You are on page 1of 153

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU

Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali



i
Buku Seri Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012
Etnik Bali
Banjar Banda Desa Saba
Kecamatan Blahbatuh
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat
Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2012
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
ii
Buku Seri Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012
Etnik Bali
Banjar Banda Desa Saba Kecamatan Blahbatuh
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali
Penulis :
1. Riswat
2. Septa Agung Kurniawan
3. I Wayan Gede Lamopia
4. Ni Wayan Emik Setyawat
5. A.A. Anom Kumbara
6. Made Asri Budisuari
Editor :
1. A.A. Anom kumbara
2. Made Asri Budisuari
Disain sampul : Agung Dwi Laksono
Setng dan layout isi : Sutopo (Kanisius)
Indah Sri Utami (Kanisius)
Erni Setyowat (Kanisius)
ISBN : 978-602-235-224-2
Katalog :
No. Publikasi :
Ukuran Buku : 155 x 235
Diterbitkan oleh :
Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Dicetak oleh : Percetakan Kanisius
Isi diluar tanggungjawab Percetakan

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

iii
Buku seri ini merupakan satu dari dua belas buku hasil kegiatan Riset Etnograf
Kesehatan ibu dan Anak tahun 2012 di 12 etnik.
Pelaksanaan riset dilakukan oleh tm sesuai Surat Keputusan Kepala Badan
Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.03.05/2/1376/2012, tanggal 21 Februari 2012, dengan
susunan tm sebagai berikut:
Ketua Pengarah : Kepala Badan Penelitan dan Pengembangan Kese
hatan Kemkes RI
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH)
Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawat, MSc
Sekretariat : dr. Trisa Wahyuni Putri, MKes
Anggota Mardiyah SE, MM
Drie Subianto, SE
Mabaroch, SSos
Ketua Tim Pembina : Prof. Dr. Herman Sudiman, SKM, MKes
Anggota : Prof. A.A.Ngr. Anom Kumbara, MA
Prof. Dr. dr. Rika Subarniat, SKM
Dr. drg. Niniek Lely Pratwi, MKes
Sugeng Rahanto, MPH, MPHM
Ketua tm teknis : Drs. Seta Pranata, MSi
Anggota Moch. Setyo Pramono, SSi, MSi
Drs. Nurcahyo Tri Arianto, MHum
Drs. FX Sri Sadewo, MSi
Koordinator wilayah
1. Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah : Dra. Rachmalina S Prasodjo,
MScPH
2. Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo : dr. Bety Rooshermiate,
MSPH, PhD
3. Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua : Agung Dwi Laksono, SKM,
MKes
4. Daerah Istmewa Yogjakarta, Jawa Timur, Bali : Drs. Kasnodihardjo
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
iv

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

v
KATA PENGANTAR
Mengapa Riset Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012 perlu dila
kukan ?
Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di
Indo nesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional,
sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan
rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, ma
ka dirasa perlu dan pentng untuk mengangkat kearifan lokal menjadi
salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat.
Un tuk itulah maka dilakukan Riset Etnograf sebagai salah satu alternatf
mengungkap fakta untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan
berbasis budaya kearifan lokal. Kegiatan ini menjadi salah satu fungsi dari
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous
knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatftas dan
inovasi untuk mengembangkan caracara pemecahan masalah kesehatan
masyarakat dengan kearifan lokal masingmasing daerah. Dengan demi
kian akan menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa
kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah dan
meningkatkan status kesehatan di Indonesia.
Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 12 buku seri
hasil Riset Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012 yang dilaksanakan
di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat pentng guna
menyingkap kembali dan menggali nilainilai yang sudah tertmbun agar
dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan kesehatan ibu dan anak
dengan memperhatkan kearifan lokal.
Sentuhan budaya dalam upaya kesehatan tdak banyak dilakukan.
Dengan terbitnya buku hasil penelitan Riset Etnograf ini akan menambah
pustaka budaya kesehatan di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih
kepada seluruh informan, partsipan dan penulis yang berkontribusi dalam
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
vi
penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
Kepala Badan Penelitan dan Pengembangan KesehatanKementerian
Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora
untuk melaksanakan Riset Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012,
sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.
Surabaya, Desember 2012
Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat
Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI

Drg. Agus Suprapto, M.Kes

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

vii
SAMBUTAN
Kepala Badan Litbang Kesehatan
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT kami panjatkan, karena hanya dengan
rahmat dan karuniaNya Buku Seri Etnograf Kesehatan Ibu dan Anak 2012
ini dapat diselesaikan. Buku seri merupakan hasil paparan dari penelitan
etnograf Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang merupakan langkah konk-
rit untuk memberikan gambaran unsur budaya terkait KIA yang berbasis
ilmiah.
Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) menjadi prioritas utama
Program pembangunan Kesehatan Masyarakat Indonesia. Penyelesaian
masalah KIA belum menunjukkan hasil sesuai harapan yaitu mencapai
target MDGs berupa penurunan Angka Kematan Ibu (AKI) menjadi
102/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematan Bayi (AKB) 23/1000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Upaya medis sudah banyak dilakukan,
sedangkan sisi non medis diketahui juga berperan cukup kuat terhadap
status Kesehatan Ibu dan Anak. Faktor non medis tdak terlepas dari
faktorfaktor sosial budaya dan lingkungan dimana mereka berada.
Melalui penelitan etnograf ini, diharapkan mampu menguak sisi
budaya yang selama ini terabaikan. Budaya memiliki kekhasan tertentu,
sehingga pemanfaatan hasil penelitan ini memerlukan kejelian pelak-
sana atau pengambil keputusan program kesehatan agar dapat berdaya
guna sesuai dengan etnik yang dipelajari. Kekhasan masingmasing etnik
merupakan gambaran keragaman budaya di Indonesia dengan berbagai
permasalahan KIA yang juga spesifk dan perlu penanganan spesifk pula.
Harapan saya, buku ini dapat dimanfaatkan berbagai pihak untuk mema-
hami budaya setempat dan selanjutnya dimanfaatkan untuk mengurai
dan memecahkan permasalahan KIA pada etnik tertentu.
Ucapan terimakasih khususnya kepada tm penelit dan seluruh pihak
terkait merupakan hal yang sudah selayaknya. Kerja keras dan cerdas,
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
viii
tanpa kenal lelah, merupakan bukt integritasnya sebagai penelit Badan
Litbangkes.
Akhir kata, bagi tm penelit, selamat berkarya untuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan keejahteraan masyarakat. Semoga buku ini bermanfaat
bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Wabillahitaufk wal hidayah, wassalamualaikum wr. wb.
Jakarta, Desember 2012
Kepala Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI

DR. dr. Trihono, MSc.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

ix
DAfTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................. v
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG KESEHATAN ............................................ vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Pentngnya Penelitan Ini Dilakukan .................................................................. 4
1.3 Manfaat Penelitan ................................................................................................................. 5
1.4 Tinjauan Pustaka ....................................................................................................................... 6
1.5 Metode Penelitan .................................................................................................................. 8
BAB II GAMBARAN DAERAH PENELITIAN:
PoTRET ETNIS BALI DARI JENDELA BANJAR BANDA .................. 11
2.1 Sejarah Banjar Banda .......................................................................................................... 11
2.2 Geograf dan Kependudukan ..................................................................................... 18
2.3 Sistem Religi .................................................................................................................................... 29
2.4 organisasi Sosial dan Kemasyarakatan ......................................................... 46
2.5 Sistem Pengetahuan ............................................................................................................. 53
2.6 Bahasa .................................................................................................................................................. 57
2.7 Sitem Kesenian ............................................................................................................................. 59
2.8. Mata Pencaharian ................................................................................................................... 65
2.9 Teknologi dan Peralatan .................................................................................................. 70
BAB III KESEHATAN IBU DAN ANAK .......................................................................................... 73
3.1 Kosep Sehat-Sakit Etnik Bali ........................................................................................ 73
3.2 Klasifkasi dan Jenis Penyakit yang Dikenal ............................................ 75
3.3 Balian dan Keahliannya .................................................................................................... 78
3.4 Permasalahan Sosial di Bidang Kesehatan ............................................... 82
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
x
3.5 Gambaran Kondisi KIA ....................................................................................................... 85
3.6 Menyusui dan Masa Balita ........................................................................................... 105
BAB IV KEPERcAYAAN TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN
IBU DAN ANAK ................................................................................................................................. 115
4.1 Health Seeking Behaviour ............................................................................................. 115
4.2 Peran Puskesmas dalam Peningkatan Kesehatan
Ibu Dan Anak ................................................................................................................................ 118
BAB V PoTENSI DAN KENDALA BUDAYA DALAM
PEMBANGUNAN KESEHATAN IBU DAN ANAK ...................................... 127
BAB VI PENUTUP .............................................................................................................................................. 133
6.1 Simpulan ............................................................................................................................................. 133
6.2 Saran ........................................................................................................................................................ 134
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................. 137

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

xi
DAfTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patung bayi Kebo Iwa .............................................................................................. 13
Gambar 2.2 Patung Kebo Iwa saat dewasa ...................................................................... 13
Gambar 2.3 Peta Bali, Kabupaten Gianyar merupkan
lokasi penelitan ............................................................................................................. 19
Gambar 2.4 Batas wilayah penelitan ...................................................................................... 20
Gambar 2.5 Pancuran air di Banjar Banda ....................................................................... 21
Gambar 2.6 Pancuran di Pura Musen .................................................................................... 21
Gambar 2.7 Seorang penduduk Banjar Banda sedang
membuang sampah ................................................................................................... 22
Gambar 2.8 Lubang galian sampah di belakang rumah .................................... 22
Gambar 2.9 Tempat pembuangan sampah penduduk
Banjar Banda ...................................................................................................................... 23
Gambar 2.11 Parit di Banjar Banda ................................................................................................ 29
Gambar 2.12 Sawah di Banjar Banda .......................................................................................... 25
Gambar 2.13 Ladang penduduk Banjar Banda. .............................................................. 25
Gambar 2.14 Lidah buaya, komoditas yang dibudidayakan
penduduk Banjar Banda ....................................................................................... 25
Gambar 2.15 Pola bangunan rumah tradisional Bali. .............................................. 28
Gambar 2.16 Kuil keluarga (merajan) ......................................................................................... 28
Gambar 2.17 Tempat yang dipercaya untuk memohon
keselamatan balita ...................................................................................................... 41
Gambar 2.18 Pura Musen di Banjar Belangsinga, Desa Saba ........................ 42
Gambar 2.19 Batu besar di Sungai Petanu diyakini memiliki
kekuatan gaib/keramat. ........................................................................................ 44
Gambar 2.20 Skema organisasi sosial Desa Saba
Di Bali dikenal dua pengertan desa, yaitu: ................................. 47
Gambar 2.21 Vila di Desa Saba ........................................................................................................... 66
Gambar 2.22 Tanaman komoditas penduduk Banjar Banda .......................... 66
Gambar 2.23 Pekerja mengangkut batu ................................................................................. 68
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
xii
Gambar 2.24 Tumpukan batu padas ............................................................................................ 68
Gambar 2.25 Ibu yang sudah berusia ........................................................................................ 69
Gambar 2.26 Canang lanjut sedang membuat canang. ....................................... 69
Gambar 2.27 Penjual babi sedang ................................................................................................. 70
Gambar 2.28 Hasil home industry menimbang babi berupa
pia kacang hijau .............................................................................................................. 70
Gambar 2.29 dan Gambar 2.30 Lesung, alat untuk membuat jamu .. 71
Gambar 3.1 Upacara inisiasi (nutug kelih) pada remaja ................................... 87
Gambar 3.2 Ibu hamil selesai mandi di pantai ............................................................. 96
Gambar 3.3 Ibu hamil selesai mandi di pantai ditemani suaminya ... 96
Gambar 3.4 Tempat menanam ariari bayi yang baru lahir ........................ 100
Gambar 3.5 Gelang hitam pada bayi ...................................................................................... 102
Gambar 3.6 Bobok berupa beras yang ditumbuk dibalurkan
di atas kepala bayi. ...................................................................................................... 102
Gambar 3.7 dan gambar 3.8 Upacara tutug kambuhan. ................................. 105
Gambar 3.9 Daun sage, bahan untuk membuat jamu guna
melancarkan air susu ibu. .................................................................................. 107
Gambar 3.10 dan 3.11 Kegiatan posyandu yang dikoordinasi
oleh kelian Banjar Banda. ................................................................................... 109
Gambar 3.12 Pengobatan tradisional fu dengan menggunakan
beras kencur (meboreh) ....................................................................................... 110
Gambar 3.13 Banten/sesaji untuk upacara natab nelubulanin ................. 111
Gambar 3.14 Salah satu prosesi upacara natab nelubulanin
untuk memanggil catur sanak (empat saudara) .................... 111
Gambar 3.15 Rangkaian prosesi upacara natab nelubulanin ...................... 112
Gambar 3.16 Prosesi potong rambut bayi. ........................................................................... 113
Gambar 4.1 Kegiatan posyandu di Banjar Banda.v ................................................. 124
Gambar 4.2 Seorang balita hendak ditmbang di posyandu
di Banjar Banda. ............................................................................................................. 125

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

xiii
DAfTAR TABEL
Tabel 4.1 Model Alternatf Perilaku Kesehatan
Fred L. Duun (1976) ................................................................................................................ 128
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
xiv

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

1
BAB I
PENDAhULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematan Ibu (AKI) dan Angka Kematan Bayi (AKB) di Indonesia
masih cukup tnggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Survei Demograf
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 memberikan data bahwa AKI 228
per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup. Ber-
dasar kesepakatan global MDGs (Millenium Development Goals) tahun
2000 diharapkan tahun 2015 terjadi penurunan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup.
Berbagai upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dilakukan untuk mengatasi
perbedaan yang sangat besar antara AKI dan AKB di negara maju dan
di negara berkembang sepert Indonesia. Upaya KIA dilakukan untuk
menyelamatkan perempuan agar kehamilan dan persalinan dapat dilalui
dengan sehat, aman, dan dihasilkan bayi yang sehat.
Data Susenas 2007 menunjukkan bahwa hanya sekitar 35% penduduk
sakit yang mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tampak
nya cukup banyak penduduk yang tdak memanfaatkan fasilitas kesehatan,
terbukt 55,4% persalinan terjadi di fasilitas kesehatan dan 43,2% mela
hirkan di rumah. Dari jumlah ibu yang melahirkan di rumah, 51,9% di
tolong oleh bidan dan masih ada 40,2% yang ditolong dukun bersalin
(Riskesdas 2010). Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa setahun
sebelum survei, 82,2% persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, namun
masih ada kesenjangan antara pedesaan (72,5%) dan perkotaan (91,4%).
Masih tngginya pemanfaatan dukun bersalin serta keinginan masyarakat
untuk melahirkan di rumah, terkait dengan faktorfaktor sosial budaya.
Masalah kesehatan ibu dan anak tdak terlepas dari faktorfaktor
sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat tempat mereka berada.
Disadari atau tdak, faktorfaktor kepercayaan dan pengetahuan tradisional
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
2
sepert konsepsikonsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab
akibat antara makanan dan kondisi sehatsakit, dan kebiasaan, sering kali
membawa dampak positf atau negatf terhadap kesehatan ibu dan anak.
Salah satu sebab mendasar masih tngginya kematan ibu dan anak adalah
budaya, selain faktorfaktor yang lain sepert kondisi geograf, penyebaran
penduduk, atau kondisi sosial ekonomi.
Pola dasar kesehatan masyarakat tdak terlepas dari masalah sosial
budaya. Rencana strategi Kementerian Kesehatan tahun 20102014 ten
tang program Gizi dan KIA menyebutkan indikator tercapainya sasaran
ha sil tahun 2014, yaitu persentase pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlath sebesar 90% dan kunjungan neonatal pertama (KN1)
sebesar 90% serta persentase balita yang ditmbang berat badannya
(jumlah balita ditmbang/balita seluruhnya atau D/S) sebesar 85%
(Kemenkes, 2010).
Luaran yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas pelayanan
ibu dan anak serta pelayanan reproduksi. Untuk mencapai hal tersebut
bu kanlah hal mudah. Strategi pembangunan kesehatan sepert yang ter-
tuang dalam Rencana Pengembangan Jangka Panjang Bidang Kesehat
an tahun 20052025 antara lain menyebutkan tentang pemberdayaan
masyarakat. Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin
pentng. Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan
pemerintah. Keberhasilan pembangunan kesehatan dan penyelenggara
an berbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi
spesifk daerah, termasuk di dalamnya sosial dan budaya setempat. Pem-
berdayaan masyarakat berbasis masyarakat, artnya pembangunan ke
sehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, dan masyarakat
sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan permasalahan, serta
potensi masyarakat (modal sosial) (Depkes RI, 2009, SKN).
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang di huni
ratusan suku bangsa dengan berbagai ragam budaya telah membe rikan
suatu kekhasan tersendiri. Perilaku masyarakat, khususnya ma sya rakat
tradisional, tercermin dari perilaku mereka memanfaatkan ke kayaan in-
telektual masyarakat lokal berupa pengetahuan tradisional mereka dan
keanekaragaman hayat di lingkungannya. Praktk budaya terkait kesehat
an tersebut, sebagian diklaim oleh orangorang sebagai pengetahuan
mo dern, menjadi salah satu penyebab buruknya status kesehatan
masyarakat setempat. Sebagai contoh, dalam budaya sei, yaitu bayi yang
baru lahir ditempatkan di dalam rumah yang dibawahnya diberi pengasa-

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

3
pan telah menyebabkan tngginya angka kesakitan gangguan pernapasan
pada bayi baru lahir. Beberapa kelompok masyarakat di Jawa masih mem-
punyai kebiasaan memberikan makanan pisang dilumat dengan nasi untuk
diberikan kepada bayi usia dini (kurang 4 bulan) sehingga bayi mempunyai
risiko terganggu saluran pencernaannya.
Kekayaan budaya Indonesia dari berbagai suku bangsa yang tersebar
di seluruh Indonesia telah mewarnai upaya kesehatan. Upaya kesehatan
bisa berupa pelayanan konvensional maupun tradisional dan komple-
menter yang berupa kegiatan preventf, promotf, kuratf, dan rehabilitatf.
Upaya kesehatan diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat
kesehatan masyarakat setnggitngginya. Dalam hal pelayanan kesehatan
meliput pula pelayanan kesehatan berbasis masyarakat. Di dalamnya ter-
masuk pengobatan dan caracara tradisional yang terjamin keamanan dan
khasiatnya.
Masalah KIA di Indonesia yang terkait dengan sosial budaya menjadi
permasalahan pentng yang perlu dikaji secara lebih mendalam dan spesifk
sesuai dengan latar belakang daerah dan budaya etnis bersangkutan.
Wujud budaya dapat berupa suatu ide, gagasan, nilai, norma, peraturan,
dan lain sebagainya yang sering diistlahkan sebagai adat istadat. Wujud
budaya yang lain berupa sistem sosial, yaitu aktvitas serta tndakan
berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud budaya bisa pula berupa
bentuk benda atau halhal yang dapat dilihat, diraba, dan difoto, yaitu hasil
fsik dari aktvitas, perbuatan dan karya sepert alat sunat, alat penumbuk
jamu, dan lain sebagainya. Wujud budaya tersebut merefeksikan budaya
dan identtas sosial masyarakatnya. Pengembangan atau inovasi dengan
melibatkan sosial budaya lokal yang bermanfaat bagi upaya KIA sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut
melalui suatu intervensi yang dapat diterima oleh masyarakat pelakunya.
Mempersiapkan generasi penerus yang tangguh demi kesejahteraan
bangsa Indonesia adalah tanggung jawab bersama, maka harus diprio-
ritaskan pemeliharaan kesehatan sejak dalam kandungan sampai remaja.
Permasalahan KIA sering kali merupakan masalah kesehatan yang lokal
spesifk terkait dengan sosial budaya setempat. Hal ini perlu digali guna
mengetahui permasalahan mendasar sehingga dapat segera dilakukan
perbaikan dan pemberdayaan budaya yang akan berdampak positf bagi
kesehatan. Dengan demikian, kekayaan budaya Indonesia yang baik dapat
terus dikembangkan, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara lokal, bahkan
bila memungkinkan secara nasional.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
4
Pola dasar kesehatan masyarakat tdak terlepas dari masalah sosial,
budaya, maupun lingkungan setempat. orientasi budaya menggambarkan
sikap, pandangan, dan persepsi mengenai masalah kehidupan, termasuk
kesehatan yang dapat memberikan dampak positf maupun negatf ter
hadap status kesehatan masyarakat secara umum. Pemahaman tentang
budaya masyarakat terkait masalah kesehatan sangat pentng untuk
diperhatkan sebagai faktor penentu menuju keberhasilan program
program kesehatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup individu
maupun masyarakat.
Gambaran tersebut dapat dimanfaatkan para petugas kesehatan
untuk mengetahui, mempelajari, dan memahami apa yang berlaku di
masyarakat. Berdasar budaya yang sudah terpantau tersebut, program
kesehatan dapat dirancang untuk meningkatkan status kesehatan ibu
dan anak sesuai dengan permasalahan lokal spesifk. Dalam proses ini
pendekatan budaya merupakan salah satu cara yang pentng dan tdak
bisa diabaikan.
Dalam hubungan dengan IPKM sebagai salah satu indikator keber
hasilan pelayanan kesehatan di Bali, Kabupaten Gianyar merupakan
salah satu kabupaten yang dinilai berhasil mencapai Indeks Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang tnggi. Atas dasar itu maka Kabupaten
Gianyar dipilih sebagai salah satu lokasi penelitan entograf budaya KIA di
Indonesia.
Dari uraian di atas, maka tujuan penelitan ini adalah sebagai ber
ikut:
1. Mendapat gambaran holistk aspek sejarah, geograf, dan sosial
budaya masyarakat yang terkait dengan kesehatan ibu dan
anak di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Kabupaten
Gianyar.
2. Mendapat gambaran tngkat kepercayaan masyarakat setempat
terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kabupaten
Gianyar.
3. Mendapat gambaran tentang potensi dan kendala yang diha
dapi masyarakat dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak di
Kabupaten Gianyar.
1.2 Pentngnya Penelitan Ini Dilakukan
Semakin disadari bahwa budaya tdak bisa diabaikan pengaruhnya
terhadap status kesehatan masyarakat. Karena itu, riset tentang budaya

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

5
kesehatan masyarakat dalam upaya meningkatkan status kesehatan
sangatlah pentng untuk dilakukan. Konsekuensi logisnaya adalah beraneka
ragam budaya yang ada di wilayah Indonesia memerlukan pemahaman
yang cermat sesuai dengan potensi dan karakteristk etnis di masing
masing daerah atau wilayah. Penggalian dan pemahaman potensi kearifan
budaya lokal atau spesifk akan dapat digunakan sebagai upaya strategis
untuk membuat kebijakan kesehatan secara tepat sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan lokal yang spesifk pula.
Secara objektf, setap kelompok masyarakat mempunyai konsepsi
sehatsakit dan persepsi yang berbedabeda terhadap kondisi kesehatan
yang dialami. Hal ini sangat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Self treatment maupun upaya mencari tenaga kesehatan
merupakan upaya manusia mengatasi permasalahannya. Dalam health
seeking behavior diketahui bahwa setap orang yang terganggu kese
hatannya akan mencari jalan untuk menyembuhkan diri dari gangguan
kesehatan atau penyakit yang dideritanya. Budaya masyarakat yang
menjadi ciri khas pola kehidupan yang telah menjadi tradisi turun te
murun, memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi derajat kese
hatan, baik yang bersifat negatf maupun positf. Memahami status
kesehatan masyarakat dari perspektf budaya kesehatan merupakan upaya
yang mendasar dan strategis dalam pembangunan kesehatan nasional
pada umumnya dan meningkatkan status kesehatan ibu dan anak pada
khususnya.
Permasalahan KIA yang ada di berbagai wilayah di Indonesia perlu
digali dalam kerangka siklus hidup ibu dan anak mulai dari remaja,
pranikah, pasangan usia subur, hamil, menyusui bayi, dan anak bawah
lima tahun (balita). Penggalian budaya yang berkembang di masyarakat
yang bertalian dengan permasalahan KIA tersebut akan ditelusuri secara
detail dan mendalam dengan cara memetakan atau memotret gambaran
a) kondisi alam, kependudukan, dan pola tempat tnggal, b) sejarah, dan c)
unsurunsur kebudayaan universal yang meliput 1) organisasi sosial dan
sistem kekerabatan, 2) sistem teknologi, 3) sistem pengetahuan, 4) sistem
mata pencaharian, 5) sistem religi, dan 6) kesenian.
1.3 Manfaat Penelitan
Hasil riset ini akan sangat bermanfaat untuk menentukan strategi
pem bangunan kesehatan di berbagai sektor pemerintahan, antara lain
untuk pengelola program Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kese
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
6
hatan RI, Pemerintah Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Dinas Kese-
hatan Daerah. Sementara itu, sebagai pembekalan pengetahuan sangat
bermanfaat bagi insttusi pendidikan terutama, perguruan tnggi dan
lembaga pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Dengan demikian, hasil
penelitan ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teorets maupun
prakts.
1.3.1 Manfaat Teorets
Penelitan ini mempunyai manfaat teorets sebagai berikut.
1. Dapat menambah wawasan dan memberi motvasi untuk me
nin daklanjut kajian ilmiah tentang etnograf kesehatan ibu dan
anak.
2. Dapat memperkaya khazanah pengetahuan tentang budaya
kesehatan di Indonesia pada umumnya dan KIA khusunya pada
masyarakat Bali.
1.3.2 Manfaat Prakts
Penelitan ini mempunyai manfaat prakts sebagai berikut.
1. Sebagai salah satu bahan informasi yang dapat dirujuk oleh
akademisi dan praktsi kesehatan, khususnya tentang KIA, da
lam melaksanakan Tupoksinya.
2. Diperolehnya datadata enograf yang mendalam mengenai
kesehatan ibu dan anak di masyarakat Bali pada umumnya dan
Banjar Banda pada khususnya.
3. Hasil penelitan ini diharapkan dapat dipakai sebagai rujukan
para penentu kebijakan tentang program kesehatan ibu dan
anak (KIA) di Indonesia maupun suatu daerah yang spesifk.
1.4 Tinjauan Pustaka
Kesehatan merupakan bagian integral dari kebudayaan. Manusia
mampu melakukan aktvitas kebudayaan jika dalam keadaan sehat, se
hingga dapat dipahami bahwa kesehatan merupakan elemen pentng
bagi kebudayaan. Begitu pula sebaliknya, kebudayaan juga bisa menjadi
pedoman masyarakat dalam memahami kesehatan. Untuk itu, memahami
masalah kesehatan yang ada di masyarakat melalui kebudayaan sangat
pentng dilakukan karena masalah kesehatan tdak pernah lepas dari
situasi dan kondisi masyarakat dan budayanya (Ahimsa, 2005:16). Sebagai
contoh, dalam penelitan Hambatan Budaya dalam Interaksi BidanIbu

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

7
Hamil: Studi Ketaatan untuk Meningkatkan Suplemen dan Status Besi
di Puskesmas Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang di
lakukan oleh Emiliana Mariyah dan Mohammad Hakimi (2005:105),
Emiliana dan Hakimi (2005:132) menyimpulkan bahwa masih kuat sistem
kepercayaan dan praktk pantangan yang dilakukan ibu hamil berkaitan
dengan demensi budaya setempat. Pada saat hamil, secara medis ibu dan
bayi memerlukan makanan yang bergizi dan zat besi lebih banyak, namun
dalam praktknya, yang terjadi justru ibuibu melakukan hal sebaliknya.
Ibu menghindari, bahkan mengurangi, jumlah dan jenis makanan tertentu
yang mengandung gizi tnggi, serta mengabaikan zat besi yang sangat
dibutuhkan selama kehamilan, karena berbagai alasan yang berkaitan
dengan kepercayaan dan nilai budaya setempat. Selain faktor budaya,
tersedianya pelayanan kesehatan medis, keterjangkauan secara ekonomi
dan jarak, mutu pelayanan kesehatan, serta persepsi dan tngkat keparahan
penyakit juga berpengaruh kuat terhadap pemilihan pelayanan kesehatan
yang tersedia.
Menurut kerangka H.L Blum (1969), derajat kesehatan dapat di pe
ngaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan, yaitu faktor pem
bawaan/keturunan, lingkungan fsik dan sosial budaya, tngkah laku, dan
pelayanan kesehatan (Roekmono dan Setady,1984). Dari keempat faktor
tersebut, faktor lingkungan fsik dan sosial budaya, dan tngkah laku
menjadi faktor yang dominan.
Berdasarkan penjelasan sekilas mengenai penelitan dan konsepsi
tersebut dapat dipahami bahwa kesehatan mempunyai korelasi yang
sangat erat dengan kebudayaan. Untuk itu, perlu ada pemahaman se
cara holistk mengenai budaya masyarakat yang berkaitan dengan peri
laku kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak (KIA). Mengutp
pandangan Heddy Shri AhimsaPutra (2005:16), bahwa dalam pandangan
para ilmuwan sosial budaya, masalah kesehatan dalam suatu masyarakat
sangat erat kaitannya dengan fasilitas kesehatan, sarana transportasi dan
komunikasi yang ada dalam suatu masyarakat, kepercayaan, jenis mata
pencaharian serta lingkungan fsik tempat masyarakat tersebut berada.
Dilihat dari perspektf ini masalah kesehatan tdak lagi dapat dipahami
dan diatasi hanya dengan memusatkan perhatan pada kesehatan tubuh.
Kesehatan tubuh adalah hasil dari proses interaksi antara unsur-unsur
internal tubuh dengan unsur eksternalnya. Jika para dokter acap kali lebih
banyak memperhatkan unsurunsur internal atau melihatnya secara etk,
maka para ilmuwan sosial budaya lebih memperhatkan unsurunsur
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
8
eksternal atau secara emik. Dengan demikian, dalam rangka memahami
secara holistk budaya kesehatan ibu dan anak (KIA), maka konsepsi
budaya etk dan emik akan dijadikan sebagai landasan analisis.
1.5 Metode Penelitan
1.5.1 Lokasi Penelitan
Penelitan ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar, yang lebih ter
fokus pada etnis Bali yang bermukim di wilayah Banjar Banda, Desa
Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Diplihnya
Kabupaten Gianyar dan Banjar Banda sebagai setng penelitan didasarkan
atas pertmbangan bahwa Kabupaten Gianyar merupakan satu kabupaten
yang mencapai IPKM tertnggi di Bali.
1.5.2 Jenis Penelitan, Sumber data, dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitan ini adalah kualitatf sehingga penelitan ini meng
gunakan dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data
skunder. Data primer adalah data atau informasi yang di peroleh secara
langsung dari sumbersumber utama, yakni para informan dan hasil
observasi langsung penelit terhadap berbagai peristwa, kejadian, dan
perilaku masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak (KIA).
Sementara data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh
secara tdak langsung melalui telaah atau kajian terhadap dokumen
dokumen yang terkait dengan KIA.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitan ini, yaitu
observasi partsipasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen serta
kepustakaan terkait. observasi partsipasi yang dilakukan adalah penelit
ikut terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat, baik yang
berkaitan langsung dengan KIA maupun tdak berkaitan langsung dengan
KIA, sepert kegiatan sosial dan keagamaan. Hal ini memungkinkan untuk
dilakukan karena penelit tnggal bersama masyarakat di wilayah penelitan
selama hampir tga bulan penuh. Namun, perlu dikemukakan di sini bahwa
selama berlangsungnya pengamatan, secara bersamaan juga dilakukan
wawancara berkenaan dengan sesuatu yang dilihat dan didengar terkait
masalah yang dikaji guna memperoleh pengetahuan dan pemahaman
yang lebih dalam dan komprehensif. Aspekaspek yang dicermat dalam
pengamatan adalah (1) keadaan/situasi di tempat kegiatan kelompok yang
ditelit; (2) orangorang yang ikut serta dalam situasi tersebut, termasuk

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

9
jenis kelamin, usia, profesi, tempat asal, dan lainlain; (3) kegiatan yang
dilakukan orang dalam situasi tersebut; (4) bendabenda atau alat yang
digunakan; (5) perbuatan, yaitu tndakan para pelaku dan ekspresi wajah
sebagai cerminan perasaan dan emosi mereka.
Teknik wawancara mendalam digunakan dalam penelitan ini ter
utama untuk menggali informasi mengenai pengalaman individu yang
biasanya disebut sebagai metode penggunaan data pengalaman individu
(individual life history) atau dokumen manusia (human document) (Koen
tjaraningrat, 1989:158). Dalam hal ini penelit mengajukan pertanyaan
pertanyaan secara bebas dan leluasa, namun tetap dipandu dengan
pedoman terhadap pokokpokok masalah yang ingin dipahami. Dengan
cara ini wawancara dapat berlangsung luwes, bisa lebih terbuka sehingga
diperoleh informasi yang lebih kaya, pembicaraan tdak terlampau formal
dan lebih mudah mengalihkan satu topik ke topik yang lain sehingga sua-
sana wawancara tdak membosankan, baik bagi penelit maupun bagi in
forman.
Teknik analisis dokumen dilakukan dengan menganalisis berbagai
dokumen yang ada dan terkait dengan permasalah KIA di lokasi penelitan.
Di samping menggunakan dokumen terkait, analisis penelitan ini juga
menggunakan dukungan buku kepustakaan terkait.
1.1.3 Teknik Analisis Data
Dalam penelitan ini teknik analisis yang digunakan adalah deskriptf
interpretatf dengan berdasarkan pada perspektf atau konsepsi secara
emik dan etk. Proses analisis secara emik dan etk dilakukan secara
bergantan dalam satu rentang situasi waktu, tempat, dan aktor. Secara
konkret mekanismenya bahwa setap informasi pentng yang diperoleh
dari informan langsung dianalisis untuk membuat hipotesishipotesis kecil
yang kemudian digunakan untuk membuat pertanyaan berikutnya. Dengan
demikian, teknik analisis dan wawancara tersebut mengacu kepada apa
yang oleh Taylor dan Bogdan (1984:128) disebut dengan istlah go hand-
in-hand. Data yang dikumpulkan dalam penelitan ini sebagian besar
berwujud data kualitatf. Data ini kemudian dianalisis dengan mengikut
prosedur analisis data kualitatf sebagaimana dikemukakan oleh Miles
dan Huberman (1992) dan Hikmat (2000), yaitu reduksi data, menyajikan
data, menafsirkan data, dan menarik simpulan. Proses reduksi data meli-
put berbagai kegiatan, yakni penyeleksian, pemfokusan, simplifkasi,
peng kodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi untuk
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
10
situasi atau kondisi yang memiliki makna subjektf, kutpan wawancara
yang memiliki makna subjektf, dan catatan refektf. Penyajian data dan
penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naratf dalam kesatuan
bentuk, keteraturan, polapola, penjelasan, konfgurasi, alur sebab akibat,
dan proposisi, sedangkan penarikan simpulan atau verifkasi antara lain
mencakup halhal yang hakiki, yakni makna subjektf, temuan konsepsi,
dan proses universal. Kesemuanya ini tdak terlepas dari masalah yang
ditelaah. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan simpulan
dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan
berlangsung secara siklik ulangalik sampai mendapatkan hasil penelitan
akhir, yakni etnograf yang bersifat holistk dan sarat makna dalam konteks
pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji dalam penelitan ini.
Jadi, dengan memadukan dua teknik pengumpulan data dan analisis
tersebut diharapkan hasil penelitan ini dapat menggambarkan kedalaman,
dan keluasan aspekaspek yang dikaji dapat diwujudkan.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

11
BAB II
GAMBARAN DAERAh PENELITIAN:
PoTRET ETNIS BALI DARI JENDELA
BANJAR BANDA
2.1 Sejarah Banjar Banda
Pada zaman kerajaan tersebutlah sebuah hutan yang diberi nama I
Rengked, tempat itu dihuni oleh 18 orang dan pada saat itu yang menjadi
pemimpinnya adalah I Rengked. Sebenarnya, hutan Rengked merupakan
wilayah kekuasaan Kerajaan Blahbatuh, namun hutan itu dikuasai oleh
Kerajaan Sukawat. Raja Sukawat pada saat itu adalah Dewa Agung Anom
Kalang yang merupakan Putra Dewa Agung Jambe.
Karena hutan Rengked merupakan jajahan Sukawat, maka I Gust
Ngurah Jelantk yang menjadi raja di Kerajaan Blahbatuh merasa kecewa
karena daerah kekuasaannya dikuasai oleh Raja Sukawat. Berkalikali Raja
Blahbatuh bersama prajuritnya menyerang Raja Sukawat untuk merebut
kekuasaannya kembali, tetapi serangan Raja Blahbatuh selalu menemui
kegagalan. Saat itu kedudukan Raja Sukawat sangat kuat.
Melihat kedudukan Raja Sukawat yang sangat kuat, maka Raja Blah
batuh memerintahkan I Gust Ngurah Padang dari Bona untuk menyerang
Kerajaan Sukawat. I Gust Ngurah Padang merupakan putra I Gust Gede
Angkatan. I Gust Ngurah Padang bersamasama I Rengked bersatu melawan
Raja Sukawat, dan pada akhirnya Raja Sukawat dapat dikalahkan. Maka,
Raja Sukawat menyerah dan hutan Rengked kembali menjadi wilayah
Kerajaan Blahbatuh. Hak I Dewa Anom Kalang berupa keris dikuasai oleh
I Gust Gede Padang, dan keris yang didapatnya itu lalu diberi nama Keris
Pusaka Rengked, karena pusaka itu didapat pada waktu merebut hutan
Rengked. Keris pusaka tersebut masih disimpan di Puri Blahbatuh sampai
sekarang. Raja Blahbatuh pada saat itu merasa gembira atas kemenangan
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
12
yang diperoleh I Gust Gede Padang dan I Rengked beserta pengikutnya.
Pada saat itulah nama hutan Rengked diubah namanya menjadi Toh Jiwa,
sebab tempat itu direbut dengan pertaruhan jiwa.
Setelah keadaan cukup aman dan tdak mungkin terjadi pertumpahan
darah lagi antara Blahbatuh dan Sukawat, seluruh raja di Bali berkunjung
ke Toh Jiwa untuk menyaksikan upacara kemenangan Raja Blahbatuh
terhadap Raja Sukawat. Jumlah penghuni hutan Rengked pada saat itu
hanya 18 orang dan dianggap sedikit sekali. Maka, I Gust Gede Padang
berusaha memperbanyak jumlah penghuni Toh Jiwa dengan cara menghu
bungi seluruh raja di seluruh Bali. Barangsiapa pada masa itu dianggap
bersalah dan dikenai hukuman mat, maka orang tersebut diminta dan
dibawa ke Toh Jiwa untuk memperbanyak penghuni/penduduk Toh Jiwa.
oleh sebab itu, penduduk Toh Jiwa menjadi semakin banyak. orangorang
yang bersalah bertemu di Toh Jiwa dan akhirnya tempat pertemuan itu
diberi nama Pesaban. Lama-kelamaan Pesaban berubah nama menjadi
Saba. Karena ada ikatan historis sepert itu, maka para Agung (keluarga
kerajaan) sampai sekarang masih datang ke Saba untuk membicarakan
suatu masalah yang dihadapi, di samping untuk menyaksikan kemajuan
kesenian yang ada di Desa Saba. Salah satu kesenian yang sangat me
nonjol adalah Legong Kraton Saba di samping kemajuan seni Tabuh Ging
Pinda yang telah mendapat Predikat Juara di Tingkat Provinsi (Profl
Pembangunan Desa Saba, 20042005).
Berdasarkan dongeng masyarakat Saba yang termasuk wilayah Kera
jaan Blahbatuh, Saba memiliki tokoh yang terkenal di seluruh Nusantara,
yaitu Path Kebo Iwa. Kebo Iwa merupakan salah satu ikon Gianyar. Kebo
Iwa dianggap sebagai pahlawan pada masa itu karena dulu selama Kebo
Iwa masih hidup, upaya penaklukan Bali oleh Majapahit tdak pernah
berhasil. Berikut dongeng tersebut.
2.1.1 Legenda Kebo Iwa
Konon menurut yang empunya cerita, di Desa Bedehe Tabanan per
nah hidup sepasang suami istri. Mereka rukun dan mempunyai kekayaan
yang melimpah ruah. Sayang mereka belum dikaruniai anak oleh Ida Sang
Hyang Widi Wasa atau Allah Yang Mahakuasa.
Keadaan ini membuat mereka sangat risau karena mereka telah
men jadi suami istri selama beberapa tahun lamanya. orang yang tanpa
keturunan, menurut orang Bali, siasialah hidupnya. oleh karena itu,
pa da suatu hari yang baik menurut hitungan pasaran, suami istri itu

