You are on page 1of 12

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software

http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

FORMULASI SEDIAAN SUPPOSITORIA EKSTRAK ETANOL


DAUN HANDEULEUM (Graptophyllum pictum (L.) Griff)
DALAM BASIS OLEUM CACAO

Fith Khaira Nursal , Ari Widayanti


Program Studi Farmasi, FMIPA Universitas Muhammadiyah Prof.DR HAMKA, Jakarta

ABSTRAK

Tanaman handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) diketahui memiliki


kandungan kimia antara lain alkaloid, steroid, saponin, flavonoid, tanin dan lendir
yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan wasir. Penggunaan daun handeuleum
dapat disederhanakan dengan membuat sediaan suppositoria, dalam bentuk
ekstrak etanol 70% daun handeuleum.

Suppositoria dibuat dalam basis lemak coklat ( oleum cacao) dan penambahan
stiffening agent Cera alba, dan bertujuan mendapatkan formula optimum
suppositoria ekstrak etanol 70 % daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.)
Griff). Suppositoria dibuat dalam lima formula dengan variasi Cera alba 3%,
3.5%, 4%, 4.5% dan 5%, dan diuji sifat fisiknya meliputi penampilan, keragaman
bobot, suhu lebur dan waktu lebur.

Hasil penelitian menunjukan bahwa semua formula suppositoria secara fisik


memenuhi persyaratan, namun perbedaan konsentrasi Cera alba menghasilkan
suhu lebur yang berbeda pada tiap-tiap formula. Hasil pengujian statistik (Anava
satu arah ) diperoleh nilai p < 0,05 yang berarti adanya perbedaan bermakna antar
formula. Hasil optimum dinampakkan oleh F3 yang mengandung Cera alba 4%,
dengan memberikan suhu lebur yang paling mendekati persyaratan farmasetika.

Kata kunci : ekstrak daun handeuleum, suppositoria, oleum cacao, cera alba.

1
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

PENDAHULUAN

Bahan alam berupa tumbuh-tumbuhan merupakan keanekaragaman hayati yang


masih sedikit menjadi subjek penelitian di Indonesia, disebabkan pemanfaatan
tumbuhan untuk pengobatan suatu penyakit hanya berdasarkan pengalaman yang
diwariskan secara turun-temurun. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka penggunaan tanaman obat pun menjadi semakin berkembang.
Kondisi inilah yang memacu usaha untuk menggali informasi kandungan senyawa
kimia dan bioaktivitas tumbuhan obat melalui penelitian ilmiah menjadi sangat
penting.

Salah satu tanaman yang ada di Indonesia berkhasiat sebagai obat adalah tanaman
handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff)., yang ketersediaannya masih
kurang dan untuk menggunakannya harus mencari sejumlah daun yang akan
diberikan kepada penderita wasir, sehingga dirasa perlu untuk membuat suatu
sediaan yang praktis dan tersedia sewaktu dibutuhkan. Pengobatan wasir dengan
tepat menggunakan suppositoria, yaitu sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk yang diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra. Persyaratan utamanya
harus meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh(1).

Penelitian khasiat terhadap manfaat daun handeuleum terhadap wasir telah


dilakukan oleh Dr. Sardjono O. Santoso, yang menemukan efek hilangnya gejala-
gejala wasir (nyeri, panas, pendarahan, dan sebagainya) pada penderita yang
mendapat daun segar 9 g sampai 10 g yang direbus dalam 2 gelas air menjadi 1
gelas, diminum 1 gelas sehari selama maksimal 5 hari.

Suppositoria merupakan sediaan padat yang dapat bertindak sebagai pelindung


jaringan setempat, berupa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan
dasar suppositoria adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam
lemak polietilen glikol. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada
satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2g(1).
Suppositoria untuk wasir memberikan efek lokal. Basis-basis yang digunakan
untuk obat-obat ini sebenarnya tidak diabsorbsi, lambat meleleh, dan lambat
melepaskan obat, berbeda dengan basis-basis suppositoria untuk obat-obat
sistemik. Efek lokal umumnya terjadi dalam waktu setengah jam sampai paling
sedikit 4 jam(2)

Lemak coklat atau oleum cacao merupakan basis suppositoria yang paling banyak
digunakan, karena memiliki sifat yang memenuhi persyaratan sebagai basis ideal,
diantaranya tidak berbahaya, lunak, tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur
tubuh. Persyaratan penting lainnya adalah suppositoria yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi farmasetika secara umum.

