You are on page 1of 20

CEDERA KEPALA A.

Definisi Cedera kepala didefinisikan sebagai suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas fungsi otak. Cedera Kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif sebagian besar terjadi karena kecelakaan lalu lintas, hal ini merupakan proporsi epidemik sebagai hasilkecelakaan di jalan raya. Cedera kepala sebagai cedera paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik (Smeltzer and Bare, 2001). Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. B. Anatomi 1. Kulit Kepala Vaskularisasi kepala sangat baik sehingga bila luka kecil saja sudah akan banyak mengeluarkan darah. Bila luka dalam maka kontraksi otot akan menyebabkan luka tampak menganga tetapi pembuluh darah juga akan berkontraksi sehingga perdarahan akan berkurang. 2. Tulang Kepala Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis cranium (dasar tengkorak). Patah tulang calvaria dapat berbentuk garis (linier) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan ke dalam) atau impresi. Bila patah terbuka (ada hubungan dengan dunia luar) maka diperlukan operasi segera. Pada fraktur basis cranium mungkin keluar darah dari hidung dan atau telinga. Dalam keadaan ini harus hati-hati memasang Naso Gastric Tube (NGT) karena dapat masuk ke rongga tengkorak, perlu diwaspadai pada fraktur basis cranium adalah perdarahan hebat, bila penderita tidak sadar maka perdarahan mungkin dapat mengganggu jalan nafas. 3. Isi Tengkorak a. Lapisan pelindung tengkorak Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Durameter (menempel pada bagian dalam tengkorak) Piameter (menempel pada jaringan otak) Arachnoid (berada diantara lapisan durameter dan piameter) b. Otak Otak terdapat didalam liquor cerebro spinalis. Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung atau telinga) ini merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema) baik karena trauma langsung (primer) maupun setelah trauma (sekunder). Pembengkakan otak ini dikenal sebagai edema serebri dan karena tengkorak merupakan ruangan tertutup rapat maka akan menimbulkan peninggian tekanan intra kranial.

C. Etiologi - Trauma oleh benda tajam Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal - Trauma oleh benda tumpul menyebabkan ke substansi otak energi Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap lapisan pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak D. Klasifikasi Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan derajat cedera kepala. The Traumatic Coma Data Bank mendifinisikan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (Glasgow coma scale) Tabel 1. Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala berdasarkan Nilai Skala Koma Glasgow (SKG) Penentuan Deskripsi Keparahan Minor/ Ringan SKG 13 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia cerebral, hematoma Sedang SKG 9 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak. Berat SKG 3 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intracranial Tabel 2. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997) 1. Membuka Mata Spontan Terhadap rangsang suara Terhadap nyeri Tidak ada 2. Respon Verbal Orientasi baik orientasi terganggu Kata-kata tidak jelas Suara Tidak jelas Tidak ada respon 3. Respon Motorik Mampu bergerak Melokalisasi nyeri Fleksi menarik Fleksi abnormal Ekstensi Tidak ada respon Total

4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 3 15

Trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesis pasca trauma yang dibagi menjadi: Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia berlangsung kurang dari 30 menit. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam, perdarahan subdural dan kontusio serebri. Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan kesadaran ataupun amnesia saat ini masih kontroversional dan tidak dipakai secara luas. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan jumlah Skala Koma Glasgow (SKG) saat masuk rumah sakit merupakan definisi yang paling umum dipakai. Tipe trauma kepala a. Trauma kepala terbuka 1) Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi durameter. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak, misalnya akibat benda tajam atau tembakan. 2) Fraktur linier di daerah temporal, dimana arteri meningeal media berada dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural. Fraktur linier yang melintang garis tengah, sering menyebabkan perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior. 3) Fraktur di daerah basis, disebabkan karena trauma dari atas atau kepala bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan adanya brill hematom (raccon eye). 4) Fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal (lebih jarang). Fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior. Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah temporal, sedang yang posterior disebabkan trauma di daerah oksipital. 5) Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2 3 hari akan nampak battle sign (warna biru di belakang telinga di atas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Pada dasarnya fraktur tulang tengkorak itu sendiri tidaklah menimbulkan hal yang emergensi, namun yang sering menimbulkan masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan pada durameter, pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve pathway). b. Trauma kepala tertutup 1) Komotio serebri (gegar otak) Penyebab gejala komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi yang meregangkan otak dan menekan formotio retikularis merupakan hipotesis yang banyak dianut. Setelah penurunan kesadaran beberapa saat pasien mulai bergerak, membuka matanya tetapi tidak terarah, reflek kornea, reflek menelan dan respon terhadap rasa sakit yang semula hilang mulai timbul kembali. Kehilangan memori yang berhubungan dengan waktu sebelum trauma disebut amnesia retrograde. Amnesia post traumatic ialah kehilangan ingatan setelah trauma, sedangkan amnesia traumatic terdiri dari amnesia retrograde dan post traumatic.