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

13
bersamasama pergi ke pura Desa Bedehe untuk memohon kepada Yang
Mahakuasa agar mereka dikaruniai seorang putra. Bila permohonan itu
terkabul, mereka berjanji akan mengusahakan agar putranya itu menjadi
hamba Allah yang baik.
Beberapa bulan berlalu, mulailah tampak tandatanda bahwa sang
istri mulai mengandung. Betapa girangnya mereka berdua. Setelah genap
masa kandungannya, lahirlah seorang bayi lakilaki bertubuh besar yang
diberi nama Kebo Iwa. Bayi laki-laki ini diceritakan dan diyakini masyarakat
memiliki kesaktan dan kepintaran dalam asiktektur khas Bali. Bahkan,
sistem irigasi dalam aktvitas pertanian yang terkenal dengan istlah subak
diyakini masyarakat diciptakan oleh Kebo Iwa. Atas kehebatan Kebo Iwa
dan sebagai bentuk penghormatan masyarakat Gianyar terhadap Kebo
Iwa, maka dibuatlah satu patung Kebo Iwa yang dibangun di salah satu
persimpangan jalan menuju objek wisata Ubud , tepatnya di wilayah Desa
Sakah. Bentuk patung Kebo Iwa ketka masih bayi dan setelah dewasa
secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2 sebagai berikut.
Gambar 2.1 Patung bayi Kebo Iwa. Gambar 2.2 Patung Kebo Iwa saat dewasa.
Menurut mitos setempat, bayi itu sangat luar biasa tngkah lakunya.
Ketka lahir, ia sudah dapat makan ketupat. Makannya pun bukan main
banyaknya. Setap hari makanannya bertambah sebuah ketupat lagi.
Pertumbuhan bayi itu pun amat pesat. Untuk sekali makan ia dapat
menghabiskan satu bakul besar (kukusan) nasi. Demikianlah seterusnya,
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
14
jumlah makanannya makin bertambah sehingga setelah dewasa makannya
pun sudah tdak dapat dibatasi lagi. Karena tubuhnya sangat tnggi besar,
anak itu diberi nama Kebo Iwa yang berart Paman Kerbau .Karena
ma kannya amat berlebihan, lama-kelamaan habislah harta kekayaan
orang tuanya sehingga orang tua Kebo Iwa tdak sanggup lagi memberi
makan anaknya. Mereka terpaksa minta bantuan desa. Sejak itu Kebo Iwa
menjadi tanggungan desa. Segala keperluannya ditanggung dan dijamin
oleh desa. Untuk tempat tnggal Kebo Iwa, desa membuatkan sebuah
rumah yang sangat panjang, membujur dari tmur ke barat. Panjang balai
balainya saja membentang sampai melewat Sungai Yeh Empas, sekitar
300 meter. Kami tdak sanggup memasakkan makanan Kebo Iwa, keluh
penduduk desa. Terlalu banyak yang harus kami masak. Lalu, bagaimana
caranya? tanya yang lain. Suruh saja Kebo Iwa masak sendiri, jawab
se tengah yang lain. Begitu juga bagus. Sejak saat itu penduduk desa
hanya menyediakan bahan mentahnya. Kebo Iwa memasak sendiri. Un-
tuk keperluan memasak dibangunlah sebuah dapur raksasa di batu
karang yang terletak di Pantai Soka, Selemadeg, Tabanan. Jika hendak
mandi, Kebo Iwa pergi ke Sungai Yeh Leh atau ke Danau Beratan. Karena
jangkauan kakinya lebar, ia dapat menempuh perjalanan dari rumahnya di
Bedehe ke tempat pemandian dalam sekejap saja. Kalau Kebo Iwa haus, ia
hanya menusukkan jari telunjuknya ke dalam tanah dan munculla sebuah
sumur kecil yang mengeluarkan air. Karena kesaktan atau keistmewaan
Kebo Iwa ini, beberapa waktu lamanya Gajah Mada dari Majapahit tdak
mampu menundukkan Pulau Bali. Kebo Iwa selalu dapat menangkal
setap serangan tentara Majapahit. Akhirnya Path Gajah Mada mendapat
siasat. Kebo Iwa diajak berdamai. Ia mendapat kehormatan diundang ke
Majapahit. Karena Kebo Iwa sangat terkenal akan kepandaiannya membuat
sumur, sedangkan Majapahit waktu itu kekurangan air minum, Majapahit
mengajukan permintaan agar Kebo Iwa bersedia menggali beberapa su
mur. Karena Kebo Iwa seorang yang polos, tanpa curiga sedikit pun ia
memenuhi permintaan itu. Walaupun sangat tergesagesa berangkat ke
Jawa Timur, Kebo Iwa masih sempat menelungkupkan periuknya. Setba
di Majapahit, Kebo Iwa segera menggali beberapa sumur. Pekerjaan ini
cukup sukar sebab untuk mencapai air, ia harus menggali dalam sekali.
Ketka ia sedang asyik bekerja di dasar lubang sumur yang sangat dalam,
tbatba Path Gajah Mada menimbuninya dengan kapur sehingga Kebo
Iwa sesak napas dan akhirnya meninggal di dalam sumur yang digalinya
sendiri dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Dengan matnya pah

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

15
lawan Bali ini, dengan sangat mudah Pulau Bali dapat ditaklukkan oleh
Majapahit. Periuk Kebo Iwa akhirnya menjadi batu dan ditumbuhi alang
alang. Dapurnya mengalami kerusakan akibat dilanda ombak laut. Demi
kian hikayat singkat tentang manusia serbabesar. Bukan saja besar tubuh
dan tenaganya, melainkan juga besar jiwanya (James Danandjaja, 1992).
Figur Kebo Iwa inilah yang dijadikan sosok pahlawan dan ikon perju
angan masyarakat Gianyar. Kebo Iwa digambarkan sebagai orang yang
tulus dan lugu, namun menjunjung tnggi nilai moralitas berdasarkan
ajaran agama Hindu.
Dari cerita tersebut tampak bahwa antara Bali dan Jawa memiliki
sejarah panjang yang saling ingin mendominasi. Dampak polits dari
sejarah tersebut membuat Bali mengambil sikap hathat terhadap Jawa
dan budaya luar. Dalam dokumen monograf Desa Saba tdak disebutkan
sejarah terbentuknya Banjar Banda yang merupakan bagian wilayah
Blahbatuh, Desa Saba. Menurut keterangan Pak Kelian (Ketua Dusun),
yang paling paham tentang sejarah dusun adalah I Wayan GY yang juga
menjabat sebagai Ketua Kertasaba (Ketua Adat). Meskipun termasuk
orang baru di Dusun Banda, Pak GY dahulunya tnggal di Blahbatuh dan
mempelajari sastra Bali, termasuk Kitab Babad Blahbatuh. Karena Dusun
Banda termasuk wilayah Kerajaan Blahbatuh, maka sejarah dusun ini juga
dipelajari oleh Pak GY sepert yang diceritakan berikut ini:
Banda ini masuk wilayah Blahbatuh, maka menurut Babad
Blahbatuh, tempat ini dulu namanya Sumepe. Sumepe adalah
tempat buangan orang-orang zaman Kerajaan Blahbatuh.
Orang-orang buangan di sini beraneka ragam karena berbeda
soroh [klan]. Artnya banyak sesorohan [klan] yang terbuang di
sini. Maka karena banyak sesorohan yang dibuang di sini maka
disebut mengande-ande, maka dengan adanya pembuangan
itu disebut Bande. Lambat laun dinamai Banda. Banda itu bisa
diartkan dalam Bahasa Bali, yaitu bande. Kata banda memiliki
art orang yang terikat (terpenjara) oleh suatu kerajaan disebut
bande. Bande itu sama dengan tali. Babad ini ditulis pada
abad ke-11. Penguasa yang menciptakan pembuangan ini di
daerah Blahbatuh bernama Sri Karang Buncing. Blahbatuh
beberapa periode masa kekuasaan yang masing-masing
memilki pengikut yang seta, Daerah Raja Blahbatuh ada tga
periode penguasa. Yang pertama Sri Karang Buncing, yang
kedua Tjocorda Pembayun, yang ketga adalah Gust Ngurah
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
16
Jelantk, kekuasaan Blahbatuh itu sampai saat ini. Daerah ini
dimilik oleh Puri Blahbatuh meskipun tempat buangan yang
juga dimiliki Puri Blahbatuh yang merupakan suatu daerah
peninggalan yang dulu daerah kekuasaan Raja Blahbatuh.
Pemimpin pertama yang disuruh raja memimpin dusun ini itu
soroh namanya. Soroh [klan] yang pertama namanya Pasek
Kelagi dan yang kedua Soroh Manikan. Yang pertama kan tdak
ada ikatan, istlahnya liberalisme baru, yang kedua dan ketga
yang ada ikatan dengan raja. Makanya yang dinamai Bande itu
yang kedua. Orang-orang di buang di sini adalah orang-orang
yang dianggap melawan atau menghalangi kepemerintahan
Sang Raja, jadi orang-orang buangan ini adalah orang-orang
yang sangat vokal dan pintar sehingga perlu dijauhkan dari
Kerajaan Blahbatuh.
Dari penuturan informan tersebut, nama Banda diberikan pada
zaman Raja Sri Karang Buncing yang memerintah di Kerajaan Blahbatuh.
Dalam perkembangannya, dari zaman kerajaan terdahulu terdapat banyak
orang buangan yang merupakan lawan politk Raja Blahbatuh. orang
orang buangan ini terdiri atas soroh-soroh yang semakin bertambah
dan hidup berdampingan dalam berbagai kegiatan di Banjar Banda. Dari
sejarahsejarah tutur yang diceritakan beberapa informan tampak bahwa
soroh-soroh yang pertama kali datang di Banda mempunyai pengaruh
polits yang kuat dan mereka punya kaplingan tanah yang paling luas di
Dusun Banda. Pada waktu dulu, ketka kerajaan akan membangun desa
adat, biasanya yang pertama kali dibangun adalah pura. Tanah yang
dipilih untuk pura dianggap memiliki energi spiritual yang kuat daripada
di tempat lainnya sehingga tanah pura secara spiritual akan mengandung
energi yang berbeda dibandingkan tanahtanah lain di sekitarnya. Setelah
dibangun pura baru diikut pembangunan rumah warga yang mengikut
aturan asta kosala kosali
1
.
2.1.2 Perkembangan Banjar Banda
Dulu Banjar Banda adalah hutan. Terjadinya perebutan wilayah
Saba antara Kerajaan Blahbatuh dan Sukawat karena alasan berikut:
Blahbatuh menginginkan wilayah Saba karena terletak di sebelah tmur
1
Sebuah lontar suci yang digunakan untuk pedoman membangun rumah yang ideal menurut arsitek-
tur Bali.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

17
Sungai Petanu, sedangkan Sukawat menginginkan Saba karena dekat
dengan wilayahnya. Dalam ritual untuk pembuangan Banten dan sisa
bekas upacara memang sebaiknya dibuang ke sungai. Namun, karena
pada saat itu hutan dan akses jalan menuju Sungai Petanu sangat sulit,
maka tempat untuk pembuangan bekas upacara ada sebelah tmur Pura
Puseh yang menyalurkan air dari anak sungai, dengan flosof bahwa anak
sungai ini nantnya juga sampai di Ssungai Petanu dan akhirnya sampai ke
laut [Wawancara dengan I Wayan GY].
Dahulu banyak warga banjar mandi di Sungai Petanu dan juga di
pancuran di samping Pura Puseh. Namun, setelah PAM masuk sekitar
tahun 1992, warga lebih memilih menggunakan air PAM, meskipun masih
ada warga yang mandi di tempat pemandian umum tersebut dan di sungai
walau tdak sebanyak dulu.
Menurut penuturan salah seorang informan yang juga seorang to-
koh masyarakat, Pak Wayan, dahulu wanita Bali terbiasa mengangkut air
di kepalanya dari mata air ke rumah atau membawa banten dari rumah ke
pura, namun sekarang istrinya saja sudah tdak bisa. Adanya purapura dan
sanggah di dusun ini juga tdak bisa lepas dari masuknya para soroh [klan],
baik yang merupakan orang buangan pada zaman Kerajaan Blahbatuh mau-
pun pendatang yang masuk dusun tersebut. Soroh-soroh yang ada di dusun
ini adalah Soroh Pasek Kelagi, Soroh Pasek Bendeso, Soroh Pasek Kayu selem,
Soroh Pande Besi, Soroh Pande Bratan, Soroh Tubuane, Soroh Pasek Pulosa-
ri, Soroh Meranggi, Soroh Pasek Manikan, dan Soroh Pasek Dangke.
Para soroh
2
ini memelihara empat Pura Kahyangan yang menjadi
tanggung jawab bersama atau tanggung jawab Banjar Banda. Pura
tersebut, yaitu Pura Puseh, Pura Dalem, Pura Desa, dan Pura Tumpek.
Sementara purapura yang lain menjadi tanggung jawab soroh masing
masing, sepert Pura Budha cemeng, Pura Tegeuh, Pura Tanroh, Pura
Tambun, Pura Pasek, dan Pura Ulun carik Banda. Biasanya ada tga profesi
yang punya pura tersendiri, yaitu nelayan, pedagang, dan petani. Karena
Dusun Banda terletak di daerah pertanian, maka hanya ada satu pura
petani di dusun itu, namanya Pura Ulen Sui, sedangkan pura nelayan di
Desa Saba terletak di tepi Pantai Saba, namanya Pura Sekeluih Suunkidul.
Masuknya perusahaan kosmetk ke Bonbiu atau dusun tetangga pada
tahun 2002 juga berpengaruh terhadap pola tanam pertanian di dusun
ini. Jika dulu mayoritas masyarakat Banda menanam padi, maka setelah
2
Soroh: garis keturunan.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
18
ada pabrik kosmetk, sekitar tga tahun terakhir ini beberapa petani mulai
menanam tanaman aloeverra [lidah buaya] sebagai bahan kosmetk. Pada
awalnya perusahaan hanya mengontrak beberapa lahan, namun akhirnya
juga menerima atau membeli aloeverra yang ditanam oleh penduduk di
luar area kontrak dengan harga Rp1.500,00 per kilogram.
Di Banjar Banda ada vila yang menurut penduduk desa, pemilik
vila sering membantu kegiatan ritual pura di Banjar Banda. Pemilik vila
dan pabrik kosmetk adalah orang yang sama, yaitu orang Belanda, yang
menurut masyarakat di bajar itu, adalah orang terkaya keempat di Be-
landa, namun untuk pengelolaannya dipercayakan kepada salah seorang
penduduk Banda yang berprofesi sebagai polisi.
Masuknya perusahaan ini membawa perubahan dalam pola pe mu-
kiman dan pemilihan tanaman di lahan baik sawah maupun pekarangan.
Tidak hanya itu, ibuibu yang berprofesi sebagai pegawai, baik di perusa-
haan itu maupun di perusahaan di luar Banda, membawa perubahan pola
pengaturan dan perawatan anak sepert yang diceritakan salah seorang
informan penjual lawar sapi di dekat balai banjar. Ibu ini hanya berjualan
pada malam hari, padahal dulu ia juga berjualan buka pada siang hari. Hal
ini disebabkan karena anak perempuannya sudah mempunyai anak dan
dittpkan kepadanya (neneknya) karena ibu si anak tersebut bekerja dan
baru pulang ke rumah pukul 17.00. Maka, neneknya baru bisa menyelesai-
kan pekrjaannya setelah ibu si anak pulang.
2.2 Geograf dan Kependudukan
Secara geografs Banjar Banda masuk wilayah Desa Saba yang terletak
di sebelah selatan Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten
Gianyar. Kabupaten Gianyar adalah salah satu dari 8 kabupaten yang ada
di provinsi Bali, yang terletak di bagian tengah dan selatan Pulau Bali
sepert tampak dalam lingkaran merah pada peta 2.3 berikut.
Untuk mencapai Banjar Banda dapat ditempuh dari utara Jalan
Raya Blahbatuh, sedangkan dari tmur taut dapat ditempuh melalui
Ban jar Dinas Perangsada. Sementara, dari arah tmur dapat ditempuh
me lalui Desa Pering dengan jalan raya sepanjang 2,1 km. Perjalanan ke
Banjar Banda juga dapat ditempuh melalui Banjar Dinas Gelumpang,
Desa Sukawat yang berjarak 1,5 km. Sejak pembangunan jalan by pass
Kusamba [Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra] Banjar Banda dapat ditempuh
dalam waktu relatf singkat dari arah Bandara Ngurah Rai melewat jalan
by pass Ngurah Rai dan Jalan Prof. Ida Bagus Mantra. Pembangunan jalan

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

19
ini dapat menguntungkan perkembangan pariwisata dan perekonomian
Banjar Banda. Banjar Banda merupakan desa pantai yang mempunyai
luas wilayah 600,60 Ha yang membentang dari utara ke selatan dengan
ketnggian 0500 m di atas permukaan air laut. Dengan kondisi gograf
sepert ini, maka pengembangan wisata serta industri penunjang pariwisata
akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan desa.
Banjar Banda memiliki batasbatas wilayah sepert tampak dalam peta
Banjar Banda, yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Banjar Belang
singa, di sebelah tmur dengan Desa Pering, di sebelah selatan dengan
Banjar Saba, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Sukawat. Adapun
batas wilayah penelitan tampak pada gambar 2.4 berikut.
Ditnjau dari sisi klimatologis, Banjar Banda mempunyai iklim yang
tdak berbeda dengan wilayah lain di Bali, yakni beriklim tropis dengan
dua musim, yaitu musim penghujan dan kemarau. Musim penghujan
biasanya terjadi pada bulan oktoberApril, sedangkan musim kemarau
terjadi pada bulan Apriloktober. Namun, musim tersebut tdaklah mutlak
terjadi pada bulanbulan tersebut karena hal ini sangat dipengaruhi oleh
Gambar 2.3 Peta Bali, Kabupaten Gianyar merupkan lokasi penelitan.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
20
letak geografs maupun keadaan cuaca setempat sehingga sering terjadi
musim kemarau yang lebih panjang daripada musim penghujan. Keadaan
sepert ini sangat merugikan para petani mengingat di Banjar Banda sektor
pertanian menjadi sumber utama pendapatan keluarga selain budidaya
udang. Pertanian menjadi sektor utama karena tanah pertanian di Banjar
Banda seluas 65 hektar dan terdiri atas 210 anggota subak.
3
curah hujan tahunan di Banjar Banda tergantung pada musim dan
keadaan topografs Desa Saba yang membentang dari utara ke selatan.
curah hujan yang mengguyur Banjar Banda sangat membantu petani
menjaga kesuburan tanah pertanian.
Dilihat dari segi administratf dan kewilayahan, Banjar Banda terletak
membujur dari utara ke selatan dan terdiri atas satu Banjar Dinas Banda dan
satu Desa Pakraman Banda, meliput banjar penyarikan yang membawahi
3
Subak adalah sistem pengairan di Bali.
Gambar 2.4 Batas wilayah penelitan.

Gambar 2.2.2 batas wilayah penelitian.
Ditinjau dari Klimatologisnya Banjar Banda mempunyai
iklim yang tidak berbeda dengan wilayah lain di Bali, yakni beriklim
tropis dengan dua musim yaitu: musim penghujan dan kemarau.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

21
Tempekan I dan Tempekan II. Tempekan I adalah kelompok rumah yang
berada di sebelah utara Balai Banjar Banda, sedangkan Tempekan II adalah
kelompok rumah yang ada di sebelah selatan Balai Banjar.
Banjar Banda dahulu adalah hutan. Banjar Banda ini diapit oleh dua
sungai, yaitu Sungai Petanu dan Sungai Subak Saba. Namun, seiring de
ngan perkembangan penduduk, sekarang ini hutan sudah tdak ada lagi di
wilayah ini karena sudah menjadi pemukiman penduduk. Dulu penduduk
mengambil air di sumber air yang ada di sepanjang Sungai Petanu, sebagian
lagi mengambil air di pancuran di dekat Pura Puseh, sepert tampak pada
gambar 2. 5 dan 2.6 berikut.
Menurut cerita salah seorang ibu, ketka ia masih kecil dulu, air di
pancuran itu untuk minum dan masak, juga untuk mandi dan mencuci.
Tetapi, ketka PAM masuk, sekarang semua orang menggunakan PAM,
mungkin karena lebih prakts. Namun, orang harus membayar setap
bulan dan untuk membayarnya kadang tdak cukup sehingga orang harus
bekerja keras. Kadang, meskipun sudah bekerja keras, hasilnya belum
tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga kadang
untuk biaya renovasi rumah atau membangun rumah, orang harus pinjam
di bank dan mencicil sedikit demi sedikit.
Gambar 2.5 Pancuran air di Banjar Banda dan Gambar 2.6 Pancuran di Pura Musen
Dokumen Tim Penelit Gianyar, 2012.
Gambar di sebelah kiri adalah pancuran yang ada di bawah Pura
Puseh Banda, sedangkan gambar di sebelah kanan adalah pancuran air
di Pura Musen di tepi Sungai Petanu yang berada di wilayah Banjar Blang
singa. Banyak penduduk mengambil air dii Pura Musen meskipun harus

BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
22
naik turun tangga sebanyak kurang lebih 120an anak tangga. Mereka
tetap menempuh anak tangga tersebut sebab sudah sejak dulu mereka
mengambil air di pancuran tersebut. Ada tga buah pancuran di bawah
Pura Musen yang juga dibagi untuk tga peruntukan. Satu pancuran khu
sus untuk upacara di pura atau Dewa Yadnya. Pancuran ini tdak boleh
digu nakan sembarang orang, hanya mangku
4
yang boleh mengambil air
di pancuran ini. Sementara, dua pancuran lainnya untuk Manusia Yadnya
sehingga semua orang boleh mengambil airnya.
Di Banjar Banda pembuangan sampah rumah tangga masih dikelola
oleh masingmasing keluarga. Masingmasing rumah membuat lubang
galian di tanah untuk manaruh sampah, dan kalau sudah kering sampah
akan dibakar. Namun, untuk sampahsampah besar sepert sisa upacara,
dulu masyarakat Banda membuangnya ke jurang. Meski Pak Irawan sudah
membangun rumah di dekat jurang itu, kebiasaan masyarakat untuk mem-
buang sampah di sekitar rumah Pak Irawan masih saja terjadi. Perilaku pen-
duduk membuang sampah tampak dalam gambar 2.7 dan 2.8 berikut ini.
Gambar 2.7 Seorang penduduk Banjar Banda Gambar 2.8 Lubang galian sampah
sedang membuang sampah. di belakang rumah.
Pada gambar 2.7 tampak pada pagi hari seorang ibu membuang
sampah di tepi jalan menuju Pura Dalem. Beberapa penduduk juga masih
membuang sampah di parit/saluran air atau di tepi jalan yang jarang
dilewat banyak orang. Pada gambar 2.8 tampak lubang galian sampah
di belakang rumah untuk membuang sampah berpa daundaunan dan
pohon. Bagi masyarakat, sampah sepert daun dan pohon tdak menjadi
masalah. Mereka akan membiarkannya sampai kering, lalu akan mereka
4
orang suci dalam agama Hindu.


ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

23
bakar. Tetapi, berbeda dengan sampah plastk, sebab sampah jenis ini sulit
diurai oleh tanah dan mengurangi kesuburan tanah sehingga banyak orang
membuangnya ke sungai hingga menyebabkan parit penuh dengan sampah
sampah plastk sepert dalam gambar 2.9 dan gambar 2.10 ber ikut.
Gambar 2.9 Tempat pembuangan sampah 2.10 Parit penuh dengan sampah.
penduduk Banjar Banda.
Suatu hari kami mengobrol dengan salah seorang informan yang
sebelah rumahnya digunakan oleh beberapa penduduk untuk membuang
sampah. Dia bercerita bahwa pada tahun 2013 Desa Saba akan menge
luarkan uang Rp175 juta untuk membeli truk sampah. Hal ini sudah
direncanakan, tetapi masih perlu mematangkan manajemen pengelolaan-
nya. Perlu di rencanakan berapa biaya untuk sopir, perawatan mobil, dan
sebagainya. Warga di banajar ini hanya paham cara mengelola sampah.
Mereka hanya membakarnya, belum paham tentang pengomposan dan
daur ulang sampah plastk. Dulu sebelum gas elpiji masuk, para warga ter-
biasa menggunakan kayu bakar, jadi sisasisa upacara sepert daun kelapa
dan bunga akan dikeringkan, lalu dimanfaatkan sebagai bahan bakar un-
tuk memasak sehingga yang tersisa hanya abu untuk mencuci piring atau
pemupukan lahan. Namun, sekarang semua orang sudah menggunakan
gas sehingga mereka membuang sisa perlengkapan upacara mereka.
Pernah terjadi kasus tersumbatnya saluran irigasi di sebelah tmur
Balai Banjar, karena banyaknya sampah. orang membuang sampah keluar
dari rumahnya dan menganggap masalahnya sudah selesai, padahal
orangorang di hulu inilah yang menjadi penyebab penumpukan sampah
di hilir. Jalan keluar permasalahan ini adalah perlu adanya aturan adat yang
menguatkan mereka agar mau membuang sampah di halaman rumah
masingmasing, dan jika warga membuang sampah keluar dari halaman


BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
24
rumah akan dikenakan sanksi adat. Hal ini akan menguatkan penerapan
pengaturan sampah di Banjar Banda.
Air sungai di Banjar Banda dibagi menjadi tga kategori, yaitu air
sungai untuk mengairi sawah, air sungai yang disalurkan ke selokan ping-
gir jalan, dan air sungai besar sepert di Sungai Petanu. Air sungai untuk
meng airi sawah diatur oleh subak, sedangkan air yang mengalir lewat se
lokan di tepi jalan dimanfaatkan oleh beberapa penduduk untuk mencuci
pakaian dan mencuci sepeda motor. Air ini juga dipakai untuk mengairi
kolamkolam ikan yang ada di tempat pemancingan di Jalan Saba. Air Su
ngai Petanu digunakan warga untuk mandi dan melabuh kotoran sekala,
misalnya ketka warga mengadakan ritual potong rambut di Pura Musen,
rambut sebagai simbol kotoran akan dihanyutkan ke Sungai Petanu supaya
kotoran yang ada pada anak tersebut hanyut terbawa aliran air sungai.
Ada pantangan untuk mereka yang ingin mengambil atau menggu
nakan mata air, yaitu wanita yang sedang menstruasi tdak boleh meng
ambil air di Pura Musen, juga ke mata air yang lain. Wanita yang sedang
menstruasi dianggap kotor karena mengeluarkan sesuatu dari dalam
tubuhnya. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh manusia dianggap kotor.
orang juga tdak boleh kencing di tempat suci karena air kencing adalah
sesuatu yang dianggap kotor, jadi harus dibuang pada tempatnya.
Banjir yang terjadi akibat saluran air yang tersumbat sampah menye
babkan warga bersepakat untuk tdak membuang sampah sembarangan.
Hal ini sudah direalisasikan dalam rencana desa yang akan membeli dan
mengelola truk sampah agar kondisi sungai dan mata air tdak tercemar.
Gambaran kondisi parit yang ada di Banjar Beda yang kondisinya relatf
masih baik tampak pada gambar berikut.
Sistem pertanian di Banjar Banda ada tga jenis, yaitu sistem pertanian
sawah yang diatur oleh sistem subak dan ada pengurusnya, sistem
pertanian ladang yang ditanamai tanaman lidah buaya, kacang tanah, dan
singkong. Sistem pertanian di halaman rumah sendiri, biasanya ditanami
sayuran dan buah-buhan untuk dikonsumsi sendiri.
Sistem pembagian air untuk mengairi sawah penduduk diatur oleh
subak dengan membuat saluran besar maupun kecil. Saluran air besar
adalah milik bersama, sedangkan aliran kecil untuk sawah milik pribadi.
Lahan pertanian yang tdak mendapatkan air (ladang) biasanya diman-
faatkan warga untuk menanam tanaman tertentu. Ladang di Banjar Banda
umumnya ditanami lidah buaya untuk memenuhi kebutuhan per usahaan
yang memproduksi lidah buaya menjadi bahan kosmetk dan pupuk. Se-

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

25
lain lidah buata, ladang penduduk juga ditanami pisang dan singkong se
pert tampak dalam gambar berikut.
Menurut keterangan Klian Subak, lahan di Banjar Banda yang dapat
digunakan untuk persawahan masih luas, namun warga hanya meman
faatkannya pada saat musim tanam padi, yaitu pada musim penghujan.
Pada musim kemarau biasanya disewakan kepada orang luar. Ada yang
disewa untuk ditanami melon dan ada yang disewa untuk kandang ayam.
Pembagian musim tanam oleh petani juga dibagi dua, yaitu tanaman
musim basah (padi) dan tanaman musim kering (palawija).
Gambar 2.11 Parit di Banjar Banda. Gambar 2.12 sawah di Banjar Banda.
Gambar 2.13 Ladang penduduk Banjar Banda. 2.14 Lidah buaya, komoditas yang
dibudidayakan penduduk Banjar Banda.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
26
2.2.1 Kependudukan
Dalam buku Gianyar dalam Angka 2010 disebutkan bahwa jumlah
penduduk Kabupaten Gianyar pada tahun 2010 adalah laki-laki berjumlah
237.493 jiwa dan perempuan berjumlah 232.284 jiwa sehingga jumlah
seluruh penduduk Gianyar adalah 469.777 jiwa. Untuk Kecamatan
Blahbatuh, pada tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki 33.245 jiwa dan
perempuan 32.630 jiwa. Jumlah seluruh penduduk Kecamatan Blahbatuh
65.875 jiwa.
Perkawinan di Banda merupakan peristwa pentng yang sarat akan
makna dan adat istadat. Para orang tua mempunyai nilai ideal yang me
reka harapkan dari anaknya. Sepert mislanya keluarga pendeta meng-
inginkan calon menantunya juga berasal dari keluarga Brahmana. Begitu
juga anggota soroh atau klan Pande, mereka menginginkan anaknya me-
nikah dengan keluarga satu soroh. Pernikahan satu soroh dianggap ideal
di daerah ini.
Menurut keterangan Pak GY, dalam ritual perkawinan, perlengkapan
banten pokok yang digunakan di desadesa di Bali umumnya sama.
Yang membedakan hanya tambahan nilai seni yang ada pada masing
masing desa, tetapi banten pokoknya sama. Namun, dalam kenyataan di
masyarakat saat ini, nilai perkawinan yang ideal tdak selamanya sepert
itu. Menurut cerita anakanak muda yang masih duduk di bangku SMA,
mereka kadang sudah tdak melihat soroh lagi. Asalkan mereka cinta,
mereka mau menikah dengan lakilaki yang dipilihnya meskipun berbeda
soroh. Sepert contoh, beberapa warga menikah dengan orang Jawa,
bahkan bergant agama menjadi Islam. Ketka mereka kumpul untuk
meng ikut acara keluarga besar, hal itu tdak menjadi masalah. Dalam acar
tersebut, mereka yang Muslim tdak makan babi.
2.2.2 Interaksi dan Kontrol Sosial dalam Masyarakat Banda
Meskipun rumah orang Bali selalu dikelilingi tembok yang tnggi,
namun ada istlah menarik yang diucapkan Pak Gust ketka kami
sedang membicarakan bangunan di rumah Pak GY, orang Bali itu mes
kipun temboknya tnggi, tetapi tetangga tahu apa yang ada di dapur
tetangganya. Ada banyak tempat untuk berinteraksi. Ruang publik yang
ada sepert balai banjar dan plangkan di warungwarung memungkinkan
warga berinteraksi dan berdemokrasi. Pertemuan mereka dalam acara
acara atau upacara sepert otonan, odalan, dan upacara lainnya menjadi
ajang untuk bertemu dan saling bertukar informasi.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

27
Karena sudah diatur oleh banjar, maka pengurus banjar membuat
aturan yang disepakat bersama oleh para anggota banjar, yaitu awig-
awig desa adat. Awig-awig wajib diturut oleh anggota banjar dan jika
ada yang melanggar akan dikenakan sanksi oleh masyarakat. Mereka yang
mengawal awig-awig ini adalah Pak Kelian dan Pecalang.
2.2.3. Pola Tempat Tinggal
Ditnjau dari aspek arsitektur tradisional Bali, pola tempat tnggal
penduduk Bali umumnya terbagi menjadi dua berdasarkan karakteristk
topograf wilayah, yakni dataran tnggi (daerah pegunungan) dan dataran
rendah. Arsitektur tradisional Bali untuk daerah dataran tnggi pada
umumnya berupa bangunan kecilkecil dan tertutup untuk menyesuaikan
dengan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Dinding relatf
pendek untuk mengurangi sirkulasi udara yang terlalu dingin. Satu ba
ngunan bisa digunakan untuk berbagai aktvitas, baik aktvitas sehari
hari sepert tdur dan memasak, maupun untuk upacara pada harihari
tertentu. Luas dan bentuk pekarangan relatf sempit dan tdak beraturan
yang disesuaikan dengan topograf tempat tnggalnya.
Untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatf luas dan datar
sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatf.
Umumnya berdinding terbuka dan masingmasing mempunyai fungsi
tersendiri. Sepert bale daja untuk ruang tdur dan menerima tamu pentng,
bale dauh untuk ruang tdur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale
dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi,
dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan Brahmana,
pe karangannya dibagi menjadi tga bagian, yaitu jaba sisi (pekarangan
depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk
tempat tnggal). Bahan bangungan juga mencerminkan status sosial
pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan (speci yang terbuat
dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja
dan Brahmana menggunakan tumpukan bata.
Untuk tempat suci/tempat pemujaan, baik milik satu keluarga
mau pun milik suatu kumpulan kekerabatan, mereka menggunakan ba
han sesuai kemampuan ekonomi masingmasing. Untuk bahan atap,
me reka yang mampu akan menggunakan ijuk, sedangkan bagi mereka
yang ekonominya kurang mampu akan menggunakan alangalang atau
genteng. Pola pemukiman dan bangunan kuil tersebut tampak dalam
gambar berikut.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
28
Gambar 2.15 Pola bangunan rumah tradisional Bali. Gambar 2.16 Kuil keluarga (merajan
5
)
Dalam proses pembangunan rumah, masyarakat Bali mengawalinya
dengan pengukuran luas areal bangunan yang disebut dengan nyikut
karang. Dilanjutkan dengan caru pengeruak karang, yaitu ritual persem-
bahan kurban dan mohon izin untuk membangun. Setelah izin didapat
barulah dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin. Ini
bertujuan untuk mohon kekuatan kepada ibu pertwi agar kelak bangunan
menjadi kuat dan kokoh. Untuk pekerjanya, termasuk ahli bangunannya,
dilakukan upacara prayascita, yaitu upacara untuk memohon bimbingan
dan keselamatan dalam bekerja. Jika semua ritual sudah dilaksanakan,
barulah pembangunan dimulai. Setelah bangunan berdiri, sebelum digu
nakan, dilakukan upacara syukuran yang disebut melaspas dan pe ngurip.
Ini bertujuan membersihkan bangunan dari energienergi negatf dan
menghidupkan aura bangunan tersebut.
Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pemba
ngunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual tersebut pada intnya
bertujuan memberi kharisma pada bangunan yang akan dibangun dan
untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Penciptanya,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Dalam
perkembangannya, arsitektur tradisional Bali mengalami perubahan dan
pergeseran fungsi yang berpengaruh pada bentuk, struktur, konstruksi,
bahan, dan cerminan sosial pemiliknya. Sebagai contoh, wantlan, yang
dulunya dipakai untuk balai pertemuan dan kegiatan adat, kini mengalami
perkembangan fungsi, yaitu sebagai tempat pendidikan Taman Kanak
kanak, tempat usaha, arena olahraga, dan lainlain. Kemajuan pariwisata
5
Tempat suci keluarga.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

