cepat dan
efisien, pada saat yang sama, mengubah-ubah komposisi dan kadangkala
ukuran kelompok-kelompok seluruh kelas. Pilihan-pilihan berikut adalah alternatif
menarik bagi peserta didik memilih kelompok-kelompok mereka sendiri atau
membagi pada jumlah yang telah Anda tentukan.
1. Mengelompokkan kartu:
Tentukan berapa banyak peserta didik yang ada di kefas dan berapa banyak
kelompok-kelompok yang berbeda yang Anda inginkan pada seluruh sesi.
Sebagai contoh, pada sebuah kelas berjumlah 20 peserta, satu aktivitas
mungkin untuk empat kelompok yang beranggotakan 5 peserta; yang lain
untuk lima kelompok beranggotakan 4 peserta; yang lain lagi untuk enam
kelompok beranggotakan 3 peserta dengan dua pengamat. Tandailah

156
kelompok-kelompok ini dengan menggunakan titik (berwama merah, biru,
hijau, dan kuning untuk 4 kelompok), stiker dekoratif (lima stiker yang
berbeda pada tema umum untuk lima kelompok, misalnya: singa, kera,
harimau, jerapah, gajah), dan sebuah nomor dari nomor 1-6 untuk enam
kelompok). Secara random tempatkan nomor, titik berwarna dan stiker pada
sebuah kartu untuk setiap siswa dan masukkan kartu pada materi peserta.
Ketika Anda siap untuk membentuk kelompok-kelompok Anda. Identifikasikan
kode yang Anda gunakan dan arahkan peserta didik untuk menggabungkan
kelompok mereka pada suatu tempat yang telah ditentukan. Para peserta
akan dapat bergerak dengan mudah pada kelompok-kelompok mereka,
menghemat waktu dan memperkecil kebingungan. Untuk menjadikan proses
lebih efisien, Anda dapat menempatkan tanda yang menunjukkan daerah
pertemuan kelompok.
2. Teka-teki (Puzzles):
Dapatkan teka-teki menyusun potongan-potongan gambar peserta didik atau
buatkan sendiri dengan memotong-motong gambar dari majalah, tempelkan
gambar-gambar itu pada sebuah papan kartu, potong-potonglah mereka
pada bentuk, ukuran dan jumlah yang diinginkan. Pilihlah nomor teka-teki
sesuai dengan nomor kelompok yang Anda inginkan. Pisahkan teka-teki,
campurlah potongan-potongan itu, dan berilah setiap peserta sebuah teka-
teki. Ketika Anda siap untuk membentuk kelompok-kelompok Anda,
perintahkan peserta untuk menempatkan ini dengan potongan-potongan lain
yang diperlukan untuk melengkapi teka-teki.
3. Menemukan teman-teman atau keluarga fiksi yang terkenal:
Buatlah daftar anggota keluarga atau teman-teman secara fiksi yang terkenal
dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari tiga atau empat (seperti: Peter
Pan, Tingker Bell, Capten Hook, Wendy; Alice, Cheshire Cat, Queen of Heart,
Mad Hatter; Superman, Loin Lane, Jimmy Olsen, Clark Kent). Pilihlah nomor
yang sama dari ciri dasar fiksi sebagaimana yang ada pada peserta didik.

