You are on page 1of 64

SUGENG ABDULLAH

Materi Kuliah

Pemberantasan Vektor danBinatang Pengganggu

AKADEMI KESEHATAN LINGKUNGAN


PURWOKERTO

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 1


KATA PENGANTAR

Buku ini sesungguhnya merupakan materi kuliah yang disajikan secara


garis besar. Penjelasan terhadap isi yang ada dalam buku ini mutlak perlu.

Acuan utama berasal dari buku “Pedoman Bidang Studi


Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu untuk APK-TS.”

Disarankan agar para mahasiswa / pembaca tidak terpaku pada materi kuliah
ini. Sangat bermanfaat apabila mahasiswa mempelajari buku-buku yang
tertulis di daftar kepustakaan.

Demikian, semoga dapat membantu.

Purwokerto, 26 Maret 2001

Penyunting

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 2


ISI BUKU

PENGANTAR … (i)
ISI BUKU … (ii)
1. PENGERTIAN VEKTOR … (1)
2. MEKANISME PENULARAN PENYAKIT … (3)
3. SIFAT DAN PERILAKU VEKTOR… (7)
4. SURVEY VEKTOR … (14)
5. METODE PENGENDALIAN … (25)
6. NYAMUK / MALARIA … (29)
7. LALAT …(31)
8. PINJAL …(37)
9. PENGENDALIAN TIKUS … (38)
10. PESTISIDA … (46)
11. PERACIKAN PESTISIDA … (54)
12. KARANTINA … (59)
13. SANITASI PELABUHAN … (62)
14. KEPUSTAKAAN

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 3


1 Abatisasi

1. TEORI

Kegiatan abatisasi bertujuan untuk menekan serendah mungkin populasi


nyamuk/vektor DHF pada kurun waktu terbatas. Kegiatan ini untuk
mendukung pelaksanaan fogging. Dalam pelaksanaan abatisasi lazimnya satu
orang mampu menyelesaikan 25-30 rumah, dan setiap 5-6 oramg diperlukan
seorang koordinator (ketua regu).
Pinsip kerja dari abate adalah : abate akan larut dalam air, kemudian
menempel/meresap pada dinding kontainer. secara kontinyu selama periode
tertentu racun abate dilepas dan akan membunuh larva nyamuk. Abate adalah
racun yang termasuk dalam golongan Organo phosphorus ester, dengan
toksisitas rendah (LD50 dermal 4000, dan oral 13000 pada tikus). Dosis abate
untuk membunuh larva nyamuk adalah 1 ppm.

2. PROSEDUR

2.1. Alat
- Tas lapangan
- sendok penakar/timbangan
- mistar
- kalkulator
- bejana, kontainer

2.2. Bahan
- Larvasida (abate 1 sg)

2.3. Cara kerja


- ukur volume bejana yang diduga akan terisi air secara penuh / optimal,
sesuai dengan rumus volume masing- masing bejana.
- hitung kebutuhan larvasida sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. (
Untuk dosis Abate 1 SG = 1 ppm

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 4


atau 1 gram Abate dalam 10 liter air). Rumus aplika si Larvasida adalah
sbb. :

* Rumus (umum) :
VxD
B = --------
C
B : Berat Larvasida yang dipakai
V : Volume optimal bejana
D : Dosis Larvasida
C : Persen technical grade

* Rumus (Abate 1 SG)

V (liter)
B (gram) = ---------
10
- Masukan larvasida pada bejana dimaksud

3. HASIL
Jumlah bejana/kontainer = ............
Total volume bejana/kontainer = ...........
Jumlah abate yang digunakan = ............

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 5


2 Trapping

1. TEORI

Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya telah menjadi
saingan bagi manusia. Lebih dari itu, insect dan rodent, pada dasarnya dapat
mempengaruhi bahkan mengganggu kehidupan manusia dengan berbagai
cara. Dalam hal jumlah kehidup yang terlibat dalam gangguan tersebut, erat
kaitannya dengan kejadian/penularan penyakit. Hal demikian dapat dilihat
dari pola penularan penyakit pest yang melibatkan empat faktor kehidupan,
yakni Manusia, pinjal, kuman dan Tikus.
Beranjak dari pola tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan tikus
menjadi sangat relevan. Salah satunya adalah mengetahui jenis atau spesies
tikus yang ada, melalui identifikasi maupun deskripsi. Untuk keperluan ini
dibutuhkan kunci identikasi tikus atau tabel deskripsi tikus, yang memuat ciri-
ciri morfologi masing-masing jenis tikus. Ciri-ciri morfologi tikus yang lazim
dipakai untuk keperluan tersebut diantaranya adalah : berat badan (BB),
panjang kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telinga (E),
tengkorak (SK) dan susunan susu (M) (periksa gambar 1.1.). Disamping itu,
lazim pula untuk diketahui bentk moncong, warna bulu, macam bulu ekor,
kulit ekor, gigi dll.
Insect atau ektoparasit yang menginfestasi tikus penting untuk diketahui,
berkaitan dengan penentuan jenis vektor yang berperan dalam penularan
penyakit yang tergolong rat borne diseases.

2. PROSEDUR

2.1. Bahan :
- Insektisida aerosol
- Chloroform
- Umpan tikus
- Tikus hidup

2.2. Alat :
- Kunci Identifikasi tikus (genera rattus)
- Tabel deskripsi tikus (Famili muridae)
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 6
- Spuit (suntikan)
- Rat trap / cage trap (perangkap tikus hidup)
- Mistar 50 Cm dan 30 Cm.
- Timbangan
- Kantong plastik volume 50 kg.
- Sisir tikus / sikat sepatu

2.3. Cara kerja :

2.3.1. Pre Biting


- Pasanglah berbagai makanan ditempat-tempat yang akan dipasang
perangkap tikus (sesuai dengan kaidah sampling). Hindarkan kemungkinan
termakan oleh binatang piaraan.
- Biarkan selama sehari semalam, kemudian amati jenis makanan yang
paling banyak dimakan oleh tikus.
- Ulangi cara diatas, hingga diperoleh data yang cukup meyakinkan.
- Interpretasi data diatas ialah : makanan yang paling banyak dimakan tikus,
berarti paling disukai.

2.3.2. Trapping
- Semua perangkap yang akan dipakai, dicuci terle bih dahulu dengan
memasukkannya pada air panas, untuk menghilangkan lemak/bau khas tikus.
Gunakan perangkap tikus hidup (cage trap).
- Pasanglah perangkap di beberapa tempat (sesuai dengan kaidah sampling),
dengan menggunakan umpan berdasarkan data dari Pre Biting. Waktu
pemasangan dilakukan sore hari.
- Pada pagi hari berikutnya, semua perangkap diambil. Pisahkan antara
perangkap yang kosong dan perangkap yang ada tikusnya.
- Perangkap yang ada tikusnya dibawa ke Laborato rium untuk diidentifikasi
tikusnya dan ektoparasit lainnya.
2.3.3. Identificating
- Perangkap yang ada tikusnya dimasukkan pada kantong plastik, kemudian
kantong diikat rapat.
- Ambil chloroform dengan spuit, kemudian suntik kan kedalam kantong
tersebut.
- Diamkan beberapa saat hingga tikus mati, kemudi an kantong dibuka,
dengan mulut kantong tidak berhadapan dengan kita.
- Bila perlu, semprotkan insektisida aerosol kedalam kantong untuk
membunuh ektoparasit yang tidak mati oleh chloroform.
- Perangkap dikeluarkan dari kantong, dan tikus yang mati juga dikeluarkan
dari perangkap.
- Lakukan penyisiran (dengan sikat sepatu) terhadap tikus tersebut, untuk
mendapatkan ektoparasit.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 7
- Ektoparasit yang diperoleh, dimasukkan pada botol yang diberi bahan
pengawet (misal : alkohol), untuk diidentifikasi pada waktu yang lain.
- Selanjutnya, lakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap tikus tersebut
sesuai dengan kunci Identifikasi. Dapat pula hanya dilakukan pengukuran
terutama terhadap berat badan (BB), pan jang kepala ditambah badan (H&B),
ekor (T), cakar (HF), telinga (E), tengkorak (SK) dan susunan susu (M).
- Interpretasi data diatas, sesuai dengan kunci identifikasi, atau
mencocokkan pada tabel deskripsi tikus.

3. HASIL
3.1. Pre biting

DAFTAR : Jenis umpan yang terbanyak


dimakan pada tiap lokasi
Tanggal : ............ , Lokasi : ................

No Jenis Umpan Lokasi Umpan Jumlah


. 1 2 3 dst V
1
2
Dst
Keterangan :
- Beri tanda V untuk jenis umpan yang paling banyak
dimakan.
- Jumlah jenis umpan yang terbanyak dimakan berarti
jenis umpan yang paling disukai.

3.2. Trapping

DAFTAR : Hasil penangkapan tikus


Tanggal : .............................
Lokasi : .............................
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 8
Umpan : .............................

No. Lokasi Ada tikus Ket.


Perangkap Ya Tidak
1
2
3
Dst
Jumlah
Prosentase

Beri tanda V pada kolom yang sesuaai

3.3. Identificating

DAFTAR : Hasil identifikasi tikus dan ektoparasit


Tanggal : …………………….
Lokasi : …………………….

H E S
M B k p
S B H H S t e
No. Lokasi E B & T E F K . : o s
X B + p i
. T a e
r s
1
2
3
4
dst

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 9


3 Suceptibility
Test

1. TEORI
Suceptibility test atau uji kerentanan adalah suatu test untuk mengetahui
tingkat kerentanan atau kekebalan serangga, terhadap suatu racun/insektisida.
Uji ini bertujuan untuk menyelidiki apakah ada kekebalan atau tidak, dan
kalau ada, kapan timbulnya. Oleh karena itu uji ini tidak cukup hanya
dilakukan sekali saja, melainkan berulang-ulang sejak sebelum ada
penyemprotan sampai sesudahnya. Uji ini untuk menyelidiki kekebalan
fisiologis, bukan untuk mengetahui kekuatan racun/insektisida.
Jadi pada dasarnya, uji ini untuk mengetahui basic LD50 beserta perubahan-
perubahan yang terjadi.
Perubahan LD50 ini bisa jadi tambah besar, yang berarti nyamuknya
tambah kebal; atau tetap, atau bahkan kadangkala malah sebaliknya yakni
LD50 bertambah kecil. Hal demikian terjadi karena adanya index absorbsi
yang berlainan, ada tidaknya jaringan tubuh yang dapat menyimpan racun
(misal: lemak), organ ekskresi yang berlainan, kemampuan regenerasi dan
detoksikasi yang dimiliki, dan karena perilaku yang berubah/berbeda (misal:
mampu menghindari racun).