29
juga berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Bali sehingga
sekarang sulit dibedakan mana puri dan rumah masyarakat biasa karena
masyarakat biasa yang ekonominya mapan akan membangun tempat
tnggal layaknya sebuah puri. Begitu juga puri yang dulunya merupakan
tempat tnggal raja dan keluarganya, yang penjagaannya sangat ketat dan
penuh aturan, sekarang ada yang difungsikan sebagai tempat kunjungan
wisatawan. Bahkan, kini Justru keluarga puri keluar untuk mencari tempat
tnggal yang baru.
Pesatnya perkembangan teknologi tdak bisa dimungkiri juga berpe
ngaruh pada arsitektur tradisional Bali. Arsitektur tradisional yang didasari
tradisi juga akan selalu mengalami perkembangan dan selalu mengikut
perkembangan zaman. (Shintaningrum KP, ST.) [Sumber: htp://aryaoka.
wordpress.com/arsitektur/]
Kontur tanah Desa Saba menurun mendekat Pantai Saba, maka
Banjar Banda di Desa Saba memiliki kontur pantai atau dataran rendah.
Pura Puseh berada di dataran tnggi, sejajar dengan Pura Desa dan Pura
Dalem yang terletak di dataran yang lebih rendah. Satu desa pakraman
harus memiliki kahyangan tga ini. Untuk pola pemukiman, para warga
mengikut asta kosala kosali.
Sepert dituturkan salah satu informan, rumah orang Bali selalu
dikelilingi tembok yang terbuat dari batu bata atau batako. Dapur dan
bagian rumah lain harus dipisah. Di Bali tanah yang dipakai untuk rumah
sudah ada ukuran-ukuran tertentu, meskipun tertutup rapat, tembok
itu tdak berhubungan. Dapur dan kamar tdur harus terpisah. Karena di
Bali ada pajak atas bangunan, maka semua dihitung dan diatur. Merajan
tdak dikenai pajak, tetapi kamar tdur dikenai pajak. Untuk sanggah tugu
yang dibuat, harus/wajib ada sebanyak tga buah, yang lainnya tambahan
sesuai keyakinan orang. Sebenarnya dulu hanya ada satu, tetapi karena
ada banyak sekte Hindu di Bali, maka dibangunlah pura samuan tga untuk
menyatukan sektesekte tersebut. Itu terjadi sebelum zaman Majapahit.
Kala itu umat Hindu hanya membangun padmasana dan kemudian kemu-
lan (tempat pemujaan) yang merupakan penyatuan Budha dan Hindu oleh
raja yang bernama Raja Jayanihong sesuai lontar Ajijayasunu. Upacaranya
bermana Lihong yang sekarang menjadi Legong di Bali.
2.3 Sistem Religi
Sistem kepercayaan atau religi yang dianut oleh masyarakat Banjar
Banda sebagian besar berdasarkan ajaran agama Hindu, sepert halnya
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
30
kepercayaan yang dianut oleh orang Bali pada umumnya. oleh sebab itu,
dasar sistem kepercayaan yang melandasi kehidupan masyarakat Banjar
Banda bersumber pada ajaran agama Hindu. Dasar pokok kepercayaan ini
lebih dikenal dengan ajaran Panca Sradha/lima keyakinan dalam agama
Hindu, yaitu (1) percaya dengan adanya Tuhan Yang Mahaesa (Ida Sang
Hyang Widhi Wasa) sebagai pencipta kehidupan di dunia ini, (2) percaya
dengan adanya atma/rohroh yang menjiwai atau memberikan kehidupan
bagi makhluk hidup di dunia ini, (3) percaya dengan adanya hukum karma
phala, yaitu setap perbuatan yang dilakukan oleh makhluk hidup akan
mendapatkan hasil yang setmpal sesuai dengan perbuatannya, (4) percaya
dengan adanya reinkarnasi, yaitu setap makhluk hidup yang meninggal
akan terlahir kembali untuk menebus dosadosa semasa hidupnya, dan (5)
percaya dengan adanya moksha, yaitu kebebasan yang abadi (terbebas dari
kelahiran berulangulang). Ajaran Hindu yang berkembang di Bali maupun
di Banjar Banda adalah ajaran Ciwa-Sidhanta, yaitu ajaran yang menekan
kan pada pemujaan lingga
6
dengan tokohnya Tri Murt, yaitu Dewa Brahma
sebagai dewa pencipta alam beserta isinya, Dewa Wisnu sebagai dewa pe-
melihara alam beserta isinya, dan Dewa Siwa sebagai dewa pelebur.
Selanjutnya, ada konsepsi Tri Purusa, yaitu Parama Siwa, Sada Siwa,
dan Siwa. Konsepsi Tri Purusa ini merupakan manifestasi Tuhan Yang
Maha Esa sebagai penguasa alam atas, alam tengah, dan alam bawah. Hal
tersebut dilukiskan sebagai Parama-Siwa (penguasa alam atas atau alam
para dewa), Sada-Siwa (penguasa alam tengah atau alam tempat tnggal
manusia) ,dan Siwa (penguasa alam bawah atau alam bagi makhluk
makhluk alus yang tdak terlihat). Kemudian, Tuhan sebagai penguasa
arah laut (kelod/selatan), tengah (madya), dan arah gunung (kaja/utara)
disebut Tri Murt, yaitu Brahma (arah laut/kelod/selatan), Siwa (tengah/
madya), dan Wisnu (arah gunung/kaja/utara). Ajaran SiwaSidhanta di Bali
yang ada sampai saat ini dibawa dan dikembangkan oleh Mpu Kuturan
dan Dang Hyang Nirarta. Mpu Kuturan membawa dan mengembangkan
konsepsi pemujaan pada Tri Murt dengan mendirikan pura Kahyangan
Tiga (Pura Teritorial), yaitu Pura Puseh (pemujaan kepada Dewa Wisnu),
Bale-Agung/Pura Desa (pemujaan kepada Dewa Brahma), dan Pura
Dalem (pemujaan kepada Dewa Siwa). Sementara Dang Hyang Nirarta
me ngembangkan konsepsi Tri-Purusa, bangunan Padmasana, ajaran
Panca-Yadnya, dan sebagainya.
6
Simbol kemakmuran.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

31
Secara kultural kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, dan Banjar
Banda pada khususnya, bersifat religius dengan seringnya melakukan
yadnya, yaitu korban suci yang bersifat tulus iklas. Yadnya Dalam ajaran
Agama Hindu ada lima jenis korban yang harus dilaksanakan oleh manusia,
yang disebut dengan Panca Yadnya, yaitu (1) Dewa Yadnya, (2) Rsi Yadnya,
(3) Manusia Yadnya, (4) Pitra Yadnya, dan (5) Bhuta Yadnya.
Panca Yadnya yaitu korban suci yang dipersembahkan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) berupa hasil alam. Umat memujaan
para dewa karena para dewalah yang menciptakan, mempengaruhi,
dan mengatur gerak kehidupan di dunia ini. Sementara Rsi Yadnya, yaitu
korban suci yang dipersembahkan ke hadapan para rsi/orang suci yang
telah memberi tuntunan hidup berupa pengetahuan untuk menuju
kebahagiaan lahir batn di dunia dan akhirat.
Manusia Yadnya yaitu korban suci yang dipersembahkan ke hadapan
manusia, dari sejak dalam kandungan sampai akhir hidupnya. Dalam fase
fase perkembangan kehidupan manusia ada berbagai upacara penyucian
diri yang harus dilaksanakan agar manusia selamat dari bahaya yang
mengancam kehidupannya. Tingkatan upacara ini secara keseluruhan
dapat dibedakan menjadi beberapa prosesi, yaitu bayi dalam kandungan
(upacara pagedong-gedongan atau 7 bulan kandungan), dilanjutkan de
ngan masa bayi meliput upacara penanaman ariari, upacara kepus-pung-
sed (tali plasenta bayi putus), upacara bajangin/ngelepas hawon (bayi
berusia 12 hari), upacara tutug kambuhan (bayi berusia 42 hari), upacara
nelu-bulanin/nyambutn (bayi berusia 105 hari), dan upacara otonan (bayi
berusia 210 hari). Setelah dewasa akan dilaksanakan upacara raja sewala
(menek kelih/meningkat dewasa), upacara mepandes (potong gigi), dan
upacara mesakapan (pernikahan).
Pitra Yadnya yaitu korban suci yang ditujukan kepada roh leluhur yang
telah meninggal. Upacara penyucian atau meralina serta penghormatan
kepada leluhur yang telah meninggal dilakukan dengan prosesi upacara
ngaben, ngeroras, dan meligia untuk menyatukan atma dengan parama-
atma (sumber kehidupan dalam Agama Hindu).
Bhuta Yadnya yaitu korban suci yang dipersembahkan kepada para
bhuta-kala (waktu atau energi) yang sering mengganggu kehidupan ma
nusia. Oleh karena bhuta-kala meliput unsur alam semesta dengan ke
kuatan yang dimilikinya, maka tujuan upacara ini untuk menjalin hubungan
yang harmonis dengan bhuta-kala
7
dan memanfaatkan daya gunanya.
7
Ruang dan waktu.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
32
Sistem religi yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak
dalam masyarakat Banda dipaparkan oleh Pak GY sebagai berikut.
Dalam kehidupan, manusia memiliki fase-fase atau mengalami
proses kehidupan yang selalu akan mempengaruhi perjalanan
hidup manusia. Manusia akan memperingat hal tersebut
dengan menjalin hubungan yang baik dengan alam serta Sang
Pencipta dengan menghaturkan banten
8
. Dalam maknanya
adalah sebagai pemberi tahu atau kesadaran atas diri manusia
mengalami fase atau tngkatan perjalanan kehidupan.
Berdasarkan informasi dari Pak GY, masyarakat Banda memiliki ke
sadaran akan alam serta fasefase dalam kehidupan yang diwujudkan
dengan upacara. Upacara ini disebut dengan upacara manusia yadnya
(upacara yang diperuntukkan kepada manusia) yang merupakan fasefase
kehidupan manusia dari dalam kandungan hingga mat. Beberapa upacara
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Magedong-gedongan (garbhadhana samskara)
Upacara ini dilakukan ketka kandungan berusia 7 bulan. Upacara ini
bertujuan untuk memohon keselamatan agar pada waktu persalinan, bayi
dan ibu sehat tanpa kekurangan apa pun. Dengan mengadakan upacara
ini diharapkan bayi terlahir menjadi anak yang sehat dan cerdas, berbakt
kepada orang tua, dan berguna bagi banyak orang.
a. Sarana/upakara
1) Pamarisuda, terdiri atas tataban dan prasyascita.
2) Tataban, terdiri atas sesayut, pengambean, peras penyeneng,
dan sesayut pamahayu tuwuh.
3) Di depan sanggah
9
: benang hitam satu gulung (kedua ujung
dikaitkan pada dua dahan dadap), bambu, daun talas, ikan air
tawar, ceraken (tempat rempahrempah).
b. Waktu pelaksanaan
Upacara garbhadhana dilaksanakan pada saat kandungan berusia
kurang lebih 210 hari (7 bulan) dengan memilih hari yang dianggap baik.
8
Sesajen yang dilengkapai dengan hasil bumi.
9
Tempat suci yang bersifat tdak permanen.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

33
Ini dikarenakan, menurut kepercayaan masyarakat Hindu, segala kegiatan
yang dilaksanakan, baik upacara untuk manusia maupun upacara lainnya
harus menggunakan hari baik. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil
yang terbaik dan sesuai dengan harapan.
c. Tempat upacara
Upacara garbhadhana dilaksanakan di dalam rumah, pekarangan,
halaman rumah, di tempat permandian darurat yang khusus dibuat untuk
itu, dan dilanjutkan di depan sanggah pemujaan (sanggah kemulan).
d. Pelaksana upacara
Upacara ini dipimpin oleh pinandita/pemangku (pendeta dalam
agama Hindu) atau salah seorang yang tertua dalam keluarga tersebut
(pinisepuh).
e. Tata cara upacara
1) Ibu yang sedang hamil terlebih dahulu dimandikan (siraman),
di-parisuda, lalu dilanjutkan dengan mataban dan prayascita.
2) Ibu menjunjung tempat rempahrempah, sedangkan tangan
kanan menjinjing daun talas berisi air dan ikan yang masih
hidup.
3) Tangan kiri suami memegang benang, sementara tangan ka
nannya memegang bambu runcing.
4) Suami sambil menggeser benang langsung menusuk daun talas
yang dijinjing istri sampai air dan ikannya tumpah.
5) Selanjutnya, mereka melakukan persembahyangan untuk
memohon keselamatan.
6) Ditutup dengan nglukat dan terakhir natab.
2. Upacara kelahiran (jatakarma samskara)
Upacara ini ditujukan bagi bayi yang baru lahir. Upacara ini me
ngandung makna sebagai ucapan angayubagia/rasa syukur atas kehadiran
bayi di dunia.
a. Sarana/upakara
1) Dapetan, terdiri atas nasi berbentuk tumpeng dengan lauk
pauk nya (rerasmen) dan buahbuahan.
2) Canangsari/canang genten, sampiyan jet, dan penyeneng.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
34
3) Untuk menanam ariari (mendem ari-ari) diperlukan sebuah
kendil (periuk kecil) dengan tutupnya atau sebutr buah kelapa
yang airnya telah dibuang.
b. Waktu pelaksanaan
Upacara jatakarma dilaksanakan bagi bayi yang baru lahir dan telah
mendapat perawatan pertama.
c. Tempat upacara
Upacara jatakarma dilaksanakan di dalam dan di depan pintu
rumah.
d. Pelaksana upacara
Upacara ini dilaksanakan atau dipimpin oleh salah seorang keluarga
yang tertua, demikian juga untuk menanam (mendem) ari-arinya.
e. Tata cara upacara
1) Bayi yang baru lahir diupacarai dengan banten dapetan, canang
sari, canang genten, sampiyan, dan penyeneng. tujuannya agar
atma/roh yang menjelma pada si bayi mendapatkan kese
lamatan.
2) Setelah ariari dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam kendil
ke mudian ditutup. Apabila mempergunakan kelapa, terlebih
dahulu kelapa dibelah menjadi dua bagian, selanjutnya ditutup
kembali. Perlu diingat, sebelum kendil atau kelapa ditutup, pada
dasar atau bagian dalam kendil/kelapa diberi tulisan dengan
aksara suci Om Kara (Om) dan aksara Ah kara (Ah).
3) Kendil atau kelapa tersebut kemudian dibungkus kain puth dan
yang di dalamnya diisi bunga.
4) Proses selanjutnya, kendil atau kelapa ditanam di halaman
rumah, tepatnya di bagian kanan pintu rumah untuk lakilaki,
dan bagian kiri untuk wanita (di lihat dari dalam rumah).
3. Upacara kepus puser
Upacara kepus puser atau pupus puser adalah upacara yang dilakukan
pada saat pusar bayi lepas (kepus). Ini merupakan simbol lepasnya keter
ikatan bayi dengan kandungan si ibu.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

35
a. Sarana/upakara
1) Banten penelahan beras kuning, daun dadap.
2) Banten kumara: hidangan berupa ajuman puth kuning,
beberapa jenis kue, buahbuahan (pisang emas), canang,
lengawangi, buratwangi, canangsari. banten labaan: hidangan/
nasi dengan lauk pauknya. segehan catur warna: empat buah
dengan warna merah, puth, kuning, dan hitam masingmasing
berisi bawang, jahe, dan garam.
b. Waktu pelaksanaan
Upacara kepus puser dilaksanakan pada saat pusar bayi sudah pupus/
lepas, umumnya pada saat bayi berumur tga hari.
c. Tempat upacara
Upacara ini dilaksanakan di dalam rumah terutama di sekitar tempat
tdur si bayi.
d. Pelaksana upacara
Untuk melaksanakan upacara ini cukup dipimpin oleh keluarga yang
tertua (sesepuh).
e. Tata cara upacara
1) Pusar bayi yang telah lepas dibungkus dengan kain puth, lalu
dimasukkan ke dalam ketupat kukur (ketupat yang berbentuk
burung tekukur) disertai rempahrempah sepert cengkeh, pala,
lada, dan lainlain, lalu digatung pada kaki tempat tdur si bayi.
2) Dibuatkan kumara tempat menaruh sesajian.
3) Di tempat ariari ditanam, dibuat sanggah cucuk yang diisi
banten kumara, lalu di bawahnya ditaruh sajen segehan berupa
nasi empat warna.
4. Upacara 12 hari (namadheya samskara)
Setelah bayi berumur 12 hari dilaksanakan upacara yang disebut
upacara ngelepas hawon. Anak biasanya baru diberi nama (namadheya),
demikian pula Sang Catur Sanak atau saudara empat kita setelah di-
lukat akan bergant nama, di antaranya Banaspat Rraja, Sang Anggapat,
Banaspat, dan Prajapat.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
36
a. Sarana/upakara
1) Upakara yang kecil terdiri atas peras, penyeneng, jerimpen
tunggal, dan kelengkapan lain semampunya.
2) Upacara yang sedang (madya) terdiri atas peras, penyeneng,
jerimpen tunggal ditambah dengan penembusan.
3) Upacara yang besar (utama) terdiri atas sarana upacara madya
dengan menggunakan jerimpen tegeh dan diikut ilan-ilan joged
atau wayang lemah.
b. Waktu pelaksanaan
Upacara ini dilaksanakan pada saat si bayi sudah berumur genap 12
hari.
c. Tempat upacara
Upacara ini dilaksanakan di dalam rumah dan pekarangan, yaitu di
sumur (permandian), di dapur, dan di sanggah kemulan (bila ada).
d. Pelaksana upacara
Upacara ini dipimpin oleh keluarganya yang paling dituakan dan
mampu mengemban tugas itu.
e. Tata cara upacara
Upacara ini ditujukan kepada si ibu dan si anak. Upacaranya dila-
ku kan di dapur, di permandian, dan di sanggah kemulan (berfungsi
memohon pengelukatan ke hadapan Bhatara Brahma, Wisnu, dan Siwa).
Jenis upakara yang ditujukan kepada si ibu adalah banten byakaonan
dan prayascita disertai dengan trta pembersihan dan pengelukatan.
Sementara jenis banten int untuk si bayi adalah banten pasuwungan yang
terdiri atas pras, ajuman, daksina, suci, sorohan alit pengelukatan, dan
lain-lain. Banten pengelukatan di dapur, permandian, dan kemulan pada
pokoknya sama, hanya saja warna tumpengnya berbeda, yaitu merah
untuk di dapur, hitam untuk di permandian, dan puth untuk di kemulan.
5. Upacara tutug kambuhan (42 hari)
Upacara ini dilakukan ketka bayi berumur 42 hari, bertujuan untuk
pembersihan lahir batn bayi dan ibunya, dan untuk membebaskan si bayi
dari pengaruhpengaruh negatf (mala). Dari hasil wawancara dengan Pak
GY, dijelaskan bawa:

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

37
Upacara tungtung kambuhan adalah upacara pembersihan
sang ibu yang dalam proses kehudidupannya sebagai seorang
ibu sudah selelsai atau sudah bersih yang dalam dunia
kesehatan sudah sehat kembali setelah melahirkan.
Dari uraian di atas dapat dianalisis bahwa seorang ibu selesai se
lesainya masa nifas akan diperingat dengan upacara tutug kambuhan
yang berfungsi sebagai pembersihan dari segala kotoran.
b. Waktu pelaksanaan
Upacara tutug kambuhan dilaksanakan pada saat bayi berusia 42
hari.
c. Tempat upacara
Keseluruhan rangkaian upacara tutug kambuhan dilaksanakan di da-
lam lingkungan rumah (di dapur, di halaman rumah, dan di sanggah ke-
mulan).
d. Pelaksana upacara
Upacara ini dipimpin oleh seorang pandita atau pinandita.
e. Tata cara upacara
1) Dalam upacara kecil
a) Kedua orang tua si bayi matataban dan maprayascita.
b) Si bayi beserta kedua orang tua diantar ke sanggah kemulan
untuk natap.
2) Dalam upacara yang lebih besar
a) Si bayi dilukat di dapur, di permandian, dan terakhir di
sanggah kemulan.
b) Kedua orang tua si bayi matataban dan maprayascita.
f. Si bayi beserta kedua orang tuanya natab di sanggah kemulan.
6. Upacara bayi umur 3 bulan (niskramana samskara)
Upacara ini dilakukan pada saat bayi berumur 105 hari.
a. Sarana/upakara.
1) Upakara kecil: panglepasaon, penyambutan, jejanganan, ban-
ten kumara, dan taledan.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
38
2) Upakara besar: panglepasaon, penyambutan, jejanganan, ban-
ten kumara, tataban, pula gembal, banten panglukatan, banten
turun tanah/tedak sithi.
b. Waktu pelaksanaan
Upacara ini dilakukan pada saat bayi berusia 105 hari. Bila tdak
memungkinkan hendaknya disesuaikan dengan kondisi yang ada.
c. Tempat upacara
Seluruh rangkaian upacara bayi tga bulanan ini dilaksanakan di ling
kungan rumah.
d. Pelaksana upacara
Upacara ini dipimpin oleh pandita atau pinandita.
e. Tata cara upacara
1) Pandita/pinandita memohon trtha panglukatan.
2) Pandita/Pinandita melakukan pemujaan, menghaturkan upa
kara dan memerciki trtha pada sajen dan pada si bayi.
3) Bila si bayi akan memakai perhiasanperhiasan sepert gelang,
kalung (badong) dan lainlain, terlebih dahulu benda tersebut
di-parisudha dengan diperciki trtha.
4) Doa dan persembahyangan untuk si bayi dilakukan oleh ibu dan
bapaknya, diantar puja/mantra pandita/pinandita.
5) Si bayi diberikan trtha puja mantra pangening (trtha amertha),
kemudian ngayab jejanganan.
6) Terakhir si bayi diberi natab sajen ayaban, yang bermakna
memohon keselamatan.
7. Upacara satu oton (wetonan)
Upacara ini dilakukan setelah bayi berumur 210 hari. Upacara ini ber-
tujuan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan
yang terdahulu, sehingga dalam kehidupan sekarang mencapai kehidupan
yang lebih sempurna.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

39
a. Sarana/upakara
1) Upakara kecil: prayascita, parurubayan, jejanganan, tataban,
peras, banten pesaksi bale agung (ajuman) sajen turun tanah
dan sajen kumara.
2) Upakara yang lebih besar: prayascita, parurubayan, jejanganan,
tataban, peras, banten pesaksi bale agung (ajuman) sajen turun
tanah, sajen kumara, pula gembal bebangkit.
b. Waktu pelaksanaan
Upacara wetonan dilaksanakan pada saat bayi berusia 210 hari. Pada
saat itu kita akan bertemu dengan hari yang sama sepert saat lahirnya si
bayi (hari dan pasaran sama). Selanjutnya boleh dilaksanakan setap 210
hari.
c. Tempat upacara
Seluruh rangkaian upacara ini dilaksanakan di rumah.
d. Pelaksana upacara
Upacara dipimpin oleh pandita/pinandita atau oleh keluarga tertua.
e. Tata cara upacara
1) Pandita/pinandita sebagai pemimpin upacara melakukan pe
mu jaan untuk memohon persaksian terhadap Sang Hyang
Widhi Wasa dengan segala manifestasinya.
2) Pemujaan terhadap Siwa Raditya (Surya stawa).
3) Penghormatan terhadap leluhur.
4) Pemujaan saat pengguntngan rambut (potong rambut).
5) Pemujaan saat pawetonan dan persembahyangan.
8. Upacara tumbuh gigi (ngempugin).
Upacara ini dilakukan pada saat anak tumbuh gigi yang pertama.
Upacara ini bertujuan untuk memohon agar gigi si anak tumbuh dengan
baik.
a. Sarana/upacara
(1) Upacara kecil: petnjo kukus dengan telur.
(2) Upacara besar: petnjo kukus dengan ayam atau itk, dilengkapi
dengan tataban.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
40
b. Waktu pelaksanaan
Upacara ini dilaksanakan pada saat bayi tumbuh gigi yang pertama
dan sedapat mungkin tepat pada waktu matahari terbit.
c. Tempat upacara
Keseluruhan rangkaian upacara ini dilaksanakan di rumah.
d. Pelaksanaan upacara
Upacara ini dipimpin oleh seorang pandita/pinandita atau salah
seorang anggota keluarga tertua.
e. Tata cara upacara
1) Pemujaan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa dengan mem
persembahkan segala sesajen yang tersedia.
2) Si bayi natab mohon keselamatan.
3) Selesai upacara, si bayi diberi sesajen untuk dinikmat dan selan
jutnya gusinya di gosokgosok dengan daging dari sesajen.
9. Upacara tanggal gigi pertama (makupak)
Upacara ini bertujuan mempersiapkan si anak untuk mempelajari
ilmu pengetahuan.
a. Sarana/upakara
(1) Banten tataban dan sesayut tatebasan.
(2) Canang Sari
b. Waktu pelaksanaan
Upacara tanggal gigi pertama dilaksanakan pada saat si anak untuk
pertama kalinya mengalami tanggal gigi. Upacara ini dapat pula disatukan
dengan wetonan berikutnya.
c. Tempat upacara
Keseluruhan rangkaian upacara ini dilaksanakan di rumah.
d. Pelaksana upacara
Upacara dipimpin oleh keluarga tertentu.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

41
e. Tata cara upacara
(1) Pemuja mempersembahan sesajen ke hadapan Sang Hyang
Widhi Wasa.
(2) Si anak dipersembahyangkan.
(3) Setelah selesai sembahyang, dilanjutkan dengan natab sesayut/
tetebasan.
(4) Dipercikan trtha.
Dari rangkaian upacara yang dipaparkan di atas tampak bahwa tradisi
yang amat kuat masih dilaksanakan oleh masyarakat Banda, dan sistem
kepercayaan masyarakat di Banda sangat kompleks sepert dipaparkan
oleh Wayan BK berikut ini.
Di masyarakat Banda juga dikenal Lingih Ratu Bajang (tugu)
di mana diperuntukan untuk memohon bayi biar dijaga dan
diempu (diasuh) yang bertempat di sebelah tempat permandian
umum Banjar Banda.
Setelah pemaparan dari Wayan BK dapat kami peroleh gambar yang
menunjukan tempat sakral yang dipercaya memiliki kekuatan memelihara
keselamatan balita. Gambar berikut adalah salah satu tempat keramat
untuk memohon keselamatan bayi/balita.
Gambar 2.17 Tempat yang dipercaya untuk memohon keselamatan balita.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
42
Tempat suci yang memiliki hubungan dengan kepercayaan masyarakat
Banda untuk menjaga kesehatan dan keselamatan balita di Banjar Banda
adalah Pura Musen, yang tempatnya di Banjar Belangsinga, Desa Saba,
tepatnya di sebelah utara Banjar Banda. Warga mempercayai hal ini dari
warisan atau kebiasaan/leluhur pendahulu mereka. Pura Musen adalah
tempat pembersihan balita dengan simbol memotong rambut balita yang
dibawa sejak lahir. Adapun Pura Musen yang dimaksud adalah sepert
tampak pada gambar 2.18 berikut ini.
Gambar 2.18 Pura Musen di Banjar Belangsinga, Desa Saba.
Dari hasil wawancara dengan Jero Mangku Pura Musen, Jero MKB
menjelaskan art dan fungsi pura ini sebagai berikut.
Pura Musen diartkan musen=embuse (dilepas). Dalam cerita
para pendahulu atau lelulurnya bahwa Pura Musen diceritakan
Dang Hyang Niratha dalam perjalan dari Jawa ke Bali. Salah
satu tempat yang beliau lewat adalah mata air pura ini. Di
tempat ini Dang Hyang Niratha melakukan pembersihan diri
dengan melepas kerucut/makhkota beliau. Kata melepas ini
dalam bahasa Bali adalah embus. Lama-lama kata embus
menjadi musen. Dari pelepasan rambut beliau yang disanggul
atau dikerut menjadi terurai. Dang Hyang Nirata juga dikenal
dengan penyatuan Hindu Buddha, Buddha=botak=kepala
bersih. Di Pura Musen tempat pembersihan kotoran secara


ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

43
rohani dan jasmani. Jadi dulu yang memotong rambut di pura ini
adalah bayi yang rambutnya sakit, sakit ini adalah rambut bayi
gimbal, yang bila dipotong akan menyebabkan bayi ini sakit,
nah bila ingin memotong rambut ini harus dilakukan upacara
memotong rambut. Hubungan rambut gimbal/gempel ini
dengan bayi/balita adalah orang-orang yang leluhurnya dulu
sebagai pengikut dari Dang Hyang Niratha. Oleh karena lupa
akan silsilah leluhur, maka beliau mengigatkan bahwa generasi
yang baru lahir dengan rambut gimbal/gempel. Masyarakat
Banda yang sejak dulu sudah melaksanakan prosesi ritual
potong rambut di Pura Musen akan melaksanakan potong
prosesi potong rambut tersebut untuk keturunan selanjutnya.
Berdasarkan informasi yang diporoleh dari mangku Pura Musen dan
dari hasil observasi dapat dijelaskan bahwa Pura Musen adalah tempat
suci yang memiliki aura kesunyian. Kesucian sangat terasa ketka kami
datang dan melihat situasi di sana. Kami datang ke Pura Musen untuk
meliput prosesi makayehan (prosesi potong rambut bayi berumur 21 bu-
lan). Kami menempuh medan perjalanan menuruni anak tangga kirakira
127 anak tangga. Beberapa anak remaja dan orang dewasa membawa air
dalam galon yang diambil dari bawah yang ditaruh di atas kepala sambil
menaiki anak tangga Pura Musen. Air dalam galon ini digunakan untuk
minum. Kami bertemu dengan warga sekitar, salah satunya Pak UP yang
hendak mandi di Sugai Petanu di dekat mata air Pura Musen. Pak UP se-
ring mandi di sungai karena segar dan mengilangkan panas dalam. Pak
UP juga menceritakan bahwa di bawah dekat sugai banyak ada moyet liar
hidup di hutan sekitar tempat itu.
Sambil menunggu rombongan yang mau melakukan upacara maka-
yehan, kami turun ke mata air dengan menuruni anak tangga. Di sisi
kanan dan kiri anak tangga penuh dengan lumut dan beberapa ukiran
arca macan, Ganesha, pendeta, ibuibu, yang dihiasi kain poleng (kain
hitam puth). Kanan kiri diterangi dengan lampu hias lampu kapal dan di
sekitarnya penuh dengan pohonpohon besar.
Setelah selesai menuruni tangga tampak Pura Ratu Ayu di samping
kiri dengan arca ibu. Tampak pula beberapa bagunan suci di bawah tebing.
Terdapat dua buah pancuran air disebelah tmur, 2 buah di sebelah utara,
serta beberapa arca raksasa dan patung naga di sebelah tmur serta arca
pendeta di sebelah utara.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
44
Pancuran sebelah tmur digunakan untuk mengambil air minum dan
mandi masyarakat. Pancuran sebelah utara digunakan sebagai saranan
upacara Dewa Yadnya. Di samping Pura Musen terdapat sungai besar, yaitu
Sungai Petanu dengan batubatu besar yang dipercaya memiliki kekuatan.
Batu itu disebut batu pangijeng, batu jaran, batu tempeh, sepert tampak
pada gambar 2.19 berikut.

Gambar 2.19 Batu besar di Sungai Petanu diyakini memiliki kekuatan gaib/keramat.
Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa upacara potong
rambut dipercaya oleh masyarakat Banda sebagai salah satu kepercayaan
akan kesehatan balita. Tata cara upacara tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Ngaturang piuning (upacara pemberitahuan) di Pura Muteran yang
berada di atas Pura Musen.
2. Menggimpit (memotong rambut)
Tata aturan memotong rambut balita baik lakilaki maupun perem
puan dibagi menjadi lima sepert lima penjuru mata angin.
a. Rambut di bagian utara dipotong dengan sarana guntng dan
bunga berwarna hitam (hitam dan utara berart Dewa Wisnu)


ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

45
b. Rambut di bagian tmur dipotong dengan sarana guntng dan
bunga puth (puth dan tmur berart Dewa Iswara)
c. Rambut di bagian selatan dipotong dengan sarana guntng dan
bunga merah (merah dan selatan berart Dewa Brahma)
d. Rambut di bagian barat dipotong dengan sarana guntng dan
bunga kuning (kuning dan barat berart Dewa Sahadewa)
e. Rambut yang ada di bagian tengah dipotong dengan sarana
guntng dan bunga pancawarna (lima warna), hitam, puth,
kuning, merah (pancawarna adalah Dewa Siwa)
3. Setelah rambut balita dipotong secara simbolis sepert dijelaskan di
atas, rambut balita dicukur habis.
4. Potongan rambut tersebut dibungkus dengan gulungan janur yang
diikat dengan batu dan di atasnya diberi canang.
5. Bungkusan rambut itu dilempar ke sugai di depan batu besar yang
disebut batu pajenangan, batu jaran, batu tempeh. Dan sebelum
melempar didoakan lebih dulu agar selamat dan rambut yang gimbal
dan gempel tdak datang lagi.
6. Terakhir sembahyang, lalu upacara selesai.
Ada juga kepercayaan masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat
Banda pada khususnya, yang dijelaskan oleh salah satu informan
pemuka agama. Informan itu menjelaskan konsepsi kekuatan magis yang
mempengaruhi generasi ke kegenerasi untuk melakukan prosesi yang
berhubungan dengan kesehatan, yaitu untuk bayi yang sering sakit dan
sering menangis.
Nyame (tempat menanam ari-ari), tempat ini harus dipelihara
dan dirawat sepert merawat bayi karena keempat saudara
yang melindungi si bayi tempatnya adalah di ari-ari. Dalam
masyarakat Banda ari-ari sangat diperhatkan karena ari-ari
adalah saudara si bayi. Yang dimaksud saudara bayi menurut
ratu peranda adalah empat saudara dari bayi yaitu:
1. Angga pat: yeh yom (lendir)
2. Maraja pat: darah
3. Banas pat: banah (langlang)
4. Banas pat raja: buah pinggang = ari ari
Karena keempat saudara manusia ini akan menjadi penyelamat
dan dari semuanya itu menjadi tri premana (bayu=tenaga, sab-
da=hidup, idep=berpikir). Jadi dasar dari keempat itu menjadi
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
46
obat, dan sebaliknya pula menjadi penyebab kesakitan. Ma-
nusia adalah sama dengan alam, semua unsur alam ada di
da lam manusia ini disebut dengan Bhuana Agung dan Buana
Alit.
Bhuwana Alit berart alam kecil,tubuh manusia, Bhuana Alit
juga disebut mikrokosmos. Tubuh manusia selalu mengalami
perubahan (yang tdak kekal), tetapi atma yang menempat
tubuh itu kekal.Bhuwana Alit atau tubuh manusia, tumbuhan
dan binatang ini terbentuknya sama sepert Bhuwana Agung
yang pertemuan purusa dan prakert. Purusa adalah unsur
dasar yang bersifat kejiwaan. Prakert adalah dasar yang
bersifat kebendaan.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pengaruh kesehatan secara
spiritual adalah dari saudara sang bayi yang diajak lahir dan kelahiran
adalah reinkarnasi ke dunia. Masyarakat dikatakan sehat apabila meraka
mampu menyeimbangkan kesehatan ini, yaitu antara niskala dan sekala.
Hal ini juga dijelaskan oleh Ratu Peranda Lanang Gria Banda sebagai pro
ses perjalanan atma untuk menebus dosa dengan lahir kembali ke dunia.
Dalam pandangan dan kepercayaan masyarakat Desa Banda, kelahiran
bayi adalah leluhur yang pulang ngidih nasi (meminta makanan), yang
bertujuan untuk menebus karma. Jika tdak ada yang reinkarnasi, ma ka
leluhurnya sudah menyatu dengan Tuhan. Kelahiran anak dalam pan
dangan masyarakat adalah supaya kelak ada yang memperhatkan orang
tua di hari tuanya. Bayi yang mat setelah dilahirkan dianggap karma
yang ditebus hanya sebatas lahir saja. Jadi, kelahiran dan kematan selalu
berhubungan dengan karma manusia. Masyarakat percaya bahwa segala
kehidupan di dunia ini adalah untuk membayar utang kepada Tuhan, utang
kepada leluhur, utang kepada rsi/guru. Maka, memelihara kesehatan
dan keselamatan merupakan wujud membalas budi kita kepada Tuhan,
leluhur, dan rsi/guru.
2.4 organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
2.4.1 Struktur organisasi Sosial
Struktur organisasi Desa Saba dan hubungan hierarki dengan banjar
adat dan banjar dinas adalah sebagai berikut.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

47
Gambar 2.20 Skema organisasi sosial Desa Saba.
Di Bali dikenal dua pengertan desa, yaitu:
1. Desa dinas (desa administratf)
2. Desa pakraman (desa adat)
Desa dinas (desa administratf) merupakan kesatuan wilayah di bawah
Kecamatan yang dikepalai oleh seorang kepala desa yang disebut perbekel.
Perbekel diangkat dan diberhentkan oleh camat yang mengepalai suatu
wilayah kecamatan, tetapi calon perbekel ini dipilih secara langsung oleh
masyarakat dan dilantk oleh Bupat. Perbekel ini dapat memilih kaur (se
orang pembantu untuk melakukan tugastugas keluar, sepert misalnya
membawa surat ke masingmasing banjar yang juga merangkap sebagai
petugas untuk membuka, membersihkan, dan menutup kantor. Badan
Pemberdayaan Desa (BPD) merupakan suatu lembaga yang terdiri atas
orangorang terkemuka di desa, sepert para pekaseh (pengurus subak),
para pemuda, pengurus olahraga, dan lain sebagainya yang diangkat oleh
Kepala Desa untuk mendampingi dan melaksanakan tugastugas dalam
pembangunan desa. Untuk kelian banjar dipilih langsung oleh anggota
banjarnya dan mendapat persetujuan Kepala Desa (Perbekel).
Desa pakraman terbentuk sebagai komunitas keagamaan yang
merupakan suatu kesatuan wilayah tempat para warga secara bersama
sama dan atas tanggungan bersama mengonsepsikan dan mengaktfan
upacara keagamaan untuk memelihara kesucian desa. Desa dalam pe
ngertan ini disebut desa adat karena adanya rasa kesatuan sebagai komu
nitas keagamaan yang diikat oleh faktor pura yang disebut pura kahyangan
tga, yaitu Pura Puseh, Pura Desa, dan Pura Dalem. Pimpinan dipegang
2.4 Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
2.4.1 Struktur Organisasi Sosial
Struktur organisasi Desa Saba dan hubungan hierarki dengan banjar adat dan banjar dinas
adalah sebagai berikut.




















