You are on page 1of 5

Pengendalian penyakit adalah usaha untuk melindungi ternak manusia melalui sistem pencegahan dan pengobatan

dan

terhadap gangguan

penyakit baik yang bersifat menular maupun tidak menular. Pengendalian penyakit hewan adalah upaya mengurangi hubungan antara penyebab penyakit sampai pada tingkat dimana hanya sedikit hewan yang sakit, karena jumlah penyebab penyakit telah dikurangi atau dimatikan. Hewan telah dilindungi atau penyebab penyakit pada hewan tersebut dapat dicegah.

Dalam pemeliharaan ternak, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit.Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya. Upaya pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara

pemeliharaan yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit dan atau pengobatan pada ternak yang sakit.Namun demikian usaha pencegahan dinilai lebih penting dibandingkan pengobatan.

Diagnosa adalah suatu proses untuk menentukan dan mengamati perubahan yang terjadi pada ternak atau hewan melalui tanda-tanda atau gejala klinis yang terlihat sehingga suatu penyakit dapat diketahui

penyebabnya.Ketepatan diagnosa sangat tergantung pada banyak hal antara lain, (a) sejauhmana anamnese dapat dilakukan secara tepat, (b) gejala klinis yang nampak dari penyakit tersebut, (c) pemeriksaan pasca mati serta ketepatan, (d) kecepatan hasil pemeriksaan di laboratorium, dan kualitas spesimen yang dikirim ke laboratorium.

Salah satu bagian penting dalam penanganan kesehatan ternak adalah melakukan pengamatan terhadap ternak yang sakit melalui pemeriksaan ternak yang diduga sakit yaitu suatu proses untuk menentukan dan mengamati perubahan yang terjadi pada ternak atau hewan melalui tanda-tanda atau gejala fisik yang terlihat sehingga suatu penyakit dapat diketahui penyebabnya.

Dalam banyak hal terutama di lapangan, diagnosa kadang tidak dapat ditentukan dengan segera dan pasti, misalnya oleh karena kurang jelasnya atau spesifiknya perubahan klinis yang terjadi atau karena perubahan patologi klinisnya mirip dengan penyakit yang lain. Dalam hal gejala klinis yang mirip satu sama lainnya antar penyakit tersebut dinamakan diagnosa banding. Sedangkan diagnosa yang dibuat biasanya masih bersifat sementara atau tentatif. Oleh karena bersifat tentatif maka pengobatan sementara yang dilakukan biasanya bersifat sementara pula Barulah setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti di laboratorium, dapat diketahui penyebabnya sehingga selanjutnya diagnosa disebut dengan diagnosa definitif. Setelah diketahui diagnosa definitif maka pengobatan yang lebih profesional dapat dilakukan.

Tingkah laku hewan didefinisikan sebagai ekspresi dari sebuah usaha untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri perbedaan kondisi internal maupun eksternal. Oleh karena itu pengamatan terhadap tingkah laku ternak perlu kita pelajari dan sangat penting untuk diketahui karena dengan pengamatan tingkah laku dapat dilakukan pencegahan apabila hewan terkena penyakit. Dalam banyak hal, penanganan suatu kasus penyakit harus dilakukan secara cepat terutama penyakit yang sifatnya mewabah atau sangat menular sehingga prognosa atau ramalan penyakit harus dilakukan dengan cepat pula namun teliti. Berdasarkan prognosa dikenal ada 3 jenis ramalan penyakit yaitu prognosa yang sifatnya fausta yaitu yang berdasarkan diagnosa penyakit tersebut dapat

disembuhkan, prognosa dubius atau yang sifatnya meragukan dan prognosa fausta yang menurut logika profesional kedokteran hewan penyakit tersebut tidak dapat diobati atau kalaupun diobati juga tidak ekonomis.

Untuk menghasilkan diagnosa yang tepat dibutuhkan pengetahuan atau ilmu veteriner yang baik, mampu menggali penyebab penyakit misalnya dengan teknik anamnese yang baik, serta menghubungkan faktor zooteknik dengan perubahan yang terjadi di lapangan. Dengan teknis anamnese yang baik

utamanya terhadap anak kandang atau pekerja yang langsung mengurusi ternak tersebut, kadangkala penyebab suatu penyakit dapat didiagnosa dengan cepat.

