You are on page 1of 9

kosistem buatan merupakan ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. a .

Bendungan Suatu ekosistem buatan yang berupa bangunan penahan atau penimbun air untuk berbagai keperluan, misalnya irigasi, pembangkit listrik. b . Hutan tanaman industri Hutan yang sengaja ditanami dengan jenis tanaman industri. Jenis tanaman yang umum ditanam adalah jati, pinus, mahoni, rasamala, dan damar. c . Agroekosistem Suatu ekosistem buatan berupa ekosistem pertanian, misalnya sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah surjan, sawah rawa, sawah pasang surut, perkebunan (teh, kopi kelapa sawit, dan karet), kolam tambak, ladang, dan pekarangan.

EKOSISTEM BUATAN
Written by oman on Senin, 29 Desember 2008 at 09:25 Ekosistem merupakan tatanan secara utuh dari seluruh unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dengan lingkungannya. Ekosistem Buatan, Ekosistem Buatan yaitu ekosistem yang sengaja dibuat oleh manusia. Misalnya, kolam, waduk, sawah, ladang, dan tanam. Pada umumnya, ekosistem buatan mempunyai komponen biotik sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya. Pada ekosistem sawah, komponen biotik yang banyak, yaitu padi dan kacang. Ekologi Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan, interaksi antara makhluk hidup (organisme) dengan lingkungannya. Ekosistem yang terbentuk saat ini merupakan hasil evolusi selama jutaan tahun dari keanekaragaman spesies yang tidak terhitung jumlahnya. Dalam proses ini spesies yang tidak mampu bertahan akan punah. Kepunahan itu dapat terjadi oleh karena beberapa hal seperti tidak mampu menyesuaikan dengan kondisi iklim, rentan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak mampu mendapatkan makanan dan energi yang cukup atau kalah bersaing dengan spesies lain yang lebih efisien. Ekosistem terus mengalami perubahan bersamaan dengan berlangsungnya proses seleksi alam. Dalam ekosistem terdapat dua komponen yang saling berhubungan/ berinteraksi satu dengan lainnya, yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik merupakan bagian lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup yaitu tumbuhan, hewan dan manusia. Komponen abiotik adalah bagian lingkungan yang terdiri dari benda mati seperti air, tanah, udara, dan cahaya. Kedua komponen biotik dan abiotik berinteraksi membentuk suatu ekosistem yang mantap. Sebagai contoh pada lingkungan di mana manusia hidup terdapat komponen air,

tanah, udara, cahaya, tumbuhan, hewan, dan manusia lainnya. Ketidakserasian hubungannya dengan komponen lain yang ada dalam lingkungan hidupnya dapat menyebabkan terganggunya kesejahteraan manusia. Terjadinya bencana alam dibeberapa tempat pada waktu bersamaan merupakan gambaran ketidakharmonisan interaksi ke dua komponen tersebut. Ragam Ekosistem Pertanian Apabila manusia mengadakan usaha pertanian maka ia memerlukan lahan usaha yang biasanya diambil dari suatu ekosistem alam yang sudah ada dalam kesetimbangan. Kalau lahan itu diambil dari hutan, maka yang biasanya dilakukan adalah menebang pohonpohon yang ada di hutan tersebut kemudian menanami lahan yang terbuka dengan tanaman yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Perubahan dalam sistem pertanian menimbulkan banyak masalah yang tidak dapat diatasi oleh pola pertanian secara tradisional. Praktik-praktik pertanian tradisional ini sering dianggap statis, seakan-akan dicapai secara kebetulan pada suatu saat dalam proses evolusi dan ditiru tanpa pertimbangan lebih jauh dari generasi ke generasi. Pola pertanian tradisional ini terbukti tidak berkelanjutan, tidak dapat dipertahankan karena sistem ini akan mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan dan tekanan dari peningkatan populasi penduduk yang melebihi kapasitas daya dukung. Pada waktu ini kita temui berbagai sistem yang berbeda baik tingkat efisiensi teknologinya maupun tanaman yang diusahakan. Sistem pertanian dan aktivitas-aktivitas yang terkait ditentukan oleh tanah, iklim, tenaga kerja, modal, yang kesemuanya diupayakan untuk menjaga kesetimbangan lingkungan. Faktor yang mempengaruhi Ekosistem Suatu makhluk hidup akan selalu membutuhkan makhluk hidup lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur biotik (produsen, konsumen, dan pengurai) dengan abiotik (cahaya, udara, air, tanah, suhu, dan mineral) membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Untuk menjaga keseimbangan ekosisitem rantai makanan sangat berperan penting. Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Rantai makanan yang tidak terputus dapat menandai keseimbangannya ekosistem. Secara alami, alamlah yang mengatur keseimbangan ekosistem dengan mengontrol hubungan antara komponen biotik dan abiotik. Namun, sekarang aktivitas manusia juga banyak yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem, misalnya : Penebangan hutan secara liar Pengeboran minyak lepas pantai embuangan sampah atau limbah Penggunaan pupuk buatan dan pestisida berlebihan Pembakaran hutan Penangkapan ikan tanpa kendali Perusakan terumbu karang Contoh-contoh diatas adalah salah satu contoh dari sekian banyak tingkah laku manusia

yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Komponen Ekosistem Komponen Biotik, yaitu semua makhluk hidup yang berada dalam suatu ekosistem. Berdasarkan fungsinya komponen biotik dibedakan atas : Produsen Merupakan makhluk hidup yang mampu menghasilkan makanannya sendiri. Contoh : tumbuhan hijau Konsumen Merupakan makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanan sendiri, sehingga untuk kebutuhan energinya tergantung pada produsen baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh: kelinci Pengurai Yaitu makhluk hidup yang menguraikan zat-zat yang terkandung di dalam sampah dan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati. (mengubah zat organik menjadi zat anorganik). Contoh: bakteri, jamur, atau jazad renik yang bersifat saprofit. Komponen Abiotik, yaitu semua benda tak hidup misalnya, udara, air, tanah , cahaya, maupun faktor-faktor yang ada di sekitar makhluk hidup, misalnya, suhu, kelembaban, angin, dan iklim Saling ketergantungan antara biotik dan abiotik Ketergantungan komponen biotik terhadap komponen abiotik Contoh : Makhluk hidup memerlukan udara untuk bernapas. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk berfotosintesis. Ketergantungan komponen abiotik terhadap komponen biotik Cacing tanah menggemburkan tanah Tumbuhan untuk menahan erosi Tumbuhan hijau untuk mengurangi pencemaran udara. Saling ketergantungan sesama komponen biotik. Srigala memakan kelinci untuk bertahan hidup Kelinci memakan tumbuhan Saling ketergantungan antara produsen, konsumen, dan pengurai terlihat dari proses makan dan dimakan diantara mereka. Pada prinsipnya dalam peristiwa ini terjadi perpindahan energi (transformasi energi) matahari (kinetik) menjadi energi kimia (dalam tubuh makhluk hidup) dan siklus materi.

Dilihat dari jumlah massa penyusun rantai makanan tersebut, makin ke puncak semakin kecil, sehingga membentuk Piramida makanan. Piramida makanan dapat memiliki satu puncak atau dua punyak, hal ini terjadi bila terdapat dua konsumen yang memperebutkan jenis makanan yang sama. Pola Interkasi Organisme Hubungan antara species di dalam komunitas dapat bermacam-macam sifatnya: Netral Bila antara populasi tidak saling mempengaruhi Contoh: populasi burung gelatik dengan populasi walang sangit Kompetisi Bila antara populasi terjadi persaingan untuk memperebutkan makanan dan wilayah tempat perburuan. Contoh: populasi singa dengan populasi harimau Predasi Hubungan antara predator dan mangsanya. Contoh: harimau dengan rusa atau elang dengan ular Simbiosis Kehidupan bersama dua jenis makhluk hidup yang berbeda Parasitisme Bila salah satu populasi merugikan populasi yang lain Contoh : Cacing pita yang berada dalam perut manusia atau benalu dengan pohon jambu Komensalisme Bila salah satu populasi untung tetapi lainya tidak dirugikan ataupun diuntungkan. Contoh: ikan hiu dengan ikan remora Anggrek dengan pohon jambu Mutualisme Bila populasi satu dengan populasi lain saling menguntungkan Contoh : jamur dengan ganggang membentuk lumut kerak Bakteri Rhizobium dengan akar tumbuhan polong-polongan Protokooperatif Hubungan saling menguntungkan antara dua populasi namun bukan merupakan keharusan. Contoh : Kupu-kupu dengan bunga atau jalak dengan kerbau Antibiosis Yaitu hubungan dua jenis makhluk hidup yg berbeda, salah satu menghambat

