Professional Documents
Culture Documents
Materi Kuliah
Disarankan agar para mahasiswa / pembaca tidak terpaku pada materi kuliah
ini. Sangat bermanfaat apabila mahasiswa mempelajari buku-buku yang
tertulis di daftar kepustakaan.
Penyunting
PENGANTAR … (i)
ISI BUKU … (ii)
1. PENGERTIAN VEKTOR … (1)
2. MEKANISME PENULARAN PENYAKIT … (3)
3. SIFAT DAN PERILAKU VEKTOR… (7)
4. SURVEY VEKTOR … (14)
5. METODE PENGENDALIAN … (25)
6. NYAMUK / MALARIA … (29)
7. LALAT …(31)
8. PINJAL …(37)
9. PENGENDALIAN TIKUS … (38)
10. PESTISIDA … (46)
11. PERACIKAN PESTISIDA … (54)
12. KARANTINA … (59)
13. SANITASI PELABUHAN … (62)
14. KEPUSTAKAAN
1. TEORI
2. PROSEDUR
2.1. Alat
- Tas lapangan
- sendok penakar/timbangan
- mistar
- kalkulator
- bejana, kontainer
2.2. Bahan
- Larvasida (abate 1 sg)
* Rumus (umum) :
VxD
B = --------
C
B : Berat Larvasida yang dipakai
V : Volume optimal bejana
D : Dosis Larvasida
C : Persen technical grade
V (liter)
B (gram) = ---------
10
- Masukan larvasida pada bejana dimaksud
3. HASIL
Jumlah bejana/kontainer = ............
Total volume bejana/kontainer = ...........
Jumlah abate yang digunakan = ............
1. TEORI
Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya telah menjadi
saingan bagi manusia. Lebih dari itu, insect dan rodent, pada dasarnya dapat
mempengaruhi bahkan mengganggu kehidupan manusia dengan berbagai
cara. Dalam hal jumlah kehidup yang terlibat dalam gangguan tersebut, erat
kaitannya dengan kejadian/penularan penyakit. Hal demikian dapat dilihat
dari pola penularan penyakit pest yang melibatkan empat faktor kehidupan,
yakni Manusia, pinjal, kuman dan Tikus.
Beranjak dari pola tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan tikus
menjadi sangat relevan. Salah satunya adalah mengetahui jenis atau spesies
tikus yang ada, melalui identifikasi maupun deskripsi. Untuk keperluan ini
dibutuhkan kunci identikasi tikus atau tabel deskripsi tikus, yang memuat ciri-
ciri morfologi masing-masing jenis tikus. Ciri-ciri morfologi tikus yang lazim
dipakai untuk keperluan tersebut diantaranya adalah : berat badan (BB),
panjang kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telinga (E),
tengkorak (SK) dan susunan susu (M) (periksa gambar 1.1.). Disamping itu,
lazim pula untuk diketahui bentk moncong, warna bulu, macam bulu ekor,
kulit ekor, gigi dll.
Insect atau ektoparasit yang menginfestasi tikus penting untuk diketahui,
berkaitan dengan penentuan jenis vektor yang berperan dalam penularan
penyakit yang tergolong rat borne diseases.
2. PROSEDUR
2.1. Bahan :
- Insektisida aerosol
- Chloroform
- Umpan tikus
- Tikus hidup
2.2. Alat :
- Kunci Identifikasi tikus (genera rattus)
- Tabel deskripsi tikus (Famili muridae)
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 6
- Spuit (suntikan)
- Rat trap / cage trap (perangkap tikus hidup)
- Mistar 50 Cm dan 30 Cm.
- Timbangan
- Kantong plastik volume 50 kg.
- Sisir tikus / sikat sepatu
2.3.2. Trapping
- Semua perangkap yang akan dipakai, dicuci terle bih dahulu dengan
memasukkannya pada air panas, untuk menghilangkan lemak/bau khas tikus.
Gunakan perangkap tikus hidup (cage trap).
- Pasanglah perangkap di beberapa tempat (sesuai dengan kaidah sampling),
dengan menggunakan umpan berdasarkan data dari Pre Biting. Waktu
pemasangan dilakukan sore hari.
- Pada pagi hari berikutnya, semua perangkap diambil. Pisahkan antara
perangkap yang kosong dan perangkap yang ada tikusnya.
- Perangkap yang ada tikusnya dibawa ke Laborato rium untuk diidentifikasi
tikusnya dan ektoparasit lainnya.
