You are on page 1of 29

FAKTOR RISIKO GANGGUAN BERBAHASA PADA ANAK

dr Ida Narulita dewi

Pendahuluan Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.1 Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter.2 Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 10% pada anak sekolah. Kemampuan motorik dan kognisi berkembang sesuai tingkat usia anak, demikian juga pemerolehan bahasa bertambah melalui proses perkembangan mulai dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah di mana bahasa berperan sangat penting dalam pencapaian akademik anak.2,3 Perkembangan bahasa, pada usia bawah lima tahun (balita) akan berkembang sangat aktif dan pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di usia sekolah.4 Anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda. Selanjutnya orang dewasa dengan pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian psikososial.5 Melihat sedemikian besar dampak yang timbul akibat keterlambatan bahasa pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini keterlambatan dan gangguan bicara usia prasekolah adalah tindakan yang terpenting untuk menilai tingkat perkembangan bahasa anak, sehingga dapat meminimalkan kesulitan dalam proses belajar anak tersebut saat memasuki usia sekolah. Beberapa ahli menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai indikator perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam proses belajar di sekolah.6 Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa keterlambatan perkembangan bahasa berkaitan dengan intelegensi dan membaca di kemudian hari.7 Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakankan 5% dari populasi normal dan 70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis (Weiss et al. 1987). Gangguan perkembangan bicara sangat bervariasi dan masih banyak timbul kontroversi khususnya mengenai penentuan klasifikasi sesuai dengan etiologi atau manifestasi klinisnya. Hal penting yang menjadi perhatian para klinisi adalah mengenai faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa. Faktor resiko yang paling sering dilaporkan adalah riwayat keluarga yang

positif, gangguan pendengaran, pre dan perinatal problem meliputi kelahiran preterm dan berat badan lahir rendah serta faktor psikososial. Faktor resiko yang dipengaruhi oleh kondisi biologi dan lingkungan ini meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan (Brooks-Gunn, 1990). Mengenali berbagai faktor resiko yang berkaitan dengan disabilitas perkembangan menjadi perhatian utama, terutama faktor-faktor yang diyakini dipengaruhi oleh kondisi biologis dan lingkungan pada fase awal dari suatu proses perkembangan. Faktor biologis yang beresiko negatif pada perkembangan adalah prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi perinatal. Sedangkan faktor resiko dari lingkungan meliputi status sosioekonomi yang rendah, hubungan tetangga yang buruk, psikopatologi orang tua. Mengenali lebih dini faktor resiko pada anak merupakan faktor penting untuk menjamin bahwa mereka ditempatkan dalam bentuk program remedial yang tepat untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari faktor resiko tersebut. Peran utama penelitian tersebut adalah melakukan intervensi dini dan pendidikan khusus yang memperlihatkan bagaimana pendekatan suatu epidemiologi perkembangan sehingga dapat memberikan informasi bagi upaya pencegahan. Deteksi dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah fisik adalah hal yang sangat penting. Orang-orang dewasa ini khususnya orang tua, perawat anak sehari-hari, atau dokter anak sering kali gagal menemukan indikator awal dari disabilitas. Beberapa anak tidak memperoleh penanganan dengan baik sampai masalah perkembangan itu menjadi sesuatu yang tidak dapat ditangani atau berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain. Epidemiologi perkembangan adalah suatu metodologi pendekatan yang bisa sangat membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko dini untuk masalah-masalah anak, seperti menentukan angka prevalensi dari masalah kesehatan di masyarakat. Beberapa penelitian menggunakan epidemiologi perkembangan untuk mengenali anak pada saat lahir, siapa yang paling beresiko nantinya mengalami gangguan perkembangan. Berbagai penelitian tersebut memperkenalkan faktor-faktor spesifik yang dapat meningkatkan resiko seorang anak mengalami gangguan perkembangan, tetapi penelitian tersebut tidak meneliti outcome pada anak-anak prasekolah atau tidak menggunakan skore penilaian bahasa yang standart untuk mengidentifikasi anak-anak yang beresiko. Bicara dan bahasa pada Anak Komunikasi adalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau simbol.5 Berbahasa itu sendiri merupakan proses yang kompleks dan tidak terjadi begitu saja. Setiap individu berkomunikasi lewat bahasa memerlukan suatu proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana bahasa bisa digunakan untuk berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang pemerolehan bahasa.1, 12 Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara.

Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.1 Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 10% pada anak sekolah.12 Penyebab keterlambatan bicara sangat banyak dan luas, gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan. Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut. Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi pada anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut.1

Definisi Kata bahasa berasal dari bahasa latin lingua yang berarti lidah. Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam komunikasi.12 American Speech-Language Hearing Association Committee on Language mendefinisikan bahasa sebagai : suatu sistem lambang konvensional yang kompleks dan dinamis yang dipakai dalam berbagai cara berpikir dan berkomunikasi.13 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan sebagai : suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.14,15 Kamus bahasa Inggris juga memberi definisi yang sama tentang bahasa.16 Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.14,16

Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia dapat mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua kata dengan baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat mengucapkan sebuah kata yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat menyusun kata-kata tersebut dengan benar untuk menyatakan keinginannya.17 Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.17 Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang tidak normal (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara dan makan.18 Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.18 Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang).18-20 Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir dan laring. Terdapat kecendrungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.18,19 Epidemiologi Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun. 1,21 Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.1,21

