You are on page 1of 63

KATA PENGANTAR Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial pertama dalam blok 7 Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013. Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis masalah, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antarmasalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antaranggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, orangtua, tutor dr. Irwan, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam penyelesaian kasus dan pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Palembang,

Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI
2 |Page

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PETUGAS KELOMPOK SKENARIO B I. II. III. IV. V. VI. : Ir. Cek Nang Klarifikasi Istilah Identifikasi Masalah Analisis Masalah Keterkaitan Antar Masalah Topik Pembelajaran Kerangka Konsep

2 3 4 5 5 6 7 7 8 8 10 11 59 60

VII. Merumuskan Keterbatasan dan Learning Issues VIII. Sintesis IX. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

PETUGAS KELOMPOK L7
3 |Page

Tutor Moderator Sekretaris

: dr. Irwan : M. Fadhil Oktavian E : (04121001082) (04121001051) (04121001027) (04121001028) (04121001063) (04121001073) (04121001074) (04121001080) (04121001138) (04121001139) (04111001134) (04121001037)

a. Papan : Solastika Olivia MCS b. Meja : Amanda Putri Utami Anggota : Yulia Rahmi Z.J Amirah Adillah Sri Wahyuni Fitri Amaliah Rani Diah Novianti Libna Shabrina Maureen Grace Rotua Dalila M. Adam Mudzakir

SKENARIO B (BLOK 7) TAHUN 2013

4 |Page

Setelah pensiun sebagai Direktur PT. Batubara Palembang, Ir. Cek Nang (56 tahun), ingin memenuhi cita-cita masa kecilnya yaitu berlibur ke pegunungan Alpen di Swiss. Ia pergi ke resort Verbier Les-Quartre di dekat kota St-Bernard yang memiliki ketinggian 3200 meter di atas permukaan laut. Setelah 1 hari sampai di sana, Ia mengeluh mengalami sesak nafas, sakit kepala, terasa melayang, serta susah tidur. Sesak tetap terjadi meski sedang duduk dan bertambah berat bila berjalan/ naik tangga. Ia juga mengeluh mual. Selama ini ia tidak pernah mengalami gangguan respirasi ataupun gangguan kardiovaskular. Ir. Cek Nang pergi ke klinik resort. Pemeriksaan Vital Sign : Temp. 36,3 o C, HR : 101x/min, RR : 36x/min, TD : 110/80 mmHg. Pemeriksaan Fisik : Tampak pernafasan cepat dan pendek (tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari. Hasil pemeriksaan lab : EKG : tampak normal Tekanan gas arteri : PO2 : 60 mmHg, PCO2 : 30 mmHg Dokter yang merawat menyatakan bahwa, Ir. Cek Nang tidak mengidap penyakit jantung/paru-paru dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian.

I.

KLARIFIKASI ISTILAH: : Pernapasan yang sukar atau sesak (Dorland). : Nyeri pada kepala. : Sensasi terombang-ambing dan perasaan adanya pergerakan di dalam kepala; pusing.

Sesak nafas Sakit kepala Terasa melayang

Susah tidur Mual

: Keadaan terjaga yang abnormal. : Sensasi yang tidak menyenangkan yang samar di epigastrium dan abdomen (Dorland).

5 |Page

Gangguan kardiovaskular Gangguan respirasi

: Berkenaan dengan jantung dan pembuluh darah. : Gangguan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan sel tubuh meliputi ventilasi ( inspirasi dan ekspirasi).

Vital sign

: Tanda-tanda yang penting untuk atau berkenaan dengan kehidupan.

EKG

: Grafik yang menelusuri variasi potensial elektrik yang disebabkan oleh eksitasi otot jantung dan dideteksi pada permukaan tubuh .

II.
No

IDENTIFIKASI MASALAH:
Fakta Kesesuaian Concern

Ir. Cek Nang, 56 thn, pensiunan PT. Batubara Palembang, 1 pergi ke resort Verbier Les-Quartre di dekat kota StBernard yang memiliki ketinggian 3200 meter di atas permukaan laut. Setelah 1 hari sampai di sana, ia mengeluh mengalami 2 sesak nafas (saat duduk dan bertambah saat berjalan/ naik tangga), sakit kepala, terasa melayang, susah tidur, dan mual. Hasil pemeriksaan (Vital Sign) : 3 Temp. 36,3 o C, HR : 101x/min, RR : 36x/min, TD : 110/80 mmHg. Pemeriksaan Fisik : 4 Tampak pernafasan cepat dan pendek (tachypneu) dan terlihat kebiruan pada kuku jari. 5 Hasil pemeriksaan lab : ** ** *** **

6 |Page

EKG : tampak normal Tekanan gas arteri : PO2 : 60 mmHg, PCO2 : 30 mmHg 6 Ir. Cek Nang tidak mengidap penyakit jantung/paruparu dan hanya tidak terbiasa dengan ketinggian + * **

III.

ANALISIS MASALAH:

1. Bagaimana fisiologi sistem respirasi? 2. Bagaimana fisiologi sistem kardiovaskular? 3. Bagaimana kondisi lingkungan di ketinggian 3200 meter? (Suhu, tekanan, kadar O2) 4. Bagaimana respon tubuh terhadap perubahan lingkungan? 5. Bagaimana kompensasi hal di bawah ini dalam mempertahankan homeostasis? a. Sistem respirasi, b. Kardiovaskular, c. Darah, dan d. Syaraf 6. Bagaimana mekanisme/ patofisiologi: a. Sesak nafas, b. Sakit kepala, c. Terasa melayang, d. Susah tidur, dan e. Mual 7. Bagaimana hubungan tekanan O2 dan CO2 terhadap difusi gas eksterna dan interna? 8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik? a. HR dan RR b. Tachypneu
7 |Page

c. Cyanosis pada jari kuku 9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan labor (tekanan gas arteri)?

IV.

KETERKAITAN ANTARMASALAH

Ir. Cek Nang, laki-laki, 56 tahun

Berada di ketinggian 3200 m di atas permukaan laut

Tidak terbiasa dengan ketinggian

Supply oksigen ke jaringan berkurang

HIPOKSIA

Sesak nafas

Sakit kepala

Terasa melayang

Mual

Susah tidur

V.

TOPIK PEMBELAJARAN

1. Fisiologi sistem respirasi


8 |Page

2. Anatomi sistem respirasi 3. Fisiologi sistem kardiovaskular 4. Anatomi sistem kardiovaskular 5. Homeostasis 6. Hipoksia

VI.

KERANGKA KONSEP

Ir. Cek Nang, laki-laki, 56 tahun

Kondisi lingkungan pada ketinggian 3200 meter

PO2 atmosfer

PO2 paru-paru

Hipoksia

Jaringan saraf batang otak (pons dan medulla oblongata) terganggu

Deoksihemoglobin 9 |Page

Heart rate

RR

(hiperventilasi)

Vasodilatasi kapiler otak

Sianosis kuku jari

Alkalosis respiratory (tachypneu)

Pusing, melayang, susah tidur

Acute Mountain Sickness (AMS)

VII.
No 1 Topik

KETERBATASAN PENGETAHUAN DAN LEARNING ISSUE


What I know Jenis-Jenis Respirasi What I dont know Mekanisme respirasi, transpor udara What I have to prove Kapasitas volume dalam respirasi, tekanan selama pernafasan How I learn Text Book, Jurnal, artikel ilmiah, internet.

Fisiologi Respirasi

Anatomi respirasi

Organ-organ yang berperan

Mekanisme respirasi pada tiap organ yang terlibat

Fisiologi Kardiovaskular

Organ-organ yang terlibat dalam sistem kardiovaskuler,

Elektrofisiologis otot jantung, sistem konduksi jantung

Faktor- faktor yg mempengaruhi kerja jantung, periode kerja jantung, peran dan

10 | P a g e

fungsi umum otot jantung, pengaturan fungsi otot jantung 4 Anatomi kardiovaskular Nama- nama garis besar sistem vaskuler dan bagian- bagian anatomis jantung 5 Homeostasis Pengertian homeostasis Mekanisme homeostasis, kontrol aktivitas dalam sistem homeostasis 6 Hipoksia Pengertian hipoksia, faktor penyebab hipoksia Kategori hipoksia, mekanisme terjadinya hipoksia Peran dan cara kerja jantung dan sistem vaskularisasinya

kerja sistem vaskuler,

Cakupan- cakupan homeostasis

Akibat/pengaruh dari hipoksia, tanda-tanda seseorang mengalami hipoksia

VIII. SINTESIS 1. FISIOLOGI RESPIRASI Respirasi mencakup dua proses yang berkaitan, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal atau pernapasan pulmoner adalah suatu proses yang merujuk pada mekanisme pertukaran gas O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh (Sherwood 2011). Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner (Pearce 2011): 1. Ventilasi pulmoner atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan kapiler darah paru 3. Transpor oksigen dan karbon dioksida ke dan dari jaringan perifer sehingga oksigen dapat mencapai semua bagian tubuh (Guyton 2009) 4. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara jaringan dan darah melalui proses difusi menembus kapiler sistemik (Sherwood 2011)
11 | P a g e

Proses kedua adalah respirasi jaringan atau respirasi internal. Proses ini merujuk pada prosesproses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan karbondioksida selagi mengambil energy (ATP) dari molekul nutrien (Sherwood 2011). A. Mekanika Pernapasan Udara cenderung mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah (menuruni gradient). Gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer secara bergantian berbalik arah saat bernafas sehingga memungkinkan udara mengalir masuk dan keluar. Tiga tekanan penting dalam ventilasi pulmoner (Sherwood 2011) 1. Tekanan atmosfer 2. Tekanan intra-alveolus atau intraparu 3. Tekanan intrapleura (tidak terjadi pertukaran udara di sini karena tidak ada komununikasi langsung antara rongga pleura dan paru atau atmosfer. Kantung pleura tertutup tanpa lubang)

Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer saat inspirasi. Demikian juga tekanan intra-alveoulus harus lebih besar dari tekanan atmosfer saat ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat berubah dengan mengubah volume paru (Hukum Boyle: pada suhu konstan, tekanan yang ditimbulkan suatu gas akan berbanding terbalik dengan volumenya).

Permulaan Inspirasi Otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara yang megalir dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada pernapasan tenang normal, kontraksi diafragma (dipersarafi N. Phrenicus) dan musculus intercosta external menarik permukaan bawah paru ke bawah sehingga rongga thorax membesar (Guyton 2009). Sewaktu rongga thorax membesar, volume paru akan meningkat sehingga menurunkan tekanan intraalveolus karena jumlah molekul udara di dalam paru lebih besar.

Permulaan Ekspirasi Sebelum akhir inspirasi, volume di dalam paru meningkat sehingga tekanan intra-alveolus menurun. Terjadi perbedaan tekanan antara intra-alveous terhadap atmosfer sehingga udara
12 | P a g e

mengalir keluar. Pada akhir inspirasi , diafragma melemas, otot ekspirasi (musculus intercostal internal) melemas , recoil elastik paru, dinding thorax dan struktur abdomen menekan paru. Aliran udara yang keluar akan terhenti ketika tekanan intra-alveolus telah sama dengan tekan atmosfer (Sherwood 2011).