2.3.3. Identificating
- Perangkap yang ada tikusnya dimasukkan pada kantong plastik, kemudian
kantong diikat rapat.
- Ambil chloroform dengan spuit, kemudian suntik kan kedalam kantong
tersebut.
- Diamkan beberapa saat hingga tikus mati, kemudi an kantong dibuka,
dengan mulut kantong tidak berhadapan dengan kita.
- Bila perlu, semprotkan insektisida aerosol kedalam kantong untuk
membunuh ektoparasit yang tidak mati oleh chloroform.
- Perangkap dikeluarkan dari kantong, dan tikus yang mati juga dikeluarkan
dari perangkap.
- Lakukan penyisiran (dengan sikat sepatu) terhadap tikus tersebut, untuk
mendapatkan ektoparasit.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 7
- Ektoparasit yang diperoleh, dimasukkan pada botol yang diberi bahan
pengawet (misal : alkohol), untuk diidentifikasi pada waktu yang lain.
- Selanjutnya, lakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap tikus tersebut
sesuai dengan kunci Identifikasi. Dapat pula hanya dilakukan pengukuran
terutama terhadap berat badan (BB), pan jang kepala ditambah badan (H&B),
ekor (T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK) dan susunan susu (M).
- Interpretasi data diatas, sesuai dengan kunci identifikasi, atau
mencocokkan pada tabel deskripsi tikus.
3. HASIL
3.1. Pre biting
3.2. Trapping
3.3. Identificating
H E S
M B k p
S B H H S t e
No. Lokasi E B & T E F K . : o s
X B + p i
. T a e
r s
1
2
3
4
dst
1. TEORI
Suceptibility test atau uji kerentanan adalah suatu test untuk mengetahui
tingkat kerentanan atau kekebalan serangga, terhadap suatu racun/insektisida.
Uji ini bertujuan untuk menyelidiki apakah ada kekebalan atau tidak, dan
kalau ada, kapan timbulnya. Oleh karena itu uji ini tidak cukup hanya
dilakukan sekali saja, melainkan berulang-ulang sejak sebelum ada
penyemprotan sampai sesudahnya. Uji ini untuk menyelidiki kekebalan
fisiologis, bukan untuk mengetahui kekuatan racun/insektisida.
Jadi pada dasarnya, uji ini untuk mengetahui basic LD50 beserta perubahan-
perubahan yang terjadi.
Perubahan LD50 ini bisa jadi tambah besar, yang berarti nyamuknya
tambah kebal; atau tetap, atau bahkan kadangkala malah sebaliknya yakni
LD50 bertambah kecil. Hal demikian terjadi karena adanya index absorbsi
yang berlainan, ada tidaknya jaringan tubuh yang dapat menyimpan racun
(misal: lemak), organ ekskresi yang berlainan, kemampuan regenerasi dan
detoksikasi yang dimiliki, dan karena perilaku yang berubah/berbeda (misal:
mampu menghindari racun).
2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- nyamuk hasil tangkapan di lapangan (minimal 200 ekor), yang telah
mengandung darah dengan kondisi sehat, utuh dan sejenis.
- kertas beracun (impregnated paper) dengan kadar berlainan
- larutan gula
- kapas
- kertas stensil/duplikator
2.2. Alat
- Holding tube dan exposure tube (minimal 20 set)
- sucking tube
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 10
- cage
- paper cup dan kain kasa
- Interpretasi hasil :
98% - 100% = suceptible (renta)
80% - 98% = meragukan
< 80% = resisten (kebal)
3. HASIL
1
2
3
…
9 kontrol
10 kontrol
1. TEORI
Penyemprotan (spraying) yang dimaksud, bertujuan untuk menempelkan
pestida/racun pada permukaan dinding. Tujuan selanjutnya adalah untuk
membunuh nyamuk agar polpulasinya menurun, sehingga tidak menggangu
kesehatan manusia.
Penyemprotan dalam rangka pengendalian nyamuk, lazimnya digunakan
tangki semprot ( spraycan) dengan spesifikasi dan persyaratan tertentu.
Tangki semprot yang dipakai adalah Spraycan Hudson expert, dan beberapa
hal yang harus dipenuhi adalah antara lain :
- Konsentrasi larutan, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis akhir,
berat kemasan pestisida, penimbangan, pembungkusan, dan pembuatan
larutan.
- Nozzle yang dipakai adalah Nozletip HSS 8002, yang keluarannya
berbentuk pelat kipas (flat fan), dengan sudut pancar 80ø dan debit keluaran
0.2 gallon (757 cc) per menit. lebar semprotan (swat) 75 Cm, lebar efektip
70 Cm.
- Jarak nozle dengan dinding 46 Cm.