157
Tuliskan nama-nama fiksi pada kartu-kartu indeks, satu pada setiap kartu,
buatlah sebuah kelompok keluarga dari kartu. Kocoklah kartu-karlu itu dan
berikan setiap peserta sebuah kartu dengan nama fiksi. Ketika Anda siap
untuk membentuk kelompok, suruhlah peserta untuk mendapatkan anggota-
anggota lain dari keluarga mereka. Kelompok terkenal lengkap, mereka dapat
memperoleh tempat berkumpul.
4. TAnda pengenal nama:
Gunakan tanda pengenal nama dari bentuk dan atau warna yang berbeda-
beda untuk menandai kelompok yang berbeda-beda.
5. Hari kelahiran:
Suruhlah peserta didik untuk antre menurut kelahirannya, kemudian bagilah
pada jumlah kelompok yang Anda perlukan untuk aktivitas tertentu. Dalam
kelas-kelas besar, bentuklah kelompok-kelompok menurut bulan kelahiran.
Sebagai contoh, 60 peserta dapat dibagi menjadi 3 kelompok yang berukuran
sama dengan menyusun kelompok dari para peserta yang dilahirkan pada (1)
Januari, Februari, Maret, dan April; (2) Mei, Juni, Juli, dan Agustus; dan (3)
September, Oktober, November, dan Desember.
6. Kartu permainan:
Gunakan sebuah meja kartu permainan untuk membentuk kelompok.
Sebagai contoh: gunakan joker, queen, king, dan kartu As untuk membentuk
empat kelompok dengan empat anggota, dan tambahkan nomor kartu sesuai
dengan nomor peserta didik. Acaklah kartu-kartu itu dan berikan setiap
peserta satu kartu. Kemudian peserta langsung menunjuk yang lain dari jenis
mereka untuk membentuk sebuah kelompok.
7. Menulis nomor:
Tentukan nomor dan ukuran dari kelompok-kelompok yang akan Anda
bentuk, letakkan nomor pada kertas slip individual, dan letakkan mereka
pada sebuah kotak. Para peserta menulis sebuah nomor dari kotak itu untuk
menunjuk kelompok yang mereka miliki. Sebagai contoh: jika Anda

158
menginginkan 4 kelompok dengan empat anggota, Anda harus memiliki 16
kertas slip dengan 4 anggota setiap nomor 1-4.
8. Selera permen:
Berilah peserta didik sebungkus permen gula keras dari berbagai selera/rasa
untuk menunjuk kelompok. Sebagai contoh, 4 kelompok Anda dapat berupa
limun, gula mentega, cherry, dan mint.
9. Pilihlah hal-hal yang serupa:
Pilihlah permainan anak-anak pada sebuah tema umum dan gunakan
mereka untuk membentuk kelompok. Sebagai contoh: Anda dapat memilih
transportasi dan menggunakan mobil, kapal terbang, kapal laut, dan kereta
api. Setiap peserta hendaknya menggambar sebuah mainan dari kotak dan
menempatkan yang lain dengan permainan yang sama untuk membentuk
sebuah kelompok.
10. Materi peserta didik:
Anda dapat menandai materi belajar peserta dengan menggunakan kertas
klip berwarna, materi berwarna atau stiker pada penyangga untuk
menentukan kelompok.

Satu cara untuk memfasilitasi belajar aktif dalam kelompok kecil adalah
menugasi tugas-tugas pada anggota-anggota kelompok seperti pemimpin,
fasilitator, mengatur waktu, perekam, pembicara, pengamat proses atau manajer
materi. Seringkali, Anda dapat secara mudah meminta sukarelawan menempati
beberapa tanggung jawab ini. Tetapi kadangkala menyenangkan dan efisien
menggunakan strategi pilihan kreatif.
1. Penugasan berdasarkan alphabet:
Identifikasikan tugas-tugas yang diperlukan dan tugaskan mereka dalam
urutan alphabet dengan nama pertama. Dalam kelompok jangka waktu lama,
putarlah tugas-tugas dengan menggunakan aturan ini.
2. Penugasan menurut kelahiran:

