You are on page 1of 55

NASKAH AKADEMIK RANPERDA STANDAR PENDIDIKAN DASAR PROPINSI MALUKU BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional pada hakekatnya merupakan

pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya, di mana seluruh lapisan masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan dan kesempatan melaksanakan peranannya dalam proses pembangunan. Tanggung jawab pembangunan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha sebagai elemen masyarakat yang berpotensi sebagai sumber kesejahteraan sosial. Pada perspektif pembangunan sumberdaya manusia, jika kita sungguh-sungguh ingin membangun bangsa ini, maka idealnya pembangunan bangsa ini berpangkal pada pengarusutamaan proses penyelenggaran pendidikan. Negara yang sudah termasuk kategori maju pun masih memprioritaskan pendidikan dalam strategi pembangunan nasionalnya. Oleh karena itu, konsensus besar untuk menjadikan pendidikan di Indonesia sebagai alat utama membangun bangsa ini, menjadi prasyarat utama keberhasilan pembangunan nasional. Sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Para pendiri bangsa ini yakin bahwa dengan taraf pendidikan yang tinggi, bangsa kita dapat mencapai tujuan negara yang kita cita-citakan bersama, bukan hanya meningkatkan kecerdasan bangsa, melainkan juga menciptakan kecerdasan umum dan melaksanakan ketertiban dunia. Pendidikan yang berkualitas baik akan mengantarkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mandiri, maju, sejahtera, demokratis, adil dan makmur, serta terbebas dari kemiskinan.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

Sejumlah penelitian sosiologi pendidikan mendapati bahwa di samping pendidikan berkorelasi positif terhadap status ekonomi penduduk yang diukur berdasarkan PPP (Purchasing Power Parity), tingkat pendidikan juga berkorelasi positif terhadap menurunnya laju penduduk dan derajat kesehatan penduduk. Telah banyak survei dilakukan oleh beberapa lembaga internasional terkait dengan mutu pendidikan negaranegara di dunia. Kita pun harus mengakui, bahwa pendidikan di Indonesia masih relatif tertinggal. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Posisi IPM Indonesia pada 2009 masih di urutan ke-111 dari 182 negara.Laporan Human Development Report (HDR) United Nations Development Program (UNDP) yang dipublikasikan Oktober 2009 mengungkapkan, nilai IPM Indonesia 0,734 naik tipis 0,005 dibanding 20061. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan taraf pendidikan, salah satunya adalah program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, yang dulu direncanakan tuntas pada tahun 2008. Program ini cukup membawa perubahan dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan sekolah menengah pertama atau yang sederajat menjadi 95%. Walaupun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa hingga saat ini masih ada masyarakat Indonesia yang buta huruf. Kualitas pendidikan belum mampu memberikan kompetensi dengan level pendidikan yang ditempuh peserta didik. Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tersebut adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. sesuai

Bahan FGD Ranperda Standar Pendidikan Dasar Maluku, 26-27 Oktober 2010

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

Dalam konteks demikian, pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah adalah (1) memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu; (2) wajib menjamin tersedianya dana bagi setiap warga negara yang berusia 7 15 tahun. Di sisi lain, kita juga tidak bisa mengabaikan bahwa peserta didik juga memiliki hak. Peserta didik menurut sistem pendidikan nasional berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Peserta didik juga berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

1.2. Permasalahan Kontekstual Melalui studi awal terhadap data sekunder sejauh ini, diperoleh selumlah premis analisis permasalahan dan peluang pemecahan kebijakan pendidikan di Provinsi Maluku. Sejumlah permasalahan mendasar yang saat ini setidaknya menjadi konsentrasi kebijakan Provinsi Maluku adalah sebagai berikut;
1) Tingkat pendidikan penduduk Provinsi Maluku relatif masih

rendah; 2) Dinamika perubahan struktur penduduk belum sepenuhnya dapat diatasi dalam pembangunan pendidikan;
3) Masih terdapat kesenjangan tingkat pendidikan yang cukup

lebar antar kelompok masyarakat, seperti antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, dan antara penduduk di perkotaan dan penduduk di perdesaan. 4) Fasilitas pelayanan pendidikan belum tersedia secara merata, terutama di daerah perdesaan dan terpencil.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

5) Kualitas pendidikan relatif masih perlu ditingkatkan karena belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik; 6) Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien, terutama karena desentralisasi pendidikan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik di tingkat sekolah. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi masalah di atas maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah Peraturan Daerah tentang Standar Pendidikan Dasar di Provinsi Maluku dapat dipergunakan sebagai pedoman hukum peningkatan akses dan mutu pelayanan pendidikan dasar oleh para pemangku sumberdaya daerah? kepentingan manusia dalam Maluku rangka bagi meningkatkan kualitas percepatan pembangunan

1.4.

Maksud dan Tujuan

1. Untuk menyusun naskah akademik dalam rangka menerbitkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Standar Pendidikan Dasar di Maluku. 2. Untuk menganalisis peranan penting Standar Pendidikan dasar dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dasar Maluku. 3. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Maluku melalui pembangunan bidang pendidikan. 1.5.Kegunaan 1. Tersusunnya Maluku. 2. Terwujudnya pedoman hukum peningkatan akses dan mutu pelayanan pendidikan dasar oleh para pemangku kepentingan dokumen naskah akademik dalam upaya penyusunan RAPERDA tentang Standar Pendidikan Dasar di

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

dalam Maluku.

rangka

meningkatkan

kualitas

sumberdaya

manusia

1.6. Metodologi a. Jenis Kajian Pengkajian Standar Pendidikan dasar di Provinsi Maluku ini termasuk jenis deskriptif karena menguraikan mengenai kondisi eksisting, masalah dan fenomena standar pelayanan pendidikan dasar yang menjadi pokok bahasan. Selanjutnya bila di tinjau dari sisi jenisnya termasuk kategori kualitatif karena metode yang digunakan dalam kajian ini tertuju pada kondisi obyek yang alamiah dan peneliti merupakan instrumen kunci serta teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi, analisis data bersifat induktif, dan lebih menekankan makna daripada generalisasi. b. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data Pengumpulan data meliputi kegiatan survey dan dokumentasi untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam rangka ketajaman analisis. Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan kompilasi yang nantinya dianalisis secara deskriptif dan tabuler. Hasil reduksi tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk teks naratif dan tabel matriks, kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan kesimpulan sementara, selanjutnya diverifikasi dengan menggunakan kriteria keabsahan data yang meliputi kredibilitas, ketergantungan, keteralihan dan kepastian untuk menjadi kesimpulan tetap dan pada akhirnya dapat disusun saran/rekomendasi. Secara jenis aktifitas pengumpulan data maka bisa diuraikan sejumlah aktifitas sebagai berikut: Focus Group Discussion; memfasilitasi peningkatan sinergitas pemahaman antar stakeholder daerah baik teoritis

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

maupun praktis dalam merumuskan Raperda Tentang Standar Pendidikan Dasar di Maluku. Study Pustaka; Penggalian data primer maupun sekunder sebagai kerangka penyusunan dalam Naskah Akademis dan draft Raperda Tentang Standar Pendidikan Dasar di Maluku. Survey Lapangan, penggalian problematika pembangunan pendidikan yang bersumber dari aspirasi masyarakat maupun kondisi kekinian terkait Raperda Tentang Standar Pendidikan Dasar di Maluku. Publik Hearing, pertemuan multi stakeholders Kota Ambon untuk uji material draf Naskah Akademis dan draf Raperda Tentang Standar Pendidikan Dasar di Kota Ambon. Gambar 1.1 Tahapan kerja Penyusunan Naskah Akademik dan RAPERDA
Hukum/Regulasi RANCANGAN DRAF NASKAH AKADEMIK

Pustaka/Literatur PENELITIAN Sosiologis / Survey Lapangan SEMILOKA PERTAMA DRAFT NASKAH AKADEMIS Draf Naskah Akademik

NASKAH AKADEMIK

DRAFTING PERTAMA

Pengkaidahan Penyempurnaan Draf Raperda

DRAF RAPERDA

SEMILOKA KEDUA

RAPERDA

DRAFTING KEDUA

Finalisasi & Sinkronisasi Draf Raperda NASKAH FINAL

SOSIALISASI

Jejaring lebih luas

c. Sumber Data

RAPERDA DIPAHAMI & DIDUKUNG PUBLIK

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder dan data primer untuk memperoleh suatu analisis yang utuh. Data sekunder adalah data yang di peroleh dari instansi pemerintah yang relevan dan berwenang di Maluku, yakni : (1) Badan Pusat Statisitik Maluku; (2) Dinas Pendidikan Maluku; (3) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Maluku; dan (4) Dinas Pendapatan Maluku. Data primer adalah data yang di ambil dari sumbernya melalui kegiatan survei langsung di sejumlah Kota dan Kabupaten yang dipandang mewakili kondisi pendidikan dasar Maluku.