Suhu yang cukup tinggi dapat mempengaruhi stabilitas fisik suppositoria dengan
menggunakan basis oleum cacao ini, karenanya diperlukan suatu bahan untuk
meningkatkan suhu leburnya. Bahan tersebut dikelompokkan sebagai stiffening
agent (3). Dilaporkan pada suhu 30 oC Oleum cacao akan mulai mencair dan

2
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

biasanya meleleh sekitar suhu 34–35oC, jika suhu pemanasannya tinggi, akan
mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal stabil
yang berguna untuk memadat(4).

Salah satu senyawa yang berfungsi sebagai pengeras atau stiffening agent adalah
Cera alba (malam putih) yang dapat digunakan untuk menaikkan dan
menurunkan titik leleh oleum cacao. Dilaporkan kurang dari 3% malam putih
dapat menurunkan titik leleh Oleum cacao, sedangkan pada penambahan lebih
dari 5% dapat menaikkan titik leleh di atas suhu tubuh, dan disarankan
penggunaan sebesar 4%.

Berdasarkan alasan tersebut, dibuat tinjauan formulasi sediaan suppositoria


ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dan dicari kondisi
optimum dengan memvariasikan konsentrasi Cera alba sebagai stiffening agent
dan dilihat pengaruhnya terhadap peningkatan titik lebur Oleum cacao serta
kestabilan suppositoria secara farmasetika.

Evaluasi dengan beberapa metode uji untuk menjamin bahwa suppositoria yang
dibuat secara tetap memenuhi standar yang ditetapkan selama pembuatan.
Suppositoria secara rutin diperiksa penampilannya, setelah dipotong memanjang
untuk keseragaman campuran tersebut. Suppositoria tersebut diuji bahan-bahan
aktifnya untuk menjamin bahwa masing-masing suppositoria isinya sesuai dengan
apa yang disebut pada etiket. Uji kisaran leleh dilakukan untuk mengecek
karakteristik fisik dan karakteristik absorbsi dibuat dan uji keregasan untuk
memastikan bahwa suppositoria tersebut dapat dikemas dengan kerusakan
minimal(2). Uji appearance lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di
dalam basis suppositoria. Keseragaman bobot untuk mengetahui bobot rata-rata
suppositoria yang dibuat dan menjamin bahwa suppositoria yang dibuat
memenuhi persyaratan keseragaman bobot. Pengujian disolusi diperlukan untuk
mengetahui persentasi pelepasan bahan aktif dari basis melalui penetapan kadar
zat aktif (ekstrak) terlarut dalam media disolusi.

Metodologi

1. Alat dan Bahan


Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi alu, lumpang, cawan penguap, gelas arloji,
spatel, sudip, alat cetak suppositoria, timbangan analitik, perkamen, thermometer,
kompor listrik, alumunium foil, beker glass, tabung reaksi, Suppository Melting
point tester, Melting point tester dan batang pengaduk.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun


handeuleum, Cera alba, Oleum cacao, bentonit, Paraffin liquidum dan aqua
destillata.

3
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

2. Prosedur Penelitian

A. Pembuatan dan karakterisasi ekstrak daun haendeleum


Pembuatan ekstrak

- Daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) segar yang sudah


dideterminasi ditimbang seberat 20 g (±14 helai daun).
- Daun dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, lalu dihaluskan hingga
menjadi serbuk
- Serbuk Daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dimaserasi
dengan pelarut etanol 70% 1:7
- Filtrat diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak
kental.
Pemeriksaan ekstrak (17)
- Organoleptis
Pengamatan dilakukan secara organoleptis dengan memperhatikan
bentuk, bau, dan warna ekstrak.
- Kelarutan
Ekstrak dilarutkan satu persatu dalam pelarut air, etanol 70% dan
kloroform.
Penapisan fitokimia(20)
- Pengujian kandungan flavonoid
Ekstrak kental (1 g) ditambahkan H2SO4(p), jika terbentuk warna
kuning sampai jingga menunjukkan adanya Flavonoid. Cara lainnya
dengan menambahkan FeCl3 terhadap ekstrak maka akan terbentuk
warna hijau coklat.
- Pengujian kandungan golongan kimia Tanin
Ekstrak kental (±) ditambah 50ml air panas, kemudian dididihkan
150oC, didinginkan lalu disaring dengan kertas saring dan diambil
filtratnya kemudian ditambah 1 – 2 tetes FeCl3 1%. Terbentuknya
warna hijau kehitaman atau biru tua menunjukkan adanya tanin.
- Pengujian kandungan alkaloid
Ditimbang 500 mg sampel, kemudian ditambahkan 1ml HCl 2 N dan 9
ml air, panaskan di atas penangas selama 2 menit, dinginkan dan
saring. Tambahkan larutan Mayer. Hasil positif dengan adanya
gumpalan putih yang larut dalam metanol.
Pengujian kandungan golongan kimia saponin
Ekstrak kental (1 g) ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan lalu kocok
kuat kuat 10 detik. Amati ada / tidak buih, jika terbentuk buih setinggi 3
cm dan pada penambahan asam klorida buih tidak hilang menunjukan
adanya saponin.