159
Tentukan tugas dalam urutan akronologi kelahiran siswa (dalam tahun
kalender). Dalam kelompok jangka waktu lama putarlah tugas-tugas dengan
menggunakan aturan ini.
3. Nomor lotere:
Suruhlah anggota kelompok untuk membaginya. Letakkan nomor-nomor
yang dimiliki oleh anggota kelompok pada topi dan tentukan orang untuk
setiap tugas.
4. Warna lotere:
Pilihlah warna untuk setiap tugas. Orang yang memakai warna tertentu
menerima tugas itu.
5. Perlengkapan pakaian:
Tugaskan tanggung jawab dengan memilih perlengkapan pakaian, seperti
pemakai kacamata, perhiasan perak, sweater atau sepatu cokelat.
6. Voting:
Suruhlah anggota kelompok untuk memilih tugas. Salah satu metode populer
untuk menAndai anggota menunjuk orang yang mereka pilih. Orang dengan
jari paling banyak menunjuk padanya memperoleh tugas itu.
7. Penugasan random:
Suruhlah setiap anggota untuk menghitung dan mengemukakan empat digit
terakhir dari nomor telepon rumah (seperti 9999 = 36). Kemudian umumkan
sebuah nomor dari 1-36. Peserta dalam kelompok yang nomornya paling
dekat pada nomor tersebut, ia diberi tugas tersebut.
8. Pecinta binatang piaraan:
Berikan tugas yang telah ditentukan untuk peserta didik dengan jumlah
binatang piaraan terbanyak.
9. Ukuran keluarga:
Berikan tugas yang telah ditentukan untuk peserta dengan saudara kandung
paling banyak atau paling sedikit.
10. Door Prize:

160
Paling awal ke kelas, letakkan sebuah stiker sedemikian rupa sehingga
mengidentifikasikan satu anggota per kelompok. Metode-metode mencakup
sebuah stiker pada sebuah kartu nama, atau pada sebuah tempat duduk atau
meja, pada sebuah materi pelajaran dan sejenisnya. Peserta didik yang
menerima stiker memperoleh hadiah dari suatu tugas kelompok tertentu.
Untuk menghadiahkan lebih dari satu tugas, gunakan stiker dengan warna
yang berbeda-beda.

Diskusi kelas berperan sangat penting dalam belajar aktif. Dengan


mendengarkan keluasan ragam pandangan menantang peran peserta. Peran
Anda selama diskusi kelompok adalah memfasilitasi jalannya komentar dari
peserta. Sekalipun ini tidak perlu untuk menyela setelah setiap siswa berbicara,
secara periodik membantu kelompok agar kontribusi mereka dapat bermanfaat.
Inilah sepuluh poin menu fasilitas yang digunakan ketika Anda memimpin
kelompok diskusi.

1. Membuat parafrase apa yang peserta didik katakan sehingga sesuatu


merasa dipahami dan oleh peserta lain dapat dengarkan kesimpulan dari apa
yang telah dikatakan pada waktu yang lebih lama:
Sehingga, apa yang Anda katakan adalah bahwa Anda telah sangat berhati-
hati mengenai kata-kata yang Anda gunakan karena peserta tertentu
mungkin tersinggung olehnya.
2. Cek pemahaman Anda pada kata-kata peserta atau suruhlah ia untuk
mengklarifikasikan apa yang ia katakan.
Apakah Anda mengatakan bahwa kebenaran politis ini telah terlalu jauh?
Saya tidak yakin bahwa saya betul-betul memahami apa yang Anda maksud.
Dapatkah Anda mengulangi lagi?.
3. Melengkapi satu komentar yang menarik atau mendalam.
Itu poin yang bagus. Saya senang bahwa Anda membawakan itu pada
perhatian kita.

161
4. Elaborasikan kontribusi peserta didik pada diskusi dengan contoh-contoh,
atau sarankan sebuah cara baru untuk melihat problem.
Komentar Anda menyediakan poin menarik dari perspektif minoritas. Kita
juga dapat mempertimbangkan bagaimana mayoritas memandang situasi
yang sama.
5. Membangkitkan diskusi dengan mempercepat langkah, dengan
menggunakan humor, atau jika perlu mendesak kelompok untuk memberi
kontribusi lebih.
Oh saya, kita memiliki peserta didik yang diam di kelas ini! Inilah tantangan
untukmu. Untuk dua menit mendatang, mari kita lihat berapa banyak kata
yang dapat Anda pikirkan yang tidak lagi dapat diterima secara politis.
6. Tidak setuju pada komentar peserta untuk mendorong diskusi lebih lanjut.
Saya dapat melihat dari mana Anda mulai, namun saya tidak percaya apa
yang Anda deskripsikan selalu sesuai dengan masalah. Adakah peserta lain
memiliki pengalaman yang berbeda dari pengalaman Jim?
7. Tengahilah berbagai perbedaan pendapat antara peserta didik, dan kurangi
ketegangan yang ada.
Saya kira bahwa Susan dan Mary tidak betul-betul bertentangan satu dengan
yang lain namun hanya perbedaan sisi pandang dari keduanya terhadap isu
tersebut.
8. Gabungkan ide-ide, tunjukkan hubungan mereka satu dengan yang lain.
Sebagaimana Anda dapat melihat komentar dari Dan dan Jean, kata-kata
yang kita gunakan bisa menyinggung siswa. Keduanya telah memberi kita
sebuah contoh bagaimana mereka merasa eksklusif dengan kata-kata yang
didasarkan pada jender.
9. Ubahlah proses kelompok dengan alternatif metode untuk memperoleh
partisipasi atau memindahkan kelompok pada tingkat evaluasi ide yang telah
ditempatkan di depan kelompok.