B. Pertukaran Gas Udara atmosfer total adalah 760 mmHg di permukaan laut. Tekanan yang ditimbulkan oleh gas tertentu berbanding lurus dengan persentase gas tersebut dalam campuran udara total. Komposisi oksigen dalam atmosfer adalah 21% maka tekanan atmosfer oksigen (PO 2) adalah 160 mmHg. Tekanan yang ditimbulkan oleh masing-masing gas dalam suatu campuran gas di udara dikenal sebagi tekanan parsial (Sherwood 2011). Gas-gas yang larut dalam cairan darah atau cairan tubuh menimbulkan tekanan parsial. Semakin besar tekanan parsialm semakin banyak gas terlarut. Pada saat respirasi, terdapat gradient tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Sama halnya juga gradien tekanan parsial pada kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida intrasel sama prinsipnya dengan respirasi pulmoner, yaitu prinsip menuruni gradien konsentrasi. Pada alveolus, komposisi udara tidak akan sama dengan atmosfer. Udara yang masuk dari atmosfer ke saluran napas melalui nasal akan dilembabkan dan dihangatken terlebih dahulu sehingga udara akan jenuh dengan H2O. Kelembapan ini akan menimbulkan tekanan parsial gasgas yang terinspirasi menjadi menurun (Guyton 2009). Dalam udara lembap PH 2O = 47 mmHg, sehingga PN2 = 563 mmHg dan PO2 = 150 mmHg (Tekanan udara tersebut harus sama dengan atmosfer sehinngga PH2O + PN2 + PO2 = 760 mmHg) Selain itu, yang menyebabkan ketidaksamaan komposisi udara alveolus dan atmoser adalah PO2 alveolus lebih rendah dari PO2 atmosfer akibat percampuran dengan udara lama yang tersisa di paru. Kurang dari 15% udara di alveolus adalah udara segar pada akhir inspirasi. Akibat pelembapan dan pertukaran udara alveolus yang rendah, maka PO 2 alveolus rerata adalah 100 mmHg (Sherwood 2011). Situasi sama tetapi terbalik akan terjadi pada karbondioksida. Karbondioksida akan terusmenerus diproduksi oleg jaringan sebagai produk sisa metabolisme dan secara tetap ditambahkan ke darag di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, karbondioksida akan berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya. Hanya saja, tekanan parsial karbondioksida lebih kecil, yaitu 40 mmHg. Saat melewati paru, oksigen akan berdifusi ke dalam darah dan karbondioksida akan berdifusi keluar darah dan kembali ke paru dengan menuruni gradien tekanan parsial.
13 | P a g e

Pertukaran gas di paru-paru

C. Transpor Gas Oksigen diangkut terutama dalam keadaan berikatan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan. Di dalam jaringan, oksigen akan dipakai untuk bereaksi dengan bahan makanan untuk mendapatkan energy (ATP) dan juga menghasilkan karbondioksida. Karbondioksida ini kemudian akan masuk ke kapiler jaringan dan diangkut kembali ke paru. 1. Transpor oksigen dalam darah Sekitar 97% oksigen diangkut ke jaringan dalam keadaan terikat dengan Hb secara kimiawi, sisanya diangkut ke jaringan dalam kadaan larut di dalam cairan plasma dan sel. Hb berikatan dengan oksigen jika PO2 tinggi. Ketika darah melewati kapiler paru dengan PO2 tinggi (100 mmHg), Hb akan menyerap banyak oksigen. Sewaktu melewakit kapiler jaringan, PO2 akan menurun (40 mmHg) sehingga Hb akan membebaskan sejumlah besar oksigen yang kemudian akan kembali berdifusi menuju paru-paru (Guyton 2009)

2. Transpor karbondioksida dalam darah


14 | P a g e

Sekitar 70% karbondioksida diangkut dalam ion bikarbonat (HCO3-) sedangkan 23% terikat bersama Hb dan protein plasma, sisanya 7% larut dalam cairan darah (Guyton 2009) Transpor dalam bentuk HCO3Karbondioksida adalah hasil metabolisme dari pemakaian oksigen yang direaksikan dengan zat-zat makanan. Energi yang dihasilkan akan disimpan tubuh sebagai ATP sedangkan karbondioksida akan larut dalam air di sel darah merah dengan membentuk H2CO3 (asam karbonat). Reaksi ini dikatalis oleh enzim karbonat anhydrase. Secara parsial asam karbonat ini akan terpecah menjadi ion hydrogen dan ion karbonat. Ion hydrogen ini akan bereaksi dengan Hb sedangkan ion karbonat akan berdifusi ke dalam plasma dan ion klorida akan berdifusi ke sel darah merah untuk menggantikan tempat ion karbonat (chloride shift).

Transpor dalam ikatan Hb dan plasma darah Beberapa molekul karbondioksida (23%) dapat bereaksi langsung dengan Hb dengan membentuk senyawa karboaminohemoglobin (HbCO2). Kombinasi ini adalah reaksi reversibel yang merupakan ikatan longgar yang mudah dibebaskan ke alveolus ketika PCO2 lebih rendah dari kapiler jaringan.

D. Kontrol Pernapasan Pola bernapas yang ritmik dihasilkan oleh aktivitas saraf yang siklik ke otot-otot pernapasan. Kontrol saraf respirasi melibatkan tiga komponen (Sherwood 2011): 1. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi atau ekspirasi bergantian 2. Faktor yang mengatur besar ventilasi (Kecepatan dan kedalaman bernapas) untuk kebutuhan tubuh 3. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk tujuan lain (untuk bicara atau maneuver batuk dan bersin)

Modifikasi ini dapat bersifat volunter, misalnya kontrol pernapasan saat berbicara, atau involunter, misalnya manuver pernapasan yang terjadi pada saat batuk atau bersin.
15 | P a g e

Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung jawab untuk menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat pernapasan medulla (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel saraf di dalam medulla yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak, di pons, yaitu pusat apnustik dan pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pusat pernapasan medula. Bagaimana pastinya berbagai daerah ini berinteraksi untuk menciptakan ritmisitas bernapas masih belum jelas, tetapi faktor-faktor berikut diduga berperan. 1. Neuron inspirasi dan ekspirasi di pusat medulla Kita bernapas secara berirama karena kontraksi dan relaksasi berganti-ganti otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot antariga eksternal, yang masing-masing dipersarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostalis. Badan sel dari serat-serat saraf yang membentuk saraf-saraf tersebut terletak di korda spinalis. Impuls yang berasal dari pusat medulla berakhir di badan sel neuron motorik ini. Pada saat diaktifkan, neuron-neuron motorik ini kemudian merangsang otototot pernapasan, sehingga terjadi inspirasi; sewaktu neuron-neuron ini tidak aktif, otot-otot inspirasi melemas dan terjadi ekspirasi. Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok pernapasan dorsal dan kelompok pernapasan ventral.2 Kelompok respirasi dorsal (dorsal respiratory group, DRG) terutama terdiri dari neuron inspirasi yang serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang mempersarafi otot-otot inspirasi. Saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi inspirasi; ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi ekspirasi. Ekspirasi berakhir saat neuron-neuron inspirasi kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. Dengan demikian, DRG pada umumnya dianggap sebagai penentu irama dasar ventilasi.2 DRG memiliki interkoneksi penting dengan kelompok respirasi ventral (ventral respiratory group, VRG). VRG terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi, yang keduanya tetap inaktif selama bernapas tenang. Daerah ini diaktifkan oleh DRG sebagai mekanisme overdrive (penambah kecepatan) selama periode pada saat kebutuhan akan ventilasi meningkat. Selama bernapas tenang, tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur-jalur desendens dari neuron ekspirasi. Hanya selama ekspirasi aktif, neuron-neuron ekspirasi merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi. Selain itu, neuron inspirasi VRG, apabila dirangsang oleh DRG, memacu aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan ventilasi meningkat.2
16 | P a g e

Pengaruh pusat pneumatik dan apnustik Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang membantu mematikan/ swith off neuron inspirasi, sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah neuron inspirasi dari proses switch off, sehingga menambah dorongan inspirasi. Pusat pneumotaksik lebih dominan daripada pusat apnustik.2 Refleks Hering-Breuer Apabila tidal volume besar (lebih dari 1 liter), misalnya ketika berolahraga, refleks HeringBreuer dipicu untuk mencegah pengembangan paru berlebihan. Reseptor regang paru (pulmonary stretch reflex) yang terletak di dalam lapisan otot polos saluran pernapasan diaktifkan oleh peregangan paru jika tidal volume besar. 2. Pengatur besarnya ventilasi Seberapapun banyaknya O2 yang diesktraksi dari darah atau CO2 yang ditambahkan ke dalamnya di tingkat jaringan, PO2 dan PCO2 darah arteri sistemik yang meninggalkan paru tetap konstan, yang menunjukkan bahwa kandungan gas darah arteri diatur secara ketat. Gas-gas darah arteri dipertahankan dalam rentang normal secara eksklusif dengan mengubah-ubah kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2.
Pusat pernapasan medula menerima masukan yang memberi informasi mengenai kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Kemudian pusat ini berespons dengan mengirim sinyal-sinyal yang sesuai ke neuron motorik yang mempersarafi otot-otot pernapasan untuk menyesuaikan kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dua sinyal yang paling jelas untuk meningkatkan ventilasi adalah penurunan PO2 arteri dan pengikatan PCO2 arteri. Kedua faktor ini memang mempengaruhi tingkat ventilasi, tetapi tidak dengan derajat yang sama dan melalui jalur yang sama. Juga terdapat faktor ketiga, H +, yang berpengaruh besar pada tingkat aktivitas pernapasan.

3. Ventilasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kebutuhan pasokan O2 atau pengeluaran CO2 Kecepatan dan kedalaman bernapas dapat dimodifikasi oleh sebab-sebab di luar kebutuhan akan pasokan O2 atau pengeluaran CO2. Refleks-refleks protektif, misalnya bersin dan batuk,
17 | P a g e

secara temporer mengatur aktivitas pernapasan sebagai usaha untuk mengeluarkan bahan-bahan iritan dari saluran pernapasan. Inhalasi bahan iritan tertentu sering memicu penghentian ventilasi. Nyeri yang berasal dari bagian lain tubuh secara refleks merangsang pusat pernapasan (sebagai contoh, seseorang megap-megap jika merasa nyeri). Modifikasi bernapas secara involunter juga terjadi selama ekspresi berbagai keadaan emosional, misalnya tertawa, menangis, bernapas panjang, dan mengerang. Modifikasi yang dicetuskan oleh emosi ini diperantarai oleh hubungan-hubungan antara sistem limbik otak (yang bertanggung jawab untuk emosi) dan pusat pernapasan. Selain itu, pusat pernapasan secara refleks dihambat selama proses menelan, pada saat saluran pernapasan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke paru. Manusia juga memiliki kontrol volunter yang cukup besar terhadap ventilasi. Kontrol bernapas secara volunter dilakukan oleh korteks serebrum, yang tidak bekerja pada pusat pernapasan di otak, tetapi melalui impuls yang dikirim secara langsung ke neuron-neuron motorik di korda spinalis yang mempersarafi otot pernapasan. Kita dapat secara sengaja melakukan hiperventilasi atau pada keadaan ekstrim yang lain, menahan napas kita, tetapi hanya untuk jangka waktu yang singkat. Perubahan-perubahan kimiawi yang kemudian terjadi di darah arteri secara langsung dan secara refleks mempengaruhi pusat pernapasan yang kemudian mengalahkan masukan volunter ke neuron motorik otot pernapasan. Selain bentuk-bentuk ekstrim pengontrolan pernapasan tadi, kita juga mengontrol pernapasan untuk melakukan berbagai tindakan volunter, misalnya berbicara, bernyanyi, dan bersiul. 2. ANATOMI SISTEM RESPIRASI Secara anatomi, fungsi pernapasan ini mulai dari hidung sampai ke paru-paru. Traktus respiratorius Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (pengantar gas) dan bagian yang berungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan akan bolak balik diatmosfir dan jalan napas. Oleh karena itu, bagian ini seakan akan tidak berfungsi, dan disebut dead space. akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, sperti proteksi dan pengaturan kelembapan udara, justru dilaksanaka pada bagian ini.