2) Edema serebri traumatic Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma kapitis terutama pada anak-anak. Pingsan dapat berlangsung lebih dari 10 menit, tidak dijumpai tandatanda kerusakan jaringan otak. Pasien mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah. Pemeriksaan cairan otak mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meningkat. 3) Kontusio serebri Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak mengganggu jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak. Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral. 4) Perdarahan Intrakranial a) Perdarahan Epidural Perdarahan epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya anteri meningea media. klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progesif disertai kelainan neurologis unilateral. Kemudian gejala neurologis timbul secara progesif berupa pupil anisokor, hemiparese, papiledema dan gajala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural di fossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi di oksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebelar dan paresis nervi kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. b) Perdarahan Subdural Terjadi antara duramater dan arachnoid. Perdarahan subdural lebih biasa terjasi perdarahan epidural (30 % dari cedera kepala berat). Umumnya perdarahan akibat pecahnya/robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek serebri dan sinus venosa tempat vena tadi bermuara, namun dapat pula terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaaan otak. Gejala yang sub akut tidak sejelas yang gejala akut. Perdarahan subdural menjadi simptomatik dalam 3 hari disebut akut, jika gejala timbul antarqa 3 sampai 21 hari disebut subakut, sedangkan lebih dari 21 hari disebut kronik. Gejala yang paling sering pada akut adalah nyeri kepala, mengantuk, agitasi cara berpikir yang lambat dan bingung. Gejala yang paling sering pada kronik adalah nyeri kepala yang semakin berat, cara berpikir yang lambat, bingung, mngantuk. Pupil edema dapat terjadi dan pupilipsilateral dilatasi dan refleka cahaya menurun, Hemiparese sebagai tanda akhir biasa ipsilateral atau kontralateral tergantung pada a[akah lobus temporal mengalami herniasi melalui celah tentorum dan menekan pendukulus serebri kontralateral. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosinyapun jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

c) Perdarahan subarahnoid Perdarahan subaranoid sering terjadi pada trauma kapitis. Secara klinis mudah dikenali yaitu ditemukannya kaku kuduk, nyeri kepala, gelisah, suhu badan subfebril. Gejalanya menyerupai meningitis. Perdarahan yang besar dapat disertai koma. Pedarahan terjadi didalam ruang subarahnoid karena robeknya pembuluh darah yang berjalan didalamnya. darah tercampur dengan cairan otak. Adanya darah didalam liquor serebri spinal akan merangsang meningia sehingga terjadi kaku kuduk. E. Patofisiologi Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada area cedera, dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan / kenaikan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus menerus meningkat. Maka aliran darah dalam otak menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak. Edema akan terus bertambah menekan / mendesak terhadap jaringan saraf, sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial. Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera kepala: 1. Pola pernafasan Trauma serebral ditandai dengan peningkatan TIK, yang menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran menurun. Dan biasanya menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) dan atau resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan menyebabkan laju mortalitas tinggi pada klien cedera kepala. Cedera serebral juga menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernafasan chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak tengah dan hipoventilasi neurogenik central. 2. Mobilitas Fisik Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik. 3. Keseimbangan Cairan Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin banyak hormon anti diuretik dan main banyak aldosteron diproduksi. Hal ini mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada trauma yang menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada kelenjar hipofisis / hipotalamus dan peningkatan TIK. Pada keadaan ini terjadi disfungsi dan penyimpanan ADH sehingga terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi.