pertumbuhan yang lain. Contoh : Penicillium notatum menghambat pertumbuhan bakteri

Eksistensi manusia sangat tergantung kepada kondisi alam. Tak jarang manusia mengalami kesulitan dan penderitaan karena alam yang tidak bersahabat dengan mereka. Terjadinya tsunami di Aceh, berakibat meninggalnya 100.000 orang dalam seketika. Gempa di Nias, Yogyakarta dan Sumatera Barat, juga membawa korban sampai ribuan orang. Lonsor yang terjadi di beberapa daerah, juga membawa korban jiwa. Letusan gunung api yang disertai dengan gempa vulkanik, juga membuat manusia dan makhluk hidup lainnya di bumi ini menderita. Seluruh dari peristiwa ini disebabkan karena ketidak-seimbangan alam. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidak-seimbangan alam, diantaranya: degradasi hutan, ekploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, pembakaran hutan, konversi kawasan hutan menjadi perkebunan dan transmigrasi. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan luas hutan terbesar, yaitu 120,3 juta hektar. Bedasarkan hasil survey Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW) tahun 2001, seratus tahun yang lalu Indonesia masih memiliki hutan yang melimpah, pohon-pohonnya menutupi 80 sampai 95 persen dari luas total lahan. Tutupan total hutan pada waktu itu diperkirakan sekitar 170 juta hektar.(Diki kurniawan,2007) Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan di dunia, negara yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia, dengan 1,871 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara 2000 hingga 2005. Artinya, setiap harinya 51 kilometer persegi hutan di Indonesia hancur (tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya) atau setara dengan 300 lapangan bola setiap jamnya.(Media Indonesia, 5 Juni 2008) Berdasarkan data FWI dan GFW (2001) tercatat bahwa Indonesia masih memiliki hutan yang lebat pada tahun 1950. Sekitar 40 persen dari luas hutan pada tahun 1950 ini telah ditebang dalam waktu 50 tahun berikutnya. Jika dibulatkan, tutupan hutan di Indonesia turun dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. Laju kehilangan hutan semakin meningkat. Pada tahun 1980-an laju kehilangan hutan di Indonesia rata-rata sekitar 1 juta hektar per tahun, kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7 juta hektar per tahun pada tahuntahun pertama 1990-an. Sejak tahun 1996, laju deforestasi tampaknya meningkat lagi menjadi rata-rata 2 juta hektar per tahun, tapi pada tahun 2006 laju deforetasi menjadi 1,8 juta hektar per tahun.(Diki kurniawan,2007) Sementara, beberapa tahun terakhir ini, wilayah hutan yang luas telah banyak diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia bertambah dari 600.000 hektar di tahun 1985 hingga lebih dari 4 juta hektar pada awal 2006 ketika pemerintah mengumumkan rencana untuk mengembangkan 3 juta hektar tambahan untuk perkebunan kelapa sawit di tahun 2011. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman perkebunan yang sangat menarik, karena merupakan minyak sayur termurah dan memproduksi lebih banyak minyak per hektar bila dibandingkan dengan bibit minyak lainnya. Di masa ketika harga energi cukup tinggi, minyak sawit tampak sebagai jalan terbaik untuk memenuhi meningkatnya permintaan biofuel sebagai sumber energi alternatif.(Rhett Butler, 2008)