18 | P a g e

Adapun yang termasuk dalam konduksi adalah ronga hidung, rongga mukut, faring laring, trakea, sinkus bronkus dan bronkiokus nonrespiratorius. Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakum alveolaris.

Bila ditinjau dari traktus respiratorisu, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus labaris, bronkus segmental, bronkus terminalis, bronkiolus, bronkiolus nonrespiratorius. Sedangkan yang bertindak sebagai bagian respirasi adalah bronkiolus respirasi, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli. Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut: bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai perjalanan ketiga, bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat,
19 | P a g e

hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi. Dengan demikian, kita temukan bahwa tractus respiratorius terdiri dari 1 trakea, 2 bronkus utama, 7 bronkus lobaris, 9 bronkus segmental, 38 bronkus subsegmental, 1.00 bronkus terminalis, 35.000 bronkiolus terminalis, 630.000 bronkiolus terminalis respiratorius, dan 17 juta duktus alveolaris dan 300 juta alveoli dengan diameter 0,35-0,30mm. Rongga Hidung Rongga hidung terdiri atas: Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi. Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis udara. Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar karena strukturnya yang berlapis. Sel silia yang berperan untuk melemparkan benda asing ke luar dalam usaha untuk membersihkan jalan napas. Rongga hidung dimulai dari vestibulum, yakni pada bagian anterior kebagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas dua bagian yakni, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal konka superior, medialis dan inferior.. Adapun fungsi dari rongga hidung, sebagai bagian dari respirasi, adalah: Sebagai fungsi preventif, dilaksanakan oleh: o Bulu hidung sebagai penyaring debu.

20 | P a g e

o Silia yang tumbuh pada pseudokolumna epithelium. Berdasarkan atas momentum dari partikel benda asing di udara, maka benda asing itu akan ditangkapa oleh silia di konka superior, hanya udara yang berpartikel 4-6 mikron saja yang dapat masuk kesaluran yang lebih bawah. Sebagai fungsi lubrikasi (pelicin). Sesuai dengan fungsi ini, maka jalan napas tidak menjadi kering. Fungsi ini dilaksanakan oleh kelenjar mkosa dan sel goblet. Sebagai fungsi pemanas dan pendingin udara. Fungsi ini dilaksanakan oleh karena kayanya vaskularisasi yang terdapat di dalam rongga hidung, yang berfungsi sebagai konduksi dari panas, dan oleh karena adanya perputaran dari udara inspirasi dan ekspirasi. Sinus Walaupun sinus tidak termasuk ke dalam sistem saluran pernapasan, tetapi skarena bermuara dalam rongga hidung, maka sekresinya berpengaruh pula pada jalan pernapasan. Adapun sinus yang bermuara kedalam rongga hidung ini adalah sinus sfenoidalis, sinus maksilaris, sinus etmoidalis dan sinus frontalis. Rongga mulut Pada bagia atas berbatasan dengan labium, palatum duru dan palatum mole, sedangkan bagian belakangnya berbatasan dengan orofaring. Peranannya sebagi pengunyah makanan dikarenakan terdapatnya gigi geligi, berbagai kelenjar ludah yang mengandung enzim ptialin. Peranannya dalam jalan pernah hanya pada waktu bersuara dan tersumbatnya rongga hidung. Faring Merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut. Terdiri dari nasofaring (bagian yang berbatasan dengan rongga hidung), orofaring (bagian yang berbatasan dengan
21 | P a g e

rongga mulut), hipofaring (bagian yang berbatasan dengan laring), yakni bagian dimana pemisah antara udara dan makanan terjadi. Laring Walaupun fungsi utamanya adalah sebagai alat suara, akan tetapi didalam saluran pernapasan fungsinya adalah sebagi jalan udara, oleh karena cela suara diantara pita suara berfungsi sebagai pelindung dari jalan udara. Bila dilihat secara frontal maupun lateral, pada gambaran laring dapat dilihat adanya epiglotis, tulang hilod, tulang rawan tirois, tulang aritenoid, dan tulang rawan krikoid. Tulang rawan krikoid merupakan batas terbawah dari tulang rawan laring, yaitu terletak 2-3 cm dibawah laring. Dibawah dari tulang krikoid biasanya dilakukan tindakan trakeotomi yang bertuuan untuk memperkecil dead space dan mempermudah sekresi. Trakea Trakea merupakan suatu cincin tulang rawan yang tidak lengkap, dimana pada bagian belakangnya terdiri dari 16-20 cincin tulang rawan. Panjang trakea kira-kira 10 cm, tebalnya 4-5 mm, diameternya lebih kurang 2,5 cm dan luas permukaannya lebih kurang 5 cm2. Lapisan trakea terdiri dari mkosa kelnjar submukosa dan dibawahnya terdapat jaringan otot yang terletak pada bagian depan yang menghubungkan kedua bagian tulang rawan. Diameter trakea ini bervariasi pada saat inspirasi dan ekspirasi. Bronkus utama (main bronkus) Bronkus merupakan suatu struktur yang terdapat didalam mediastinum. Bronkus juga merupakan percabangan dari trakea yang membentuk bronkus utama kiri dan bronkus utama kanan. Panjangnya lebih kurang 5 cm, diameternya 11-19 mm, dan luas penampangnya 3,2 cm 2. Percabangan dari trakea sebelum masuk mediastinum disebut dengan bifurkasi dan sudut tajam yang dibentuk oleh percabangan ini yang disebut karina. Karina ini penting di dalam bronkoskopi, yakni untuk mengintepretasikan bagian dari kelainan di dalam mediastinum. Karina membentuk sudut 20-30 derajat pada bronkus kiri dan sudut 45-55 derajat pada bronkus kanan.
22 | P a g e

Bronkus lobaris Bronkus lobaris merupakan percabangan dari bronkus utama. Bronkus utama kanan mempunyai tiga percabangan, yakni superior medialis, dan inferior, sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi bronkus labaris superior dan bronkus lobaris inferior. Diameter dari bronkus lobaris adalah 4,5-11, 5 mm dengan luas penampang 2,7 cm2. Bronkus segmental merupakan percabangan dari bronkus lobaris. VASKULARISASI Vaskularisasi dari paru dibagi atas sistem pembuluh darah dan sistem limfatik. Sistem pembuluh darah Sistem pembuluh darah ini terdiri dari dua bagian, yakni: Bagian pertama yang berfungsi sebagai respirasi, yakni arteri pulmonalis yang keluar dari ventrikel kanan. Pembuluh arteri ini bercabang sesuai dengan percabangan bronkus dan selanjutnya bermuara kedalam vena pulmonalis. Beberapa sifat dari aliran darah pada arteri pulmonalis antara lain menerima seluruh cardiac output. Kurangna otot otot pada pembuluh darah arteriola dan venula, tidak adanya otot otot pada pembuluh darah prekapiler, dan tidak adanya katup katup, serta kurangnya saraf yang menginervasi pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya hubungan antara tekanan darah paru dan aktifitas dinamik jantung. Hal ini penting dalam patofisiologi terjadinya kor pulmonale. Sistem pembuluh darah yang kedua, yakni arteri bronkialis yang berperan dalam menyediakan bahan bahan makanan yang dibutuhkan oleh aru. Arteri ini merupakan cabang dari arteri interkostalis yang berasal dari aorta. Arteri ini memegang peranan penting dalam terjadinya hemoptisis oleh karena pada infeksi sering terjadi hipervaskularisasi. Sistem limfatik Saluran pembuluh limfe
23 | P a g e

Antara cabang-cabang arteri pulmonalis dn cabang cabang arteri bronkiolus, serta dari pleura yag bebas terdapat septa dan dari septa inilah aliran limfe berasal. Jumlah alira yang mengalir dari septa ke pembuluh limfe dan dri pembuluh darah ke septa selalu seimbang. Factor-faktor yang mempengaruhi jumlah cairan ini antara lain tekanan koloid osmotic, teknan hidrostatik kapiler, surfakan, dan tekanan hidrostatik interstitial. Keseibangan dari gaya gaya inilah yang menyebabkan tidak terjadinya pengumpulan cairan didalam paru. Patofisiologi ini penting dalam terjadinya edema atau pmbentkan cairan pada efui pleura. Sebagaimana yang dinyatakan diatas, dimana pembuluh kapiler berbatasan dengan dinding alveoli, dapat menyebabkan terbentuknya cairan interstitial. Pembuluh limfe yang lebih besar bermuara kedalam kelompok kelenjar limfe. Kelenjar limfe ditemukan mulai dari dinding bronkus dan bronkiolus da melalui pembuluh limfe yang lebih besar akan bermuara kedalam kelompok kelenjar limfe yang terdapat disepanjang dinding bronkus maupun dipercabangan bronkus. System pengaliran lime ini berperan penting ala metastasis kanker paru. Percabangan pembuluh arteri bronkiolus, vena bronkialis, arteri pulmonalis, vena pulmonalis, dan pembuluh limfe yang terbanyak adalah di pleura viseralis. Dengan demikian apabila terjadi ketidakseimbangan dalam pengalia cairan di pembuluh ini, maka caira akan terkumpul dirongga pleura. Hal ini merupaka dasar dari terjadinya efusi pleura. Aliran limfe dalam paru berperanan didalam terjadinya edema paru, efusi pleura, dan metastasi kanker paru. INNERVASI Respirasi mempunyai dua system inervasi, yakni: System saraf motorik, yang ditujukan pada diafragma dan otot otot respirasi. System saraf otonom, terutama system saraf simpatik dan parasmpatik, dimana bertidak terutama sebagai aferen dari stretch reseptor yang menuju ke pusat respirasi simpatik dan parasimpatik juga memegang peranan penting dalam pembuluh darah arteriola yang terdapat di paru.