4. Aktifitas Menelan Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi. Selain reflek menelan dan batang otak mungkin hiperaktif / menurun sampai hilang sama sekali. 5. Kemampuan Komunikasi Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral dominan dapat menunjukkan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga dapat menyebabkan gangguan komunikasi verbal. 6. Gastrointestinal Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang ditemukan, tetapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang bias dan merangsang aktifitas hipotalamus dan stimulasi fagus yang dapat menyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera cerebral. Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. F. Manifestasi Klinik 1. Cedera kepala ringan a.Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar pasien mengalami penyembuhan total dalam beberapajam atau hari. b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya berkurang dan cemas, kesulitan belajar dan kesulitan bekerja. 2. Cedera kepala sedang a.Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau bahkan koma. b.Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. 3. Cedera kepala berat a.Amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan. b.Pupil tak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. G. Komplikasi Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari cedera kepala adalah: 1. Peningkatan TIK Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) yang berakibat kerusakan otak iskemik.

Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan. Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat dan non invasive. Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis. TIK yang normal : 5-15 mmHg TIK Ringan : 15 25 mmHg TIK sedang : 25-40 mmHg TIK berat : > 40 mmHg Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari ventrikulus lateralis, sisanya dihasilkan oleh jaringan otak kemudian dialirkan langsung ke rongga sub arachnoid untuk diabsorpsi lewat vili arachnoid di sagitalis. Pengikatan / penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan CSF 60%. Produksi CSF 0,3 0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena hanya ada volume 150cc CSF di otak dewasa, jadi ada 3 kali penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF bersifat konstan dan tidak tergantung tekanan. Variasi pada TIK tidak mempengaruhi laju produksi CSF. Absorpsi CSF secara langsung dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat utama penyerapan CSF, vili arachnoidalis (merupakan suatu katub yang diatur oleh tekanan). Bila fungsi katub rusak / jika tekanan sinus vena meningkat, maka absorpsi CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Kalau aliran CSF tersumbat mengakibatkan hidrocephalus tipe obstruktif. 2. Iskemia Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat menyebabkan perubahan fungsional pada sel normal. Otak merupakan jaringan yang paling peka terhadap iskemia hingga episode iskemik yang sangat singkat pada neuron akan menginduksi serangkaian lintasan metabolisme yang berakhir dengan apoptosis. Iskemia otak diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu iskemia global dan fokal. Pada iskemia global, setidaknya dua, atau empat pembuluh cervical mengalami gangguan sirkulasi darah yang segera pulih beberapa saat kemudian. Pada iskemia fokal, sirkulasi darah pada pembuluh nadi otak tengah umumnya terhambat oleh gumpalan trombus sehingga memungkinkan terjadi reperfusi. Simtoma terhambatnya sirkulasi darah oleh gumpalan trombus disebut vascular occlusion. 3. Perdarahan otak - Epidural hematom: - Subdural hematoma - Perdarahan intraserebral - Perdarahan subarachnoid: 4. Kejang pasca trauma. Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 425% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.

5. Demam dan mengigil : Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan memperburuk outcome. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid. 6. Hidrosefalus: Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi. 7. Spastisitas : Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan kontraktur, Bantuan dalam posisioning. Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum, benzodiasepin. 8. Agitasi Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan. 9. Mood, tingkah laku dan kognitif Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%. Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk perbaikan gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam 12 minggu. Depresi mayor dan minor ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya cedera kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan antidepresan. 10. Sindroma post kontusio Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama: Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori, Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