Gambar 2.4.1 Skema organisasi social Desa Saba
Di Bali pada umumnya dan di Desa Banda khususnya mengenal adanya dua pengertian Desa
yaitu :
1. Desa dinas (Desa administratif)
2. Desa Pakraman (Desa Adat)
Desa Dinas (Desa Administratif) sebagai kesatuan wilayah di bawah Kecamatan di kepalai oleh
seorang kepala Desa yang disebut Perbekel. Perbekel ini diangkat dan diberhentikan oleh Camat yang
mengepalai suatu wilayah Kecamatan, tetapi calon perbekel ini dipilih secara langsung oleh masyarakat
dan dilantik oleh Bupati. Perbekel ini dapat memilih kaur (seorang pembantu untuk melakukan tugas-
tugas keluar, seperti misalnya membawa surat ke masing-masing banjar yang juga merangkap sebagai
petugas untuk membuka, membersihkan dan menutup kantoran. Akan tetapi Badan Pemberdayaan
Desa merupakan suatu lembaga yang terdiri atas orang-orang terkemuka di desanya, seperti, para
pekaseh (pengurus subak), kepemudaan, olah raga, dan lain sebagainya yang diangkat oleh Kepala Desa
untuk mendampingi dan melaksanakan tugas-tugas dalam pembangunan Desa. Untuk Kelihan Banjar
dipilih langsung oleh anggota banjarnya dan mendapat persetujuan dari Kepala Desa (Prebekel).
Desa Pakraman terbentuk sebagai komunitas keagamaan yang merupakan suatu kesatuan
wilayah di mana para warganya secara bersama-sama atas tanggungan bersama mengkonsepsikan dan
mengaktifkan upacara keagamaan untuk memelihara kesucian desa. Desa dalam pengertian ini disebut
desa Adat karena adanya rasa kesatuan sebagai komunitas keagamaan yang diikat oleh faktor pura yang
disebut pura Kahyangan Tiga, yaitu Pura Puseh, Pura Desa dan Pura Dalem. Pimpinan dipegang oleh
seorang Bendesa dan wakil. Banjar di samping bagian dari Desa dinas, juga merupakan bagian dari desa
Adat yang menjalankan tugas-tugas yang berhubungan dengan adat dan agama. Oleh karena itu desa
Dinas dengan desa Adat akan terjadi hubungan koodinasi dalam kegiatannya.
Interview Bendesa Adat Banda : Bapak Made RK 2 Desa Banda yang memiliki 1 Desa Pakraman
yang memiliki awig-awig Desa Pakramannya masing masing, diantaranya :
Desa Pakraman Banda, meliputi : Banjar penyarikan ini membawahi Tempekan I dan tempekan
II. Tempekan I ini adalah Kelompok yang rumahnya di utara Balai Banjar Banda, Tempekan II
adalah Kelompok rumahnya berada disebelah selatan Balai banjar.
Perbekel Desa
Saba
KAUR. Keuangan
Sekretaris Desa
KAUR. Pemerintahan
KAUR. Pembangunan
KAUR. Kemasyarakatan
KAUR. Umum
Bendesa Adat
B t
Kelian Banjar Dinas
Kelian Banjar Dinas
Kelian Banjar Dinas
Wakil Bendesa
Petengen Penyarikan
Koordinasi
BPD
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
48
oleh seorang bendesa dan wakil. Banjar, di samping bagian dari desa dinas,
juga merupakan bagian dari desa adat yang menjalankan tugastugas yang
berhubungan dengan adat dan agama. oleh karena itu, antara desa dinas
dan desa adat terjadi hubungan koodinasi dalam kegiatannya.
Berdasarkan wawancara dengan bendesa adat Banda, Bapak Made
RK, Desa Banda memiliki satu desa pakraman yang memiliki awig-awig
masingmasing, yaitu:
Desa pakraman Banda meliput: Banjar penyarikan ini mem-
bawahi Tempekan I dan Tempekan II. Tempekan I adalah ke-
lompok yang rumahnya di utara balai Banjar Banda, Tempekan
II adalah kelompok yang rumahnya berada di sebelah selatan
balai banjar.
Kehidupan masyarakat desa adat sepenuhnya dikoordinasi oleh pe-
mimpin desa adat dengan perangkatnya yang diatur dalam peraturan
desa adat, baik tertulis maupun tdak tertulis yang disebut dengan awig-
awig (semacam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam suatu
organisasi). Sepert dikatakan oleh Pitana (1994:56), bahwa dalam usaha
mengatur kehidupan desa pakraman bagi aktvitasnya terdapat anggaran
rumah tangga yang disebut dengan awigawig, baik tertulis maupun lidak
tertulis. Tujuannya untuk lebih menertbkan kehidupan desa adat serta
memberikan pedoman lebih past. Pemerintah Daerah Tk. I Bali lewat
Perda No. VI/1986 (pasal 7), dengan tegas menyatakan bahwa setap
desa pakraman di Bali harus memiliki awig-awig tertulis. Desa adat terdiri
atas beberapa banjar pakraman atau ada kalanya satu desa pakraman
memiliki satu banjar adat. Banjar adat adalah subdesa adat di mana di
banjar adat itulah diatur secara detail kehidupan kekerabatan desa baik
berhubungan dengan parhyangan, pawongan, maupun dan palemahan.
Banjar merupakan administrasi terkecil dari pemerintahan dinas karena
pimpinan banjar yang disebut kelian banjar dinas mendapat gaji dari
pemerintah.
Dalam hal pemilikan/perlengkapan, masingmasing banjar mempu
nyai hak milik tersendiri, misalnya balai banjar dan pura banjar. Juga
kadangkadang beberapa banjar memiliki pakaian tari, gong, dan alat
alat kesenian lainnya. Sebagai suatu kesatuan, banjar juga merupakan
kesa tuan ekonomis, politk, agama, pendidikan, dan kesatuan yang me
ngadakan pengawasan sosial terhadap anggotaanggotanya. Banjar mem
punyai tugastugas sepert pelaksanaan pesuka-duka, gotongroyong,

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

49
melaksanakan tugastugas yang lebih suci dalam hubungan dengan upa
caraupacara keagamaan (ngayah).
Di luar organisasi tradisional, terdapat pula perkumpulanperkum
pulan yang dalam bahasa Bali disebut seka, yang bertujuan untuk me
menuhi beberapa kepentngan. Berlainan dengan keanggotaan banjar,
keanggotaan seka adalah sukarela. Seseorang boleh ikut dan boleh tdak
dalam memasuki sebuah perkumpulan atau seka tanpa mengurangi art
keanggotaan banjarnya. Bila seseorang yang bukan anggota seka mem-
butuhkan bantuan seka, misalnya seka (manyi
10
), orang bisa memakai
tenaga seka dengan memakai sistem upah. Ada seka yang berorentasi
pada seni dengan tujuan melath pemudapemudi untuk meningkatkan
keterampilan dalam bidang seni tari dan tabuh, melestarikan seni tradisi,
sepert baris gede, wayang, dan lainlain.
Selain organisasi sosial, ada banyak tempat untuk berinteraksi orang
Bali. Ruang publik yang ada sepert balai banjar dan plangkan di warung
warung memungkinkan para warga berinteraksi dan berdemokrasi. Per
temuan mereka di acaraacara upacara sepert otonan, odalan, dan upacara
lainnya menjadi ajang untuk bertemu dan saling bertukar informasi.
Karena sudah diatur oleh lembaga masyarakat yang disebut banjar,
maka pengurus banjar membuat aturan yang disepakat bersama oleh
anggota banjar, yaitu awig-awig desa adat. Awig-awig wajib diturut oleh
anggota banjar dan jika ada yang melanggar akan dikenakan sanksi oleh
masyarakat. Mereka yang mengawal awig-awig ini adalah kelian dan pe-
calang.
2.4.2 Sistem Kekerabatan
Suatu rumah tangga di Banda terdiri atas satu keluarga bath/int
yang bersifat monogami, sering ditambah dengan anak lakilaki yang
sudah kawin tnggal bersama keluarga bath mereka. Beberapa waktu
kemudian, ketka anak lakilaki sudah cukup mampu untuk berdiri sendiri,
ia akan memisahkan diri dari orang tuanya dan mendirikan rumah sendiri.
Salah satu anak lakilaki biasanya tetap tnggal di kompleks perumahan
orang tua (ngerob), untuk nant dapat membantu orang tua saat mereka
sudah tdak berdaya lagi dan selanjutnya menggantkan dan melanjutkan
rumah tangga orang tua.
Tiaptap keluarga bath maupun keluarga luas harus memelihara
hubungan dengan kelompok kerabat yang lebih luas, yaitu klan (tunggal
10
panen padi.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
50
dadia). Struktur orangorang dari tunggal dadia yang hidup neolokal
wajib mendirikan tempat pemujaan sendiri yang disebut kemulan taksu.
Di samping itu, keluarga bath yang hidup neolokal masih mempunyai
kewajibankewajiban terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di rumah
orang tua mereka. Suatu pura di tngkat dadia merayakan upacara-upacara
dalam lingkaran hidup semua warganya, dan dengan demikian pura/kuil
tersebut mempersatukan dan mengintensifan rasa solidaritas anggota
anggota klan kecil.
Kelompok kerabat yang lebih besar, yang melengkapi beberapa ke
rabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kuil leluhur yang sama
disebut kuil (pura) paibon atau pant. Dalam praktknya, suatu tempat
pemujaan di tngkat paibon juga hanya mempersatukan lingkaran terbatas
kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya.
Keluarga int di masyarakat Bali pada umumnya adalah ayah, ibu, dan
anak. Masingmasing rumah ditempat oleh satu keluarga int. Dalam satu
keluarga int, yang bertugas mencari nafah tdak hanya suami, tetapi dapat
juga istri, meskipun tugas pokoknya adalah mengasuh anak. Hal ini sepert
terlihat pada dua keluarga yang ada di desa itu. Bu MR tnggal di rumah
sebagai istri dan ibu yang mengasuh dua orang anak lakilaki. Sebagai
seorang ibu, kegiatan utamanya adalah mengasuh anak, sedangkan jika
ada waktu luang dia juga menjahit baju sepert kebaya untuk menambah
penghasilan rumah tangganya. Suaminya yang juga seorang mangku di
Soroh Pande adalah seorang PNS di Dinas Pendidikan bagian Pendidikan
Nonformal. Setap hari suaminya berangkat pagipagi dan pulang sore hari.
Pada hari-hari tertentu jika suami lembur, khususnya pada akhir tahun, ia
bisa pulang pukul 21.00 atau 22.00.
Berbeda halnya dengan keluarga Pak Irawan yang mempunyai tga
anak perempuan. Pak Irawan adalah seorang guru SMA dan istrinya
seorang guru SD. Masingmasing sibuk bekerja, namun yang berkewajiban
mencari uang adalah suami. Pada masamasa awal pernikahan Pak Ira
wan selalu ditempatkan di luar pulau, bahkan ketka sang istri hampir
melahirkan, suami tdak di rumah. Untuk mendidik anakanak, Pak Irawan
mempercayakan secara penuh kepada istrinya sehingga istrinya sangat
keras kepada anak. Pak Irawan harus mengimbanginya dengan perilaku
lembut sehingga anakanak lebih manja kepada ayahnya.
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Banda, perkawinan merupakan
saat yang amat pentng karena pada saat itulah ia dianggap sebagai warga
masyarakat, dan sesudah menikah ia memperoleh hak dan kewajiban
seorang warga komunitas dan kelompok kerabat.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

51
Berdasarkan observasi kami tampak bahwa masyarakat Banjar Ban-
da melakukan pembinaan kekerabatan secara lahir dan batn. Masyarakat
Banda tetap ingat dengan asal muasal dirinya yang dengan kawitan. Kawi-
tan ini dikenal dengan wangsa atau soroh. Begitu banyak soroh biasanya
mereka memiliki tempat pemujaan keluarga secara tersendiri dan kelu-
arga besar yang berkembang di lingkungan masyarakat Banda.
Tatanan masyarakat berdasarkan soroh ini begitu kuat menyelimut
aktvitas kehidupan manusia Banda. Mereka tetap mempertahankan un
tuk melestarikan silsilah yang mereka miliki. Beberapa tulisan dalam ben
tuk berbagai prasast yang berisi silsilah sebuah keluarga soroh mereka
dibingkai dengan kayu yang dilapisi oleh kaca.
Beberapa soroh yang ada di Banjar Banda dikenal dengan nama:
1. Soroh Tangkas Kori Agung
2. Soroh Pande Beratan
3. Soroh Pande Besi
4. Soroh Pande Kubayan
5. Soroh Meranggi
6. Soroh Pasek Gede Bandesa
7. Soroh Bendesa Manik Mas
8. Soroh Pasek Pretekan
9. Soroh Pasek Gelgel
10. Soroh Pasek Pulasari
11. Soroh Pasek Segeni
12. Soroh Karang
13. Soroh Gaduh
14. Soroh Arya Kenceng
15. Soroh Arya Tanmundur
16. Soroh Pasek Salihin
17. Soroh Pasek Kelagi
18. Soroh Manik Angkeran
19. Soroh Tebuana
20. Soroh Entebuana
21. Soroh Brahmana
Semuanya memiliki sejarah turuntemurun yang berbeda. Sebagian
kehidupan ritual mereka juga diabdikan untuk kepentngan pemujaan
terhadap leluhur/kawitan mereka. Mereka memiliki tempat pemujaan
yang disebut dengan pura maksan, pura pant, pura dadia. Beberapa soroh
yang ada di Banjar Banda memliki pura yang dikenal dengan nama:
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
52
1. Pura Tambun
2. Pura Tandruh
3. Pura Buda cemeng
4. Pura Tegeha
5. Pura Satra
6. Pura Anggarkasih
Kebiasaan yang dianggap bagus dalam perkawinan dipengaruhi oleh
sistem klanklan (dadia) dan sistem kasta (wangsa). Maka, perkawinan
sebaiknya dengan nyame
11
atau sedapat mungkin dilakukan di antara warga
seklen, atau setdaktdaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam
kasta. Dengan demikian, perkawinan adat di Banda bersifat endogami klan.
Perjodohan juga masih terjadi dalam masyarakat Banda yang biasanya
antara anak dari dua orang saudara lakilaki. Namun, perkawinan yang
dipengaruhi oleh klan ini hanya sebagai imbaun dalam keluarga. Yang
terjadi adalah anak bebas memilih jodoh untuk menjalani kehidupan
berumah tangga. Yang menarik adalah ketka seorang lakilaki/ perempuan
mengambil istri/suami dari wangsa yang lebih tnggi dibandi dirinya, maka
dalam bisama (adat yang tdak tertulis) keluarga lakilaki/perempuan
ini akan melaksanakan upacara petwangi yang diadakan di Bale Agung,
Pura Desa, Desa Adat Banda. Prosesi ini diperuntukan bagi orangorang
yang turun kasta, yaitu orang yang berkasta tnggi (misalnya Brahmana,
Kesatria) menikah dengan orang yang berkasta sudra. Maka, kasta yang
lebih tnggi ini dihilangkan dengan prosesi petwangi, yaitu mengelilingi
Bale Agung sebanyak tga kali, dihadiri saksi sekala (para pengurus/pejabat
desa) dan niskala (yang tdak kelihatan). Dalam kepercayaan masyarakat
Banda, bila seseorang hendak memasuki kehidupan rumah tangga harus
setara dengan wangsa dalam keluarganya.
Pada umumnya, seorang pemuda Banda memperoleh seorang istri
dengan dua cara, yaitu dengan meminang (memadik, ngidih) kepada
keluarga gadis, atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat,
ngrorod). Sesudah menikah, suamiistri yang baru biasanya menetap
secara virilokal di kompleks perumahan orang tua suami, walaupun tdak
sedikit suami istri yang menetap secara neolokal dengan mencari atau
membangun rumah baru. Sebaliknya, ada pula suami istri baru menetap
secara uxorilokal di kompleks perumahan keluarga istri (nyeburin). Kalau
11
keluarga.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

53
suami istri menetap secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka
selanjutnya akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi
warga dadia si suami dan berhak atas warisan harta dan sanggah klan
tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami istri yang menetap secara
uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjadi warga dadia si
istri, dan mewarisi harta dan sanggah klan itu. Dalam hal ini kedudukan si
istri adalah sebagai sentana (penerus keturunan).
2.5 Sistem Pengetahuan
Masyarakat Banjar Banda memiliki pengetahunan yang berbeda da
lam memberikan defnisi tentang gejalagejala yang diterima sebagai suatu
penyakit dan pengetahuan tentang kesehatan. Ada warga masyarakat
Banjar Banda yang mempercayai sakit sebagai gejala naturalistc, tetapi ada
juga yang meyakini sebagai gangguan personalists. Gejala naturalistc ini
percaya terjadinya suatu penyakit disebabkan oleh gangguan metabolisme
biologis, sedangkan masyarakat yang mengganggap penyakit disebabkan
gangguan personalistk percaya bahwa datangnya penyakit disebabkan
oleh makhluk halus (roh, leluhur, setan), atau makhluk manusia yang
memiliki ilmu hitam.
Dari uraian tersebut tampak bahwa kebudayaan masyarakat Ban jar
Banda cukup memiliki peran yang sangat pentng dalam tngkat penge
tahuan kesehatan masyarakat. Penanganan sebuah penyakit di suatu
masyarakat bukan hanya ditentukan oleh caracara medis, tetapi juga
ditentukan oleh caracara kebudayaan berdasarakan kosmologi. Dalam
masyarakat Banjar Banda tampak bahwa penyembuhan suatu penyakit
tdak cukup bila hanya diobat aspek biologisnya, tetapi diperlukan pula
pengobatan aspek sosial budaya. Meskipun sudah mendapat obat dari
dokter, mereka akan menempuh jalan kosmologi atau dalam bahasa
lokalnya adalah mebayuh (pembersihan secara spiritual). Masyarakat
Banda sudah mengenal pengetahuan tradisional tentang kesehatan dan
obatobatan yang menyentuh aspek sosial budaya yang disebut dengan
usada. Usada adalah pengobatan tradisional dengan menggunakan ra
muan tumbuhtumbuhan dan sarana sastra yang merupakan salah satu
sarana ritual dalam proses penyembuhan penyakit. Dengan cara ini as
pek sosial budaya penderita bisa disentuh, juga kepuasan emosional
masyarakat pendukungnya.
Keputusan masyarakat untuk memilih cara pengobatan melalui dua
cara pengobatan tersebut pada prinsipnya tdak terlepas dari perkem
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
54
bangan sistem kosmologi penyakit dalam masyarakat Banda, dalam art
pengobatan secara medis dan pengobatan secara nonmedis.
Pengetahuan akan keseimbangan alam berpengaruh terhadap kese
hatan sangat dipercaya masyarakat Banjar Banda. Keseimbangan alam
yang dimaksud adalah alam Bhuana Agung (makrokosmos) dan alam
Bhuana Alit (mikrokosmos). Bhuana Agung yang disebut alam semesta, dan
Bhuana Alit atau tubuh manusia yang memiliki hubungan yang sangat erat.
Dalam alam Bhuana Agung maupun Bhuana Alit terdapat unsur kehidupan
manusia yang sangat pentng, yang disebut dengan pancamahabutha
(lima unsur badan penyebab). Kelima unsur tersebut adalah akasa (ruang
hampa), apah (unsur cair), pertwi (unsur padat), teja (unsur panas), dan
bayu (unsur udara). Unsur panas, cair dan udara merupakan tga unsur
utama panca mahabutha yang dipercayai mempengaruhi tmbulnya
suatu penyakit di kedua alam tersebut. Oleh karena itu, keberadaan
unsurunsur itu harus senantasa dijaga keseimbangannya, baik di Bhuana
Agung maupun di alam Bhuana Alit. Apabila salah satu unsur tersebut
berubah (meningkat disebut kala dan menurun disebut bhuta), maka akan
menimbulkan rasa sakit dalam tubuh manusia. Menurut kepercayaan
ma syarakat Banda, kelebihan unsur panas di salah alam tersebut akan
dapat menimbulkan sakit panes (panas), kemudian kelebihan unsur cair
akan mengakibatkan sakit nyem (dingin), dan kelebihan unsur angin akan
menimbulkan sebaha (meriang, atau antara panas dan dingin).
Menurut kepercayaan masyarakat Banda, perubahan atau ketdak
seimbangan unsurunsur di kedua alam tersebut dapat disebabkan oleh
siklus alam, sepert pergantan iklim, cuaca, bencana, karena kemurkaan
dan kemurahan para dewa. Siklus alam akan menimbulkan sakit yang
datang dari penyebab luar, sepert ketdakseimbangan biologis, sedangkan
kemurkaan atau kemurahan dewa akan menyebabkan penyakit niskala,
panes, nyem, dan sebaha. Penyakit niskala ini diyakini warga masyarakat
bukan karena gangguan fungsi biologis, namun karena adanya keyakinan
bahwa penyakit tersebut tmbul akibat perilaku mereka sendiri yang
telah menyalahi aturan dharma agama (Hindu). Aturan dharma tersebut
di antaranya tdak pernah bersembahyang ke merajan/tempat suci yang
ada di rumah, tdak pernah membersihkan merajan/tempat suci, se-
ring mencelakai orang lain, membangun rumah tdak sesuai dengan
kon sepsi asta kosala kosali/aturan mendirikan bangunan dalam agama
Hindu. Kelalaian terhadap aturan dharma ini membuat mereka percaya
bahwa penyakit yang diterima tersebut adalah hukum para dewa. Bentuk

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

55
kosmologi sepert itulah yang membuat keluargakeluarga di Banjar Banda
ini percaya bahwa kesalahan arah tdur, letak tempat tdur, atau letak
bangunan rumah dapat menimbulkan datangnya penyakit.
Pengetahuan lokal masyarakat juga mendukung terjaganya kese hat
an ibu dan anak yang termuat dalam usada beling (ilmu pengobatan orang
hamil). Berikut ini beberapa kebiasaan yang harus dihindari.
1. Jangan membangunkan istri hamil yang sedang tdur terlelap.
2. Jangan melangkahi bagian badan mana pun istri atau orang lain
yang sedang hamil.
Penjelasannya: orang yang sedang hamil, pada saat tdur ia sedang
didoarestui oleh Sang Hyang Suksma, berserta roh nenek moyang/leluhur
dari pihak suami dan istri. Intnya, semua itu adalah pembentukan jiwa
sang Bayi dalam perut ibu yang mengandungnya. Dewa Kala Mertyu dan
Sang Hyang Prama Wisasa juga turut memberikan doa restu.
3. Jangan membayangi ibu hamil yang sedang makan, baik nasi
yang dimakannya maupun ibu yang sedang makan, sama sekali
tdak boleh kena bayangan.
Penjelasannya: akan mengakibatkan kita kena sumpah serapah Sang
Hyang Suksma, Dewa Kala, berserta roh leluhur sehingga akan menye
babkan terjadinya benacana, sepert bayi mat dalam kandungan, bayi
sukar keluar dari rahim ibunya, atau bayi lahir muda.
4. Jangan mengatakan atau memperdengarkan katakata tdak
baik, menyakit hat, atau bersifat tdak sopan termasuk hal
porno kepada istri yang sedang hamil.
Penjelasannya: pada saat ibu makan, sang bayi dalam kandungan
sedang bersemedi, karena itu sangat berbahaya jika hal itu dilakukan. Hal
itu bisa menjadi asal pangkal penyakit berat bagi si bayi di kemudian hari.
Lagi pula berakibat tdak bertemunya kembali (tdak kekal) suami, istri,
dan sanak keluarga pada penjelmaan yang akan datang.
Selain halhal tersebut, terdapat pula langkahlangkah yang disebut
darma berata, yaitu sebagai berikut.
1. Jika seorang istri sedang hamil, usahakan pada setap hari
Jumat Wage, hari purnama dan tlem (bulan mat), kedua suami
istri mandi bersama di tempat yang ada air bersih atau mandi
bersama di pantai, dengan disertai sesajen berupa tepung tawar
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
56
yang bertujuan mengheningkan cipta untuk membersihkan
diri.
2. Mohonlah air suci untuk peruatan di sanggah kemulan (tempat
suci keluarga).
3. Usahakanlah kata-kata atau basa-basi sehari-hari selalu lemah
lembut yang mencerminkan hubungan keluarga yang sangat
harmonis.
Karena memang demikianlah proses terjadinya bayi dalam kan dung
an, yaitu karena adanya hubungan mesra antara benih pihak lakilaki dan
benih pihak perempuan, lalu terjadilah bayi. Kedua jenis benih itu diberi
doa restu oleh Sang Hyang Suksma untuk dijadikan makhluk manusia
yang disertai oleh saudaranya yang berjumlah empat, yaitu dua dari pihak
ibu dan dua lagi dari pihak ayah. Akan tetapi, keempat saudara itu bisa
menyebabkan penyakit (menyakit) dan bisa pula mengasihani dalam art
memberikan keselamatan, tergantung bagaimana kita merawat keempat
saudara bayi ini.
Ada pula pantangan bagi suami istri dan akan sangat berbahaya jika
berani melanggar pantangan ini. Pantangan tersebut antara lain:
1. Tidak boleh mengadakan hubungan suami istri pada saat istri
menstruasi.
2. Tidak boleh mengadakan hubungan suami istri pada saat salah
satu atau kedua belah pihak dalam keadaan marah (marah
kepada orang lain atau antara suami istri itu sendiri).
3. Tidak boleh mengenang/membayangkan mantan pacar pada
waktu sebelum atau saat berhubungan suami istri.
Ketga hal tersebut berakibat buruk bagi kandungan maupun bagi
anak di kemudian hari bila pantangan ini dilanggar. Misalnya, si anak kelak
menjadi bandel, nakal, sering sakit, dan buruk sifatnya.
Pantangan berupa kebiasaan hidup seharihari atau pantangan be
rupa makanan dikenakan bagi suami istri, terutama bagi istri yang sedang
hamil. Pantangan makanan bagi ibu hamil secara umum adalah tdak
boleh makan daging babi guling beserta lawarnya, tdak boleh makan
daging kerbau, dan tdak boleh makan makanan yang pedas. Sementara
tndakan yang dilarang pada waktu istri hamil adalah tdak boleh menjual
binatang ternak milik sendiri.
Semua ketentuan tersebut akan berakibat buruk jika dilanggar, kare
na dapat mengakibatkan si bayi sakitsakitan. Siapa pun boleh mengikut

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

57
ketentuan ini karena bertujuan untuk ketenteraman, ketenangan, dan ke-
bahagian manusia.
2.6 Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat Banjar Banda seharihari adalah
bahasa Bali. Untuk kaum muda dan generasi orang tua di bawah 50 tahun
masih bisa menggunakan bahasa Indonesia. Namun, mereka yang berusia
60 tahun ke atas hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Bali. Mereka
yang menggunakan bahasa Indonesia oleh orang Banda akan disebut
orang Jawa. Dalam pengertan beberapa orang, orang dari luar Bali disebut
orang Jawa. Misalnya saja ada orang dari Sumatra, beberapa orang tua
atau lanjut usia akan menyebut mereka Mas orang Jawa Sumatra atau
yang dari Jakarta akan disebut Mas orang Jawa Jakarta, kecuali bagi turis
turis yang menggunakan bahasa Inggris dan berkulit puth. Mereka paham
bahwa itu turis asing dari luar negeri, sepert orang Belanda yang memiliki
vila dan pabrik pengolahan lidah buaya di Banda.
Bahasa Bali sendiri juga punya struktur tngkatan. Kepada orang
de ngan kasta yang sama, mereka akan menggunakan bahasa sehari
hari. Namun, jika kasta Sudra berbicara dengan Brahmana mereka harus
menggunakan bahasa yang halus sebagai simbol penghormatan. Ting
katan bahasa tersebut adalah (1) bahasa Alus Singgih Sor, (2) bahasa Alus
Madya, dan (3) bahasa Lumrah (sesama).
Awig-awig [aturan adat] ditulis dengan bahasa Bali. Selain bahasa
bahasa yang ada di masyarakat, ada juga tulisan hanacaraka bahasa Jawa
kuno yang dibawa dari Majapahit, Tulisan ini masih digunakan dalam
awig-awig subak Banda. Bahasa atau huruf hanacaraka juga digunakan
dalam rajahrajah (ulap-ulap) untuk menghidupkan bendabenda sepert
ulap-ulap bagunan.
Para ibu yang mengasuh anaknya mempunyai pengalaman tersendiri
dalam berinteraksi dengan anaknya. Berbagai perilaku anak dan tanda
tanda anak hanya dimengert oleh ibunya, sepert hanya perikalu yang
membahayakan fsik balita atau gerakangerakan bayi yang kurang
menguntungan bagi kesehatan bayi. Perilaku menyimpang pada anak
harus disikapi dengan cara yang bijak, salah satunya melalui bahasa si ibu.
Tentu saja hal ini disesuaikan dengan tahapan usia dan karakter si anak.
Tiap anak pastlah memiliki keistmewaan tersendiri dalam hal keanehan
atau perilaku menyimpangnya.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
58
Ibu adalah orang yang pertama kali bertanggung jawab meluruskan
penyimpangan perilaku buah hatnya. Bagaimanapun juga pertalian darah
dan batn mereka tdak terbantahkan oleh apa pun. Setap pasangan
ibu dan anak mempunyai hubungan yang unik. oleh karenanya, ibu
haruslah cermat mengikut perkembangan anak dan takts menghadapi
gejalagejala aneh si anak. Bahasa seorang ibu sangat diperlukan untuk
mengolah pribadi buah hat. Setdaknya, ada tga macam bahasa yang
dapat digunakan ibu untuk melancarkan jurus jitu guna meluruskan
penyimpangan perilaku anak.
2.6.1 Bahasa Lisan
Bahasa ini benarbenar diucapkan oleh mulut ibu untuk didengarkan
anak. Ibu berbicara dengan naknya dari hat ke hat. Dalam pengamatan
kami, bahasa lisan yang disampaikan ibu kepada anak di masyarakat Banda
adalah bahasa lisan yang halus, misalnya kata inggih (ya), ten (tdak),
katakata pujian yang halus sepert sire niki (siapa ini)?, atau jika balita
menangis, ibu akan bertanya dengan bahasa yang lembut dados nangis
(kenapa nagis)?
Bahasan lisan yang sering digunakan oleh ibuibu di Banda adalah
nyanyian lagu Bali yang lembut yang bertujuan untuk membantu anak
tdur. Nyanyian yang sangat lumrah di kalangan masyarakat Banda adalah
nyanyian Cening Putri Ayu. Lagu ini mempunyai lirik sebagai berikut.
Putri cening ayu (anakku yang ayu)
Ngijeng cening jumah (diamlah engkau di rumah)
Meme luas malu (ibu pergi dulu)
Ke peken meblanja (ke pasar berbelanja)
Dimulihne kegagapin.(nant kalau pulang akan ibu beri oleholeh)
Lagu tersebut adalah salah satu lagu pengantar tdur bayi. Beberapa
ibu melantukan tembangnya atau nadanya saja.
2.6.2 Bahasa Gerak Tubuh
Tidaklah bijaksana apabila seorang ibu serta merta memukul, men
cubit, dan menjewer anak ketka anak berbuat salah. Bisa jadi ibu akan
mendapat julukan kejam atau galak. Ibu dapat menghaluskannya dengan
mengacungkan telunjuk tangan, menggelengkan kepala, atau gerakan lain
sepert melambaikan tangan untuk memperingatkan anak. Bahasa tubuh
ibu di masyarakat Banda adalah dengan menarikan tangan dengan gemulai

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

59
hingga membuat anak balita memperhatkan gerakan tangan ibunya. Ge
rakan tubuh sang ibu dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak
balita menggunakan perasaan. Perasaan inilah yang menjiwai gerak tubuh
sang ibu maupun gerakan tubuh sang ayah.
Sebaliknya, mimik atau ekspresi wajah seorang ibu dapat juga digu-
nakan untuk memberi sinyal ketdaksenangan terhadap perilaku menyim-
pang si anak. Jika seorang ibu mendapat anaknya berbuat menyimpang,
ia akan menatap anak itu. Ibu tdak akan ragu mengekspresikan ketdak-
sukaannya atas perilaku anak. Ibu akan tetap diam, tdak menambahinya
dengan kecerewetan atau omelan, terlebih di depan umum. Ibu tahu bah-
wa anak juga butuh dihargai.
Dari penjelasan tersebut tampak mimik ibu sangat jelas kelihatan
sebagai penyampai pesan ibu kepada sang anak. Lewat mimik ibu, anak
akan senantasa menurutnya. Misalnya, mimik marah yang digunakan
oleh masyarakat Banda adalah raut muka mendelik. Atau saat ibu melarang
anak adalah dengan mengigit bibir bagian bawah dengan gigi bagian
atas sang ibu, dan mimik mengasihi atau menyayangi anak adalah lewat
mimik yang menghibur anak. Ketga bahasa di atas saling melengkapi.
Pemakaiannya pun saling menggantkan.
2.7 Sistem Kesenian
Menurut fungsinya, jenisjenis kesenian yang ada di masyarakat Bali
pada umumnya dan di Desa Banda pada khususnya dapat dipilah ke dalam
tga kategori, yaitu (1) seni wali, sebagai bagian dari upacara keagamaan,
(2) seni bebali, sebagai seni pengiring upacara keagamaan, dan (3) seni
bali-balian, sebagai seni untuk memberikan hiburan kepada masyarakat
(Geriya, 2000:64). Pada sisi yang lain, kesenian juga dibedakan menjadi
seni sakral dan seni profan. Oleh karena itu, seni wali dan seni bebali
disebut atau digolongkan sebagai seni sakral, sedangkan seni bali-balian
yang berfungsi sebagai hiburan digolongkan sebagai seni profan.
Kesakralan kesenian dalam kehidupan masyarakat Bali, khususnya
Desa Banda, sangat terkait dengan berbagai bentuk mitologi yang melatar
belakangi kepercayaan masyarakat. Atas dasar latar bela kang kepercayaan
tersebut, masyarakat dapat memahami proses perkem bangan ideologi
kepercayaan berlandaskan atas rasa, bukan rasio semata. Keberadaan
kesenian ini sangat dikeramatkan melalui berbagai prosesi ritual yang
bersifat religius sehingga bentuk kesenian ini tetap memancarkan aroma
magis (kekuatan gaib) yang memberi perlindungan terhadap marabahaya,
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
60
baik yang kelihatan (sekala) maupun yang tdak kelihatan (niskala), bagi
warga masyarakatnya. Berdasarkan nilai kesakralan, kesenian mempunyai
kaitan yang erat dengan sistem kepercayaan masyarakat pemilik kesenian
ter sebut. Sistem kepercayaan itu sering berhubungan dengan aspek
aspek kejiwaan, di antaranya tentang dunia gaib, dewadewa, makhluk
halus, roh leluhur, dan kekuatan sakt. Selain itu, sistem kepercayaan juga
berhubungan dengan penyakit dan kematan.
Namun, hal ini sangat berbeda dengan seni sakral yang dimiliki atau
didukung oleh kelompok kekerabatan dan komunitas (banjar adat dan
desa adat). Hampir semua kelompok kekerabatan dan desa pakraman di
Bali memiliki atau mendukung salah satu seni sakral yang dikeramatkan.
Walaupun bentukbentuk seni sakral yang disucikan itu menampilkan wa-
jah yang beraneka ragam antara desa pakraman yang satu dengan yang
lain, namun hal itu tetap dilandasi konsepsi desa-kala-patra (tempat, wak-
tu, keadaan) dan desa-mawa-cara (menurut aturan atau ketentuan yang
berlaku di masingmasing desa), namun memiliki tujuan yang sama, yaitu
memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi umat manusia ke hadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Mahakuasa) penguasa jagat raya ini.
Komunitas di Bali dikenal dengan desa pakraman (desa adat) yang
didukung oleh banjar adat sebagai bagian desa pakraman. Desa pakraman
ini kedudukannya bersifat otonom dan mengurusi adat dan agama di
wilayah desa tersebut. Desa pakraman mempunyai tugas dan kewajiban
untuk memelihara maupun menyelenggarakan upacara Pura Kahyangan
tga desa, meliput Puseh, Bale Agung (Desa), dan Dalem. Selain upacara
tersebut, Bali juga memiliki kesenian yang sangat disakralkan (disucikan),
di antaranya kesenian Calon-Arang yang ditampilkan dalam bentuk tarian
Barong dan Rangda (Barong and Rangda dance).
Kesenian profan merupakan bentuk kesenian yang diciptakan oleh
para seniman dengan tujuan untuk memberikan hiburan bagi seluruh
lapisan masyarakat. Bentuk maupun jenis kesenian profan hampir sama
kesenian sakral, yaitu meliput seni tari, seni suara, seni sastra, dan seni
rupa. Mengingat bentuk dan jenis kesenian ini bertujuan untuk memberi
hiburan kepada manusia, bukan untuk persembahan kepada dewa-dewa,
maka tdak dilakukan proses sakralisasi (penyucian) maupun pengera-
matan. Seni yang bersifat profan ini lebih cepat mengadopsi perubahan
perubahan sesuai tuntutan zaman. Di sinilah para seniman yang meng-
gelut bidang kesenian sepert seni tari, seni suara, seni sastra, dan seni
rupa dituntut memiliki daya kreatvitas yang tnggi untuk memenuhi gaya

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

61
hidup manusia yang terus berubah. Sebagai contoh, dalam bidang seni
tari sudah terjadi kemajuan maupun perkembangan dengan melahirkan
berbagai bentuk tari yang telah dimodifkasi dengan mengambil lakon
kehidupan sekitar, misalnya tari manukrawa, tari belibis, tari jalak puth,
tari legong kraton, margapat kebyar duduk, dan lain sebagainya. Begitu
pula dengan seni suara, dewasa ini muncul banyak seniman penyanyi
pop lagulagu Bali yang mengambil tema lagu tentang perikehidupan dan
kultur masyarakat Bali. Di bidang seni rupa para seniman sepert pelukis,
pemahat, dan designer) sudah mengarah kepada seni kontemporer, dari
bentuk gaya klasik tradisional ke arah modern.
Seni sakral dan profan yang berkembang di Banjar Banda diorgani sasi
dalam kelompok atau perkumpulan kesenian yang diberi nama sekaha.
Sekaha kesenian ini ada dua bentuk. Pertama, bersifat permanen, artnya
keberadaannya tetap eksis dari generasi ke generasi. Yang menjadi ang-
gota dalam sekaha kesenian itu adalah krama banjar pada desa pakra-
man. Dalam hal ini, sekaha merupakan subdesa adat/banjar adat yang
diberi tanggung jawab terhadap penyelenggaraan kesenian tersebut,
terutama kegiatan kesenian yang berkaitan dengan upacara adat/agama
dalam lingkungan desa pakraman. Anggota krama banjar yang ditunjuk
kelian adat banjar memang diberi tugas mengemban misi kesenian yang
disakralkan oleh desa pakraman yang berhubungan dengan pementasan
tari wali (kesenian sakral).
Dari wawancara dengan Jero Mangku Pasek Dalang, jenis kesenian
yang ada di Banda adalah:
Sekeha gong/kelompok yang menabuh:
1. Sekeha Gong Banjar
2. Sekeha Gong Penataran
Tari wali/sakral
1. Tari Baris Tumbak
2. Tari Rejang Dewa
Kesenian ini ditampilakn pada penyelenggaraan Pura Kahyangan tga
desa (Puseh, Bale Agung, dan Dalem). Bagi krama (anggota) Banjar Banda
yang terlibat dalam kegiatan sekaha kesenian itu, yang pada dasarnya
dimiliki oleh desa pakraman, diberikan hak bebas dari ayahan (kewajiban)
banjar adat, hal ini senada dengan penjelasan kelian Banjar Banda, I
Wayan Balik.
Kesenian yang memiliki nilai pendidikan tentang pentngnya kese
hatan ibu dan anak adalah kesenian yang memiliki cerita dan kisah yang
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
62
berhubungan dengan kepercayaan kesembuhan anak lewat kesenian,
sepert dijelaskana oleh Jero Mangku Pasek Dalang yang merupakan
seorang dalang wayang lemah. Ia menjelaskan hubungan wayang dengan
kesehatan bayi sebagai berikut.
Apabila anak lahir pada hari yang sama waktu wuku wayang,
maka dianggap keramat. Umat Hindu meyakini bahwa anak
yang dilahirkan pada hari tersebut patut diselenggarakan
upacara lukatan besar yang disebut sapuh leger, agar anak
yang baru dilahirkan itu terhindar dari gangguan (buruan)
Dewa Kala.
Dalam lontar Sapuh Leger dan Dewa Kala, Batara Siwa
memberi izin kepada Dewa Kala untuk memangsa anak/orang
yang dilahirkan pada wuku wayang. Atas dasar isi lontar ter-
sebut, maka anak yang lahir bertepatan dengan hari ini harus
melaksanakan kegiatan upacara pementasan wayang sapuh
leger dengan peralatan yang lengkap berikut sesajennya.
Anak yang lahir pada tumpek wayang memiliki sifat-sifat negatf
karena hari itu dianggap memiliki nilai cemer (kotor) yang mem-
bawa sial. Anak tersebut dikhawatrkan dirundung malapetaka,
akibat dikejar-kejar Dewa Kala. Dengan upacara mementaskan
wayang sapuh leger ini si anak yang baru lahir tersebut diyakini
dapat terhindar dari kejaran Dewa Kala dan juga dapat memus-
nahkan sifat-sifat negatf pada anak tersebut.
Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa kesehatan anak berhu-
bungan erat dengan sang kala, sehingga masyarakat mengupayakan ke
se hatan anaknya dengan memohon ke hadapan Tuhan agar diberikan
kesehatan kepada anaknya dengan melaksanakan pertunjukan wayang
sapuh leeger serta nunas trtha wayang/meminta air suci yang telah
didoakan oleh Mangku Dalang dengan harapan agar terhindar dari mala
petaka.
Kesenian lain yang sangat mendasar bagi pemahaman pentngnya
pemberian ASI kepada anak dijelaskan lewat kesenian megeguritan (seni
sastra) yang diselenggarakan sebagai pelengkap upacara. cerita yang
berhubungan dengan pentngnya ASI bagi anak adalah cerita Bhima
Swarga. Informasi ini disampaikan oleh informan bernama I Wayan Balik
selaku pelaku seni megeguritan/seka santhi yang menjelaskan cerita ini.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