BAB II KONDISI DASAR PEMBANGUNAN MALUKU

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

2.1. Keadaan Geografi dan Demografi Sebagaimana dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku, di dalam Maluku Dalam Angka 2010, maka secara administratif Provinsi Maluku terbagi atas 11 (sebelas) Kabupaten/Kota, 73 (tujuh puluh tiga) Kecamatan dan 906 (sembilan ratus enam) Desa/Kelurahan. Luas wilayah Provinsi Maluku secara keseluruhan adalah 581.376 km2, terdiri dari luas lautan 527.191 km2 dan luas daratan 54.185 km2. Dengan kata lain sekitar 90 persen wilayah Provinsi Maluku adalah lautan. Menurut letak astronomis, maka wilayah Provinsi Maluku terletak antara 2 0 30 ' - 9 0 Lintang Selatan dan 124 0 - 136 0 Bujur Timur. Secara geografis Provinsi Maluku dibatasi oleh : Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Irian Jaya Barat Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah Sebelah Selatan berbatasan dengan Negara Timor Leste dan Negara Australia. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, memiliki 18 pulau terluar dimana 10 pulau berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan 8 pulau berada di Kabupaten Kepulauan Aru. Dalam rangka mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan antar wilayah di Daerah Maluku sebagai wilayah kepulauan, maka salah satu pendekatan dalam implementasi pembangunan di Provinsi Maluku adalah pendekatan wilayah, yang didasarkan pada konsep Gugus Pulau, Kawasan Laut Pulau, dan Pintu Jamak dengan pusat-pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan publik, pusat perdagangan, serta lalu lintas arus barang dan jasa. Provinsi Maluku merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 559 pulau dan dari sejumlah pulau tersebut, terdapat beberapa pulau yang

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

tergolong pulau besar Daratan Provinsi Maluku tidak terlepas dari gugusan gunung dan danau yang terdapat hampir di seluruh Kabupaten / Kota, yang berjumlah 4 (empat) gunung dan 11 (sebelas) danau. Adapun gunung yang tertinggi yaitu Gunung Binaya dengan ketinggian 3.055 M, terletak di Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah. Sedangkan secara demografi, jumlah penduduk Provinsi Maluku berdasarkan hasil Sensus tahun2000 mencapai 1.200.067 jiwa. Jumlah ini meningkat dari tahun ketahun. Sesuai hasil proyeksi penduduk tahun 2006 - 2009, jumlah penduduk Maluku mencapai 1.384.585, naik menjadi 1.420.433 jiwa, tahun 2008 menjadi 1.440.014 jiwa dan tahun 2009 menjadi 1.457.070 jiwa. Selanjutnya bila dilihat menurut Kabupaten/Kota pada tahun 2009 berdasarkan jumlah penduduk yang tersebar dari 11 Kabupaten/Kota, nampak bahwa kota Ambon pertambahan penduduknya cukup besar. Laju pertumbuhan penduduk Maluku meningkat pada periode 2000 2009 dibanding periode 1990 - 2000. Hal ini karena kondisi keamanan di daerah ini sudah mulai kondusif mengakibatkan arus masuk penduduk menjadi bertambah. Angka pertumbuhan Dengan penduduk adanya antara 11 Kabupaten/Kota sangat bervariasi. pemekaran

Kabupaten/Kota hanya Kota Ambon saja yang laju pertumbuhan penduduknya meningkat dalam periode 2000 2009 sebesar 3,65 persen. Tabel 2.1 Jumlah dan tingkat Pertumbuhan Penduduk Provinsi Maluku, 2004-2009
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Penduduk Laki-laki 667.656 685.637 699.563 714.908 724.685 731.987 Perempuan 645.366 644.519 685.022 705.525 715.982 725.083 Total 1.313.022 1.350.156 1.384.585 1.420.433 1.440.667 1.457.070 Tingkat Pertumbuhan Per Tahun (%) 1,88 2,83 2,55 2,59 1,43 1.14

Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2010

Berdasarkan tabel 2.1 terlihat bahwa penyebaran penduduk di Provinsi Maluku pada tahun 2008 dan 2009 tidak mengalami perubahan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

yang mencolok, kecuali di Kota Ambon dan Kota Tual menunjukkan adanya peningkatan kepadatan penduduk. Ketimpangan antar wilayah kabupaten/kota cukup tinggi, dimana Kota Ambon dan Kota Tual memiliki tingkat kepadatan kepadatan penduduk tertinggi. Penyebaran penduduk di Provinsi Maluku sangat tidak merata. Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk 2008 persentase penduduk Kabupaten Maluku Tengah tercatat lebih tinggi dibanding Kabupaten yang lain yaitu 25,46 persen sementara Kabupaten Buru Selatan hanya mencapai 3,73 persen. Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten dan Kota Provinsi Maluku 2006-2009

Pada tahun 2009 struktur umur penduduk Maluku masih tergolong penduduk muda. Kondisi ini tercermin dari proporsi penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun masih cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun 2007 sebesar 36,12 % menjadi 36,82% pada tahun 2009. Semakin meningkat proporsi penduduk usia tidak produktif, khususnya kelompok umur 0-14 tahun menunjukkan bahwa semakin tinggi angka beban ketergantungan. Pada tahun 2004 angka beban

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

10

ketergantungan sebesar 64,70, artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 65 penduduk usia tidak produktif. selanjutnya Pada tahun 2009, angka beban ketergantungan naik menjadi 69,89 yang artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 69 penduduk usia tidak produktif. Dengan memperhatikan kondisi geografis dan demografis wilayah Propinsi Maluku tersebut, maka dalam menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menitik beratkan pada karakteristik wilayah kepulauan. Aspek utama dalam penyusunan standar pendidikan dasar adalah terkait dengan penetapan standar jarak satuan pendidikan (sekolah) dengan tempat tinggal peserta didik maupun para pendidik dan tenaga kependidikan. Demikian pula dengan rasio guru murid, patut dipertimbangkan betapa terdapat kesenjangan potensi peserta didik antar kabupaten/kota.

2.2. Keadaan Ekonomi dan Kemiskinan Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengetahui keadaan ekonomi penduduk adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Ukuran ini biasanya digunakan untuk mengetahui persediaan tenaga kerja. TPAK di Provinsi Maluku tahun 2009 sebesar 65,44 persen. Bila dilihat per Kabupaten/Kota bervariasi, 5 Kabupaten/Kota yang memiliki TPAK di atas angka Provinsi yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat 73,08 persen, Kabupaten Maluku Tenggara 73,06 dan Kabupaten Buru 72,58 persen, Kabupaten Seram Bagian Barat 71,76 persen, Kabupaten Seram Bagian Timur 65,67 persern. Sementara TPAK 3 Kabupaten/Kota lainnya di bawah TPAK Provinsi Maluku. Bila diamati kegiatan penduduk usia kerja (15 tahun keatas) baik kelompok Angkatan Kerja maupun Bukan Angkatan Kerja, proporsi kedua kelompok ini cukup berbeda dari tahun ke tahun. Dimana pada tahun 2008, Angkatan Kerja lebih besar disbanding Bukan Angkatan Kerja. Penduduk laki-laki yang bekerja lebih besar dari perempuan yaitu 65,05

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

11

persen dengan 34,95 persen. Hal ini karena perempuan lebih banyak mengurus Rumah tangga daripada laki-laki. Selain itu ratio bekerja atau yang disebut Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) di Provinsi Maluku mencapai 89,34 persen, dengan perbandingan laki-laki 91,35 persen dan perempuan 85,79 persen. Penyerapan tenaga kerja sektoral menurut lapangan usaha memperlihatkan sektor Pertanian masih dominan yaitu 58,89 persen dan terendah adalah sektor Listrik, Gas dan Air Minum sebesar 0,27 persen. Grafik 2.3 Prosentase Penduduk di atas 15 tahun yang bekerja menurut Lapangan Usaha

Dengan kenyataan bahwa mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuhan, dan perikanan, dalam penyusunan rancangan Perda juga perlu memperhatikan kondisi fakta terkait. Implikasi dari kondisi ekonomi khusunya ketenagakerjaan memperlihatkan bahwa Standar pendidikan dasar nantinya diperhitungkan dari kemampuan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan, dan bagaimana pendidikan dasar memiliki hubungan dan ketepatan proses belajar mengajar dalam melahirkan angkatan kerja yang mampu mendayagukan segenap potensi sumberdaya alam di Propinsi Maluku. Pengaturan berbasis dua premis di atas sangat terkait dengan tingkat pendapatan perkapita penduduk. Dengan komposisi angkatan kerja

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

12

Provinsi Maluku yang berpusat pada ekonomi pedesaan ditambah dengan tingkat kemiskinan yang masih di atas 30% penduduk, membutuhkan suatu keberanian kebijakan investasi pendidikan dari Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di Maluku. Kemiskinan merupakan masalah nasional bersifat multidimensi dan lintas sektor dan diakibatkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, seperti: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Pada tahun 2009, penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional dan juga daerah Maluku. Sejalan dengan prioritas tersebut, maka pemerintah daerah Provinsi Maluku telah berupaya keras untuk menanggulangi kemiskinan secara bersama antara instansi pemerintah pusat dan daerah. Sebagaimana kita ketahui bahwa kenaikan harga BBM dan kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi BBM telah meningkatkan tingkat kemiskinan dari 32,13 persen pada tahun 2004 menjadi 32,28 persen pada tahun 2005 dan 33,03 persen pada tahun 2006. Namun demikian, dengan upaya keras dari pemerintah dan pemerintah daerah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan di Maluku selama 3 (tiga) tahun terakhir yakni menjadi 31,14 persen pada tahun 2007; serta 29,66 persen pada tahun 2008 dan 28,23 persen pada tahun 2009. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 404.700 orang telah berkurang menjadi 391.300 orang pada tahun 2008 dan 380.010 orang pada tahun 2009. Sebagaimana disajikan dalam tabel 2.4 diketahui bahwa pada tahun 2009 sebagian besar (34,30 persen) penduduk miskin di Maluku berada di daerah perdesaan dan sebanyak 11,03% berada di daerah perkotaan.