Studi Cochrane terakhir telah melaporkan data keterlambatan bicara, bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia sekolah. Prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%.22 Sebagian besar studi melaporkan prevalensi dari 40% sampai 60%.7,22,23 Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti secara luas.1,24 Kendalanya dalam menentukan kriteria keterlambatan perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.25 Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia bawah tiga tahun.26 Neurolinguistik Sistem Saraf Pusat Pada sebagian besar manusia area bahasa terletak pada hemisfer serebri kiri. Terdapat empat area bahasa secara konvensional yaitu dua area bahasa reseptif dan dua lainnya adalah eksekutif yang menghasilkan bahasa. Dua area reseptif berhubungan erat dengan zona bahasa sentral. Area reseptif berfungsi mengatur persepsi bahasa yang diucapkan, yaitu area 22 posterior yang disebut area Wernicke dan girus Heschls (area 41 dan 42). Area yang mengatur persepsi bahasa tulisan menempati girus angulus (area 39) pada lobus parietal inferior anterior terhadap area reseptif visual. Girus supra marginal yang terletak di antara pusat bahasa auditori dan visual dan area temporal inferior yang terletak di anterior korteks asosiasi visual kemungkinan adalah bagian dari zona bahasa sentral juga. Area-area ini terletak pada pusat integrasi untuk fungsi bahasa visual dan auditori.27 Area Broadman 44 dan 45 disebut area Broca dan merupakan bagian eksekutif utama yang bertanggung jawab terhadap aspek motorik bicara. Secara visual kata-kata yang diterima diekspresikan dalam bentuk tulisan melalui area tulisan Exner.27 Area sensori dan motori terhubungkan satu dengan yang lain melalui fasikulus arkuatum yang melewati ismus lobus temporal kemudian memutari ujung posterior fisura silvii, sambungan lainnya melalui kapsula eksterna nukleus lentikular.27 Area penerimaan visual dan somatosensori terintegrasi pada lobus parietal, sedangkan penerimaan auditori terletak di lobus temporal. Serat pendek, menghubungkan area Broca dengan korteks rolandi bawah yang menginervasi organ bicara, otot bibir, lidah, farings dan larings. Area menulis Exner juga terintegrasi dengan organ motor untuk otot tangan. Area bahasa perisylvian juga terhubungkan dengan striata dan thalamus dan area korespondensi pada hemisfer non dominan melalui korpus kalosum dan komisura anterior.27 Tiga fungsi dasar otak adalah fungsi pengaturan, proses dan formulasi.Fungsi pengaturan bertanggung-jawab untuk tingkat energi dan tonus korteks secara keseluruhan. Fungsi proses berlokasi di belakang korteks, mengontrol analisa informasi, pengkodean dan penyimpanan. Korteks yang lebih tinggi bertanggung jawab untuk memproses rangsangan sensori seperti rangsangan optik, akustik dan olfaktori. Data dari tiap sumber digabungkan dengan sumber sensori lainnya untuk dianalisa dan diformulasikan. Proses formulasi berlokasi pada lobus frontal, bertanggung jawab untuk formasi intensi dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk mengaktifkan otak untuk pengaturan atensi dan konsentrasi.27

Meskipun hemisfer kiri dan kanan simetris untuk proses motorik dan sensoris, namun terdapat juga ketidaksimetrisan untuk fungsi khusus tertentu seperti bahasa. Dengan demikian, meskipun fungsinya berbeda, kedua hemisfer tersebut saling berintegrasi dan memberi informasi melalui korpus kalosum dan subkortikal lainnya. Fungsi yang menonjol dari hemisfer serebri kiri adalah sebagai fungsi dasar untuk bahasa. Teori yang paling umum mengatakan traktus kortikospinal berasal dari hemisfer kiri yang berisi lebih banyak serat dan menyilang lebih tinggi dibanding hemifer kanan. Belajar juga merupakan suatu faktor, terjadi banyak pergeseran dari kiri ke kanan (shifted sinistral). Pada sebagian anak terjadi pergeseran ke kanan hemisfer di usia muda, dan menjadi bertangan kidal.28 Proses fisiologi bicara Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.29 Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.27,29 Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.27 Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.27,29 Proses reseptif Proses dekode Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori

pada girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang berlawanan.27,29 Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi, tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.27 Proses ekspresif Proses encode Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.27, 29 Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar.27,29-31 Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.29-31 Perkembangan bahasa pada anak usia di bawah 3 tahun Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi otak. Secara keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah sangat cepat dalam 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena mielinisasi atau pembentukan selubung sistem saraf. Proses mielinisasi ini dikontrol oleh hormon seksual, khususnya estrogen. Hal ini menjelaskan kenapa proses perkembangan bahasa lebih cepat pada anak perempuan.30-32 Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi lebih aktif. Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor volusional. Korteks visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak menjadi lebih fokus pada benda yang dekat maupun yang jauh. Selama separuh periode tahun pertama korteks frontal dan hipokampus menjadi lebih aktif. Hal ini menyebabkan peningkatan kemampuan untuk mengingat stimulasi dan hubungan awal antara kata dan keseluruhan. Pengalaman dan interaksi bayi akan membantu anak mengatur kerangka kerja otak.32 Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama masa prenatal batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori bertumbuh dengan cepat. Sesudah lahir serebelum dan hemisfer serebri juga tumbuh bertambah cepat terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa maturasi visual terjadi relatif lebih awal dibandingkan auditori. Traktus asosiasi yang

mengatur bicara dan bahasa belum sepenuhnya matur sampai periode akhir usia pra sekolah.2 Pada neonatus, vokalisasi dikontrol oleh batang otak dan pons. Reduplikasi babbling menandakan maturasi bagian wajah dan area laring pada korteks motor. Maturasi jalur asosiasi auditorik seperti fasikulus arkuatum yang menghubungkan area auditori dan area motor korteks tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara.31,32 Pengaruh hormon estrogen pada maturasi otak akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan bicara pada anak perempuan.32 Tabel 1. Milestones Normal Perkembangan Bicara dan Bahasa pada Anak.33 Umur Lahir Kemampuan Reseptif Melirik ke sumber suara Memperlihatkan ketertarikan terhadap suarasuara 2 4 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti 6 bulan Memberi respon jika namanya Mengeluarkan suara yang dipanggil merupakan kombinasi huruf hidup (vowel) dan huruf mati Kemampuan Ekspresif Menangis