2. PROSEDUR

2.1. Bahan
- nyamuk hasil tangkapan di lapangan (minimal 200 ekor), yang telah
mengandung darah dengan kondisi sehat, utuh dan sejenis.
- kertas beracun (impregnated paper) dengan kadar berlainan
- larutan gula

- kapas
- kertas stensil/duplikator

2.2. Alat
- Holding tube dan exposure tube (minimal 20 set)
- sucking tube
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 10
- cage
- paper cup dan kain kasa

2.3. Cara kerja

2.3.1. Pretest (seleksi)


- Siapkan holding tube, berilah nomor 1a, 2a s/d 10a,-
9a dan 10a untuk kontrol. Selanjutnya masukan kertas setensil kedalam
holding tube, pasang klemnya. Pada kertas stensil tersebut tulislah besar
konsentrasi insektesida sesuai dengan holding tube ( misal: 0,25%, 0,5 %,
0,75 %, dst).
- Ambil nyamuk dengan sucking tube, kemudian dimasukan pada holding
tube melalui filling hole (lubang). Tiap holding tube diisi 20-25 ekor
nyamuk.
- Letakkan holding tube berdiri tegak dengan kawat gaas (kain kasa) berada
diatas. Berilah makanan dengan kapas yang dibasahi larutan gula, diletakan
diatas kawat gaas.
- Biarkan selama 1 jam. Bila ada yang mati dikeluarkan melalui filling hole.
Nyamuk yang tidak mati (kuat) inilah, yang akan dipakai untuk test
berikutnya.

2.3.2. Prelimanary test


- Siapkan Exposure tube, berilah nomor 1, 2 s/d 10,-
Selanjutnya masukan kertas beracun kedalam exposure tube, pasang
klemnya. Kertas beracun tersebut mempun yai besar konsentrasi insektesida
yang berbeda ( misal: 0,25%, 0,5 %, 0,75 %, dst). dan dipasang secara
berurutan dari yang terendah pada no.1 dan yang tertinggi pada no.8. Pada
no.9 dan 10 dipasang kertas tak beracun untuk kontrol.
- Holding tube yang telah berisi nyamuk dengan jumlah tertentu (dari
pretest) tsb. disambungkan dengan exposur tube. Pindahkan semua
nyamuknya melalui filling hole ke ruang exposure.
- Tutup kembali filling hole, dan biarkan nyamuk supaya kontak selama 1
jam. Jangan diberi makan/larutan gula.
- Bila ada yang mati dikeluarkan dan dicatat pada tiap tube. Selanjutnya
nyamuk dipindahkan kembali ke holding tube, dan simpan selama 24 jam di
tempat yang gelap dan lembab, dengan suhu < 30 øC. Jangan lupa diberi
makan larutan gula.
- Catat jumlah total nyamuk yang mati pada setiap tube. Catat pula kondisi
suhu min-max, kelembaban (Rh). Hitung prosentasi kematian pada setiap
tabung. Sisa nyamuk yang masih hidup dibunuh.
- Bila prosentasi kematian kontrol > 20%, test harus diulang. Bila 5-20%
dapat dikoreksi dengan rumus Abbot sbb. :

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 11


% kematian yang ditest - % kematian kontrol
------------------------------------------ x 100 =
100 - % kematian kontrol

- Interpretasi hasil :
98% - 100% = suceptible (renta)
80% - 98% = meragukan
< 80% = resisten (kebal)

2.3.3. Test Lanjutan


- Untuk menetapkan LD50 yang sesungguhnya, dilakukan tes lanjutan,
dengan cara kerja seperti pada preli manary test.
- Pada test lanjut ini, digunakan kertas beracun dengan konsentrasi yang
memberi kematian 100%, berdasarkan hasil seperti pada prelimanary test.
- Agar hasilnya meyakinkan, dalam test lanjut ini perlu dibuat rangkap ( 2, 3,
atau 4 replicate).
2.3.4. Test ulangan
- Dalam waktu tertentu, status kerentanan nyamuk dapat saja berubah, oleh
karena itu perlu diadakan test ulangan. Cara kerjanya sama dengan
prelimanary test dan test lanjutan.

3. HASIL

No Konst. Jumlah Jumlh. % Ket.


Tube (%) Nyamuk mati mati

1
2
3

9 kontrol
10 kontrol

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 12


4 Spraying

1. TEORI
Penyemprotan (spraying) yang dimaksud, bertujuan untuk menempelkan
pestida/racun pada permukaan dinding. Tujuan selanjutnya adalah untuk
membunuh nyamuk agar polpulasinya menurun, sehingga tidak menggangu
kesehatan manusia.
Penyemprotan dalam rangka pengendalian nyamuk, lazimnya digunakan
tangki semprot ( spraycan) dengan spesifikasi dan persyaratan tertentu.
Tangki semprot yang dipakai adalah Spraycan Hudson expert, dan beberapa
hal yang harus dipenuhi adalah antara lain :
- Konsentrasi larutan, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis akhir,
berat kemasan pestisida, penimbangan, pembungkusan, dan pembuatan
larutan.
- Nozzle yang dipakai adalah Nozletip HSS 8002, yang keluarannya
berbentuk pelat kipas (flat fan), dengan sudut pancar 80ø dan debit keluaran
0.2 gallon (757 cc) per menit. lebar semprotan (swat) 75 Cm, lebar efektip
70 Cm.
- Jarak nozle dengan dinding 46 Cm.
- Tekanan dalam tangki 40 - 55 psi
- kecepatan menyemprot 19 M2 per menit, dan iramanya (langkah dan
goyang) yang benar.
Disamping hal tersebut diatas, perlu diperhatikan pula tentang waktu, cakupan
dan keteraturan dalam penyemprotan. (Lebih lanjut baca PSBP tentang
pengendalian nyamuk malaria, dan Fisika hydrostatik hususnya masalah
tekanan).

2. PROSEDUR KERJA

2.1. Alat
- Spraycan HUDSON dan kelengkapannya
- Nozzletip HSS 8002
- Gelas ukur
- stop watch
- Timbangan
- Ember saringan
- Pengaduk

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 13


- Bidang semprot (3x6,33 M)
- Alat pelindung diri

2.2. Bahan
- Pestisida bentuk WDP (DDT tiruan)
- Pelarut (air)
- Kantong plastik
- Tali/karet gelang

2.3. Cara Kerja

2.3.1. Kalibrasi
- Isilah tangki spraycan dengan air sebanyak 8,5 liter.
- Pompa sebanyak 55 kali (periksa manometer, teka nan = 55 psi).
- Tempatkan ujung nozle pada mulut gelas kimia, kemudian semprotkan
selama 1 menit. Cairan yang tertampung diukur volumenya. Kerjakan
sebanyak 3 kali, kemudian pompa sebanyak 25 kali. Kerjakan dengan cara
yang sama sampai air dalam tangki habis. Volume cairan yang keluar pada
setiap menit, idealnya harus 0,8 gallon ( = 757 ml).
- Tangki diisi kembali dengan air sebanyak 8,5 liter, lalu pompa sebanyak 55
kali.
- Ujung nozle diarahkan tegak lurus bidang dinding dengan jarak 46 cm.
Posisi lubang nozle mendatar.
- Semprotkan pada bidang dinding, kemudian ukurlah lebar semprotan
(swat) yang mengenai dinding tersebut. Lebar swat idealnya harus 75 Cm.
- Interpretasi : Apabila volume keluaran per menit dan lebar swat tidak
sesuai, maka spraycan atau nozle tidak layak pakai.

2.3.2. Penentuan berat kemasan


- Timbanglah pestisida untuk kemasan satu kali adonan (8,5 L), dengan
rumus :

21250 A
K = ---------
B
K : Berat kemasan pestisida (gram)
A : Dosis akhir (gr/m2)
B : Kadar Pestisida (%)
- Masukan pestisida kedalam kantong plastik dan kemudian ikat dengan tali.
Kemasan tidak boleh menggelembung. Sebaiknya kemasan dibuat rangkap
dua.

2.3.3. Membuat larutan pestisida (suspensi)


Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 14
- Masukan 1 liter air kedalam ember saringan. Dengan hati-hati masukan
pestisida separuh kema san. Tunggu sampai tenggelam (basah) kemudian
aduk hingga larut. Tambahkan air hingga 4 liter.
- Masukan larutan tersebut kedalam spraycan.
- Ulangi dengan cara yang sama terhadap sisa pestisida, dan kemudian
tambahkan air kedalam spraycan hingga 8,5 liter.

2.3.4. Pelaksanaan spraying


- Setelah semua larutan (8,5 l) dimasukan spray can, spraycan ditutup,
kemudian pompa 55 kali (tekanan 55 psi / 3,8 kg/cm2).
- Spraycan diangkat, nozle diarahkan pada bidang yang akan disemprot.
Semprotkan pada bidang seluas 19 M2 dalam waktu 1 menit. Jarak nozle
dengan bidang semprot 46 Cm. ( Untuk keperluan latihan, diperlukan bidang
semprot seluas 3 x 6,33 M yang dibagi menjadi 9 kolom, lihat gambar.
Perhatikan irama (langkah kaki dan goyang) menyemprot seperti yang
ditunjukkan oleh in struktur, agar diperoleh kecepatan dan jarak sesuai
dengan ketentuan.).
- Pertahankan tekanan dalam tangki ( 55 psi) dengan cara : Setelah dipakai
menyemprot 3 menit, pompa 25 kali. Gunakan untuk menyemprot 3 menit,
kemudian pompa 25 kali lagi, terus semprotkan sampai habis.

2.3.5. Pemeliharaan.
- Apabila telah selesai digunakan untuk menyem prot, spraycan dicuci dan
dibilas dengan mengisi air bersih, kemudian semprotkan sampai habis.
Gunakan juga bahan pembersih (sabun). Selanjutnya sparaycan dikeringkan
dan disimpan.

3. HASIL

3.1. Kalibrasi
volume keluaran per menit = ...........
lebar swat = ...........

3.2. Berat kemasan


dosis ahir (gr/m2) = ........
kadar pestisida yang ada = ........
Berat kemasan = ........