- Tekanan dalam tangki 40 - 55 psi
- kecepatan menyemprot 19 M2 per menit, dan iramanya (langkah dan
goyang) yang benar.
Disamping hal tersebut diatas, perlu diperhatikan pula tentang waktu, cakupan
dan keteraturan dalam penyemprotan. (Lebih lanjut baca PSBP tentang
pengendalian nyamuk malaria, dan Fisika hydrostatik hususnya masalah
tekanan).
2. PROSEDUR KERJA
2.1. Alat
- Spraycan HUDSON dan kelengkapannya
- Nozzletip HSS 8002
- Gelas ukur
- stop watch
- Timbangan
- Ember saringan
- Pengaduk
2.2. Bahan
- Pestisida bentuk WDP (DDT tiruan)
- Pelarut (air)
- Kantong plastik
- Tali/karet gelang
2.3.1. Kalibrasi
- Isilah tangki spraycan dengan air sebanyak 8,5 liter.
- Pompa sebanyak 55 kali (periksa manometer, teka nan = 55 psi).
- Tempatkan ujung nozle pada mulut gelas kimia, kemudian semprotkan
selama 1 menit. Cairan yang tertampung diukur volumenya. Kerjakan
sebanyak 3 kali, kemudian pompa sebanyak 25 kali. Kerjakan dengan cara
yang sama sampai air dalam tangki habis. Volume cairan yang keluar pada
setiap menit, idealnya harus 0,8 gallon ( = 757 ml).
- Tangki diisi kembali dengan air sebanyak 8,5 liter, lalu pompa sebanyak 55
kali.
- Ujung nozle diarahkan tegak lurus bidang dinding dengan jarak 46 cm.
Posisi lubang nozle mendatar.
- Semprotkan pada bidang dinding, kemudian ukurlah lebar semprotan
(swat) yang mengenai dinding tersebut. Lebar swat idealnya harus 75 Cm.
- Interpretasi : Apabila volume keluaran per menit dan lebar swat tidak
sesuai, maka spraycan atau nozle tidak layak pakai.
21250 A
K = ---------
B
K : Berat kemasan pestisida (gram)
A : Dosis akhir (gr/m2)
B : Kadar Pestisida (%)
- Masukan pestisida kedalam kantong plastik dan kemudian ikat dengan tali.
Kemasan tidak boleh menggelembung. Sebaiknya kemasan dibuat rangkap
dua.
2.3.5. Pemeliharaan.
- Apabila telah selesai digunakan untuk menyem prot, spraycan dicuci dan
dibilas dengan mengisi air bersih, kemudian semprotkan sampai habis.
Gunakan juga bahan pembersih (sabun). Selanjutnya sparaycan dikeringkan
dan disimpan.
3. HASIL
3.1. Kalibrasi
volume keluaran per menit = ...........
lebar swat = ...........
1. TEORI
Uji Suspensi bertujuan untuk mengetahui mutu suspensi (tingkat daya
kelarutan pestisida) yang akan digunakan untuk menyemprot apakah masih
layak atau tidak. Prinsip uji suspensi ini adalah dengan cara pengendapan.
Semakin banyak endapan yang terjadi, berarti semakin kecil powder yang
larut dalam air menjadi suspensi. Dengan demikian mutu suspensi dan mutu
powder pestisida semakin jelek.
Dalam uji suspensi pestisida dikenal ada dua macam cara, yakni cara
praktis yang biasanya dilakukan di gudang sesaat sebelum pestisida dibagikan
ke lapangan. Cara ini di sebut sebagai Visual Suspensibility Test. Cara yang
lain adalah dengan cara menyemprotkan. Cara ini biasa digunakan untuk
mengetahui keadaan pestisida seperti kondisi sesungguhnya dilapangan. (
Baca Kimia : Masalah Larutan dan Pengendapan )
2. PROSEDUR
2.1. Alat.
- Gelas ukur bertutup vol 100 ml
- Gelas ukur vol 250 ml 12 buah
- pengaduk kaca
- Spraycan berikut kelengkapannya
- Timbangan (analit)
- pengukur waktu
- Ember
- Alat pelindung diri
2.2. Bahan
- Pestisida bentuk WDP (powder)
- Pelarut air
2.3. Cara kerja
- Hitung prosen (%) penyimpangan endapan (S) dari endapan rata-rata (Sr),
dengan rumus :
S x 100
% penyimpangan = --------- - 100
Sr
1
2
..