(konsonan) 9 bulan ma, dada rutin (dada) 12 bulan perintah sederhana 15 bulan kata dengan perlahan 18 24 bulan Mengerti kalimat Menggunakan/merangkai dua kata Menunjuk anggota tubuh Memahami dan menuruti Bergumam Mengucapkan satu kata Mempelajari kata-Mengerti dengan kata kata yang Mengucapkan ma-

24 36 bulan Menjawab pertanyan Frase 50% dapat dimengerti Mengikuti 2 langkah perintah Menanyakan apa 36 48 bulan Mengerti banyak apa yang Menanyakan mengapa Diucapkan Kalimat 75% dapat dimengerti, bahasa sudah mulai jelas, menggunakan lebih dari 4 kata dalam satu kalimat 48 60 bulan Mengerti banyak apa yang Menyusun kalimat dengan baik dikatakan, sepadan dengan fungsi kognitif 6 tahun Pengucapan bahasa lebih jelas Bercerita 100% kalimat dapat dimengerti Membentuk 3 (atau lebih) kalimat

Lundsteen membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap 32 : 1. Tahap pralinguistik 0-3 bulan, bunyinya di dalam (meruku) dan berasal dari tenggorok. 3-12 bulan, meleter, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba. 1. Tahap protolinguitik 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300). 1. Tahap linguistik 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah. Tahap perkembangan bahasa di atas hampir sama dengan pembagian menurut Bzoch yang membagi perkembangan bahasa anak dari lahir sampai usia 3 tahun dalam empat stadium.34

1. Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik. 0-3 bulan. Periode lahir sampai akhir tahun pertama. Bayi baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi, bentuk dan pemakaian bahasa. Selain belum berkembangnya bentuk bahasa konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut prelinguistik. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik. Klinisi harus menentukan apakah bayi mengamati atau bereaksi terhadap suara. Bila tidak, ini merupakan indikasi untuk evaluasi fisik dan audiologi. Selanjutnya intervensi direncanakan untuk membangun lingkungan yang menyediakan banyak kesempatan untuk mengamati dan bereaksi terhadap suara.34 2. Kata-kata pertama : transisi ke bahasa anak. 3-9 bulan. Salah satu perkembangan bahasa utama milestone adalah pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir tahun pertama, berlanjut sampai satu setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya pembetukan kalimat awal. Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol dan interpretasi emosional di periode ini akan memberi arti pada kata-kata pertama anak. Arti kata-kata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal anak.34 3. Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal. 9-18 bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak, dan dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung cepat pada sekitar 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.34 4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang menyerupai orang dewasa. 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan benda, orang dan peristiwa serta dapat menyelesaikan masalah fisik Anak terus mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa.34

Perkembangan bahasa anak dapat dilihat juga dari pemerolehan bahasa menurut komponenkomponennya. Perkembangan Pragmatik Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya. 34 Usia 3 minggu bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial. Usia 12 minggu mulai dengan

pola dialog sederhana berupa suara balasan bila ibunya memberi tanggapan. Usia 2 bulan bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. Usia 5 bulan bayi mulai meniru gerakgerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. Pada usia 6 bulan bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi dan benda-benda. Usia 7-12 bulan anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. Usia 2 tahun anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat 2 kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru. Lewat umur 3 tahun anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat mempertahankan topik melalui 12 kali giliran. 4,34 Sekitar 36 bulan, terjadi peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial dalam percakapan. Ucapan yang ditujukan pada pasangan bicara menjadi jelas, tersusun baik dan teradaptasi baik untuk pendengar.2 Sebagian besar pasangan berkomunikasi anak adalah orang dewasa, biasanya orang tua. Saat anak mulai membangun jaringan sosial melibatkan orang di luar keluarga, mereka akan memodifikasi pemahaman diri dan bayangan diri dan menjadi lebih sadar akan standar sosial. Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses belajar berbahasa. Ibu memegang kontrol dalam membangun dan mempertahankan dialog yang benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah. 4,34 Anak berada pada fase mono dialog, percakapan sendiri dengan kemauan untuk melibatkan orang lain. Monolog kaya akan lagu, suara, kata-kata tak bermakna, fantasi verbal dan ekspresi perasaan. 4

Perkembangan Semantik Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa pra sekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan 5 kata perhari di usia 18 bulan sampai 6 tahun.2 Pemahaman kata bertambah tanpa pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat di usia ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan yang cepat adalahlangkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang diterima.4 Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik seperti bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian dan lokasi. Definisi kata kerja anak pra sekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang lebih besar. Anak pra sekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses.4

Anak akan mengembangkan kosa katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat, dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.4 Perkembangan Sintaksis Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa kalimat satu kata sebelumnya yang disebut masa holofrastis.30 Kalimat satu kata bisa ditafsirkan dengan mempertimbangkan konteks penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut.4,34 Peralihan dari satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata tersebut memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda.4,34 Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.

Tahap perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam 34: 1. 2. 3. 4. Masa pra-lingual, sampai usia 1 tahun Kalimat satu kata, 1-1,5 tahun Kalimat rangkaian kata, 1,5-2 tahun Konstruksi sederhana dan kompleks, 3 tahun.