3.3. Membuat suspensi


Nama Pestisida yang digunakan = .........
kadar pestisida yang dipakai = .........
berat pestisida yang dilarutkan = ..........
volume larutan = .......
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 15
konsentrasi larutan = .......

3.4. Pelaksanaan spraying


Luas yang disemprot = .......
Waktu yang diperlukan = .......
Idle time = .......
Jumlah suspensi dipakai = .......

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 16


5 Suspensibility
Test

1. TEORI
Uji Suspensi bertujuan untuk mengetahui mutu suspensi (tingkat daya
kelarutan pestisida) yang akan digunakan untuk menyemprot apakah masih
layak atau tidak. Prinsip uji suspensi ini adalah dengan cara pengendapan.
Semakin banyak endapan yang terjadi, berarti semakin kecil powder yang
larut dalam air menjadi suspensi. Dengan demikian mutu suspensi dan mutu
powder pestisida semakin jelek.
Dalam uji suspensi pestisida dikenal ada dua macam cara, yakni cara
praktis yang biasanya dilakukan di gudang sesaat sebelum pestisida dibagikan
ke lapangan. Cara ini di sebut sebagai Visual Suspensibility Test. Cara yang
lain adalah dengan cara menyemprotkan. Cara ini biasa digunakan untuk
mengetahui keadaan pestisida seperti kondisi sesungguhnya dilapangan. (
Baca Kimia : Masalah Larutan dan Pengendapan )

2. PROSEDUR

2.1. Alat.
- Gelas ukur bertutup vol 100 ml
- Gelas ukur vol 250 ml 12 buah
- pengaduk kaca
- Spraycan berikut kelengkapannya
- Timbangan (analit)
- pengukur waktu
- Ember
- Alat pelindung diri

2.2. Bahan
- Pestisida bentuk WDP (powder)
- Pelarut air
2.3. Cara kerja

2.3.1. Cara pertama

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 17


- Timbang 3,3 gram pestisida (powder), dan masukkan kedalam gelas kimia
vol 100 ml. Tambahkan air bersih kedalamnya sebanyak < 100 ml.
- Biarkan 30 detik, lalu aduk selama 30 detik
- Masukkan kedalam gelas ukur bertutup vol 100 ml. Tambahkan air hingga
100 ml
- Kocok sebanyak 30 kali, dengan cara membolak-balik kan gelas ukur @ 30
detik
- Diamkan 15 menit, amati endapan yang terjadi. Bila endapan kurang dari 5
ml berarti pestisida baik (tingkat kelarutannya baik). Demikian sebaliknya
bila endapan lebih dari 5 ml berarti jelek.

2.3.2. Cara kedua


- Siapkan gelas ukur volume 250 ml sebanyak 12 buah, dan tempatkan pada
wadah/ember besar.
- Timbang pestisida sesuai dengan berat kemasan per spraycan (misal : 567
gram DDT 75 WDP). Pestisida dimasukkan kedalam ember dan tambahkan
3 liter air bersih, kemudian aduk hingga larut.
- Larutan dimasukkan kedalam spraycan dengan menggu nakan saringan.
Spraycan ditutup kemudian pompa sebanyak 55 kali (tekanan 50 psi).
- Tangki dikocok 20 kali, dengan cara membolak-balik kan tangki tersebut.
- Tempatkan tangki dengan posisi miring sedemikian rupa, agar ujung pipa
pengeluaran berada di bagian terendah. Usahakan tangki tidak bergerak.
- Semprotkan cairan dalam tangki dan biarkan nozle terbuka selama 30 detik
(cairan harap ditampung di wadah), kemudian cairan ditampung dengan
gelas ukur hingga volume cairan ó 250 ml pada setiap gelas ukur. Setiap
disemprotkan satu menit, tangki dipompa 25 kali. Demikian seterusnya,
hingga cairan dalam tangki habis dan kedua belas gelas ukur terisi larutan.
- Larutan didiamkan selama 24 jam, kemudian cairan dan endapan diperiksa.
- Biasanya isi gelas ukur tidak sama, maka endapan yang terbentuk perlu
dikoreksi (didasarkan pada volume 250 ml), dengan rumus corected sedimen
:
So x 250
S = ---------
Vo
S : Volume endapan pada 250 ml
So : Volume endapan yang terjadi pada gelas ukur
Vo :Volume larutan yang tertampung pd gelas ukur
250 : konstanta

- Hitung volume endapan rata-rata, dengan rumus :


S
Sr = -----
N
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 18
Sr : Rata-rata volume endapan
S : Jumlah volume endapan pada 250 ml
N : Jumlah gelas ukur yang digunakan ( 12 buah)

- Hitung prosen (%) penyimpangan endapan (S) dari endapan rata-rata (Sr),
dengan rumus :
S x 100
% penyimpangan = --------- - 100
Sr

- Jika % penyimpangan melebihi 33 % pada 3 buah gelas ukur, maka


berarti pestisida tidak baik daya larutnya.

3. HASIL DAN PERHITUNGAN

No. Vo So S % penyim Ket.


Tabun pangan
g

1
2
..
12
Jumlah
Rata-rata (Sr)

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 19


6 ULV-afan

1. TEORI
ULVafan adalah salah satu bentuk peralatan aplikasi pestisida yang
digunakan untuk pengendalian insect (serangga) pada khususnya dan
pengenalian pest pada umumnya. Prinsip kerja ULVafan adalah memecah
tetes-tetes larutan pestisida dengan cakram yang berputar 12.000 rpm,
menjadi titik-titik partikel (droplet) pentisida. Droplet ini kemudian diarahkan
dengan tiupan kipas angin (fan) yang berputar cepat.
Spraying dengan ULVafan ini dapat dipakai untuk pengendalian terhadap
insect yang terbang (misal : lalat), maupun insect yang menetap/menempel
dipermukaan (misal : insect yang terdapat pada daun). ULVafan cocok
misalnya untuk spraying pada kontainer atau bak sampah, mengingat beratnya
yang ringan dan kompak serta mudah pengoperasiannya. Hal ini dapat dilihat
dari daftar spesifikasi yang menyertai alat tersebut, sbb :

- Berat (siap untuk menyemprot) : 5,00 kg.


- Volume botol larutan : 0,50 liter
- Power suply (batery) : 12 volt
- komsumsi energi (tanpa beban) : 20 watt
- Kecepatan putar cakram : 12.000 rpm
- Debit larutan (tergantung nozzle): 15 - 60 ml/menit
- Ukuran droplet partikel : 50 mikron
- Jangkauan sebaran partikel : 4 - 6 meter
- Kegunaan : pengendalian serangga, dll.

2. PROSEDUR

2.1. Alat
- ULVafan dengan kelengkapannya (botol pestisida, nozzle , bateray)
- Gelas ukur
- Alat pengukur waktu (stop watch)
2.2. Bahan-bahan
- Pestisida (WP, WDP, EC)
- Bahan pelarut (air, kerosene)
- Bahan pembersih

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 20


2.3. Cara kerja
2.3.1. Kalibrasi alat ULVafan
- Buka/kembangkan ULVafan, dengan cara menarik bagian kepala cakram
hingga terkunci lurus. Penutup cakram dibuka.
- Pasang Nozzle sesuai dengan jenis larutan yang akan digunakan. Warna
biru untuk larutan yang sangat encer (misal : air)
Warna kuning untuk larutan encer
Warna oranye untuk larutan pekat
Warna merah untuk larutan sangat pekat
- Pasang botol larutan (yang telah berisi larutan), dengan cara memutar
botol tersebut. Mulut botol mengha dap keatas.
- Posisi UlVafan berikut botol larutan, dibalik, hingga
mulut botol menghadap kebawah. Tampunglah tetes-tetes larutan pada gelas
ukur dan catat volumenya setelah menetes selama satu menit.
(Idealnya 30 ml/menit, oleh karena itu sesuaikan nozzlenya). Harap
diperhatikan, ULVafan dalam keadaan tidak dihidupkan.

2.3.2. Pelaksanaan spraying


- Setelah selesai kalibrasi, botol larutan dilepas dan kemudian diisi
kembali dengan larutan pestisida yang akan dipakai. Posisi mulut botol
menghadap keatas.
- Pasang jack (probe) kabel power suply pada batery/accu.
- Atur dan tentukan route serta arah penyemprotan yang akan dilaksanakan.
- Bawalah ULVafan ketempat yang telah ditentukan arah dan routenya.
Posisi mulut botol larutan tetap menghadap keatas.
- Hidupkan ULVafan, dengan cara menekan saklar pada posisi ON.
Spraying dapat dimulai, dengan cara memba likkan posisi ULVafan hingga
mulut botol menghadap kebawah. Sambil berjalan mundur atau kesamping,
Arahkan partikel spray dengan mengarahkan kepala cakram / nozzle.
Jangkauan partikle spray berkisar 4 - 6 meter.
- Bila target sudah selesai, ULVafan dibalik hingga mulut botol larutan
menghadap keatas. Tunggu sampai partikel spray habis/tidak memancar,
kemudian ULVafan dimatikan (saklar OFF).

2.3.3. Pemeliharaan.
- Bersihkan ULVafan segera setelah selesai digunakan, dengan cara mengisi
botol larutan dengan cairan pember sih kemudian semprotkan sampai habis.
Jika ULVafan tidak akan digunakan dalam waktu yang lama, perlu
dipoles dengan kerosene.
- Apabila putaran cakram tidak normal, periksa keadaan batery terlebih
dahulu kemudian periksa bagian mekanik
yang lain.

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 21


3. HASIL
3.1. Kalibrasi
- Warna nozle = .....
- bahan pelarut = ....
- debit = ....

3.2. Pelaksanaan
- Luas area = ......
- waktu yang diperlukan = ......
- jumlah pestisida yang dipakai = ......

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 22


7 Uji Predasi

1. TEORI
Prinsip pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah harus
menerapkan bermacam-macam cara pengendalian, agar vektor senantisa
berada dibawah ambang yang membahayakan kesehatan. Disamping itu juga
harus aman bagi mahluk hidup dan lingkungan.
Konsekwensi dari prinsip dimaksud perlu diterapkan metode yang tepat,
aman dan terarah. Salah satunya adalah dengan pengendalian secara biologi,
yakni dengan pemanfaatan predator. Kemampuan predator untuk memangsa
vektor perlu untuk diketahui secara pasti dan akurat, melalui uji predasi.
Dengan demikian data yang diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi
besarnya kontribusi predator tertentu dalam hal pengendalian vektor.
Predator yang dapat dipakai dalam pengendalian nyamuk, terutama
terhadap larva nyamuk, adalah dengan menggunakan berbagai ikan pemakan
larva. Ikan pemakan larva umumnya termasuk jenis Omnivora (pemakan
semua) dan Carnivora (pemakan daging), misalnya : ikan gendol, kepala
timah, ghuppi, mujair, sepat, dll. Kemampuan masing-masing ikan tersebut
dalam memangsa larva nyamuk perlu diketahui, yakni dengan uji predasi.