H. Pemeriksaan Diagnostik CT Scan (tanpa / dengan kontras) : mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikuler, pergeseran jaringan otak. MRI (Magnetic Resonance Imaging): sama dengan CT Scan dengan / tanpa kontras. Menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur frekuensi radio radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infark dan kelainan pada pembuluh darah. Angiografi serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler. Angiografi Substraksi Digital: Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi untuk mempelihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya. EEG: Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis. EEG (elektroensefalogram) mengukur aktifitas listrik lapisan superfisial korteks serebri melalui elekroda yang dipasang di luar tengkorak pasien. ENG (Elektronistagmogram) merupakan pemeriksaan elekro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan system saraf pusat. Sinar X: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur). Pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang. BAEK (Brain Auditon Euoked Tomografi) : Menentukan fungsi korteks dan batang otak. PET (Positron Emmision Tomografi): Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme batang otak. Fungsi lumbal, CSS: Dapat menduga kemungkinan adanya perubahan subaraknoid. GDA (Gas Darah Arteri): Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan meningkatkan TIK. Kimia / elekrolit darah: Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK / perubahan mental. Pemeriksaan toksilogi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran. Kadar anti konvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

I. Penatalaksanaan Airway : - Pertahankan kepatenan jalan nafas - Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis - Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut Breathing : - Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman - Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen Circulation : - Kaji keadaan perfusi jaringan perifes (akral, nadi capillary rafill, sianosis pada kuku, bibir) - Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek terhadap cahaya - Monitoring tanda tanda vital - Pemberian cairan dan elektrolit - Monitoring intake dan output Prioritas Keperawatan 1. Tindakan terhadap peningkatan TIK a. pemantauan TIK dengan ketat b. Monitoring tekanan intrakranial : ditandai dengan sakit kepala hebat, muntah proyektil dan papil edema c. oksigenasi adekuat d. pemberian mannitol e. penggunaan steroid f. peningkatan kepala tempat tidur g. bedah neuro 2. Tindakan pendukung lain a. dukungan ventilasi b. pencegahan kejang c. pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi d. terapi antikonvulsan e. klorpromazin menenangkan pasien f. selang nasogastrik

DAFTAR PUSTAKA
Boughman, D.C. Hockley. J.C. 2000.Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. EGC. Jakarta FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media Acculapus. Jakarta Hudak. C.M., Gallo. B.M. 2006. Keperawatan Kritis. Ed.6. EGC. Jakarta Johnson. Et. All. 2006. Nursing Intervention Classification (NIC). IOWA. Intervention Preject Mosby USA Johnson. Et. All. 2006. Nursing Outcome Classification (NIC). IOWA. Outcome Preject Mosby USA Mansyjoer, et all.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :EGC Price and Wilson.2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Pusbanker118.2010.Pedoman Pelatihan Gawat Darurat. Yogyakarta Smeltzer, Suzanne and Bare.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Jakarta : EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA KEPALA
Tugas Mandiri Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh: ANGGIT PRAKASIWI 3212006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2013

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN DI RUANG CEMPAKA RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG A. BIODATA Nama : Tn. A Umur : 35 th Jenis kelamin : Laki laki Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SD Alamat : Kentangan, Rt 02/Rw 02 Candiroto Temanggung Tgl. Masuk : 5 Oktober 2008 Jam : 14.50 WIB No. CM : 40684 Dx Medis : CKR Penanggung Jawab Nama : Ny. D Umur : 55 th Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Hubungan dengan klien : Mertua B. RIWAYAT KESEHATAN A. Primary Survey Sumber data : berasal dari klien Keluhan utama : klien mengatakan pusing Riwayat penyakit sekarang : Klien datang dengan post KLL, sadar, terdapat hematom pada mata, terdapat jejas di muka, fraktur terbuka pada kaki sebelah kanan. Vital Sign : Jam Tanda-tanda vital GCS TD N S RR E M V 08.00 120/70mmHg 80x/mnt 37,9C 20x/menit 4 6 5