Indonesia merupakan rumah dari hutan hujan terluas di seluruh Asia, meski Indonesia terus mengembangkan lahan-lahan tersebut untuk mengakomodasi populasinya yang semakin meningkat serta pertumbuhan ekonominya. Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di dua alam biogeografi -Indomalayan dan Australasian- dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong luar biasa banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies. Dari sebanyak 3.305 spesies amfibi, burung, mamalia, dan reptil yang diketahui di Indonesia, sebesar 31,1 persen masih ada dan 9,9 persen terancam. Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 29.375 spesies tumbuhan vaskular, yang 59,6 persennya masih ada. (Rhett Butler, 2008) Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan. Hal ini merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara ini telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan. Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi. (Rhett Butler, 2008) Dalam kondisi alam yang seperti ini, manusia sulit mendapatkan keamanan dan mendapatkan kehidupan yang layak. Karena untuk membangun sebuah kehidupan yang diharapkan, tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam kondisi yang seperti ini. Manusia sangat membutuhkan keseimbangan alam untuk menciptakan suatu kehidupan yang damai dan makmur, sehingga eksistensi manusia di bumi ini berbanding sejajar dengan kelestarian alam. Merusak alam berarti merusak kehidupan manusia di bumi ini dan juga memusnahkan keberadaan makhluk hidup lainnya di bumi ini. Hutan, sungai, laut dan semua kekayaan bumi yang terkandung di dalam perutnya merupakan bagian dari alam tersebut, yang jika tidak seimbang akan memunculkan respon yang negatif seperti bencana alam, yang kemudian akan menggoncang eksistensi kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup yang hidup di bumi ini. Pelestarian alam atau menjaga keseimbangan alam merupakan keharusan bagi manusia untuk dilakukan. Semua sumber daya dan pemikiran harus dicurahkan untuk menyelamatkan bumi ini dari kehancuran, apalagi belakangan bumi makin terancam. Di setiap negara muncul industri-industri baru yang menghasilkan zat karbon yang dibuang ke udara dan juga bertambahnya jumlah pemakaian mobil dan motor yang menghasilkan karbon. Walaupun sekarang sudah banyak mobil yang menggunakan bahan bakar biofuel, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dari mobil yang merupakan penghasil karbon dioksida (carbon dioxide sink). Disamping itu, eksploitasi dan eksplorasi semakin meningkat. Beberapa perusahaan di dunia, baik yang Internasional, nasional maupun yang lokal, yang memiliki modal besar melakukan eksporasi dan eksploitasi pertambangan, minyak bumi dan gas secara besar-besaran, seperti: semakin

meningkatnya jumlah perusahaan tambang, minyak dan yang beroperasi di kabupaten Batanghari dan Merangin yang penulis pernah lihat. Seperti PT Canoco Philip dalam bidang gas, PT Cinoc dalam bidang perminyakan dan PT Bukit Tambih dalam bidang batu bara di Kabupaten Batanghari. Sementara, di Kabupaten Merangin, ada beberapa pertambangan besi seperti PT Putra Sako Mining dan PT Sitasa Energy yang berada di Pulau Layang, Kecamatan Nalo Tantam.(KKI Warsi, 2009) Ironisnya, peningkatan pertumbuhan perusahaan pertambangan tidak berbanding sejajar dengan kelestarian alam, justru yang terjadi malah sebaliknya. Menurut Rhett Butler (2008), jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar. Luas hutan hujan semakin menurun, mulai tahun 1960an ketika 82 persen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 persen di tahun 1982, menjadi 53 persen di tahun 1995, dan 49 persen pada 2008. Bahkan, banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi.(Rhett Butler, 2008) Hutan makin terdegradasi, sungai makin tercemari dan kekayaan alam semakin dieksploitasi secara besar-besaran. Kondisi ini berdampak buruk bagi penduduk yang tinggal di dalam kawasan dan di sekitar kawasan yang rusak tersebut, dan juga berdampak buruk bagi penduduk seluruhnya. Salah satu contoh: Orang Rimba yang merupakan penduduk asli kawasan hutan yang ada di Jambi terpaksa harus menyingkir dan berkeliaran di jalan-jalan lintas untuk mencari penghidupannya. Kawasan tempat tinggalnya yang dahulu masih berhutan seperti di Daerah Pamenang, Talang Kawo, Maro Delang, Kuamang Kuning, SPI dan Pelepat, sekarang sudah dibuka untuk perkebunan dan transmigrasi, juga untuk pertambangan. Dulu, Orang Rimba sangat mengantungkan hidupnya dari mencari hasil hutan non kayu seperti getah balam, rotan, jernang, trenggiling, babi, kijang dan kancil. Itu semua sangat sulit didapatkan sekarang karena hutan telah dibuka. Selain itu, kerusakan alam dan hutan juga merampas kehidupan komunitas melayu maupun komunitas suku penghulu atau masyarakat lokal yang hidup disepanjang sungai-sungai besar di Jambi, baik yang disebabkan oleh semakin terbukanya kawasan hutan, semakin tercemarnya sungai maupun semakin sempitnya lahan pertanian karena pemberian HPH oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan HTI dan APL (perkebunan dan pertambangan), dimana masyarakat lokal tersebut masih sangat tergantung pada aliran air sungai (DAS) untuk kebutuhan harian, seperti: mencuci, mandi dan minum. Juga masih sangat tergantung dengan perkebunan dan pertanian, dimana sumber pendapatannya masih bergantung pada perkebunan karet dan hasil hutan non kayu lainnya.