12
Jumlah
Rata-rata (Sr)
1. TEORI
ULVafan adalah salah satu bentuk peralatan aplikasi pestisida yang
digunakan untuk pengendalian insect (serangga) pada khususnya dan
pengenalian pest pada umumnya. Prinsip kerja ULVafan adalah memecah
tetes-tetes larutan pestisida dengan cakram yang berputar 12.000 rpm,
menjadi titik-titik partikel (droplet) pentisida. Droplet ini kemudian diarahkan
dengan tiupan kipas angin (fan) yang berputar cepat.
Spraying dengan ULVafan ini dapat dipakai untuk pengendalian terhadap
insect yang terbang (misal : lalat), maupun insect yang menetap/menempel
dipermukaan (misal : insect yang terdapat pada daun). ULVafan cocok
misalnya untuk spraying pada kontainer atau bak sampah, mengingat beratnya
yang ringan dan kompak serta mudah pengoperasiannya. Hal ini dapat dilihat
dari daftar spesifikasi yang menyertai alat tersebut, sbb :
2. PROSEDUR
2.1. Alat
- ULVafan dengan kelengkapannya (botol pestisida, nozzle , bateray)
- Gelas ukur
- Alat pengukur waktu (stop watch)
2.2. Bahan-bahan
- Pestisida (WP, WDP, EC)
- Bahan pelarut (air, kerosene)
- Bahan pembersih
2.3.3. Pemeliharaan.
- Bersihkan ULVafan segera setelah selesai digunakan, dengan cara mengisi
botol larutan dengan cairan pember sih kemudian semprotkan sampai habis.
Jika ULVafan tidak akan digunakan dalam waktu yang lama, perlu
dipoles dengan kerosene.
- Apabila putaran cakram tidak normal, periksa keadaan batery terlebih
dahulu kemudian periksa bagian mekanik
yang lain.
3.2. Pelaksanaan
- Luas area = ......
- waktu yang diperlukan = ......
- jumlah pestisida yang dipakai = ......
1. TEORI
Prinsip pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah harus
menerapkan bermacam-macam cara pengendalian, agar vektor senantisa
berada dibawah ambang yang membahayakan kesehatan. Disamping itu juga
harus aman bagi mahluk hidup dan lingkungan.
Konsekwensi dari prinsip dimaksud perlu diterapkan metode yang tepat,
aman dan terarah. Salah satunya adalah dengan pengendalian secara biologi,
yakni dengan pemanfaatan predator. Kemampuan predator untuk memangsa
vektor perlu untuk diketahui secara pasti dan akurat, melalui uji predasi.
Dengan demikian data yang diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi
besarnya kontribusi predator tertentu dalam hal pengendalian vektor.
Predator yang dapat dipakai dalam pengendalian nyamuk, terutama
terhadap larva nyamuk, adalah dengan menggunakan berbagai ikan pemakan
larva. Ikan pemakan larva umumnya termasuk jenis Omnivora (pemakan
semua) dan Carnivora (pemakan daging), misalnya : ikan gendol, kepala
timah, ghuppi, mujair, sepat, dll. Kemampuan masing-masing ikan tersebut
dalam memangsa larva nyamuk perlu diketahui, yakni dengan uji predasi.
2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- ikan pemakan larva
- larva nyamuk instar III dan IV
- air
2.2. Alat
- Kontainer (volume minimal : T=20 Cm, d=25 Cm)
- nampan (tempat larva)
- gayung bersaring
- pipet larva / sendok
- timbangan analit
- mistar
- aerator
- pengukur waktu (stop watch)
- hygrometer
3. HASIL
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 24
DAFTAR : HASIL PENGAMATAN UJI PREDASI
Ikan = ..................
Berat = ............ gram.
Panjang = .............. Cm.
1 0 menit
2 10 menit
3 20 menit
4 30 menit
5 60 menit
6 24 jam
Jumlah U= M=
1. TEORI
Kholinesterase adalah enzim, suatu bentuk dari katalis biiologik yang
didalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga otot-otot, kelenjar-kelenjar
dan sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktifitas
jaringan kholinesterase
turun secara drastis (cepat) sampai tingkat rendah, dampaknya adalah
bergeraknya serat-serat secara sadar sdengan gerakan halus maupun kasar,
dan mengeluarkan air mata secara lebih lambat dan lemah.