24 | P a g e

3. FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR Siklus Jantung

Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus sinoatrium (SA) melalui system konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respons mekaniknya adalah sistolik dan diastolik. Aktivitas listrik sel yang dicatat secara grafik melalui elektroda intrasel memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi. Aktivitas listrik dari semua sel miokardium secra keseluruhan dapat dilihat dalam suatu elektrokardiogram. 1) Elektrofisiologi Aliran listrik jantung terjadi akibat aliran ion- ion natrium, kalium, dan kalsium melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam tubuh, Na+ dan Ca++ terutama merupakan ion ekstrasel, dan K+ terutama merupakan ion intrasel. Perpindahan ion ion ini melewati membran sel jantung dikendalikan oleh berbagai hal, termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu dan voltase, serta pompa Na+, K+ - ATPase. Potensial Aksi Hasil perpindahan ion antar membran merupakan suatu perbedaan listrik melewati membrane sel yang dapat digambarkan secara grafik sebagai suatu potensial aksi. Potensial aksi yang menggambarkan muatan listrik bagian dalam sel dalam hubungannya dengan muatan listrik bagian luar sel, disebut potensial transmembran. Perubahan potensial transmembran akibat perpindahan ion digambarakan sebagai fase 0-4. Dua tipe utama potensial aksi (yang diklasifikasikan menurut penyebab depolarisasi primer, yaitu saluran Na + cepat dan saluran Ca++ lambat) yaitu : a. Potensial Aksi Respons Cepat Terdapat dalam sel sel otot ventrikel dan atrium, demikian juga dengan serabut purkinje. Potensial transmembran dalam sel ini saat istirahat adalah -90mV. Terdapat beberapa factor yang mempertahankan potensial transmembran saat istirahat yang negative. Yang pertama
25 | P a g e

adalah permeabilitas selektif membrane sel terhadap K+ dibandingkan dengan ion Na+ . Penyebab kedua adalah pompa Na+ , K+-ATPase. Fase potensial aksi respons cepat. Rangsangan yang meningkatkan potensial transmembran menjadi -65mV disebut juga sebagai potensial ambang, berperan dalam memulai depolarisasi. Diperlukan potensial transmembran -65mV untuk mengaktivasi saluran Na + cepat. Dengan terjadinya aktivasi, Na+ tercurah ke dalam sel sesuai dengan perbedaan listrik dan konsentrasi. Perubahan positif cepat dalam potensial transmembran berhubungan dengan depolarisasi, atau fase 0 potensial aksi. Perubahan positif pada potensial transmembran menjadi 0 mV menyebabkan inaktivasi Na+ menjadi menutup tetapi tidak terjadi sebelum voltase menurun ringan. Setelah depolarisasi, terjadi repolarisasi awal membrane sel yang digambarkan oleh fase 1 potensial aksi. Fase 1 memperlihatkan kembalinya negativitas sebagai perpindahan K + keluar sel sesuai dengan perbedaan listrik dan kimiawi. Selama fase 2, terjadi suatu plateau dalam potensial transmembran karena Ca++ berpindah ke dalam sel dan menetralkan secara listrik perpindahan K+ ke luar sel. Plateau berlangsung dalam waktu relative lama karena saluran Ca ++ lambat membuka dan lambat menutup. Begitu menutup, K+ terus berpindah ke luar sel. Aksi ini menyebabkan kembalinya negativitas potensial transmembran seperti yang terlihat pada fase 3, yang disebut juga sebagai repolarisasi akhir. Potensial transmembran terus menurun hingga tercapai potensial saat istirahat (-90mV) yang disebut juga sebagai fase 4. Periode Refrakter. Sekaj awitan fase 0 hingga pertengahan fase 3, sel jantung tidak dapat distimulasi ulang, disebut periode refrakter absolute atau efektif. Dimana saluran Na + cepat diinaktivasi dan tidak dapat diaktifkan ulang walaupun diberi stimulus kuat. Menuju pertengahan fase 3 dan tepat sebelum fase 4, stimulus yang lebih kuat daripada stimulus normal akan menyebabkan terbentuknya potensial aksi, karena saluran Na+ cepat mulai pulih dari inaktivasi, disebut periode refrakter relative. Setelah tercapai fase 4, setiap stimulus yang mencapai ambang dapat menghasilkan suatu potensial aksi. b. Potensial Aksi Respons Lambat

Nodus SA maupun nodus AV (atrioventrikel) memperlihatkan potensial aksi respons lambat. Sel sel nodus ini memiliki lebih sedikit saluran K + dan lebih bocor terhadap Na+ . Oleh karena itu potensial transmembran saat istirahat tidak begitu negative (-60mV). Pada potensial
26 | P a g e

transmembran ini, saluran Na+ cepat yang bergantung voltase tetap tidak teraktivasi. Selain keadaan ini, saluran lain dalam membrane sel secara herediter mengalami kebocoran terhadap Na+, menyebabkan sejumlah besar Na+ yang bocor ke dalam sel. Potensial membrane akhirnya mencapai -40mV, yang merupakan potensial ambang dalam sel respons lambat. Saluran Ca ++ respons lambat yang bergantung voltase menjadi teraktivasi, dan influx Ca ++ ,menyebabkan terjadinya depolarisasi sel. Fase potensial aksi respons lambat. Bentuk potensial aksi respons lambat berbeda dari yang terdapat pada potensial aksi respons cepat. Depolarisasi (fase 0) terjadi lebih lambat pada sel sel yang berespons lambat. Tidak terjadi fase 1. Fase 2 tidak jauh dari fase 3. Fase 3 timbul segera setelah fase 0 karena saluran Ca++ lambat menjadi tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan, sejumlah besar K+ berpindah ke luar sel, menyebabkan potensial membrane saat istirahat kembali menjadi -55mV hingga -60mV (fase 4), yaitu titik ketika saluran K + . Na+ terus bocor ke dalam sel, menyebabkan meningkatnya potensial transmembran hingga -40mV, dan siklus ini dimulai lagi. Sel Pacemaker Serabut sistem hantaran khusus jantung (nodus SA, nodus AV, dan serabut purkinje) memiliki cirri khas automatisasi, yang berarti bahwa serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri, atau menghasilkan potensial aksi secara spontan. Nodus SA adalah pacemaker dominan pada jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri dengan laju lebih cepat dibanding nodus AV dan serabut purkinje. Perpindahan ion selama fase 4 menentukan automatisasi nodus SA maupun nodus AV. Terjadi depolarisasi lambat pada fase 4 karena Na + berpindah ke dalam sel, yang secra relative juga terjadi pada K+. Perpindahan ini meningkatkan potensial transmembran ke nilai ambang, dan kemudian timbul suatu potensial aksi. Potensial aksi ini timbul secara berulang dalam pola siklik teratur, yang menunjukkan karakteristik lain dari kerja nodus SA dan nodus AV-ritmisitas. 2) Ultrastruktur Otot Sarkomer yang merupakan unit kontraktil dasar miokardium tersusun oleh dua miofilamen yang saling tumpang tindih : filament tebal myosin dan filament tipis aktin. Filamen myosin memiliki jembatan penghubung. Filamen aktin tersusun atas 3 komponen
27 | P a g e

protein : aktin, tropomiosin, da troponin. Kontraksi otot terjadi bila tempat aktif pada filament aktin berikatan dengan jembatan penghubung myosin, menyebabkan filament aktin tertarik ke pusta filament myosin, pemendekan sarkomer. Kalsium berperan penting dalam ikatan aktinmiosin. Bila tidak terdapat kalsium, tropomiosin dan troponin melindungi tempat aktif pada filaemn aktin, sehingga mencegah ikatan dengan myosin. Hal ini menghasilkan relaksasi otot jantung. Bila terdapat kalsium, efek inhibisi tropomiosin dan troponin dapat dihambat sendiri sehingga tempat aktif pada filament aktin dapat berikatan dengan jembatan penghubung myosin. Hal ini menyebabkan pemendekan sarkomer dan kontraksi otot jantung. Kalsium yang penting ini tersedia selama stimulasi listrik sel jantung, yaitu saat timbul potensial aksi. 3) Fase Siklus Jantung Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel (sistolik) serta pengisian dan relaksasi ventrikel (diastolik). Secara klinis, sistolik juga dapat dijelaskan sebagai suatu periode antara S1 dan S2, dan diastolic dijelaskan sebagai suatu periode antara S2 dan S1. S1 dan S2 dihasilkan oleh penutupan secara berurutan katup AV dan semilunaris. Faktor penting yang harus diingat adalah bahwa katup jantung membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan tekanan. Pada awal diastolic, darah mengalir cepat dari atrium, melewati katup mitral, dan ke dalam ventrikel. Dengan mulai seimbangnya tekanan antara atrium dan ventrikel, darah mengalir dari atrium ke ventrikel.melambat. Hal ini disebut periode diastasis. Kontraksi atrium kemudian terjadi , berperan dalam bertambahnya 20-30% pengisian atrium. Kemudian terjadi kontraksi ventrikel, dan karena tekanan dalam ventrikel lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup mitral menutup (S1). Hal ini memulai terjadinya sistolik dan kontraksi isovolumik (secara spesifik). Dengan berlanjutnya kontraksi ventrikel, tekanan dalam ventrikel kiri meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan mendorong katup aorta membuka, dan darah tercurah ke luar ventrikel. Hal ini disebut sebagai periode pemompaan ventrikel. Sekitar 70% pengosongan ventrikel terjadi pada sepertiga pertama periode pemompaan. Sehingga sepertiga pertama disebut sebagai pemompaan ventrikel cepat. Dua pertiganya disebut pemompaan ventrikel lambat, karena hanya terjadi pengosongan 30%. Ventrikel lalu relaksasi. Relaksasi ventrikel menyebabkan tekanan dalam ventrikel menurun dibawah tekanan dalam aorta (disebut periode relaksasi isovolumik), dan katup aorta menutup (S2), menyebabkan awitan diastolic. Sementara tekanan ventrikel menurun, terbentuk tekanan
28 | P a g e

ventrikel akibat aliran balik vena melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan ini menyebabkan pembukaan katup mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke ventrikel. Sehingga terjadi periode pengisian ventrikel cepat, dan siklus jantung dimuali lagi. Curah Jantung

Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit. Sementara volume sekuncup adalah volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per detik. Curah jantung rata rata adalah 5L/menit. Namun, hal ini bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer. Aliran Darah ke Perifer

Aliran darah melaluipembuluh darah bergantung pada dua variabel yang saling berlawanan : perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh darah dan resistensi terhadap aliran darah. Resistensi adalah obstruksi aliran darah. Resistensi dipengaruhi oleh lumen pembuluh darah, panjang pembuluh darah, dan viskositas darah. Kecepatan aliran darah sepanjang system pembuluh darah bergantung pada luas penampang pembuluh darah. Aliran darah didistribusi pada banyak system organ sesuai dengan kebutuhan metabolism dan tuntutan fungsional jaringan. Kebutuhan jaringan terus menerus mengalami perubahan sehingga aliran darah hanya terus menerus disesuaikan. Cadangan Jantung

Dalam keadaan normal, jantung mampu meningkatkan kapasitas pompanya di atas daya pompa dalam keadaan istirahat. Cadangan jantung memungkinkan jantung normal untuk meningkatkan curahnya hingga 5x lebih banyak. Frekuensi denyut jantung biasanya dapat ditingkatkan dari 60-100 dpm pada keadaan istirahat hingga mencapai 180 dpm, terutama melalui rangsangan simpatis. Frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi dari itu berbahaya karena dua alasan : 1) dengan meningkatnya frekuensi denyut jantung, fase diastolic menjadi lebih singkat sehingga waktu pengisian ventrikel jantung berkurang. Dengan demikian volume sekuncup akan menurun, sehingga tidak dapat lagi meningkatkan frekuensi jantung. 2) Frekuensi jantung yang tinggi dapat memengaruhi proses oksigenasi miokardium, karena kerja jantung
29 | P a g e

meningkat sedangkan fase diastolic (yaitu saat saat pengisian pembuluh koroner) menjadi berkurang. SISTEM SIRKULASI Sistem sirkulasi terbagi menjadi dua, yaitu: Sirkulasi paru (pulmonalis) Terdiri dari lengkung tertutup pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan paru. Sirkulasi sistemik Sirkuit pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan sistem tubuh lain. Fungsi : Transpor zat-zat nutrisi dan oksigen Transpor sisa-sisa metabolisme jaringan Transpor darah ke ginjal Transpor nutrisi yang diabsorbsi dari pencernaan Regulasi cairan & suhu tubuh