Tabel 2.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Maluku Menurut Daerah, 2004-2009

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

13

Tahun 2004 2005 2007 2008 2009

Jumlah Penduduk Miskin Kota 41.100 45.100 49.100 44.700 38.770 Desa 356.500 366.400 355.500 346.700 341.240 Kota+Desa 397.600 411.500 404.700 391.300 380.010

Persentase Penduduk Miskin Kota 11,99 13,57 14,49 12,97 11,03 Desa 39,86 38,89 37,02 35,56 34,30 Kota+Desa 32,13 32,28 31,14 29,66 28,23

Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2010

2.5. Keadaan Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu ukuran yang secara khusus menggambarkan pencapaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan tiga dimensi pembangunan manusia: sehat dan penjang umur (dilihat dari Angka Harapan Hidup); terdidik (dilihat dari Angka Melek Huruf dan rata-rata lama sekolah); dan memiliki standar hidup layak (dilihat dari paritas daya beli/PPP). Gambar 2.5 menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku tahun 2004 s.d. 2009. Seperti diperlihatkan gambar 2.4, IPM Maluku merangkak naik dari waktu ke waktu. Rata-rata pencapaian IPM Maluku selama periode tersebut adalah 69,92. Namun jika kita lihat pada 2008, terjadi ketimpangan pencapaian IPM yang lumayan jauh antara Kota Ambon (77,86: peringkat 9 nasional) dan Maluku Barat Daya 2 (65,96: peringkat 426 nasional), selisihnya adalah 11,9 poin. Sayangnya, pada 2009 ini, jurang itu semakin jauh. Kota Ambon mencapai IPM sebesar 78,25 (peringkat 6 nasional) sementara Maluku Barat Daya sebesar 66,24 (peringkat 436 nasional) atau selisih antara IPM tertinggi dan terrendah di
2

Sejak 2008, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dipecah menjadi 2 yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang beribukota di Saumlaki dan Kabupaten Maluku Barat Daya dengan ibukota Kisar.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

14

Maluku pada 2009 ini adalah sebesar 12,01 poin. Walaupun IPM Maluku Barat Daya telah meningkat, namun hanya sedikit, yaitu 0,28 poin saja. Tidak sebanding dengan peningkatan yang dicapai Kota Ambon selama satu tahun, yaitu naik sebesar 0,39 sehingga mempertajam jurang di antara keduanya. Tabel 2.5 Tingkat IPM Kabupaten/Kota Provinsi Maluku 2009
KABUPATEN/KOTA ANGKA HARAPAN HIDUP ANGKA MELEK HURUF RATARATA LAMA SEKOLAH PENGELUARA N PER KAPITA RIIL DISESUAIKAN (Ribu Rp) IPM RANKING NASIONAL

MALUKU TENGGARA BARAT MALUKU TENGGARA MALUKU TENGAH BURU KEPULAUAN ARU SERAM BAGIAN BARAT MALUKU BARAT DAYA BURU SELATAN SERAM BAGIAN TIMUR KOTA AMBON KOTA TUAL MALUKU

64,13 67,79 65,62 67,61 67,52 66,45 65,64 63,93 67,11 72,85 68,37 67,20

99,35 99,54 99,09 92,82 99,00 98,22 98,14 98,12 89,74 99,20 99,70 98,13

8,54 8,75 8,34 7,21 7,52 8,23 7,62 7,99 6,29 11,12 9,45 8,63

593,10 612,99 613,97 607,35 603,23 597,04 588,83 579,24 619,91 637,60 659,99 610,73

68,16 71,98 70,33 68,89 69,92 69,29 67,72 66,24 68,10 78,37 76,36 70,96

385 193 272 354 301 337 397 436 381 6 39 19

Ketimpangan ini mengindikasikan pembangunan manusia di Maluku belum merata. Terlepas Kabupaten Maluku Barat Daya masih berstatus sebagai kabupaten muda, pembangunan manusia selayaknya sudah menjadi prioritas dalam tujuan pembangunan berkelanjutan ke depannya.

Gambar 2.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku, Tahun 2004 s.d. 2009.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

15

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku

Sayangnya meskipun IPM Maluku meningkat, namun jika kita lihat peringkat Maluku selama periode tersebut terus menurun. Maluku menempati peringkat 16 dari seluruh provinsi pada 2004 namun melorot menjadi peringkat 19 pada 2008 dan stagnan di 2009 ini. Hal ini disebabkan antara lain karena reduksi shortfall yang dicapai provinsi lain lebih tinggi daripada Maluku atau dengan kata lain pencapaian IPM provinsi lain yang jauh lebih agresif dari apa yang sudah dicapai Maluku. Perkembangan IPM dapat terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih kombinasi IPM selama periode 20042009. Perubahan yang dimaksud dapat berupa peningkatan atau penurunan besaran persen/rate dari komponen IPM angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Adapun perubahan dari masing-masing komponen ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Selama periode 20042009 IPM Maluku menunjukkan perkembangan peningkatan dari waktu ke waktu yang tercermin adanya peningkatan komponen IPM. Konkritnya, indikator harapan hidup, melek huruf, ratarata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita sebagai komponen dasar IPM semuanya meningkat. Disadari memang tidak mudah untuk meningkatkan komponen IPM seperti angka harapan hidup, dan rata-rata lama sekolah karena harapan hidup sangat tergantung dari angka kematian dalam periode tertentu. Dalam jangka waktu satu tahun angka harapan hidup kenaikannya tidak

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

16

akan melebihi 1 poin, itupun jika diasumsikan tidak ada kematian. Sementara itu, rata-rata lama sekolah tergantung dari partisipasi sekolah untuk semua umur. Jadi, yang paling memungkinkan untuk mempercepat laju IPM adalah dengan meningkatkan kemampuan daya beli penduduk (Razali Ritonga dalam Indeks Pembangunan Manusia, BPS: 2007). 2.4. Keadaan Pendidikan Sektor pendidikan selalu menjadi perhatian pemerintah karena melalui pendidikan, kualitas sumberdaya manusia dapat ditingkatkan dan itu menjadi modal utama dalam pembangunan nasional. Pada tahun 2008, penduduk usia sekolah 7-24 tahun sebanyak 496.052 orang. Dari jumlah tersebut yang tidak atau belum pernah sekolah sebanyak 4 640 orang (0,93 %) sedangkan yang masih bersekolah 357.215 (72,01%) dan tidak bersekolah lagi sebanyak 134.197 orang (27,05 %). Jumlah sekolah yang ada tidak sebanding dengan jumlah gedung sekolah, yang berarti 1 (satu) gedung dipakai bersama untuk lebih dari 1 (satu) sekolah. Ini terjadi untuk semua jenjang pendidikan. Selama tahun ajaran 2006/2007, untuk tingkat sekolah TK jumlah sekolah 269 hanya terdiri dari 269 gedung, SD sebanyak 1.652 sekolah dengan 1.474 gedung, SMP sebanyak 420 sekolah dengan 354 gedung dan SMA sebanyak 179 sekolah dengan gedung sebanyak 158 buah. Ratio murid terhadap sekolah tahun 2007/2008, pada tingkat SD 146, yang berarti rata-rata 1 (satu) sekolah menampung 146 murid, SMP 194 murid dan SMA 325 murid. Sedangkan ratio murid terhadap guru, yaitu untuk SD sebanyak 21, SMP 18 dan SMA 20 murid. Banyaknya Universitas/Akademi pada tahun 2005/2006 sebanyak 8 buah terdiri dari 4 Perguruan Tinggi Negeri yaitu Universitas Pattimura, STAIN, STAKPN, Politeknik Negeri Ambon dan 3 Perguruan Tinggi Swasta yaitu UKIM, STIA dan UNIDAR. Tabel 2.7 Penduduk Usia Sekolah di Provinsi Maluku Menurut Kabupaten/Kota dan Kelompok Umur

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

17

Dengan fasilitas pendidikan yang ada sejauh ini, Provinsi Maluku masih menghadapi tingkat partisipasi sekolah yang relatif tertinggal dibanding propinsi lain, terutama kawasan barat Indonesia. Hal ini terutama akibat tidak adanya keseimbangan antara jumlah anak usia sekolah, baik dengan daya tampung fasilitas pendidikan yang ada, maupun dengan kemampuan orang tua membiayai pendidikan anak. Ketertinggalan Provinsi Maluku tergambar sebagaimana pada Tabel 2.8 berikut;

Tabel 2.8 Angka Partisipasi Kasar (APK) Nasional, Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan Tahun 2008

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

18

Pada tabel

2.8 di atas menunjukkan pencapaian APK menurut

jenis kelamin dan provinsi. Melihat angka-angka tersebut bahwa program wajib belajar 6 tahun telah tercapai di Maluku, namun program wajib belajar 9 tahun belum tercapai di Provinsi Maluku, dengan capaian APK jenjang SMP di angka 88,91 untuk laki-laki, dan 83,16 untuk perempuan. Ada perbedaan pencapaian antara anak laki-laki dan anak perempuan meskipun tidak signifikan. Bila ditilik dari Angka Partisipasi Murni (APM), LKPJ Gubernur Maluku 2009 mengungkapkan bahwa pada tahun 2009 untuk masingmasing jenjang pendidikan adalah 99,58 persen pada jenjang pendidikan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

19

SD, 97,27 persen pada jenjang pendidikan SLTP dan 75,91 persen pada jenjang pendidikan SLTA. Kondisi ini sejalan dengan APS yang membuktikan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah angka partisipasi murni. Tabel berikut menggambarkan bagaimana Bila dilihat menurut Kabupaten/Kota, diketahui bahwa Maluku Tengah yang diikuti oleh Kota Ambon merupakan merupakan daerah dengan angka partisipasi tertinggi untuk kelompok umur 7-12 tahun. Sedangkan Kota Ambon yang diikuti oleh Kabupaten Maluku Tengah merupakan daerah yang angka partisipasinya paling tinggi pada kelompok umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Tabel juga mengungkap kesenjangan (disparitas), dimana Kabupaten Buru Selatan dan Kota Tual relatif tertinggal di banding daerah yang lain. Tabel 2.9. APM Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan, Tahun 2009
Kabupaten/Kota Maluku Tenggara Barat Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Kota Tual Maluku Tengah Buru Buru Selatan Kepulauan Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Ambon SD 127 151 141 42 361 115 75 135 190 129 189 SMP 53 45 32 45 95 26 26 32 56 37 47 SLTA 27 17 12 8 58 13 10 11 30 17 42

Tabel -

2.9.

menunjukkan

bahwa

terjadi

peningkatan

Angka

Partisipasi Murni (APM) selama tahun 2008 da 2009, dimana : APM untuk SD pada tahun 2007 sebesar 97,24 % meningkat menjadi 99,49% pada tahun 2008 dan 99,58% pada tahun 2009; APM untuk SLTP pada tahun 2007 sebesar 91,03 % meningkat

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

20

menjadi 96,11% pada tahun 2008 dan 97,27% pada tahun 2009; APM untuk SLTA pada tahun 2007 sebesar 71,65 % meningkat menjadi 73,31% pada tahun 2008 dan 75,91% pada tahun 2009.