Initial Assesment : o Airway : Bersih, saura nafas vesikuler o Breathing : Nafas spontan (+), retraksi (-), pola nafas teratur o Circulation TD = 120/70mmHg, N = 80 x/ mnt, membran mukosa lembab, turgor elastis, sianosis (-), akral dingin (-), perdarahan (-) o Disability coma, GCS: E1M3V1 B. Secondary Survey Pemeriksaan Fisik : Kesadaran : sadar GCS = E4V5M6 = 15 Kepala : mecochepal, terdapat vulnus pada daerah frontanela Mata : simetris, terdapat edema pada kedua mata, pupil kanan/kiri isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, reflek cahaya (+). Telinga : simetris, tidak ada jejas, perdarahan telinga (-) Hidung : simetris, vulnus(+) Mulut : mukosa bibir lembab, vulnus(+) Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-) Paru I : simetris, retraksi (-), pola nafas teratur Pa : gerakan dada seimbang, fremitus kanan/kiri P : sonor A : vesikuler Jantung I : ictus kordis tidak terlihat Pa : teraba ictus cordis di midclavicula intercosta ke 5 sinistra P : redup A : irreguler Perut I : tidak terlihat massa/ tumor, tidak ada lesi/ jejas A : peristaltik usus 16x/ mnt P : timpani Pa : nyeri tekan (-) Ekstremitas : Fraktur atas + bawah Oedem Hematom atas bawah atas bawah

Genetalia : laki-laki, tidak terpasang kateter Therapi medis Infus RL 20 tpm Inj. Ampicillin 1 gr Inj. Kalnek 1 ampul Inj. Lancolin 1 ampul Inj. Ulsimet 1 ampul Oral : mefinal acid 3x1, norflamin 3x1

ANALISA DATA No 1 S: O Data Masalah Perfusi jaringan masih cerebral tidak efektif Etiologi Penurunan suplai O2 ke jaringan cerebral

Klien mengatakan terasa pusing : Kesadaran klien compos mentis, Nilai GCS : 15 E4M6V5 Terdapat hematom pada mata Terdapat vulnus di mata, hidung dan mulut

S : Kerusakan integritas Trauma jaringan O : Terdapat luka jahitan di kaki Luka merembes Edema (+) Tampak kemerahan di sekitar luka Suhu 37,9C S : Nyeri Klien mengatakan nyeri dikaki sebelah kanan P : nyeri bertambah saat kaki digerakan Q : senut-senut R : kaki kanan S : skala 5 T : hilang timbul O : Klien tampak meringis menahan sakit Ekspresi wajah tidak rleks TD: 120/70mmHg, N:80x/mnt S:37,9C, R:20x/mnt Trauma

S: Klien mengatakan kaki sebelah kanan terasa berat, semua kebutuhan dilakukan di tempat tidur dan dibantu keluarga O: Terdapat luka jahitan dikaki Skala ketergantungan 10

Gangguan mobilitas fisik

Trauma

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. 2. 3. 4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d penurunan suplai O2 ke jaringan cerebral Kerusakan integritas kulit b.d trauma jaringan Nyeri b.d trauma jaringan Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi I S : O : RR : 36x/menit, , nafas berbunyi, irama tidak teratur dan dalam Klien tampak gelisah, GCS : 5 E1M3V1 Pola nafas tidak teratur, suara nafas stridor Terdapat akumulasi sekret di mulut Terdapat jejas pada leher Tampak sianosis A P : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Obstruksi jalan nafas: secret berlebihan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit, bersihan jalan nafas efektif. Kriteria hasil : Klien tampak tenang, pola nafas teratur, tidak terdapat bunyi nafas stridor RR : 12 20x/ menit Akumulasi atau penumpukan sekret pada jalan nafas berkurang sampai hilang Tidak sianosis Planning : 1. Kaji irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan 2. Observasi adanya sumbatan jalan nafas 3. Perhatikan adanya sianosis 4. Posisikan kepala klien datar/supinasi 5. Lakukan penghisapan (suction) sesuai indikasi 6. Pantau perubahan mental atau perilaku 7. Berikan Oksigen tambahan sesuai indikasi : 1. Mengobservasi irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan Hasil : RR : 36x/menit, irama tidak teratur, dalam, klien tampak sesak dan gelisah, bunyi nafas stridor. 2. Mengobservasi adanya sumbatan jalan nafas Hasil : terdapat akumulasi atau penumpukan secret di mulut 3. Memantau adanya sianosis pada klien Hasil : klien mengalami sianosis 4. Memposisikan kepala klien datar/supinasi Hasil : kepala klien diposisikan datar/supinasi, klien tampak gelisah 5. Melakukan tindakan suction atau penghisapan sumbatan jalan nafas Hasil : akumulasi secret tersedot melalui selang suction 6. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi Hasil : klien terpasang oksigen 5 liter kanul binasal 7. Mengobservasi adanya perubahan mental atau perilaku hasil : kesadaran klien koma, nafas klien terdengar stridor (ngorok) Implementasi II S : O :