Berlaku prinsip hemodinamik/hukum fisika

STIMULASI LISTRIK JANTUNG

Stimulasi listrik jantung dilakukan oleh otot jantung . Stimulasi dibangkitkan oleh nodus sino-atrial (SA-node). SA-node terletak di belakang atrium kanan . SA-node disebut juga pacemaker (pencetus/pembangkit rangsang). Aliran Potensial Listrik o SA-Node o Menyebar ke atrium o Berkumpul ke Nodus Atrio-ventrikel (AV-Node) o Mengalir ke ventrikel melalui bundle his dan sistem purkinye Ke apeks jantung
30 | P a g e

o Menyebar ke ventrikel kiri & kanan o Setiap aliran listrik lewat, langsung diikuti kontraksi Urutan kontraksi Atrium ventrikel tengah ventrikel ujung ventrikel samping kiri/kanan o Saat di AV-Node, aliran listrik ditahan 1/100 detik Menunggu aliran atrium tuntas (seluruh atrium selesai berkontraksi) baru ke ventrikel o Di sistem purkinye, aliran listrik dipercepat 6x lipat Kontraksi ventrikel cepat, kuat dan serentak kanan & kiri Periode Refraktori Periode refraktori merupakan periode tidak ada impuls/sinyal listrik melewati otot jantung. Terjadi setelah impuls menyebar (saat otot kontraksi) . Memungkinkan jantung berelaksasi setelah berkontraksi. Kecepatan normal aliran listrik : 1/100-1/60 detik Sehingga jantung dapat berdenyut 60-100x/menit < 60x bradikardi > 100x tachikardi

Katup Jantung Katup jantung merupakan pintu yang membatasi ruang jantung . Terdiri dari 4 Katup Mitral (atrium-ventrikel kiri) Trikuspidalis (atrium-ventrikel kanan) Katup mitral dan trikuspidalis disebut juga sebagai katup atrio-ventrikular (Av) Aortal (ventrikel kiri-aorta) Pulmonal (ventrikel kanan-arteri pulmonalis)
31 | P a g e

Katup aortal & pulmonal disebut juga sebagai katup semilunar Fungsi katup Katup hanya membuka ke 1 arah dan ditahan oleh masing-masing daun katup. Fungsi katup adalah agar Darah tidak dapat kembali ke belakang Bunyi Jantung Melalui stetoskop bunyi jantung akan terdengar Lub-DubLub-Dub Lub : Bunyi jantung I (sound-1/S1) Dub : Bunyi jantung II (sound-2/S2) S1 adalah Penutupan katup AV (mitral & trikuspid) secara bersamaan . S2 adalah Penutupan katup semilunar (aortal & pulmonal) secara bersamaan Penutupan & Pembukaan Katup Penutupan & Pembukaan Katup terjadi Karena perubahan tekanan di ventrikel AV menutup Darah di ventrikel penuh dan ventrikel berkontraksi (menyempit) Tekanan ventrikel Mendorong AV menutup, semilunar membuka Semilunar Menutup Darah di ventrikel kosong, ventrikel relaksasi (membesar) Tekanan ventrikel Di sistemik (aorta/arteri pulmonal) ada tahanan perifer (tekanan ) AV membuka, semilunar menutup Siklus Jantung : Sistolik-Diastolik Fase sistolik :
32 | P a g e

Ventrikel kontraksi Darah keluar dari ventrikel ke sistemik Terjadi antara sound 1-sound 2 (lub-dub) Katup atrioventrikular menutup, semilunar membuka Gelombang EKG : antara QRS - T Fase diastolik: Ventrikel relaksasi Darah dari atrium masuk ke ventrikel Terjadi antara sound 2-sound 1 (dub-lub) Katup atrioventrikular membuka, semilunar menutup Gelombang EKG : antara T-QRS

Tekanan Darah Tekanan darah merupakan Besaran gaya, timbul dari darah terhadap dinding vaskular & gaya balasan distensi vaskular yang elastis. Menyebabkan darah mengalir dan keluar dari pembuluh darah. Tekanan darah Tertinggi di aorta adalah 120/80 mmHg. Ke kapiler (10 mmHg), vena lebih turun, (0 mmHg di atrium kanan) Tekananan Darah dipengaruhi oleh: Daya dorong kontraksi jantung Resistensi aliran darah Gesekan/friksi darah thd dinding Semakin panjang pembuluh darah maka friksi semakin tinggi dan tekanan darah semakin tinggi Viskositas/ kekentalan darah

33 | P a g e

Semakin Kental darah maka resistensi semakin tinggi dan mengakibtakan tekanan darah semakin tinggi

Kontrol Sistem Saraf terhadap Jantung Jantung membangkitkan listrik sendiri, namun Dalam keadaan tertentu dipengaruhi sistem saraf otonom (simpatis/parasimpatis): .Simpatis CO, saat tubuh butuh energi besar Diaktivasi adrenalin ritme SA-node HR kecepatan hantar AV-node HR daya kontraksi otot jantung aliran darah arteri koronaria
34 | P a g e

Parasimpatis CO, saat tubuh akan istirahat Diaktivasi asetilkolin ritme SA-node kecepatan hantar AV-node daya kontraksi otot jantung aliran darah koroner

Pemeriksaan fisik: Vital sign: HR= 101x/min, RR= 36x/min. Heart rate penting untuk mengetahui atau menentukan konsumsi oksigen tubuh. Semakin tinggi heart rate berarti semakin banyak konsumsi oksigen. Sebenarnya, ada beberapa macam heart rate : RHR (Resting Heart Rate ), HRR (Heart Rate Reverse, HRR = MHR - RHR), MHR (Maximum Heart Rate, MHR = 220usia), dan THR (Training Heart Rate, THR = ( % dosis latihan x HRR) + RHR)). Diketahui bahwa Heart Rate (HR) normal untuk orang dewasa dalam keadaan istirahat adalah 60-100x per menit. Jika < 60x per menit disebut brakikardi, jika >100x per menit disebut takikardi. Jadi dapat dikatakan HR Ir. Cek Nang dalam kasus ini tinggi, menandakan bahwa konsumsi oksigen oleh jaringan tinggi atau supply oksigen kurang sehingga jantung harus bekerja lebih keras memompakan darah.

Sementara Respiratory Rate (RR) adalah jumlah bernafas yang dilakukan per menit. Frekuensi normal 12 -18 kali per menit, bila lebih dari 18 kali/menit disebut takipneu, sedangkan kurang dari 12 kali permenit disebut bradipneu. Karena itu dikatakan dalam kasus ini Ir. Cek Nang mengalami takipneu (pernafasan yang sangat cepat dan pendek). Jelas dalam kasus ini, Tachypneu bisa terjadi karena konsumsi oksigen oleh jaringan tinggi atau supply oksigen kurang sehingga tubuh perlu mengambil lebih banyak oksigen dari udara luar. 4. ANATOMI SISTEM KARDIOVASKULAR

35 | P a g e

Kardiovaskular, terdiri dari kata kardio dan vascular, maka kardiovaskular pastilah mengenai jantung dan pembuluh darah. 1. Jantung Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan di dalam perikardium di mediastinum. Berada di belakang corpus sternum dan cartilago costalis 2 sampai 6. Di depan vertebrae thoracic ke 5 sampai ke 8. 1/3 berada pada sisi kanan dari garis medial dan 2/3 berada pada sisi kiri.

Jantung mempunyai tiga permukaan : facies sternocostalis (anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga mempunyai apex yang arahnya ke bawah, depan, dan kiri. Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian auricula sinistra. Ventriculus dexter dan sinister dipisahkan oleh sulcus interventricularis anterior. Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus
36 | P a g e

dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Permukaan inferior atrium dextrum, tempat bermuara vena cava inferior juga ikut membentuk facies diaphragmatica. Basis cordis atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat bermuara 4 vena pulmonalis. Basis letaknya berlawanan dengan apex. Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister. Apex terletak setinggi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari garis tengah. Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh auricula sinistra dan dibawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister. Ruang Ruang Jantung

Jantung memiliki 4 ruang : atrium dexter dan sinister, ventriculus dexter dan sinister. Dinding jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang diluar dibungkus oleh pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan di bagian dalam diliputi oleh selapis sel endotel, disebut endocardium.

37 | P a g e

1)

Atrium Dextrum

Terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil, auricula dextra. Pada permukaan jantung, pada tempat pertemuan atrium kanan dan auricula kanan terdapat sebuah sulcus vertical, sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya berbentuk rigi, crista terminalis. Bagian utama, yang terletak posterior terhadap rigi berdinding licin, sementara bagian anterior rigi berdinding kasar karena tersusun atas berkas berkas serabut otot, musculi pectinati, yang berjalan dari crista terminalis ke auricula dextra. Atrium dextrum mempunyai 3 inlet yaitu : vena cava superior, vena cava inferior, dan sinus coronarius. Juga mempunyai 1 outlet yaitu ostium atrioventriculare dextrum. 2) Ventriculus Dexter

Ventriculus dexter berhubungan dengan atrium dextrum melalui ostium atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium trunci pulmonalis. Dinding ventriculus
38 | P a g e

dexter jauh lebih tebal dibandingkan dengan atrium dextrum dan menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam, yang dibentuk oleh berkas berkas otot. Rigi rigi yang menonjol ini menyebabkan dinding ventrikel terlihat seperti busa dan dikenal sebagai trabeculae carneae, yang terdiri dari 3 jenis. Jenis pertama terdiri dari musculi papillares, yang menonjol ke dalam, melekat melalui basisnya pada dinding ventrikel, puncaknya dihubungkan oleh tali tali fibrosa (chorda tendineae) ke cupis valve tricuspidalis. Jenis kedua yang melekat dengan ujungnya pada dinding ventrikel, dan bebas pada bagian tangahnya. Salah satu di antaranya adalah trabecula septomarginalis, menyilang rongga ventrikel dari septa ke dinding anterior. Jenis ketiga hanya terdiri dari rigi rigi yang menonjol. Antara ventriculus dexter dan atrium dexter terdapat valva tricuspidalis yang terdiri dari 3 cuspis yang dibentuk oleh lipatan endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputinya : cuspis anterior, septalis, dan inferior (posterior). Chorda tendineae menghubungkan cuspis dengan musculi papillaris. Valva trunci pulmonalis melindungi ostium trunci pulmonalis dan terdiri atas 3 valvula semilunaris yang dibentuk dari lipatan endocardiumdisertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputinya. Ketiga valvula semilunaris ini tersusun sebagai satu yang terletak di posterior (valvula semilunaris sinistra) dan dua di anterior (valvula semilunaris anterior dan dextra). 3) Atrium Sinistrum

Terdiri atas rongga utama dan auricula sinistra. Bagian dalam atrium sinistra licin tetapi pada auricula sinistra terdapat rigi-rigi otot. Empat vena pulmonalis yang tidak mempunyai katup bermuara ke atrium ini dan antara atrium sinister dan ventriculus sinister terdapat katup, valva mitralis. 4) Ventriculus Sinister

Ventriculus sinistra berhubungan dengan atrium sinistra melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan dengan aorta melalui ostium aortae. Dinding ventriculus sinister 3x lebih tebal dari ventriculus dexter (tekanan darah di dalam ventriculus sinister 6x lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di dalam ventriculus dextra). Terdapat trabecula carneae yang berkembang baik, dua buah musculi papillaris yang besar, tetapi tidak terdapat trabecula septomarginalis. Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare sinistrum, dan terdiri dari 2 cuspis, cuspis anterior
39 | P a g e

dan posterior. Valva aortae melindungi ostium aortae, mempunyai 3 cuspis, satu cuspis terletak di anterior ((valvula semilunaris dextra) dan dua di posterior (valvula semilunaris posterior dan sinistra). 2. Vaskular Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan menyebarkan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian dikembalikan ke jantung. Sementara darah adalah medium pengangkut tempat larut atau tersuspensinya bahan bahan ( misalnya O2, CO2, nutrient, zat sisa, elektrolit, dan hormone) yang akan diangkut jarak jauh ke berbagai bagian tubuh. Arteri utama untuk kepala dan thorax