Lewat usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata tanya mengapa,kapan. Pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak menguasai kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.34

Perkembangan Morfologi Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata, yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa.4 Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang membahas tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya merupakan bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. 4,34

Perkembangan Fonologi Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia pra sekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna. 4 Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.4

Perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif Myklebust membagi tahap perkembangan bahasa berdasarkan komponen ekspresif dan reseptif sebagai berikut 32: 1. Lahir 9 bulan: anak mulai mendengar dan mengerti, kemudian berkembanglah pengertian konseptual yang sebagian besar nonverbal. 2. Sampai 12 bulan: anak berbahasa reseptif auditorik, belajar mengerti apa yang dikatakan, pada umur 9 bulan belajar meniru kata-kata spesifik misalnya dada, muh, kemudian menjadi mama, papa. 3. Sampai 7 tahun: anak berbahasa ekspresif auditorik termasuk persepsi auditorik katakata dan menirukan suara. Pada masa ini terjadi perkembangan bicara dan penguasaan pasif kosa kata sekitar 3000 buah. 4. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa reseptif visual (membaca). Pada saat masuk sekolah ia belajar membandingkan bentuk tulisan dan bunyi perkataan. 5. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa ekspresif visual (mengeja dan menulis).

II.1.6. Faktor resiko gangguan perkembangan bicara dan bahasa Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.1, 2, 18, 22, 23 Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga

ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.22, 23 Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.22 Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal seperti anak lainnya.23 Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.18,
22, 23

Tabel 2. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF35

Penyebab 1. Lingkungan a. Sosial ekonomi kurang b. Tekanan keluarga c. Keluarga bisu d. Dirumah menggunakan bahasa bilingual 2. Emosi a. Ibu yang tertekan

Efek pada Perkembangan Bicara

a. Terlambat b. Gagap c. Terlambat pemerolehan bahasa d. Terlambat pemerolehan struktur bahasa

a. Terlambat pemerolehan bahasa b.

b. Gangguan serius pada orang tua Terlambat atau gangguan perkembangan

bahasa c. Gangguan serius pada anak bahasa 3. Masalah pendengaran a. Kongenital a. Terlambat atau gangguan bicara permanen b. Didapat b. Terlambat atau gangguan bicara permanen 4. Perkembangan terlambat a. Perkembangan lambat b. Perkembangan lambat, tetapi masih dalam batas ratarata c. Retardasi mental 5. Cacat bawaan a. Palatoschizis Terlambat dan terganggu kemampuan bicara b. Sindrom Down 6. Kerusakan otak a. Kelainan neuromuscular a. Mempengaruhi kemampuan menghisap, a. c. Pasti terlambat bicara a. Terlambat bicara b. Terlambat bicara c. Terlambat atau gangguan perkembangan

b. Kemampuan bicaranya lebih rendah

menelan, mengunyah dan akhirnya timbul gangguan bicara dan artikulasi seperti disartria b. Kelainan sensorimotor b.Mempengaruhi kemampuan menghisap,

menelan, akhirnya menimbulkan gangguan artikulasi, seperti dispraksia c. Palsi serebral c.Berpengaruh pada pernapasan, makan

dan timbul juga masalah artikulasi yang dapat mengakibatkan disartria dan dispraksia d. Kelainan persepsi d.Kesulitan membedakan suara, mengerti bahasa, simbolisaasi, mengenal konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di sekolah

Faktor Internal Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak.31,35

Persepsi Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi. Persepsi berkembang dalam 4 aspek: pertumbuhan, termasuk perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi, menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara bertahap anak akan mempelajari stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran. 4 Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada usia 23 bulan.4,36 Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa.37 Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik. Dalam perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan terbentuk saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan langsung terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama masa awal perkembangan sampai akhir umur pra sekolah.4

Kognisi Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak.4 Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa: 4 1. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism) 2. 2. Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism) 3. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi oleh bahasa. 4. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan.

Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada pemerolehan bahasa dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata.

Genetik Berbagai penelitian menunjukkan, bahwa gangguan bahasa merupakan kecendrungan dalam suatu keluarga yang dapat terjadi sekitar 40% hingga 70%. Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki masalah bahasa. Orang tua dapat berpengaruh karena faktor keturunan sehingga mungkin bertanggung jawab terhadap faktor genetik. Mungkin sulit mengetahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan bahasa tersebut, disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.46-48 Menurut Bishop Edmundson, Tallal, Whitehurst dan Lewis 1992 dalam berbagai laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif pada gangguan komunikasi. Sekitar 28% hingga 60% dari anak-anak dengan gangguan bicara dan bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang juga mengalami kesulitan bicara dan bahasa.47, 48 Sedangkan menurut Tallal, Lewis dan Freebairn, anggota keluarga laki-laki lebih berpengaruh dari pada wanita. Bagaimanapun, data terbanyak memperlihatkan anak-anak dengan hanya gangguan bahasa saja dan tidak pada anak dengan gangguan bicara terpisah (isolated speech disorders).48 Lewis dan Freebairn berhipotesa bahwa anak-anak dengan riwayat keluarga positif terhadap gangguan bicara akan membentuk grup spesifik ke dalam populasi gangguan bicara. Penemuan mereka tidak mendukung hipotesa karena tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan pada pengukuran artikulasi, fonologi, bahasa, kemampuan-kemampuan oral-motor atau kemampuan membaca dan menulis diantara anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bicara dibanding yang bukan.47 Lewis dan Freebair menyimpulkan bahwa riwayat keluarga dengan gangguan bahasa bisa dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang dapat digunakan untuk identifikasi awal. Identifikasi awal tersebut memungkinkan dilakukan intervensi dini bagi anak-anak yang keluarganya memperlihatkan gangguan ini.47

Demikian pula anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat keterlambatan atau gangguan bahasa maka beresiko mengalami keterlambatan bahasa pula.46-48 Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar. 48