Jadi salah satu kunci utama keberhasilan diagnosa adalah meyakinkan pada para pekerja kandang untuk jujur mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di kandang dan apa yang terjadi atas ternak tersebut misalnya bagaimana konsumsi pakan harian, angka morbiditas dan mortalitas, pola penyebaran dan sebagainya.

Selanjutnya jika memungkinkan dibiasakan untuk secara berkala mengirim spesimen ternak tersangka sakit atau yang mati untuk diperiksa di laboratorium yang lebih canggih atau laboratorium berwenang. Manfaat pengiriman spesimen pada lembaga yang secara profesional berwenang misalnya Balitvet, BPPH atau laboratorium di beberapa perguruan tinggi tidak hanya berarti terhadap diagnosa penyekit itu sendiri namun juga untuk pengendalian penyakit secara lebih luas misalnya dalam ruang lingkup epidemiologi. Pemerintah menjadi tahu peta penyakit di daerah-daerah sehingga nantinya para peternak itu sendiri yang memperoleh manfaat khususnya untuk stretegi pengendalian penyakit di lingkup peternakannya.

Spesimen atau segala macam benda apa saja yang dianggap tercemar oleh suatu penyakit hewan atau jasad renik penyebab penyakit hewan termasuk bagian-bagian tubuh hewan atau berupa hewannya sendiri yang mati, sakit atau tersangka sakit perlu dikirim secara cepat dengan memperhatikan ketentuan yang diperlukan.

Prinsip dasar pengumpulan spesimen adalah (a) jenis spesimen yang dikirim tergantung pada jenis penyakit sehingga organ yang dikirim juga spesifik khususnya organ atau jaringan yang secara klinis mengalami perubahan, (b) spesimen dikirim dalam keadaan aseptik menggunakan bahan yang ditetapkan sesuai prosedur atau peralatan yang telah dicuci, dikeringkan dan disterilisasi, (c) botol diberi diberi identitas yang jelas dan teknis pemeriksaan apa yang diinginkan, (d) botol spesimen disimpan dalam termos es dan (e) selama proses pengambilan pencemaran. spesimen lakukan secara hati-hati khususnya terhadap

Untuk pengiriman spesimen diperlukan teknik pengawetn spesimen agar sel-sel jaringan tetap utuh atau tidak rusak. Misalnya dengan cara pendinginan (yang sering digunakan adalah es kering), dan pengawetan dengan bahan kimia. Misalnya dengan menggunakan larutan pengawet dan penyangga seperti formalin salin 10%, gliserin buffer 50%, alkohol 70%, PBS, NaCL fisiologis dan sebagainya. Jika memungkinkan gunakan media transpor dan preparat apus. Jika hendak mengirimkan plasma darah atau serum perhatikan cara

pemakaiannya.

Pada prinsipnya bahan yang diperlukan, cara pengepakan, dan metode yang dikehendaki harus disesuaikan dengan apakah spesimen tersebut untuk diperiksa secara bakteriologik, virologik, mikologik, parasitologik, toksikologik, serologik dan pemeriksaan histopatologik. Penyakit dan organ yang terserang biasanya spesifik oleh karenanya pengiriman spesimen harus memperhatikan gejala klinis penyakit dan jenis spesimen serta pengawetan yang digunakan.

Salah satu spesimen yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan adalah plasma dan serum darah. Oleh karenanya teknik pembuatan spesimen tersebut harus benar-benar dilakukan secara baik atau adequat. Pemeriksan serologi memungkinkan diagnosa penyakit dapat dilakukan dengan cepat dan akurat sehingga penanggulangan penyakit dapat dilakukan dengan

segera.Lepas dari teknik diagnosa dan prognosa yang baik, maka sarana dan prasarana untuk penanganan penyakit, sediaan vaksin terhadap penyakit yang sering terjadi, obat-obatan untuk therapy atau pengobatan (misalnya antibiotika, anthelmentika atau obat cacing, antihistamin, antinflamatorik, salep mata, obat untuk luka-luka fisik bagian luar dan sebagainya) memerlukan perhatian. Tentunya peralatan dan spesifikasi obat-obatan atau vaksin tergantung pada jenis usaha peternakan. Namun ada beberapa prinsip-prinsip dasar

pengendalian penyakit yang memiliki kesamaan antara usaha ternak ruminansia dan non ruminansia. Karena pada prinsipnya yang berbeda adalah jenis penyakitnya.

Dapus Budinuryanto, D.C. 2000. Manajemen Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Sumedang.

Subronto, 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

You might also like