40 | P a g e

41 | P a g e

Arteri utama untuk Pelvis dan Abdomen

42 | P a g e

Arteri untuk extremitas superior

Arteri untuk extremitas inferior

43 | P a g e

Vena utama untuk kepala dan thorax

44 | P a g e

Vena utama untuk extremitas superior

Vena utama untuk extremitas inferior

45 | P a g e

Vena utama untuk pelvis dan abdomen

46 | P a g e

3. Blood circulation a. Pulmonary circulation Sirkulasi pulmonary membawa darah ke dan dari paru-paru b. Systemic circulation Sirkulasi Sistemik membawa darah ke dan dari sisa anggota tubuh selain paruparu

47 | P a g e

Hubungann sistem kardiovaskular ke kasus adalah: Pada hipoksia terjadi edema serebri akut. Hal ini dipercaya terjadi karena pembuluh darah otak mengalami vasodilatasi lokal akibat hipoksia. Dilatasi arteriol-arteriol akan meningkatkanaliran darah meunju kapiler, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, yang pada gilirannya dapat meyebabkan pembesaran cairan ke jaringan otak. Interpretasi PO2 dan PCO2 Seharusnya PO2 dan PCO2 Cek Nang tidak serendah itu untuk ketinggian 3000 m. Karena pada ketinggian 10.000m kaki saja PCO2 adalah 40 mm Hg dan PO2 adalah 104 mm Hg . Pajanan PO2 rendah secara mendadak akan merangsang kemoreseptor arteri sehingga kemoreseptor tersebut akan meningkatkan ventilasi alveolus. Kenaikan ventilasi paru yang mendadakpada saat menaiki tempat yang tinggi akan menghilangkan sejumlah besar karbon dioksida, sehingga PCO2 turun dan meningkatkan pH cairan tubuh. Semua perubahan itu akan menghambat pusat pernapasan batang otak dan dengan demikian melawan efek PO2 yang rendah unuk merangsang pernapasan menggunakan kemoreseptor pernapsan perifer di badan karotid dan badan aortik. Namun, efek penghambatan ini perlahan-lahan hilang dalam waktu dua sampai lima hari, sehingga pusat pernapasan dapat mengadakan respons maksimal terhadap rangsangan kemoreseptor sebagai akibat dari hipoksia. Dan ventialsi meningkat sekitar lima kali normal.

48 | P a g e

Penyebab hilangnya hambatan pernapasan ini terjadi terutama karena adanya penurunan kadar ion bikarbonat dalam cairan serebrospinal sebagaimana dalam jaringan otak. Perubahanperubahan tersebut akan menurunkan Ph cairan di sekelililng neuron kemosensitif di pusat pernapasan, dengan demikian akan meningkatkan aktivitas pusat tersebut dalam menstimulasi pernapasan Mekanisme penting penurunan berkala konsentrasi bikarbonat merupakan kompensasi ginjal terhadap alkalosis respiratorik. Ginjal memberikan respon terhadap penurunan PO2 dengan cara menurukan sekresi ion hidrogen dan meningkatkan eksresi bikarbonat.

5. HOMEOSTASIS Lingkungan dataran tinggi mempunyai kondisi yang berbeda dengan dataran rendah, baik dalam komposisi udara, tekanan oksigen, topografi, cuaca, jenis dan komposisi tanah, habitat, dan sebagainya yang kesemuanya menuntut jenis dan besar aktivitas fisik yang berbeda. Phyle dalam Janatin Hastuti (2005) menyatakan bahwa perbedaan dalam ketinggian mempunyai perbedaan dalam ekologi. Hidup pada tempat tinggi akan menerima stress ekologis yang kompleks, diantaranya sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hipoksia Barometer rendah Radiasi matahari tinggi Suhu udara dingin Kelembaban udara rendah Angin kencang Nutrisi terbatas Medan yang terjal

Komponen dari sistem homeostasis:


1. Regulated variable adalah variabel yang akan dijaga konstan. 2. Set point adalah nilai yang diinginkan dari regulated variable. 3. Sensor menilai status regulated variable. 4. Feedback controller membandingkan kondisi saat ini dengan set point. 5. Efektor membawa status regulated variable sejalan dengan set point.

49 | P a g e

Karakteristik homeostasis: 1. Efektor bisa mempunyai tindakan yang bertentangan. 2. Negative feedback adalah proses untuk mencegah perubahan. 3. Positive feedback adalah proses untuk mempertahankan perubahan. 4. Feed forward control adalah stimuli luar yang mengubah respon umpan balik. Keadaan suhu, tekanan, dan kadar oksigen di lingkungan dengan ketinggian 3200 m di atas permukaan laut: SUHU Semakin tinggi kedudukan suatu tempat, temperatur udara di tempat tersebut akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya semakin rendah kedudukan suatu tempat, temperatur udara TEKANAN Dataran rendah punya tekanan udara lebih tinggi dataran tinggi, tekanan udaranya lebih rendah, penurunan tekanan berbanding lurus dengan laju penurunan suhu. Perbedaanya: 1. Kadar Oksigen 2. Suhu
50 | P a g e

akan

semakin

tinggi.

Dataran rendah Lebih tinggi Lebih tinggi

Dataran tinggi Lebih rendah Lebih rendah

3. Tekanan parsial gas Tinggi Oksigen

Rendah ketinggian 3 km,

Pada permukaan laut tekanan Pada 0,2 atm.

parsial gas oksigen sebesar tekanan parsial gas oksigen sekitar 0,14 atm

Kompensasi sistem respirasi, kardiovaskular, darah, dan syaraf dalam mempertahankan homeostasis: a) Sistem respirasi Peningkatan ventilasi paru: Perubahan system respirasi; pajanan PO 2 yang rendah akan segera merangsang kemoreseptor arteri sehingga terjadi peningkatan ventilasi alveolus. Peningkatan ventilasi paru ini akan menghilangkan sebagian besar karbondioksida, sehingga PCO2 turun, dan meningkatkan pH cairan tubuh (semakin basa/H+ berkurang). Penurunan kadar H+ ini akan dikompensasi oleh ginjal dengan menurunkan kadar ion bikarbonat, termasuk pada cairan serebrospinal. Penurunan pH di sekeliling neurokemosensitif di pusat pernapasan ini akan meningkatkan aktivitas pusat tersebut dalam menstimulasi pusat pernapasan. Peningkatan kapasitas difusi paru. Peningkatan kapasitas difusi akan terjadi pada tempat yang tinggi. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan volume darah kapiler paru, yang menyebabkan pelebaran kapiler dan peningkatan luas daerah tempat oksigen berdifusi ke dalam darah. Peningkatan volume udara paru, juga akan menyebabkan antarmuka kapiler-alveolus meluas. Bagian terakhir yang menyokong adalah peningkatan tekanan darah arteri paru, yang akan mendorong darah untuk melewati lebih banyak kapiler alveolus.

b) Kardiovaskular Peningkatan vaskularisasi jaringan perifer. Perubahan system kardiovaskular dan sirkulasi; segera setelah mencapai suatu tempat tinggi, curah jantung akan meningkat, dan kemudian akan turun kembali menjadi normal seiring dengan terjadinya hematokrit darah, sehingga jumlah oksigen yang diangkut ke dalam jaringan kembali normal. Adaptasi sirkulasi yang lain adalah peningkatan jumlah pertumbuhan sirkuler yang bersirkulasi secara sistemik di jaringan non-paru, yang disebut sebagai peningkatan kapiler jaringan. c) Darah
51 | P a g e

Peningkatan jumlah sel darah merah. Hipoksia merupakan rangsangan utama yang akan menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Produksi eritropoietin dirangsang oleh hipoksia jaringan ginjal yang disebabkan oleh perubahan takanan O2 atmosfir, penurunan kandungan O2 darah arteri, dan penurunan kandungan hemoglobin. Eritropoietin akan merangsang sel-sel induk untuk memulai proliferasi dan maturasi selsel darah merah. d) Saraf Jika aliran darah ke otak tidak mencukupi untuk memenuhi jumlah oksigen yang diperlukan, mekanisme defisiensi oksigen untuk menimbulkan vasodilatasi, akan menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat mengembalikan aliran darah otak dan transport oksigen ke jaringan otak sampai mendekati normal. Jadi, mekanisme pengaturan aliran darah setempat pada otak ini hampir sama dengan yang terjadi pada pembuluh darah koronaria, di otot-otot rangka dan sebagian besar area sirkulasi tubuh lainnya. 6. HIPOKSIA Hipoksia adalah kekurangan O2, di tingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan. Hipoksia merujuk kepada kondisi kurangnya O2 di tingkat sel. Terdapat empat kategori umum hipoksia: 1. Hipoksia hipoksik ditandai oleh rendahnya PO2 darah arteri disertai oleh kurang adekuatnya saturasi Hb. Hal ini disebabkan oleh (a) malfungsi pernapasan yang menyebabkan kurang memadainya pertukaran gas, dicirikan oleh PO2 alveolus yang normal tetapi PO2 arteri berkurang, atau (b) berada diketinggian atau lingkungan yang menyesakkan dimana PO2 atmosfer berkurang hingga PO2 alveolus dan arteri juga berkurang

2. Hipoksia anemic adalah berkurangnya kapasitas darah mengangkut O2. Hal ini dapat terjadi karena (a) penurunan jumlah sel darah merah, (b) berkurangnya jumlah Hb di dalam sel darah merah, atau (c) keracunan CO. pada semua kasus hipoksia anemic, PO2

52 | P a g e

arteri normal tetapi kandungan O2 darah arteri lebih rendah daripada normal karena berkurangnya ketersediaan Hb.

3. Hipoksia sirkulasi terjadi jika darah beroksigen yang dialirkan ke jaringan terlalu sedikit. Hipoksia jaringan mungkin terbatas di daerah tertentu karena spasme atau sumbatan pembuluh darah. Atau tubuh dapat mengalami hipoksia sirkulasi secara umum akibat gagal jantung kongensif atau syok sirkulasi. PO2 dan kandungan O2 arteri biasanya normal tetapi darah beroksigen yang mencapai sel terlalu sedikit. Pada Hipoksia histotoksik, penyaluran O2 ke jaringan normal tetapi sel tidak dapat menggunakan O2 yang tersedia. Penyebab: Di dalam tubuh manusia terdapat suatu sistem kesetimbangan yang berperan dalam menjaga fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Salah satu proses adaptasi yang dilakukan oleh tubuh manusia adalah beradaptasi terhadap perubahan ketinggian yang tiba-tiba. Jika seseorang yang bertempat tinggal di Jakarta dengan ketinggian 0 km dari permukaan laut (dpl) pergi dengan pesawat terbang ke Mexico City dengan ketinggian 2,3 km dpl, maka setelah tiba di Mexico City akan merasa pusing, mual, atau rasa tidak nyaman lainnya. Oleh karena itu, kasus Hypoxia ini tidak terjadi pada penduduk setempat yang sudah terbiasa hidup di daerah dataran tinggi tersebut dan bagi pendaki gunung diperlukan pos-pos pemberhentian agar tubuh selalu dapat beradaptasi secara baik terus-menerus. Kesetimbangan Pengikatan Oksigen oleh Hemoglobin Keadaan tersebut dapat dijelaskan berdasarkan sistem reaksi kesetimbangan pengikatan oksigen oleh hemoglobin: Hb(aq) + O2(aq) HbO2(aq)