4
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

B. Formulasi suppositoria

Suppositoria dibuat dalam lima formula dan satu formula kontrol, dengan
bobot setiap suppositoria 2 g, formula terlihat pada table berikut :

Tabel I. Formula suppositoria


F1 F2 F3 F4 F5 FK
Bahan
% % % % % %
Ekstrak Handeuleum 16,42 16,42 16,42 16,42 16,42 16,42
Cera alba 3 3,5 4 4,5 5 0
Bentonit 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Aqua dest qs qs qs qs qs qs
Oleum Cacao ad 100 100 100 100 100 100

Pembuatan suppositoria dilakukan dengan metode cetak tuang dengan cara


sebagai berikut :
1. Pembuatan basis
a) Alat-alat disiapkan dan bahan-bahan yang diperlukan ditimbang
b) Oleum cacao dilebur dalam cawan penguap di atas water bath
c) Basis dituang ke dalam cetakan, dinginkan pada suhu kamar, lalu
masukkan ke dalam lemari pendingin.
d) Suppositoria yang sudah jadi dikeluarkan dari cetakannya, lalu
ditimbang untuk perhitungan bilangan pengganti
2. Basis dan zat aktif
a) Oleum cacao dilebur dalam cawan penguap di atas water bath (M1).
b) Bentonit dikembangkan dengan air secukupnya, lalu digerus dengan
ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) hingga
homogen (M2)
c) M1 ditambahkan kedalam M2 lalu diaduk hingga homogen.
d) Basis dan zat aktif dituang ke dalam cetakan yang sudah
didinginkan sebelumnya.
e) Setelah membeku suppositoria dikeluarkan dari cetakan lalu
ditimbang untuk perhitungan bilangan pengganti.
f) Setelah diperoleh bilangan pengganti dihitung jumlah bahan-bahan
yang dibutuhkan untuk setiap formulanya.
3. Basis + zat aktif + Cera alba (dengan bilangan pengganti)
a) Bentonit dikembangkan dengan air secukupnya, setelah
mengembang lalu digerus dengan ekstrak daun handeuleum
(Graptophyllum pictum (L.) Griff) ad homogen (M1)
b) Sebagian oleum cacao dilebur dalam cawan penguap di atas water
bath sampai meleleh (M2), dan dalam wadah lain lebur Cera alba
sampai meleleh (M3)
c) M2 + M3 lalu digerus sampai homogen → M4
d) M4 digerus dengan oleum cacao yang belum dilebur ad
homogen→ M5
e) M5 + M1 gerus ad homogen → M6

