You are on page 1of 8

Anatomi dan Fisiologi Pankreas Pankreas terletak di retroperiotoneal rongga abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari

cincin duodenal ke lien. Panjangnya sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas mendapat pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus (Guyton and Hall, 2007).

Gambar 1. Anatomi Pankreas Sumber: Agur, Anne M. R & Arthur, FD. 2009. Grants Atlas Anatomy 12th ed. Canada: Wolters Kluwer.

Organ ini memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi endokrin dan fungsi eksokrin. Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2003). Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk opoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta. Sel

endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ (Sloane, 2003). Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut, Sloane (2003): a. Sel alfa memproduksi glukagon yang meningkatkan kadar gula darah. b. Sel beta mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah. c. Sel delta mensekresi somastatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang menghambat sekresi glukagon dan insulin. d. Sel F mensekresi polipeptida pankreas yang termasuk hormon pencernaan Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (Manaf, 2006). Glukosa merupakan stimultan fisiologis utama dalam pelepasan insulin. Glukosa masuk ke dalam sel beta melalui protein transporter glukosa, yang menciptakan keseimbangan konsentrasi glukosa ekstraseluler dan intraseluler. Glukokinase merupakan enzim yang mempunyai daya tarik menarik dengan glukosa lemah yang aktifitasnya di atur oleh glukosa. Enzim ini berperan sebagai sensor glukosa pada sel beta. Meskipun glukosa merupakan stimulator yang kuat dalam pelepasan insulin, faktor lain seperti asam amino yang dicerna oleh makanan dapat menyebabkan pelepasan insulin. Sekresi insulin dihambat oleh katekolamin dan somatostatin (Mcphee and Ganong, 2006).

Stimulasi sekresi glukagon bertolak belakang dengan sekresi insulin. Sekresi insulin dirangsang oleh glukosa sedangkan sekresi glukagon dihambat oleh glukosa. Seperti insulin, sekresi glukagon dirangsang oleh asam amino sedangkan asam lemak dan keton menghambat sekresi glokagon. Glukagon menghambat insulin dengan mempertahankan kadar serum glukosa dengan cara menstimulasi glukosa yang ada di hepar. Glukosa juga menstimulasi oksidaasi asam lemak dan ketogenesis yang dapat dijadikan cadangan energi untuk otak apabila glukosa tidak ada (Mcphee and Ganong, 2006). Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama (Manaf, 2006). Metabolisme karbohidrat dikontrol oleh glukagon dan insulin. Ketika kadar glukosa tinggi, kadar glukagon ditekan dan reaksi insulin yang lebih dominan. Cadangan energi didukung oleh adanya stimulasi insulin dari cadangan glikogen di hepar, sintesis glikogen dan sistensis protein oleh otot, serta cadangan lemak oleh jaringan adiposa. Ketika kadar glukosa rendah, kadar insulin dalam plasma ditekan dan efek dari glukagon lebih domian di hepar (sebagai contoh, peningkatan hasil glukosa dari hepar dan pembentukan keton). Pada keadaan tidak adanya insulin, glukosa yang diambil dari otot tercatat menurun, protein otot dikatabolisasi, dan lemak digerakkan dari jaringan adiposa. Asupan karbohidrat yang banyak akan merangsang sekresi insulin dan penekanan produksi glukagon.

Sedangkan pada asupan makanan kaya protein insulin dan glukagon akan terstimulasi (McPhee and Ganong, 2006).

Gejala Klinis Diabetes Mellitus dan Patofisiologinya Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) membagi alur diagnosis DM menjadi bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas dari DM terdiri dari: Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) Pada penderita DM, akibat insulin yang tidak mampu mengubah glukosa menjadi glikogen, kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi. Keadaan ini dapat menyebabkan hiperfiltrasi pada ginjal sehingga kecepatan filtrasi ginjal juga meningkat. Akibatnya, glukosa dan Natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak dan membuat penderita menjadi sering membuang air kecil. Polidipsia (peningkatan rasa haus) Mekanisme poliuria dan polidipsia berkaitan erat. Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan dehidrasi berat pada sel tubuh akibat tekanan osmotik, yang menyebabkan cairan dalam sel keluar. Keluarnya glukosa dalam urin akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik. Efek keseluruhannya adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin. Karena itulah kemudian timbul polidipsia (Guyton and Hall, 2007). Polifagia (peningkatan rasa lapar) Glukosa jika masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi glikogen dengan bantuan insulin dan disimpan dalam hati sebagai cadangan energi. Pada