53 | P a g e

HbO2 merupakan oksihaemoglobin yang berperan dalam membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh termasuk otak. Tetapan kesetimbangan dari reaksi tersebut adalah: Kc = [HbO2] / [Hb][O2] Pada ketinggian 3 km, tekanan parsial gas oksigen sekitar 0,14 atm, sedangkan pada permukaan laut tekanan parsial gas oksigen sebesar 0,2 atm. Kesetimbangan akan bergeser ke kiri Berdasarkan azas Le-Chatelier, dengan berkurangnya gas oksigen berati kesetimbangan akan bergeser ke kiri, dan berakibat kadar HbO2 di dalam darah menurun. Akibat yang ditimbulkan dari keadaan tersebut, suplai oksigen ke seluruh jaringan akan berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa mual dan pusing, serta perasaan tidak nyaman pada tubuh. Kondisi tersebut akan mengakibatkan tubuh berusaha beradaptasi dengan memproduksi hemoglobin sebanyak-banyaknya. Dengan meningkatnya konsentrasi hemoglobin akan menggeser kembali kesetimbangan ke kanan dan HbO2 akan meningkat kembali seperti semula. Penyesuaian ini berlangsung kurang lebih 2-3 minggu. Dari penelitian, diketahui bahwa kadar hemoglobin rata-rata penduduk yang bertempat tinggal di dataran tinggi akan memiliki hemoglobin lebih tinggi daripada penduduk yang bertempat tinggal di dataran rendah. Peningkatan konsentrasi hemoglobin terjadi 1-2 hari pertama pendakian dan terus meningkat sampai beberapa minggu disebabkan oleh peningkatan viskositas darah. Selanjutnya hipoksia akan merangsang produksi eritropoetin dari aparatus jukstaglomerular ginjal dan hati sehingga produksi hemoglobin akan meningkat. Petunjuk adanya hipoksia dan hipoksemia:
Gas darah / Sistem Gas darah arteri Temuan Laboratorium/ Tanda Klinis PaO2 : 80-100 mmHg (normal) 60-80 mmHg (Hipoksemi ringan) 40-60 mmHg (Hipoksemia sedang)

54 | P a g e

<40 mmHg (Hipoksemia berat) SaO2 : 95%-97% (normal) <90% (dapat mengindikasikan hipoksemia) pH : 7,35-7,45 (normal) <7,35 (asidemia) >7,45 (alkalemia) PaCO2 : 35-45 mmHg (normal) >45 mmHg (Hipoventilasi) Sistem Pernapasan Sistem saraf pusat <35 mmHg (Hiperventilasi) Tacypnea, menurunnya volume tidal, dyspnea, menguap mengunakan otot-otot pernapasan tambahan, lubang hidung melebar. Sakit kepala (akibat vasodilatasi cerebral) Kekacauan mental, tingkah laku yang aneh, gelisah Mudah terangsang, ekspresi wajah cemas, berkeringat Sistem kardiovaskular Rasa mengantuk yang dapat berlanjut menjadi koma jika hipoksia berat. Mula-mula takikardia; kemudian bradikardia jika otot jantung tidak cukup mendapat O2. Peningkatan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan tekanan darah jika hipoksia Kulit tidak diatasi; disritmia Sianosis pada bibir, mukosa mulut, dan dasar kuku.

Hypoxic responses Respirasi rate Kardiovaskular rate dan stroke volume. Pulmonary vasoconstriction and cerebral vasodilatation (increases PA pressure) Hematologi red blood cell mass dan plasma viscosity O2 Hb disosiasi kurva bergeser ke kiri untuk meningkatkan afinitas untuk O2 (pengiriman ke jaringan kurang) Kadang orang yang berdiam terlalu lama di tempat tinggi, namun tubuh kurang bisa beradaptasi dengan baik, akan terjadi gejala berikut:
55 | P a g e

1. Sel darah merah dan hematokrit meningkat tinggi sekali 2. Tekanan arteri pulmonalis meningkat, bahkan melebihi peningkatan normal yg terjadi selama aklimatisasi 3. Jantung sisi kanan sangat membesar 4. Tekanan arteri perifer menurun 5. Terjadi gagal jantung kongesif Kematian sering terjadi, kecuali pasien segera dipindahkan ke tempat rendah Penyebab peristiwa-peristiwa tersebut mungkin tiga hal, yaitu: Pertama, massa sel darah merah menjadi terlalu besar sehingga viskositas darah meningkat beberapa kali lipat; peningkatan viskositas darah ini akan menurunkan aliran darah jaringan sehingga pengangkutan oksigen juga berkurang. Kedua, arteriol paru mengalami vasokonstriksi akibat hipoksia paru. Hal ini terjadi akibat mekanisme konstriksi akibat sebagai reaksi terhadap hipoksia, yang secara normal terjadi dengan tujuan mengalihkan aliran darah dari alveoli rendah oksigen ke alveoli tinggi oksigen. Tetap, karena semua alveoli sekarang berada dalam keadaan rendah oksigen, semua arteriol mengalami konstriksi, tekanan arteri pulmonalis meningkat hebat, sehingga terjadilah payah jantung kanan. Ketiga, spasme arteriol alveolus mengalihkan banyak aliran darah ke pembuluh paru nonalveolar, menyebabkan banyak aliran darah paru memintas ke pembuluh darah yang oksigenasinya rendah, dan hal ini akan lebih mempersulit keadaan. Jika proses adaptasi terus-menerus gagal, sehingga penderita kekurangan oksigen secara berat, maka dampak terparah yaitu timbulnya kematian. Jadi penderita harus segera diberikan oksigen atau dibawa ke tempat yang lebih rendah untuk pulih kembali. Aliran darah pulmoner Hiperventilasi karena ketinggian akan diikuti peningkatan curah jantung, frekuensi jantung dan tekanan darah sistemik. Efek ini akibat perangsangan simpatis sistem kardiovaskular yang menyebabkan perangsangan kemoreseptor arteri dan peningkatan inflasi paru. Selain itu mungkin juga merupakan akibat langsung efek hipoksia miokardium yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah pulmoner Peningkatan curah jantung, vasokonstriksi hipoksik pulmoner dan rangsang saraf simpatis pembuluh darah menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmoner rata-rata yang selanjutnya dapat mengakibatkan hipertensi pulmoner serta peningkatan kerja ventrikel kanan.
56 | P a g e

Pada ketinggian tekanan atmosfer dan tekanan oksigen inspirasi akan menurun secara linear, menjadi 50% dari nilai permukaan laut pada ketinggian 5000 meter dan hanya 30% dari nilai permukaan laut pada ketinggian 8900 meter (Puncak Everest).Seiring dengan penurunan PO, tubuh akan mengkompensasinya dengan meningkatkan ventilasi. Hipoksia juga akan menyebabkan vasokonstriksi pulmoner yang selanjutnya mengakibatkan hipertensi pulmoner dan high altitude pulmonary oedema (HAPE). Selain itu ketinggian juga dapat menyebabkan gejala acute mountain sickness (AMS) dan chronic mountain sickness (CMS).Insidens HAPE bervariasi antara 0,01% - 15%. Laki-laki dan perempuan dapat menderita HAPE, walaupun lakilaki muda lebih mempunyai risiko. Orang Tibet dan Sherpa mempunyai proteksi genetik terhadap HAPE walaupun pernah dilaporkan terjadi pada populasi ini. Pendakian cepat pada ketinggian menyebabkan perubahan fisiologik dan kelainan paru sehingga diperlukan penanganan yang tepat.Udara mengandung 78,08 % nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas ini bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan barometer. Tekanan tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya, sehingga tekanan oksigen sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan dengan permukaan laut, dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91 mmHg atau turun sebesar 40 %. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin dalam darah tergantung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli. Di tempat tinggi karbondioksida diekskresi terus-menerus dari darah ke alveoli, begitu juga air akan menguap ke dalam udara inspirasi dari permukaan alat pernapasan, Kedua gas ini akan mengencerkan oksigen di dalam alveoli, sehingga menurunkan kadar oksigen. Tekanan uap air di dalam alveoli teteap 47 mm Hg selama suhu tubuh normal, tidak bergantung pada ketinggian. Lain halnya dengan karbondioksida, selama berada di tempat yang sangat tinggi Pco 2 alveolus turun dari 40 mmHg ( nilai di permukaan laut ) ke nilai yang lebih rendah. Sedangkan untuk PO2 di alveolus 104 mm Hg (nilai di permukaan laut) menjadi 60 mm Hg pada ketinggian 3200 meter. Pada seseorang yang teraklimitisasi, maka ventilasinya akan meningkat sampai lima kali lipat, sehingga perubahannya tidak terlalu berarti. Saturasi oksigen arteri akan sangat menurun pada ketinggian tertentu.
57 | P a g e

Bila Po2 alveolus diturunkan sampai 60 mm Hg, saturasi oksigen hemoglobin arteri masih 89 persen, yaitu hanya 8 persen dibawah saturasi normal sebesar 97 persen. Selanjutnya jaringan masih mengeluarkan kira-kira 5 mililiter oksigen dari setiap 100 mililiter darah yang melalui jaringan tersebut. Untuk mengeluarkan oksigen PO 2 darah vena turun menjadi 35 mm Hg , hanya 5 mm Hg dibawah normal sebesar 40 mm Hg . Dengan demikian PO 2 jaringan hampir tak berubah, walaupun PO2 alveolus secara nyata menurun dari 104 mm Hg menjadi 60 mm Hg. Pada dasarnya tubuh akan mengadakan adaptasi pada daerah tinggi, sehingga seseorang yang secara tiba-tiba berada pada daerah tinggi akan mengalami beberapa perubahan fisiologis demi mengembalikan homoeostasis. - Peningkatan ventilasi paru (peran kemoreseptor arteri) Kenaikan ventilasi paru yang mendadak pada saat kita naik ke tempat tinggi akan menghilangkan sejumlah besar karbon dioksida, sehingga PCO2 turun, dan meningkatkan pH cairan tubuh. Semua perubahan itu akan menghambat pusat pernapasan batang otak dan dengan demikian melawan efek PO 2 yang rendah untuk merangsang pernapasan menggunakan kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan badan aortic. Namun efek hambatan ini perlahan-lahan akan hilang dalam waktu dua sampai lima hari, sehingga pusat pernapasan dapat mengadakan respons maksimal terhadap rangsangan kemoreseptor sebagai akibat dari hipoksia, dan ventilasi meningkat sekitar lima kali normal. Penyebab hilangnya hambatan ini dipercaya terjadi terutama karena adanya penurunan kadar ion bikarbonat dalam cairan serebrospinal sebagaimana dalam jaringan otak. Perubahan-perubahan tersebut akan menurunkan pH cairan di sekeliling neuron kemosensitif di pusat pernapasan, dengan demikian akan meningkatkan aktivitas pusat tersebut dalam menstimulasi pernapasan.

- Peningkatan jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan) merupakan rangsangan utama yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Namun jika hanya dalam beberapa hari, belum ada peningkatan berarti. Setelah terpajan berminggu-minggu dan tubuh telah mengadakan adaptasi, hematokrit akan meningkat hingga 60, dan kadar Hb dari nilai normal 15g/dl dapat meningkat menjadi 20g/dl.

58 | P a g e

- Peningkatan kapasitas difusi Kita ingat bahwa kapasitas difusi normal untuk oksigen ketika melalui membrane paru kira-kira 21 ml/mm Hg/menit, & kapasitas difusi ini dapat meningkat sebanyak 3 kali lipat di tempat tinggi. Sebagian dri peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan volume darah kapiler paru, yg menyebabkan terjadinya pelebaran kapiler & peningkatan luas daerah permukaan tempat oksigen berdifusi ke dalam darah. Sebagian lagi disebabkan oleh peningkatan volume udara paru, yg mengakibatkan antarmuka (interface) kapiler-alveolus lebih meluas lagi. Bagian yg terakhir menyokong ialah peningkatan tekanan darah arteri paru; tenaga ini akan mendorong darah utk melalui lebih banyak kapiler alveolus daripada dalam keadaan normal, terutama bagian atas paru, yg pada keadaan biasa perfusinya buruk.