Pestisida golongan orgganophospat dangolongan karbamat adalah
golongan pestisida penghambat kholinesterase darah. Karena sifatnya yang
demikian, parapenjamah pestisida dari golongan organophospat dan karbamat
ini dapat menngalami keracunan yang berjenjang dari keracunan tingkat
ringan , sedang sampai berat. Tingkat keracunan ini dapat dipantau dengan
menggunakan cara Edson yang menggunakan Tintometer kid . Cara Edson
ini menggunakan dasar pada pengukuran enzim Cholinesterase yang dihambat
aktifiitasnya oleh pestissida golongaan organopospor dan karbamat ini.
Pada prinsipnya pengukuran efektifitas cholinesterase (ChE) adalah sebagai
berikut :
2. PROSEDURE
2.1. Bahan
- Darah kontrol (bebas pestisida)
- Darah tercemar (diduga)
- Aquabides (Aquades bebas CO2)
- Indikator BTB
- Achetilcoline perchlorat
- Alkohol
- Kapas
3. HASIL
1
2
3
..
20
1. TEORI
Kepadatan lalat disuatu tempat perlu diketahui untuk menentukan apakah
daerah tersebut potensial untuk terjadinya fly borne diseases atau tidak.
metode pengukuran kepadatan lalat yang populer dan sederhana adalah
dengan menggunakan alat flygrill. Prinsip kerja dari alat ini didasarkan pada
sifat lalat yang menyukai hinggap pada permukaan benda yang bersudut tajam
vertikal.
Lokasi yang perlu dilakukan pengukuran kepadatan lalat, utamanya adalah
perumahan, rumah makan dan tempat pembuangan sampah. .........
Keuntungan penggunaan flygrill diantaranya adalah mudah, cepat dan
murah. Dengan demikian dapat dengan cepat menentukan kriteria suatu
daerah potensial atau tidak. Adapun kriteria tersebut adalah ......
Kendati demikian, flygrill mempunyai beberapa kelemahan. Utamanya
adalah bahwa flygrill sangat tidak cocok untuk menghitung kepadatan lalat,
dimana populasinya sangat banyak atau sangat sedikit. Dalam kondisi seperti
itu, penghitungan kepadatan lalat dengan flygrill, hasilnya tidak dapat
mewakili keadaan yang sesungguhnya.
2. PROSEDUR
2.1. Alat
- Fly grill ukuran standar
- Stop wach
- Formulir pencatatan
- Denah lokasi
- Tally counter
2.2. Bahan
- lalat bebas/liar
3. HASIL
Daftar : Hasil perhitungan kepadatan lalat
Hari/tgl. : ....................
Waktu : ....................
Lokasi : ....................
Radius : ....................
1 I
2 II
… Dst.
10 X
Jml 5 tertinggi
Rata - rata
1. TEORI
Pengasapan atau fogging yang dimaksud, bertujuan untuk Menyebarkan
pestisida ke udara/lingkungan melalui asap, yang diharapkan dapat
membunuh nyamuk dewasa (yang infektif), sehingga rantai penularan DHF
bisa diputuskan dan populasinya secara keseluruhan akan menurun.
Pengasapan dalam rangka pengendalian nyamuk vektor DHF, lazimnya
digunakan fog machine atau fog generator dengan spesifikasi dan persyaratan
tertentu. Ada dua jenis fog generator, yakni sistem panas (misalnya Pulsfog,
swingfog) dan sistem dingin ( yaitu : ULV ground sprayer).
Untuk memperoleh hasil yang optimum, beberapa hal yang perlu
diperhatikan sbb. :
- Konsentrasi larutan/solusi, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis
akhir (misal : konsentari solusi untuk Mala thion = 4-5% dan dosis = 438
gr/ha) dan cara pembuatan larutan.
- Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan
dan debit keluaran yang diinginkan
- Jarak moncong mesin dengan obyek/target (max. 100 m, efektif 50 m).
- kecepatan dan posisi berjalan ketika mem-fog.
Untuk swingfog ñ 2-3 menit setiap 500 mý atau 2-3 menit untuk satu
rumah berikut halamannya, sedangkan untuk ulv 6-8 km/jam.
- waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktifitas puncak dari vektor
yang bersangkutan. Biasanya untuk AE jam 09.00 sampai 11.00
- ulangan (cycle), biasanya dengan interval seminggu.
- tenaga/operator, untuk sitem panas 2 orang per mesin. untuk sistem dingin
3 orang per mesin.