RR : 36x/menit, , nafas berbunyi, irama tidak teratur dan dalam Pola nafas tidak teratur, suara nafas stridor Retraksi (+) A : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi P : Setelah dilakukan perawatan 1x60 menit klien dapat mempertahankan kepatenan jalan nafas serta mempertahankan ventilasi

Kriteria hasil: Tidak ada spasme Tidak ada cemas Tidak ada suara tambahan RR normal Mampu bernafas dalam Ekspansi dan simetris Tidak ada retraksi dada Mudah bernafas Tidak dyspnea Planning: 1. Buka jalan nafas 2. Atur posisi yang memungkinkan ventilasi maximum 3. Dengarkan suara nafas 4. Monitor oksigenasi 5. Kaji status pernafasan 6. Berikan terapi sesuai program I : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Membuka jalan nafas Mengatur posisi yang memungkinkan ventilasi maximum Hasil: posisi klien datar/supinasi Mengauskultasi suara nafas Hasil: suara nafas klien stridor Memonitor oksigenasi Hasil: klien terpasang oksigen 100% dengan kecepatan aliran 5 liter/menit Mengkaji status pernafasan Hasil: RR: 36x/menit, suara nafas stridor, irama nafas tidak teratur dan dalam Memberikan terapi intravena sesuai program Hasil: terpasang infus RL 20 tpm, kalnex 1 ampul, Amphicilin 1 gr, Neotrofil 3 gr, ATS 1 ampul

Implementasi III S : O : Kesadaran klien koma, Nilai GCS : 5 E1M3V1 Klien tampak gelisah Terdapat hematom pada frontanela Tampak sianosis A : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d penurunan suplai O2 ke jaringan cerebral P : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit, perfusi jaringan serebral adekuat Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran, perbaikan kognisi, dan fungsi motorik/sensorik Menunjukkan tanda-tanda vital stabil Tidak ada peningkatan TIK Planning : 1.Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu yang menyebabkan penurunan tingkat kesadaran 2.Pantau dan catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (GCS) 3.Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana 4.Pantau tanda-tanda vital, catat adanya hipertensi sistolik, bradikardia, takikardia, disritmia dan pola pernafasan 5.Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya 6.Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral. 7.Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi 8.Berikan obat sesuai indikasi. Mis: antikonvulsi, analgesic, sedative atau antipiretik I : 1. Mengobservasi faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran hasil : klien mengalami cedera kepala berat, terdapat hematome pada frontanela 2. Melakukan pengukuran tingkat kesadaran klien (GCS) hasil : nilai GCS : 5 E1M3V1 3. Melakukan pengukuran tanda-tanda vital hasil : TD : 140/100mmHg, N : 120x/menit, S: 36,8C, RR : 36x/menit 4. Mengevaluasi keadaan pupil, ukuran, ketajaman, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya hasil: pupil isokor kiri, midriasis kanan dan tidak berespon saat dirangsang cahaya 5. Memposisikan kepala / leher pada posisi tengah atau netral 6. Memberikan oksigen tambahan hasil : klien terpasang oksigen 100% dengan kecepatan aliran 5 liter/menit 7. Memberikan terapi intravena sesuai program hasil : terpasang infus RL 20 tpm, kalnex 1 ampul, Amphicilin 1 gr, Neotrofil 3 gr, ATS 1 ampul

You might also like