You are on page 1of 4

Bab II Pembahasan

Suatu penggabungan usaha terkait dengan penggabungan atas pengendalian kepemilikan dua atau lebih perusahaanyang sebelumnya merupakan entitas terpisah. Penggabungan usaha dapat mengambil satu dari beberapa bentukpenggabungan usaha dan dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Menurut Richard E. Baker, dkk dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan, Tahun 2010, halaman 19, Merger / legal merger adalah penggabungan usaha dimana hanya ada satu perusahaan yang bertahan dari berbagai perusahaan yang bergabung dan perusahaan yang lainnya dibubarkan. Aset dan kewajiban perusahaan yang diambil alih ditransfer ke perusahaan yang mengambil alih dan perusahaan yang sebelumnya merupakan perusahaan terpisah dilanjutkan ke dalam entitas tunggal yang tetap bertahan setelah

terjadinyaMerger. Pengertian lain mengenai merger yaitu merupakan proses difusi atau penggabungan dua perseroan dengan salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya, semoga yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukkan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut. Sementara akuisisi saham terjadi ketika sebuah perusahaan mengakuisisi saham berhak suara perusahaan lain dan perusahaan-perusahaan yang terlibat tersebut melanjutkan operasi perusahaannya sebagai entitas legal terpisah, namun saling terkait. Karena tidak perusahaan yang dilikuidasi, maka perusahaan yang mengakuisisi memperlakukan hak kepemilikan yang diperolehnya sebagai investasi. Dalam saham, perusahaan yang mengambil alih tidak perlu mendapatkan seluruh saham perusahaan lain untuk memperoleh pengendalian.

Hubungan yang terjadi dalam akuisisi saham disebut dengan hubungan induk-anak perusahaan. Induk perusahaan adalah perusahaan yang memiliki kendali atas perusahaan lain yaitu anak perusahaan, biasanya melalui kepemilikan mayoritas saham biasa. Untuk kepentingan pelaporan keuangan ke publik, induk dan anak perusahaan menyajikan laporan keuangan konsolidasi seolah-olah merupakan satu perusahaan tunggal. Akuisisi saham dapat terjadi ketika sebuah perusahaan mengambil alih mayoritas hak suara perusahaan lain dan kedua perusahaan tetap beroperasi sebagai entitas legal yang terpisah setelah proses penggabungan usaha. Merger dapat terjadi melalui akuisisi saham maupun akuisisi aset bersih. Untuk menyelesaikan legal merger melalui akuisisi saham, perusahaan yang diambil alih dilikuidasi dan hanya hanya tinggal perusahan yang mengambilalih atau perusahaan baru yang terbentuk. Bentuk legal penggbungan usaha, substansi kesepakatan penggabungan usaha dan situasi di sekitar proses penggabungan usaha, semuanya mempengaruhi bagaimana proses penggabungan dicatat pada awalnya serta prosedur akuntansi dan pelaporan yang digunakan berikutnya setelah penggabungan usaha. Brigham dan Houston (2001:197) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Sartono (2001:119) berpendapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini. Sementara itu, Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid.

Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva, karena pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar (membeli) aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan kedua belah pihak. Karenanya, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.

Risiko likuiditas merupakan suatu risiko keuangan karena adanya ketidakpastian likuiditas. Suatu lembaga dapat berkurang likuiditasnya jika peringkat kreditnya turun, mengalami pengeluaran kas yang tak terduga, atau peristiwa lain yang menyebabkan pihak lain menghindari transaksi atau memberikan pinjaman ke lembaga tersebut. Suatu perusahaan juga dapat terpapar terhadap risiko likuiditas jika pasar yang diikutinya mengalami penurunan likuiditas.

Dan, likuiditas yang tinggi merupakan indikator bahwa resiko perusahan rendah. Artinya, perusahaan aman dari kemungkinan kegagalan membayar berbagai kewajiban lancar. Namun,hal itu harus dicapai dengan merelakan rendahnya tingkat profitabilitas, yang akan berdampak terhadap rendahnya pertumbuhan perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menginginkan profitabilitas yang tinggi, perusahaan harus bersedia menghadapi rendahnya likuiditas atau resiko yang kiat meningkat atas kegagalan membayar kewajiban jangka pendek (yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan).

Hubungan berbanding terbalik antara profitabilitas dan likuiditas dapat juga dikatakan sebagai hubungan berbanding lurus antara resiko dan imbal hasil. Likuiditas

mengungkapkan resiko, sedangkan profitabilitas mencerminkan imbal hasil. Makin tinggi imbal hasil yang diinginkan perusahaan makin tinggi pula resiko yang bakal ditanggung perusahaan. Begitu pula sebaliknya.

You might also like