You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Agama Bangsa/Suku Alamat Tanggal Pemeriksaan Dokter pemeriksa : Tn. B.M : 45 Tahun : Laki-laki : Islam : Bugis : Jln Sultan Alauddin 3 : 26 September 2012 : dr. Hj. M

II. ANAMNESIS Keluhan Utama Anamnesis Terpimpin: Dialami sejak 7 hari yang lalu sebelum ke BKMM akibat benda asing masuk mata : Nyeri pada mata kanan

kanan(semut) dan pasien megucek matanya. Mata merah (+). Air mata berlebih (+), Nyeri (+), kotoran mata berlebih (+), rasa mengganjal (+). Pasien sulit membuka kelopak mata(+),silau(+) . Riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-), Riwayat memakai kaca mata (+) ketika membaca, Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga(-)

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


1

Foto klinis pasien INSPEKSI No Pemeriksaan 1 Palpebra 2 Apparatus Lakrimalis 3 Silia 4 Konjungtiva

OD Edem Lakrim

5 6

Sekret Hipere konjun periko Bola mata Norm Mekanisme muscular Keseg ODS OD OS Kornea Bilik mata depan Iris Pupil Lensa

7 8 9 10 11 B. PALPASI No 1 2 3 4 Pemeriksaan Tensi okuler Nyeri tekan Massa tumor Glandula pre-aurikuler OD Tn (-) (-) Tidak ada pembesaran

Keruh fluore Norm Cokla Bulat, Jernih

OS Tn (-) (-) Tdk ada pembesaran

C. TONOMETRI D. VISUS

: Tidak dilakukan pemeriksaan : VOD = 1/2/60 : VOS = 3/60

E. CAMPUS VISUAL: Tidak dilakukan pemeriksaan.


2

F. COLOR SENSE G. LIGHT SENSE

: Tidak dilakukan pemeriksaan. : Tidak dilakukan pemeriksaan.

H. PENYINARAN OBLIK : No Pemeriksaan 1 Konjungtiva OD Hiperemis(+)inj konjungtiva(+)inj perikornea(-) Keruh bagian sentral, fluorescent(-)Infiltrat berbentuk bulat seperti uang logam Normal Coklat, kripte (+) Bulat, Sentral, RC (+) Jernih OS Hiperemis (-)

Kornea

jernih

3 4 5 6

Bilik Mata Depan Iris Pupil Lensa

Normal Coklat, kripte (+) Bulat, Sentral, RC(+) Jernih

I. DIAFANOSKOPI : Tidak dilakukan pemeriksaan J. OFTALMOSKOP : Tidak dilakukan pemeriksaan K. SLIT LAMP :

SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh bagian sentral ukuran diameter + 3mm , BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih , BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+) L. SEIDEL TES : Tidak dilakukan pemeriksaan M. EFLOURESCENT: kornea (-) N. LABORATORIUM Darah Rutin : WBC RBC HGB HCT 11.47 x 103 4,85 x 106 14,6 42,9 %
3

PLT CT BT PT APTT Kimia Darah : GDS Ureum Kreatinin GOT GPT HbsAg

201 700 200 11,2 control 11.7 INR 0,9 21,2 control 23.7

126 19 0,8 35 65 Negatif

IV. RESUME Seorang laki-laki umur 45 tahun datang ke BKMM, dengan keluhan utama mata kanan terasa nyeri yang dialami sejak 7 hari yang lalu sebelum ke BKMM akibat benda asing masuk mata kanan(semut) dan pasien megucek matanya. Mata merah (+). Air mata berlebih (+), Nyeri (+), kotoran mata berlebih (+), rasa mengganjal (+). Pasien sulit membuka kelopak mata(+),silau(+) . Pada pemeriksaan inspeksi, OD konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh bagian sentral, lakrimasi (+),BMD normal , iris coklat (kripte +), lensa jernih. Pada pemeriksaan visus, VOD = 1/2/60, VOS= 3/60. SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea keruh bagian sentral dengan infiltrate berbentuk seperti uang logam ukuran diameter + 3mm ,efluorescent(-), BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, RC (+)
4

