You are on page 1of 7

DIARE KRONIK dan TATALAKSANA

I. Definisi Diare secara luas didefinisikan sebagai pasase abnormal dari cairan atau feses yang tidak berbentuk dengan frekuensi yang meningkat. Untuk dewasa, feses dengan berat lebih dari 200 g/hari termasuk diare. Diare disebut akut apabila durasinya <2 minggu, persisten jika 2-4 minggu, kronik >4 minggu.1

II. Klasifikasi Diare kronik dapat dibagi menjadi 7 kategori berdasarkan patofisiologinya:2,3

1. Diare Osmotik Saat feses melewati usus besar, osmolalitas feses sama dengan osmolalitas serum, yaitu sekitar 290 mosm/kg. Dalam keadaan normal, ion-ion yang mempengaruhi adalah Na+, K+, Cl- , dan HCO3-. Osmolalitas feses dapat diperkirakan dengan = (Na+ + K+) x2. Osmotic gap adalah perbedaan antara osmolalitas yang diukur dari feses (atau serum) dengan perkiraan osmolalitas feses, yang normalnya kurang dari 50 mosm/kg. Peningkatan osmotic gap (>125 mosm/kg) menunjukkan bahwa diare tersebut disebabkan oleh ingesti atau malabsorpsi dari bahan yang bersifat osmotik aktif. Penyebab yang paling sering adalah defisiensi disakaridase (laktase), laxative abuse, dan sindroma malabsorpsi. Diare osmotik membaik dengan puasa. Diare osmotik yang disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat ditandai dengan distensi abdomen, kembung, dan flatus karena peningkatan gas dalam usus.

2. Diare Sekretorik Peningkatan sekresi usus atau penurunan absorpsi menyebabkan diare dengan volume feses yang banyak (>1 liter/hari) dengan osmotic gap yang normal. Perubahan tidak terlalu berarti jika berpuasa, dehidrasi dan gangguan elektrolit mungkin terjadi. Penyebabnya termasuk tumor endokrin ( stimulasi usus atau sekresi pankreas), malabsorpsi garam empedu, dan laxative abuse.

3. Diare Inflamatorik Diare pada sebagian besar pasien dengan radang usus (inlammatory bowel disease) seperti kolitis ulserativa, penyakit Chron,dll. Gejala bervariasi termasuk nyeri perut, demam, berat badan menurun, dan hematochezia.

4. Kondisi Malabsorpsi Penyebab utama malabsorpsi adalah penyakit usus halus, reseksi usus, obstruksi limfatik, overgrowth bakteri pada usus halus, dan insufisiensi pankreas.

Karakteristiknya adalah berat badan menurun, diare osmotik, steatorrhea, dan kurang gizi.

5. Gangguan Motilitas Motilitas abnormal usus sekunder dari penyakit sistemik atau pembedahan dapat menyebabkan diare karena waktu transit yang sebentar atau stasis dari isi usus dengan overgrowth bakteri, pada akhirnya menyebabkan malabsorpsi. Penyebab yang paling sering untuk diare kronik adalah sindroma kolon iritabel (Irritabe Bowel Syndrome).

6. Infeksi Kronik Infeksi parasit kronik dapat menyebabkan diare melalui berbagai mekanisme. Patogen yang terkait dengan diare termasuk protozoa Giardia, E. hystolitica, dan Cyclospora, juga nematoda usus. Infeksi bakteri seperti Aeromonas dan Plesiomonas jarang menjadi penyebab diare kronik. Pasien imunokompromais rentan terhadap infeksi yang dapat menyebabkan diare baik akut maupun kronis, antara lain infeksi oleh Microsporida, Cryptosporidium, CMV, Isospora belli, Cyclospora, dan Mycobacterium avium complex.

7. Diare Factitious Diare ini terjadi pada pasien yang diduga memiliki riwayat penyakit psikiatrik atau tanpa riwayat penyakit diare sebelumnya. Penyebabnya dapat berupa infeksi intestinal, penggunaan yang salah terhadap laksansia. Pasien ini umumnya wanita dengan diare kronik berat, nyeri abdomen, berat badan menurun, oedem perifer dan hipokalemia. Kejadian ini terjadi pada sekitar 15 % pasien diare kronik.