Sementara

dilihat

dari

indikator

pendidikan

yang

merepresentasikan dimensi pengetahuan dalam IPM, maka angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah menjadi dua indikator yang dapat dimaknai sebagai ukuran sumber daya manusia. Angka Melek Huruf (AMH) Maluku selama periode 20042009 menunjukkan trend yang stagnan. Meningkat selama periode 2004 ke 2005 sebesar 0,2 persen namun stabil pada tingkat 98 persen sejak 2005 hingga 2007, dan meningkat sedikit di 2008 menjadi 98,12 persen. Pada 2009, hanya meningkat 0,01 persen menjadi 98,13 persen.

Gambar 2.10 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH), 2004 s.d. 2009

Sumber: Badan Pusat Statistik

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

21

Pencapaian angka melek huruf 98,13 persen di Maluku ini cukup menggembirakan dengan penyebaran variasi yang hampir merata di semua kabupaten/kota. Pada 2009 saja, Kota Tual3 mencatatkan angka literate tertinggi di Maluku yaitu 99,70 persen dan terrendah di Kabupaten Buru Selatan4 (89,74 persen). Indikator pendidikan lainnya yang merupakan komponen IPM adalah rata-rata lama sekolah. Indikator ini menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal. Selama periode 20042009, rata-rata lama sekolah penduduk Maluku mengalami sedikit peningkatan dan cenderung stabil. Pada 2004, lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Maluku secara rata-rata adalah 8,4 tahun dan meningkat 0,2 tahun menjadi 8,6 pada 2006 dan tidak berubah hingga 2008. Pada 2009, rata-rata lama sekolah meningkat sebesar 0,03 tahun menjadi 8,63 tahun. Selengkapnya lihat gambar 2.11.

Gambar 2.11 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah, 2004 s.d. 2009

Kota Tual sebelumnya adalah ibukota Kabupaten Maluku Tenggara namun kemudian berdiri menjadi daerah administrasi sendiri. 4 Buru Selatan adalah kabupaten baru pemekaran dari Kabupaten Buru dan beribukota di Namrole.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

22

Sumber: Badan Pusat Statistik

2.5. Keadaan Sosial Ditinjau dari kondisi sosial masyarakatnya, Propinsi Maluku memiliki penduduk dengan kehidupan sosial yang penuh dengan kerukunan dan saling menghormati hak-hak antar warga masyarakat berdasarkan nilainilai siwalima yang dijunjung tinggi oleh masyarakat propinsi tersebut. Dengan potensi keanekaragaman budaya yang besar, diperlukan suatu alternatif sistem pengaturan penyelenggaran pendidikan yang mampu menjadi motor penggerak perubahan sosial tanpa meninggal identitas Maluku yang telah dibangun selama ini. Kondisi pendidikan yang telah berlangsung (existing) juga harus menjadi acuan yang harus dipertimbangkan, dimana kesemuanya merupakan perwujudan dari prinsip kearifan lokal. Perspektif multi kultur dalam tata kearifan lokal dalam proses membangun interaksi yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan setidaknya memiliki rasionalitas yang luas di Maluku. Dalam pemikiran Rudolf Rahabeat pilihan pendidikan berbasis interaksi sosial multi kultur antara lain5;

Salatalohy, Fahmi dan Pelu, Rio (Ed), Nasionalisme Kaum Pinggiran, Dari Maluku, Tentang Maluku, Untuk Indonesia.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

23

Pertama, pasca konflik malaku masyarakat Maluku harus dibiasakan hidup dalam perbedaan budaya yang fleksibel. Oleh sebab itu pendidikan multi kulutur harus dilakukan dengan berbagai bentuk dan metode. Kedua, ada kesadaran yang tumbuh tentang perlu dihidupkannya kembali kebudayaan lokal namun bersamaa dengan itu muncul kegagapan bagaimana menyikapi kesadaran itu pada tingkat praksis dan bukan sekedar spekulasi tentative. Oleh sebab itu diperlukan sebuah wadah dan orang-orang yang secara serius dan terprogram mengkaji fenomena tersebut dan menghasilkan pemikiran serta praksis yang memandirikan masyarakat terhadap identitas dan harga dirinya. Ketiga, dimensi globalisasi dan teknologi informasi baru telah memberi nuansa dan tantangan tersendiri bagi reposisi budaya dan cara-cara tanggapan yang jauh dari kesan eksklusif dan ortodok. Dengan pemahaman atas urgensi kondisi multikultur (pluralitas) kehidupan warga daerah ini tentu menjadi suatu pilihan bagi adanya kurikulum muatan lokal berbasis pendidikan perdamaian (peace education). Setidaknya kesadaran demikian telah diimplementasikan oleh sejumlah stakeholder pendidikan Maluku melalui inisiasi Materi kurikulum pendidikan orang basudara Maluku. Pada tahun 2008 misalnya, PTD Provinsi Maluku bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kota Ambon telah mencetak Kurikulum Pendidikan Orang Basudara Maluku, Buku Ajar Guru Membangun Budaya Damai untuk sekolah Dasar, Sekolah menengah pertama dan Sekolah Menengah Atas. Pada tahun 2009 melalui kerjasama dengan Lokollo & Partners dan Pemerintah Kota Ambon telah diterbitkannya Peraturan Walikota No.66 Tahun 2009 tentang Kesadaran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah serta dalam tahun 2010 Peraturan Walikota No.2 Tahun 2010 tentang Penerapan Muatan Lokal Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah yang terdiri dari muatan lokal inti (1) Pendidikan Orang Basudara; dan (2) Pelestarian Lingkungan Hidup. Materi kurikulum pendidikan orang basudara Maluku (peace

education), merupakan perpaduan dari 5 program. Pertama program

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

24

berbasis keahlian, yakni program pendidikan yang terkait dengan peningkatan kemampuan berkomunikasi, hubungan interpersonal dan teknik-teknik resolusi konflik. Kedua, program perdamaian yaitu program berbasis keahlian yang lebih spesifik diarahkan untuk mengatasi konflik tertentu. Ketiga, pendidikan multikultural terhadap yaitu pendidikan yang mutual menekankan kepada pemahaman keberagaman,

understanding dan kesalingtergantungan. Keempat, pendidikan hak asasi manusia yakni pendidikan yang menekankan pada konsep kesamaan antar manusia dan keadilan. Kelima, pendidikan demokrasi, yaitu pendidikan yang menekankan pada hak-hak rakyat untuk berperan dalam bidang politik dan kewajiban mentaati hukum.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

25

BAB III PERSPEKTIF AKADEMIS RAPERDA Pada bagian berikut diuraikan sejumlah tinjauan berkaitan dengan inisiatif Ranperda Standar Pendidikan Dasar di Propinsi Maluku. Tinjauan-tinjauan berikut sangat diperlukan terutama karena rumusan Ranperda tentang Standar Pendidikan Dasar nantinya harus mengacu selain pada aspirasi (local wisdom) yang berkembang di masyarakat, juga melandaskan diri pada perkembangan dinamika kebijakan pendidikan nasional. Dalam penyusunan tinjauan pendidikan ini, penggalian aspirasi dilakukan dengan dua metode dasar; metode Focus Group Discussion (FGD) bersama stakeholder pendidikan Provinsi Maluku, dan dengan metode studi dokumen. FGD telah dilakukan dua kali di Kota Ambon dan di Piru Ibukota Seram Bagian Barat. Berbagai aspirasi masyarakat dapat diserap secara efektif melalui forum tersebut karena peserta FGD merupakan reprsentasi dari multipihak pendidikan Provinsi Maluku. Para peserta FGD dipandang cukup heterogen karena datang dari berbagai latar belakang geografis, sosial, dan budaya serta tingkat kesejahteraan. Keragaman tersebut telah dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah wawasan referensi bagi penyusunan raperda Standar Pendidikan Dasar Provinsi Maluku. Metode penggalian aspirasi juga dilaksanakan dengan studi dokumen. Dalam hal ini, dilaksanakan upaya analisis terhadap berbagai data terkait pendidikan, baik dalam bentuk data kebijakan, statistik,

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

26

maupun berita media massa. Untuk mengantisipasi validitas data dilakukan pengujian terhadap keakuratan subtansi aspirasi yang berhasil dikumpulkan dengan melakukan check and recheck. 3.1. Perspektif Sosiologis Karakteristik dan strategi penyusunan Raperda Standar Pendidikan Dasar di Propinsi Maluku tidak bisa dilepaskan dari perkembangan situasi sosiologis daerah. Bagaimanapun juga situasi aktual adalah cerminan dari hasil proses pendidikan yang telah dijalankan di masa lalu maupun saat ini yang sedang berjalan. Tinjauan karakteristik yang mengacu pada aspek ini sangat berkait dengan kondisi pola interaksi dari beragam latar budaya penduduk Maluku yang kompleksitas. Namun terdapat pula suatu pola besar yang menyatukan hetergonitas latar kultural tersebut. Setidaknya suatu karakteristik aspirasi masyarakat sangat dominan bermuara pada upaya penanaman nilai-nilai penghargaan terhadap orang tua, pendidik, dan pemerintah. Perspektif sosiologis demikian dipandang penting dilaksanakan sebagai wujud kearifan lokal menyikapi pengalaman pahit tragedi konflik yang pernah dialami masyarakat di Propinsi ini. Sehingga untuk menghindari konflik yang bersifat kekerasan, pemerintah harus benar-benar sungguh-sungguh untuk meletakkan suatu landasan yang kokoh bagi upaya menanamkan nilai-nilai penghargaan atas perbedaan suku, agama, serta ras. Dalam kerangka ini, suatu lesson learned yang dikembangkan peserta pelatihan peningkatan kapasitas guru conflict sensitivity oleh PTD Maluku pada bulan April 2009 bisa menjadi kerangka pengembangan kapasitas guru dalam menanamkan nilai-nilai perdamaian di tengah masyarakat melalui anak didiknya, antara lain: 1. Konflik antar komunitas dapat muncul juga dari konflik antara pelajar, antara guru dan pelajar yang tumbuh di sekolah. 2. Penciptaan perdamaian perlu dimulai dan dibina sejak usia dini antara lain di bangku sekolah dengan meletakkan kesadaran hidup akan keberagaman.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