Prematuritas Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau perinatal dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa.49, 50 Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak bermakna sejumlah kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir rendah anak. Sebaliknya Byers-Brown dan kawankawan melaporkan secara bermakna tentang keterlambatan proses pengeluaran suara dalam bicara pada bayi prematur.49 Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.50 Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan) Faktor lingkungan termasuk yang paling menentukan. Faktor lingkungan di mana seorang anak dibesarkan telah lama dikenal sebagai faktor penting yang menentukan perkembangan anak. Banyak anak yang berasal dari daerah yang sosial ekonominya buruk disertai berbagai layanan kesehatan yang tidak memadai, asupan nutrisi yang buruk merupakan keadaan tekanan dan gangguan lingkungan yang mengganggu berbagai pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya gangguan bahasa.56-66

Pola asuh Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah. 56

Lingkungan verbal Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.57

Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada anaknya. 58, 59 Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.57, 59 Menurut Gore Eckenrode, McLoyd, McLoyd Wilson, masalah kemiskinan dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai masalah dalam rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan ketidak-teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan.60, 63 Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-Gunn, Liaw Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor risiko daripada keluarga yang tidak berada dibawah tingkat kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak dalam keluarga ini.64,66 Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang termasuk gangguan perkembangan anak tersebut adalah specific language impairment (SLI). Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensi nonverbal yang normal.63, 66 Penelitian Fazio, Naremore dan Connell, lebih mengkhususkan hal ini bahwa dapat diartikan suatu kondisi yang menyebabkan seorang anak memiliki penilaian spesifik dibawah rata-rata standar tes bahasa, tetapi berada pada level rata-rata untuk tes intelegensi nonverbal. Dengan demikian, pencegahan SLI dapat dengan mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum diagnosis formal dibuat.66 Beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor risiko biologi untuk SLI dan penempatanpenempatan faktor lain dengan melihat outcome anak-anak sekolah yang ditempatkan di neonatal intensive care units (NICUs) setelah lahir dengan segera. Anak-anak dari populasi ini diketahui memiliki risiko untuk keterlambatan kognisi dan kesulitan akademik karena mereka biasanya lahir prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 g) atau mengalami respiratori distres.49,50 Menurut Resnick, Rice, Spitz OBrien dan Siegel Tomblin, sebagian besar literatur menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih berisiko mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan belajar, mereka tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik bahasa, khususnya saat angka penilaian disesuaikan karena prematuritasnya.50 Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis, Spitz, Tallal Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan bahasa umumnya memiliki kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40% hingga 70%. Hampir separuh dari keluarga yang anakanaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak

transmisi intergenerasi gangguan-gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.46-48 Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut hasil perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan kurang memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan yang merugikan bagi perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya status ekonomi.55, 59 Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa variabel-variabel lingkungan yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang dilaporkan Hoff-Ginsberg, Neils Aram, Pine, Tallal, Tomblin, Tomblin dan Hardy faktor permintaan cara persalinan ternyata termasuk faktor risiko gangguan perkembangan bicara pada anak. Sedangkan menurut Paul, Rice, Tomblin dan Tomblin menunjukkan pendidikan ibu yang rendah termasuk salah satu faktor risiko gangguan bahasa yang terjadi pada anak. Orang tua tunggal menurut Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg McLaughlin dan Miller Moore juga merupakan faktor risiko yang harus diperhitungkan.59, 61, 62 Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya model risiko perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih akurat, dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut adalah efek komulatif dari risiko yang multipel.64 Dalam suatu model penelitian dari Sameroff menunjukkan beberapa faktor risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah: masalah-masalah kesehatan mental ibu, kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam mengasuh anak, hubungan ibu-anak yang buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah atas, orang tua yang kurang atau tidak memiliki ketrampilan dalam pekerjaan, status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan kehidupan tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.63, 64 Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah rangkaian individu yang berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun dan sebagian besar mayoritas masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun. Selain itu, jumlah faktor risiko sebagaimana didefinisikan oleh risiko kumulatif dalam, adalah prediktor kuat IQ pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada umur 13 dengan varians 61%.64 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper, Burchinal, Roberts, Zeisel dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang menggunakan model risiko komulatif untuk memprediksi kemampuan kognitif dan bahasa pada bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah pada populasi Afrika Amerika. Hooper mengidentifikasi satu perangkat dari 10 faktor-faktor risiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model risiko dari Sameroff berupa status kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah atas, ukuran keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup yang penuh tekanan, dampak dari ibu yang depresi, interaksi ibu-anak yang buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas perawatan sehari-hari.59, 60, 64 Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi, saat bayi berusia 6 sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-faktor risiko (tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan kognisi dan bahasa dari infan-

infan. Komulatif indeks risiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa dengan varians sekitar 12% sampai 17% tetapi bukan pengukuran kognisi.61, 63 Evans dan English menyajikan fakta-fakta bahwa anak-anak dengan orang tua berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor risiko lingkungan dalam jumlah yang lebih besar daripada yang berpenghasilan menengah. Mereka memperkenalkan tiga penyebab stress psikososial (kekerasan, pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga) dan tiga penyebab stress fisik (kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah) merupakan faktor risiko yang memberikan pengaruh negatif.61, 62 Dalam penelitiannya tentang lingkungan yang miskin, mereka menemukan hanya 20% anakanak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61% keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan ini menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan menengah dan disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan meningkat.58, 60 Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang perbedaan perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya dan latar-belakang sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari perbedaan-perbedaan ini terhadap pencapaian akademik selanjutnya.63 Robertson membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari keluarga dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan bahwa anak-anak dari kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih buruk pada rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun pemantauan terlihat bahwa anak-anak ini tidak mengejar anak-anak dari keluarga kemampuan bahasa baik.64 Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan antara prestasi yang buruk dengan kemampuan bahasa yang rendah dengan menilai prestasi anak-anak pada beberapa tugastugas fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan keterkaitan antara kelemahan dan kegagalan sekolah.64 Hart and Risley mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada anak-anak dengan latar belakang kemampuan bahasa yang berbeda pada 21/2 tahun pertama kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena orang tua mereka atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding kelompok dengan kemampuan bahasa yang lebih tinggi.64 Otitis media Menurut Grievink didapatkan sekitar 80% dari seluruh anak prasekolah mengalami satu atau lebih episode otitis media Akut atau otitis media effusion Selama episode ini, anak-anak mengalami fluktuasi kehilangan pendengaran, biasanya antara 20 dB dan 50 dB. Dari penilitian Gravel dan Nozza gangguan tersebut mempengaruhi jumlah dan kualitas bicara dan bahasa yang didengar. 65 Roberts, Pagel Paden, Roberts Clarke-Klein, dan Schwartz telah melaporkan kemungkinan ada hubungan antara otitis media dengan atau tanpa efusi dan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Artikel-artikel tersebut menyimpulkan bahwa banyak anak yang