5
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

f) Basis dan zat aktif dituang ke dalam cetakan yang telah


didinginkan dan dioleskan paraffin liq sebelumnya
g) Setelah membeku suppositoria dikeluarkan dari cetakan
b. Evaluasi suppositoria
1) Uji penampilan(18)
Satu suppositoria dibelah secara vertikal dan horizontal kemudian
diamati secara visual pada bagian internal dan eksternal untuk melihat
migrasi zat aktif.
2)Uji Keseragaman bobot(19)
Suppositoria ditimbang sebanyak 20 buah, diambil secara acak.
Lalu ditentukan bobot rata-ratanya. Persyaratan tidak boleh lebih dari
2 suppositoria yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot
rata - ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom A (5%) dan
tidak satu suppos pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata -
ratanya lebih dari harga yang ditetapkan di kolom B (10%).
3) Penentuan waktu lebur suppositoria(14)
Suppositoria dimasukan dalam sangkar berbentuk spiral gelas,
sangkar spiral tersebut dimasukan pada pipa penguji lalu ditempatkan
dalam sebuah mantel gelas yang dialiri air bersuhu tetap 37oC. Melalaui
sebuah pipa kecil gelas, yang sekaligus mencegah jatuhnya suppositoria
dari dalam sangkar, air masuk kedalam pipa penguji. Pada saat
suppositoria melebur, tetesan – tetesan akan berkumpul dalam bagian yang
sempit dari pipa penguji. Proses dihitung dari suppositoria mulai
dimasukan kedalam mantel gelas yang dialiri air bersuhu tetap sampai
melebur tanpa sisa sehingga secara total telah meninggalkan sangkarnya.
Perhitungan waktu manual menggunakan stop watch.
Persyaratan : Suppositoria dengan basis tidak larut air (lipofilik) meleleh
dalam waktu tidak lebih dari 30 menit sedangkan suppositoria dengan
basis larut dalam air tidak lebih dalam waktu 60 menit. Dalam kedua hal
tersebut bahan obat dapat tertinggal dalam bentuk tidak melarut atau tidak
melebur.
4) Penentuan suhu lebur suppositoria
Satu suppositoria dimasukan dalam sangkar berbentuk spiral, lalu
sangkar spiral dimasukan kedalam mantel gelas berisi air. Suhu air
dinaikan, pada mantel gelas dimasukan thermometer pembantu untuk
mengecek suhu air didalam mantel gelas. Diamati suhu saat tetesan
suppositoria mulai naik keatas.
Persyaratan suhu lebur adalah suppositoria melebur sempurna pada
temperatur tetap 37oC.

6
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Hasil dan Pembahasan

Hasil
Serbuk kering daun handeuleum yang digunakan untuk ekstraksi sebanyak 1kg
dengan metode maserasi, setelah itu dipekatkan menggunakan vacum rotary
evaporator dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 177,2 g. Ekstrak kental
dikarakterisasi dan diidentifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam
ekstrak daun handeuleum. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel II. Karakteristik ekstrak daun handeuleum

Karakterisasi Persyaratan Hasil pengamatan


Bentuk Kental Kental
Warna Hijau kehitaman Hijau kehitaman
Bau Spesifik Spesifik
Rasa Sepat Sepat
Rendemen - 17.72%
Kelarutan dalam air Mudah larut Mudah larut
Kelarutan dalam etanol Larut Larut
Kelarutan dalam Chloroform Sukar larut Sukar larut
Susut Pengeringan < 10 % 9.98

Hasil penapisan fitokimia terlihat pada tabel berikut:

Tabel III. Hasi uji penapisan


Kandungan kimia Pereaksi Pengamatan Ket.
Alkaloid Mayer Terbentuk endapan putih yang +
larut dalam metanol
Saponin Dikocok dengan Terbentuk buih +
air panas
Flavonoid H2SO4(p) atau Terbentuk warna kuning jinga +
FeCl3 atau terbentuk warna hijau
coklat
Tanin FeCl31% Terbentuk warna hijau +
kehitaman

Evaluasi suppositoria ekstrak daun handeuleum, meliputi :


a. Penampilan fisik
Uji penampilan dilakukan secara organoleptis dan hasil homogen pada semua
formula.
b. Uji keseragaman bobot(19)
Suppositoria ditimbang satu persatu sebanyak 20 buah, lalu dihitung bobot
rataan, data penimbangan dan perhitungan bobot rata – rata sebagai berikut :
FK ( 2,1913 g), F1 ( 2,1865 g), F2 ( 2,1852 g), F3 ( 2,1800 g), F4 ( 2,1758 g)
dan F5 ( 2,1823 g).

7
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

c. Uji waktu lebur suppositoria


Pengamatan waktu lebur suppositoria dilakukan sebanyak tiga kali dengan
hasil terlihat pada tabel berikut :

Tabel IV. Hasil uji waktu lebur suppositoria

% Cera alba waktu lebur (menit) Rata-rata


Formula R1 R2 R3
FK 0 2'54" 2'55" 2'52" 2'53"
F1 3 3'10" 3'15" 3'21" 3'15"
F2 3,5 3'27" 3'30" 3'37" 3'31"
F3 4 4'23" 4'40" 4'30" 4'31"
F4 4,5 4'57" 4'44" 4'36" 4 '45"
F5 5 5'22" 5'34" 5'31" 5'29"

d. Uji suhu lebur


Suhu lebur suppositoria dihitung dengan suppository melting point tester, juga
ditentukan suhu lebur oleum cacao dan cera alba .Hasil dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel V. Hasil uji suhu lebur suppositoria