162
Mari kita bagi pada kelompok-kelompok kecil dan lihatlah jika Anda dapat
menentukan dengan beberapa kriteria untuk menetapkan penggunaan kata
yang sensitif pada jender.
10. Simpulkan (dan rekamlah, jika diperlukan) pandangan-pandangan utama
dari kelompok.
Saya telah mencatat tiga ide utama yang berasal dari diskusi kelompok di
mana kata-kata itu menyakitkan: (a) mereka menyisihkan beberapa peserta,
(b) mereka menghina beberapa peserta, (c) mereka ditentukan hanya oleh
kultur mayoritas.

Aktivitas pengalaman betul-betul membantu membuat belajar aktif. Aktivitas


semacam itu secara khusus melibatkan bermain peran, games, simulasi,
visualisasi, dan tugas problem solving. Seringkali jauh lebih baik bagi peserta
didik untuk mengalami sesuatu dari pada sekadar mendengarkan dan
membicarakannya. Ketika memfasilitasi aktivitas pengalaman, inilah sepuluh
langkah untuk dipertimbangkan.
1. Terangkan tujuan Anda.
Peserta ingin mengetahui apa yang akan terjadi dan mengapa.
2. Kemukakan keuntungan.
Jelaskan mengapa Anda melakukan aktivitas dan beritahukan bagaimana
aktivitas itu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas lain sebelumnya.
3. Berbicaralah pelan-pelan ketika memberi pengarahan.
Anda juga mungkin memberikan dukungan visual. Pastikan pengantar dapat
dipahami.
4. Demonstrasikan aktivitas jika petunjuk itu sulit.
Biarkan peserta menyaksikan aktivitas sebelum mereka melakukannya.
5. Bagilah para peserta didik menjadi beberapa kelompok kecil sebelum
memberikan pengarahan lebih jauh.
Jika tidak, peserta mungkin lupa pada pengarahan ketika kelompok-
kelompok baru dibentuk.

163
6. Informasikan kepada peserta berapa lama waktu yang mereka miliki.
Kemukakan waktu yang tersedia untuk semua aktivitas, dan kemudian
beritahukan secara periodik berapa lama waktu yang masih tersisa.
7. Jagalah aktivitas tetap berjalan.
Janganlah memperlambat sesuatu dengan tanpa kontribusi peserta pada flip
chart atau papan tulis, dan jangan biarkan diskusi berjalan terlalu panjang.
8. Tantanglah peserta didik.
Terdapat energi lebih, ketika aktivitas menciptakan satu tingkac ketegangan
sedang. Jika tugas terlalu mudah, peserta akan menjadi malas.
9. Selalu diskusikan aktivitas.
Ketika sebuah aktivitas telah disimpulkan, ajaklah peserta untuk melanjutkan
merasakan bahwa aktivitas yang dihasilkan dan secara bersama-sama
melihat dan mempelajari isinya.
10. Susunlah dengan hati-hati proses pengalaman pertama.
Bimbinglah diskusi dan berikan hanya beberapa pertanyaan. Jika peserta
didik berada pada kelompokkelompok kecil, suruhlah mereka mengambil
giliran singkat untuk melibatkan respon mereka.