III. EVALUASI Pendekatan diagnostik diare kronik, anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat mendasari kategori patofisiologi yang menuntun diagnosa kerja. Penilaian awal harus menilai karakteristik diare, termasuk volume, lendir, darah, flatus, kram, tenesmus, durasi, frekuensi, efek puasa, stress, dan efek makanan tertentu (seperti produk susu, gandum, laksatif, buah).2

Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya antara lain:

1. Leukosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Leukosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur bakteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi .Jika pasien dalam keadaan immunocompromised, penting sekali kultur organisme yang tidak biasa seperti Kriptokokus, Isospora dan M.Avium Intracellulare.2

2. Volume Feses : Jika pada feses tidak terdapat leukosit atau eritrosit, infeksi enteric atau inflamasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat(>250 ml/hari).

3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sekretori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.1,2

4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian <6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pankreas.1,2

5. Osmolalitas Feses : Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotik atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah 290mosm. Osmotic gap feses adalah 290mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat, propionat dan butirat) yang bernilai
3

untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi.2

DIARE KRONIK

EKSKLUSI:
1. Penyebab diare akut 2. Intolerans laktosa 3. Riwayat operasi gaster/reseksi ileum 4. Infeksi parasit 5. Medikasi 6. Penyakit sistemik

Abnormal

- Leukosit dan darah samar feses - Flexible sigmoidoscopy dengan biopsi - Upper GI series, Barium enema

Normal

IBD

Kanker Elektrolit feses, osmolalitas berat/24 jam, lemak kuantitatif

Osmotic gap meningkat

Osmotic gap normal

Lemak feses meningkat:


-Sindroma malabsorpsi - Insufisiensi pankreas - Overgrowth bakteri

Lemak feses normal:


-intoleransi laktosa - Sorbitol, laktulosa - Laxative abuse

Berat feses normal:


-Irritable bowel syndrome -Diare Factitious

Berat feses meningkat:


>1000 g: secretory Laxative abuse

Gambar 1. Algoritme evaluasi pada diare kronik2

6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses 3

7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan leukositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia, albumin dan globulin rendah akan mengesankan suatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe, VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak(ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.

8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapatdiperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome),calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addisons disease), andaurinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).2 9. Diare Factitious : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg, SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4, mg citrat Na2SO4 dan Na2PO4 10. Endoskopi dan biopsi mukosa: sigmoidoscopy atau kolonoskopi dengan biopsi mukosa membantu mendeteksi penyakit radang usus (IBD) dan melanosis coli (mengindikasikan pemakaian laxative anthraquinone). 2 11. Pencitraan: kalsifikasi pada BNO mengkonfirmasi diagnosis pankreatitis kronik, CTscan abdomen dan USG endoskopik lebih sensitif untuk diagnosis pankreatitis kronik dan kanker pankreas. Barium usus halus membantu diagnosis Penyakit Chron, limfoma usus halus, carcinoid, dan divertikula jejunum. Tumor neuroendokrin dapat dilokalisasi dengan somatostatin receptor scintigraphy.2

IV. PENATALAKSANAAN

Pengobatan diare kronik ditujukan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah agen anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan aman pada keadaan gejala stabil.2 1. Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum 16 mg/hari. 2. Dhypenoxylat dengan atropin : diberikan 3-4 kali per hari. 3. Kodein, paregoric : Disebabkan memiliki potensi additif, obat ini sebaiknya dihindari. Kecuali pada keadaan diare yang intractable. Kodein dapat diberikan dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-8 ml. 4. Klonidin : -2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal. Diberikan 0,1-0,2 mg/hari selama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan diare sekretori, kriptospdidiosis dan diabetes. 5. Octreotide : Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal danabsorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptida gastrointestinal. Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan oleh VIPoma dan tumor carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan dengan AIDS. Dosis efektif 50mg 250mg sub kutan tiga kali sehari.2 6. Cholestiramin : Garam empedu yang mengikat resin, berguna pada pasien diaresekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4 gr 1 s/d 3 kali sehari.2

DAFTAR PUSTAKA 1. Ahiquist David, et al. DIARRHEA, dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine, Fifteenth Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. 2001. Hlm:242.

2. McQuaid Kenneth, et al. Chronic Diarrhea, dalam: Current Medical Diagnosis & Treatment in Gastrointestinal Disorder, Forthy-Eight Edition. McGraw-Hill Companies, Inc, 2009: Hlm. 499-501.

3. Simadibrata M. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, edisi keempat, Jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007; Hlm. 355-363.

You might also like