2. PROSEDUR

2.1. Bahan
- ikan pemakan larva
- larva nyamuk instar III dan IV
- air

2.2. Alat
- Kontainer (volume minimal : T=20 Cm, d=25 Cm)
- nampan (tempat larva)
- gayung bersaring
- pipet larva / sendok
- timbangan analit
- mistar
- aerator
- pengukur waktu (stop watch)
- hygrometer

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 23


- termometer min-max

2.3. Cara kerja


- Masukan air kedalam kontainer. Usahakan kedalaman air dalam kontainer
tidak kurang dari 10 Cm. Masukkan pipa aerator kedalam air.
- Pilihlah ikan tertentu, kemudian beratnya ditimbang dan diukur
panjangnya. Ambil 5 ekor ikan yang berat dan panjangnya relatif sama.
- Masukkan 5 ekor ikan tersebut kedalam kontainer, kemud ian aerator
dihidupkan. Biarkan selama waktu tertentu (30 menit) tanpa diberi makan.
- Masukkan 25 ekor larva nyamuk kedalam kontainer dan catat waktu
pemasukan larva.
- Amati dan Hitung larva yang tidak dimakan oleh ikan setelah periode 10
menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam dan 24 Jam. Apabila larva telah habis
dimakan sebelum periode pengamatan / penghitungan, tambahkan lagi larva
nyamuk dengan jumlah yang sama (25 ekor).
- Ulangi dengan cara yang sama pada hari berikutnya selama 3 (tiga) hari.
- Interpretasi :
P = (U - M)/5 larva per ekor
P : Kemampuan predasi (memangsa) ikan
U : Jumlah total larva nyamuk yang diberikan / diumpankan
M : Jumlah sisa larva nyamuk yang tidak dimakan.
5 : 5 ekor ikan
- Dalam percobaan perlu diukur keadaan suhu air dan kelembaban
lingkungan setempat

3. HASIL
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 24
DAFTAR : HASIL PENGAMATAN UJI PREDASI
Ikan = ..................
Berat = ............ gram.
Panjang = .............. Cm.

No. Periode Jumlah larva Ket


Pengamatan diumpanka dimakan
n

1 0 menit
2 10 menit
3 20 menit
4 30 menit
5 60 menit
6 24 jam
Jumlah U= M=

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 25


8 Kholinesterase
Test

1. TEORI
Kholinesterase adalah enzim, suatu bentuk dari katalis biiologik yang
didalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga otot-otot, kelenjar-kelenjar
dan sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktifitas
jaringan kholinesterase
turun secara drastis (cepat) sampai tingkat rendah, dampaknya adalah
bergeraknya serat-serat secara sadar sdengan gerakan halus maupun kasar,
dan mengeluarkan air mata secara lebih lambat dan lemah.
Pestisida golongan orgganophospat dangolongan karbamat adalah
golongan pestisida penghambat kholinesterase darah. Karena sifatnya yang
demikian, parapenjamah pestisida dari golongan organophospat dan karbamat
ini dapat menngalami keracunan yang berjenjang dari keracunan tingkat
ringan , sedang sampai berat. Tingkat keracunan ini dapat dipantau dengan
menggunakan cara Edson yang menggunakan Tintometer kid . Cara Edson
ini menggunakan dasar pada pengukuran enzim Cholinesterase yang dihambat
aktifiitasnya oleh pestissida golongaan organopospor dan karbamat ini.
Pada prinsipnya pengukuran efektifitas cholinesterase (ChE) adalah sebagai
berikut :

Cholineesterase + Acetilcholine ----------> Choline + CH3COOH


(enzim dalam darah)
Asam asetat ini mengubah pH. Perubahan pH yang sekaligus merubah warna
larutan ini dapat dilihat dengan inddikator yang dalam hal ini digunakan
larutan BTB.
Pada prakteknya, darah diambil dari ujung jari yang kemudian dicampur
dengan Acetil cholin perchlorate sebagai pereaksi dan BTB sebagai indikator.
Setelah reaksi berlangsung selama waktu tertentu, perubahan warna larutan
dilihat dengan Comparator Disc.
Lama berlangsungnya reaksi tersebut sangat tergantung dari suhu setempat
dan keadaan reagent. Untuk meminimize kesalahan pemeriksaan, diperlukan
data tentang hubungan suhu, reagen dan waktu reaksi, sbb. :

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 26


Temperatur ø C Reagen = 0% Reagen 12,5%
10 41' 36'
15 33' 29'
20 27' 24'
25 24' 21'
26 23'30" 20'30"
27 23' 20'
28 22'30" 19'30"
29 22' 19'
30 21' 18'30"
35 18' 16'
40 16'30" 14'30"
45 16' 14'

Kreteria aktifitas enzim chilineesterase, dinyatakan dalam % dari normal,


sbb. :
75% - 100% dari normal : Tidak ada tindakan tapi perlu diuji ulang
waktu dekat. Kelompok ini termasuk dalam kategori normal.
50% - 75% dari normal : Mungkin over exposure, perlu diuji ulang. Jika
responden ini lemah agar disarankan untuk istirahat (tidak kontak) dengan
Organophospat selama 2 minggu, kemudian uji ulang sampai mencapai
kesembuhan. Kelompok ini termasuk dalam kategori keracunan ringan.
25% - 50% dari normal : Over exsposure serius, ulangi penggujian. Jika
benar istirahat dari semua pekerjaan yang berkenaan dengan pestisida
(insektisida). Jika yang bersangkutan sakit rujuklah pada pemeriksaan medis.
Kelompok ini termasuk kategori keracunan sedang.
0% - 25% dari normal : over exspposure yang sangat serius dan berbahaya.
Perlu diuji ulang dan yang bersangkutan harus diistirahatkan dari semua
pekerjaan dan perlu segera dirujuk pada pemeriksaan medis. Kelompok ini
termasuk kategori keracunan berat.

2. PROSEDURE

2.1. Bahan
- Darah kontrol (bebas pestisida)
- Darah tercemar (diduga)
- Aquabides (Aquades bebas CO2)
- Indikator BTB
- Achetilcoline perchlorat
- Alkohol
- Kapas

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 27


2.2. Alat
Tintometer Kit, terdiri dari
- Komparator lovibond 2000
- disk (cakram) Cholinesterase
- cuvet
- pengaduk kaca
- botol reagen
- gelas ukur
- labu ukur
- tabung reaksi pendek
- rak tabung reaksi
- beaker glas
- pemanas spirtus
- Autoclik (lanchet)
- Pipet mikro
- Termometer
- Stop watch

2.3. Cara Kerja

2.3.1. Menyiapkan aquades bebas CO2


- Aquades dididihkan sampai keluar gelembung-gelembung besar (10 menit
tetap diatas hot plate).
- Erlenmeyer tempat aquades ditutup dengan kapas. Terus didinginkan,
setelah dingin------pH=6.
- Aquades bebas CO2 dapat diganti dengan menggunakan Aquabidest

2.3.2. Membersihkan alat-alat (Kalibrasi)


- Menggodok prop/sumbat karet (2 kali) sampai air pembilas tetap pH 6.
- Membersihkan alat-alat gelas maupun alat lainnya, dengan membilas 2 kali
atau direndam memakai aqua bides. tabung reaksi yang telah dibilas ditutup
prop/sumbat karet dengan pinset

2.3.3. Membuat reagen


- Larutkan 0,5 gram acetyl choline perchlorat dalam 100 ml aqubides.
(ACPP)
- Larutkan 0,25 gram BTB dalam 560 ml aquabides (BTB)

2.3.4. Test reagen


- Siapkann 20 tabung rreaksi dalam sebuah rak.
tabung ke 1 diisi dengan aquadest sebanyak 1cc.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 28
tabung ke 2 s/d 19 diisi dengan larutan BTB 0,5 cc.
tabung ke 20 diisi aguadest untuk meredam pippet.
- Catat temperatur kamar, lihat tabel time out
Approximetely time yang dibutuhkan.
- Tabung ke 1 yang telah beerisi aguadest 1cc ditambah darah dari kontrol
person sebanyak 0,01 cc. Kocok- kocok, masukkan kedalam kuvet,
tempatkan dalam com parator sebelah kiri.
- Tabung ke 2 yang berisi BTB 0,5 cc ditambahkan 0,01 cc darah dari
kontrol person , kocok kedalam tambah kan 0,5 cc ACPP, kocok-kocok lagi,
segera masukkan kedalam kuvet, tempatkan kedalam komparator di sebe lah
kanan.
- Komparator dimainkan / dibaca hasilnya harus antara 0-12,5 % , jika
hasilnya lebih besar dari 12,5% berarti reagen terlalu asam, larutan tidak
dapat dipakai, (harus dipanaskan lagi)
- Jika terjadi demikian Test reagen harus diulang lagi, sehingga didapat hasil
antara 0 s/d 12,5%. Lihat lagi approximately time yang diperlukan dari
tabel.