Bermain peran terutama berguna dalam metode belajar pengalaman. Ini dapat
digunakan untuk membangkitkan diskusi menghidupkan kembali peristiwa,
mempraktikkan keterampilan, atau untuk mengalami bagaimana fenomena rasa
tertentu. Agar berhasil ketika menerapkan bermain peran, membantu untuk
mengetahui cara yang berbeda-beda untuk menyusunnya dan memformatnya.

Penaskahan
1. Bentuk bebas:
Para peserta dapat diberikan skenario umum dan diminta untuk mengisi
secara detil oleh mereka sendiri,
2. Ditentukan:

164
Para peserta dapat diberikan instruksi yang telah dipersiapkan dengan baik
yang mengungkapkan fakta mengenai peran-peran yang mereka perankan
dan bagaimana mereka harus bertindak.

3. Semi ditentukan:
Para peserta dapat diberikan informasi latar belakang secara luas mengenai
situasi dan ciri utama digambarkan, namun tidak dikatakan bagaimana cara
mengatasi situasi.
4. Memainkan ulang kehidupan:
Para peserta dapat menggambarkan diri mereka sendiri dalam situasi aktual
yang mereka hadapi.
5. Bacaan dramatis:
Para peserta dapat diberikan tulisan yang telah dipersiapkan
sebelumnya untuk dilakukan.

Pemformatan
1. Simultan:
Seluruh peserta didik dapat dibentuk dalam berpasangan untuk sebuah
drama dua orang, bertiga untuk drama 3 orang, dan seterusnya, dan secara
simultan dapat mengambil permainan peran mereka.
2. Panggung di depan:
Seorang peserta didik atau lebih dapat memainkan peran di depan kelompok
dan peserta lain dari kelompok itu berperan sebagai pengamat yang memberi
feed back (umpan balik).
3. Bergiliran:
Aktor di depan kelompok dapat digilirkan, biasanya dengan interupsi
permainan peran selanjutnya dan menggantikan satu aktor atau lebih.
4. Aktor-aktor yang berbeda:
Lebih dari satu aktor dapat direkrut untuk memerankan situasi yang sama. Ini
memungkinkan kelompok untuk mengobservasi lebih dari satu gaya.

165
5. Diulangi:
Permainan peran dapat dipraktikkan kedua kalinya.

Metode apapun yang Anda gunakan, belajar aktif memerlukan waktu. Oleh
karena itu, penting bahwa tidak ada waktu terbuang. Bagaimanapun banyak guru
kehilangan kendali waktu dengan membiarkan waktu terbuang. Inilah hal-hal
yang dapat Anda lakukan untuk menghemat waktu.

1. Mulailah tepat waktu.


Ini berfungsi mengirimkan pesan pada pendatang yang terlambat bahwa
Anda serius. Jika seluruh siswa belum di kelas, Anda dapat mulai pelajaran
dengan suatu diskusi atau mengisi aktivitas yang perhatian secara penuh
tidak diperlukan.
2. Berilah instruksi secara jelas.
Jangan mulai suatu aktivitas manakala peserta bingung tentang apa yang
harus dilakukan. Jika pengarahan sulit, tuliskan.
3. Persiapkan informasi visual pada waktunya.
Jangan menulis poin kuliah pada flip chart atau papan tulis ketika peserta
mengamat-amati. Persiapkan poin sebelum ditulis. Juga, tentukan jika input
peserta betul-betul memerlukan. Jika begitu, jangan merekam semua kata
yang berasal dari diskusi kelas. Gunakan headlines untuk menangkap apa
yang peserta katakan.
4. Bagikan materi pelajaran dengan cepat.
Letakkan materi pelajaran dalam paket yang telah dipersiapkan; bagikan
paket ke tempat pentas dari ruang kelas sehingga beberapa siswa dapat
membantu pendistribusiannya.
5. Perlancarlah laporan kelompok kecil.
Suruhlah kelompok kecil untuk menulis ide-ide mereka pada sehelai kertas
dan meletakkan catatan mereka pada tembok ruang kelas. Sehingga semua
kerja kelompok dapat dilihat dan didiskusikan pada saat yang sama. Atau dari