penderita diabetes, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel target dan berubah menjadi glikogen untuk disimpan di dalam hati sebagai cadangan energi karena, insulin yang dihasilkan pankreas tidak dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi bekerjanya lambat. Oleh karena itu, tidak ada intake glukosa yang masuk sehingga penderita DM merasa cepat lapar dan lemas. Penurunan berat badan Polifagia terjadi akibat jaringan tubuh tidak mendapatkan suplai glukosa yang cukup akibat gagalnya insulin membuka kanal glukosa. Akibatnya, glukosa darah menumpuk, namun tubuh tetap merasa lapar. Karena glukosa tidak dapat mencukupi kebutuhan energi jaringan, maka tubuh mengambil energi tersebut dari sumber energi yang lain,seperti lemak atau protein, sehingga lama kelamaan pasien menjadi semakin kurus. Efek insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto kearah katabolisme protein.

Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka menyusut dan melemah sehingga terjadi penurunan berat badan (Sherwood, 2001) Sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya: Lemas Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal. Rasa lelah dan kelemahan otot terjadi akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi (Riyadi, 2008). Kesemutan

Kesemutan terjadi karena gangguan saraf tepi (perifer). Kesemutan bisa terjadi karena gangguan metabolisme. Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur proteibn. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan (Riyadi, 2008). Luka yang sulit sembuh Proses penyembuhan luka membtuhkan bahan dasar utama protein dan unsur lainnya. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak digunakan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus (Riyadi, 2008). Gatal Kelainan kulit berupa gatal-gatal biasanya terjadi pada daerah yang hangat dan lipatan yang lembab di kulit. Misalnya pada lipatan di bawah payudara, ketiak, sekitar kuku, tepi bibir, dan lipatan paha. Biasanya terjadi karena infeksi jamur candida (Riyadi, 2008). Mata kabur Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan retina. Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh saraf optik. Bila pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan

yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang lurus di depan mata. Disfungsi ereksi (pria) Diabetes mengakibatkan sejumlah komplikasi dasar yaitu angiopati pada sistem pembuluh darah dan neuropati pada sistem saraf ataupun campuran dari keduanya yang bermanifestasi di berbagai organ dan tempat di seluruh tuibuh. Komplikasi dasar tersebut dapat mengakibatkan gangguan seksualitas pada pria (Harahap, 2006). Selain itu penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem lain yang berperan (Riyadi, 2008). Pruritus vulva (wanita) Pruritus vulva adalah iritasi atau rasa gatal di sekitar vulva dan lubang vagina. Sekitar sepuluh persen wanita di seluruh dunia menderita Pruritus vulvae yang berat. Hal ini sering merupakan tanda awal diabetes mellitus. Infeksi jamur candida diidentifikasi sebagai penyebab paling umum. Pruritus vulva pada penderita diabetes cukup berbahaya karena penderita diabetes sulit menyembuhkan luka kecil apalagi luka yang menyebabkan pendarahan di tubuhnya. Penderita diabetes memerlukan waktu penyembuhan luka yang lebih lama dibandingkan manusia sehat. Terkadang luka tersebut tidak sembuh malah bertambah parah karena kadar gula yang sangat tinggi di dalam tubuhnya (Graham and Burns, 2005).

DAFTAR PUSTAKA DEA

Sloane, Ethan. 2003. Buku Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC. Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Agur, Anne M. R and Arthur, FD. 2009. Grants Atlas Anatomy. 12th ed. Canada: Wolters Kluwer. Asman Manaf. 2006. Insulin: mekanisme sekresi dan aspek metabolisme. Dalam Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mcphee, S and Ganong, W. 2006. Pathophysiology of Disease. 5th ed. New York: Large Medical Book. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Riyadi, Sukarmin.2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Harahap, Ridwan. 2006. Disfungsi Seksual pada Penderita Diabetes melitus Pria.I Majalah Kedokteran Nusantara vol. 39. Graham, Robin and Burns, Tony. 2005 .Lecture Notes Dermatologi ed.8. Jakarta: Erlangga.

You might also like