27

3. Peran seorang guru bukan saja mengajar tetapi mendidik siswa dengan menjadi tokoh panutan yang dapat menciptakan suasana tenteram dan aman melalui sikap yang penuh perhatian dan tidak memandang perbedaan dengan memberikan pelayanan pendidikan yang merata dan nyaman di kelas. 4. Guru mempunyai peran yang sangat besar karena melayani diseluruh wilayah dan oleh karena itu perlu mempunyai kapasitas yang cukup untuk membangun perdamaian mulai dari sekolah. 5. Guru dapat bertindak sebagai agent of peace dengan turut menciptakan perdamaian diantara desa/negeri yang mempunyai potensi konflik. Pelajaran penting di atas sangat relevan dikembangkan bila dikaitkan dengan permasalahan penyelenggaran pendidikan Maluku. Bersumber dari hasil dua kali FGD masing-masing di Kota Ambon dan Seram Bagian Barat (SBB), fakta-fakta permasalahan aktual yang terjadi di propinsi ini bisa diungkapkan antara lain: 1. Maluku sebagai daerah kepulauan (maritime) sering juga menimbulkan kendala akses pendidikan. 2. Pengaruh dinamika politik lokal masih terlalu kuat di daerah Maluku, khususnya dalam perencanaan dalam penempatan guru. Akibatnya terjadi daerah tertentu. 3. Belum terealisasinya suatu system pendidikan yang berbasis keunggulan lokal (pendidikan vokasional) sebagai acuan dalam pengembangan kuantitas dan kualitas tenaga kerja lokal. 4. Dari segi manajemen lembaga penyelenggara pendidikan, peran masyarakat sipil meski diakui sangat berpengaruh namun belum banyak berkontribusi dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). 5. Sistem pembelajaran di kelas terlalu bersifat klasikal, seringkali menafikan aspek keunggulan individual. penumpukan guru mata pelajaran tertentu di

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

28

6. Performa guru bersertifikasi belum optimal dan lebih berorinetasi pada perolehan tambahan penghasilan. Hal ini akibat minimnya monitoring dan evaluasi sekaligus tidak adanya standar kontrak kinerja yang memadai. 7. Belum adanya pemerataan dan standarisasi dalam sarana dan prasarana sekolah. 8. Akses informasi kebijakan pendidikan terlalu berkonsentrasi di kotakota, sementara di area terpencil seringkali mengalami ketertinggalan informasi. Berdasarkan pada tujuan ditetapkannya standar pelayanan minimal bidang pendidikan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas), maka Ranperda tentang Standar Pendidikan Dasar pada intinya tetap harus mengacu pada upaya peningkatkan kualitas pendidikan, khususnya di wilayah Propinsi Maluku. Dengan demikian konsekuensi diterapkannya Raperda tentang Standar Pendidikan Dasar di Propinsi Maluku bagi peningkatan kualitas pelayanan pendidikan bagi masyarakat Maluku adalah kesiapan yang harus diupayakan oleh pemerintah daerah. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Mercy, anggota DPRD Provinsi Maluku dalam kesempatan FGD, bahwa Raperda Standar Pendidikan Dasar harus bisa menentukan standar pelayanan minimal yang harus dimiliki oleh setiap sekolah secara berkeadilan (equity), baik di kota maupun sekolah yang terletak di Pulau Aru atau pulau-pulau terpencil lainnya. Meskipun ada karakteristik daerah yang didasarkan atas gugus pulau maupun yang terletak di pusat Provinsi Maluku, namun standar pelayanan pendidikan tersebut harus dapat menentukan standar secara minimal yang sama terhadap seluruh sekolah baik baik yang terletak di pusat (centre) maupun pinggiran (periphery), hal ini diperlukan agar terpenuhi sisi keadilan dalam memenuhi hak-hak rakyat Maluku dalam mengakses pendidikan. Di sisi lain, apabila kita berbicara tentang dampak diterapkannya regulasi tentang Standar Pendidikan Dasar ini, maka pihak yang sangat

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

29

diuntungkan pertama kali adalah masyarakat yang menerima pelayanan pendidikan. Namun harus pula disadari bahwa walaupun beban biaya pelaksanaan Standar Pendidikan Dasar ini lebih dititik beratkan pada keuangan pemerintah pusat dan daerah, partisipasi masyarakat pun masih tetap diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Propinsi Maluku. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi logis dari diterapkannya regulasi tentang Standar Pendidikan Dasar tersebut sebenarnya bukan menjadi persoalan bagi masyarakat, tetapi justru menjadi SDM tantangan maupun bagi pemerintah serta daerah supra dalam struktur fenomena mempersiapkan pendidikan. Tantangan Pemerintah Maluku juga terkait dengan pendidikan yang selalu memperlihatkan watak normatif dan imperatif. Tatkala perubahan sosial-kultural mendera dunia pendidikan, bisa dipastikan misi normatif dan imperatif pendidikan Maluku juga ikut berubah. Ketika pendidikan ditanggapi secara mikro maka akan segera terlihat kompleksitas permasalahannya. Pemahaman terhadap berbagai masalah dan usaha pemecahan memerlukan konsultasi keberbagai disiplin keilmuan. Sementara faktor kesabaran sering menggoda kita untuk berjalan pintas dan melakukan pemecahan secara partikularis. Sudut kebijakan pendidikan untuk semua (education for all) di Maluku tentu berhadapan dengan kenyataan kependudukan dan letak geografis yang menuntut kesiapan sumber daya dan sumber dana yang tidak kecil, dan terlebih sangat penting menuntut rasa keadilan. Oleh karena itu inovasi dalam pembaharuan pendidikan sangatlah dibutuhkan karena melihat berbagai alasan tersebut6. infrastruktur

3.2. Perspektif Kerangka Hukum Pemerintahan Tiga pilar Pembangunan Pendidikan Nasional yaitu : (1) Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan; (2) Peningkatan Mutu, Relevansi dan
6

Ali, Madekhan, Inovasi dan Pembaharuan Dalam pendidikan, Manual Kuliah Sosiologi Pendidikan, 2008.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

30

Daya Saing Pendidikan; dan (3) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik. Sebagai gambaran kilas balik, pada tahun 2006, pemerintah telah menetapkan arah kebijakan pembangunan di bidang pendidikan antara lain: 1. Meningkatkan pendidikan; 2. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan; 3. Meningkatkan pembangunan; 4. Memperkuat manajemen pelayanan pendidikan. relevansi pendidikan dengan kebutuhan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

Di dalam Renstra Dinas Pendidikan dan Olahraga Maluku 2008-2013, dan RPJMD Maluku 2009-2014, ketiga pilar tersebut diterjemahkan ke dalam langkah-langkah perubahan pendidikan yang dipandang signifikan yang mengarah pada peningkatan SDM sesuai tuntutan perkembangan global. Langkah strategis yang dilakukan antara lain dengan menetapkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat secara demokratis, transparan dan berkeadilan. Di dalam implementasinya, penyelenggaraan pembinaan Pendidikan Dasar dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Maluku dibingkai dalam kerangka lima tujuan besar. Kelima rumusan tujuan di bawah ini tentu bisa menjadi tolok ukur dari setiap kebijakan pendidikan di Provinsi Maluku, dimana antara lain:
1. Memperluas jangkauan dan daya tampung SD/MI, SMP/MTs, dan

lembaga pendidikan pra sekolah 2. Meningkatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat melalui pengadaan sarana dan prasarana pendidikankan dan pemberian beasiswa. 3. Meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan pra sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

31

4. Terselenggaranya pendidikan dasar dan pra sekolah berbasis pada sekolah dan masyarakat. 5. Membangun sarana dan prasarana pendidikan dasar yang rusak akibat konflik sosial termasuk penanggulangan kekurangan tenaga kependidikan.