166
satu kelompok ke kelompok, setiap satu laporan hanya satu item pada suatu
waktu sehingga setiap peserta dapat mendengarkan dengan mudah.
Kelompok kecil tidak perlu mengulang apa yang telah dikatakan.
6. Jangan biarkan diskusi berjalan sangat lamban.
Ungkapkan perlunya bergerak terus, tetapi selama diskusi selingan,
panggillah para peserta yang diam. Atau mulailah diskusi dengan watu yang
terbatas dan dengan menyarankan seberapa banyak kontribusi waktu yang
ada.
7. Dapatkan sukarelawan dengan cepat.
Jangan menanti berlarut-larut untuk sukarelawan muncul. Rekrutlah relawan
sebelum pelajaran mulai atau mulai kembali setelah istirahat; panggillah
peserta secara konsisten manakala tidak ada relawan dengan cepat.
8. Bersiaga terhadap kelompok-kelompok yang capek atau lesu.
Sediakan daftar gagasan, pertanyaan atau bahkan jawaban dan suruhlah
peserta untuk memilihnya yang mereka setujui; perseringlah daftar Anda
dengan mendorong pikiran dan isu dari peserta.
9. Percepatlah langkah aktivitas dari waktu ke waktu.
Seringkali dengan meletakkan peserta dalam waktu terbatas mendorong
mereka dan menjadikan mereka lebih produktif.
10. Dapatkan perhatian kelas yang cepat.
Gunakan berbagai pengikat atau perhatian untuk memperoleh bagianbagian
untuk mengemukakan pelajaran yang telah Anda siapkan untuk
mengumpulkan mereka setelah aktivitas kelompok kecil.

Dengan menggunakan teknik-teknik belajar aktif cenderung mengurangi problem


manajemen kelas yang seringkali mengganggu pengajar yang betul-betul
merasa berat pada ceramah dan diskusi kelompok besar. Jika kesulitan-
kesulitan, seperti monopoli, gangguan dan menarik tingkah laku masih terjadi,
inilah beberapa intervensi yang dapat Anda gunakan. Beberapa hal baik untuk
peserta secara individual; yang lainnya untuk kelas secara keseluruhan.

167
1. Berilah tanda secara non-verbal.
Kontaklah para siswa dengan mata atau mendekat pada mereka ketika
mereka bercakap-cakap sendiri, mulai terkantuk atau bersembunyi dari
partisipasi. Tekan jari Anda bersama-sama untuk memberi tanda tanpa kata-
kata pada peserta untuk menyelesaikan apa yang mereka katakan. Buatlah
tanda "T" dengan jari-jari Anda untuk menghentikan perbuatan yang tidak
diinginkan.
2. Dengarkan dengan penuh perhatian.
Ketika peserta memonopoli diskusi, hentikan pada suatu singgungan atau
berargumen dengan Anda, hentikan dengan rangkuman dari pendapat-
pendapat mereka dan kemudian suruhlah yang lain untuk berbicara. Atau
Anda dapat mengakui nilai dari pandangan mereka atau menyuruh mereka
mendiskusikan pandangan mereka dengan Anda waktu istirahat.
3. Urutkan pada deret.
Ketika peserta didik yang sama selalu berbicara di kelas sedangkan yang lain
diam, ajukan sebuah pertanyaan atau problem dan tanyakan berapa jumlah
peserta yang meresponnya. Anda hendaknya melihat tangan peserta yang
baru mengacung. Tunjuklah satu di antara mereka. Teknik yang sama dapat
berfungsi ketika berusaha untuk mendapatkan relawan untuk permainan
peran.
4. Kemukakan aturan-aturan partisipasi.
Dari waktu ke waktu, katakan pada peserta bahwa Anda akan menggunakan
aturan-aturan sebagai berikut:
a. Dilarang tertawa selama permainan peran.
b. Hanya peserta yang belum berbicara boleh berpartisipasi.
c. Bangunlah setiap ide yang muncul.
d. Bicaralah untuk Anda sendiri, bukan untuk yang lain.
5. Gunakan humor secara wajar.
Salah satu cara untuk memalingkan tingkah laku yang sulit adalah dengan
menggunakan humor pada peserta. Berhati-hatilah jangan sampai