mengalami episode infeksi telinga tengah mempunyai gangguan bicara dan bahasa. Tetapi tidak semua anak yang mempunyai gangguan bicara dan bahasa mengalami infeksi telinga tengah.6 Diagnosis gangguan bicara pada anak Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku. Untuk menegakkan diagnosa harus dilakukan pengujian terhadap intelektual nonverbal anak. Pengamatan pola bahasa verbal dan isyarat anak dalam berbagai situasi dan selama interaksi dengan anak-anak lain membantu memastikan keparahan bidang spesifik anak yang terganggu juga membantu dalam deteksi dini komplikasi perilaku dan emosional.1, 40, 41 Anamnesis Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain: 42

Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya dengan respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya diajak berbicara. Kapan bayi mulai mengeluarkan suara aaaggh. Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memalingkan atau mencari arah suara. Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum. Mengikuti perintah satu langkah, seperti beri ayah sepatu atau ambil koran. Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti mata, hidung, kuping dan sebagainya.

American Psychiatric associations Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.43 1. Gangguan bahasa ekspresif 2. Gangguan bahasa reseptifekspresif 3. Gangguan phonological 4. Gagap Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosakata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa

anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas kira-kira pada usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis.1, 10 Pada gangguan bahasa campuran reseptif-ekspresif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan bahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Ciri klinis penting dari gangguan tersebut adalah gangguan yang bermakna pada pemahaman bahasa. Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah terlihat pada usia 2 tahun, bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif-ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses simbol visual seperti arti suatu gambar. Mereka memiliki defisit dalam menintegrasikan simbol auditorik maupun visual, contohnya mengenali atribut dasar yang umum untuk mainan truk atau mainan mobil penumpang. Anak dengan gangguan bahasa campuran reseptif-ekspresif biasanya tampak tuli.1, 10 Anak-anak dengan kesulitan berbicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemapuan untuk memproduksi suara.19 Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia baerbicara, dimana terjadi pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Biasanya sering terjadi pada anak laki-laki, sangat sering disertai mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala. 20 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata pa, ta, pata, pataka. 36 Pemeriksaan Penunjang

BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik. Pemeriksaan audiometrik

Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anakanak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometrik: 19, 20 a) Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atu kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak. 19 b) Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif. 19, 44

c) Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam berbicara sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid). 19, 44 d)

Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.9 CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yanga abnormal. Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani dan system osikuler. 19

Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, IQ gabungan:
43

1. Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar. Tes ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta untuk mengidentifikasinya. Respon dinilai sebagai salah atau benar. 2. Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok, anak diberikan pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai salah atau benar.

Tabel 3. Diagnosis banding beberapa penyebab gangguan perkembangan bahasa dan bicara Kemampuan Diagnosis Bahasa reseptif Bahasa pemecahan ekspresif masalah visuo-motor Keterlambatan Normal Fungsional Gangguan Pendengaran Redartasi mental Gangguan komunikasi sentral Kurang normal Kurang normal Kurang normal Kurang normal Kurang normal Kurang normal Kurang normal Normal Hanya ekspresif yang terganggu Disosiasi Keterlambatan global Disosiasi, deviansi Pola perkembangan

Normal Kurang normal

Normal

normal, Kesulitan belajar kurang normal Normal

normal, Disosiasi kurang normal Tampaknya normal, normal,

Autis

Kurang normal

kurang normal

normal, selalu Deviansi, lebih disosiasi baik dari bahasa normal,

Mutisme elektif Normal

Normal kurang normal

Penalaksanaan Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah1, 6, 25 Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring pertambahan usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa dilatarbelakangi perawatan primer orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada masa neonatus, bayi dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta member tanda terhadap semua benda dan kata yang menggambarkan kehidupan seharihari. Pola intonasi suara dapat diperbaiki sejalan dengan respon anak yang semakin mendekati pola orang dewasa. Secara umum, anak akan berusaha untuk lebih baik saat orang dewasa merespon apa yang diucapkannya tanpa menekan anak untuk mengucapkan suara atau kata tertentu. Sebagai motivasi ketika seorang anak berbicara satu kata secara jelas, pendengan sebaiknya merespon tanpa paksaan dengan memperluas hingga dua kata. 1, 2, 6, 15, 25 Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus. Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar. 1, 6

Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan bicaranya dievaluasi oleh ahli terapi wicara. 15 Skala Receptive Expressive Emergent Language Skala Receptive Expressive Emergent Language (REEL) adalah salah satu jenis instrumen yang berbentuk kuesioner yang diisi oleh orang tua. REEL pertama kali dipakai tahun 1971, yang kemudian mengalami revisi pertama kali tahun 1991, dan yang terakhir, REEL-3, tahun 2003.45, 46 Skala REEL menggunakan model penilaian tridimensi, yaitu menilai perkembangan bahasa menurut isi, bentuk dan pemakaian bahasa, menurut 4 tahap perkembangannya seperti yang diuraikan oleh Bzoch, dan juga menurut proses berbahasanya baik reseptif maupun ekspresif. Kuesioner penilaiannya dibagi dalam 2 subskala yaitu komponen bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Masing-masing subskala terdiri dari 66 pertanyaan. (lihat lampiran 5) Empat tahap usia perkembangan bahasa dalam skala REEL adalah tingkat pertama ( 0- 3 bulan), kedua (3-9 bulan), ketiga (9-18 bulan) dan tingkat keempat (18-36 bulan).24 Kelompok usia yang terakhir dipakai dalam penelitian ini. Pengisian kuesioner dapat melalui wawancara langsung dengan orang tua atau caregiver atau pemberi laporan dapat mengisi sendiri formulir kuesioner. Pengisian kuesioner ini membutuhkan waktu kira-kira 15-20 menit, dapat dilakukan di klinik atau di rumah.46 Tiap subskala REEL akan dihitung skor masing masing. Skor yang didapat dari tiap subskala ini merupakan nilai mentah yang akan dikonversikan lagi menjadi skor kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif. Hasil penjumlahan nilai mentah reseptif dan ekspresif juga akan dikonversikan menjadi skor kemampuan bahasa (language ability score = LAS) (lihat lampiran 5).46 Berdasarkan nilai kemampuan bahasa anak, ditentukan tingkat perkembangan bahasa, selanjutnya akan terlihat apakah ada keterlambatan dalam perkembangan bahasanya. Daftar Pustaka Daftar Pustaka

1. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam:Narendra MB,Sulary o TS, Soetjiningsih, Suyitno H, 2. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja; Edisi I. Jakar ta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002; 91 3. Busari JO, Weggelaar NM. How to investigate and manage the child who is slow to s peak. BMJ 2004; 328:272 276 4. Parker S, Zuckerman B, Augustyn M. Developmental and behavioral Pediatrics (2nd ed): Language Delays. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2005 5. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New York:Allyn and Bacon; 2001. 6. Smith C, Hill J, Language Development and Disorders of Communication and Oral Motor Function. In : Molnar GE, Alexander MA,editors. Pediatric Rehabilitation. Philadelphia: Hanley and Belfus;1999.p. 57-79.

7. Rydz D, Srour M, Oskoui M, Marget N, Shiller M, Majnemer A, et.al. Screening for developmental delay in the setting of a community pediatr clinic: A Prospective assessment of parent-Report questionnaires. Pediatrics 2006;118;e1178-e1186. 8. Silva PA, Williams SM, McGee R. A longitudinal study of children with developmental language delay at age three; later intelligence , reading and behavior problems. Dev Med Child Neurol 1987;29;630-640. 9. Chris V, Suzanne H, Erik JA, Scherder, Ben M, Esther H. Motor Profile of Children With Development Speech and Language Disoreders. Pediatris, v0l 120 no 1 July, pp.e158-e163. 10. K. Alcock. Oral movements and language. Down Syndrome Research and Practice 11(1), 1-8. 2006 The Down Syndrome Educational Trust. All Rights Reserved. ISSN: 0968-7912. Diunduh dari http://information. downsed. Org/ dsrp/11/01 11. Moore CA, Ruark JL. (1996). Does speech emerge from earlier appearing oral motor behaviors? Journal of Speech and Hearing Research 1996;39(5), 1034-1047. 12. Dworkin JP, Culatta RA . Oral structural and neuromuscular characteristics in children with normal and disordered articulation. Journal of Speech and HearingmDisorders 1985;50(2), 150-156. 13. Chaer A, Psiokolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Abdi.. 2003 14. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New York:Allyn and Bacon; 2001. 15. Salim P, Salim Y, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi kedua.Jakarta: Modern English Press;1995. 16. Alwi H, Sugono D, Adiwinata SS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Departement Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai pustaka;2005. 17. Oxford Learners Dictionary, New Ediition. Oxford University Press. 2003 18. Coplan, James. Normal speech and language development : Pediatric In Review1995; 9199 19. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ismael S, Alata s H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Ji lid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669 20. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997 ; 397410. 21. Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor. Sinopsis psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682 22. British medical journal. Language disorders: a 10 year research update review. Bmj ; 2000. 23. Council on Children with Disabilities, Section on Developmental Behavioral Pediatrics, Bright Futures Steering committee and Medical Home Initiatives for Children with special needs Project Advisory Committee. Identifying infants and young children with developmental disorders in the Medical Home: An algorithm for developmental surveillance and screening. Pediatrics 2006;118;405-420. 24. Law J, Bowle J, Harris F, Harkness A, Nye C., Screening for speech and language delay; a systematic review of literature, In: Health Technology Assessment 1998 Vol2(9). 25. Sidiarto L. Berbagai gangguan berbahasa pada anak. Proceedings of Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keempat. Jakarta: Penerbit Kanisius; 1991. 26. Departemen Rehabilitasi Medik. Buku laporan pasien rawat jalan. Jakarta. 2006 27. Wahjuni S. Pemeriksaan Penyaring Keterlambatan Perkembangan Bahasa pada Anak Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat. Jakarta. FKUI. 1998