V. DIAGNOSIS OD Keratitis Numularis

VI. TERAPI Obat tetes: Vigamox 6x1tetes OD

Obat oral :

Ciprofloxacin 2x1 Metylprednisolon 3x1

VII. ANJURAN Pemeriksaan laboratorium VII. Diskusi Dari anamnesis, pasien mengeluh adanya nyeri pada mata kanan akibat kemasukan benda asing(semut). Nyeri bisa disebabkan oleh aktifasi mediator-mediator radang akibat trauma, selain itu juga bisa disebabkan oleh trauma pada daerah kornea, dimana daerah ini memiliki serabut saraf tidak bermielin (sensibilitas cabang pertama nervus trigimenus pada kornea), sehingga sangat sensitif terhadap rangsangan. Penglihatan pasien juga menjadi kabur setelah trauma. Pada pemeriksaan fisis didapatkan VOD = 1/2/60. Penglihatan kabur ini bisa disebabkan oleh adanya gangguan
5

media refraksi. Kornea adalah salah satu media refrakta, adanya defek pada kornea membuat pembiasaan cahaya tidak berjalan sempurna yang membuat sinar datang menjadi terhalang sehingga membuat visus pasien menurun.

KERATITIS A.PENDAHULUAN Keratitis adalah infeksi kornea pada yang ditandai dengan timbulnya infiltrat pada lapisan kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma Keratitis superfisial adalah radang kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran Bowman, keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kornea merupakan alat media refraksi penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya diretina. Oleh karena itu setiap kelainan pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan terganggunya penglihatan. Terganggunya penglihatan biasanya karena terjadi kekeruhan pada kornea akibat
6

keberadaan infiltrat pada lapisan kornea. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea. Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis antara lain: perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, trauma, keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi, defisiensi vitamin A, kekebalan tubuh menurun karena penyakit yang Lain. Keratitis dapat menimbulkan gejala pada mata berupa tajam penglihatan menurun, tanda radang pada kelopak mata, rasa nyeri, mata merah, fotofobia, mata berair, sensasi benda asing didalam mata.

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini menempati urutan kedua penyebab kebutaan.Kekeruhan kornea ini disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan virus. Dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. B. ANATOMI BOLA MATA Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.1
7

Gambar 1 Gambar anatomi bola mata. Dikutip dari kepustakaan no. 3

Kornea (latin cornum = seperti Tanduk) adalah selaput bening mata. Kornea transparan (jernih), bentuknya hampir sebagian lingkaran dengan diameter vertikal 10-11mm. Dan horisontal 11-12mm, tebal0,6-1mm terdiri dari 5 lapis. Kemudian indeks bias 1,375 dengan kekutan pembiasan80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang seragam, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi jaringan kornea relatif yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsisawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel untuk mencegah

dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel1
8

Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliarislongus, saraf nasosiliaris, Saraf Ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel kornea edema terjadi. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Gambar Gambar lapisan kornea. Dikutip dari kepustakaan no. 3

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis: 1 1.Epitel: Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat larut dalam lemak. Ujung saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu pada kelainan epitel akan menyebabkan gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi cukup Besar, perbaikan dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. Tebalnya 50um, terdiri atas sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan makulaokluden, Ikatan ini menghambat pengaliran udara, elektrolit dan glukosa yang merupakan pembatas. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.1 2.Membrana Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Ia mempertahankan bentuk kornea. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.Kerusakan akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut. 3.Stroma : Lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat larut dalam air. Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur. Sedang dibagian perifer Ssrat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang
10

menarik udara, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Gangguan dari susunan serat kornea terlihat keruh.Terbentuknya serat kolagen memakan waktu lam. Kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea Yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran tipis Descemet : Lapisan yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening terletak di bawah stroma dan pelindung atau penghalang infeksi dan masuknya pembuluh darah. Merupakan membran Selular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan. Sel endotel merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai Tebal 40um. 5.Endotel : Satu lapis sel terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur cairan di dalam stroma kornea, tidak mempunyai daya regenerasi, pada kerusakan bagian ini tidak akan lagi yang normal. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intra okuler dan usia lanjut. Berasal dari mesotalium, berlapis satu bentuk heksagonal besar 20-40um. Endotel melekat pad amebran descemet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.1 C.PATOFISIOLOGI Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tidak dapat segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
11

sebagi Injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel kornea dan timbul ulkus yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descemet dan endotel kornea. Baru demikian iris dan Badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan dicairan COA, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descemet dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele. Pada peradangan dipermukaan kornea, penyembuhan dapat berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam Lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, dan berakhir dengan ptisis bulbi.
GEJALA UMUM

Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epiforia, nyeri, kelilipan, dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika penyebabnya adalah sinar ultraviolet, maka gejala-gejala biasanya muncul lambat dan berlangsung selama 1-2 hari. Jika penyebabnya adalah virus, maka kelenjar getah bening di depan telinga akan membengkak dan nyeri bila ditekan. Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan mengeluarkan kotoran. KLASIFIKASI Keratitis dapat dibagi menjadi :
12

a. Keratitis Subepitelial Biasanya terjadi sekunder karena keratitis epitel, misalnya lesi numuler keratokonjungtivitis epidemic yang disebabkan adenovirus 8 dan 19.

Contoh : 1. Keratitis Numular 2. Keratokonjungtivitis Epidemik 3. Keratitis Numular pada pemakaian contact lens 4. Kekeruhan numular pada Keratitis Zoster. 5. Kekeruhan numular pada keratitis sifilis congenital (keratitis interstitial)8

b.Keratitis Epitel Pada hampir semua kasus konjungtivitis, epitel kornea biasanya ikut terkena, lesi-lesi epitel kornea ini dapat dilihat dengan fluorosensi bentuk dan lokasi dari lesi epitel ini berbeda-beda dan mempunyai arti diagnostic yang sangat bernilai. Misalnya pada : 1. Keratitis Stafilokokus
13

Erosi kecil kornea terutama di sepertiga kornea bawah. 2. Keratitis Herpes Khas dendrite (bercabang) kadang-kadang bulat/lonjong dengan sembab dan degenerasi kornea 3. Keratitis Adenovirus Lesi difus lebih nyata didaerah pupil. 4. KPS (Keratitis Pungtata Superfisial)8

c.Keratitis Interstitial (IK) Merupakan inflamasi nonsupuratif dari stroma kornea dengan infiltrasi dan vaskularisasi tanpa mengenai epitel atau endotel secara primer. Umumnya karena reaksi hipersensitifitas tipe IV terhadap infeksi mikroorganisme atau antigen lain di stromakornea. Penyebabnya antara lain : o Bakteri: sifilis congenital, M.Tuberkulosis, M.Lepra, Rubella,

Limfogranuloma Venereum o Virus : HSV I, HSV II, Variola, Vaccinia, Mumps, Rubella, Rubeol, Influenza
14

o Protozoa o Cacing o Penyakit yang tidak diketahui seperti Hodgkin Disease dan Sarcoidosis, dan lain-lain8 Klasifikasi kelainan kornea berdasarkan lokasi ini, dapat juga sebagai berikut : Superfisial : mengenai epitel dan struma superficial. Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah : 1. Keratitis punctata superfisialis. Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes simpleks, herpes zoster dan vaksinia. 2. Keratitis flikten. Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea. 3. Keratitis sika. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva. 4. Keratitis lepra. Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik. 5. Keratitis nummularis .Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani. Interstisial Profunda : mengenai struma baik anterior atau posterior, local atau difus : terutama mengenai Descemet dan endotel serta stroma profunda9

1. Keratitis superfisial nonulseratif

1.1 Keratitis Pungtata superfisial


15

Merupakan suatu peradangan akut, yang mengenai satu, kadang-kadang dua mata, mulai dengan konjungitivitis kataral, disertai dengan infeksi dari traktusrespiratorius bagian atas. Disusul dengan pembentukan infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran Bowman. Infiltrat tersebut dapat besar atau kecil dan dapat timbul hingga berratus-ratus. Infiltrat ini di dapatkan di bagian superfisialdari stroma, sedang epitel di atasnya tetap licin sehingga tes fluoresin (-) Oleh karena letaknya di subepitelial. Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri, parasit,8