63
cerita ini mengisahkan Dewi Kunt mimpi didatangi atma Pandu dan Dewi
Madri yang meminta tolong agar dibebaskan dari neraka. Dewi Kunt pun
menyampaikan mimpinya kepada Panca Pandawa. Diputuskan bahwa
Bimalah yang akan menyampaikannya ke swarga loka. Dalam suatu prosesi
yang hening, Bhima Swarga pun dimulai. Diiringi Merdah dan Twalen,
mereka sampai di marga sanga tempat swarga loka berada, di bumi
antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab. Sampai
di tegal penangsaran, tempat para roh menunggu giliran menghadap
Bhatara Yama untuk ditentukan apakah roh masuk surga atau neraka.
Dalam penantan itu para roh menerima hukuman sesuai karmanya.
Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka (atma
yang serakah), atma sengsaya (atma yang senantasa curiga), dan atma
bebotoh (atma penjudi).
Inilah perjalanan spritual Bhima yang memberi pengalaman batn
tentang pelaksanaan para atma setelah lepas ke alam niskala, sesuai karma
atau perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada.
Pertama-tama mereka melihat atma tatwa (atma yang menyalahgunakan
pengetahuan tatwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga) dihukum
oleh Bhuta Tottog Sil, yaitu babutan (makhluk angkara) dengan wujud
mata yang besar.
Di sebelahnya ada Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak,
kadang tak tampak) bersama Bhuta celeng, babutan berbentuk babi
yang menghukum atma yang berprilaku buruk. Beranjak tdak jauh dari
itu, tampak Bhuta Abang, babutan yang berwujud raksasa berkulit merah
menyala sedang menggotong atma lengit (malas). Atma yang semasa
hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan (dimasukkan) ke bejana
besar berisi air mendidih yang disebut kawah Gomuka.
Di sebelah kanan bejana itu tampak Bhuta Ireng, babutan berwujud
raksasa berkulit hitam bersama sang Bhuta Prungut, babutan besar, berkulit
hitam dan berwajah angker sedang menggotong atma
12
Corah, atma yang
semasa hidupnya senantasa berprilaku buruk, untuk dicemplungkan ke
kawah Gomuka.
Sementara itu, Bhuta Ode-Ode, babutan yang bertubuh gemuk
dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah Gomuka
sehingga airnya terus mendidih. Tidak jauh dari kawah Gomuka, Sang
Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atma
12
Roh
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
64
sedang menghukum atmaning usadha, atma dukun atau dokter yang
menguasai ilmu pengobatan namun pernah lalai menyembuhkan orang
sakit, melakukan malpraktk, dan selalu menerima imbalan yang tnggi
kepada orang yang diobatnya. Di sebelahnya lagi tampak Bhuta Mandar
dan Bhuta Mandir, dua raksasa bengis bersaudara kembar yang sedang
menggergaji kepala atma wong alpaka guru (tdak pernah taat kepada
guru), atma yang tdak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik
karena melalaikan kedua orang tuanya.
Di sebelahnya tamopak Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha
sakt sedang menghukum atma memaling (mencuri) nasi, ini terjadi karena
saat di marcapada ia suka mencuri makanan, karena itu sebaiknya jangan
sekali-kali mencuri nasi, seberapa pun laparnya.
Tidak jauh di tempat itu, Bhuta Wingkara yang bengis bersama Bhuta
Lilipan yang berwujud aneh, yaitu memiliki belalai sepert gajah dan
tubuhnya sepert tubuh singa, mulutnya penuh bisa sepert ular, sedang
menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu dan membunuh
binatang yang tdak patut dibunuh. Saat melihat itu semua, Mredah dan
Twalen miris hatnya teringat akan kewajiban kepada orang tuanya yang
belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Mredah dan Twalen terkejut
karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan
kembali Sang Jogor Manik ada di tempat lain sedang mengadili dua atma,
yaitu satu atma kedi dan yang satu atma keliru, yang satu lakilaki sepert
perempuan, yang satu lagi perempuan sepert lakilaki. Sementara di
sebelahnya, Bhuta Togtog Sil yang matanya besar sedang menyiksa atma
angadol prasast (atma yang berani memperjualbelikan prasast).
Tak jauh dari tempat itu, banyak atma yang disebut atma prasentana,
atma yang tdak memiliki keturunan, sedang digantung di pohon bambu.
Sementara itu, atma nora matatah, atma yang belum melaksanakan
upacara potong gigi, sedang menggigit pohon bambu sambil disiksa oleh
Bhuta Prungut yang menyeramkan dan menghunus pedang. Beranjak
sedikit dari tempat itu, lagilagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang
berhadapan dengan atma anit krama, atma yang semasa hidupnya sangat
tdak ramah tamah dan membandingbandingkan tamu yang datang
kepadanya. Di sebelahnya ada atma angrawun yang semasa hidupnya
meracuni banyak orang, sedang diberi makan medang (bulu halus bambu)
oleh Bhuta Ramya yang suaranya bergemuruh.
Berdekatan dengan itu, Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang
menyiksa atmaning wong andest, atma yang semasa hidupnya menggu

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

65
nakan ilmu hitam untuk menyakit orang. Di sebelahnya lagi, atma wong
bengkung, atma yang tdak mau menyusui bayinya, sedang disiksa dengan
cara mematukkan ular tanah pada putng susunya oleh Bhuta Pretu.
Setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya,
Bhima menemukan kawah Gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan
kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya,
ia mencari trta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu
kedua orang tuanya. Setelah diperciki trta amerta, Pandu dan Dewi Madri
berhasil memperoleh kebahagiaan abdi di surga (sumber: Geguritan Bima
Swarga)
Geguritan tersebut sangat melekat dalam pikiran masyarakat. Dalam
cerita ini tersirat betapa pentngnya menyusui anak sehingga bila tdak
mau menyusui anak akan menerima hukuman sepert yang disebut di atas.
Pentngnya pemberian air susu ibu (ASI) yang dibungkus dengan ce rita san-
gat mempengaruhi masyarakat Bali dan ma syarakat Banda pada khusus-
nya. Hal ini mendukung kesadaran para ibu akan pentngnya pemberian
ASI kepada anak. ASI adalah anugerah yang sangat luar biasa. ASI bagi bayi
sangat pentng sehingga ASI tdak tergantkan oleh makanan lainnya. ASI
mengandung banyak vitamin dan protein yang mudah diserap oleh tubuh.
Selain itu, ASI juga mengandung garam yang baik untuk imunitas.
Begitu pentngnya ASI bagi kehidupan ini, leluhur menciptakan cerita
rakyat atau mitos yang sangat dipercaya oleh masyarakat Bali, khususnya
masyarakat Banjar Banda.
2.8. Mata Pencaharian
Pertumbuhan perekonomian daerah Kabupaten Gianyar secara
umum dapat dilihat melalui indikator perkembangan PDRB dan PDRB per
kapita. Berdasarkan data perkembangan PDRB dapat disimpulkan kondisi
ekonomi makro Kabupaten Gianyar sebagai berikut.
1. Perekonomian Kabupaten Gianyar tahun 2009, berdasarkan nilai
absolut PDRB Kabupaten atas dasar harga berlaku, diperkirakan
sebesar Rp6.442,46 miliar, meningkat dibandingkan tahun 2008
yang mencapai Rp5.583,10 miliar.
2. Berdasarkan harga konstan, pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Gianyar tahun 2009 sebesar 5,93%, mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 5,90%.
3. Kontribusi terbesar PDRB Kabupaten Gianyar berdasarkan harga
berlaku bersumber dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
66
sebesar 28,33%, sektor industri pengolahan sebesar 18,82%,
dan sektor pertanian sebesar 17,96% (Profl Dinas Kesehatan
Gianyar 2012).
Berdasarkan data tersebut perekonomian di Gianyar meningkat dari
tahun sebelumnya dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran ada di
peringkat pertama. Sektor industri pengolahan di peringkat kedua, dan
sektor lain, termasuk pertanian, berada di peringkat ketga. Hal ini tampak
dengan banyaknya hotel dan restoran di Gianyar dan juga di daerah pintu
masuk ke Banjar Banda. Pada gambar berikut tampak vila dan komoditas
lidah buaya di Desa Saba.
Gambar 2.21 Vila di Desa Saba. Gambar 2.22 Tanaman komoditas
penduduk Banjar Banda.
Sebagai penunjang pertama sektor perekonomian, banyak hotel dan
penginapan tersebar di Gianyar. Di Banjar Banda terdapat satu vila yang
digunakan untuk menginap tamutamu orang asing atau turis manca
negara. Beberapa penduduk di Banjar Banda juga bekerja di vila ini untuk
menambah penghasilan.
Ketka memasuki Desa Saba, subsektor pertanian lahan basah di
Desa Saba tampak masih menonjol meskipun banyak lahan pertanian te-
lah beralih fungsi sebagai pemukiman atau usaha produktf lainnya sepert
pembuatan batako dan usaha peternakan. Di samping itu, banyak petani
beralih ke usaha budidaya udang galah yang dilakukan hampir semua pen-
duduk Desa Saba sejak tahun 90an sampai sekarang dengan mengguna-
kan cara yang sangat sederhana. Pada waktu itu hanya jenis ikan tertentu
yang dipelihara, misalnya ikan mujair, ikan kaper, dan ikan gurami. Namun,
sesuai dengan kemajuan teknologi di bidang perikanan dan kebutuhan
pasar pada masa ini, mereka mulai membudidayakan udang galah di Desa

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

67
Saba yang dilakukan oleh kelompok perikanan. Perkembangan budidaya
udang galah ini sangat pesat walaupun ada kendala yang dialami, sepert
debit air kecil, harga pakan mahal, dan biaya pemeliharaan tnggi.
Pada subsektor perkebunan dan pertanian, sebenarnya Desa Saba
masih memiliki lahan yang cukup luas untuk bisa dikembangkan menjadi
perkebunan secara makro. Oleh karena itu diperlukan pemikiran-pemikiran
yang inovatf. Sampai tahun 2004 perkebunan di Desa Saba masih bersifat
sederhana dan trafsional, sepert misalnya perkebunan pisang, kelapa,
pepaya, dan lain sebagainya. Mayoritas penduduk Banjar Banda adalah
petani dan itu merupakan pekerjaan pokok. Hal ini diungkapkan salah
seorang informan, yaitu Pak Bendeso (ketua desa adat) sebegai berikut.
Kalau di sini kebanyakan petani, Mas, petani tanah basah,
ada yang buruh, ada yang tukang, ada yang jualan, ada yang
ke sawah juga, pegawainya bisa dihitung, mayoritas petani!
Mayoritas pekerjaan utama penduduk Banjar Banda adalah petani
yang tergabung dalam subak. Subak mengatur sistem pengairan untuk ke
sawah. Salah seorang petani yang menanam padi menceritakan bahwa
hanya pada musim penghujan saja sawahnya ditanami padi. Untuk me
nanam padi dia mengeluarkan modal awal sebesar Rp1 juta dan nant
setelah tga bulan dipanen dan mendapatkan penjualan kotor sebanyak
Rp2 juta, sehingga petani bisa mendapatkan laba bersih Rp1 juta selama
3 bulan jadi. Maka, penghasilan ratarata per bulan seorang petani adalah
Rp350.000,00. Pada musim kering dan sulit air, kebanyakan lahan akan
disewakan ke orang lain. Ada yang disewa untuk menanam lidah buaya
dan ada yang digunakan untuk menanam semangka.
Subsektor peternakan di Desa Saba mengalami perkembangan yang
mengembirakan, terutama di bidang peternakan sapi karena pada tahun
2003 kelompok peternak sapi mendapat suntkan dana puluhan juta serta
mendapat binaan dari pemerintah daerah. Selain ternak sapi, masyarakat
Desa Saba juga bergerak di bidang peternakan ayam, itk, dan babi. Usaha
ini merupakan hasil tambahan bagi penduduk Desa Saba.
Subsektor transportasi merupakan subsektor yang sangat pentng di
Desa Saba karena jasa transportasi merupakan kebutuhan vital bagi ke
giatan ekonomi masyarakat, sepert mengangkut para pedagang ke pasar,
mengangkut hasil pertanian, dan sebagainya. Pentngnya jasa trans portasi
bagi masyarakat Desa Saba dapat diketahui dari peningkatan mobil yang
ada di Desa Saba. Mengingat pentngnya transportasi tersebut, maka
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
68
ruasruas jalan atau jalur lalu lintas di Desa Saba meningkat. Salah se-
orang warga Banjar Banda yang berprofesi sebagai tukang antar meng-
gunakan mobil pick-up dan sebagai pemilik warung di samping Balai Ban-
jar menceritakan bahwa dulu dia bekerja di Denpasar, namun karena ia
merupakan anak lakilaki tunggal, ia harus tnggal di rumah dan memulai
lagi dari nol. Ia membuka usaha warung dan sesekali jika ada orang yang
minta diantar menggunakan jasa mobil pick-up dia sanggup mengantar.
Jika jaraknya dekat biasanya ongkos antar dan angkut antara Rp30.000,00
Rp50.000,00.
Sub sektor industri kecil/kerajinan di Desa Saba berkembang dengan
pesat sehingga mampu mengubah wajah desa dan mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hasi industri kecil tersebut mampu menopang
kehidupan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup warga masyarakat
desa. Kerajinan yang diproduksi di desan ini antara lain patung batu cadas,
perak, anyaman, dan batu padas, sepert tampak pada gambar 2.23 dan
2.24.
Gambar 2.23 Pekerja mengangkut batu Gambar 2.24 Tumpukan batu padas.
padas di tepi Sungai Petanu.
Ada juga penduduk yang berprofesi sebagai pengrajin atau pembuat
batu padas atau batu kali di dekat Sungai Petanu. Mereka menggali batu
yang bisa dipakai sebagai bahan bangunan, lalu membentuknya menjadi
kotakkotak. Dari tepi sungai itu buruh wanita mengangkutnya ke atas.
Untuk mengangkut batu padas dari tepi Sungai Petanu sampai di pinggir
jalan utama, seorang ibu yang mengangkut tga buah kotak batu dihargai
Rp5000,00. Jika batu sudah jadi dan disusun ditepi jalan, oleh penjualnya
akan dijual Rp12.000,00 per buah.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

69
Dalam bidang perekonomian, Desa Saba tampaknya sudah mulai
bangkit dari kemunduran, terbukt dengan lengkapnya sarana penunjang,
misalnya adanya LPD di masingmasing desa pakraman, koperasai di
setap banjar, makin bertambahnya warung dan toko, kelompok pengrajin
semakin menjamur jumlahnya, serta tngkat kreatvitas penduduk semakin
tnggi (Profl Pembangunan Desa Saba, 20042005).
Dibandingkan dengan zaman dahulu, sekarang warga Banjar Banda
mudah mencari mata pencaharian sepert yang diceritakan seorang istri
pendeta berikut ini.
Kalau dulu hasilnya ndak sepert sekarang. Kalau sekarang
banyak kerja, kerja apa saja diambil itu, buat canang aja bisa
untuk kebutuhan sendiri, kalau dulu di mana dijual? Ndak ada
orang beli kalau dulu. Ndak sepert sekarang bikin apa, ada
yang beli makanya lebih gampang hidupnya sekarang. Kalau
dulu ndak ada, paling-paling cari kayu bakar, ndak ada dulu
kerja yang menghasilkan uang.
Dulu ketka istri pendeta ini masih muda ia sulit sekali mencari uang,
apalagi pekerjaan yang mapan. Canang hanya digunakan untuk berdoa dan
tdak laku dijual sepert sekarang. Sekarang waktu luang digunakan para
wanita untuk membuat canang, sedangkan dulu waktu luang digunakan
untuk mencari kayu bakar, dulu tdak ada canang yang laku dijual.
Gambar 2.25 Ibu yang sudah berusia Gambar 2.26 canang.
lanjut sedang membuat canang.
Sekarang kita jumpai banyak ibu yang sudah lanjut usia tua membuat
canang di selasela waktu luangnya. Aktvitas ini dilakukan rutn setap
siang, selain membuat untuk keperluan sesaji sendiri sebanyak 30 canang
setap hari. Canang ini juga dijual ke pasar. Canang dijual dengan harga
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
70
Rp4000,00 sebanyak 50 buah, namun jika musim odalan bisa laku sampai
Rp8.000,00 untuk 50 buah canang.
Gambar 2.27 Penjual babi sedang Gambar 2.28 Hasil home industry
menimbang babi. berupa pia kacang hijau.
Beberapa warga di Banjar Banda juga memelihara babi untuk diter
nakkan. Permintaan babi di desa ini tnggi karena selain untuk pelengkap
ritual upacara, babi juga dimasak untuk memenuhi warungwarung yang
menjual lawar babi dan babi guling. Harga dagig babi mentah adalah
Rp20.000,00 per kg.
Di Banjar Banda juga ada home industry berupa produksi pia kacang
hijau. Di tepi jalan sepanjang jalan utama desa terdapat banyak warung.
Hal ini menguntungkan produsen dan para peternak karena baik warung
makan maupun warung kelontong menjadi tempat pemasaran para
produsen dan peternak sepert menjual pia kacang hijau dan lawar babi.
2.9 Teknologi dan Peralatan
Peralatanperalatan yang digunakan ibuibu dalam persiapan mela
hir kan lebih pada menjalankan diet pola makan yang ketat sepert yang
dianjurkan oleh bidan dan tdak boleh makan makanan pantangan. Tek
nologi atau peralatan yang digunakan juga masih sederhana, misalnya alat
pembuat loloh [jamujamuan]. Alatalat tersebut berupa alu yang terbuat
dari batu dan gilesan sepert tampak pada gambar berikut.
Meskipun sederhana, alat ini mempunyai manfaat besar dalam
membuat jamu seharihari. Misalnya, ketka bayi masih berumur 42 hari,
pusarnya masih rawan terkena air saat dimandikan, maka sebelum diman-
dikan pusar bayi diberi bawah merah yang telah dibakar lalu ditumbuk dan
dibakar lagi, kemudian dicampur dengan minyak kelapa, lalu dioleskan
pada pusar bayi agar pusarnya tdak terkena air.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

71
Gambar 2.29 dan Gambar 2.30 Lesung, alat untuk membuat jamu.
Selain itu, jika anak batuk atau pusing, maka kepalanya diboreh beras
kencur yang telah ditumbuk. Alat penumbuknya juga alat ini. Memang
alat ini sangat berguna dan pada umumnya digunakan kaum perempuan
untuk membuat segala macam jamu.
Namun, lain dengan Pak GY. Hampir setap hari ia dikunjungi oleh
orang tua anak yang mempunyai keluhan, mulai dari sakit fsik maupun
gangguan makhlukmakhluk yang tdak tampak. Biasanya Pak GY
menggunakan media daun sirih yang kedua sisi tulang daunnya sama dan
seimbang. Salah seorang informan yang anaknya pernah diganggu roh
halus bercerita bahwa sejak pulang sekolah anaknya marahmarah dan
berteriakteriak terus, maka ia memanggil Pak GY. Pak GY meminumkan
air puth yang telah didoakan dan daun sirih untuk mengusir roh halus
tersebut. Menurut Pak GY memang kadang ada makhluk mengganggu
anak hingga mengakibatkan anak menjadi sepert itu.

BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
72

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

73
BAB III
KESEhATAN IBU DAN ANAK
3.1 Konsep Sehat-Sakit Etnik Bali
Secara komprehensif yang dimaksud dengan sehat yaitu suatu ke
adaan seseorang dapat mempergunakan secara efektf keseluruhan fung
si fsik, mental, dan sosial yang dia miliki dalam berhubungan dengan
ling kungannya, sehingga hidupnya berbahagia dan bermanfaat bagi
masyarakat. Menurut defnisi Word Health Organizaton (WHo) (Kumbara,
2010) sehat adalah suatu kondisi manusia yang bukan saja bebas dari
penyakit dan kecacatan fsik, tetapi juga bebas dari gangguan mental, dan
produktf secara ekonomi. Sebaliknya, secara mikro dan emik, oleh karena
adanya perbedaan latar belakang budaya dan lingkungan masyarakat
menyebabkan konsepsi tentang sehat sakit sangat bervariasi dan bersifat
subjektf antara satu kebudayaan dan kebudayaan yang lain.
Menurut Kumbara (2010) konsepsi orang Bali tentang sehat atau
sakit mengacu pada prinsip keseimbangan dan ketdakseimbangan siste
mik unsurunsur pembentuk tubuh dan unsurunsur yang ada di dalam
tubuh manusia, serta keseimbangan hubungan dengan lingkungan yang
lebih luas. Keseimbangan dan berfungsinya unsurunsur sistemik da
lam tubuh, serta terpeliharanya keharmonisan hubungan dengan ling
kung an, baik fsik, sosial budaya, maupun psikis menjadi penyebab
uta ma terbentuknya kondisi sehat. Sebaliknya, ketdakseimbangan un
surunsur tersebut menjadi faktor utama gangguan kesehatan atau pe
nyebab sakit. Dengan demikian, menurut konsepsi orang Bali, sehat
tdak hanya menyangkut bebas dari sakit atau penyakit, tetapi juga dapat
menikmat seterusnya tanpa terputus keadaan fsik, mental, dan spiritual
yang bahagia dan utuh. Konsepsi keadaan keseimbangan yang benar
dan hakiki itu tdak hanya menyangkut berfungsinya sistem dan organ
tubuh manusia dengan baik dan lancar, psikis, dan spiritual, tetapi juga
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
74
menyangkut keseimbangan hubungan secara dinamis dengan lingkungan
yang lebih luas, yakni hubungan harmonis dengan sesama ciptaan Tuhan
(bhuana, makrokosmos), antaranggota keluarga, tetangga, teman dekat,
dan anggota masyarakat secara lebih luas, dan antara manusia dengan
Tuhan Sang Pencipta.
Masyarakat Banda, di samping percaya bahwa mereka tdak berkuasa
menolak kehendakNya, baik berkenaan dengan halhal yang dianggap
buruk, sepert kematan, kesakitan, kecelakaan, kesengsaraan, dan lain
lain, maupun halhal yang baik, sepert keselamatan, kebahagiaan, kese
hatan, kemuliaan, rezeki, dan sebagainya, mereka juga percaya bahwa
manusia akan bisa terhindar dari halhal yang dianggap buruk jika me
reka senantasa mampu menjaga dan menciptakan keseimbangan atau
keharmonisan hubungan dengan alam, dengan manusia lain, dan dengan
Tuhan. Prinsip keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam,
dengan sesama manusia, dan dengan Tuhan, oleh orang Bali sangat po
puler disebut dengan Tri Hita Karana, yaitu tga penyebab utama ke
bahagian dan keselarasan hidup manusia, yang di antaranya membina
hubungan baik dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widi Wasa (parhyangan),
membina hubungan baik dengan sesama manusia (pawongan), membina
hubungan baik dengan alam (palemahan).
Kosmologi masyarakat Banda yang menekankan keseimbangan atau
keteraturan hubungan dan ketdakseimbangan kosmos (mikrokosmos-
makrokosmos) tersebut senantasa dijadikan konsep dasar untuk men
cegah dan sekaligus menanggulangi berbagai hal yang dianggap buruk,
sepert terganggunya kesehatan atau sakit, kecelakaan, kesengsaraan,
ketdakberuntungan, perceraian, dan bahkan kematan.
Masyarakat Banda percaya bahwa sakit tdak hanya merupakan
ge jala biologis yang bersifat individual, tetapi berkaitan secara holistk
dengan alam, masyarakat, dan Tuhan, maka setap upaya kesehatan yang
dilakukan tdak hanya menggunakan obat sebagai sarana pengobatan, te
tapi juga menggunakan sarana ritusritus tertentu dan mantramantra yang
termuat dalam aksara suci sebagai bagian dari proses tersebut. Dengan
demikian, menyembuhkan atau menanggulangi suatu penyakit tertentu,
umumnya digarap oleh baliyan usada di Bali, bukan hanya aspek biologis
pasien yang disentuh, tetapi juga aspek sosialbudaya dan spiritualnya.
Sehat bagi warga Banjar Banda tdak hanya sehat secara biomedis,
tetapi sehat rohani dan sosial. Kedua hal ini menjadi penentu seseorang
disebut sehat. Salah satu contoh, ada seorang anak remaja yang sehat

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

75
secara fsik, tetapi ia tdak pernah keluar rumah untuk bersosialisasi.
oleh beberapa warga anak remaja tersebut dikatakan sakit. Pengetahuan
warga tentang beberapa jenis penyakit didapat melalui penyuluhan di
balai banjar sepert ketka kami mengikut penyuluhan tentang HIV AIDS
dan gula darah yang diadakan oleh STIKES.
Berkaitan dengan pengetahuan akan penyakit dan pengobatannya,
masyarakat menempatkan tenaga medis dan nonmedis pada taraf ke
ahlian masingmasing. Untuk penyakit biomedis, warga memeriksakan
diri ke dokter spesialis, puskesmas, atau dokter praktk. Untuk gang gu
an kesehatan yang diakibatkan gangguan roh halus, para warga memper
cayakan penyembuhannya kepada penyembuh yang sudah dipercaya dan
berpengalaman, termasuk kepada pemangku atau pendeta.
Selain halhal yang berhubungan dengan biomedis, pengetahuan
masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan, baik yang tam
pak maupun tak tampak, juga didapat dari budaya tutur nenek moyang
atau warga lainnya. Pengetahuan pengobatan tradisional juga dibukukan
dalam buku Usada yang berisi macammacam penyembuhan penyakit
secara tradisional. Misalnya, Usada Rare adalah caracara pengobatan
untuk anak-anak.
3.2 Klasifkasi dan Jenis Penyakit yang Dikenal
Secara prakts masyarakat Bali menggolongkan penyakit menjadi dua
golongan besar, yaitu penyakit fsik (sekala) dan penyakit nonfsik (niskala).
Menurut kebiasaan dan keterangan beberapa informan, baik dari baliyan
maupun pasien, jenis penyakit fsik yang umum dikenal masyarakat Bali
adalah sebagai berikut.
1. Penyakit dalem (dalam), yakni jenis penyakit atau gangguan
yang menimpa seseorang dengan gejalagejala tubuh terasa
panas atau dingin berlebihan, atau perubahan unsur panas
dingin dalam tubuh secara mendadak.
2. Barah (bengkak) yang terjadi di bagianbagian tertentu anggota
badan.
3. Mokan (badan bengkak dan terasa sakit).
4. Buh (perut bengkak dan berair).
5. Pemalinan (bagian tertentu badan, sepert punggung, perut,
dan dada terasa sakit sepert ditusuktusuk).
6. Sula (sakit melilit di perut yang secara medis disebut gejala
kolik).
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
76
7. Belahan atau puruh (sakit sepert ditusuktusuk di bagian kepala
sampai ke mata}
8. Tilas naga dan tlas bunga (penyakit kulit yang biasanya me
nyerang kulit di bagian pinggang, dengan tandatanda khas
yang disebabkan oleh jamur. Tilas bunga penyakit kulit hampir
sama dengan tlas naga, tetapi menyerang pada bagian tubuh
lain, di luar bagian pinggang.
9. Tuju (bengkakbengkak yang terasa ngilu pada persendian kaki
dan tangan).
10. Tiwang (sakit ngilu atau kejang pada kaki atau tangan).
11. Upas (gatalgatal pada tubuh yang disebabkan oleh bulu bi
natang, jamur, atau getah/bulu pohon tertentu).
Sementara itu, jenis penyakit niskala (nonfsik) antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Buduh atau gila/stres dengan tngkat keparahan tertentu, yaitu
(1) uyang (gelisah), (2) suka mengigau, (3) suka lari dari rumah,
(4) ngamuk atau melakukan tndakan kekerasan tanpa sadar
atau melakukan tndakan abnormal lainnya.
2. Bebainan (sejenis gangguan jiwa yang dialami seseorang de
ngan perilaku abnormal secara tbatba, sepert menangis,
ter tawa, berteriakteriak, memanggilmanggil nama seseorang
atau orang yang sudah mat, dan tandatanda lainnya).
3. Beda, suatu jenis penyakit yang bisa menyerang, baik fsik mau
pun jiwa (nonfsik) seseorang yang gejalagejala dan penyebabnya
secara medis, baik oleh dirinya maupun praktsi medis, tdak
diketahui secara past, namun yang bersangkutan secara fsik dan
mental tampak kurang sehat atau merasa kondisi kesehatannya
terganggu secara tbatba tanpa diketahui penyebabnya secara
jelas. Secara umum jenis penyakit ini menunjukkan tanda-tanda
antara lain tampak pucat dan lemah, kadangkadang pinsan
secara tbatba, kepala terasa sakit sekali, gelisah, sering mimpi
buruk, sukar tdur, cepat marah tanpa alasan, dan lainlainnya.
Atas ketga jenis penyakit niskala ini, menurut konsepsi orang Bali
disebabkan oleh faktorfaktor yang bersifat personalistk dan suprana
turalistk. Faktorfaktor tersebut antara lain:

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

77
1. Leyak/dest, yaitu penyakit yang disebabkan oleh manusia jahat
yang dengan kekuatan gaibnya telah berubah rupa menjadi
binatang tertentu (kera, babi, anjing kurus, rangda, dan lain
lain) yang dengan perubahan wujud itu mendatangi orang yang
dituju dan akhirnya menyebabkan sasaran atau korban menjadi
sakit.
2. Cetk, yaitu racun gaib yang telah masuk ke tubuh seseorang
lewat makanan atau minuman, baik yang ditaburkan langsung
pada minuman atau makanan maupun dikirim secara gaib atau
dengan kekuatan supranatural, sehingga orang yang meminum
atau memakan racun tersebut menjadi sakit, dan bahkan
menyebabkan kematan.
4. Teluh, yaitu makhluk mirip manusia yang diciptakan dan te lah
memiliki kekuatan magis yang dikirim oleh seseorang untuk
memasuki raga atau jiwa orang yang dituju sehingga menye
babkan orang tersebut menjadi sakit, sedangkan papasangan
adalah penyakit yang disebabkan oleh benda yang berkekuatan
magis yang ditanam di tempat orang yang dituju.
5. Trangjana/acep-acepan, yaitu jenis penyakit yang diderita
seseorang yang disebabkan oleh ulah orang sakt atau berilmu
dengan cara ngacep (menghipnots dari jarak jauh orang yang
dituju) sehingga yang bersangkutan menjadi sakit.
6. Bebai, yaitu sejenis binatang yang diciptakan oleh baliyan sakt
yang memiliki kekuatan magis, dan disuruh masuk ke dalam
badan orang yang dituju sehingga menyebabkan orang yang
bersangkutan terganggu jiwanya atau menderita bebainan.
7. Kepongor, yaitu gangguan jiwa yang diderita seseorang yang
disebabkan oleh kemarahan roh-roh leluhur mereka akibat ke-
lu arga bersangkutan telah melalaikan kewajiban agama atau
adat yang menjadi tanggung jawabnya.
Selain itu, dalam masyarakat Bali juga dikenal adanya jenis penyakit
yang bersifat fsik, namun disebabkan oleh faktorfaktor yang bersifat fsik
dan nonfsik sebagai berikut.
1. Mala, yaitu sakit/gangguan kesehatan pada mental/pikiran indi
vidu yang disebabkan oleh adanya gangguan biopsikologis dan
karena faktor nonbiomedis berupa kekuatan supranatural.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
78
2. Letuh, yakni gangguan fsik atau mental yang dialami sese
orang karena faktor bawaan sejak lahir dan atau muncul ke
mu dian sebagai akibat faktor supranatural (hukum karma/
karma wesana), perbuatan yang dilakukan pada kehidupan
terdahulu dan harus dijalani pada kehidupan sekarang sehingga
seseorang mengalami jenis penyakit tertentu yang sulit untuk
disembuhkan.
3.3 Balian dan Keahliannya
Baliyan adalah sebutan yang paling populer bagi para pengobat tra
disional (dukun) di masyarakat Bali. Baliyan adalah orang yang mem punyai
kemampuan menolong orang yang mengalami gangguan kesehatan dengan
menggunakan caracara pengobatan yang diwarisi secara turuntemurun
dari nenek moyangnya. Sistem pengetahuan pengobatan tradisional yang
dipakai sebagai acuan, sumber, atau landasan yang digunakan baliyan
untuk memecahkan masalah kesehatan disebut usada.
Secara etmologis, kata usada berasal dari kata ausadhi (bahasa San
sekerta) yang berart tumbuhtumbuhan yang mengandung khasiat obat
obatan. Istlah usada ini tdaklah asing bagi masyarakat di Bali, karena kata
usada sering dipergunakan dalam percakapan seharihari dalam kaitan
pengobatan orang sakit.
Berdasarkan sumber pengetahuan dan kemampuan baliyan dikenal
beberapa kategori baliyan, yaitu (1) baliyan usada, (2) baliyan tason atau
ketakson, (3) baliyan kepican, dan (4) baliyan campuran.
Baliyan usada adalah baliyan yang dalam menjalankan profesinya
mengobat orang sakit berpedoman pada dasardasar pengetahuan, teknik,
dan keterampilan yang diperoleh atau dipelajari dari naskahnaskah kuno
yang umumnya tertulis dalam lontar usada, di samping menggunakan
pengetahuan dan teknik pengobatan yang berasal dari sumber lain.
Baliyan katakson adalah baliyan yang dalam menjalankan profesinya
menyandarkan diri pada kekuatankekuatan sakt yang ada dan dimiliki
oleh makhlukmakhluk supranatural sepert, dewadewa, rohroh, jin,
dan kekuatan sakt lainnya. Kemampuan, kesaktan, dan keahlian yang
dimiliki baliyan jenis ini umumnya diperoleh tdak melalui proses belajar,
melainkan dengan cara yang tdak lazim atau orang tersebut tanpa di
ketahuai sebabnya tbatba memiliki taksu. Taksu adalah kekuatan gaib
yang masuk ke dalam diri seorang baliyan sehingga dengan kekuatan
gaib itulah ia mampu menolong dan menanggulangi berbagai persoalan

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

79
yang dihadapi orangorang, bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga
masalah sosial lain yang tdak terkait langsung dengan kesehatan. Karena
praktk yang dilakukan oleh baliyan jenis ini bersandar pada kekuatan gaib,
maka praktk persembahan dengan ritual berupa persembahan (banten)
tertentu sebagai sarana untuk memohon kekuatan gaib menjadi sarana
utama. Dalam menentukan jenis penyakit klien yang datang kepadanya,
bailan ini tdak menggunakan teknik tetengerin gering sebagaimana yang
lazim digunakan oleh baliyan usada.
Baliyan kapican adalah baliyan yang mirip dan bahkan hampir sama
dengan baliyan ketakson. Dalam menjalankan profesinya, ia menggunakan
atau bersandar pada bendabenda bertuah yang diperoleh dari kekuatan
supranatural yang disebut pica untuk menyembuhkan atau menolong
pasien (orang sakit). Bendabenda bertuah ini pada umumnya berupa keris,
batu permata, uang kepeng yang memiliki gambar dan bentuk spesifk,
kayu dan atau akar jenis pohoh tertentu, dan kadangkadang air suci yang
disebut wangsuhan sebagai sarana obat. Dengan mempergunakan pica
itulah baliyan ini menyembuhkan berbagai penyakit yang ditanganinya.
Sementara baliyan campuran adalah baliyan yang dalam menjalankan
profesinya, di samping bersandar pada pengetahuan, teknik, dan kete
rampilan pengobatan yang dipelajari dari naskahnaskah kuno yang ter
dapat dalam lontar usada, juga menggunakan bendabenda bertuah yang
diperoleh secara gaib dan menggunakan kekuatan gaib melalui proses
permohonan dengan ritual tertentu. Dengan kata lain, jenis baliyan ini,
dalam menjalankan profesinya, ia menggunakan secara bersamasama
pengetahuan, teknik pengobatan usada, dan berbagai sumber daya lain
yang dipandang memiliki kekuatan sakt.
Sebaliknya, menurut spesialisasinya, masyarakat Bali mengenal
bebe rapa jenis kejuruan baliyan, yaitu (1) baliyan urut (dukun pijat)
yang memiliki keahlian khusus menangani pasien yang mengalami pa
tah tulang atau keseleo urat, (2) baliyan manak (dukun bayi) yang
memi liki keterampilan khusus menangani persalinan atau perawatan
ke hamilan secara tradisional, (3) baliyan tenung (dukun nujum) yang
memiliki keahlian untuk meramal keadaan atau kejadian yang akan dan
telah menimpa seseorang atau suatu keluarga, dan mampu menjelaskan
faktor-faktor penyebabnya. Dalam menjalankan profesinya, baliyan
ini umumnya menggunakan sumber pengetahuan yang dipelajari atau
diper oleh dari naskah-naskah kuno, lontar usada, dan dikombinasikan
dengan penguasaan olah batn, dan (4) baliyan peluasan (dukun pemberi
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
80
informasi). Karakteristk baliyan peluasan ini hampir sama dengan bali-
yan ketakson, karena dalam menjalankan profesinya sebagai pemberi
infor masi ia sangat bergantung pada kekuatan gaib yang masuk ke
dalam tubuh dan jiwanya. Keberhasilan baliyan menjawab masalah yang
dihadapi, sesuai dengan persepsi dan harapan kilen, sangat tergantung
pada terpenuhinya permohonan baliyan selaku perantara (mediator)
kepada kekuatan gaib yang dipuja atau dimohonkan kekuatannya. Dalam
proses permohonan kekuatan gaib ini, sarana ritual berupa banten (sesaji)
yang dipersembahkan kepada kekuatan gaib yang dituju berserta mantra
mantra yang menyertainya menjadi sarana pokok.
Sementara itu, berdasarkan konsepsi dualistk rwa bhineda (dua
kekuatan yang berlawanan) dalam konteks fungsi dan peran baliyan,
masya rakat Bali mengenal dua kategori baliyan, yaitu penengen dan
pengiwa.
Baliyan penengen adalah sebutan untuk baliyan yang dalam mela
ku kan praktknya ia menggunakan kemampuan/kesaktan yang dimiliki
sematamata untuk tujuantujuan positf, yakni menolong orang atau
mengatasi masalah yang dihadapi anggota masyarakat, baik yang ber
sifat medis (pengobatan) maupun nonmedis (masalah sosial dan spi
ritual). Dalam menjankan profesinya, baliyan jenis ini secara konsisten
menggunakan dan bersandar pada kode etk seorang baliyan. Artnya,
dalam praktknya, dukun jenis ini di samping berperan sebagai penolong,
ia juga menjalankan profesinya selalu menggunakan ilmuilmu yang
digolongkan sebagai ilmu beraliran puth.
Sebaliknya, baliyan pengiwa adalah sebutan untuk baliyan yang da
lam praktknya melakukan peran ganda, dan dalam melakukan perannya
itu, baliyan ini dianggap menggunakan dasardasar ilmu yang digolongkan
oleh masyarakat sebagai ilmu beraliran hitam. Peran ganda yang dimaksud
yaitu di samping menolong orang sakit atau sebagai penyembuh, ia juga
berperan sebagai pembuat penyakit yang ditujukan kepada orangorang
tertentu, baik demi kepentngan sendiri maupun atas suruhan orang lain.
Karena peran ganda inilah dia disebut sebagai baliyan pengiwa. Sekalipun
baliyan jenis ini melakukan praktk pengiwa (penyembuh dan sekaligus
pembuat penyakit) bagi orangorang tertentu, namun dalam kehidupan
masyarakat Bali mereka tdak pernah dimusuhi, dibenci, atau pun diku
cilkan oleh warga masyarakat atas peran ganda yang dilakoninya. Hal ini
terjadi karena terkait erat dengan konsepsi atau pandangan orang Bali
tentang segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi ini selalu atau