(Baca : PSBP tentang pengendalian DHF, Kimia/Fisika tentang perubahan
sifat fisik/kimia materi dan koloid)
2. PROSEDUR KERJA
2.1. Alat :
- Fog mechine / Fog generator dan kelengkapannya
- jerican plastik vol 20 liter
- jerican plastik vol 5 liter
- alat penakar satu liter
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 33
- ember plastik
- corong bersaring
- alat pelindung diri
- alat tulis
- mikroskop
- meteran
- hygrometer
- anemometer
2.2. Bahan :
- Pestisida cair (Malathion 96 %)
- Bahan pelarut (solar)
- Bahan bakar (bensin)
- Batu bateray (4 buah)
- serbet/tissue
- sabun cuci
- Pewarna minyak
- kertas saring wathman
2.3.1. Kalibrasi
- Tangki bahan bakar diisi dengan bensin sebanyak volume tertentu,
demikian juga tangki solusi diisi dengan solar yang telah diberi pewarna
dengan volume tertentu.
- Pasang nozle sesuai nomor/seri yang telah diten tukan. Demikian juga
bateraynya.
- Tempatkan fog machine pada lokasi yang telah ditentukan (sedapat
mungkin hindarkan dari pengaruh angin).
- Tempatkan kertas saring wathman didepan moncong fog machine dengan
jarak yang berbeda-beda ( ± 5- 100 m). Jangan lupa tuliskan jarak dimaksud
pada masing-masing kertas saring.
- Hidupkan mesin dan buka kran solusi. Catat waktu mulai mesin hidup dan
waktu membuka kran solusi. Biarkan mesin hidup dan kran solusi membuka
selama 30 menit.
- Amati dan catat : kecepatan angin, suhu, kelemba ban, tinggi asap, jarak
jangkauan asap.
- Setelah 30 menit mesin dimatikan, kemudian hitung jumlah bahan bakar
dan solusi/solar yang digunakan dengan rumus :
Volume dipakai = Volume awal - Volume sisa
- Kertas saring wathman diambil, kemudian masing- masing dihitung noda-
nona partikel fog dengan menggunakan mikroskop atau magnifier lens.
Tentukan partikel fog per Cmý.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 34
- Kerjakan dengan cara yang sama untuk nozle yang lain.
2.3.2. Membuat solusi (larutan pestisida)
- Takar pestisida dan pelarutnya, sesuai dengan konsentrasi dan volume
larutan yang diinginkan, dengan rumus :
SA
Q = ---- dan P=A-Q
C
3. HASIL
3.1. Kalibrasi
- Suhu = .......
- Kelembaban = .......
- Kecepatan angin = .......
- Jarak Jangkauan asap = .......
- Tinggi asap = .......
- No Nozle yang dipakai = .......
- Pemakaian bensin = .......
- Debit solusi = .......
- Jumlah partikel per Cm2 pada masing – masing jarak = ....
1. TEORI
Kepadatan Ae. aegypty yang sekarang dipakai sebagai dasar berpikir
adalah kepadatan jentik yang digambarkan dengan HI (House Index), CI
(Container Index) dan BI (Breteu Index). Padahal indek tersebut tidak dapat
dihubungkan dengan kejadian penyakit DHF (Santiyo Kirnowardoyo, 1993).
Oleh karena itu perlu dicari tolok ukur lain yang sekiranya dapat dipakai
sebagai indikator kepadatan A. aegyti yang dapat dihubungkan dengan DHF.
Misalnya adalah ovitrap index (OI).
Dasar pertimbangan pemakaian OI adalah bahwa jumlah telur yang
tertangkap akan berbanding lurus dengan jumlah nyamuk betina. Jadi
banyaknya telur yang didapat akan menggambarkan kepadatan nyamuk
dewasa. Lain halnya dengan Indek jentik, dimana jentik dalam
pertumbuhannya tergantung dari beberapa faktor diantaranya ketersediaan air,
makanan, predator. Dengan demikian tidak semua jentik akan tumbuh
menjadi nyamuk, sehingga kepadatan jentik tidak/kurang dapat
mengambarkan kepadatan nyamuk. Disamping itu, Indek jentik yang
memakai sistem single larva method, tidak bisa membedakan antara wadah
yang berisi ribuan jentik dengan wadah yan berisi satu jentik.
Pembuatan ovitrap didasarkan pada kenyataan bahwa Aedes suka bertelur
pada wadah buatan, dimana telur tersebut diletakkan pada dinding wadah
yang agak kasar dan lembab dekat muka air. Ada kecenderungan warna
wadah semakin gelap semakin disukai nyamuk Aedes untuk bertelur.
