You are on page 1of 7

PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) SEBAGAI PAJAK DAERAH Direktorat Penyuluhan, Pelayanan,

dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Nopember 2012 A. Pendahuluan Pengalihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Bentuk kebijakan tersebut dituangkan ke dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal ini adalah titik balik dalam pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota). Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: 1. meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah 2. memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah), 3. memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah, 4. memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan 5. menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah.

Tabel 1: Perbandingan BPHTB pada Undang-undang BPHTB dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU BPHTB Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 4) Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 2 Ayat 1) Sama (Pasal 85 ayat 1) Sama (Pasal 86 Ayat 1) UU PDRD

Subjek

Objek

Tarif

Sebesar 5% (Pasal 5) Paling banyak Rp300 Juta untuk Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 7 ayat 1)

Paling Tinggi 5% (Pasal 88 ayat 1) Paling rendah Rp300 Juta untuk Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 87 Ayat 5) Paling rendah Rp60 Juta untuk Selain Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 87 Ayat 4) 5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP) (Pasal 89)

NPOPTKP

Paling banyak Rp60 Juta untuk SelainWaris dan Hibah Wasiat (Pasal 7 Ayat 1)

BPHTB Terutang

5% x (NPOP NPOPTKP) (Pasal 8)

Keterangan: DJP masih melaksanakan BPHTB untuk TA 2010, selanjutnya mulai tahun 2011 BPHTB menjadi tanggung jawab Kab/Kota. (Pasal 182 Ayat 2, UU nomor 28/2009) Sumber: Materi Presentasi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

Tabel 2: Perbandingan PBB pada Undang-undang PBB dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UU PBB Orang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan (Pasal 4 Ayat 1) Bumi dan/atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan(Pasal 77 Ayat 1) Paling Tinggi 0,3% UU PDRD

Subjek

Sama (Pasal 78 ayat 1 & 2)

Objek

Bumi dan/atau bangunan (Pasal 2)

Tarif

Sebesar 0,5%

(Pasal 5) NJKP 20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%) (Pasal 6) Setinggi-tingginya Rp12 Juta (Pasal 3 Ayat 3) Tarif x NJKP x (NJOP-NJOPTKP) PBB Terutang 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOPNJOPTKP) (Pasal 7)

(pasal 80) Tidak Dipergunakan Paling Rendah Rp10 Juta (Pasal 77 Ayat 4)

NJOPTKP

Max: 0,3% x (NJOP-NJOPTKP) (Pasal 81)

Keterangan: DJP masih bertanggung jawab melaksanakan PBB P2 sampai 31 Desember 2013 sepanjang tidak dilaksanakan oleh Kab/Kota berdasarkan Perda. Namun mulai tahun 2014 pengelolaan PBB menjadi tanggung jawab Kab/Kota. Sumber: Materi Presentasi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, sehingga saat ini Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Matriks penambahan jenis Pajak Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3: Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada UU No.34/2000 dengan UU No. 28/2009 UU 34/2000 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Pajak Parkir Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. UU 28/2009 Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan (perubahan nomenklatur) 8. Pajak Air Tanah (pengalihan dari Prov) 9. Pajak Sarang Burung Walet (baru) 10. PBB Pedesaan & Perkotaan (baru) 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (baru) Sumber: Materi Presentasi PengalihanPBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengalihan pengelolaan BPHTB dilaksanakan mulai 1 Januari 2011 dan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota dimulai paling lambat 1 Januari 2014. Kota Surabaya merupakan kota pertama yang menerima pengalihan pengelolaan PBB-P2. Dengan demikian Pemerintah Kota Surabaya menjadi pilot project bagi pelaksanaan pengalihan pengelolaan penerimaan dari sektor PBB-P2. Keberhasilan pemerintah Kota Surabaya dalam mengelola penerimaan dari sektor PBB-P2 dapat menjadi contoh dan acuan bagi pemerintah kabupaten/kota lainnya. Kemudian, agar terciptanya kelancaran dalam pengelolaan PBB-P2, pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kebijakan NJOP agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah 2. Kebijakan tarif PBB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat 3. Menjaga kualitas pelayanan kepada WP, dan 4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjaga

Manfaat Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB Dengan pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 dan BPHTB akan sepenuhnya masuk ke pemerintah kabupaten/kota sehingga diharapkan mempu meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 % dan BPHTB hanya mendapatkan 64%. Setelah pengalihan ini, semua pendapatan dari sektor PBB-P2 dan BPHTB akan masuk ke dalam kas pemerintah daerah. Salah satu contoh daerah yang mengalami kenaikan pendapatan asli daerah pasca pengalihan PBB-P2 dan BPHTB adalah kota Surabaya. Walikota Surabaya, Ir. Tri Rismaharini, MT. menyatakan bahwasanya pada tahun 2010, PAD kota Surabaya hanya Rp.1 Triliun. Di tahun 2011, PAD kota Surabaya akan menjadi Rp.2 Triliun. Beliau manambahkan bahwa penyebab kenaikan PAD tersebut berasal dari PBB dan BPHTB. (Media Keuangan Vol. V No. 40/Desember/2010, hal. 8). Gambar 1: Perbandingan Penerimaan PBB-P2 dan BPHTB Sebelum dan Setelah Pengalihan

Sumber: Materi Presentasi PengalihanPBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

B. Tahapan pengalihan pengelolaan PBB dan PBHTB 1. PBB Tabel 4. Jumlah Kab./Kota Penerima Pengalihan Pengelolaan PBB-P2 Tahun 2011-2014 Tahun Jumlah Kab./Kota 2011 1 1. 2. 3. 4. 2012 17 Kota Depok Kab. Bogor Kota Palembang Kota Bandar Lampung
1. 2. 3. 4. 5. 6.

2013 105
Kota Banda Aceh Kab. Bengkulu Utara Kab. Lampung Tengah Kab. Way Kanan Kab. Tulang Bawang Barat Kota Metro

2014 369

Keterangan

Kota Surabaya

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Kota Gorontalo Kota Medan Kab. Deli Serdang Kota Palu Kota Pekanbaru Kota Balikpapan Kota Samarinda Kota Pontianak Kab. Sidoarjo Kab. Gresik Kota Semarang Kab. Sukoharjo Kota Yogyakarta

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.

Kab. Mukomuko Kab. Muaro Jambi Kab. Batang Hari Kota Tanah Datar Kab. Merangin Kota Padang Kab. Belitung Timur Kab. Musi Banyuasin Kota Pangkalpinang Kota Binjai Kab. Serdang Bedagai Kab. Asahan Kab. Batubara Kab. Labuhanbatu Utara Kab. Simalungun Kota Pematangsiantar Kab. Sibolga Kota Tanjungpinang Kota Batam Kab. Indragiri Hulu Kab. Kuantan Singingi Kab. Kampar Kab. Rokan Hulu Kab. Rokan Hilir Kota Dumai Kab. Pelalawan Kab. Siak Provinsi DKI Jakarta Kab. Pandeglang Kota Bandung Kota Tasikmalaya Kab. Bandung Kab. Bandung Barat Kota Cimahi Kota Banjar Kab. Sukabumi Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kab. Majalengka Kota Cirebon Kota Bekasi Kab. Bantul Kab. Sleman Kab. Demak Kab. Batang Kota Rembang Kab. Grobogan Kab. Semarang Kota Tegal Kab. Tegal Kota Pemalang Kota Pekalongan Kab. Pekalongan Kab. Kudus Kab. Banyumas Kab. Klaten Kab. Wonosobo Kab. Temanggung Kota Surakarta Kab. Cilacap Kota Magelang

69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84.

Kab. Magelang Kab. Purworejo Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Boyolali Kota Mojokerto Kab. Mojokerto Kab. Bojonegoro Kab. Tuban Kab. Ponorogo Kab. Jember Kota Kediri Kota Malang Kab. Pasuruan Kota Pasuruan Kab. Kediri

You might also like