28. Victor M, Ropper AH. Priciples of Neurology Adams and Victors, seventh edition. McGraw-Hill.2001. 29. Lundsteen SW, Tarrow NB. Guiding young childrens learning. New York; Mc Graw Hill; 1981. 30. Rahyono FX. Dalam : Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Editor : Kurhayanti.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2007,hal 32-37. 31. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. Language development and disorders; Clinics in developmental medicine. 1968. 32. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar fisiologi kedo kteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997 ; 90919 33. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. Language development and disorders; Clinics in developmental medicine. 1968. 34. Heidi M. Feildman Evaluation and management of speech and language disorder in pr eschool children. Pediatrics in Review 2005 ; 26 (4) 131142. 35. Maturana HR, Biology of Language: The Epistemology of Reality. IN: Psychology and Biology of Language and Thought. New York :Academic Press; 1978.p.27-63. 36. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang anak. Jakart a EGC, 1995 ; 23740 37. Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1997:845-9. 38. Departemen kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa III. Edisi I. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI, 1995 ; 39. Soedjatmiko. Deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita. Sari Pediatri 1995; 3. 40. Simkin Z, Conti G. Evidence of reading difficulty in subgroups children with specific language impairment. Child language teaching and therapy 2006 ; 22 (3) ; 3153 41. Roberts, Susan. Speech and language disorders. Dalam : Harvey D, Miles M, Smyth D, editor. Community Child Health and Pediatrics. London : Butterworth Heinemann, 1997 ; 50512 42. Bzoch K, League R. Receptive Expressive Emergent Language Test (REEL), 3nd ed. Pro-Ed. Austin. 2003. 43. Anitta Florence ST, Modifikasi Skala Reseptive Expresive Emergent Language sebagai instrument penyaring keterlambatan bahasa anak usia 18 sampai 36 bulan, Jakarta oktober 2008 44. Bzoch K, League R. Receptive Expressive Emergent Language Test (REEL), 3nd ed. Pro-Ed. Austin. 2003. 45. Anitta Florence ST, Modifikasi Skala Reseptive Expresive Emergent Language sebagai instrument penyaring keterlambatan bahasa anak usia 18 sampai 36 bulan, Jakarta oktober 2008 46. Fisher S, Vargha-Khadem F, Watkins KE, Monaco AP, Pembry, ME. Localisation of a gene implicated in a severe speech and language disorder. Nature Genetics 1998, 18, 168. 47. 47. Vargha-Khadem F, Watkins K, Alcock KJ, Fletcher P, Passingham R. Praxic and nonverbal cognitive deficits in a large family with a genetically transmitted speech and language disorder. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 1995, 92(3), 930-933. 48. 48. Gopnik, M. & Crago, M. B.. Familial aggregation of a developmental language disorder. Cognition 1991, 39, 1-50. 49. Liaw, F., & Brooks-Gunn, J. (1994). Cumulative familial risks and low birthweight childrens cognitive and behavioral development. Journal of Clinical Child Psychology, 23, 360372.

50. Halsey, C. L., Collin, M. F., & Anderson, C. L. (1993). Extremely low birth weight children and their peers: A comparison of preschool performance. Pediatrics, 91, 807811. 51. Johnston J. Factors that Influence Language Development. In : Tremblay RE, Barr RG, Peters R, eds. Encyclopedia of Language and Literacy Development (pp1-6). London. Canadian language and Literacy Research network. 2006. 52. Fox A, Dodd B, Howard D. Risk factors for speech disorders in children. Int J Lang Common Disord 2002;37(2):117-131. 53. Delgado, Christine E. F.; Vagi, Sara J.; Scott, Keith G.Early Risk Factors for Speech and Language Impairments. Exceptionality, v13 n3 p173-191 2005 54. 54. Fox A V; Dodd Barbara; Howard David. Risk factors for speech disorders in children. International journal of language & communication disorders / Royal College of Speech & Language Therapists 2002;37(2):117-31. 55. 55. Fox A. V.1; Dodd B.1; Howard D.1Risk factors for speech disorders in children. International Journal of Language & Communication Disorders, Volume 37, Number 2, 1 April 2002 , pp. 117-131(15) 56. 56. OCallaghan, Michael, Williams, Gail M.Andersen, Margaret J. Bor, William Najman, Jake M. Social and Biological Risk Factors for Mild and Borderline Impairment of Language Comprehension in a Cohort of Five-Year-Old Children. Developmental Medicine and Child Neurology. 1995-01-01;37,12,10511061 57. 57. Tina L. Stanton-Chapman, Derek A. Chapman, Ann P. Kaiser, Terry B. Hancock .Cumulative Risk and Low-Income Childrens Language Development. Topics in Early Childhood Special Education, Vol. 24, No. 4, 227-237, 2004 58. 58. Adams, C. D., Hillman, N., & Gaydos, G. R. Behavioral difficulties in toddlers: Impact of sociocultural and biological risk factors. Journal of Clinical Child Psychology, 1994. 23, 373381. 59. 59. Brooks-Gunn, J., Klebanov, P., & Liaw, F. The learning, physical, and emotional environment of the home in the context of poverty: The infant health and development program. Children and Youth Services Review, 1995. 17, 251276. 60. Duncan, G., Klebanov, P., & Brooks-Gunn, J. (1994). Economic deprivation and early childhood development. Child Development, 65, 296318. 61. Evans, G. W., & English, K. (2002). The environment of poverty: Multiple stressor exposure, psychophysiological stress, and socioe-motional adjustment. Child Development, 73, 12381248. 62. Fazio, B. B., Naremore, R. C., & Connell, P. J. (1996). Tracking children from poverty at-risk for specific language impairment: A 3-year longitudinal study. Journal of Speech and Hearing Research, 39, 611624. 63. Halpern, R. (2000). Early childhood intervention for low-income children and families. In J. P. Shonkoff & S. J. Meisels (Eds.), Handbook of early childhood intervention (2nd ed., pp. 361386). Cambridge, England: Cambridge University Press. 64. Hoff-Ginsberg, E. (1998). The relation of birth order and socioeco-nomic status to childrens language experience and language development. Applied Psycholinguistics, 19, 603629. 65. 65. Brant LJ, Gordon-Salant S, Pearson JD, Klein LL, Morrell CH, Metter EJ, Fozard JL. Risk factors related to age-associated hearing loss in the speech frequencies. J Am Acad Audiol. 1996 Jun;7(3):152-60

You might also like