Bila ditinjau daeri perspektif kebijakan nasional, telah jelas bahwa pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan antara pemerintah pusat, pemerintah privinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota telah ditetapkan pada berbagai aspek pembangunan pendidikan. Pada aspek kebijakan, pemerintah provinsi berwenang menetapkan kebijakan operasional pendidikan di provinsi sesuai dengan kebijakan nasional. Selain itu, Pemerintah Provinsi juga berwenang mensosialisasi dan melaksanakan standar nasional pendidikan di tingkat provinsi, sekaligus Melakukan koordinasi atas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan penyelenggaraan tenaga kependidikan lintas dan penyediaan untuk fasilitas tingkat pendidikan kabupaten/kota,

pendidikan dasar dan menengah. Dalam aspek kurikulum pemerintah provinsi memiliki kewenangan atau tugas meliputi melakukan koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah. Sekaligus di dalamnya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah. Tentunya, Pemerintah Provinsi juga dituntut mampu melaksanakan melakukan pengawasan terhadap pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan menengah. Hal ini berkait erat dengan pengawasan pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan maupun pengawasan penggunaan buku pelajaran pendidikan menengah. Pada aspek pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan, pemerintah daerah provinsi memiliki kewenangan melakukan perencanaan kebutuhan pendidik. Wewenang demikian juga diikuti oleh

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

32

upaya melakukan pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS antar kabupaten/kota, sekaligus melakukan upaya peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik. Kewenangan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan tidak bisa dilepaskan dari aspek pengendalian mutu pendidikan yang juga diemban kewenangannya oleh Pemerintah Provinsi. Dalam hal ini, pemerintah daerah provinsi berwenang atau bertugas: 1. Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal; 2. Melakukan koordinasi, memfasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian sekolah skala provinsi; 3. Menyediakan biaya penyelenggaraan ujian sekolah skala provinsi; 4. Melaksanakan evaluasi pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal skala provinsi; 5. Melaksanakan evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal skala provinsi; 6. Membantu pemerintah pusat dalam pelaksanaan akreditasi pendidikan dasar dan menengah; 7. Melakukan supervisi dan memfasilitasi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional; 8. Melakukan evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala provinsi. 3.3. Perspektif Standar Pelayanan Publik UUD kebutuhan 1945 mengamanatkan setiap kepada Negara untuk demi memenuhi memenuhi

dasar

warga

negaranya

kesejahteraannya. Efektif tidaknya suatu pemerintahan dapat diukur dari kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Fakta menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia masih dihadapkan pada

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

33

permasalahan sistem pemerintahan yang belum efektif dengan kualitas sumber daya manusia yang belum memadahi. Hakikat pelayanan publik menurut Surjadi (2009:9) adalah suatu kegiatan pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Berkaitan dengan kewajiban tersebut pelayanan publik harus memenuhi tiga unsur yaitu: (1) unsur kelembagaan penyelenggara pelayanan; (2) proses pelayanan publik; dan (3) sumber daya manusia pemberi pelayanan. Sedangkan Pengertian umum pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan undangan. Penyelenggaraan pelayanan publik mengacu pada asas-asas sebagai berikut: (1) kepastian hukum; (2) transparan; (3) daya tanggap; (4) adil; (5) efektif dan efisien; (6) tanggung jawab; (7) akuntabilitas; dan (8) tidak menyalahgunakan kewenangan. Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep SPMbidang pendidikan, sebaiknya kita kaji terlebih dahulu konsep SPMsebagai induk SPMbidang pendidikan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 6 , standar pelayanan minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Adapun pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan ekonomi, social, dan pemerintahan. Standar pelayanan minimal pendidikan dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan daerah kabupaten/kota. Dalam rangka untuk mencapai atau melampaui standar pelayanan minimal, pemerintah daerah harus melakukan upaya pengembangan kapasitas dengan meningkatkan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

34

kemampuan system atau sarana dan prasarana, kelembagaan, personil, dan keuangan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pelayanan dasar dan/ atau Standar Pendidikansecara efektif dan efisien dengan menggunakan prinsip-prinsip tata pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Strategi penting yang harus dilakukan terkait dengan kondisi geografis daerah, misalnya standar tentang pendirian sekolah yang jaraknya paling jauh adalah 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs, standar pelayanan minimal ini tetap harus dipenuhi, dan apabila memungkinkan bisa kita perpendek menjadi 2 km untuk SD/MI dan 4 km untuk SMP/MTs walaupun dengan kondisi geografis kepulauan. Hal ini bisa kita atasi dengan menyediakan sarana prasaran jalan dan ketersedian transportasi yang membantu peserta didik untuk dapat sampai di sekolah. Sebelum membahas prinsip-prinsip Perancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar secara terperinci, berikut ini perlu dikemukakan prinsip-prinsip penyusunan Standar Pelayanan Minimal: 1. SPM disusun sebagai alat pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib pemerintah; 2. SPM ditetapkan oleh pemerintah pusat dan diberlakukan untuk semua pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota; 3. Penerapan SPM oleh pemerintah daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional; 4. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, batas waktu pencapaian; 5. SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas, dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. terbuka, terjangkau, dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

35

Berlandaskan pada prinsip penyusunan Standar Pelayanan Minimal, maka bisa dirumuskan prinsip-prinsip Perancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar ditinjau dari perspektif kebijakan daerah dalam pembangunan pendidikan antara lain; 1. Prinsip Kesamaan dan Ketidaksamaan : Dalam menyusun Perda Standar Pendidikan Dasar hendaknya menentukan standar pelayanan minimal yang ditetapkan di Propinsi Maluku berada di atas SPM yang ditetapkan pemerintah, atau setidaknya sama dengan SPM Pendidikan yang ditetapkan pelayanan. 2. Prinsip Kearifan Lokal : Dalam menyusun Perda Standar Pendidikan Dasar hendaknya selalu melihat potensi/keterbatasan maupun kondisi riil dalam menentukan ukuran SPM Pendidikan untuk tiap-tiap kategori pelayanan. 3. Prinsip Relevansi (Kesesuaian) : Dalam menyusun Perda Standar Pendidikan Dasar hendaknya mengacu kepada peraturan perundangan yang lebih tinggi serta memperhatikan kemampuan daerah/satuan pendidikan serta kondisi masyarakat Maluku dalam melaksanakan amanat Perda Standar Pendidikan. 4. Prinsip Kekuatan dan Keterbatasan : Dalam membuat rancangan Perda tentang Standar pendidikan Dasar hendaknya selalu melihat kekuatan dan juga keterbatasan daerah maupun masyarakat dengan berbagai latar belakang ekonomi, wilayah, dan budaya. 5. Prinsip Kecermatan : Hendaknya dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar selalu berpikir cermat terutama dalam menentukan ukuran satuan standar 6. Prinsip pelayanan Konsistensi minimal : untuk tiap-tiap dalam kategori menyusun pelayanan pendidikan. Hendaknya rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar selalu pemerintah sesuai butir/kategori aspek

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

36

konsisten atau taat terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi (seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan sebagainya). 7. Prinsip kesinambungan : Hendaknya dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar selalu memperhatikan rencana strategi pembangunan bidang pendidikan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan melihat jauh ke depan kea rah tujuan pembangunan bidang pendidikan jangka panjang di Propinsi maluku. 8. Prinsip Prioritas: Hendaknya dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar selalu menetapkan prioritas pada aspek-aspek bidang pelayanan tertentu yang dirasakan sangat mendesak untuk segera dipenuhi dengan standar yang lebih tinggi. Contoh : Jika dihadapkan pada satu masalah, karena keterbatasan pembiayaan, mana yang lebih diutamakan antara aspek jumalh peserta didik dalam suatu rombongan atau aspek jumlah jarak maksimal perjalanan peserta didik ke sekolah. 9. Prinsip Cermat dan Rinci: Hendaknya dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar Pendidikan mengatur secara terperinci dan secara cermat jenis-jenis pelayanan pendidikan secara detail. Rincian tersebut mengacu pada standar pelayanan minimal per aspek sebagaimana yang ditetapkan dalam permendiknas tentang standar pelayanan minimal pendidikan dasar. 10. Prinsip fleksibelitas: Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya bersifat fleksibel ditinjau dari kondisi geografis maupun kultur atau budaya, serta taraf ekonomi masyarakat. 11. Prinsip applicable (praktis): Dalam menyusun rancangan Perda dalam tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya dapat memperhatikan apakah butir-butir ketentuan yang diatur pasal-pasal perarturan daerah tersebut

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

37

diterapkan

atau

dilaksanakan

atau

sebaliknya

sulit

dilaksanakan. 12. Prinsip sederhana: Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya tidak menetapkan standar pelayanan yang mencerminkan sikap berlebih-lebihan dalam kebutuhan pendanaannya untuk tiaptiap jenis pelayanan. 13. Prinsip konkrit : Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menentukan standar pelayanan minimal secara konkrit, rasional, atau dapat dilaksanakan. 14. Prinsip mudah diukur: Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menetapkan standar pelayanan minimal yang mudah diukur untuk setiap jenis pelayanan. 15. Prinsip terbuka: Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menetapkan standar pelayanan minimal secara terbuka, yaitu dengan memperhatikan masukan-masukan atau saran-saran dari semua pihak (stake holder). 16. Prinsip terjangkau: Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menetapkan butir-butir standar pelayanan minimal dengan tetap memperhatikan kemampuan sumber daya daerah baik sumber daya personil (SDM), ketersediaan dana, maupun sumber daya lainnya. 17. Prinsip akuntabel (dipertanggungjawabkan): Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menetapkan butir-butir standar pelayanan minimal dengan mempertimbangkan Artinya, ketentuan aspek standar pertanggungjawabannya.

pelayanan minimal yang kita tetapkan untuk suatu jenis pelayanan memang menuntut untuk ditetapkan dengan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

38

standar minimal tersebut berdasarkan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. 18. Prinsip batas waktu: Dalam menyusun rancangan Perda tentang Standar Pendidikan Dasar hendaknya menentukan batas waktu pencapaian standar pelayanan minimal tersebut.