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

81
past mengandung sifatsifat rwa bhineda, sepert baik buruk, hitam puth,
gunung laut, lakilaki perempuan, sehat sakit, dan lainlain. Satu dengan
yang lain, sekalipun ada pada posisi biner, tetap tdak terpisahkan.
Sementara itu, mengenai sumber pengetahuan kesehatan dan
peng obatan masyarakat Bali dapat digolongkan dalam dua golongan
besar, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari hasil budidaya individu
dan masyarakat itu sendiri secara turuntemurun, dan pengetahuan yang
diperoleh dari luar, yakni hasil akulturasi kebudayaan sebagai akibat dari
adanya kontak dan saling pengaruh dengan kebudayaan lain. Unsurunsur
kebudayaan dari luar yang paling kuat dan tampak dominan dalam sistem
pengobatan masyarakat Bali adalah unsurunsur kebudayaan yang berasal
dari India yang bersumber dari kitab Ayurveda, di samping juga pengaruh
kebudayaan Tiongkok/cina.
Adanya kontakkontak budaya dengan India yang telah berlangsung
sangat lama dan intensif, khususnya berkaitan dengan penyebaran agama
Hindu di Indonesia, termasuk Bali, dan hijrahnya para danghyang (intelek-
tual Hindu dari Jawa) ke Bali untuk memantapkan paham HinduBuddha
di Bali yang diperkirakan berlangsung sejak awal abad ke7 hingga akhir
abad ke13 menyebabkan pengaruh agama dan nilainilai Hindu dalam ke-
budayaan Bali sangat kental. Masih kuat dan bertahannya hingga kini pen-
garuh agama Hindu terhadap kebudayaan Bali disebabkan oleh kondisi di
mana pendukung kebudayaan Bali hampir seluruhnya beragama Hindu.
Walaupun demikian, karena kontak kebudayaan itu berlangsung lama,
maka nilainilai Hindu, khususnya praktkpraktk pengobatan Ayur veda
dari India dan pengobatan dari Jawa yang dibawa oleh para danghyang
bercampur baur dengan tradisi yang ada sebelumnya, dan selanjutnya
oleh orang Bali diakui sebagai pusaka turuntemurun hasil pemikiran
nenek moyang mereka sendiri. Konsepsikonsepsi dan praktkpraktk tra-
disi pengobatan itu oleh masyarakat Bali diwariskan dalam bentuk naskah
naskah kuno dan lontarlontar, baik yang berwujud tutur/tatwa maupun
lontar usada, yang ditulis dengan berbagai bahasa. Sebagian naskah dan
lontar tersebut ada yang ditulis dengan huruf Pallawa India, huruf Jawa
Kuno, Sansekerta, dan sebagian besar ditulis dengan huruf Bali. Sistem
pengobatan yang merupakan warisan nenekmoyang yang ditulis dalam
berbagai naskah kuno dan lontar tersebut di Bali disebut dengan peng
obatan usada. Karena pengaruh budaya Hindu dari India sangat domi-
nan, maka sistem pengobatan tradisional di Bali sekarang ini menyerupai
sistem pengobatan Ayurveda (ilmu pengobatan dalam agama Hindu).
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
82
3.4 Permasalahan Sosial di Bidang Kesehatan
Menurut keterangan bidan Puskesmas, angka kematan bayi dan ibu
di Banjar Banda sangat rendah, bahkan bisa dikatakan tdak ada. Namun,
ada beberapa orang gila, khususnya perempuan. Kemungkinan ibu ini gila
karena tuntutan suaminya yang ingin memiliki anak perempuan. Namun,
menurut salah seorang tokoh masyarakat, penyebab gila ibu tersebut
bukan karena itu, tetapi karena dulu ibu itu memiliki tanah yang luas dan
begitu pesatnya pariwisata masuk Gianyar membuat harga tanah mahal
dan ia pun menjual tanah miliknya. Karena ia bergaya hidup mewah,
akhirnya uang hasil penjualan tanah itu habis dan orang tersebut tdak
punya tempat tnggal lagi untuk menetap sehingga jiwanya terganggu.
Permasalahan sampah menjadi permasalahan serius di Banjar Banda,
sebab dulu orangorang membuang sampah di jurang yang ada di pojok
dusun. Namun, sekarang di jurang tersebut sudah berdiri rumah milik
Pak Ir. Meski demikian, para warga masih terbiasa membuang sampah
di samping rumah Pak Ir, bahkan kadang membuang bangkai di tempat
itu dan anjinganjing yang memakan bangkai tersebut masuk ke halaman
rumah Pak Ir yang tentu saja akan menimbulkan bau tak sedap. Kadang
jika melihat warga masih membuang sampah di samping rumahnya, Pak
Ir marah. Namun, karena itu sudah menjadi kebiasaan dan di rumah
warga tersebut tdak ada tempat sampah, maka Pak Ir tdak bisa apa
apa. Kini sudah dipikirkan bagaimana mengelola sampah di tngkat desa.
Rencananya desa akan membeli truk untuk mengangkut sampah.
Kebiasan warga masyarakat Banda yang bisa mempengaruhi kese
hatan adalah pencemaran lingkungan karena banyaknya sampah yang
menumpuk di banyak tempat di desa itu. Namun, kebiasaan ini kini sudah
sedikit teratasi dengan gerakan gotong royong yang dilakukan oleh banjar
adat Banda, bahkan menurut pimpinan Banjar Banda akan segara dibuat
peraturan adat yang mengatur sanksi orangorang yang membuang sam
pah sembarang.
Peran organisasi masyarakat di Banjar Banda sangat mendukung ke
sehatan ibu dan anak. Wanita hamil memiliki keistmewaan. Bu MJ yang
profesi sebagai tukang jahit baju kebaya menjelaskan keistmewaan itu
sebagai berikut.
Wanita hamil sangat diistmewakan di dalam kegiatan sosial
sepert gotong royong. Wanita hamil tdak diperkenankan untuk
menjunjung ba rang, wanita hamil tdak diperbolehkan ngayah

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

83
dalam prosesi upacara di pura, wanita hamil diberikan keringan
dalam kegiatan adat atau di sebut luput (dispensasi). Dalam
masyarakat Banda, wanita hamil sangat diperhatkan sekali
oleh masyarakat sekitar dan keluarga besarnya, jadi warga di
sini akan selalu tahu akan kehadiran calon warganya. Wanita
hamil sangat sensitf, oleh karena itu wanita hamil sangat
hat-hat dalam bertngkah laku, sepert tdak keluar pada saat
senja (sandikala). Kalau keluar malam harus didampingi oleh
suami atau sanak keluarnya, serta memakai selendang yang
menutupi perutnya yang hamil. Ini adalah tngkat kewaspadaan
akan bahaya dari pengaruh negatf di sekitar.
Dari uraian tersebut tampak bahwa wanita hamil diberi perhatan
khusus oleh masyarakat, terutama tentang keselamatan kadungannya.
Tidak hanya dalam persoalan kehamilan, lembaga adat juga memiliki peran
pentng dalam mengatur kegiatan kesehatan sepert penyuluhan keseha-
tan dan kegiatan posyandu. Salah seorang informan menjelaskan menge-
nai organisasi sosial banjar sebagai pendukung kesehatan sebagai berikut.
Organisasi sosial, yaitu Banjar Banda, memiliki peranan yang
sa ngat pentng dalam menjaga kesehatan ibu dan anak, karena
Banjar Ban da sebagai monitoring kegiatan posyandu dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan program posyandu,
semisal menghadiri undangan penyuluhan kesehatan, banjar
sebagai wadah pengerak pelayanan kesehatan bagi warga,
jadi Banjar Banda memiliki jadwal untuk mengatur program-
program posyandu dan pendataan warga yang hamil dan balita.
Program-program kesehatan dari Dinas Kesehat past akan
melibatkan banjar dinas dan adat, karena warga patuh akan
perintah dari pimpinan adat dan banjar sehingga penyampaian
materi kesehatan diharapkan mengenai sasaran.
Dari uraian tersebut tampak bahwa peranan organisasi kemasya
rakatan yang bernaung di bawah Banjar Banda dan desa adat Banda sa
ngat memberi ruang dan kebijakan dalam hal kesehatan ibu dan anak,
sepert terlihat dalam hasil observasi partsipasi kegiatan posyandu yang
dilaksanakan di Bale Banjar Banda yang dapat diuraikan sebagai berikut.
Kader posyandu sekaligus sebagai kelian Banjar Banda, yaitu Pak I
Wayan BK telah bersiaga di depan warung Pak Sanur dengan menggunakan
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
84
pakaian berwarna merah terang. Beberapa menit setelah pukul 8.00,
kader posyandu Ni Ketut Sulam datang mengendarai sepeda motor ber
warna hitam sambil membawa PMT dalam tas plastk. Pak I Wayan BK
pergi untuk mengambil pengeras suara.
Setelah itu, Bu SL tba di balai banjar, lalu mempersiapkan meja dan
buku perlengkapan posyandu. Timbangan khusus untuk balita sudah
dipersiapkan oleh kelian Banjar Banda. Kader Bu Nym datang dengan baju
seragam posyandu dan mempersiapkan sesajen permen yang ditaruh di
atas canang yang diletakan di atas meja kerja dan dihaturkan di padmasana
(tempat suci) Banjar Banda.
Bapak Wayan BK datang sambil membawa pengeras suara dan
memasuki balai Banjar Banda. Salah satu anak buah kelian disuruh oleh
kelian Banjar Banda untuk membunyikan kul-kul (kentongan) yang ada di
balai. Kentongan dibunyikan dengan irama tertentu. Setelah kentongan
dibunyikan, Pak Wayan menyetel alat pengeras suara untuk memberi ta
hu seluruh ibu di Banjar Banda agar segera datang ke balai Banjar Banda
untuk menimbangkan balitanya. Para warga pun mulai berdatangan
sambil membawa balitanya. Warga yang datang ke posyandu terdiri atas
(1) ibuibu dan balitanya, (2) nenek dan cucunya, (3) bapak dan balitanya,
(4) kakak dan adik balitanya, (5) kakek dan cucunya, (6) suami istri dan
anak belitanya, serta (7) remaja putri dan keponakan balitanya.
Proses kegiatan posyandu berlangsung dengan lancar dan kesadaran
para ibu dan bapak untuk menimbang balitanya sangat tnggi. Kami ber
sama tm ikut serta dalam proses penimbangan balita. Tawa pun muncul
ketka ada seorang balita perempuan tdak mau turun dari tmbangan.
Baju yang dipakai untuk menimbang balita memang sangat panjang
sehingga anak yang ditmbang bisa terayunayun. Sepertnya hal inilah
yang membuat balita tersebut suka dan ingin diayunayunkan terus. Saat
ditmbang, beberapa balita menangis, senang, bengong, atau diam saja.
Balitabalita tersebut sangat lucu. Mereka senang sekali ada pemberian
makanan tambahan (PMT). Mereka terlihat senang membawa bungkusan
telur. Kegiatan posyandu berangsurangsur sepi digantkan oleh kegiatan
sangkep (rapat) subak di balai Banjar Banda.
Dari uraian tersebut tampak bahwa lembaga adat sangat berperan
dalam menunjang kesehatan balita di masyarakat Banjar Banda. Kepa
tuhan masyarakat untuk datang ke Posyandu yang diselenggarakan oleh
lembaga adat Banjar Banda karena masyarakat memiliki keterikatan sosial
yang tnggi terhadap banjar, sehingga secara tdak langsung memberikan

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

85
manfaat yang menguntungkan bagi kesehatan ibu dan anak di Banjar
Banda.
3.5 Gambaran Kondisi KIA
3.5.1. Kelompok Remaja
Remaja merupakan sebuah pribadi yang unik dalam masa perkem
bangan fsik dan mental menuju kedewasaan. Dalam bahasa Latn, remaja
adalah adolocere/adolescence, yang artnya tumbuh menjadi dewasa.
WHo menetapkan bahwa remaja berusia 12 hingga 24 tahun dan belum
menikah. Kelompok usia ini membutuhkan pendampingan yang penuh
pengertan, bijaksana, dan sabar dari orang tua, guru, pemuka agama, dan
lingkungan masyarakat. Mereka masih berada pada tahap perkembangan
fsik dan mental yang masih labil menuju kedewasaan. Remaja dengan
segala dinamika proses pertumbuhan dan perkembangannya hanya ingin
dimengert dan dicintai sepert tampak pada remaja Banjar Banda.
Pada umumnya remaja di Bali sudah sangat modern, karena kemajuan
pariwisata, sehingga sentuhan budaya Barat sudah cukup mendalam.
Pergaulan antara pemuda pemudi di Banjar Banda ini tergolong sangat maju
karena hampir semua remaja di sini sudah mengenal dan menggunakan
alat komunikasi handphone untuk berkomunikasi antarmereka. Biasanya
pada hari Sabtu malam, mereka akan berkumpul di depan warungwarung
yang berada di sepanjang jalan menuju Banjar Banda. Terdapat sekitar 6
buah warung dengan jarak kurang lebih 50 meter antarwarung. Para gadis
bergerombol di salah satu warung dan di warung lainnya terlihat para
pemuda yang juga bergerombol sambil sesekali memegang handphone
untuk membalas SMS atau hanya berpura pura mengecek handpone untuk
mengatasi kegelisahan hatnya. Biasanya mereka akan saling bertukar
nomor HP, lalu saling SMS dan dilanjutkan dengan pergi bersama atau
naik motor berdua untuk jalan jalan ke Kota Gianyar.
Tidak ada batas waktu yang ditetapkan bagi pasangan muda mu
di yang berkunjung ke Banjar Banda. Namun, apabila ada pemuda ber
kunjung melebihi batas waktu, kelian akan menegur tamu tersebut. Dan
apabila terjadi suatu masalah, misalnya remaja hamil di luar nikah dan
tdak diketahui siapa calon suaminya, maka kelian akan memanggil orang
tua gadis tersebut untuk diajak bermusyawarah dan akan dinikahkan
secara adat tanpa dikenakan sanksi adat apa pun. Gadis hamil tersebut
akan dinikahkan dengan lesung (kayu besar panjang yang dpakai untuk
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
86
menumbuk padi) yang diberi pakaian lelaki dengan disaksikan oleh
pemangku dan kelian banjar. cara ini dilakukan agar bayi yang dilahirkan
tdak disebut bayi haram.
Remaja di wilayah ini, terutama perempuan, sudah sangat paham
akan kesehatan reproduksi karena secara rutn setap bulan petugas Dinas
Kesehatan, melalui puskesmas, mengadakan tatap muka dengan seluruh
pelajar SMA. Dalam acara tersebut terdapat sesi tanya jawab antara
pelajar dan petugas. Pada umumnya mereka menanyakan sakit perut
pada saat datang bulan, keterlambatan haid, keputhan, penyakit sepert
HIVAids dan penyakit seksual lainya. Komunikasi yang baik antara petugas
kesehatan dan para remaja membuat mereka tdak berjarak. Mereka
bebas untuk bertanya tentang kesehatan remaja, bahkan remaja tersebut
sering berkomunikasi lewat telepon untuk menyampaikan keluhan
keluhan mereka tentang kesehatan reproduksi yang dialami para remaja.
Para remaja di sini sudah sangat paham tentang kesehatan reproduksi.
Ini terbukt dari pengetahuan mereka tentang penyakit HIV dan kegunaan
alat kontrasepsi. Ketga responden remaja di Banjar Banda tahu tentang
aborsi atau menggugurkan kandungan karena salah satu teman responden
melakukan hal tersebut sehingga anak tersebut dikeluarkan dari sekolah.
Seorang remaja putri di Banjar Banda yang sudah mengalami
menstruasi dan berumur kurang lebih 1415 tahun biasanya akan dibuatkan
upacara, yaitu upacara menginjak dewasa. Upacara ini bertujuan untuk
memohon ke hadapan Sang Hyang Smara Rath agar diberikan jalan yang
baik dan tdak menyesatkan bagi yang bersangkutan. Selain itu, upacara
ini juga bertujuan untuk memohon ke hadapan Hyang Widhi agar yang
bersangkutan diberikan petunjuk atau bimbingan secara gaib sehingga
dapat mengendalikan diri dalam menghadapi masa pancaroba. Upacara
ini dilaksanakan untuk anak perempuan maupun lelaki, namun pada
umumnya dittkberatkan pada anak perempuan, karena anak perempuan
akan meninggalkan rumah untuk mengikut suami setelah menikah.
Pelaksanaan upacara ini merupakan pembayaran utang orang tua kepada
anak anaknya.
Lewat wawancara sambil lalu kami juga mengetahui bahwa wanita
dianggap kaum yang lemah. Di samping itu, menurut ajaran agama Hindu,
wanita dianggap sebagai barometer tnggi rendah atau baik buruknya
martabat sebuah keluarga. Hal ini merupakan cerita pewayangan yang
disampaikan saat upacara nutug kelih, sepert tampak pada gambar
berikut.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

87
Menurut para remaja di banjar Banda, usia ideal bagi remaja untuk
menikah, yaitu antara 18-20 untuk perempuan dan 20-25 untuk laki-laki.
Namun dalam kenyataannya, beberapa remaja yang kami temui saat ber-
main di pantai pada dasarnya mereka tdak menetapkan usia menikah pada
umur tersebut, yang pentng mereka saling mencintai dan punya pekerjaan
tetap. Kalau bisa dari kasta yang sama karena jika menikah dengan kasta
yang berbeda, mereka akan mengalami kesulitan saat prosesi pernikahan-
nya. Bagi yang terpaksa menikah dengan kasta yang berbeda, mereka akan
kawin lari, dalam art mereka akan menikah di banjar lain, lalu beberapa
hari kemdian mereka akan kembali atau dijemput oleh keluarganya untuk
kembali ke desa tersebut untuk dibuatkan upacara sederhana.
3.5.2 Istri Belum Pernah hamil
Di Banjar Banda untuk ibu yang belum pernah hamil, mereka akan
berobat ke dokter untuk mendapatkan anak. Banyak fasilitas pelayanan
kesehatan di dusun ini, bahkan dokter spesialis kandungan juga sudah
tersedia. Namun, di samping berobat secara medis, pasangan suami istri
juga berobat ke penyembuh tradisional dan mengunjungi Pura Dalem pada
hari rerainan (hari suci bagi umat Hindu), khususnya hari Kajeng kliwon
dengan membawa banten pesaksi (banten yang berisi beras,telur, kelapa,
dan canang). Dengan dipandu oleh pemangku, mereka berdoa memohon
agar diberi keturunan. Selain ke dokter, pasangan yang belum mempunyai
Gambar 3.1 Upacara inisiasi (nutug kelih) pada remaja.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
88
keturunan kadang juga mendatangi baliyan agar dikaruniai anak. Keluarga
sangat berperan pentng bagi pasangan yang belum mempunyai keturuan
karena keluarga ikut mencari informasi atau ikut mendoakan, bahkan
mengantar ke Pura Dalem untuk melakukan ritual tersebut.
Pada masyarakat Bali anak lelaki adalah pewaris tunggal dan berhak
atas warisan yang ada, maka dari itu pasangan akan melakukan berbagai
cara agar mendapatkan keturunan anak lakilaki. Namun, seandainya
anaknya perempuan juga tdak menjadi masalah. Yang pentng anaknya
sehat. Namun, pasangan tersebut tetap berusaha untuk mendapatkan anak
lelaki. Pada masyarakat Bali umumnya pasangan suami istri mempunyai
anak lebih dari 2 dengan catatan mereka belum mendapatkan anak lelaki.
Memiliki anak perempuan, menurut orang Bali, lebih menguntungkan
karena lebih bisa membantu orang tua membuat canang dan bersih-
bersih rumah, sepert dijelaskan informan NK sebagai berikut.
Penginnya sih anak lelaki dan perempuan biar sepasang, kare-
na laki-laki bisa tnggal di rumah dan bisa mencari nafah untuk
ngehidupin keluarga. Kalau perempuan kan harus ikut suami,
namun kalau anak perempuan bisa bantu untuk buat canang
untuk dipakai, hari-hari juga bisa bersih-bersih rumah.
3.5.3 Masa hamil
Data Angka Kematan Ibu (AKI) dan Angka Kematan Bayi (AKB) di
Desa Saba pada tahun 2011 adalah nol. Dengan demikian, tdak ada
kematan ibu melahirkan atau kematan bayi. Data ini kami dapatkan
dari laporan Profl Kesehatan Puskesmas 2011. Banjar Banda terletak di
wilayah Puskesmas Blahbatuh II, Kabupaten Gianyar. Jumlah ibu hamil
di Desa Saba sebanyak 177 orang yang tersebar di 8 Banjar. Untuk K1
sebanyak 177 ibu hamil, jadi pencapaian SPM tahun 2011 sebesar 99,3%,
sedangkan ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak
170 orang (Data Profl Kesehatan Puskesmas Blahbatu).
Fokus penelitan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah di Banjar
Banda, tempat puskesmas pembantu (pustu) Blahbatuh II berada. Di
Banjar Banda terdapat 12 orang ibu hamil. Melalui tga informan ibu
hamil di Banjar Banda, kami mendapatkan informasi bahwa ibu hamil
akan memeriksakan kehamilannya hanya pada tenaga kesehatan, baik ke
pelayanan kesehatan swasta maupun ke Puskesmas. Kegiatan Posyandu
Banjar Banda dilaksanakan setap tanggal 13 setap bulan dan dibantu
oleh 5 orang kader, yang salah satunya adalah kelian Banjar Banda.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

89
Ibuibu hamil di Banjar Banda mempunyai kesadaran tnggi untuk
memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan di fasilitas pe la
yanan kesehatan, baik swasta maupun pemerintah, sejak tahun 2000 ka-
rena adanya bidan yang tersebar di desadesa. Sejak tahun 2000 dukun bayi
tdak lagi berpraktk. Ibu hamil lebih memilih memeriksakan kehamilannya
pada tenaga kesehatan. Selain secara rutn memeriksakan kehamilannya,
ibuibu di Banjar Banda juga memiliki kesadaran tnggi untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan bayinya.
Masyarakat Banda adalah bagian dari wilayah Kabupaten Gianyar
yang dihuni oleh etnik Bali. Gianyar pada masa lalu merupakan kerajaan
sehingga sejak tahun 1350 telah lama mempunyai sistem sosial yang cukup
kuat. Adat masih menjadi napas setap anggota masyarakatnya mengingat
sejarah panjang kerajaan yang ada di Gianyar. otonomitas masyarakatnya
telah melembaga dengan baik, terbukt telah banyak lembaga sosial dan
adat yang masih bertahan. Sejarah kepemimpinan di Gianyar pun mencatat
bahwa raja-raja di Gianyar, baik sebelum masa kolonial atau sesudahnya,
memiliki gaya kepemimpinan yang cukup khas dan kuat.
Gianyar dalam masa desentralisasi dan otonomi daerah mampu
ber kembang sangat baik dibandingkan daerah lain di Indonesia. Penda
patan daerah Gianyar didapat dari DAU, tetapi juga mempunyai sumber
pendapatan yang cukup besar dari sektor pariwisata sehingga kapasitas
pembiayaan daerahnya cukup besar. Masyarakat di Kabupaten Gianyar
masih memegang adat istadat. Untuk menyelaraskan adat dan kehidupan
modern dibentuklah desa adat yang biasa disebut desa pakraman. Selain
itu, dibentuk pula kelembagaan adat yang mengurusi masalahmasalah
tertentu. Daerah Gianyar termasuk daerah yang memiliki potensi konfik
sosial cukup tnggi. Terbukt dari data yang ada di tngkat provinsi disebut
kan bahwa Kabupaten Gianyar memiliki angka konfik sosial paling tnggi.
Konfik tersebut bermacammacam, baik yang bersifat horizontal (sesama
masyarakat) maupun vertkal (dengan pemerintah daerah). Hal ini men
jadi unik ketka potensi konfik yang cukup tnggi tdak mempengaruhi
pelayanan kesehatan atau kesehatan masyarakatnya, terbukt pencapaian
IPKMnya tnggi.
3.5.4 Perilaku Kesehatan Ibu Dan Anak
Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia (basic hu-
man needs) yang sangat pentng bagi manusia. Hal ini terkait erat de ngan
kenyataan bahwa manusia yang sehat jasmani dan rohani memungkin
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
90
kannya untuk melakukan peranperan sosial sesuai dengan statusnya di
masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kesehatan, setap
masyarakat di dunia mengembangkan sistem medis yang berisi tentang
seperangkat kepercayaan, pengetahuan, aturan, dan praktkpraktk seba-
gai satu kesatuan yang digunakan untuk memobilisasi berbagai sumber
daya dalam rangka memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuh-
kan penyakit, baik fsik maupun rohani. Dengan demikian, sistem medis
pa da hakikatnya adalah pranata sosial yang memberi pedoman atau pe-
tunjuk bagi kelakuan manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka akan
kesehatan dalam suatu sistem sosial (Kalangie, 1976:15) atau sistem ke
sehatan sebagai sistem budaya (Kleinman, 1980).
Secara hierarkis tndakan penyembuhan berkaitan erat dengan ide
tentang penyebab sakit dan bentuk penggolongan penyakit, serta pemi
lihan tndakan pengobatan yang dianggap tepat untuk penyakit tersebut.
Kesatuan hierarki ini ditujukan terhadap masalah penanggulangan gang
guan kesehatan secara tepat guna. Dengan demikian, dalam setap sis
tem perawatan kesehatan, kepercayaan tentang etmologi penyakit meru
pakan hal yang sangat pentng karena asas penyembuhan dalam semua
sistem kesehatan selalu didasarkan pada kepercayaan tentang sebab
sebab terjadinya penyakit tersebut (Rienks, 1988; Wellin, 1977; Foster
dan Anderson, 1986).
Menurut Kleiman (1980) sistem perawatan kesehatan dapat dipan
dang sebagai sistem kebudayaan karena merupakan suatu kesatuan
hierarkis yang tdak dapat dipisahkan yang menyangkut proses dan meka
nisme pengambilan keputusan keluarga dalam pemilihan sektorsektor
pelayanan kesehatan (health seekking behaviour) yang tersedia untuk
menanggulangi berbagai penyakit yang dihadapi. Secara komprehensif
dapat dikatakan bahwa setap masyarakat memiliki sistem kesehatan
sendiri atau perilaku kesehatan sendiri.
Masyarakat Banda secara turuntemurun juga telah mengembangkan
sistem kesehatan atau pengobatan secara tradisional yang populer
dengan sebutan pengobatan usada, dan praktsi medisnya disebut dengan
baliyan, serta memadukannya dengan pengobatan modern/medis. Hing
ga kini, walaupun ilmu dan teknologi kedokteran sudah mengalami kema
juan pesat dan sudah sangat dikenal di Bali sejak lama, namun peran
dan eksistensi pengobatan usada oleh baliyan sebagai alternatf masih
cukup menonjol. Kondisi ini terjadi, menurut berbagai kalangan, karena
pengobatan usada di samping dianggap masih fungsional secara sosial

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

91
dan lebih murah biayanya, juga cukup efektf untuk menyembuhkan jenis
atau golongan penyakit tertentu.
3.5.6 Perawatan Kehamilan
Setelah melakukan prosesi pernikahan dan telah hamil, ibu hamil di
Banjar Banda sangat sadar untuk datang ke pelayanan kesehatan untuk
memeriksakan kehamilanya hanya pada tenaga kesehatan, baik swasta
maupun puskesmas. Data ini didukung oleh salah satu informan, yaitu
Bu ST, yang merupakan koordinator bidang KIA di wilayah Puskesmas
Blahbatuh. Ia menjelaskan bahwa:
Sudah sejak tahun 2000 dukun bayi tdak praktk kembali.
Sekarang Ibu hamil di masyarakat Banda memiliki kesadaran
memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas, bahkan ke dokter
spesialis.
Perilaku memeriksakan kehamilan ke bidan dan tenaga medis juga
dituturkan oleh informan, Bu NV, sebagai berikut.
Pemeriksaan kehamilan saya dalam satu bulan satu kali,
dan kadang-kadang satu bulan kurang. Saya memeriksakan
kehamilan saya ke Bidan Putu yang memiliki tempat praktk
swasta yang memadai, lengkap dengan fasilitas kesehatan,
termasuk pelayanan ambulans pribadi. Alasannya me milih
bidan, dekat dengan tempat tnggal.
Selain Bu NV, perilaku untuk memeriksakan kehamilan secara ter-
atur juga dipaparkan oleh informan lain, Bu Ni Wayan RN yangg hamil 7
bulan. Ia menjelaskan alasananya kontrol kesehatan kandungan dengan
menggunakan program jaminan kesehatan Provinsi Bali, sepert yang
dituturkan berikut ini.
Saya selalu memeriksakan kehamilan saya ke bidan. Saya
menggunakan layanan kesehatan grats dari program kesehatan
Provinsi Bali, JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara). JKBM
ini membantu saya dalam masalah pembiayaan kesehatan. Ini
kan grats.
Hal senada juga disampaikan oleh informan Ni Komang JR yang
sedang hamil 6 bulan. Ia memanfaatkan program ini untuk memeriksakan
kandungannya ke puskesmas. Berikut ini penuturannya.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
92
Dalam memeriksakan kandungan, saya rutn ke Puskemas
Blahbatuh II, karena kalau ke puskesmas dengan hanya mem-
bawa KTP saja akan mendapatkan pelayanan tanpa biaya, ini
sangat meringankan sekali.
Perilaku ibu hamil di masyarakat Banda didukung oleh suami yang
bersedia mengantarkan sang istri untuk memeriksakan kehamilannya
ke dokter. Seorang informan, Bu IAIj yang baru beberapa minggu melak
sanakan persalinan, menjelaskan bahwa:
Suami saya ikut, mulai dari memeriksakan kehamilan dan
menemani saya dalam proses melahirkan. Suami saya meme-
nuhi masa ngidam dengan mencarikan makanan yang saya
inginkan. Memang dari awal hasil USG sampai menentukan
tempat persalinan suami saya sangat perhatan, selalu mem-
berikan saya asupan makanan sepert daging ayam dan ma-
kanan yang bervitamin
Dari penjelasan tersebut dapat dianalisis bahwa kesadaran warga
untuk memeriksakan diri ke tenaga kesehatan sangat tnggi, bahkan ma
syarakat Banjar Banda punya pandangan tertentu tentang ibu hamil,
yaitu orang hamil dianggap suci. Hal ini tampak dalam penuturan seorang
pemimpin agama di Banjar Banda berikut ini.
Pandangan masyarakat pada perempuan hamil adalah orang
yang harus distmewakan karena wanita hamil sangat sensitf,
baik perasaan atau pengaruh-pengaruh yang tdak baik pada
dirinya, lingkungan keluarga atau lingkungan dimana ia
tnggal. Pada dasarnya, menurut kepercayaan orang Bali pada
umumnya, bahwa orang hamil selalu ingin menjalin kehar-
monisan dengan tga dunia, yaitu alam bawah (roh-roh), alam
tengah, yaitu hubungan manusia dengan manusia, dan alam
atas, yaitu hubungan manusia dengan Sang Hyang Widhi.
Berdasarkan uraian diatas wanita hamil sangat riskan dan perlu diper
hatkan secara khusus sepert halnya penjelasan informan Bu BK berikut
ini.
Kebiasaan ibu hamil di sini, termasuk saya, mereka tdak akan
memberi tahu siapa pun selain suami dan keluarga int. Ini
karena masyarakat setempat masih percaya kalau kehamilan

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

93
masih muda bisa hilang atau tdak jadi hamil. Kalau ini di-
langgar, masyarakat setempat menyebut tulah.
Setelah usia kehamilan menginjak 3 bulan, mulai ada beberapa per
siapan yang secara tradisi dipercaya memperlancar perkembangan bayi
dalam kandungan. Dalam agama Hindu upacara yang masih dilaksanakan
berkaitan dengan masa kehamilan adalah upacara manusia yadnya yang
bertujuan memohon keselamatan kehamilan dan persalinan, yang disebut
dengan magedong-gedongan. Upacara ini bertujuan untuk memohon agar
janin yang ada dalam kandungan ibu (Bhuana Alit) dapat tumbuh dengan
sempurna. Upacara ini dilaksanakan ketka usia kehamilan menginjak 57
bulan. Rentang waktu ini dipilih dengan dasar perhitungan bahwa pada
usia ini janin sudah mulai terbentuk sempurna. Int upacara ini adalah
mohon keselamatan agar kelak bayi dapat lahir dengan sehat. Hal ini juga
didukung oleh pernyataan informan, Pak GY yang menjelaskan bahwa:
Makna melakukan proses upacara magedong-gedongan. Ge-
dong adalah rumah, jadi manusia berharap untuk memper-
siapkan janin atau bayi rumah, dengan harapan rumah yang
bagus, yang sehat. Rumah ini adalah perut sang ibu. Kalau
rumah sudah bagus dan sehat, harapannya bayi akan sehat.
Untuk menjaga kesehatan kandungannya, masyarakat juga mengenal
pencegahan secara dini agar keseimbangan kandungannya terjaga. Hal ini
didukung hasil wawancara Bu NV berikut ini.
Ada anjuran dari orang tua untuk minum jamu yang disebut
dengan loloh, bahannya sepert daun waru. Manfaatnya biar
tdak panas anaknya. Saya minum kadang-kadang waktu
hamil, minum seminggu 3 kali. Pada waktu hamil ini bermafaat
untuk meredakan panas dalam.
Uraian di atas menggambarkan perilaku menjaga kandungan dengan
meminum ramuan loloh yang dikenal dengan ramuan zat hijau daun, yang
dikomsumsi untuk meredakan panas dalam sang ibu dan janin dalam
kandungan. Kebiasaan ini secara tdak langsung disampaikan oleh mertua
dan orang tua mereka guna menjaga kesehatan pada masa kehamilan.
Menjaga kehamilan juga diterapkan pada wanita hamil yang keluar
rumah. Ia harus membawa handuk untuk menutupi perut dan payudara
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
94
agar terhindar dari kekuatan negatf dan ilmu hitam. Informasi ini diper
kuat dengan hasil wawancara dengan informan, Ni Wayan RN, yang
menjelaskan bahwa:
Imbauan bagi orang hamil yang diberi tahu oleh orang tua
saya serta mertua saya adalah kalau mau pergi keluar rumah
harus menggunakan sehelai handuk yang menutupi perut dan
dada. Serta selalu membawa bawang merah yang diselipkan di
sela-sela payudara, yang berfungsi untuk menolak ilmu hitam
dan energi negatf.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dianalisis bahwa perempuan hamil
merupakan orang yang sangat sensitf dan berharga sehingga harus selalu
ingat akan kesehatan kandungannya saat berada di mana pun. Dari segi
nilai sosial hal ini merupakan sebuah indenttas sosial yang menjelaskan
bahwa dirinnya adalah seorang perempuan yang sedang hamil yang perlu
diberi perhatan lebih. Tidak hanya istri yang mempunyai perilaku menjaga
kesehatan kandungan, sang suami pun senantasa mengikut perilaku
perilaku yang diturunkan dari generasi sebelumnya sepert dijelaskan oleh
Bu DY yang menceritakan perilaku suaminya ketka dirinya hamil.
Suami saya tdak boleh berburu, suami biasanya membiarkan
rambutnya panjang dan tdak dipotong. Tidak berkata-kata
kasar, tdak membagunkan istri pada saat tdur, yang dipercaya
untuk kebaikan sang jabang bayi.
Dari uraian tersebut dapat dianalisis bahwa memotong rambut
adalah tndakan dengan sengaja memotong pertumbuhan, dan berburu
adalah tngkah laku yang bersifat membunuh, jadi suami diharapkan
tdak melakukannya agar pertumbuhan bayi terus meningkat dan sifat
membunuh tdak mempengaruhi janin. Suami harus seta mendampingi
istri dan tdak boleh berpaling hat. Perilaku tdak memotong rambutnya
akan tdak menimbulkan kecurigaan sang istri ketka suami berpenampilan
rapi. Suami harus menjaga perasaan istri agar jangan sampai terluka oleh
perbuatannya.
3.5.7 Menjelang Persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fsiologis yang normal.
Persalinan adalah pelepasan dan pengeluaran produk konsepsi (janin, air
ketuban, plasenta, dan selaput ketuban) dari uterus melalui vagina ke dunia

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

95
luar. Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (3740 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung kurang dari 24 jam tanpa komplikasi,
baik bagi ibu maupun bagi janin (Prawirohardjo, S., 2005: 180).
Pengetahuan akan persiapan menjelang kelahiran dalam masyarakat
Banda sudah diturunkan dari generasi ke generari. Pengetahuan ini di
dapat dari orang tua maupun dari informasiinformasi individu masyarakat
melalui interaksi dalam ranah sosial, misalnya dari obrolan di warung,
di pura, di balai Banjar, tempat bekerja, serta dari penyuluhan tenaga
kesehatan. Hal ini diperoleh dari hasil observasi partsipasi penelit saat
bergaul atau berinteraksi dengan bapakbapak yang duduk di warung
dan dengan beberapa teman mereka yang secara tdak langsung saling
menukar informasi yang akan bermanfaat bagi mereka.
Pola makan ibu hamil menjelang persalinan adalah mereka me
ngon sumsi semua jenis makanan, namun menghindari makanan berasa
pedas dan buah nanas. Saat usia kandungan 7 bulan, ibu hamil akan me
ngonsumsi nasi yang dicampur minyak kelapa 1 sendok makan. Penjelasan
ini didukung oleh hasil wawacara dengan informan, Bu Wayan RS, yang
diuraikan sebagai berikut.
Biasanya setap kali makan dicampur dengan minyak kelapa
1 sendok pada nasinya saat usia kandungan 7 bulan sampai
saat menjelang kelahiran yang khasiatnya supaya licin saat
melahirkan.
Selian memberikan minyak goreng menjelang proses persalinan
kepada ibu hamil, masyarakat Banda juga memberikan minyak hasil peng
gorengan ikan julit (ikan sidat) yang telah disaring kepada ibu yang akan
melahirkan. Fenomena ini didukung oleh pemaparan seorang informan,
Bu SL, yang menjelaskan sebagai berikut.
Orang-orang di Banda memiliki kebiasaan yang unik untuk
memperlancar proses persalinan, yaitu dengan meminum
minyak goreng ikan julit, dan kalau tdak dapat ikan julit bisa
digant dengan minyak kelapa, yang dipercaya memperlancar
persalinan dan dulu saya sebelum melahirkan, suami saya
mencarikan ikan julit di sungai dan diambil minyaknya untuk
saya.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
96
Sebagai seorang ayah yang akan mempunyai seorang anak tentunya
suami melakukan persiapan menjelang kelahiran. Ini adalah sesuatu yang
menegangkan dan juga mengkhwatrkan. Beberapa persiapan yang secara
tradisi dipercaya memperlancar proses persalinan tampak dari hasil
wawancara di atas. Selain kebiasaan minum minyak goreng, para suami
akan ikut serta memperhatkan kesehatan dan mengusahakan upayaupa
ya untuk memperlancar proses kelahiran sang anak, salah satunya adalah
menemani istri jalanjalan pagi. Ini dijelaskan dari hasil wawancara dengan
Bu NV dan dari hasil observasi yang dilakukan pada pagi hari di Banjar.
Untuk mempercepat kelahiran bayi kami, pada pagi hari jam
5 kita jalan-jalan. Ke utara jalan raya, sampai di utara bidan,
balik lagi. Dari jam 5 sampai setengah 6 pagi. Biar sehat serta
cepat lahir. Yang nemeni saya, suami.
Tampak bahwa suami memiliki peranan pentng menjelang kelahiran
dengan langkah awal mengajak istri jalanjalan pada pagi hari. Hal ini juga
didukung dari hasil observasi suasana pagi hari di Banjar Banda. Beberapa
pasangan suami istri melaksanakan olah raga jalanjalan dari rumah mereka
menuju batas desa yang paling utara, lalu berbalik lagi sampai batas desa
sebelah selatan. Waktu yang dihabiskan untuk jalanjalan ini kurang lebih
satu jam, dari pukul 5.00 sampai pukul 6.00. Dari hasil observasi tm pada
sore hari tampak para ibu hamil melakukan kebiasaan jalanjalan di pinggir
pantai dan mandi di pantai. Hal ini tampak pada gambar berikut.
Gambar 3.2 Ibu hamil selesai mandi di pantai. Gambar 3.3 Ibu hamil selesai mandi di pantai
ditemani suaminya.


ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

97
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, berbagai pantangan
dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga kehamilan dan memperlancar
proses persalinan, sepert disampaikan oleh informan, Bu AY, sebagai
berikut.
Menurut orang tua saya, saya tdak diperbolehkan makan
daging atau mengonsumsi daging kerbau, krupuk kerbau,
yang dipercaya bila mengkonsumsi daging kerbau akan
menyebabkan proses persalinan lambat, ini dikarenakan
kerbau memiliki masa kehamilan sangat lama.
Dari uraian tersebut dapat dianalisis bahwa ibu harus menghindai
makanan pantangan dan bersama suami harus mempersiapkan fsik
dan mental karena proses kelahiran merupakan sebuah proses yang
cukup berat dan juga berisiko. Ibu hamil di masyarakat Banda, sebulan
sebelum hari kelahiran bayinya, akan berhent dari tempat kerjanya,
namun pekerjaan rumah masih tetap dikerjakan sepert biasanya, sepert
dipaparkan oleh Bu AS berikut ini.
Saya berhent dari tempat bekerja setelah mendekat hari
kelahiran. Di rumah saya bagun pagi, masak, habis itu jalan-
jalan, dan mengambil pekerjaan rumah yang ringan.
3.5.8 Persalinan dan Masa Nifas
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu oleh para ibu hamil,
sebuah masa yang menyenangkan namun juga paling mengkhawatrkan.
Persalinan terasa menyenangkan karena si kecil lahir ke dunia. Di sisi
lain, persalinan juga mendebarkan, khususnya bagi calon ibu, karena ter
bayang proses persalinan yang menyakitkan. Masyarakat Banda sangat
sadar akan pentngnya persalinan yang aman. Mereka akan melakukan
per salinan di tempat yang direkomendasikan oleh bidan yang sejak awal
mengurusi kesehatan kehamilan ibu, atau rekomendasi dokter spesialis
yang menangani ibu sejak awal kehamilan. Ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya ke puskesmas akan segera menuju rumah sakit terdekat
atau rumah sakit pemerintah terdekat untuk mencari pelayanan yang
maksimal. Proses persalinan diserahkan sepenuhnya kepada tenaga kese
hatan. Urian tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan Bu SF yang
menjelaskan sebagai berikut.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
98
Saya dengan suami saya tdak mau mengambil risiko dalam
kesehatan kandungan dan persalinannya. Saya cek kandungan
ke dokter spesialis. Kata suami saya, ke spesialis saja biar aman
dan saya melahirkan dari rujukan dokter spesialis kandungan
ke rumah sakit ... tempat dia praktk. Anak saya yang kedua ini,
melahirkan (lahir) secara operasi.
Hal ini juga didukung oleh Bu DY yang menjelaskan sebagai berikut.
Saya melahirkan di bidan ..., jam 4 bukaan satu dan jam 6
sudah lahir, saya ke bidan biar lebih cepet, padahal saya pe-
riksa ke klinik ..., itu karena saya dapat tanggungan dari tempat
bekerja.
Proses persalinan ibu hamil di masyarakat Banjar Banda sudah tdak
tergantung pada jasa dukun beranak, tetapi melibatkan caracara medis
melalui bantuan bidan puskesmas di desa atau dibawa ke rumah sakit.
Fenomena ini didukung oleh hasil wawancara dengan seorang informan,
Bu ST, sebagai berikut.
Selama saya bertugas di sini sudah sejak tahun 2000, dukun
bayi tdak praktk kembali. Sekarang ibu hamil di masyarakat
Banda melakukan persalinan di bidan, rumah sakit, bahkan ke
spesialis kandungan.
Meski proses persalinan dilakukan di pelayanan kesehatan sepert
rumah sakit, bidan praktk swasta, kilinik swasta, namun masyarakat
Banda memiliki tradisi yang bertujuan untuk memohon keselamatan sang
ibu saat melahirkan, yaitu keluarga menghaturkan beberapa upakara/
sesajen yang dihaturkan di sanggah (tempat suci keluarga dan di tempat
suci tempat ibu melahirkan). Hal ini dijelaskan oleh informan, Bidan PT,
yang menjelaskan sebagai berikut.
Bila ada ibu melahirkan di sini, dari pihak keluarga biasanya
menghaturkan banten pejat di tempat suci di sini. Itu bertujuan
agar ibu yang melahirkan selamat.
Setelah bayi lahir, selanjutnya dilakukan adat kebiasaan masyarakat
Banda berupa kegiatan sepert penjelasan Pak GY berikut ini.
Setelah bayi lahir, orang yang bertugas mengupacarakan ari-
ari tersebut adalah ayah dari anak yang baru lahir. Setelah

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

99
ari-ari tersebut keluar dari kandungan ibu, oleh ayah dari
anak tersebut diambil dan dibersihkan di sebuah baskom baru
dengan air yang bersih. Dalam membersihkan ini, digunakan
tangan kanan, sedangkan tangan kirinya hanya memegangi
ari-ari tersebut. Selama membersihkan, ayah dari anak tdak
boleh memiliki perasaan jijik, tetapi harus dengan penuh
kegembiraan dan kasih sayang.
Setelah ari-ari tersebut bersih dari selaput dan darah yang me-
nye limut, kemudian dimasukkan ke sebuah kelapa besar yang
dipotong sepertga dan telah dibuang airnya.
Pada bagian atas kelapa atau di tutupnya diberikan tulisan
ongkara dan dibagian bawahnya ditulisi ahkara, untuk maksud
mendapat perlindungan dari Tuhan dan Ibu Pertwi. Bersamaan
dengan itu, dimasukkan upakara sejenis duri sepert duri
terung dan duri mawar serta sebuah pinang sirih ke dalam
kelapa tersebut. Setelah lengkap, kelapa tersebut ditutup dan
dibungkus ijuk dan kain puth. Kelapa yang terbungkus kemu-
dian ditanam di sebelah kiri pintu masuk untuk bayi perempuan
dan di sebelah kanan pintu untuk bayi laki-laki.
Sewaktu menanam ari-ari tersebut, seorang ayah juga harus
mendoakan dan memohon kesehatan ibu dan bayinya. Selesai
mendoakan, ari-ari tersebut ditmbun dengan tanah yang di
atasnya diletakkan sesaji dan tanda yang berupa sebuah pohon
tertentu atau tanda lain untuk tujuan menolak gangguan roh-
roh jahat atau perusakan hewan sepert anjing atau kucing.
Setelah itu, lokasi ari-ari tersebut ditanam dipagari dengan
kurungan ayam dan setap sore menjelang malam dinyalakan
lampu serta diberi banten sesaji khusus untuk ari-ari. Menurut
pemahaman warga Banda yang pernah menjalankan ritual
ini, lampu tersebut merupakan simbol spirit yang menuntun
catur sanak (ari-ari, lendir, darah, air ketuban) kembali kepada
Sang Hyang Agni (dewa api) sebagai tempat segala sesuatu
yang ada di dunia ini, sedangkan kelapa tempat ari-ari sebagai
simbol akan datangnya kreatvitas berpikir dari setap manusia
karena kelapa tersebut merupakan salah satu sempalan dari
lima kepala Dewa Brahma yang konon dipercaya memiliki
fungsi untuk berpikir dan mencipta.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
100
Berikut ini adalah gambar tradisi menanam ariari di Banjar Banda.

Gambar 3.4 Tempat menanam ariari bayi yang baru lahir.
Setelah bayi lahir di rumah sakit, selanjutnya bayi tersebut dibawa
pulang. Sesampai di rumah, pihak keluarga umumnya melakukan upacara
penyambutan bayi yang disebut upacara pemapag rare (menyongsong
kedatangan bayi). Bapak GY menjelaskan:
Upacara pemapag rare merupakan upacara yang diseleng-
garakan sebelum tali pusar bayi terputus, dengan tujuan untuk
menghaturkan rasa hormat kepada roh orang berein/karnasi
kepada bayi yang baru lahir. Dalam pandangan keluarga
ma sya rakat Banda, upacara ini hanya untuk ungkapan rasa
gembira dan bersyukur kepada Tuhan atas kehadiran anak
dalam keluarganya.
Setelah bayi berumur 3 sampai 5 hari, tali pusar sang bayi akan lepas,
kemudian masyarakat Banda melaksanakan upacara kepus puser (lepas tali
pusar). Tujuan upacara ini dalam pandangan mereka adalah pembersihan
secara spiritual sang bayi, tempattempat suci, dan bangunan yang ada di
sekitar rumah dari segala hal yang dianggap kotor dan bisa mengganggu



ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

101
keadaan si bayi. Hal ini juga didukung oleh uraian tokoh agama di
masyarakat Banda yang menjelaskan sebagai berikut.
Selain itu, upacara ini juga dipahami sebagai masa berakhirnya
catur sanak dalam menjaga dan melindungi bayi secara fsik,
dan tugas penjagaan selanjutnya diambil alih oleh Sang Hyang
Kumara (dewa penjaga bayi/putra Dewa Siwa) yang dipercaya
sebagai manifestasi dari Tuhan yang memang ditugaskan
untuk melindungi semua anak-anak yang giginya belum
tanggal. Dalam kepercayaan Hindu Bali, Sang Hyang Kumara
ini merupakan dewa yang selalu apabila seorang bayi tertawa
sendiri, berbicara sendiri sewaktu tdur atau sewaktu ditnggal
sendiri, dipercaya oleh keluarga-keluarga di Banda bayi ini
sedang bermain atau bercerita dengan penjaganya, yaitu Sang
Hyang Rare Kumara.
Dari hasil observasi dapat dijelaskan bahwa setelah pusar itu putus,
maka pusar tersebut dibungkus dengan secarik kain, lalu dimasukkan
ke dalam sebuah tpat kukur yang disertai dengan bumbubumbu dan
kemudian tpat tersebut digantungkan di atas tempat tdur si bayi.
Mulai saat inilah si bayi dibuatkan kumara, yaitu tempat memuja Dewa
Kumara sebagai pelindung anakanak. Setelah pusar itu kering, pusar akan
dibungkus dengan kain puth yang diberi gambar dan aksara Bali, yang
merupakan aksara bali yang ada dalam tubuh manusia, yang berfungsi
melindungi bayi dari roh jahat dan ilmu hitam. Pusar bayi yang dibungkus
akan dimasukan ke dalam kotak perak atau tembaga yang nantnya akan
dikalungkan pada bayi. Selain kalung, juga ada tradisi mengenakan gelang
benang hitam yang menurut informasi dari Pak GY mempunyai art sebagai
berikut.
Bayi menggunakan benang hitam untuk mengenalkan dia
baru lahir, karena diambil dari gelap di kandungan si ibu se-
bagai penanda. Dan setelah itu digant dengan benang kelaka
dan tridatu.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
102
Gambar 3.5 Gelang hitam pada bayi.
Untuk menjaga kesehatan bayi, masyarakat Banjar Banda memiliki
keunikan, yakni menaruh bobok di atas ubunubun bayi dengan tujuan
untuk mencegah penyakit atau menjaga keseimbangan suhu tubuh dan
kesehatn sang bayi. Tradisi bobok ini tampak pada gambar 3.6 berikut.


Benang hitam yang dipakai bayi tampak pada gambar berikut.
Gambar 3.6 Bobok berupa beras yang ditumbuk dibalurkan di atas kepala bayi.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

103
Sehubungan dengan perilaku tersebut, seorang informan, Pak GY,
menjelaskan tujuan dan fungsi bobok tersebut sebagai berikut.
Bobok ini berfungsi menghangatkan dan menguatkan, karena
di dalam bayi itu, otaknya yang terutama itu masih begitu
lunak, perlu meminimalkan kelunakan tersebut, dikasih pupuk
beras di atas ubun-ubunnya, sehingga sama-sama melakukan
kekerasan di kepalanya dengan bobok, supaya keras, karena
bayi itu di kepalanya lunak sekali, memperkuat pertumbuhan.
Pada beberapa keluarga di Banjar Banda, setelah upacara kepus puser
biasanya dilanjutkan upacara ngelepas hawon/ngerorasin atau upacara
ketka bayi telah berumur 12 hari sejak masa kelahirannya. Menurut
penuturan salah seorang informan, Pak GY, upacara tersebut bertujuan
sebagai berikut.
Tujuan dari upacara ini, menurut keluarga-keluarga di Ban da
adalah untuk memperkuat kedudukan atma atau roh suci dari
bayi. Upacara ini juga bertujuan untuk memisahkan hubung-
an antara bayi dengan Catur Sanak dan Nyama Bajang. Se-
bagaimana yang terdapat dalam tradisi Hindu Bali, Sanak
dan Nyama Bajang tersebut dipercaya bertugas membantu
kelahiran bayi dari alam Bhuana Alit (kandungan ibu) ke alam
Bhuana Agung. Akan tetapi, tugas Catur Sanak berbeda den-
gan Nyama Bajang. Catur Sanak bertugas melindungi si bayi
sejak dalam kandungan sampai akhir hayat (meninggal), se-
dangkan Nyama Bajang hanya terbatas dari masa kelahiran
sampai bayi berumur 12 hari. Setelah jangka waktu sepert itu
tugas Nyama Bajang dianggap telah selesai dan harus dipisah-
kan dengan bayi.
Hal ini didasarkan pada adanya kepercayaan bahwa apabila
dalam jangka waktu tersebut si bayi tdak dilaksanakan upa-
cara ngerorasin, maka Nyama Bajang yang semula membantu
kelahiran bayi akan berbalik mengganggu keselamatan dari
bayi tersebut. Oleh karena itu, upacara ngerorasin ini pada
dasarnya juga berfungsi untuk mengembalikan Nyama Bajang
ke asalnya di alam Bhuana Agung agar tdak mengganggu
tumbuh kembang bayi.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
104
Selanjutnya, setelah hari ke35 adalah masa nifas yang merupakan
masa pembersihan rahim. Masa nifas biasanya berlangsung selama 40
hari setelah melahirkan. Pada masa ini darah akan keluar sepert pada
masa haid. Darah nifas harus mengalir keluar dengan lancar untuk meng
hindari infeksi rahim. Lama masa nifas bisa berbedabeda pada setap ibu.
Darah akan cepat berhent apabila jumlah yang keluar memang sedikit
tetapi optmal, atau keluar sekaligus banyak dan berhent sebelum 40
hari. Sementara itu, mungkin ada ibu yang darah nifasnya masih keluar
melewat masa 40 hari. Meskipun darah sudah berhent sebelum 40 hari,
sebaiknya masa nifas dianggap selesai setelah 40 hari, karena perawatan
masa nifas adalah masa pemulihan pascapersalinan sampai alat-alat
kandungan kembali sepert sebelum hamil.
Setelah masa nifas selesai, biasanya masyarakat Banjar Banda melan-
jutkannya dengan upacara tutug kambuhan. Ini dilakukan setelah 1 bulan
7 hari setelah melahirkan (dalam kalender Bali satu bulan sama dengan
35 hari). Upacara ini bertujuan untuk membersihan orang tua si bayi dan
bayi itu sendiri. Upacara ini juga sebagai tanda berakhirnya masa nifas
pada ibu dan perhatan terfokus kepada ibu dan bayi sepert diuraikan
oleh pemuka agama di Banjar Banda:
Menurut kepercayaan, ibu dari bayi tersebut dinilai kotor
secara kejiwaan (cuntaka) sejak melahirkan sampai 42 hari.
Oleh karena itu, seorang ibu harus di-lukat (dibersihkan) se-
belum melakukan aktvitas spiritual atau aktvitas sehari-hari
yang berhubungan dengan dapur. Selama menjalankan masa
cuntaka tersebut, seorang ibu dalam konsepsi masyarakat di
Banda harus dikarantna dan tdak diperbolehkan masuk tempat-
tempat suci, sepert pura, sanggah keluarga, dapur, dan sumur.
Lokasi dapur dan sumur tdak diperbolehkan dimasuki karena
kedua tempat tersebut dalam kebanyakan rumah tangga di Bali
juga dipercayai memiliki nilai suci walaupun derajat kesucian
tersebut berbeda dengan tempat-tempat persembahyangan,
sepert pura dan sanggah. Menurut pandangan masyarakat
Banda, masa cuntaka itu akan berakhir (saat) ibu, ayah, dan
bayi tersebut diupacarai tutug kambuhan yang dilengkapi
dengan air suci pengelukatan (pembersihan). Setelah proses
upacara ini, ibu, bayi, dan ayah bisa bersembahnyang ke
tempat suci, masuk ke dapur, dan ke sumur.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

105
Prosesi upacara tutug kambuhan ditunjukan pada gambar 3.7 dan
3.8 berikut ini.
Gambar 3.7 dan gambar 3.8 Upacara tutug kambuhan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dianalisis bahwa, melalui ritual
tersebut, masyarakat Banda memberi makna pada perkembangan bayi
dari dalam kandungan sampai lahir, dan hingga berakhirnya masa nifas ibu.
Masyarakat memandangnya sebagai fasefase dalam perkembangan kehi
dupan manusia yang harus dilewat dan berupaya semaksimal mungkin
menjaga keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya.
3.6 Menyusui dan Masa Balita
Menyusui adalah proses alami yang dilakukan oleh para ibu. Untuk
menjaga kesehatan ibu dan balita pada saat menyusui, pengetahuan akan
pentngnya memberikan ASI bagi balita sudah tertanam di benak masya
rakat Banda. Hal ini dilihat dari cara dan bimbingan para orang tua dan
mertua sang ibu untuk memperhatkan hal yang berhubungan dengan
menyusui balita. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dilaksanakan
oleh masyarakat Banda. Para ibu di Banjar Banda selalu menyusui anak-
nya karena para ibu tersebut tahu manfaat kolostrum, namun dalam pan-
dangan orang tua terdahulu, air susu pertama harus dibuang lebih dahulu.
Hal ini tampak dalam penuturan informan, Bu NV, berikut ini.
Kata orang tua saya, air susu yang pertama kali dibuang
dahulu agar bayinya tdak sakit. Namun, saya juga diberi tahu
oleh dokter agar memberikan air susu yang pertama agar bayi

BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
106
kita kebal. Jadi saya percaya pada dokter, dan saya akhirnya
memberikan air susu pertama pada anak saya. Buktnya anak
saya sehat.
Dari uraian di atas tampak bahwa halhal yang dianggap masuk logika
medis, secara terbuka diterima oleh masyarakat. Hal ini bukan semata-
mata pengetahuan yang didapat dari dokter, melainkan pengetahuan
yang didapat secara tdak langsung dari tetangga dan orang yang sudah
perpengalaman menjalani proses menyusui. Pendapat ini didukung dari
hasli wawancara dengan Bu SF berikut ini.
Saya memberikan air susu pertama dari informasi di buku,
serta tetangga saat kami ngobrol dan bertemu dalam kegiatan-
kegiatan ke pura.
Ibu menyusui di Banjar Banda memiliki kebiasaan yang diturunkan
oleh orang tuanya, yaitu minum loloh (ramuan tradisional) yang diyakini
dapat memperlacar air susu ibu. Ramuan ini dijelaskan oleh informan, Pak
GY, sebagai berikut.
Kalau kita bicara tentang usada, usada kecil namanya usada
rare, kalau yang termuat di usada rare khusus usada rare saja.
Sesudah usada rare itu ada usada kombinasi, yang namanya
usada pangremon untuk rare bisa untuk orang dewasa bisa,
dan masih banyak ada usada kalpo sehingga disatukan. Kita
tdak boleh mempelajari satu saja. Tapi usada itu khasiatnya
berdasarkan tanah yang dipijak. Yang pertama, kalau untuk
yang menyusui, yang terutama mengandung vitamin A, da-
un paling besar mengandung vitramin A, loloh daun sage
namanya, ditambah dengan bawang merah, baru ditumbuk.
Minumnya satu kali sehari.
Daun yang dapat diolah menjadi jamu/loloh adalah daun sage sepert
tampak pada gambar berikut ini.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

107
Gambar 3.9 Daun sage, bahan untuk membuat jamu guna melancarkan air susu ibu.
Dalam pengetahuan tradisional masyarakat Banjar Banda berdasarkan
usada rare dijelaskan bagaimana menurunkan demam bayi yang masih
menyusu sepert dijelaskan oleh informan Pak GY berikut ini.
Kalau bayi itu panas, bagaimana kepanasannya? Biasanya
yang sa ngat-sangat bisa menurunkan kepanasan bayi
adalah alkohol yang 75 atau 76 persen. Tanaman apa yang
mengandung itu adalah bawang yang direbus, sudah jadi air
hangat, lalu dilap ke tubuh bayi, serta kemiri dan bawang
dioleskan ke seluruh tubuh, yang prinsip, alkohol 76 persen
yang menurunkan kepanasan bayi.
Untuk memperlancar air susu ibu, para ibu di Banjar Banda me ngon
sumsi air tajin yang telah lama diyakini dapat memperlancar air susu ibu
sepert yang dijelaskan oleh informan Bu SL sebagai berikut.
Saya, dalam menyusui anak, sering sampai membasahi baju
karena air susu saya sangat deras. Ini karena saya minum air
tajin, yang dipercaya sebagai pelancar air susu. Kebiasaan ini
saya dapat dari ibu saya sejak dulu.

BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
108
Ada juga tradisi untuk menyembuhkan bayi yang demam dengan
mempergunakan tali pusar sepert dijelaskan oleh Pak SN berikut ini.
Di sini masih mempercayai bahwa tali puser yang sudah putus
itu bisa menjadi obat bagi deman sang bayi, yang juga terbukt
bayi itu menjadi sehat.
Selain menggunakan obat tradisional, masyarakat juga menggunakan
obat dari tenaga medis. Ibuibu di Banjar Banda menyadari pentngnya
kesehatan sehingga mereka tdak akan raguragu untuk memeriksakan
anaknya ke dokter spesialis anak sepert penuturan salah seorang infor
man, Bu NV, di Banjar Banda berikut ini.
Semua anak saya periksa ke dokter spesialis, dari anak per-
tama dan anak kedua, semua ke dokter spesialis. Ini kemauan
saya dengan suami saya, bahkan suami saya harus ke dokter
spesialis anak.
Kepada salah satu informan yang juga seorang ibu menyusui di Banjar
Banda, kami bertanya apakah ibu tersebut memberikan asupan tambahan
selain susu. Ternyata banyak ibu tdak memberikan makanan tambahan
selain ASI sampai bayi berusia 6 bulan. Pengetahuan ibuibu tentang asi
dan kolostrum sangat bagus. Mereka mendapatkan informasi dari tenaga
kesehatan sepert keterangan informan, Wayan SJ, berikut ini.
Di samping masalah keuangan yang tdak mampu untuk
mem beli susu, di samping juga ekonomi, lagi pula cairan air
susunya sudah gini banyak, terus karena susu formulanya juga
di tvi ada yang kurang bagus.
Dalam uraian diatas tampak bahwa beberapa ibu, dengan alasan
tdak mampu membeli susu formula, akhirnya menyusui sendiri anaknya.
Biasanya para ibu sudah tahu bahwa ASI bagus untuk bayi, sedangkan
susu formula kurang bagus dan harus mengeluarkan banyak biaya. Dari
situasi dan pemberian ramuan tradisional yang berupa loloh ternyata
bisa mempelancar ASI sehingga ibu bisa secara esklusif memberikan ASI
selama 6 bulan.
Masalah kesehatan ibu dan anak di Banjar Banda teroganisasi dengan
baik oleh organisasi sosial masyarakat yang bernaung di bawah Banjar
Dinas Banda dan Desa Pakraman Banda. Semua aturan dan kebijakan
tentang kesehatan dari pemerintah, baik program KB, program posyandu,

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

109
dan program pemberdayaan masyarakat ditangani oleh pihak adat dan
dinas Banda. Dari hasil observasi terlihat bahwa peranan organisasi
kemasyarakatan yang bernaung di bawah Banjar Banda dan desa adat
Banda sangat memberikan ruang untuk kesehatan ibu dan anak, sepert
terlihat dalam observasi kegiatan posyandu yang dilaksanakan di Bale
Banjar Banda berikut ini.

Gambar 3.10 dan 3.11 Kegiatan posyandu yang dikoordinasi oleh kelian Banjar Banda.

BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
110
Selain merawat kesehatan balita secara medis di posyandu, masya-
rakat juga masih melaksanakan perawatan kesehatan balita secara tra
disional, yakni dengan membalurkan boreh atau bobok beras kencur di
atas kepala balita. Cara tradisional ini masih dilakukan oleh masyarakat
Banda yang disebut meboreh atau meterek untuk mengobat sakit pilek
pada anak sepert tampak pada gambar berikut.
Gambar 3.12 Pengobatan tradisional fu
dengan menggunakan beras kencur (meboreh).
Dari uraian tersebut dapat dianalisis bahwa kegiatan yang diorganisa-
si oleh lembaga adat sangat berperan dalam menunjang kesehatan balita.
Kepatuhan masyarakat untuk datang ke posyandu yang diselenggarakan
oleh lembaga adat Banjar Banda sangat tnggi. Hal ini karena masyarakat
memiliki keterikatan sosial yang tnggi terhadap banjar. Perilaku dan tnda-
kan pemeliharaan bayi setelah masa kelahiran dilaksanakan secara aktf.
Menurut tradisi, setelah bayi menginjak umur 105, dilaksanakan upa
cara nelubulanin/nyambutn (bayi berumur 3 bulan) dan setelah berumur
6 bulan dilaksanakan upacara otonan. Upacara nelubulanin dilaksanakan
pada saat bayi berumur 105 hari dengan hitungan kalender Bali. Sepert
yang dituturkan seorang warga Banjar Banda, upacara ini dilaksanakan
di rumah saja. Upacara ini dilaksanakan sekali seumur hidup, tdak bisa
diulang sepert upacara otonan. Menurut pemahaman warga Banda,
upacara nelubulanin bertujuan untuk memohon kekuatan, keselamatan,

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

111
dan perlindungan kepada Tuhan karena pada usia ini seorang anak sudah
mulai diperkenalkan dengan lingkungan di luar rumah untuk mengenal
isi alam dengan prosesi turun tanah dan pengenalan makanan secara
simbolis, sepert tampak pada gambar berikut.


Gambar 3.13 Banten/sesaji untuk upacara natab nelubulanin.
Gambar 3.14 Salah satu prosesi upacara natab nelubulanin
untuk memanggil catur sanak (empat saudara).
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
112
Gambar 3.15 Rangkaian prosesi upacara natab nelubulanin.
Setelah upacara nelubulanin selesai, tradisi pemuliaan anak pasca-
kelahiran adalah upacara otonan. Upacara ini dilaksanakan setelah bayi
berusia enam bulan atau 210 hari dan dapat diulang setap tahunnya.
Upacara otonan pada prinsipnya juga hampir sama dengan upacara ne-
lu bulanin, yaitu bertujuan untuk memohon kepada Tuhan agar bayi
yang telah berusia enam bulan tersebut diberi keselamatan, penyucian,
penghidupan yang panjang, dan perlindungan dalam menghadapi beban
hidup pada masa mendatang. Dalam upacara ini biasanya dibarengi
dengan potong rambut. Ini dimaksudkan sebagai simbol pembersihan
diri dari kotorankotoran yang melekat pada kepala bayi yang dibawa
semenjak lahir. Gambar 3.16 berikut ini menunjukkan upacara potong
rambut pada bayi.
Pada prinsipnya, semua otonan tersebut bertujuan untuk kesela-
matan, kesehatan, kekuatan, umur panjang, dan kebersihan diri si anak,
sepert yang disimbolkan melalui banten tepung tawar berwujud tepung
puth sebagai simbol kebersihan dan kesehatan, sedangkan banten se-
sarik berwujud daun dadap yang dilumatkan sebagai simbol panjang
umur, murah rezeki, dan mendapat rahmat dari Tuhan. Selain itu, ada
banten tetebus yang berwujud benang sebagai simbol kekuatan fsik dan


ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

113
kemudahan dalam memperoleh rezeki. Sesuai dengan tradisi yang berlaku
di Banda, setelah upacara otonan selesai, seorang anak akan mendapat
pola pengasuhan dari lingkungan keluarga, adat, dan agama melalui
proses internalisasi dan inkulturasi. Proses ini dapat berjalan secara
kultural melalui insttusi keluarga dan adat, tetapi juga dapat berjalan
secara formal melalui insttusi pendidikan formal.
Gambar 3.16 Prosesi potong rambut bayi.

BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
114

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

115
BAB IV
KEPERcAyAAN TERhADAP PELAyANAN
KESEhATAN IBU DAN ANAK
4.1 Health Seeking Behaviour
Ketka sakit, secara umum manusia akan berusaha untuk mengobat
penyakit yang diderita dengan berbagai macam cara. Perilaku health seek-
ing past akan dilakukan, baik dengan tujuan meredakan sakit maupun
untuk mengobat sakit. Pola perilaku health seeking dalam masyarakat
dapat dibedakan menjadi (1) mempercayakan pemeliharaan kesehatan-
nya kepada ahli kesehatan profesional sepert dokter, (2) mempercayakan
pengobatan sakitnya kepada ahli kesehatan nonprofesional sepert ta bib
(3) mempercayakan kesehatannya kepada pengobatan dengan pen de
katan spiritual, (4) mempercayakan penyembuhan penyakitnya dengan
pengobatan tradisional sepert jamu maupun pijat urat, dan (5) memper-
cayakan pengobatannya kepada pengobatan alternatf yang lain (Notoat-
mojo, 1993).
Pola pengobatan di masyarakat Banjar Banda pada dasarnya su
dah mengarah ke tenaga kesehatan dan fasilitas fesehatan yang ada di
Kabupaten Gianyar. Kesadaran mereka untuk mendatangi tempat pela
yanan kesehatan sudah tnggi, namun selain pergi ke fasilitas kesehatan,
mereka juga masih berobat secara tradisional ke sesepuh banjar tersebut,
mulai dari pengobatan untuk anak kecil dan balita, pengobatan untuk
pasangan yang belum mempunyai keturunan, ibu hamil, sampai orang
tua. Ketka pada malam hari anak sakit panas dan rewel, malam itu juga
akan langsung dibawa ke sesepuh banjar dan apabila esok paginya belum
juga sembuh, maka anak akan langsung dibawa ke bidan, dokter praktk
swasta, puskesmas terdekat, atau rumah sakit. Mereka lebih suka datang
ke fasilitas kesehatan swasta dibandingkan ke fasilitas kesehatan milik
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
116
pemerintah, karena pelayanan di tempat swasta lebih baik dan prakts.
Ketka berobat ke fasilitas kesehatan milik pemerintah, mereka selalu
direpotkan dengan adminstrasi, namun jika ke tempat swasta, begitu me
reka datang langsung dilayani. Bahkan, mereka rela mengeluarkan biaya
lebih karena bagi mereka kesehatan adalah hal yang paling utama.
Dewasa ini pengetahuan orang Bali tentang penyembuhan (usada)
yang bersumber pada ajaran agama Hindu masing eksis. Namun, hanya
sedikit orang mau mempelajarinya secara saksama. Hal ini disebabkan
masyarakat Bali mengalami hambatan sosio-psikologis untuk mempelajari
lontar (usada dan tutur). Ada wacana yang ditafsirkan dan ditransformasikan
secara keliru sehingga masyarakat merasa sungkan dan ragu serta takut
untuk mempelajari teks lontar, misalnya ajawera (ilmu pengetahuan yang
keramat dan tdak bisa disebarkan secara sembarangan). Masalah ini
dijelaskan oleh informan, Bu SL, berikut ini.
Saya tahu bahwa kalau penyakit mana yang harus dibawa ke
dok ter dan yang mana harus dibawa ke orang pintar. Sepert
pengalaman saya, anak saya selalu nangis malam-malam.
Yang namanya bebainan (kerasukan roh halus), anak saya, NT,
pernah kena bebainan. Gejalanya dia dulu datang dari lancong
langsung dia nangis. Sampai rumah saya kan kaget. Itu dah
jenis-jenis bebainan. Langsung dia nangis sampai tetangga
(datang) semua, sampai pedanda juga datang, tapi gak mau
diam. Dari jam 7 sampai jam 10 gak mau diem, nagis terus tapi
matanya kering. Dia nangis keras sekali sampai kakak-kakaknya
hadir semua itu, ngeliat dia gak mau dengar apa-apa. Nangis
terus tapi matanya kering, gak mau keluar air mata. Wajahnya
kelihatan, cara pandangnya itu jauh, sampai dia nangis, bilang:
tungguin wayan, tungguin wayan, saya mau ikut. Kalau mbak
sebagai orang tua kan takut, mau ikut ke mana gitu? Trus gitu
aja wayan ngomong. Trus dicariin sama Pak GY Blahbatuh,
dikasih trta, daun sirih sama air kelapa gading aja, diminumin
sama diraup. Habis itu baru dia sadar. Memang ada roh-roh
yang kayak gitu dalam agama Hindu katanya Bapak.
Pada umumnya masyarakat setempat masih percaya adanya hal-hal
yang berhubungan dengan mistk, gangguan roh atau makhluk jadijadian
yang dapat menyebabkan sakit. Biasanya mereka melihat penyakitnya
dari aspek kepercayaan dan apa yang dirasakan, apakah bersifat fsik atau

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

117
nonfsik. Apabila sakitnya dipandang bersifat nonfsik, umumnya me
reka akan mendatangi dukun atau penyembuh tardisional. Sebaliknya,
bila bersifat fsik, maka mereka akan pergi ke fasilitas kesehatan walaupun
harus mengeluarkan biaya yang tdak sedikit. Dengan banyaknya petugas
kesehatan yang ada di Kabupaten Gianyar, baik milik pemerintah maupun
swasta, serta didukung akses yang mudah, penduduk tdak kesulitan men-
cari pengobatan secara medis sepert penuturan informan berikut ini.
Karena di samping juga dapat tunjangan kan misalnya, jadi
kita gak susah-susah berobatnya, tnggal bawa kartu aja. Ntar
langsung dapat obat. Gak susah ngurus administrasinya dan
langsung masuk, terus dilayani, begitu dan gak ngurus apa-
apa. Tinggal tanda tangan aja udah dapat obat.
Warga lebih senang berobat ke fasilitas kesehatan milik swasta ka
rena fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, menurut mereka
tdak layak. Mereka juga beranggapan bahwa jika berobat ke fasilitas ke
sehatan milik pemerintah (puskesmas), obat yang diberikan tdak bagus,
prasarana kurang memadai, serta administrasinya rumit. Jam buka pus
kesmas juga sangat terbatas, hanya pada pagi dan siang hari padahal
pada saat itu para warga mengurus rumah tangga, membuat banten, dan
beberapa ibu membuat canang untuk dijual dan dipakai sendiri. Mereka
lebih mengutamakan kegiatan rutnnya dibandingkan pergi berobat di
puskesma. Selain itu, ada pula penyebab lain keengganan mereka, yaitu
petugas kesehatan sering tdak ada di tempat karena ada keperluan atau
sibuk kuliah. Memang ada bidan senior yang tugasnya berjaga di situ,
namun jarang melakukan pengobatan apa pun karena bidan tersebut
sudah berumur dan selalu panik jika ada kejadian gawat darurat. Bahkan,
ada seorang anak diberikan imunisasi yang sama sebanyak dua kali dalam
waktu yang berbeda. Tak heran jika banyak warga takut berobat ke fasilitas
kesehatan tersebut.
Untuk pasangan suami istri yang belum mempunyai anak, di samping
berobat secara medis ke dokter spesialis, mereka juga mendatangi baliyan
sepert dijelaskan oleh infoman, Ny. WS berikut ini.
Saya sudah berobat ke mana-mana, dari dokter spesialis
kandungan yang ada di rumah sakit di Blahbatuh sampai ke
baliyan yang ada di Kota Denpasar. Namun, sudah satu tahun
ini saya berhent berobat ke sana karena tdak ada hasilnya.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
118
Ketka merasa sakit pada saat menstruasi, para remaja perempuan
akan mendatangi fasilitas kesehatan. Namun, jika mereka sakit karena
gangguan rohroh biasanya mereka akan diantar orang tua mereka ke
orang pintar di desa tersebut.
Ibu-ibu hamil di Banjar Banda akan memeriksakan kehamilannya
ke fasilitas kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Mereka sadar art
pentng pemeriksaan kesehatan ibu hamil dan untuk mengetahui posisi
kandungannya. Hal itulah yang menjadi alasan mereka memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan, apalagi pada umumnya ibuibu di
banjar tersebut berprofesi sebagai pembuat canang yang mengharuskan
mereka duduk terus. Dalam hal magis, ibu hamil akan mengoleskan
bawang merah yang sudah dikupas ke payudaranya agar tdak diganggu
oleh makhluk jahat. Ibu hamil juga akan melilitkan handuk atau kain ke
perutnya agar bayinya terhindar dari pengaruh yang tdak baik.
Persalinan ibu hamil di Banjar Banda hampir semuanya dilakukan di
fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Gianyar, baik di bidan praktk
swasta maupun di tempat praktk dokter spesialis. Demikian juga dalam
mencari pertolongan untuk persalinan, dengan persetujuan suami atau
keluarga besarnya ibu hamil akan diantar ke fasilitas kesehatan yang ter
sedia. Masyarakat Bali dikenal sangat rasional dalam menentukan ke
mana mereka harus mencari pertolongan pengobatan. Mereka bisa tahu
dan bisa merasakan apakah penyakit yang mereka alami ditmbulkan oleh
makhluk halus atau penyakit yang murni yang disebabkan oleh virus.
Oleh karena itu, tak heran jika masyarakat Banjar Banda pada umumnya
akan mendatangi tenaga kesehatan yang ada di fasilitas kesehatan untuk
membantu persalinan ibu hamil.
4.2 Peran Puskesmas dalam Peningkatan Kesehatan Ibu Dan Anak
Di era otonomi daerah, pemerintah dituntut untuk memberikan
kese jahteraan kepada masyarakat daerah dengan penyediaan layanan
publik yang dibutuhkan. Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik
akan sangat berpengaruh pada keberhasilan good governance. Penerapan
good governance dapat meningkatkan good public service. Peningkatan
pelayanan publik tersebut sangat berart dalam mengembalikan keper
cayaan masyarakat terhadap pemerintah. Selama ini masyarakat menilai
bahwa kinerja birokrasi dirasa masih kurang baik, padahal di tengah
krisis yang berkepanjangan ini masyarakat merindukan pelayanan yang
baik, dalam art proporsional dengan kepentngan, yaitu birokrasi yang