lebih dari setahun yang lalu Laporkan


R Maireza Sudino

Sepakat sekali, bro... 3hal yg harus dievaluasi dlm penanganan hutan dan sda di indonesia : 1. Manajemen ketat terhadap Mekanisme Perijinan Pertambangan (KP-Ijin Eksplorasi-Ijin Eksploitasi), terutama yg lokasinya berada di kawasan lindunghutan suaka. Jadi, seharusnya kementerian ESDM lebih bekerja sama dgn Kementerian Lingkungan Hidup dan Dirjen Penataan Ruang Dept PU dengan lebih sinergis... kenyataan yg ada, tumpang tindihnya kebijakan sektoral... Pada kawasan lindung dan suaka alam di darat-laut yg sudah ditetapkan, ga jarang ESDM bisa tiba2 menerbitkan ijin tambang bagi kaum kapitalis... Memang dilema buat pembangunan nasional dan daerah. Krna dari sisi pembiayaan pembangunan, SDA bahan tambang dpt membantu menutup kekurangan pendanaan pembangunan, terutama di daerah ya... 2. Evaluasi ketat proses konversi hutan, sekalipun dgn alasan utk hutan produksi... kita masih sangat mentolerir konversi hutan, dgn pembenaran yg seolah dibuat obyektif secara ekonomi dan fisik. Dephut selama 1dekade terakhir saja sudah melakukan konsensus konversi hutan menjadi hutan produksi dan lahan perkebunan sawit ga tau utk berapa juta ha? buat kaum kapitalis dari luar negeri, dari lokal dan bahkan bagi pemerintah daerah... seharusnya, dimengerti lebih dalam...sadarkah kita sebenarnya dampak konversi hutan menjadi hutan produksi/kebun sawit thd ekosistem alami di dalamnya? Pastinya, kelompok gajah udh sulit utk tidak menjelajahi wilayahnya dgn aman...pastinya, komunitas budaya asli spt orang rimba, baduy dan suku2 lainnya, akan semakin termarjinal dan "dipaksakan" utk beradaptasi dgn dunia modern. Pastinya, setelah umur produktif sawit selesai, maka lahan sawit berjuta-juta hektar yg telah dikonversi akan mengalami "kekeringan nutrisi" bagi pengembangan tanaman lainnya... 3. Peningkatan kesadaran dan kemampuan pemahaman-keilmuan ttg tata ruang, tata lingkungan dan pemanasan global buat semua stake holders pembangunan...dari Pemeriintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Publik dpt memiliki kesepahaman dan sinergis dlm tindakan... kl ini masih sulit, yah...jgn berharap banyak lah dgn cita-cita utk menjadikan indonesia sbagai Paru-paru dunia... karena, janganlah utk berpikir mengambil peran dalam penyelamatan dunia dari pemanasan global... utk menyelamatkan masyarakat indonesia dari ancaman pencemaran dan degradasi lingkungan pun akan terasa sulit...

You might also like