2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- Kaleng susu (bekas) atau Gelas
- Cat hitam
- kertas wathman atau kain
- Karet gelang
- air
2.2. Alat
- gunting pembuka kaleng
- kuas
- Mikroskop
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 37
3.2. Cara kerja
1
2
3
Jml positif
Prosen positif
Keterangan :
- L/D = Lokasi pemasangan pada bagian Luar/dalam
- jumlah positip = jumlah ovitrap yang ada telurnya
- Prosen positip = Prosentasi ovitrap yang ada telurnya
2. PROSEDUR
2.1. Alat
- gelas ukur 250 ml
- buret dan statip
- erlenmyer
- corong
- beaker glass
- pipet ukur & tetes
- refraktometer range 1-50 per mil
- salinometer/hydrometer range 1-50 per mil
2.2. Bahan
- AgNO3 2,96 %
- K2Cr2O4 10 %
- aquades
- air contoh (sampel)
3. HASIL
3.1. Pemeriksaan dengan salinometer
Kadar garam = ..........
3.2. Pemeriksaan dengan refaktometer
Kadar garam = ..........
3.3. Pemeriksaan dengan cara Titrasi
Volume AgNO3 = .........
Kadar garam = .........
1. TEORI
Dasar kerja dari uji ini adalah : Memasukkan jentik dari spesies tertentu
yang berasal dari koloni laboratorium, dalam jangka waktu tertentu kedalam
sarang nyamuk atau container yang telah diberi larvasida.
Maksud dan tujuannya adalah mengadakan Penilaian langsung dengan
segera terhadap efek daya racun pada sarang nyamuk atau container yang
telah diberi racun jentik.
2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- Jentik stadium III dan IV yang sehat dari
jenis tertentu.
- pellete
- air
- larvasida
2.2. Alat
- container
- Silinder dengan ukuran panjang 20cm garis tengah 10cm, terbuat dari
kawat kecil dibatasi dinding kain kasa halus. Silinder diberi pelampung /
gantungan.
- Pipet kecil untuk jentik.
- Cidukan atau saringan jentik terbuat dari kain kasa halus.
- Termometer air.
3. HASIL
1
2
3
…
% kematian rata-rata
1. TEORI
Uji bio assay adalah : Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya
bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay
untuk nyamuk dewasa, salah satunya adalah dengan Uji bio assay kontak (bio
assay sentuhan) : untuk insektisida efek residu : DDT, Malathion,
fenitrothion.
2. PROSEDUR KERJA
2.1. Bahan
- Nyamuk dari species tertentu.
- Beberapa jenis permukaan dinding yang sudah di semprot dengan racun
serangga yang bersifat residual.
- Larutan air gula dan kapas.
2.2. Alat
- Aspirator bengkok/sucking tube.
- Kerucut bio assay/bio assay cone/conical.
- Alat untuk melekatkan pada permukaan dinding.
- Gelas kertas/paper cup.
- Kotak nyamuk untuk nyamuk hidup.
- Pengukur waktu/timer.
- Hygrometer dan termometer max-min.
3. HASIL
1
2
3
…
% kematian rata-rata
1. TEORI
Uji bio assay adalah : Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya
bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay
untuk nyamuk dewasa, salah satunya adalah dengan Uji bio assay untuk
tekanan uap / fumigan: untuk insektisida efek penguapan (fumigasi) : HCN,
Fenitrothion, propoxur .
2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- Nyamuk sejenis dari spesies tertentu.
- Larutan air gula dan kapas.
- racun serangga /insektisida
2.2. Alat
- Kurungan kecil rangka terbuat dari kawat yang di keli lingi kain kasa (cage)
- Alat penyemprot dan racun serangga yang dibutuhkan.
- Aspirator / Sucking tube.
- Sling Hygrometter dan termometer max, min.
- Paper cup.
- Kotak nyamuk (untuk nyamuk hidup).
3. HASIL
1
2
3
…
% kematian rata-rata
1. TEORI
Uji bio assay adalah : Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya
bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay
untuk nyamuk dewasa, salah satunya adalah dengan Uji bio assay untuk
pengasapan / pengabutan (fooging, ulv).
2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- Nyamuk sejenis dari spesies tertentu.
- Larutan air gula dan kapas.
- racun serangga /insektisida
2.2. Alat
- Kurungan kecil rangka terbuat dari kawat yang di keli lingi kain kasa. d=10
Cm, p=20 Cm. (cage)
- Alat penyemprot / fog machine
- Aspirator / Sucking tube.