Formula % Cera alba Suhu lebur (°C) Rata-rata


R1 R2 R3
F1 0 34,0 34,5 34,0 34,17
F2 3 35,1 35,3 35,4 35,26
F3 3,5 36,0 35,9 35,8 35,90
F4 4 36,8 36,5 37,0 36,77
F5 4,5 37,3 37,8 37,0 37,36
F6 5 38,1 38,3 38,0 38,13

Tabel VI. Suhu lebur bahan aktif


No Nama bahan Suhu lebur (°C) Rata-rata
Replika1 Replika 2 Replika 3
1 Cera alba 63 62 64 63
2 Oleum cacao 31 32 32 31.7

8
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Pembahasan

Daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) mengandung alkaloid non


toksik, steroid, saponin, flavonoid, tanin dan lendir yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat wasir dan agar efisien daun handeuleum diformulasikan dalam
bentuk sediaan suppositoria.

Sediaan suppositoria dibuat dalam basis oleum cacao dan zat aktif ekstrak etanol
70% daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) pada konsentrasi yang
sama serta Cera alba sebagai stiffening agent dalam konsentrasi yang berbeda
untuk tiap formula. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui optimasi formula
berdasarkan konsentrasi Cera alba sebagai stiffening agent terhadap suhu lebur
suppositoria ekstrak etanol 70% daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.)
Griff) dalam basis oleum cacao.

Ekstrak kental daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) diperoleh


dengan cara maserasi menggunakan cairan penyari etanol 70 % pada suhu ruang
kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator dan
diperoleh rendemen sebesar 17,72%. Ekstrak yang dimasukkan ke dalam formula
suppositoria sebesar 16,42 % total dari formula.

Pengamatan organoleptis migrasi zat aktif dilihat setelah sediaan dibelah secara
vertikal dan horizontal, dan didapatkan warna sediaan merata dan tidak terdapat
penumpukkan zat aktif di bagian suppositoria. Tiap formula menunjukkan migrasi
zat aktif yang homogen artinya ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum
(L.) Griff) terdistribusi merata ke seluruh bagian suppositoria. Pengujian
keseragaman bobot pada masing - masing formula memenuhi persyaratan karena
tidak satu pun suppositoria yang kurang atau melebihi batasan persyaratan
keseragaman bobot yang ditetapkan yaitu tidak lebih dari 2 suppositoria yang
masing – masing bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya ( lebih dari 5
%).

Pengujian waktu lebur sediaan suppositoria pada suhu 37°C menunjukkan


semakin tinggi konsentrasi Cera alba maka semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk melebur, hal ini dikarenakan perbandingan Cera alba di dalam oleum cacao
semakin meningkat. Cera alba memiliki suhu lebur lebih tinggi dibandingkan
oleum cacao sehingga dengan bertambahnya konsentrasi Cera alba dibutuhkan
waktu yang lebih lama untuk melebur. Semua formula melebur kurang dari 30
menit dan hal itu memenuhi persyaratan waktu lebur untuk basis lipofil yaitu tidak
lebih dari 30 menit.

Hasil pengujian suhu lebur optimal menunjukan pada konsentrasi 4% melebur


pada kisaran suhu tubuh yaitu 36,77°C, terlihat semakin tinggi konsentrasi Cera
alba suhu lebur campuran semakin meningkat hal ini dikarenakan Cera alba
mengandung 70% ester terutama miristat, palmitat selain itu juga mengandung
asam bebas, hidrokarbon, ester kolesterol dan zat warna. Ester merupakan turunan
/ derivat dari asam karboksilat dengan mengganti bagian hidroksil (OH) dengan
bermacam – macam gugus. Miristat dan Palmitat pada suhu ruang bersifat padat

9
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

karena banyak mengandung asam lemak jenuh bertitik lebur tinggi. Oleum cacao
adalah senyawa trigliserida yang merupaka golongan lipid netral, ester dari
gliserol dengan 3 mol asam lemak. Trigliserida berbentuk cair pada suhu ruang,
karena banyak mengandung asam lemak tak jenuh bertitik lebur rendah.
Penambahan Cera alba dalam sediaaan suppositoria dapat meningkatkan suhu
lebur suppositoria dalam basis oleum cacao. Penambahan Cera alba sekaligus
memperbaiki sifat polimorf oleum cacao agar sediaan suppositoria stabil secara
fisik.