3.4. Kajian

Perspektif terhadap

Prospek peraturan

Kebijakan daerah

Standar standar

Pendidikan rancangan tentang pendidikan dasar tidak dapat dilepaskan dari visi dan misi pemerintah Propinsi Maluku. Esensi dari serangkaian misi pembangunan daerah sebagaimana yang telah diamanatkan dalam RPJMD 2008-2013 Provinsi Maluku, salah satunya adalah upaya mewujudkan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu pada seluruh tatanan terutama pada Perguruan Tinggi, guna meningkatkan etos kerja dan daya saing, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Esensi misi pembangunan tersebut juga tidak bisa dilepaskan upaya Pemerintah Provinsi Maluku untuk menciptakan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berkepribadian, dinamis, kreatif, dan berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi. Oleh karena itu, berdasarkan sejumlah temuan dalam proses assessment aspirasi stakeholders daerah maka inisiatif bagi terbentuknya Perda Standar Pendidikan Dasar ini akan berimplikasi pada aspek-aspek kebijakan daerah, antara lain;
1. Bahwa inisiatif Perda Standar Pendidikan Dasar diharapkan mampu

menjawab kesenjangan ketersediaan infrastruktur pendidikan di Maluku pasca konflik. Inisiatif Perda ini harus diterjemahkan sebagai awal dari kebijakan nyata dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten untuk lebih fokus menuntaskan persoalan infrastrutur

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

39

dasar pendidikan, tidak sekedar berorientasi pada popularitas politik sesaat, apalagi sekedar berorientasi proyek.
2. Bahwa penyelenggaran urusan pendidikan di Provinsi Maluku

harus memiliki misi sebagai suatu gerakan bersama untuk menjadikan anak didik sebagai subjek dalam proses pendidikan. 3. Bahwa berbagai pengaturan hukum pendidikan harus

memperhatikan kekhasan daerah dalam bingkai besar budaya maritime Provinsi Maluku. 4. Bahwa kebijakan pendidikan harus mendorong secara terus menerus sutau pola manajemen pendidikan yang demokratis. 5. Bahwa pengaturan mengenai arah pengembangan sekolahsekolah perlu ditempatkan sebagai bagian desain pengaturan yang menjunjung tinggi kearifan local Maluku.
6. Bahwa kebijakan

Standar Pendidikan Dasar tidak sekedar

mengadopsi pola penerapan kurikulum model KTSP, di banyak kasus model KTSP telah membebani guru dan mengubahnya menjadi administrator, bukan pendidik.

Karakteristik perancangan Perda Standar Pendidikan Dasar mengacu kepada komponen komponen pendidikan yang merupakan totalitas bentuk pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Prinsip-prinsip khusus tersebut berkaitan dengan 8 Standar Nasional Pendidikan ditambah dengan komponen-komponen lainnya yang dianggap perlu. Dengan demikian prinsip-prinsip khusus dalam perancangan Perda Standar Pendidikan harus mengacu pada : (1) Isi Kurikulum Pendidikan; (2) Proses pendidikan; (3) Kompetensi Lulusan; (4) Tenaga Pendidik dan kependidikan; Pengawasan; (5) Sarana dan prasarana; (6) Manajemen dan Pengelolaan; (7) Penilaian; (8) Pembiayaan; (9) Monitoring atau

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

40

Dalam kerangka pemikiran demikian, maka jenis jenis pelayanan yang harus distandarkan dalam Perda Standar Pendidikan Dasar Propinsi Maluku, hendaknya merupakan penjabaran secara lebih terperinci dari jenis-jenis pelayanan minimal pendidikan sebagaimana yang telah distandar minimalkan oleh pemerintah pusat. Sebagai contoh, adanya supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah bukan hanya mengatur tentang frekuensi melakukan supervise dalam satu semester, tetapi juga mengatur tentang berbagai hal yang harus distandarkan berkaitan dengan hal-hal yang menjadi sasaran supervisi, seperti, instrumen supervisi sebagai alat pengukuran kelayakan kinerja guru, kelayakan RPP, ketepatan media dan alat peraga yang digunakan, dan sebagainya. Selain kedua jenis pelayanan tersebut, dalam Perda seharusnya juga diatur tentang standar pelayanan minimal secara internal, yaitu pelayanan terkait dengan urusan administrasi dan kepegawaian pendidik dan tenaga kependikan atau pihak-pihak lain yang berada di lingkup pendidikan. Hal ini dilakukan untuk merespon pelayanan kepegawaian secara umum, dan termasuk pelayanan administrasi dan kepegawaian di lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional. Mengacu pada prinsip kearifan lokal dalam perspektif psikologis pasca konflik di Ambon, perlu dirancang suatu regulasi pendidikan yang menitik beratkan pada aspek pemulihan kondisi psikologi serta penanaman sikap saling menghargai perbedaan pada diri peserta didik. Kearifan lokal yang harus dijadikan sebagai acuan dalam menyusun Rancangan Perda Standar Pendidikan antara lain adalah: 1. Dengan memperhatikan kondisi geografis (Maluku sebagai wilayah kepulauan), lingkungan budaya (tera culture dan aqua culture), 2. Latar belakang sosial masyarakat, termasuk menyikapi kondisi trauma atas konflik horisontal. 3. Kearifan lokal dalam perancangan Perda Standar Pendidikan Dasar juga harus mengacu pada latar belakang demografi, aspirasi masyarakat, kebijakan pembangunan pendidikan daerah, masalahmasalah aktual, prospek kebijakan perda Standar Pendidikan Dasar di Propinsi Maluku, implikasi manfaatnya bagi peningkatan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

41

pelayanan

pendidikan

di

Propinsi

Maluku,

serta

implikasi

dampaknya bagi masyarakat Maluku. Rincian berbagai jenis pelayanan pendidikan yang

distandarminimalkan sebagaimana yang telah diuraikan tersebut harus dijabarkan dalam bentuk peraturan yang lebih spesifik sesuai karakteristik kondisi geografis, demografi, dan sosial budaya, serta potensi daerah sebagai wujud kearifan lokal.

BAB IV RUANG LINGKUP PENGATURAN DAN MATERI MUATAN PERDA Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sebagai kerangka hukum yang mengatur mengenai pendidikan nasional mengatur secara tegas perlunya diatur mengenai standar nasional pendidikan. Pasal 35 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mengatur bahwa Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Sedangkan ayat (2) UU Sisdiknas mengatur lebih lanjut bahwa standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Standar nasional pendidikan menurut Pasal 1 angka 17 UU Sisdiknas adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Permendiknas No. 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar menjabarkan lebih jauh pengaturan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

42

standarisasi pelayanan untuk pendidikan dasar. Permendiknas tersebut mendefinisikan

Pasal 1 ayat 1 minimal

standar pelayanan

pendidikan dasar yang disebut dengan Standar Pendidikanyaitu tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan daerah kabupaten/kota. Ketentuan tersebut tentunya merupakan penjabaran lebih lanjut dari PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang pada Pasal 1 angka 1 mengatur mendefisinikan pengertian standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Pasal 2 ayat 1 PP tersebut mengatur ruang lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. Standar isi; b. Standar proses; c. Standar kompetensi lulusan; d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. Standar sarana dan prasarana; f. Standar pengelolaan; g. Standar pembiayaan dan f. Standar penilaian pendidikan. Standar Isi yang diatur meliputi semua pelajaran dan bidang keahlian pada jalur formal dengan memasukkan muatan lokal sebagai keunggulan daerah. Muatan lokal pada semua jenjang pendidikan yang meliputi Pendidikan Budi Pekerti, Budaya Daerah, Pengenalan Kewilayahan Daerah, Pengenalan Obyek Wisata Daerah, Bahasa Inggris Komunikasi Masyarakat Global, Bahasa Daerah, ketrampilan kerajinan, Seni Menyanyi dan budaya bahari. Pendidikan Budi Pekerti, Budaya Daerah, Pengenalan Obyek Wisata Daerah, Pengenalan Potensi dan Penanggulangan Bencana di Daerah, Bahasa Inggris Komunikasi Masyarakat Global dilaksanakan dengan pembelajaran secara terintegrasi dalam mata pelajaran yang lain. Satuan pendidikan pada jenjang SMP wajib memberikan paling sedikit 1 (satu) mata pelajaran bahasa asing. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Standar Isi Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Standar Proses dimaksudkan agar setiap satuan pendidikan wajib: 1. memilih dan menggunakan model pembelajaran, pendekatan, metode, strategi atau teknik yang sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar;

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

43

2. melakukan pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran secara efektif dan efisien;
3. mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat mengaktifkan

peserta dalam

didik,

inovatif,

kreatif,

efektif,

menyenangkan

dan

menantang serta memberikan keamanan kepada peserta didik mengikuti pembelajaran. Pelaksanaan mengenai pendekatan, metode, strategi, teknik, serta proses pembelajaran diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pengaturan mengenai standar pelayanan minimal pendidikan juga disinggung dalam Permendiknas pelayanan instrumen minimal untuk di bidang No. 63 Tahun 2009 tentang Sistem pendidikan tercapainya yang mutu terdapat dalam Penjaminan Mutu Pendidikan. Kiranya, pengaturan mengenai standar Permendiknas No. 63 Tahun 2009 dimaksudkan sebagai salah satu mewujudkan pendidikan, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permendiknas No. 9 Tahun 2009 adalah terwujudnya tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya mewujudkan mutu pendidikan antara lain melalui standar pelayanan pendidikan tercermin dari pemaknaan penjaminan mutu pendidikan yaitu kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerntah daerah, Pemerintah dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Sehubungan dengan kewenangan dalam melakukan pengawasan terwujudnya penjaminan mutu Pasal 8 ayat 1, 2 dan 3 Permendiknas No. 63 Tahun 2009 mengatur pembagian kewenangan (power sharing) dalam melaksanakan supervisi, pengawasan, evaluasi, saran, arahan dan/atau bimbingan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Perlunya pengaturan mengenai standar pelayanan pendidikan pada level Provinsi sebagai acuan penerapan standar pelayanan pendidikan oleh satuan pendidikan pada level kabupaten/kota

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

44

diperkuat dengan PP No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi. Pasal 3 ayat (1) huruf d PP No. 19 Tahun 2010 mengatur bahwa Gubernur sebagai wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan berupa kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi melaksanakan pembinaan, supervisi dan fasilitasi dalam pelaksanaan standar pendidikan dasar. Pemerintah Kabupaten/Kota pendidikan mengatur oleh pelaksanaan satuan dan pengawasan standar dasar setiap pendidikan. Bupati/Walikota