- Sling Hygrometter dan termometer max, min.
- Paper cup.
- Kotak nyamuk (untuk nyamuk hidup).
3. HASIL
1
2
3
…
% kematian rata-rata
1. TEORI
2. PROSEDUR KERJA
2.1. Alat
- Sprayer / spray can
- Power sprayer
- Soil injector
- Bor listrik
- Kuas / roll paint
- Ember
- Gelas penakar
- Cetok
2.2. Bahan
- Termitisida
- Pelarut / air
- Semen warna
2.3.3. Pelaburan
- Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan dengan jumlah
sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec, pengenceranya
adalah 12,5 ml /liter solar (air, minyak tanah).
- Lakukan pelaburan menggunakan kuas cat ke seluruh permukaan kayu /
bahan yang akan di awetkan / di anti rayap. Sebaiknya bukan kayu yang
masih mentah (belum diolah)
2.3.4. Perendaman
- Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan dengan jumlah
sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec, pengenceranya
adalah 12,5 ml /liter air. Retensi 2,2 kg/m3 kayu
2.3.5. Glue
Termitisida dicampurkan dengan lem yang dipakai untuk pembuatan kayu
lapis dengan dosis 12,5 gr / kg perekat.
3. HASIL
Luas bangunan : …..
Jumlah lubang : …..
Luas permukaan dinding dan dasar parit : …..
Perkiraan volume tanah galian / urugan : ….
Jumlah termitisida yang diperlukan : …..
Jumlah pelarut : ……..
Jenis pelarut : …….
1. TEORI
2. PROSEDUR KERJA
2.1 Alat
- Pipet tetes
- Cawan petri
- Gelas kimia
- Gelas ukur
- Pengaduk kaca
- Timbangan analit
- Pinset
2.2. Bahan
- Kayu
- Tanah
- Rayap pekerja
- Termitisida
- Pelarut (air, aceton, solar)
- Kertas saring
4. HASIL
1. TEORI
Di rumah sakit, ruang operasi, ICU dan ruang rawat inap seringkali
memerlukan persyaratan sanitasi yang sangat ketat Hal demikian berkaitan
dengan sensitivitas & kerentanan penderita atau tingkat keganasan penularan
penyakit.
Persyaratan sanitasi yang ketat tersebut antara lain adalah dengan kondisi
ruangan yang steril bebas dari jasad renik patogenik. Untuk mencapai kondisi
ini tidak cukup hanya dengan disinfeksi dengan bahan-bahan desinfektan
biasa, akan tetapi diperlukan germisida yang mempunyai spektrum luas.
2. PROSEDUR KERJA
2.1. Alat
- Electric Fog generator (sistem basah)
- Gelas penakar
- Pengaduk
- Corong bersaring
- APD (pakaian kerja, masker, dll)
2.2. Bahan
- Germisida (formalin, dll)
- Parfum
- Pelarut (air, alkohol, dll)
- Koran bekas
3. HASIL
Nama dan jenis germisida yang digunakan : ………
Dosis : ….
Konsentrasi yang digunakan : ….
Volume ruangan : …….
Jumlah larutan yang digunakan : …..
Periode kontak : ……
1. TEORI
2. PROSEDUR KERJA
2.1. Alat
- Tin opener / Can opener
- Ember / wadah
- Gelas penakar.
- Pot belerang
- Alat komunikasi
- Senter
- APD (masker, sarung tangan, dll)
- Aspiratir pump & detector tube
2.2. Bahan
- Fumigan (HCN, Methyl bromide, Phosphin, belerang, dll).
- Kapas
- Spiritus
- Korek api
- Koran bekas / kertas penutup
- Plester / selotype
- Kapur atau vaselin
3. HASIL
Volume ruang : ….
Jenis fumigan : ……
Jumlah fumigan : ….
Dosis yang dipakai : …..
Waktu kontak : …..
Jumlah wadah yang diperlukan : …..
Jumlah tikus : …..
5. TEORI
6. PROSEDUR KERJA
6.1. Alat
6.2. Bahan
7. HASIL
1. TEORI
8. PROSEDUR KERJA
8.1. Alat
8.2. Bahan
9. HASIL
10. TEORI
11.1. Alat
11.2. Bahan
12. HASIL
13. TEORI
14.1. Alat
14.2. Bahan
15. HASIL
Kilgore, WW & Doutt, RL. (1969), “Pest control, biological, phisical and
selected chemical methode”, Academic press, New York.