2.3.5. Pemeriksaan aktifitas cholinesterase


- Pemeriksaan Aktifitas Cholinesterase yang sebenarnya dimulai dengan
tabung ke 3.
- Tabung ke 3 yang telah berisi 0,5cc larutan BTB ditambahkan 0,01 cc
darah kontrol person, kocok-kocok terus, tambahkan 0,05 cc ACP dan kocok
lagi.
Pada saat ACP dimasukkan ke dalam tabung, tombol stop wacth dipencet.
Ini adalah time in = 0 0" .
- Tabung ke 4 dst, dikerjakan demikian sampai waktu tertentu mendekati
time out yang diperlukan, seri dihentikan.
- Secepatnya isi tabung ke 3 dimasukkan ke dalam kuvet, terus ditempatkan
pada komparator sebelah kanan.
- Baca komperator (dimainkan disknya), sampai dicapai harga normal dari
control person (tercapai warna yang sama antara disc dengan campuran
dalam kuvet).
Kemudian waktu yang diperlukan tersebut dicacat.
- Tabung ke 4 dikerjakan seperti tabung ke 3 ( darah masih dari kontrol
person). Pada waktu memasukkan ACP lihat stop wacth, catat waktunya
(sebaiknya kelipatan dari waktu tertentu misalnya 5 detik. selanjutnya tabung
ke 5 dst dikerjakan secara berurutan seperti tabung ke 3 dan 4. Pembacaan
dilakukan pada saat ap proximetely time yang diperlukan dicapai, yaitu :
Time in + waktu dibaca ( dikerjakan persis seperti tabung 3 & 4 ).
- Dengan membandingkan terhadap harga normal dari control person, akan
didapat harga-harga aktifitas cholinesterase dari para petani
penyemprot/pasien.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 29
- Interprestasi hasil pembacaan
75% - 100% dari normal : kategori normal.
50% - 75% dari normal : kategori keracunan ringan.
25% - 50% dari normal : kategori keracunan sedang.
0% - 25% dari normal : kategori keracunan berat.
- Agar didapatkan kesimpulan yang valid, diperlukan adanya wawancara
terhadap petani/pasien berkenaan dengan penanganan pestisida

3. HASIL

DAFTAR : Hasil pemeriksaan aktifitas


enzim cholinesterase dalam darah
Tgl. .......... di .............

Test reagent : .............. Normal : ........


Suhu : .............. Keracunan ringan : .......
Waktu tunggu : ............ Keracunan sedang : .......
Interval : .............. Keracunan berat : ........

No. Nama T.in T.out %act Ket


Tab

1
2
3
..

20

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 30


9 Kepadatan
Lalat

1. TEORI
Kepadatan lalat disuatu tempat perlu diketahui untuk menentukan apakah
daerah tersebut potensial untuk terjadinya fly borne diseases atau tidak.
metode pengukuran kepadatan lalat yang populer dan sederhana adalah
dengan menggunakan alat flygrill. Prinsip kerja dari alat ini didasarkan pada
sifat lalat yang menyukai hinggap pada permukaan benda yang bersudut tajam
vertikal.
Lokasi yang perlu dilakukan pengukuran kepadatan lalat, utamanya adalah
perumahan, rumah makan dan tempat pembuangan sampah. .........
Keuntungan penggunaan flygrill diantaranya adalah mudah, cepat dan
murah. Dengan demikian dapat dengan cepat menentukan kriteria suatu
daerah potensial atau tidak. Adapun kriteria tersebut adalah ......
Kendati demikian, flygrill mempunyai beberapa kelemahan. Utamanya
adalah bahwa flygrill sangat tidak cocok untuk menghitung kepadatan lalat,
dimana populasinya sangat banyak atau sangat sedikit. Dalam kondisi seperti
itu, penghitungan kepadatan lalat dengan flygrill, hasilnya tidak dapat
mewakili keadaan yang sesungguhnya.

2. PROSEDUR

2.1. Alat
- Fly grill ukuran standar
- Stop wach
- Formulir pencatatan
- Denah lokasi
- Tally counter

2.2. Bahan
- lalat bebas/liar

2.3. Cara kerja


- Letakan flygril pada tempat dan jarak yang telah diten tukan
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 31
- Biarkan beberapa saat (untuk penyesuaian bagi lalat)
- hitung jumlah lalat yang hinggap pada flygrill selama 30 detik, sebanyak
10 kali.
- Ambil sebanyak 5 hasil perhitungan kepadatan lalat yang tertinggi,
kemudian dirata-ratakan.
- Hasil rata-rata adalah angka kepadatan lalat dengan satuan ekor per block
grill.
- Untuk kelengkapan informasi, perlu juga diadakan pengu kuran suhu,
kelembaban dan keadaan cuaca secara umum.

3. HASIL
Daftar : Hasil perhitungan kepadatan lalat
Hari/tgl. : ....................
Waktu : ....................
Lokasi : ....................
Radius : ....................

No. 30 detik Jumlah lalat Ket.


ke … hinggap

1 I
2 II
… Dst.

10 X
Jml 5 tertinggi
Rata - rata

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 32


10 Fogging

1. TEORI
Pengasapan atau fogging yang dimaksud, bertujuan untuk Menyebarkan
pestisida ke udara/lingkungan melalui asap, yang diharapkan dapat
membunuh nyamuk dewasa (yang infektif), sehingga rantai penularan DHF
bisa diputuskan dan populasinya secara keseluruhan akan menurun.
Pengasapan dalam rangka pengendalian nyamuk vektor DHF, lazimnya
digunakan fog machine atau fog generator dengan spesifikasi dan persyaratan
tertentu. Ada dua jenis fog generator, yakni sistem panas (misalnya Pulsfog,
swingfog) dan sistem dingin ( yaitu : ULV ground sprayer).
Untuk memperoleh hasil yang optimum, beberapa hal yang perlu
diperhatikan sbb. :
- Konsentrasi larutan/solusi, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis
akhir (misal : konsentari solusi untuk Mala thion = 4-5% dan dosis = 438
gr/ha) dan cara pembuatan larutan.
- Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan
dan debit keluaran yang diinginkan
- Jarak moncong mesin dengan obyek/target (max. 100 m, efektif 50 m).
- kecepatan dan posisi berjalan ketika mem-fog.
Untuk swingfog ñ 2-3 menit setiap 500 mý atau 2-3 menit untuk satu
rumah berikut halamannya, sedangkan untuk ulv 6-8 km/jam.
- waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktifitas puncak dari vektor
yang bersangkutan. Biasanya untuk AE jam 09.00 sampai 11.00
- ulangan (cycle), biasanya dengan interval seminggu.
- tenaga/operator, untuk sitem panas 2 orang per mesin. untuk sistem dingin
3 orang per mesin.
(Baca : PSBP tentang pengendalian DHF, Kimia/Fisika tentang perubahan
sifat fisik/kimia materi dan koloid)

2. PROSEDUR KERJA

2.1. Alat :
- Fog mechine / Fog generator dan kelengkapannya
- jerican plastik vol 20 liter
- jerican plastik vol 5 liter
- alat penakar satu liter
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 33
- ember plastik
- corong bersaring
- alat pelindung diri
- alat tulis
- mikroskop
- meteran
- hygrometer
- anemometer

2.2. Bahan :
- Pestisida cair (Malathion 96 %)
- Bahan pelarut (solar)
- Bahan bakar (bensin)
- Batu bateray (4 buah)
- serbet/tissue
- sabun cuci
- Pewarna minyak
- kertas saring wathman

2.3. Cara Kerja:

2.3.1. Kalibrasi
- Tangki bahan bakar diisi dengan bensin sebanyak volume tertentu,
demikian juga tangki solusi diisi dengan solar yang telah diberi pewarna
dengan volume tertentu.
- Pasang nozle sesuai nomor/seri yang telah diten tukan. Demikian juga
bateraynya.
- Tempatkan fog machine pada lokasi yang telah ditentukan (sedapat
mungkin hindarkan dari pengaruh angin).
- Tempatkan kertas saring wathman didepan moncong fog machine dengan
jarak yang berbeda-beda ( ± 5- 100 m). Jangan lupa tuliskan jarak dimaksud
pada masing-masing kertas saring.
- Hidupkan mesin dan buka kran solusi. Catat waktu mulai mesin hidup dan
waktu membuka kran solusi. Biarkan mesin hidup dan kran solusi membuka
selama 30 menit.
- Amati dan catat : kecepatan angin, suhu, kelemba ban, tinggi asap, jarak
jangkauan asap.
- Setelah 30 menit mesin dimatikan, kemudian hitung jumlah bahan bakar
dan solusi/solar yang digunakan dengan rumus :
Volume dipakai = Volume awal - Volume sisa
- Kertas saring wathman diambil, kemudian masing- masing dihitung noda-
nona partikel fog dengan menggunakan mikroskop atau magnifier lens.
Tentukan partikel fog per Cmý.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 34
- Kerjakan dengan cara yang sama untuk nozle yang lain.
2.3.2. Membuat solusi (larutan pestisida)
- Takar pestisida dan pelarutnya, sesuai dengan konsentrasi dan volume
larutan yang diinginkan, dengan rumus :
SA
Q = ---- dan P=A-Q
C

Q : volume pestisida murni (konsentrasi tinggi)


S : konsentrasi larutan
A : volume larutan
C : konsentrasi pestisida
P : volume pelarut
Ket. BJ diabaikan
- Campurkan pestisida dan bahan pelarutnya pada jerican dan kocok hingga
larut merata.

2.3.3. Pelaksanaan fogging


- Siapkan semua peralatan yang diperlukan dan periksa lokasi yang akan
di fog.
- masukan larutan pestisida, bensin dan bateray sesuai dengan tempatnya
pada fog machine.
- Pasanglah nozzle yang sesuai.
- Hidupkan fog machine dengan cara :
* Jika menggunakan mesin Puls Fog
Buka kran bensin secukupnya, kemudian tekan bulb (dipompa) beberapa
kali hingga mesin hidup.
* Jika menggunakan mesin Swing Fog SN11
Tutup kran bensin dan pompa 5 kali. Kran bensin dibuka, kemudian tekan
tombol starter bersama-sama dengan dipompa beberapa kali hingga mesin
hidup.
- Atur kran bensin dan katup udara hingga bunyi mesin terdengar normal
dan stabil.
- Angkat (gendong) fog machine, Arahkan moncong mesin ketempat-tempat
yang akan di fog, dan moncong mesin dengan lantai diusahakan memben
tuk sudut lancip. Kemudian kran larutan dibuka, asap akan menyembur
keluar dari moncong mesin.
- Jika target sudah selesai, kran larutan ditutup kembali, hingga asap tidak
lagi menyembur keluar dari moncong mesin. Matikan mesin dengan cara
menutup kran bahan bakar.

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 35


2.3.4. Pemeliharaan fog machine
- Bilas tangki solusi dengan solar, kemudian hidupkan mesin dan kran
larutan dibuka hingga semua solar habis. Bersihkan mesin dengan serbet
yang dibasahi solar.
- Ambil sisa bahan bakar dan batu bateray. Simpan lah mesin di tempat yang
aman.

3. HASIL
3.1. Kalibrasi
- Suhu = .......
- Kelembaban = .......
- Kecepatan angin = .......
- Jarak Jangkauan asap = .......
- Tinggi asap = .......
- No Nozle yang dipakai = .......
- Pemakaian bensin = .......
- Debit solusi = .......
- Jumlah partikel per Cm2 pada masing – masing jarak = ....