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai Standar Pendidikanyang dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota dan masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai Standar Pendidikansecara operasional dikoordinasikan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai Standar Pendidikandilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. Setiap penyelenggara pendidikan wajib memiliki ijin penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan. Standar Kompetensi Lulusan perlu ditentukan agar kompetensi seluruh matapelajaran atau kelompok matapelajaran atau bidang keahlian yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Standar menentukan standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam kompetensi lulusan daerah, mempertimbangkan: a. nilai minimal pada penilaian akhir untuk peserta didik telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. nilai minimal rata-rata semua mata pelajaran dan nilai minimal tiap mata pelajaran hasil ujian sekolah; c. nilai minimal rata-rata semua mata pelajaran dan nilai minimal tiap mata pelajaran hasil ujian nasional; Pengaturan lebih lanjut mengenai Standar Kompetensi Lulusan Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

45

Pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Standar pendidik perlu ditetapkan agar jalur pendidikan formal minimal memiliki pendidikan S1 atau D-IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya, serta memiliki kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesi pendidik. Bagi penilik wajib memiliki kompetensi sebagai penilik, lulus seleksi sebagai penilik dan pernah berstatus sebagai pamong belajar pada pendidikan nonformal atau pernah menjadi pengawas satuan pendidikan formal. Ketentuan mengenai Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan daerah Kabupaten/Kota. Standar Sarana dan prasarana perlu diatur agar setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, pengembangan bakat dan minat peserta didik yang teratur dan berkelanjutan (long-life skill). Pemberian layanan pendidikan pada satuan pendidikan menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki daerah atau satuan pendidikan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki minimal salah satu sarana / prasarana pendidikan yang mendukung muatan lokal daerah. Standar sarana dan prasarana daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Standar Pengelolaan perlu diatur agar pengelolaan pada satuan pendidikan harus menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, akuntabilitas, dan inovatif. Pengelolaan pengembangan satuan pendidikan meliputi pengembangan jangka panjang, jangka menengah dan program tahunan. Setiap satuan pendidikan harus mengembangkan dan mengelola sistem informasi manajemen (SIM). Ketentuan mengenai standar sarana dan prasarana Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

46

Standar Penilaian Pendidikan meliputi penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian meliputi penilaian tertulis, penilaian sikap, penilaian portofolio, dan penilaian keterampilan dikembangkan dengan menggunakan prinsip penilaian yang akuntabel, transparan, kebermaknaan, berkesinambungan, dan mendidik. Penilaian meliputi penilaian pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendidik wajib melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku peserta didik melalui observasi sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu semester. Hasil penilaian sikap dan perilaku menjadi bahan pertimbangan kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. Satuan pendidikan menilai pelaksanaan dan pelaporan tertulis hasil kerja sosial sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikannya sekurang-kurangnya satu kegiatan sosial dalam 1 (satu) semester. Ketentuan mengenai Standar Penilaian Pendidikan Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM merupakan kewenangan kabupaten/kota. Provinsi melakukan supervisi dan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM. Sementara lebih teknis maka pemenuhan SPM pendidikan menjadi tanggung jawab: a. Satuan atau program pendidikan formal; b. Penyelenggara satuan atau program pendidikan formal; c. Pemerintah kabupaten/kota; dan d. Pemerintah Provinsi. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar meliputi : a. Pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota: 1. Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki paling banyak 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil; 2. Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang. Untuk setiap rombongan belajar

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

47

tersedia paling sedikit 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis; 3. Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan paling sedikit 1 (satu) set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik; 4. Di setiap SD/MI dan SMP/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru; 5. Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan; 6. Di setiap SMP/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia 1 (satu) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik; 7. Di setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik; 8. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% atau keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%; 9. Di setiap SMP/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing 1 (satu) orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris; 10. Di setiap kabupaten/kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akadmeik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

48

11.

Di

setiap

kabupaten/kota

semua

kepala

SMP/MTs

berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik; 12. Di setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikata pendidik; 13. Pemerintah Provinsi memiliki cetak biru (blue print) kebijakan fasilitasi dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar dan menengah sesuai SPMoleh pemerintah kabupaten/kota; 14. Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakankegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif sesuai visi dan misi pendidikan Provinsi; 15. Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 (tiga) jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan. b. Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan. 1. Setiap SD/MI menyediadakan buku teks yang sudah kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata ditetapkan

pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika. IPA dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik; 2. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik; 3. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA; 4. Setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi; 5. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, menilai hasil

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

49

pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan; 6. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut: a) Kelas I-II b) Kelas III c) Kelas IV-VI d) Kelas VII-IX 7. 8. : 18 jam per minggu; : 24 jam per minggu; : 27 jam per minggu; : 27 jam per minggu.

Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan Setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan

pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku; pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap pelajaran yang diampunya; 9. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik; 10. 11. Kepala Sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester; pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik; 12. Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan Kabupaten/Kota 13. Setiap rekapitulasinya atau Kantor pendidikan kepada Dinas Pendidikan Agama di Kementerian menerapkan

Kabupaten/Kota pada setiap akhir semester; dan satuan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS). Beberapa istilah yang perlu didefinisikan dalam Perda Standar Pendidikan Dasar sebagai berikut:

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

50

1. Provinsi adalah Provinsi Maluku; 2. Kabupaten/kota adalah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Maluku; 3. Daerah adalah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Maluku; 4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Maluku dan/atau Pemerintah Kabupaten/kota di daerah Provinsi Maluku; 5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerinahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 6. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indinesia Tahun 1945; 7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku. 8. Gubernur adalah Gubernur Maluku. 9. Standar pendidikan dasar adalah standar dalam penyelenggaraan pendidikan dasar yang terdiri dari standar pendidikan dan standar pelayanan minimal pendidikan dasar; 10. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh daerah Provinsi Maluku;
11. Standar Pelayanan Minimal pendidikan Dasar selanjutnya disebut

Standar Pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan daerah kabupaten/kota; 12. Mutu adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional; 13. Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan;

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

51

14. Peraturan Daerah, selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah Provinsi Maluku atau peraturan daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Maluku;
15. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD

adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan ditetapkan dengan peraturan daerah;

BAB V PENUTUP Penerbitan suatu regulasi daerah dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Standar Pendidikan Dasar di Provinsi Maluku menjadi salah pilihan strategis dalam upaya pengaturan secara legal formal pengembangan akses dan mutu pelayanan pendidikan dasar di Provinsi Maluku. Hal ini tidak tidak terlepas dari kondisi existing kualitas sumberdaya manusia dalam dinamika pembangunan Maluku yang masih tertinggal dan membutuhkan berbagai intervensi kebijakan. Di dalam Peraturan daerah ini nantinya diharapkan mampu dilahirkan serangkaian peluang kebijakan hukum, antara lain; 1) Meningkatkan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua anak usia pendidikan dasar, dengan target utama daerah dan masyarakat miskin, terpencil, dan terisolasi. 2) Peningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan dengan menerapkan standar nasional pendidikan sebagai acuan dan rambu-rambu hukum untuk meningkatkan mutu berbagai aspek pendidikan di Provinsi Maluku termasuk mutu pendidik dan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

52

tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana pendidikan, kompetensi lulusan, pembiayaan pendidikan dan penilaian pendidikan, 3) Meningkatkan anggaran pendidikan untuk dapat dari APBD sesuai amanat UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4) Mendorong

pelaksanaan

otonomi

dan

desentralisasi

pengelolaan pendidikan sampai dengan satuan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan.


5) Memperkuat

manajemen

pelayanan

pendidikan

dalam

rangka membangun pelayanan pendidikan yang amanah, efisien, produktif dan akuntabel melalui upaya peningkatan tata kelola yang baik (good governance) kelembagaan pendidikan. 6) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan termasuk meningkatkan peran dan fungsi komite sekolah dan dewan pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis sekolah dan masyarakat yang mencakup proses perencanaan, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pendidikan. Berdasarkan peluang optimalisasi kebijakan hukum di atas, kiranya menjadi sangat strategis bagi Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera melaksanakan penyusunan Peraturan Daerah Tentang Standar Pendidikan Dasar. Peraturan Daerah tersebut nantinya akan menjadi pedoman dasar bagi semua stakeholder pendidikan, khususnya dalam penyelenggaraan sub bidang Pendidikan Dasar. Dengan demikian, pencapaian tujuan pembangunan pendidikan di Provinsi Maluku akan tercapai dalam suatu skema produk hukum daerah dimana di dalamnya terkandung aspek legalitas yang memayungi kebijakan standar pelayanan dasar dan standar mutu yang jelas dan terukur.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

53

DAFTAR PUSTAKA Ali, Madekhan, Inovasi dan Pembaharuan Dalam pendidikan, Manual

Kuliah Sosiologi Pendidikan, UNISDA, Lamongan, 2008. BPS Maluku, Maluku Dalam Angka 2010, Ambon, 2010 BPS Maluku, Indikator Pembangunan Manusia Provinsi Maluku 2009, Ambon, 2010. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Maluku Tahun 2009 Renstra Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku Tahun 2008-2013 Salatalohy, Fahmi dan Pelu, Rio (Ed), Nasionalisme Kaum Pinggiran, Dari Maluku, Tentang Maluku, Untuk Indonesia. Surjadi. (2009). Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: Refika Aditama Tim FGD. (2010). Input Peserta FGD Kota Ambon dan Seram Bagian Barat terhadap Inisiatif Peraturan Daerah tentang Standar Pelayanan Pendidikan. Tim FGD. (2010). Pendidikan. Peraturan Perundangan: Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. PP. No. 38 Tahun 2007. Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota. PP. No. 65 Tahun 2005. Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Lembaran Negara republik indonesia Nomor 150. Bahan Focus Group Discussion Penyusunan Rancangan Perda Propinsi Maluku tentang Standar Pelayanan

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

54

Kepmendiknas

No. 15

tahun

2010.

Standar

Pelayanan

Minimal

Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Maluku Tahun 20082013.

Naskah Akademik Ranperda Standar Pendidikan Dasar - Maluku

55

You might also like