168
menyinggung atau merendahkan. Protes pelecehan secara satria (seperti:
"cukup, cukup pada suatu hari"). Dengan humor, tempatkan diri Anda sebagai
peserta (seperti: "saya menduga saya layak untuk ini.")
6. Rangkaikan pada level personal.
Apakah problem peserta adalah permusuhan atau tidak mau terlibat, buatlah
poin yang dapat mereka ketahui waktu istirahat. Tidaklah diinginkan para
peserta didik akan melanjutkan memberi Anda waktu yang sulit atau tetap
menjaga jarak jika Anda telah menaruh perhatian pada mereka.
7. Ubahlah metode partisipasi.
Kadang-kadang Anda dapat mengendalikan kerusakan yang dilakukan oleh
peserta nakal dengan memasukkan format baru seperti menggunakan
pasangan atau kelompok kecil daripada aktivitas kelas secara keseluruhan.
8. Nafikan tingkah laku negatif secara halus.
Perhatikan sedikit atau abaikan tingkah- tingkah laku yang tidak bernuansa.
Lanjutkan pelajaran dan perhatikan juga jika mereka pergi.
9. Diskusikan tingkah laku yang sangat negatif secara pribadi.
Anda harus menghentikan tingkah-tingkah laku yang Anda temukan merusak
belajar. Mintalah dengan tegas, secara pribadi, perubahan dalam tingkah laku
dari para peserta didik yang merusak. Jika kelas keseluruhan terlibat,
hentikan pelajaran dan jelaskan dengan jelas apa yang Anda perlukan dari
peserta untuk melakukan pelajaran secara efektif.
10. Jangan ambil kesulitan-kesulitan personal yang Anda hadapi.
Ingatlah bahwa banyak problem tingkah laku yang tidak perlu Anda terlibat.
Itu terkait dengan kekhawatiran atau kebutuhan personal atau salah marah
pada orang lain. Perhatikan jika Anda dapat memilih isyarat kalau ini yang
menjadi kasus dan suruhlah jika peserta dapat menempatkan kondisi yang
mempengaruhi keterlibatannya yang positif di kelas.

169
B. Bagaimana Membuat Peserta Didik Aktif sejak Dini

Ketika Anda memulai pelajaran, maka sangat penting membuat para peserta
didik agar aktif sejak awal. Jika tidak, maka Anda akan mengambil risiko
terjadinya kapasitas seperti halnya semen yang dalam waktu tertentu akan
membeku. Berbagai kegiatan pembuka struktur pembelajaran dibuat agar
peserta didik lebih mengenal, menggerak-gerakkan, membangkitkan pikiran dan
memancing perhatian mereka terhadap mata diklat. Pengalaman-pengalaman ini
dapat dianggap sebagai "pembangkit selera" pada berbagai jenis makanan,
perangsang selera makan tersebut akan memberikan peserta didik sebuah rasa
apa yang diminati. Meskipun beberapa guru memilih memulai suatu pelajaran
harrya dengan sebuah pengantar singkat, namun paling tidak dengan
menambah sebuah latihan pembuka terhadap perencarnaan pengajaran Anda
merupakan langkah pertama yang mempunyai banyak keuntungan. Mari kita
eksplorasi bersama mengapa demikian.

Pada saat-saat paling awal pengajaran aktif, ada tiga tujuan penting yang harus
dicapai. Arti penting tujuan tersebut hendaknya tidak diabaikan, walaupun
pelajaran hanya berakhir satu sesi. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Membangun Tim (Team building):
Bantulah peserta didik menjadi kenal satu sama lain dan ciptakan semangat
kerja sama dan saling bergantung
2. Penegasan:
Pelajarilah sikap, pengetahuan, dan pengalaman para peserta didik.
3. Keterlibatan Belajar Seketika:
Bangkitkan minat awal pada mata pelajaran/mata diklat.