- Perubahan system sirkulasi perifer (Peningkatan kapilaritas jaringan) Segera setelah mencapai tempat tinggi, curah jantung seringkali meningkat sampai 30 persen, tetapi kemudian turun kembali menjadi normal dalam hitungan minggu seiring terjadinya peningkatan hematokrit darah, jadi jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan tubuh perifer tetap dalam kisaran normal.

- Adaptasi sirkulasi yang lain ialah peningkatan jumlah pertumbuhan kapiler yang bersirkulasi secara sistemik di jaringan non paru, yang disebut sebagai peningkatan kapilaritas jaringan (atau angiogenesis). Hal ini terutama terjadi pada binatang yang lahir dan dibiakkan di tempat tinggi, dan kurang nyata efeknya pada binatang yang baru berada di tempat tinggi setelah umurnya cukup tua. Peningkatan kapilaritas akan terlihat sangat nyata pd jaringan aktif yg terpajan hipoksia kronik. Contoh, kepadatan kapiler dlm otot ventrikel kanan meningkat secara bermakna akibat hipoksia & beban kerja yg berat, yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal pada ketinggian. Sesak napas (dispnea) ,terasa melayang, dan susah tidur terjadi karena hiperventilasi yang terjadi di paru-paru. Pada saat terpapar Po2 yang rendah secara mendadak, akan merangsang kemoreseptor arteri sehingga meningkatkan ventilasi alveolus menjadi maksimal 1,65 kali di atas normal. Kenaikan ventilasi paru yang mendadak akan menghilangkan sejumlah besar karbondioksida, akibatnya Pco2 turun (hipokapnia). Efek dari berkurangnya karbondiaksida
59 | P a g e

dalam dalam adalah terjadi alkalosis respiratorik. CO2 dapat bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3), asam karbonat kemudian dipecah menjadi ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3-). Kekurangan CO2 akan menyebabkan kurangnya ion H+ sehingga pH naik.Turunnya pH tubuh menghambat pusat pernapasan di medulla oblongata dan melawan efek dari turunnya Po2. Efek ini akan menghambat perangsangan pernapasan dengan menggunakan kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan aortik. Efek ini akan hilang setelah beberapa hari karena penurunan kadar ion bikarbonat dalam cairan serebrospinal sebagaimana dalam jaringan otak. Hal ini akan menurunkan kembali pH cairan di sekitar neuron kemosensitif di pusat pernapasan. pH ini dikontrol juga oleh ginjal sebagai kompensasi dari alkalosis respiratorik, caranya yaitu dengan menurunkan sekresi H + dan meningkatkan ekskresi bikarbonat. Turunnya pH ke arah normal secara bertahap akan membuang efek inhibisi pernapasan dan membuat ventilasi meningkat sekitar lima kali normal (hiperventilasi). Susah tidur terjadi karena jantung berdebar-debar akibat efek dari kemoreseptor pernapasan perifer di badan karotid dan badan aortik. Penyebab sakit kepala bisa disebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal, yang dipicu oleh stress, makanan tertentu, faktor lingkungan, atau sesuatu yang lain. Saat ini sebagian besar ahli medis percaya serangan sakit kepala itu dimulai di otak, dan melibatkan berbagai jalur saraf dan bahan kimia. Perubahan tersebut mempengaruhi aliran darah di otak dan jaringan sekitarnya. Posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap frekuensi pernapasan. Pada tubuh yang berdiri, otot-otot kaki akan berkontraksi sehingga diperlukan tenaga untuk menjaga tubuh tetap tegak berdiri. Untuk itu diperlukan banyak O2 dan diproduksi banyak CO2. Pada posisi tubuh berdiri, frekuensi pernapasannya meningkat.Pada posisi duduk atau tiduran, beban berat tubuh disangga oleh sebagian besar bagian tubuh sehingga terjadi penyebaran beban. Hal ini mengakibatkan jumlah energi yg diperlukan untuk menyangga tubuh tidak terlalu besar hingga frekuensi pernapasannya juga rendah. Selain itu sesak napas juga dipengaruhi oleh peningkatan faktor kerja pernapasan. Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan saluran napas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal ini berakibat

60 | P a g e

kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas. Acute Mountain Sickness adalah kondisi yang sering dialami pada 4-72 jam pertama pada ketinggian di atas 2000 m. Hal ini disertai dengan gejala-gejala misalnya sakit kepala, mudah tersinggung, susah tidur, pusing, mual, tak ada nafsu makan dan muntah. Berat gejala-gejala tersebut bagian terbesarnya tergantung pada kecepatan pendakian. Acute Mountain Sickness (AMS) dapat diminimalkan bila pendakian dari ketinggian rendah (<1500 m) ke ketinggian sedang (>2000 m) berlangsung lambat meliputi beberapa hari, asupan cairan dan karbohidrat dalam tata-gizi ditingkatkan dan program latihan diatur pada tingkat yang ringan. Biasanya penyakit itu hanya berlangsung untuk 2-3 hari. Acetazolamide (Diamox = sejenis diuretika) terbukti dapat meminimalkan kejadian PGA (Sutton et al. 1979). Selain itu, pada penderita hipoksia diketahui juga mengalami: 1. Tachypneu Tachypneu adalah pernapasan yang sangat cepat. Pada kasus ini, sesak napas (tachypneu) disebabkan karena terjadinya hipoksia pada pons dan medulla oblongata yang mengatur sistem pernapasan. Kadar O2 menurun mengakibatkan hiperventilasi (mempercepat frekuensi pernapasan) yang menyebabkan tachypneu. 2. Sianosis Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi biru yang disebabkan oleh adanya deoksihemoglobin dalam pembuluh darah superfisial. Molekul hemoglobin berubah warna dari biru menjadi merah bila berikatan dengan oksigen di kedua paru. Jika terdapat lebih dari 50g/L deoksihemoglobin dalam darah maka kulit akan tampak kebiruan (Ganong, 1999) Perubahan warna kulit dan membrane mukosa menjadi kebiru-biruan (sianosis) adalah gejala yang sering diakibatkan dari hipoksia (Paulman et al 2010). Sianosis timbul apabila terjadi penurunan penyampaian oksigen karena rendahnya tekanan parsial oksigen di atmosfer dan rendahnya curah jantung. Mekanismenya berawal dari vena yang bersaturasi rendah (rendah kadar oksigen) kembali ke paru dan tidak mendapat oksigen selama perjalanan di pembuluh darah baru. Maka darah yang keluar dari arteri akan memiliki kandungan oksigen dan tekanan parsial oksigen yang sama dengan darah vena sistemik. Bila semua darah vena bersaturasi rendah melalui sirkulasi paru dan mencapai keseimbangan dengan gas di rongga alveolar, maka P0 2 = PAO2 sehingga
61 | P a g e

tidak ada gradien antara tekanan oksigen alveolar dengan tekanan oksigen dalam vena pulmonalis. Kadar oksigen yang ada sekarang tidak memadai untuk dibawa ke semua sistem tubuh sehingga pasokan menuju jaringan tidak dipenuhi. Oksigen yang normal dalam tubuh akan berikatan dengan Hb dan membentuk oksihemoglobin (HbO2). Oksihemoglobin inilah yang membuat darah menjadi merah. Sehingga ketika pasokan oksigen yang berikatan dengan Hb sedikit, tidak terlihat warna merah pada pembuluh kapiler. Sering terjadi pada bagian-bagian tubuh yang memiliki banyak pembuluh darah superfisial di bagian ekstrimitas (kuku jari) dan bibir. Penyebab Sianosis: Sianosis Sentral 1. Saturasi oksigen dalam arteri yang menurun. Normalnya 95-97% dan sianosis akan terdeteksi pada 75% (Price Willson) Kadar oksigen inspirasi berkurang: berada di tempat yang sangat tinggi. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin dalam darah tergantung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli. PaO2 normal dalam darah = 80-100 mmHg, PaO2 normal dalam alveoli = 90-115 mmHg Penyakit paru: hambatan aliran udara yang kronis dengan korpulmonal, emboli paru masih. Shunt jantung kanan ke kiri (penyakit jantung kongenital sianosis) 2. Polisitemia 3. Kelainan hemoglobin dan methemoglobinemia 4. Biru metilen (diberikan untuk pemeriksaan jantung- kurva zat pewarna, Sianosis Perifer 1. 2. 3. 4. Semua penyebab dari sianosis sentral menyebabkan sianosis perifer. Terkena hawa dingin Curah jantung yang berkurang; gagal ventrikel kiri atau syok Obstruksi arteri atau vena. (Buku ajar asuhan keperawatan dgn gangguan system pernapasan, arif muttaqin) 5. Vasokontriksi pembuluh darah Sianosis biasanya sering terlihat pada bibir, kuku, dan telinga. Derajat sianosis ditentukan dari warna ketebalan kulit yang terlihat. Sebenarnya, penilaian akurat dari derajat sianosis ini sulit ditentukan, karena tingkat penurunan saturasi oksigen yang dapat berakibat sianosis berbeda pada tiap ras.
62 | P a g e

IX.

KESIMPULAN

Karena berada pada ketinggian 3200 meter di atas permukaan laut, Ir. Cek Nang (56 tahun) merasakan perbedaan kondisi lingkungan yang dimana suhu rendah, tekanan udara rendah, serta kadar oksigen yang rendah. Ir. Cek Nang mengalami hipoksia, yaitu kurangnya oksigen di jaringan tubuh. Tekanan oksigen di atmosfer yang rendah dan juga tekanan udara luar yang rendah mengakibatkan oksigen sulit berdifusi ke jaringan tubuh Ir. Cek Nang, terutama organ-organ perifer. Karena membutuhkan oksigen yang banyak, maka terjadi vasodilatasi pada otak. Hal itulah yang menyebabkan timbulnya gejala terasa melayang, susah tidur, dan pusing. Selain itu, kurangnya kadar oksigen pada jaringan juga menyebabkan respiration rate (RR) yang dimiliki Ir. Cek Nang meningkat, terjadi hiperventilasi karbondioksida karena respon kebutuhan oksigen. Hal itu mengakibatkan terjadinya alkalosis respirasi (sesak nafas), rendahnya kadar oksigen pada jaringan juga menyebabkan terjadinya deoksihaemoglobin yang mengakibatkan terjadi sianosis pada kuku jari. Heart rate (HR) yang meningkat (jantung berdebar) juga disebabkan oleh pemompaan jantung lebih maksimal guna memenuhi kebutuhan oksigen pada jaringan. Pada dasarnya, Ir. Cek Nang tidak mengalami gangguan respirasi ataupun gangguan kardiovaskular. Ir. Cek Nang hanya mengalami Acute Mountain Sickness (AMS) yang dimana solusi yang dapat diberikan adalah masuk ruang hiperbarik, istirahat, dan pemberian oksigen tekanan tinggi (dosis: 12 L/mnt). Biasanya dalam 3-7 hari akan terjadi adaptasi fisiologis pada Ir. Cek Nang.

DAFTAR PUSTAKA

63 | P a g e

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta : EGC. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hall, John E. 2009. Fisiologi Kedokteran Ed. 11. Jakarta: EGC Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Delmars Fundamental Anatomy and Physiology Anatomy and Physiology in Health and Illness Fisiologi Sherwood

64 | P a g e

You might also like