Analisa statistic menampakkan adanya perbedaan bermakna antara suhu lebur


suppositoria dan waktu lebur suppositoria pada penambahan Cera alba 3%, 3.5%,
4%, 4.5%, dan 5% dibandingkan dengan formula tanpa penambahan Cera alba
pada tingkat kepercayaan 95%, artinya terdapat hubungan antara ketiga faktor
tersebut, yaitu semakin tinggi kadar Cera alba semakin tinggi pula suhu lebur dan
waktu lebur suppositoria. Suhu lebur optimal diperoleh dengan penambahan Cera
alba 4% sebesar 36,77 °C dan hasil fisiknya memenuhi persyaratan farmasetika.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa


suppositoria daun handeleum (ekstrak etanol 70%) dapat diformula dalam basis
oleum cacao dan penambahan cera alba yang berpengaruh terhadap suhu lebur
suppositoria. Hasil optimum adalah formula dengan konsentrasi Cera alba sebesar
4%, karena migrasi zat aktif yang homogen, bobot 2,1860g, waktu lebur 4,31
menit dan suhu lebur 36,77 °C.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hal. 16, 186, 713, 1000, 1043,
1088
2. Lachman L, Liberman HA, Kaning JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri jilid 3, Edisi III. Diterjemahkan oleh Siti. S. UI Press, Jakarta.
Hal. 1148, 1149-1195
3. Milala, A.S., dan Christina Avanti.2006. Penentuan Jumlah Spermaceti untuk
Meningkatkan Titik Lebur Suppositoria dengan Basis Oleum Cacao
yang dibuat di Surabaya. Jurnal Ilmiah. Artocarpus vol. 6 No 2
September. Hal. 79
4. Syamsuni, H. A. 2005. Ilmu Resep. Buku kedokteran.EGC, Jakarta. Hal
157,162-163
5. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Inventaris
Tanaman Obat Indonesia (I) jilid 1. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI, Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan. Hal 123

10
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

6. Departemen Kesehatan RI. 1989. Vandemekum Bahan Obat Alam.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal. 63-65
7. Departemen Kesehatan RI. 1990. Tinjauan Hasil Penelitian Tanaman Obat
dari berbagai Institusi, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Farmasi. Departemen kesehatan RI, Badan Puslitbangkes. Hal. 48-50
8. Departemen Kesehatan RI. 2002. Buku Panduan Teknologi Ekstrak.
Direktoral Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen
kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 11-15.
9. Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Dirjen Pengawasan Obat
dan Makanan Departemen kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal.
6-16
10. Ritiasa, K. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Depkes RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta:1, 5, 13, 14, 17, 31-
32
11. Departemen Kesehatan RI. 1989. Materi Medika Indonesia, Jilid V.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. Hal 237-239
12. Price,S.A. dan Lorraine M. WILson.1995. Edisi 6. Patofisiologi konsep
klinis proses- proses penyakit. Penerbit buku kedokteran EGC,
Jakarta. Hal. 467 – 468
13. Anief, M. 2003. Ilmu Meracik Obat. Cetakan kesepuluh. Universitas Gadjah
Mada Press, Yogyakarta. Hal. 158-160
14. Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Penerjemah
Soendani Noerono. UGM Press, Yogyakarta. Hal. 291 – 297, 301
15. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal. 755
16. Weller pj. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 4th ed. American
Pharmaceutical Association and the Pharmaceutical Society of Great
Britain. Washington dan London. Hal. 687
17. Hanani, E., Berna Elya dan Sutriyo. 2000. Standarisasi Simplisia Dan
Ekstrak Daun Handeuleum ( Graptophyllum Pictum ). Departemen
Pendidikan Nasional Universitas Indonesia Lembaga Penelitian
Kampus Depok. Hal. 7, 9
18. Gold M, VePuri M, Block LV. in Liebermen HA, Rieger MM, Banker GS.
1996. Pharmaceutical Dosage Forms, Disperse Systems. Vol 2, 2nd
ED. Marcel Dekker inc : New York, Basel, Hongkong. Hal 552
19. Anonim. 2002. British Pharmacopeia. Vol II. Appendix XII H. A. 253
20. Departemen Kesehatan RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hal. 90 – 94.

11
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

12

You might also like