170
Semua tujuan ini, membantu tercapainya mengembangkan lingkungan belajar
yang melibatkan peserta didik, mengembangkan kemauan mereka untuk
berperan serta dalam pengajaran aktif, dan menciptakan norma-norma ruang
kelas yang positif. Mengambil dimanapun mulai dari lima menit sampai dua jam
untuk kegiatan-kegiatan pembuka (tergantung pada lamanya pelajaran Anda)
akan menjadi waktu yang baik untuk dimanfaatkan. Memperkenalkan kembali
kegiatan-kegiatan ini dari waktu ke waktu dari keseluruhan materi pelajaran juga
membantu memperbarui kekompakan tim, memperbaiki pengukuran, dan
membangun kembali minat dalam mata pelajaran.

1. Tingkat ancaman:
Apakah pelajaran yang Anda ajarkan terbuka terhadap gagasan dan kegiatan
baru, atau apakah Anda mengantisipasi keragu-raguan dan keberatan dari
para peserta didik pada awalnya? Membuka dengan sebuah strategi yang
menunjukkan tidak adanya pengetahuan dan keterampilan peserta didik
dapat berbahaya. Mereka mungkin tidak siap mengungkapkan keterbatasan-
keterbatasan mereka. Sebagai gantinya, sebuah strategi yang meminta para
peserta untuk berkomentar tentang sesuatu yang sudah akrab dengan
mereka akan mempermudah keterlibatan mereka dalam pelajaran.
2. Ketepatan terhadap norma-narma peserta didik:
Sebuah kelas peserta remaja atau orang dewasa mungkin pada awalnya
kurang menerima untuk memainkan permainan-permainan dibandingkan
dengan yang dilakukan oleh sebuah kelompok dari kelas lima. Para peserta
didik perempuan mungkin merasa lebih nyaman berbagi perasaan mereka
dalam sebuah latihan penyingkapan diri dibandingkan dengan peserta laki-
laki. Anda menetapkan langkah bagi keseluruhan pelajaran ketika Anda
memilih sebuah kegiatan pembuka, pertimbangkan audiensi Anda dan
rencanakan secara tepat.

171
3. Relevansi terhadap mata pelajaran:
Jika Anda tidak tertarik pada sebuah strategi saling menukar nama secara
sederhana, maka berbagai strategi yang mungkin Anda baca menawarkan
sebuah kesempatan yang baik bagi para peserta didik untuk memulai
mempelajari materi pelajaran. Gunakan strategi ice breaker (pemecah
kebekuan) untuk memberi gambaran terhadap materi yang sedang Anda
rencanakan untuk diajarkan. Semakin erat hubungan antara latihan Anda
dengan mata pelajaran, maka semakin mudah transisi yang akan bisa Anda
buat terhadap berbagai kegiatan pengajaran penting yang harus Anda miliki.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut mempunyai relevansi dengan setiap


aspek dari rangkaian pengajaran Anda, namun sangat penting dalam tahap-
tahap pembuka. Sebuah pembuka yang sukses akan menentukan langkah suatu
pembelajaran yang sukses. Demikian juga, sebuah pembuka yang nampaknya
mengancam, iseng, atau tidak dikaitkan dengan bagian pelajaran Anda akan
mengakibatkan situasi buruk yang sulit diatasi.

172
DAFTAR PUSTAKA

Meredith Geoffray, Kewirausahaan, Teori dan Praktek. Pustaka Binamon


Pressindo, Jakarta, 2000.

Suryana,Msi. Kewirausahaan. Salemba Empat, Jakarta, 2001.

Alma Buchari. Kewirausahaan Panduan Perkuliahan. Salemba Empat,


Jakarta, 2000.

Longenecker, Moore dan Petty. Kewirausahaan Manajemen usaha Kecil.


Salemba Empat, Jakarta, 2000.

Sarbana Baban. Great Spirit for Success. Elex Media Computindo, Jakarta,
2003.

Silberman Men. 101 Active Learning. Salemba Empat, Jakarta, 2003.

173

You might also like