Gambar 4 Gambar keratitis pungtata superfisial. Dikutip dari kepustakaan no.4

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer Keratitis numularis bentuk keratitis dengan ditemukan infiltrat yang bundar berkelompok dengan inti jernih dan warna putih disekelilingnya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo. Tes fluoresen (-). Bila sembuh akan menyebabkan sikatrik ringan

16

Gambar 5 Gambar keratitis Numularis Dikutip dari kepustakaan no.4

1.3 Keratitis Disiformis Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan kornea yang banyak di negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang berasal daris ayuran dan binatang. Pada umumnya anamnesa ada riwayat trauma dari lumpur sawah. Pada mata tanda radang tidak jelas, mungkin terdapat Injeksi silier. Apabila disertai dengan infeksi sekunder, mungkin timbul tanda-tanda konjungtivitis. Pada kornea tampak infiltrat yang Bulat-Bulat, di tengahnya lebih Padat bahasa di daripada tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-). Terletak terutama dibagian tengah kornea.Umumnya menyerang orang-orang berumur 15-30 tahun1

17

Gambar 6 Gambar keratitis Disiformis Dikutip dari kepustakaan no.5

2.Keratitis Superfisial Ulseratif 2.1 Keratokonjungtivitis Flikten

Gambar 7. Keratokonjungtivitis flikten (Sumber: dikutip dari kepustakaan 6) Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan kornea. 2,5
18

Bentuk keratitis dengan gambaran bermacam-macam, dengan ditemukannya infiltrat dan neovaskularisasi pada kornea. Gambaran karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul dan pustula pada kornea ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi yang menuju kearah benjolan tersebut. Biasanya bersifat bilateral yang dimulai dari daerah limbus. Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan benjolan putih kemerahan dikelilingi daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila terjadi penyembuhan akan terjadi jaringan parut dengan noevaskularisasi pada kornea. Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan berbentuk sebagai benjolan abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai: Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan pembuluh darah jelas dibelakangnya. Flikten multipel di sekitar limbus Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.

19

2.3 Keratitis Herpetika Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kebanyakan kasus bersifat unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopi. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia. Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi primer dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks2.

20

Gambar 8. Keratitis dendritik (sumber : dikutip dari kepustakaan 8)

Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik. Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka kematian sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang menjadi keratitis geografika, hal ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi ulkus.
21

Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil. Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam hal ini terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa milimeter dan bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan membrana descemet. Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup. Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 minggu. Klasifikasi Diagnosis: Hogan dkk. (1964) membuat klasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks sebagai berikut: 1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma, geografika. 2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan penyembuhan, stroma dan ulserasi. 3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini keratouveitis dibedakan atas bentuk ulserasi dan non ulserasi. Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk keratitis pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum.8
22

Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang dibuat oleh PavanLangston (1983) sebagai berikut: 1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,

dendrogeografika, geografika. 2. Ulserasi trophik atau meta herpetika. 3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis interstitialis. 4. Uveitis anterior dan trabekulitis.8 Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempurna, mengingat sangat jarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun trabekulitis yang berdiri sendiri tanpa melibatkan adanya keratitis. 2.4 Keratokonjungtivitis Sika

Gambar 9. Keratokonjungtivitis sika (sumber : dikutip dari kepustakaan 6)

23

Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan : 1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun, distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata. 2. Defisiensi kelenjar air mata: sindrom Sjogren, sindrom Riley Day, alakrimia congenital, aplasi congenital saraf trigeminus, sarkoidosis limfoma kelenjar air mata, obat-obat diuretik kimia, atropin dan usia tua. 3. Defisiensi komponen musin: benign ocular pemphigoid, defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-penyakit yang mengakibatkan cacatnya konjungtiva. 4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neroparalitik, hidup di gurun pasir, keratitis lagoftalmus. 5. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea. Pada keratokonjungtivitis sika terdapat rasa gatal pada mata. Pada mata didapatkan sekresi mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata. Mata kering karena dengan erosi kornea. Pada pemeriksaan lama celah didapatkan miniskus air mata pada tepi kelopak mata bawah hilang, edema konjungtiva bulbi, filamen (benang-benang) melekat di kornea.1