3.2. Pembuatan solusi


- BJ Pestisida dan pelarut = .....
- Kadar Tenchnical grade = .....

- Volume pestisida = .....


- Volume pelarut = .....
- Volume solusi = .....
- Kadar solusi = .....

3.3. Pelaksanaan fogging


- Luas lahan yang di fog = .....
- Jumlah solusi yang dipakai = .....
- Jumlah Pestisida yang dipakai = .....
- Jumlah solar yang dipakai = .....
- Waktu yang digunakan = .....
- Ketepatan Dosis = .....

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 36


11 Ovitrap

1. TEORI
Kepadatan Ae. aegypty yang sekarang dipakai sebagai dasar berpikir
adalah kepadatan jentik yang digambarkan dengan HI (House Index), CI
(Container Index) dan BI (Breteu Index). Padahal indek tersebut tidak dapat
dihubungkan dengan kejadian penyakit DHF (Santiyo Kirnowardoyo, 1993).
Oleh karena itu perlu dicari tolok ukur lain yang sekiranya dapat dipakai
sebagai indikator kepadatan A. aegyti yang dapat dihubungkan dengan DHF.
Misalnya adalah ovitrap index (OI).
Dasar pertimbangan pemakaian OI adalah bahwa jumlah telur yang
tertangkap akan berbanding lurus dengan jumlah nyamuk betina. Jadi
banyaknya telur yang didapat akan menggambarkan kepadatan nyamuk
dewasa. Lain halnya dengan Indek jentik, dimana jentik dalam
pertumbuhannya tergantung dari beberapa faktor diantaranya ketersediaan air,
makanan, predator. Dengan demikian tidak semua jentik akan tumbuh
menjadi nyamuk, sehingga kepadatan jentik tidak/kurang dapat
mengambarkan kepadatan nyamuk. Disamping itu, Indek jentik yang
memakai sistem single larva method, tidak bisa membedakan antara wadah
yang berisi ribuan jentik dengan wadah yan berisi satu jentik.
Pembuatan ovitrap didasarkan pada kenyataan bahwa Aedes suka bertelur
pada wadah buatan, dimana telur tersebut diletakkan pada dinding wadah
yang agak kasar dan lembab dekat muka air. Ada kecenderungan warna
wadah semakin gelap semakin disukai nyamuk Aedes untuk bertelur.

2. PROSEDUR
2.1. Bahan
- Kaleng susu (bekas) atau Gelas
- Cat hitam
- kertas wathman atau kain
- Karet gelang
- air

2.2. Alat
- gunting pembuka kaleng
- kuas
- Mikroskop
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 37
3.2. Cara kerja

3.2.1. Pembuatan ovitrap


- Buatlah bejana dari kaleng susu (bekas) dengan cara membuka salah
satu tutupnya dengan gunt ing. Galeng susu dapat diganti dengan gelas.
- Kaleng/gelas, kemudian di cat dengan warna hitam (gelap). tunggu
hingga kering,
- Potonglah kain/kertas wathman dengan ukuran ñ 14 x 3,5 Cm.
- Masukkan kain/kertas tersebut kedalam kaleng /gelas hingga satu
ujungnya hampir menyentuh dasar kaleng. Ujung kain/kertas yang lain
dijepit atau diikat pada sisi atas kaleng, dengan menggunakan karet gelang.
- Kaleng diisi dengan air bersih sebanyak ñ 1/3 volume kaleng.

3.2.2. Pemasangan ovitrap


- Pasanglah ovitrap pada tempat-tempat yang disu kai nyamuk (misal:
dibawah pot bunga, disela-sela mebelair / perabot, dekat kontainer / wadah
air, kamar mandi, dsb.). Sebaiknya ovitrap dipasang pada bagian dalam dan
luar bangunan atau rumah. Hindarkan dari kemungkinan terjadinya
tumpah, karena binatang piaraan atau anak-anak.
- Biarkan ovitrap selama seminggu, kemudian kain kertas diambil dan diganti
dengan yang baru. Demikian juga airnya, perlu diganti atau ditambah
sehingga volume tetap ñ 1/3 isi kaleng.
- Lakukan hal yang sama pada minggu berikutnya. Demikian seterusnya
hingga waktu penelitian selesai.
- Kertas/kain yang telah diambil, kemudian diperiksa dibawah mikroskop dan
dihitung jumlah telurnya
3. HASIL

3.1. Pembuatan Ovitrap

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 38


3.2. Pemasangan ovitrap

DAFTAR : Hasil pemasangan ovitrap dan


pemeriksaan /perhitungan telur nyamuk
Tgl......…… Lokasi ..........(L/D)

No. Lokasi Jml telur minggu Jml X


ke..
1 2 3 4 ..

1
2
3

Jml positif
Prosen positif

Keterangan :
- L/D = Lokasi pemasangan pada bagian Luar/dalam
- jumlah positip = jumlah ovitrap yang ada telurnya
- Prosen positip = Prosentasi ovitrap yang ada telurnya

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 39


12 Kadar
Garam
1. TEORI
Salah satu vektor malaria adalah nyamuk Anopheles sundaicus. Nyamuk
ini dalam berkembang biaknya menyukai pada air payau dengan kadar garam
1,2 - 1,8 % dan tidak suka pada air dengan kadar garam lebih dari 4 %.
Namun demikian pada air dengan kadar garam 0,4 % masih dijumpai adanya
larva nyamuk jenis ini.
Untuk tujuan control dan monitoring populasi nyamuk Anopheles
sundaicus ini, terutama untuk pengendalian dengan cara manipulasi kadar
garam dalam air, maka perlu diadakan pengukuran-pengukuran secara
kontinyu. Pengukuran kadar garam, umumnya digunakan cara titrasi, atau
dengan salinometer atau dengan refraktometer.

2. PROSEDUR

2.1. Alat
- gelas ukur 250 ml
- buret dan statip
- erlenmyer
- corong
- beaker glass
- pipet ukur & tetes
- refraktometer range 1-50 per mil
- salinometer/hydrometer range 1-50 per mil

2.2. Bahan
- AgNO3 2,96 %
- K2Cr2O4 10 %
- aquades
- air contoh (sampel)

2.3. Cara kerja

2.3.1. Pemeriksaan dengan salinometer

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 40


- air sampel dimasukan pada gelas ukur sebanyak 250 ml
- celupkan/masukan pangkal salinometer pada air tersebut hingga mengapung
- baca skala kadar garamnya tepat pada garis muka air
(batas basah yang tertinggi).
- untuk pemeriksaan dilapangan, salinometer dapat langsung dicelupkan
pada badan air hingga terapung, kemudian baca skalanya

2.3.2. Pemeriksaan dengan refraktometer


- Teteskan 1 ml air sampel pada refraktometer, secara merata dan jangan
ada gelembung.
- arahkan lensa refraktometer ke sumber cahaya, dan okuler didepan mata
- periksa skala yang berhimpit dengan garis batas (warna biru)
- baca kadar garamnya, pada skala yang berimpit tersebut

2.3.3. Pemeriksaan dengan cara Titrasi


- ambil 1 ml air sampel dan masukan pada erlenmeyer.
- tambahkan 1 tetes K2Cr2O4
- Titrasi dengan AgNO3 sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
jambu.
- catat volume AgNO3 yang digunakan (Volume AgNO3 = per mil).

3. HASIL
3.1. Pemeriksaan dengan salinometer
Kadar garam = ..........
3.2. Pemeriksaan dengan refaktometer
Kadar garam = ..........
3.3. Pemeriksaan dengan cara Titrasi
Volume AgNO3 = .........
Kadar garam = .........

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 41


13 Bio assay
Jentik

1. TEORI
Dasar kerja dari uji ini adalah : Memasukkan jentik dari spesies tertentu
yang berasal dari koloni laboratorium, dalam jangka waktu tertentu kedalam
sarang nyamuk atau container yang telah diberi larvasida.
Maksud dan tujuannya adalah mengadakan Penilaian langsung dengan
segera terhadap efek daya racun pada sarang nyamuk atau container yang
telah diberi racun jentik.

2. PROSEDUR

2.1. Bahan
- Jentik stadium III dan IV yang sehat dari
jenis tertentu.
- pellete
- air
- larvasida

2.2. Alat
- container
- Silinder dengan ukuran panjang 20cm garis tengah 10cm, terbuat dari
kawat kecil dibatasi dinding kain kasa halus. Silinder diberi pelampung /
gantungan.
- Pipet kecil untuk jentik.
- Cidukan atau saringan jentik terbuat dari kain kasa halus.
- Termometer air.

2.3. Cara kerja


- Masukkan larvasida dengan dosis tertentu pada sarang nyamuk atau
container. Diamkan supaya larut sempurna.
- Masukkan silinder kedalam air sarang nyamuk atau container dengan
posisi 13-15cm terendam dan sisanya diatas permukaan air.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 42
- Masukkan sejumlah jentik kedalam silinder. Amati terha dap akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh larvasida selama 24 jam.
- Catat dan hitung kematian jentik pada akhir pengamatan.
- Sebaiknya dilakukan pengukuran temperatur air.
- Interpretasi data : bila kematian kontrol > 20% test gagal, dan bila
kematian jentik 100% , larvasida baik.
- Kontrol menggunakan container berair tanpa larvasida.

3. HASIL

No. Jumlah Jentik % mati Ket.


cage jentik mati

1
2
3

% kematian rata-rata

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 43


14 Bio assay
Kontak

1. TEORI
Uji bio assay adalah : Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya
bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay
untuk nyamuk dewasa, salah satunya adalah dengan Uji bio assay kontak (bio
assay sentuhan) : untuk insektisida efek residu : DDT, Malathion,
fenitrothion.

2. PROSEDUR KERJA

2.1. Bahan
- Nyamuk dari species tertentu.
- Beberapa jenis permukaan dinding yang sudah di semprot dengan racun
serangga yang bersifat residual.
- Larutan air gula dan kapas.

2.2. Alat
- Aspirator bengkok/sucking tube.
- Kerucut bio assay/bio assay cone/conical.
- Alat untuk melekatkan pada permukaan dinding.
- Gelas kertas/paper cup.
- Kotak nyamuk untuk nyamuk hidup.
- Pengukur waktu/timer.
- Hygrometer dan termometer max-min.