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

119
berorientasi pada kekuasaan dan bertanggung jawab terhadap masya
rakat yang dilayani. Prinsip akuntabilitas sangat pentng diterapkan pada
birokrasi kita.
Akuntabilitas merupakan salah satu alat ukur untuk meningkatkan
keefektfan pengukuran kinerja instansi pemerintah di daerah dalam
rang ka implementasi otonomi daerah, demi terwujudnya konsep good
governance. Salah satu bentuk pertanggungjawaban yang harus diberikan
adalah pertanggungjawaban administratf, yaitu pertanggungjawaban
atas tugas dan wewenang yang diberikan oleh atasan langsung atau badan
yang lebih tnggi. Hubungan akuntabilitas administratf dengan pelayanan
publik lebih menekankan pada kemampuan pemerintah atau organisasi
untuk memberikan pelayanan dan menyediakan kebutuhan berupa ba-
rang dan jasa yang dapat dipertanggungjawabkan secara internal formal
organisasi pemerintahan.
Dalam kebijakan pembangunan kesehatan sekarang ini kepercayaan
merupakan faktor pentng dalam pengembangan hubungan pemasaran,
yaitu salah satu pihak memiliki keyakinan terhadap integritas dan relia
bilitas partner bisnis. Kepercayaan juga menjadi lebih kuat jika rekan
ker ja menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan mitra kerjanya dan
ikut serta menegaskan pentngnya art kebutuhan tersebut bagi mitra
ker ja. Kepercayaan terhadap individu atau organisasi diperoleh dengan
mengamat atau mempelajari interaksi sebelumnya.
Kepuasan dapat dikaitkan dengan loyalitas, tetapi belum tentu loya
litas dapat dikaitkan dengan kepuasan. Loyalitas diukur dari maksud/minat
yang dinyatakan konsumen dan hasilnya menunjukkan bahwa perpindahan
konsumen ke tngkat kepuasan yang lebih tnggi dapat membangun
loyalitas jangka panjang. oleh karena itu, kepercayaan konsumen (pasien)
dihubungkan secara langsung untuk memenuhi harapan.
Sehubungan dengan itu, aparatur pemerintah sebagai perencana dan
pelaksana suatu model kebijakan pelayanan publik, diharapkan mampu
memberikan bentuk peningkatan pelayanan, khususnya peningkatan
pela yanan kesehatan masyarakat desa. Terdapat beberapa hal yang ha
rus dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi kebijakan pelayanan
ke se hatan bagi masyarakat, yaitu peningkatan manajemen pelayanan
kepada masyarakat yang berbasis kemasyarakatan, memberikan jaminan
kesehatan terpadu bagi masyarakat desa, dan penyediaan Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam hal ini para tenaga medis yang dinilai mampu
memberikan segala bentuk tndakan yang sesuai kemampuan mereka,
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
120
ser ta menyediakan sarana dan prasarana yang mampu mendukung ter
ciptanya suatu pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat
desa.
Sejak tahun 1970 puskesmas pembantu (pustu) sudah dibangun di
Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, sekaligus sebagai cabang
pembantu Puskesmas Blahbatuh II. Distribusi dan kecakapan tenaga kese
hatan, terutama tenaga medis, sangat menentukan terpenuhinya standar
kesehatan masyarakat.
Dari hasil wawancara, pada umumnya masyarakat Banda lebih me-
milih pelayanan kesehatan praktk swasta dibandingkan dengan pelayanan
kesehatan di puskesmas maupun di pustu yang ada di desa mereka. Ini
didukung hasil wawancara dengan seorang informan, Bu DYIK, berikut ini.
Saya memeriksakan kandungan ke dokter kandungan klinik
swasta karena di sana lengkap, langsung di-USG. Kalau di
pustu tdak pernah orang ke sana memeriksakan kehamilan,
toh bidannya sering tdak ada.
Dari uraian di atas tampak bahwa situasi pelayanan kesehatan di
pustu masih sangat kurang sehingga masyarakat memilih beobat untuk
ke dokter swasta. Hal serupa juga dijelaskan oleh informan, Bu SL, berikut
ini.
Saya tdak pernah ke puskesmas karena kurang cepat pena-
nga nannya, meskipun sekarang puskesmas sudah bagus, na-
mun anak saya tetap tdak cocok ke puskesmas.
Dari hasil wawancara terungkap bahwa tenaga kesehatan yang ada
di puskesmas atau pustu kurang sigap. Hal ini disampaikan oleh Bu RS
berikut ini.
Saya tdak memeriksakan kandungan saya ke puskesmas.
Saya memilih ke praktk bidannya, supaya dapat obat yang
lebih bagus dan tahu bagaimana posisi kandungan saya. Saya
takut terjadi sesuatu pada kandungan saya karena pekerjaan
saya sering duduk.
Dari uraian tersebut mereka beranggapan bahwa pelayanan kese
hatan praktk swasta lebih bagus, lebih terjamin mutu obatnya, dan lebih
telaten melayani pasien walaupun dokter atau bidan yang praktk sama

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

121
dengan dokter dan bidan yang melayani di puskesmas atau di pustu.
Demikian juga halnya dengan ibu hamil atau ibuibu yang mempunyai anak
balita. Mereka lebih mempercayai pelayanan kesehatan di tempat praktk
swasta daripada berobat ke puskesmas atau ke pustu. Padahal dari segi
jarak, mereka lebih dekat ke pustu, dan dari segi biaya juga lebih ringan.
Apalagi sekarang ada jaminan kesehatan yang memberikan pengobatan
grats bagi penduduk yang mempunyai KTP (Kartu Tanda Penduduk) Bali.
Bagi masyarakat Banjar Banda, berobat ke tempat praktk swasta akan
lebih cepat terasa manfaatnya, karena menurut mereka obat dan alat-alat
medis di tempat praktk swasta lebih canggih sepert hasil wawancara
dengan Bu Ketut SI berikut ini.
Saya sering memeriksakan kandungan ke klinik A S yang ada
di Ubud. Saya memilih memeriksakan kandungannya ke klinik
A S karena tenaga medis dan peralatan medisnya lengkap
dan canggih. Walaupun jauh dan bayarnya mahal, saya tetap
memilih periksa kandungannya ke klinik A S. Saya takut, karena
kandungan saya dibilang lemah oleh dokter dan saya pernah
keguguran sampai tga kali.
Demikian juga dengan warga Banda lainnya, mereka tdak meman
faatkan fasilitas kesehatan yang disediakan pustu karena mereka ber
anggapan bahwa obat yang mereka dapatkan dari dokter praktk swasta
lebih paten dan membuat orang cepat sembuh. Sementara obat yang
mereka peroleh di pustu lebih lama reaksi penyembuhannya. Informasi
yang sama datang dari informan Bu MK yang menjelaskan sebagai ber
ikut.
Saya tdak pernah ke pustu, saya sering ke rumah bidannya.
Di rumah bidannya lebih enak dan fasilitas lebih lengkap, dan
ibu bidan pernah mengarahkan ke rumahnya saja. Memang di
pustu grats, namun orang-orang tdak pernah memeriksakan
kehamilan ke sana, paling cuma luka-luka ringan saja.
Dari hasil observasi fnansial masyarakat Banda, kebanyakan meru
pakan kalangan menengah ke bawah. Tetapi, karena mereka ingin yang
terbaik untuk kesehatannya, mereka rela mengeluarkan uang lebih. Masya
rakat Banjar Banda memiliki banyak informasi tentang tenaga kesehatan
yang mereka dapatkan dari interaksi sosial antarindividu sepert dijelaskan
oleh seorang informan, Bu JR, berikut ini.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
122
memeriksakan kandungan saya ke bidan luar desa, ini
berdasarkan saran teman yang sudah pernah ke bidan tersebut,
jadi saya ikut saran teman yang sudah melahirkan.
Demikian juga ketka anakanak mereka sakit, jarang sekali orang
tua mengajak anaknya ke puskesmas. Kenyataan ini dapat dibuktkan dari
hasil wawancara dengan informan, Bu SF, berikut ini.
Saya memeriksakan kedua anak saya selalu ke dokter spe-
sialis anak karena suami saya tdak mau mengambil risiko
memeriksakan anaknya ke sana ke sini, pokoknya ke dokter
spesialis anak.
Dari uraian di atas tampak bahwa mereka lebih mempercayakan
kesembuhan anaknya kepada dokter praktk swasta. Menurut mereka,
tempat praktk swasta lebih bagus, baik dari segi pelayanan maupun obat
obatnya. Hal ini sudah berlangsung sejak lama. Fenomena ini tampak
dari observasi penelit di Banjar Banda. Selain karena kurang bagusnya
pelayanan di pustu Banda, tenaga medisnya juga jarang di tempat karena
ada urusan dinas sehingga sering meninggalkan tempat kerjanya.
Di pustu Banda ini ada dua tenaga medis, yaitu dua orang bidan
perempuan yang salah satunya sudah menjelang pensiun dan tdak dapat
memberikan pelayanan yang maksimal bagi pasiennya. Sementara bidan
yang lebih muda terlalu sering pergi ke Dinkes untuk acara rapat rutn atau
membawa laporan bulanan secara rutn.
Kondisi sepert inilah yang membuat masyarakat semakin tdak
percaya dengan kualitas pelayanan di pustu. Dari hasil pengamatan kami
selama tnggal di Banjar Banda, kondisi pustu yang sering sepi membuat
masyarakat enggan untuk berobat dan membawa anakanaknya berobat
ke sana. Untuk masalah imunisasi anak, masyarakat lebih memilih ke
dokter spesialis atau praktk swasta daripada ke pustu karena menurut
pengalaman seorang warga yang tdak mau disebutkan namanya, ter
kadang bidan salah memberikan jenis imunisasi atau memberikan imu
nisasi yang sama dalam waktu yang berbeda.
Dari uraian tersebut tampak bahwa masyarakat memiliki rasa takut
dan trauma akan peristwaperistwa menyedihkan yang terjadi di pustu
pada waktu dulu. Rasa takut ini membuat masyarakat tdak percaya de
ngan kualitas pelayanan tenaga medis di pustu sehingga mereka tdak
mau memeriksakan kesehatan anaknya ke pustu.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

123
Informan lain menjelaskan ketdaksenangannya berobat ke puskes
mas sepert yang disampaikan oleh informan AS berikut ini.
Saya lebih senang ke dokter spesialis dan ke praktk swasta
dari bidan tersebut, karena langsung dapat pelayanan dari
dok ternya, sedangkan saya (kalau berobat) ke puskesmas,
yang menangani orang-orang yang masih praktk (magang),
jadi saya tdak senang dengan pelayanannya.
Menurut pemahaman penelit, dokter atau perawat senior harus
mendampingi mahasiswa atau junior tenaga kesehatan. Informasi yang
didapat dari hasil wawancara secara umum dapat disimpulkan bahwa
kualitas pelayanan kesehatan puskesmas di wilayah ini belum sesuai
de ngan semangat reformasi birokrasi dan otonomi daerah. Perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan dinilai oleh masyarakat acap
kali kurang beretket, dokter atau bidan jarang ada di tempat sehingga
masya rakat menjadi kecewa. Hal ini kurang sesuai dengan harapan
masyarakat. Implikasinya, respons dan apresiasi masyarakat terhadap
kinerja puskesmas rendah. Untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan
kesehatan, masyarakat terpaksa memanfaatkan pelayanan kesehatan
praktk swasta (dokter umum atau spesialis). Dengan demikian, hal ini
membuktkan bahwa pemberian pelayanan kesehatan puskesmas di
wilayah ini belum maksimal.
Berbeda halnya dengan kondisi posyandu dan Program Jaminan
Kesehatan dari pemerintah Provinsi Bali, yang dikelola oleh lembaga lokal
(banjar) di tngkat manajemen paling bawah, justru program ini mendapat
respons dan apresiasi sangat baik dari masyarakat, misalnya untuk men
dapatkan kartu rujukan jaminan kesehatan grats bagi penduduk Bali.
Program ini sudah berlangsung sejak empat tahun terakhir dan dirasakan
sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Hal yang menarik dalam pengelolaan posyandu di Banjar Banda
adalah respons dan partsipasi masyarakat terhadap pelayanan KIA di
posyandu sangat tnggi. Posyandu di Banjar Banda ditangani oleh banjar
dan diawasi oleh bidan pustu Banda. Kegiatan ini diadakan satu bulan
sekali, yakni setap tanggal 13 dan dilaksanakan di balai Banjar Banda.
Hampir semua pengurus banjar ikut berperan aktf dalam mengelola pos
yandu, misalnya kelian (ketua) Banjar Banda dan istrinya ikut menjadi
kader posyandu.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
124
Pada saat kegiatan posyandu hendak dilaksanakan, pagipagi sekali
kulkul (kentongan) banjar dibunyikan oleh kelian untuk mengingatkan
atau memanggil ibuibu agar mengajak putraputri mereka ke posyandu
untuk menimbang berat badan mereka. Di Bali suara kulkul (kentongan)
menandakan suatu kegiatan akan dimulai, demikian juga dengan kegiatan
Posyandu. Jika semua kader sudah siap di balai banjar, maka kelian akan
membunyikan kulkul sebagai tanda bahwa posyandu akan segera dimulai.
Adapun kegiatan posyandu di Banjar Banda tampak dalam gambar ber
ikut.
Gambar 4.1 Kegiatan posyandu di Banjar Banda.
Tidak hanya ibuibu yang datang sambil membawa putraputri
mereka ke posyandu, tetapi jika ibu tdak sempat, para bapak pun secara
sadar akan mengantar anaknya ke posyandu. Hampir seluruh warga Banjar
Banda sangat sadar untuk menimbang dan memeriksakan gizi anak
anaknya ke posyandu. Hal ini terbukt dengan hasil observasi kami, banyak
kakek dan nenek mengantar cucu mereka ke posyandu. Mereka sadar
betapa pentngnya pergi ke posyandu, karena dengan pergi ke posyandu
secara rutn, mereka dapat mengetahui keadaan gizi dan kesehatan putra
putri atau cucu-cucunya.

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

125
Gambar 4.2 Seorang balita hendak ditmbang
di posyandu di Banjar Banda.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
126

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

127
BAB V
PoTENSI DAN KENDALA BUDAyA
DALAM PEMBANGUNAN
KESEhATAN IBU DAN ANAK
Dalam bab berikut akan dibahas bagaimana budaya mempengar-
uhi kesehatan ibu dan anak. Pembahasan akan dilakukan dengan meng-
gunakan model analisis yang dikemukakan oleh Fred L. Dunn (dalam Ka
langie,1994:44). Analisis ini akan mengategorikan perilaku individu yang
secara sadar atau tdak sadar dilakukan dengan tujuan tertentu. Tujuan
akhir inilah yang nantnya akan menjelaskan apakah perilaku tersebut bisa
dikategorikan ke dalam perilaku yang menguntungkan maupun kurang
menguntungkan.
Kondisi sehat dan sakit sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku, di
samping faktor eksogen (sumber penyakit di luar individu, sepert agen
agen penyakit, bentuk transmisi penyakit, lubuk penyakit), faktor endo-
gen (sumber penyakit dalam diri individu, sepert polimorfsme darah,
resistensi, penyakit endemik, ketuaan), dan faktor penduduk (kepadatan
dan struktur).
Berikut ini dikemukakan model alternatf perilaku yang dikemu kakan
oleh Fred L. Dunn (1976), berkaitan dengan upaya inovasi kesehatan.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
128
Tabel 4.1 Model Alternatf Perilaku Kesehatan Fred L. Duun (1976)
BAB V
Potensi dan Kendala Budaya dalam Pembangunan
Kesehatan Ibu dan Anak

Dalam bab berikut akan dibahas bagaimana budaya mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
Pembahasan akan dilakukan dengan menggunakan model analisis yang dikemukakan oleh Fred L. Dunn
(dalam Kalangie,1994:44). Analisis ini akan mengategorikan perilaku individu yang secara sadar atau
tidak sadar dilakukan dengan tujuan tertentu. Tujuan akhir inilah yang nantinya akan menjelaskan
apakah perilaku tersebut bisa dikategorikan ke dalam perilaku yang menguntungkan maupun kurang
menguntungkan.
Kondisi sehat dan sakit sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku, disamping faktor eksogen
(sumber penyakit di luar individu, seperti agen-agen penyakit, bentuk transmisi penyakit, lubuk
penyakit), faktor endogen (sumber penyakit dalam diri individu, seperti polimorfisme darah, resistensi,
penyakit endemik, ketuaan), dan faktor penduduk (kepadatan dan struktur).
Berikut ini dikemukakan model alternatif perilaku yang dikemukakan oleh Fred L. Dunn (1976),
berkaitan dengan upaya inovasi kesehatan.

Tabel 4.1 Model Alternatif Perilaku Kesehatan Fred L. Duun (1976)
PERILAKU
Sengaja/Sadar/
Tahu
( S )
PERILAKU
Tidak Sengaja/Tidak
Sadar/Tidak Tahu
( T )




Menguntungkan
( U / -)
1
- makan dengan
komposisi gizi
seimbang
- berolahraga setiap
hari
4
- wanita dan anak-
anak hanya mau
makan daging yang
dimasak matang
- larangan adat
untuk tidak makan
daging binatang
buas atau liar



Potensi/Dorongan
(Stimulan)


Merugikan
( R / - )
2
- pengabaian pola
makan yang sehat
-ketidakteraturan
dalam pemeriksaaan

3
- praktik pemotongan
tali pusar bayi
- jamban yang
dibangun di atas
kolam ikan



Kendala
(Hambatan)

Empat alternatf (kotak 14) perilaku manusia dalam hubungannya dengan
kesehatan:
1. Alternatf 1 atau kotak 1 (perilaku sengaja yang menguntungkan
kese hatan): menunjukkan adanya kegiatan individu, kelompok, atau
masyarakat yang secara sengaja/sadar/tahu ditujukan untuk menjaga
(preventf), meningkatkan (promotf), dan menyembuhkan (kuratf)
diri dari penyakit atau gangguan kesehatan, baik secara tradisional
maupun modern (formal, biomedis, atau kedokteran).
Kebutuhan pelayanan dan perawatan medis dipenuhi dengan me
man faatkan fasilitasfasilitas yang tersedia, yang mencakup sistem
(1) perawatan rumah tangga, (2) perawatan tradisional yang dila
kukan oleh praktsi medis tradisional (dukun atau sinshe), dan (3)
perawatan medis formal (biomedis atau kedokteran). Dalam ke
nyataannya, ketga sistem perawatan kesehatan ini dipergunakan
secara bergantan (multsistem perawatan kesehatan). Sistem mana
yang lebih diutamakan, antara lain sangat tergantung pada faktor
faktor sepert pengetahuan budaya, persepsi etmologi penyakit,

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

129
persepsi derajat keparahan penyakit, pengalaman sebagai pasien,
kepercayaan terhadap kesembuhan, serta kemampuan ekonomi.
contoh perilaku kotak 1 ini adalah makan dengan komposisi gizi
yang seimbang dan berolahraga setap hari.
2. Alternatf 2 atau kotak 2 (perilaku sengaja yang merugikan kesehatan):
menunjukkan adanya kegiatan individu, kelompok, atau masyarakat
yang secara sengaja/sadar/tahu akan merugikan kesehatannya,
bahkan akan mengakibatkan kematannya. Kenyataan menunjukkan
bahwa perilaku yang dijalankan secara sadar dan diketahui tdak
menguntungkan kesehatan juga dilakukan oleh penduduk yang
berpendidikan atau profesional.
contoh perilaku semacam ini adalah kebiasaan merokok, penga
baian pola makan yang sehat, ketdakteraturan dalam pemeriksaaan
kehamilan, alkoholisme, pencemaran lingkungan, suisida, infantsida,
aborsi, perkelahian, dan peperangan. Tindakan memberi pelayanan
dan perawatan yang merugikan pasien juga termasuk dalam perilaku
semacam ini.
3. Alternatf 3 atau kotak 3 (perilaku tdak sengaja yang merugikan
kese hatan): menunjukkan adanya perilaku yang tdak disadari yang
dapat berakibat mengganggu kesehatan individu, kelompok, atau
masyarakat. Makin kurang atau sedikit pengetahuan seseorang
mengenai kesehatan umum, makin besar kemungkinan perilakunya
akan merugikan kesehatannya. Perilaku semacam ini sering terjadi
pada golongan masyarakat yang kurang berpendidikan dan/atau
terisolasi dari interaksi dan arus informasi.
Perilaku individu, kelompok, atau masyarakat semacam ini paling
banyak dipelajari, terutama karena penanggulangan perilakunya
merupakan salah satu program/tujuan utama pembangunan kese
hat an masyarakat. Program yang dimaksud antara lain adalah pence
gahan penyakit dan promosi kesehatan di kalangan pasangan suami
istri usia subur, ibu hamil, dan anak balita pada masyarakat pedesaan
dan lapisan sosial bawah di perkotaaan.
4. Alternatf 4 atau kotak 4 (perilaku tdak sengaja yang menguntungkan
kesehatan): menunjukkan adanya perilaku, kegiatan, atau gejala yang
secara tdak disadari atau tdak disengaja membawa manfaat atau
menguntungkan kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.
Per hatan para penelit tampaknya belum banyak diarahkan pada
kenyataan sosial-budaya semacam ini.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
130
Beberapa contoh perilaku semacam ini adalah detoksifkasi singkong
dengan teknik tradisional serta kebiasaan mengecat tubuh untuk menolak
vektor.

Penjabaran teori Fred L. Dunn tersebut akan sangat berguna untuk
menganalisis polapola perilaku informan dalam kesehatan ibu dan anak.
Berikut akan kita kategorikan pola perilaku masyarakat yang berhubungan
dengan kesehatan ibu dan anak.
Tabel 4.2 Pengategorian Sesuai Teori Fred L. Dunn
Aspek: Perilaku Sengaja, Sadar, Tahu,
Menguntungkan
Aspek: Perilaku Tidak Sengaja, Tidak Sadar,
Tidak Tahu, Menguntungkan
1. Berdoa ke pura memohon keturunan.
2. Mendatangi seorang baliyan dan diberi beras
dan bawang merah kemudian diuleg dan diberi
air suci lalu airnya diminum.
3. Mengharapkan anak laki-laki.
4. Memeriksakan kandungan ke bidan.
5. Suami selalu menyempatkan diri mengantar
istrinya untuk periksa kehamilan.
6. Ibu hamil tidak mengonsumsi makanan pedas
dan minuman bersoda.
7. Ibu hamil melilitkan kain di perut selama hamil.
8. Ibu hamil mengoleskan kupasan bawang merah di
payudara kalau mau bepergian ke luar rumah.
9. Suami mendampingi istri jalan pagi.
10. Suami mendampingi istri pada saat proses
persalinan.
11. Setelah istri melahirkan, suami membungkus ari-
ari dengan buah kelapa lalu dimasukkan ke dalam
belanga tanah kemudian ditanam di depan
rumah.
12. Memberikan colostrum pada bayi.
13. Memberikan gelang tangan warna merah putih
dan hitam (tri datu) setelah bayi lahir. Warna
merah putih hitam adalah simbol Brahma, Wisnu,
Syiwa yang dianggap memiliki kekuatan untuk
melindungi bayi.
14. Setelah bayi lahir, pulang ke rumah dan dibuat-
kan upacara pemapag rare (menyambut keda-
tangan bayi).
15. Setelah bayi berumur 12 hari diadakan upacara
ngalepas hawon (memperkuat kedudukan atma
bayi)
16. Setelah anak berusia 42 hari diadakan upacara
tutug kambuhan.
17. Memberikan pupuk (beras dan kencur yang
dikunyah) lalu ditempelkan di ubun-ubun bayi
sehabis bayi mandi.
18. Memberikan loloh (jamu) pada ibu yang me-
nyusui.
19. Membawa ke dokter spesialis ketika anak sakit,
bagi yang merasa ekonominya mampu.
20. Memberikan ASI pada bayi selama 2 tahun,
dengan alasan secara ekonomi tidak mampu
membeli susu, dan air susunya sudah banyak, dan
susu formula dianggap kurang bagus.
21. Mengadakan upacara 3 bulanan, simbol memper-
kenalkan lingkungan kepada bayi.
22. Mengadakan upacara otonan setelah bayi ber-
1. Wanita hamil dianggap suci dan sensitif oleh
masyarakat.
2. Saat kehamilan menginjak usia 7 bulan, ibu
hamil akan melaksanakan upacara magedong-
gedongan.
3. Seorang suami yang istrinya hamil tidak boleh
potong rambut dan membunuh hewan.
4. Ibu hamil mengonsumsi minyak ikan julit atau
minyak kelapa menjelang persalinan.
5. Ibu hamil dilarang mengonsumsi daging
kerbau dan krupuk kerbau.


ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

131
Tabel 4.2 Pengategorian Sesuai Teori Fred L. Dunn
Aspek: Perilaku Sengaja, Sadar, Tahu,
Menguntungkan
Aspek: Perilaku Tidak Sengaja, Tidak Sadar,
Tidak Tahu, Menguntungkan
1. Berdoa ke pura memohon keturunan.
2. Mendatangi seorang baliyan dan diberi beras
dan bawang merah kemudian diuleg dan diberi
air suci lalu airnya diminum.
3. Mengharapkan anak laki-laki.
4. Memeriksakan kandungan ke bidan.
5. Suami selalu menyempatkan diri mengantar
istrinya untuk periksa kehamilan.
6. Ibu hamil tidak mengonsumsi makanan pedas
dan minuman bersoda.
7. Ibu hamil melilitkan kain di perut selama hamil.
8. Ibu hamil mengoleskan kupasan bawang merah di
payudara kalau mau bepergian ke luar rumah.
9. Suami mendampingi istri jalan pagi.
10. Suami mendampingi istri pada saat proses
persalinan.
11. Setelah istri melahirkan, suami membungkus ari-
ari dengan buah kelapa lalu dimasukkan ke dalam
belanga tanah kemudian ditanam di depan
rumah.
12. Memberikan colostrum pada bayi.
13. Memberikan gelang tangan warna merah putih
dan hitam (tri datu) setelah bayi lahir. Warna
merah putih hitam adalah simbol Brahma, Wisnu,
Syiwa yang dianggap memiliki kekuatan untuk
melindungi bayi.
14. Setelah bayi lahir, pulang ke rumah dan dibuat-
kan upacara pemapag rare (menyambut keda-
tangan bayi).
15. Setelah bayi berumur 12 hari diadakan upacara
ngalepas hawon (memperkuat kedudukan atma
bayi)
16. Setelah anak berusia 42 hari diadakan upacara
tutug kambuhan.
17. Memberikan pupuk (beras dan kencur yang
dikunyah) lalu ditempelkan di ubun-ubun bayi
sehabis bayi mandi.
18. Memberikan loloh (jamu) pada ibu yang me-
nyusui.
19. Membawa ke dokter spesialis ketika anak sakit,
bagi yang merasa ekonominya mampu.
20. Memberikan ASI pada bayi selama 2 tahun,
dengan alasan secara ekonomi tidak mampu
membeli susu, dan air susunya sudah banyak, dan
susu formula dianggap kurang bagus.
21. Mengadakan upacara 3 bulanan, simbol memper-
kenalkan lingkungan kepada bayi.
22. Mengadakan upacara otonan setelah bayi ber-
1. Wanita hamil dianggap suci dan sensitif oleh
masyarakat.
2. Saat kehamilan menginjak usia 7 bulan, ibu
hamil akan melaksanakan upacara magedong-
gedongan.
3. Seorang suami yang istrinya hamil tidak boleh
potong rambut dan membunuh hewan.
4. Ibu hamil mengonsumsi minyak ikan julit atau
minyak kelapa menjelang persalinan.
5. Ibu hamil dilarang mengonsumsi daging
kerbau dan krupuk kerbau.

umur 6 bulan dalam kalender Bali.
23. Mengadakan upacara potong rambut (magundul)
pada bayi usia 3 oton (21 bulan).
24. Biaya pengobatan ditanggung oleh keluarga besar
untuk perawatan kesehatan jika ada kesulitan
keuangan dengan sistem gotong royong.
25. Peranan banjar sebagai pusat kegiatan sosial dan
penyuluhan kesehatan.
26. Peran kelian (ketua banjar) sebagai kader pos-
yandu.
27. Dalam setiap upacara keagamaan, ada pertun-
jukan wayang dan berfungsi sebagai media
penyuluhan.
28. Warga Banda menganggap bahwa orang yang
sehat tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga
rohani dan sosial.
29. Pabuan (Kotak P3K tradisional) ditempatkan di
samping bayi tidur.
Aspek: Perilaku Sengaja, Sadar, Tahu, Merugikan

Aspek: Perilaku Tidak Sengaja, Tidak Sadar
Tidak Tahu, Merugikan
1. Sebelum usia kandungan 3 bulan, ibu hamil tidak
memeriksakan kandungannya ke tenaga kese-
hatan karena riskan jika ibu bilang ke orang lain
bahwa dirinya hamil. Bayi tersebut dipercaya bisa
hilang karena pengaruh ilmu hitam.
2. Masih ada beberapa warga membuang sampah di
selokan, parit, atau pinggir jalan pojok desa.
Tidak ditemukan

Dari tiga puluh enam (36) kategori yang dijabarkan dalam tabel tersebut, ternyata ada 29 aspek yang
masuk di kolom 1, 5 aspek masuk di kolom 3, serta 2 aspek masuk ke kolom 2. Dengan demikian,
berdasarkan penjabaran potensi dan kendala tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perilaku
budaya masyarakat Banjar Banda yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak (KIA) baik yang sadar
maupun tidak sadar sangat mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak di wilayah ini.
Sebaliknya, perilaku baik sadar maupun tidak sadar yang merugikan kesehatan ibu dan anak
hampir tidak ditemukan.

Dari tga puluh enam (36) kategori yang dijabarkan dalam tabel ter
sebut, ternyata ada 29 aspek yang masuk di kolom 1, 5 aspek masuk di
kolom 3, serta 2 aspek masuk ke kolom 2. Dengan demikian, berdasarkan
penjabaran potensi dan kendala tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar perilaku budaya masyarakat Banjar Banda yang berkaitan
dengan kesehatan ibu dan anak (KIA) baik yang sadar maupun tdak sadar
sangat mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak di wilayah
ini.
Sebaliknya, perilaku baik sadar maupun tdak sadar yang merugikan
kesehatan ibu dan anak hampir tdak ditemukan.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
132

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

133
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan analisis terhadap penggambaran data etnograf aspek
sejarah, geograf dan kependudukan, serta dimensi sosial budaya yang
ber kaitan dengan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di masyarakat Banjar
Banda dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut.
1. Perilaku kesehatan ibu dan anak (KIA) di Banjar Banda, Kabu
paten Gianyar sangat positf, dalam art tngkat kesadaran ma
syarakat tnggi untuk melakukan perawatan kesehatan, baik
secara medis de ngan memanfaatkan pelayanan yang disediakan
oleh puskesmas, praktk dokter, atau bidan swasta maupun
menggunakan caracara tradisional berdasarkan tradisi turun
temurun yang diwarisinya. Perawatan kesehatan yang dilakukan
masyarakat tdak hanya dalam upaya kuratf, tetapi juga un tuk
kepentngan preventf dan promotf. Tingginya tngkat kesa
daran masyarakat Banda terhadap kesehatan ibu dan anak
terbukt dari tngginya pencapaian angka IPKM di Kabupaten
Gianyar. Tingginya IPKM ini, selain faktor tngginya kesa daran
masyarakat terhadap pentngnya perawatan kesehatan modern
dan dukungan potensi sosial budaya setempat, juga didukung
oleh faktor geograf yang sangat mudah untuk mengakses
pelayanan kesehatan medis yang tersedia.
2. Tingkat kepercayaan masyarakat Banjar Banda, Kabupaten
Gianyar terhadap pelayanan kesehatan medis yang disediakan
oleh peme rintah di puskesmas dan Rumah Sakit Umum (RSU)
maupun terutama oleh dokter dan bidan praktk swasta sa
ngat tnggi. Namun demikian, seringnya petugas puskesmas,
terutama dokter dan bidan, tdak ada di tempat pada jam
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
134
jam kerja dengan berbagai alasan, dan kurang ramahnya pe
tugas dalam memberikan pelayanan kesehatan di pus kesmas
menjadi penilaian negatf atau indikasi terhadap masih kurang
optmalnya kinerja puskesmas di wilayah ini. Implikasinya, ma
sya rakat Banjar Banda cenderung lebih suka memanfaatkan
pe layanan kesehatan praktk dokter spesialis swasta daripada
pus kes mas, sekalipun periksa kesehatan KIA ke dokter spesialis
praktk swasta sesungguhnya secara medis tdak terlalu men
desak dilakukan, apalagi ratarata tngkat ekonomi mereka re
latf rendah.
3. Potensi sosial budaya yang berkaitan dengan perilaku kesehatan
ibu dan anak (KIA), yang dilakukan oleh masyarakat Banjar
Ban da, baik yang dilakukan secara sadar maupun tdak sadar,
yang menguntungkan kesehatan, meliput hampir di seluruh
tahapan kehidupan warga masyarakat, yakni dari masa remaja,
nikah dan hamil, nifas, balita, hingga menjadi dewasa. Dalam
setap tahapan kehidupan itu, warga masyarakat secara budaya
melakukan tndakantndakan yang bermakna preventf, kuratf,
dan rehabilitatf bagi kesehatan ibu dan anak mereka. Di pihak
lain, beberapa kendala budaya yang dilakukan, baik secara sadar
maupun tdak sadar, yang merugikan kesehatan, yaitu masih
rendahnya kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan
pada tga bulan pertama, padahal pemeriksaan kehamilan pada
tga bulan pertama sangat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang janin. Di samping itu, masih ada penduduk di Banjar
Banda membuang sampah ke sungai dan di sembarangan
lahan kosong yang ada. Ini merupakan perilaku yang secara
tdak langsung dapat merugikan kesehatan, karena dapat me
nyebabkan air sungai tercemar, saluran air sering tersumbat,
sampah berserakan hingga membuat lingkungan kotor dan
bahkan menyebarkan bau yang tdak sedap ke wilayah yang
lebih luas.
6.2 Saran
1. Mengacu pada masih adanya ibuibu hamil yang tdak memerik
sakan kehamilannya pada tga bulan pertama karena alasan
kepercayaan, maka disarankan agar petugas kesehatan dan
tokoh adat setempat memberikan penjelasan lebih intensif

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

135
me ngenai pentngnya ibu hamil memeriksakan kehamilannya
pada tga bulan pertama kehamilan secara medis agar bayi yang
dikandungnya terjamin kesehatannya.
2. Masih ada kebiasaan penduduk membuang sampah ke sungai,
selokan, parit, dan tempattempat kosong di pinggir jalan, maka
disarankan kepada aparat desa untuk memberikan penyuluhan
tentang cara pengelolaan sampah rumah tangga dan tdak
membuang sampah sembarangan karena bisa mencemari air
sungai, menyumbat saluran air sehingga menyebabkan banjir
dan menimbulkan bau tdak sedap bagi lingkungannya. cara
sederhana yang bisa dilakukan adalah menyediakan tempat
sampah baik di rumah maupun tempat sampah di desa.
3. Melihat masih adanya kesan negatf masyarakat terhadap ki
nerja atau mutu pelayanan puskesmas di wilayah ini, maka
disarankan kepada dinas kesehatan untuk memantau kinerja
atau kehadiran petugas puskesmas (dokter dan bidan) di
puskesmas wilayah ini, karena masyarakat menilai dokter dan
bidan jarang ada di tempat dan pelayanan mereka juga dinilai
kurang ramah, tdak sepert pelayanan praktk swasta.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
136

ETNK BAL, BANJAR BANDA, DESA, SABA, KECAMATAN BLAHBATU
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali

137
DAfTAR PUSTAKA
Ratnawat, Atk Tri, dkk. 2005. Masalah Kesehatan dalam Kajian Ilmu
Sosial-Budaya. Yogyakarta: Kepel Press.
Awig-Awig Banjar Banda.
Awig-Awig Subak Banda.
Ayurini, Made Intan. 2011. Profl UPT Kesmas Blahbatuh II. Dinas Kesehatan
Gianyar.htp://aryaoka.wordpress.com/arsitektur/Spradley, James
P. Metode Etnograf. Jakarta: Tiara Wacana.
Danandjaja, James.1992. Cerita Rakyat Bali. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Shaw, Judith dan Ian charles Stewart. 1987. Indonesia Manusia dan
Masyarakatnya.
Koentjaraningrat dan A.A. Loedin (Ed.). 1984. Ilmu-ilmu Sosial dalam
Pembangunan Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia.
Kutanegara, Pande Made dan Rohman. 2006. Masyarakat Batukandik:
Dinamika Dan Transformasi Komunitas Adat Terpencil di Bali.
Yogyakarta: Kepel Press.
Kumbara, A.A. Ngr Anom. 2010.Sistem Pengobatan Usada Bali, dalam
Canang Sari Dharmasmert: Mengenang Bhakt Prof Nala. I Wayan
Sukarma, I Wayan Budi Utama (Penyuntng). Denpasar: Widya
Dharma Denpasar, hlm. 436-468.
Prasetyawat, Arsita Eka. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam
Milenium Development Goals (MDGs). Yogyakarta: Nuha Medika.
Profl Pembangunan Desa Saba, 2004-2005.
BUKU SER ETNOGRAF KESEHATAN
Ibu dan Anak 2012
138
Roekmono,B dan Setady, J.F. 1984. Masalah Kesehatan di Indonesia,
dalam Ilmu-ilmu Sosial dalam Pembangunan Kesehatan. Koentjara-
ningrat dan A.A. Loedin (eds). Jakarta: PT Gramedia,hlm. 114.
Satya Manikgeni, Jero Mangku Gde. 1995. Doa Upacara Manusia Yad nya: Se-
jak Kandungan sampai Perkawinan. Denpasar: Pustaka Ma nikgeni.

You might also like