2.5 Rosasea Keratitis

24

Gambar 10. Keratitis rosasea (sumber : dikutip dari kepustakaan 7)

Didapat pada orang yang menderita akne rosasea, yaitu penyakit dengan kemerahan dikulit, disertai akne diatasnya, yang merupakan komplikasi dari akne rosasea dan lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih. Hiperemi yang terjadi berlangsung beberapa lama dan diikuti dengan dilatasi pembuluh darah kecil yang tetap, terutama di daerah hidung. Bagian dalam dari kulit menebal, terutama di daerah hidung. Hipertrofi kulit hidung menimbulkan lipatan yang disebut rinofima. Penyakit ini timbul pada dewasa muda dan hilang pada usia lanjut. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, namun mungkin ada hubungan dengan makanan, kelainan pencernaan, kebanyakan alkohol, dan gastric achlorida. Lebih dari 50% menunjukkan blefaritis, konjungtivitis, yang mungkin disebabkan oleh infeksi sekunder, dengan stafilokok. Dapat terjadi kerusakan kornea apabila akne
25

mengenai kornea. Pada pemeriksaan mikroskopik, perifer kornea dapat mengalami ulserasi dan vaskularisasi, dan keratitis memiliki dasar yang sempit pada daerah limbus dan infiltrat yang luas pada bagian sentral.4 Penyakit rosasea adalah penyakit yang menahun dan sering menimbulkan kekambuhan serta memberikan respon yang jelek terhadap pengobatan. Pada setiap serangan penglihatan bertambah buruk.

Penatalaksanaan
26

Keratitis superfisial nonulseratif 1.Keratitis Pungtata superfisial :Pengobatan yang dapat diberikan Pada keratitis pungtata superfisial adalah pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder, dapat ikombinasi dengan kortikosteroid

2.Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan hanya diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan salep antibiotika yang dapat dikombinasi dengan kortikosteroid .

3 Keratitis Disiformis Untuk keratitis Disiformis dapat diberikan salep mata antibiotik yang dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini, biasanya perjalanan penyakit lama hingga berbulanbulan.

Keratitis Superfisial Ulseratif Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang didapatkan atau memakai obat antibiotika yang berspektrum luas.

27

Keratokonjungtivitis Flikten Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid lokal maupun sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun apabila telah terjadi ulkus akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea. Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea.

Keratitis Herpetika Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan memberikan obat antivirus topikal dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU 0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir. Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial sehingga reaksi radang akan cepat berkurang. Keratokonjungtivitis Sika Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan air mata dengan menggantinya dengan air mata buatan. Pada keratokonjungtivitis yang berhubungan dengan

28

Sjogren sindrom pemberian kortikosteroid dosis rendah dan topikal siklosporin menunjukkan keefektifan. Pengobatan juga tergantung dari penyebabnya: a. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air mata b. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang c. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan Rosasea Keratitis Pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari makan makanan pedas dan panas serta minuman beralkohol yang dapat menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah di wajah. Adanya infeksi stafilokokus harus diobati dengan oral tetrasiklin atau doksisiklin. Dosis maintenen dapat diadministrasikan untuk mengontrol penyakit ini1.

DAFTAR PUSTAKA
29

1. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu

Penyakit Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal ; 149 2. Zorab R A, Straus H,Dondrea, et.al. Fundamental and Principles of Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of ophtalmology. The Eye M.D;2008-2009. p.43
3. Vaughan & (2008) Asbury General Ophthalmology, edisi ke-17, United Statesof

America:. McGraw-Hill 4. http//optometricarticle.com 5. http//Sarawakeyecare.com/atlasofopthalmology/anteriorsegment/.htm 6. http://www.nyee.edu/digitalatlas.html 7. http://odlarmed.com/?p=3709 8. Khurana AK. ComprehensiveOpthamology.Disease of Cornea.Chapter 5,2007 9. Lang G.Infectious Keratitis dalam Opthamology.A textbook Atlas.2nd Edition 2006.

30

You might also like