2.3. Cara kerja:


- Tempelkan bio assay cone pada permukaan dinding yang telah disemprot.
- Masukkan nyamuk-nyamuk yang sehat kedalam kerucut bio assay dengan
menggunakan aspirator sebanyak 5 ekor
- Biarkan kontak sampai periode waktu yang diperlukan (standar 1 jam).
- Pindahkan nyamuk-nyamuk yang masih hidup untuk masing- masing
kerucut ke gelas kertas.
- Simpan selama 24 jam dalam kotak nyamuk. jangan lupa diberi makan
larutan air gula.

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 44


- Setelah 24 jam penyimpanan, periksa dan hitung jumlah nyamuk yang mati
- Catat Kelembaban dan temperatur ruangan selama perla kuan.
- Interpretasi data : Apabila % kematian kontrol > 20%, maka hasil tes
dianggap gagal. Insektisida masih dapat digolongkan baik apabila
kematian (daya bunuh) antara 50%-100%.
- Kontrol ditempatkan pada permukaan tak beracun.

3. HASIL

No. Jumlah Nyamuk % mati Ket.


cone Nyamuk mati

1
2
3

% kematian rata-rata

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 45


15 Bio assay
Tek. Uap

1. TEORI
Uji bio assay adalah : Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya
bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay
untuk nyamuk dewasa, salah satunya adalah dengan Uji bio assay untuk
tekanan uap / fumigan: untuk insektisida efek penguapan (fumigasi) : HCN,
Fenitrothion, propoxur .

2. PROSEDUR

2.1. Bahan
- Nyamuk sejenis dari spesies tertentu.
- Larutan air gula dan kapas.
- racun serangga /insektisida

2.2. Alat
- Kurungan kecil rangka terbuat dari kawat yang di keli lingi kain kasa (cage)
- Alat penyemprot dan racun serangga yang dibutuhkan.
- Aspirator / Sucking tube.
- Sling Hygrometter dan termometer max, min.
- Paper cup.
- Kotak nyamuk (untuk nyamuk hidup).

2.3. Cara kerja :


- Masukkan 20 - 25 ekor nyamuk kedalam kurungan nyamuk. Nyamuk
harus dipilih yang utuh dan sehat.
- Gantungkan kurungan dengan jarak 50cm dari dinding, dengan tinggi yang
berbeda-beda. Yang tertinggi 30cm dari langit-langit.
- Semprotkan/semburkan insektisida pada ruang tersebut
- Biarkan kontak selama 6 jam (4-12jam).
- Periksa dan hitung nyamuk yang mati. Nyamuk yang masih hidup
dipindahkan ke papercup.
- Simpan pada kotak nyamuk yang bersih selama 24 jam dengan diberi
makan larutan air gula.
- Periksa dan hitung jumlah total nyamuk yang mati.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 46
- Catat Kelembaban dan temperatur ruangan selama perla kuan.
- Interpretasi data : Insektisida masih digolongkan baik apabila angka
kematian (daya bunuh) antara 50%-100%.
- Kontrol ditempatkan pada ruangan yang tak beracun.

3. HASIL

No. Jumlah Nyamuk % mati Ket.


cage nyamuk mati

1
2
3

% kematian rata-rata

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 47


16 Bio assay
Partikel

1. TEORI
Uji bio assay adalah : Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya
bunuh insektisida baik terhadap nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay
untuk nyamuk dewasa, salah satunya adalah dengan Uji bio assay untuk
pengasapan / pengabutan (fooging, ulv).

2. PROSEDUR

2.1. Bahan
- Nyamuk sejenis dari spesies tertentu.
- Larutan air gula dan kapas.
- racun serangga /insektisida

2.2. Alat
- Kurungan kecil rangka terbuat dari kawat yang di keli lingi kain kasa. d=10
Cm, p=20 Cm. (cage)
- Alat penyemprot / fog machine
- Aspirator / Sucking tube.
- Sling Hygrometter dan termometer max, min.
- Paper cup.
- Kotak nyamuk (untuk nyamuk hidup).

2.3. Cara kerja:


- Masukkan 20 ekor nyamuk kedalam kurungan nyamuk. Pilihlah nyamuk
yang utuh dan sehat.
- Gantungkan kurungan kecil yang telah berisi nyamuk pada ruangan yang
akan difooging.
- Semprot/semburkan pada ruangan dimaksud dengan insekti sida, kemudian
tutup semua pintu dan jendela. Biarkan kurungan yang berisi nyamuk
selama 1 (satu) jam.
- Hitung nyamuk yang mati. Sedangkan nyamuk yang masih hidup
pindahkan dan simpan pada tempat yang bersih selama 24jam. Jangan lupa
diberi makan air gula.
- Hitung jumlah total nyamuk yang mati.
Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 48
- Interpretasi data : Insektisida masih digolongkan baik, apabila angka
kematian (daya bunuh) 50%-100%.
- Kontrol ditempatkan pada ruangan yang tak beracun.

3. HASIL

No. Jumlah Nyamuk % mati Ket.


cage nyamuk mati

1
2
3

% kematian rata-rata

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 49


Termit
17 Control

1. TEORI

Rayap merupakan serangga penggangu yang dapat merugikan, utamanya


dalam bidang kontruksi. Dari sudut kesehatan lingkungan memang tidak
berkaitan secara nyata. Namun perlu diketahui, bahwa salah satu bidang
yang merupakan aspek perhatian kesehatan lingkungan adalah perumahan.
Dimana salah satu syarat perumahan sehat, adalah terpenuhinya persyaratan
konstruksi yang aman dan kuat.
Pengendalian rapap dalam bidang perumahan / gedung, bila ditilik dari
waktu pengendaliannya, dapat dibedakan menjadi sebelum dibangun (pra
konstruksi) dan sesudah dibangun (pasca konstruksi). Ada beberapa teknik
pengendalian rayap yang lazim dipakai yakni spraying (penyemprotan), soil
injecting (penyuntikan tanah), Brushing (pelaburan), cold bath /dipping
(perendaman) dan glue (lem).

2. PROSEDUR KERJA

2.1. Alat
- Sprayer / spray can
- Power sprayer
- Soil injector
- Bor listrik
- Kuas / roll paint
- Ember
- Gelas penakar
- Cetok

2.2. Bahan
- Termitisida
- Pelarut / air
- Semen warna

2.3. Cara Kerja


2.3.1. Pra konstruksi

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 50


- Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan dengan jumlah
sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec, pengenceranya
adalah 12,5 ml /liter air.
- Larutan dimasukkan ke spraycan atau ember power sprayer.
- Pompa atau hidupkan mesin power sprayer.
- Semprot semua permukaan lubang galian pondasi, permukaan pondasi,
tanah urugan pondasi, permukaan tanah bawah lantai.
- Buatlah parit sepanjang pondasi bagian luar gedung dengan lebar dan
kedalaman 30 Cm. Jarak parit dengan pondasi tidak lebih dari 2 m.
Kemudian seluruh permukaan parit disemprot. Selanjutnya ditutup dengan
tanah yang sudah disemprot juga.

2.3.2. Pasca konstruksi


- Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan dengan jumlah
sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec, pengenceranya
adalah 12,5 ml /liter air.
- Larutan dimasukkan ke spraycan atau ember power sprayer.
- Pompa atau hidupkan mesin power sprayer.
- Buatlah lubang (di bor) dengan diameter 15 mm sepanjang sisi pondasi
bangunan. Jarak lubang dengan dinding / pondasi 15-30 Cm. Kedalaman
lungan 50 –60 Cm dengan interval lubang 30 Cm.
- Untuk bagian teras / luar bangunan, buatlah parit sepanjang pondasi dengan
lebar dan kedalaman 30 Cm. Jarak parit dengan pondasi 30 Cm. Pada
dasar parit dibuat lubang (di bor) dengan kedalaman seperti diatas.
- Lakukan penyuntikan pada masing – masing lubang tersebut dengan larutan
pestisida sebanyak 2 liter, menggunakan soil injector. Tutuplah lubang
dimaksud dengan adukan semen yang warnanya telah disesuaikan.
- Lakukan penyemprotan pada seluruh permukaan dinding parit, kemudian
diurug dengan tanah yang sudah disemprot.

2.3.3. Pelaburan
- Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan dengan jumlah
sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec, pengenceranya
adalah 12,5 ml /liter solar (air, minyak tanah).
- Lakukan pelaburan menggunakan kuas cat ke seluruh permukaan kayu /
bahan yang akan di awetkan / di anti rayap. Sebaiknya bukan kayu yang
masih mentah (belum diolah)

2.3.4. Perendaman
- Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan dengan jumlah
sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec, pengenceranya
adalah 12,5 ml /liter air. Retensi 2,2 kg/m3 kayu

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 51


- Rendamlah sejumlah kayu sesuai dengan kapasitas / retensi, selama 2 jam
atau sesuai dengan petunjuk masing-masing termitisida.
- Bila menginginkan waktu perendaman yang lebih singkat (minimal 15
menit), konsentrasi larutan dapat ditingkatkan 2 – 5 kali. Berhati –hatilah
dengan konsentrasi yang sangat beracun ini.

2.3.5. Glue
Termitisida dicampurkan dengan lem yang dipakai untuk pembuatan kayu
lapis dengan dosis 12,5 gr / kg perekat.

3. HASIL
Luas bangunan : …..
Jumlah lubang : …..
Luas permukaan dinding dan dasar parit : …..
Perkiraan volume tanah galian / urugan : ….
Jumlah termitisida yang diperlukan : …..
Jumlah pelarut : ……..
Jenis pelarut : …….

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 52


Uji Efikasi
18 Pada rayap

1. TEORI

Seringkali diperlukan data tentang keunggulan suatu termitisida


(pestisida), utamanya tentang daya bunuh, daya cegah dan daya tolak. Untuk
keperluan ini dilakukan uji efikasi tentang efek tersebut.
Belum terdapat metode yang baku dalam pengujian ini, khususnya
terhadap rayap. Akan tetapi metode yang digunakan oleh Sumitomo
Chemichal, dipandang cukup bermanfaat. Adapun metode pengujian
tersebut, secara rinci akan dijelaskan pada prosedur berikut.

2. PROSEDUR KERJA

2.1 Alat
- Pipet tetes
- Cawan petri
- Gelas kimia
- Gelas ukur
- Pengaduk kaca
- Timbangan analit
- Pinset

2.2. Bahan
- Kayu
- Tanah
- Rayap pekerja
- Termitisida
- Pelarut (air, aceton, solar)
- Kertas saring

2.3. Cara Kerja

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 53


2.3.1. Daya Cegah (Kerusakan)
- Buat larutan termitisida sesuai dengan konsentrasi yang akan diuji. Pelarut
menggunakan aceton.
- Potonglah kayu / bambu / rotan dengan ukuran 2 x 3 x 0,5 Cm.kemudian
keringkan dalam oven. selanjutnya timbang dan catat beratnya (misal : A
gram).
- Celupkan kedalam larutan termitisida selama 30 detik dan tiriskan 30 detik.
- Siapkan 100 gram tanah dan tebarkan merata pada cawan petri. Masukkan
220 ekor rayap pekerja.
- Biarkan beberapa saat untuk pengkondisian rayap tersebut.
- Masukkan potongan kayu dimaksud kedalam cawan petri yang telah terisi
tanah dan rayap.
- Inkubasikan selama 2 (dua) minggu pada suhu kamar.
- Keringkan dalam oven, Timbang dan catat beratnya (misal : B gram)
- Hitung derajat kerusakan (DK) dengan rumus :
A-B
DK = ------------ x 100
A
- Hitung daya cegah kerusakan (DC) dengan rumus :
DC = 100 % - DK
- Lakukan hal yang sama terhadap kayu yang tidak dicelup (untuk kontrol)

2.3.2. Daya bunuh


- Buat larutan termitisida sesuai dengan konsentrasi yang akan diuji. Pelarut
menggunakan air.
- Ambil 5 ml larutan termitisida tersebut dan campurkan kedalam 100 gram
tanah. Masukan dan tebarkan secara merata dalam cawan petri.
- Lepaskan 20 ekor rayap kedalan cawan petri. Biarkan selama 5 hari.
Amati dan catat jumlah rayap yang mati. Hitung prosentase kematian rayap.
- Lakukan hal yang sama pada tanah yang tidak dicampur termitisida (untuk
kontrol)

2.3.3. Daya tolak


- Buat larutan termitisida sesuai dengan konsentrasi yang akan diuji. Pelarut
menggunakan air.
- Ambil kertas saring bundar, kemudian di paruh (menjadi 2 buah setengah
lingkaran). Celupkan di air bersih. Tiriskan hingga tidak menetes.
- Masing – masing kertas diletakan di dasar cawan petri. Buatlah celah
diantara kertas tersebut dengan lebar 5 mm.

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 54


- Kertas yang satu dilapisi tanah yang dicampur larutan termitisidan
sebanyak 5 gram tanah. Kertas yang lain dilapisi tanah yang tidak dicampur
termitisida.
- Atur sedemikian, agar terdapat celah 5 mm dan ketebalan permukaan
tanahnya sama.
- Lepaskan 20 ekor rayap pada celah dimaksud. Amati dan catat jumlah
rayap yang berada pada tanah yang tidak dicampur termitisida (menghindar
dari tanah yang dicampur termitisida). Hitung pula prosentasenya.

4. HASIL

4.1. Daya cegah


Konsentrasi termitisida yang diuji = …. %
Berat sebelum (A) = …… gram
Berat setelah uji (B) = ….. gram
DK = …..
DC = …..

4.2. Daya bunuh


Konsentrasi termitisida yang diuji = …. %
Jumlah rayap yang mati = …. Ekor
Jumlah rayap yang dilepaskan = 20 ekor
Prosen tase kematian rayap = ……

4.3. Daya tolak


Konsentrasi termitisida yang diuji = …. %
Jumlah rayap yang dilepaskan = ……
Jumlah rayap yang menghindar = ….
Prosentase rayap yang menghindar = ….

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 55


Sterilisasi
19 Ruangan

1. TEORI
Di rumah sakit, ruang operasi, ICU dan ruang rawat inap seringkali
memerlukan persyaratan sanitasi yang sangat ketat Hal demikian berkaitan
dengan sensitivitas & kerentanan penderita atau tingkat keganasan penularan
penyakit.
Persyaratan sanitasi yang ketat tersebut antara lain adalah dengan kondisi
ruangan yang steril bebas dari jasad renik patogenik. Untuk mencapai kondisi
ini tidak cukup hanya dengan disinfeksi dengan bahan-bahan desinfektan
biasa, akan tetapi diperlukan germisida yang mempunyai spektrum luas.

2. PROSEDUR KERJA

2.1. Alat
- Electric Fog generator (sistem basah)
- Gelas penakar
- Pengaduk
- Corong bersaring
- APD (pakaian kerja, masker, dll)

2.2. Bahan
- Germisida (formalin, dll)
- Parfum
- Pelarut (air, alkohol, dll)
- Koran bekas

2.3. Cara Kerja


- Tutup semua jendela / ventilasi/ pintu dan bagian yang lubang lainnya.
Lubang ventilasi dapat ditutup dengan koran bekas.
- Kembangkan (buka) kain gordyn yang terlipat.
- Hitung volume ruangan dan jumlah larutan germisida yang dibutuhkan.
- Buat larutan sesuai dengan konsentrasi dan jumlah yang ditentukan (misal :
formalin 5 %). Tambahkan parfum yang sesuai.
- Larutan dimasukan pada tangki solusi fog generator, menggunakan corong
bersaring.

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 56


- Pasang kabel pada jaringan PLN atau sumber listrik.
- Arahkan moncong fogger ke tempat sasaran dengan posisi sedikit
mendongak. Bila ukuran ruangannya kecil Fog generator ditempatkan diluar
ruangan, cukup moncongnya saja yang diarahkan kedalam ruangan melalui
pintu yang sedikit dibuka.
- Hidupkan mesin (on) sampai dengan ruangan penuh kabut, kemudian
matikan (off).
- Biarkan selama periode kontak (2 – 4 jam, sesuai dengan jenis germisida
yang dipakai).
- Pasang label / segel bertuliskan “Ruang steril” pada pintu masuk

3. HASIL
Nama dan jenis germisida yang digunakan : ………
Dosis : ….
Konsentrasi yang digunakan : ….
Volume ruangan : …….
Jumlah larutan yang digunakan : …..
Periode kontak : ……

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 57


20 Fumigasi

1. TEORI

2. PROSEDUR KERJA

2.1. Alat
- Tin opener / Can opener
- Ember / wadah
- Gelas penakar.
- Pot belerang
- Alat komunikasi
- Senter
- APD (masker, sarung tangan, dll)
- Aspiratir pump & detector tube

2.2. Bahan
- Fumigan (HCN, Methyl bromide, Phosphin, belerang, dll).
- Kapas
- Spiritus
- Korek api
- Koran bekas / kertas penutup
- Plester / selotype
- Kapur atau vaselin

2.3. Cara Kerja


- Buka semua pintu / lubang yang ada dalam ruangan
Catat (ingat-ingat) dan tentukan jalur-jalan kerja.
- Lapisi benda-benda logam dengan vaselin / kapur (bila fumigasi dengan
belerang).
- Tentukan titik perletakan fumigan sesuai dengan jumlah yang telah
diperhitungkan
- Tutup semua lubang yang berhubungan dengan udara luar.
- Letakan wadah / pot belerang pada titik/tempat yang telah ditentukan.

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 58


- Masukan belerang yang telah dipecah dengan ukuran ± 2 Cm3, pada pot
belerang bagian atas atau tengah. Pot bagian bawah atau pinggir diisi air.
- Siramlah belerang dengan spirtus, dan kemudian aduk hingga merata.
Pasang sumbu dari kapas.
- Segera pakai APD, khususnya masker dan pasang canister yang sesuai.
- Nyalakan sumbu kapas menggunakan korek api.
- Bila menggunakan methyl bromid, tuangkan pada wadah yang telah
dipersiapkan sesuai jumlah dan tempat yang ditentukan
- Bila menggunakan HCN, segera buka kaleng HCN menggunakan tin / can
opener dan tebarkan sesuai jumlah dan tempat yang telah ditentukan.
- Diamkan selama waktu kontak (sesuai jenis dan dosis fumigan).
- Buka semua tutup lubang yang berhubungan dengan udara luar. Hidupkan
mesin blower. Perhatikan arah angin.
- Periksa kadar / konsentrasi racun dengan detector test tube. Bila konsentrasi
racun sudah NOL, segera kumpulkan bangkai tikus dan bersihkan.

3. HASIL

Volume ruang : ….
Jenis fumigan : ……
Jumlah fumigan : ….
Dosis yang dipakai : …..
Waktu kontak : …..
Jumlah wadah yang diperlukan : …..
Jumlah tikus : …..

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 59


21 Misting

5. TEORI

6. PROSEDUR KERJA

6.1. Alat

6.2. Bahan

6.3. Cara Kerja

7. HASIL

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 60


22 Dusting

1. TEORI

8. PROSEDUR KERJA

8.1. Alat

8.2. Bahan

8.3. Cara Kerja

9. HASIL

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 61


Peracikan
23 Pestisida

10. TEORI

11. PROSEDUR KERJA

11.1. Alat

11.2. Bahan

11.3. Cara Kerja

12. HASIL

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 62


Alat Aplikasi
18 Pestisida

13. TEORI

14. PROSEDUR KERJA

14.1. Alat

14.2. Bahan

14.3. Cara Kerja

15. HASIL

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 63


KEPUSTAKAAN

Rentokil, (tt), “Technical hand book, pest control”, Rentokill.

Naval, (1967), “Medical entomologi”, Naval medical school, Namru-2.

Sastroutomo, SS, (1992), “Pestisida, dasar-dasar dan dampak


penggunaannya”, Gramedia pustaka utama, Jakarta..

Djasio, dkk. (1985), “Pedoman bidang studi pemberantasan serangga dan


binatang pengganggu untuk APK-TS”, Pusdiknakes. Depkes. RI

Subdit Pestisida, (1984), “Pengenalan dan penatalaksanaan keracunan


pestisida”, Ditjen. PPM & PLP, Jakarta.

Sharey, HH & Kelvey, John J Mc, (1977), “Chemical control insect


behaviour, theory and aplication”, John Willey & son’s.

WHO, (1972), “Vector control in international health”, WHO Geneva.

Beroza, Morton, (1970), “Chemical controlling insect behaviour”, Academic


press, New York.

Kilgore, WW & Doutt, RL. (1969), “Pest control, biological, phisical and
selected chemical methode”, Academic press, New York.

Priyambodo, Swastiko, (19..), “Pengendalian tikus”

Sugeng Abdullah, “Praktikum PVBP”, 64

You might also like