You are on page 1of 9

29 Juli 2008, 17:20:30 oleh admin Kategori Kesehatan Kesehatan Reproduksi Remaja PENGERTIAN Kesehatan reproduksi menurut WHO

adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. 16 Agustus 2008, 03:04:05 oleh admin Kategori Kesehatan INFO HIV AIDS HIV AIDS ering kita dengar tapi anehmnya masih ada banyak teman teman kita selalu mencoba bermain main mendekatinya , dengan cara langsung atau tidak langsung , yang lebih menghawatirkan menurut survei dinas kesehatan mencatat banyaknya wanita tuna susila yang masih dibawah umur.Sungguh sungguh menghawatirkan. lewat situs ini mudahan kita merasa ngeri dengan HIV AIDS sehingga kita akan lebih bisa dewasa dan bertangguingjawab mengenai sekssuallitas. untuk teman teman yang mau kirim artikel silakan bisa mengontak kami , atau langsung jadi memberkami dan nikmati LEBIH SEHAT LEBIH GAYA.. 11 Pebruari 2010, 12:21:50 oleh wkag Kategori Kesehatan NARKOTIKA PERLU DIPAHAMI Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis. Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang

begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba. * Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LSD * Stimulan , efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu , dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu * Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw * Adiktif , Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya ganja , heroin , putaw * Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian * Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis opioid alkaloid. Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya adalah diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk kristal putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan. * Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual

penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang. [sunting] Kontroversi Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan bahan kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Diantara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euphoria (rasa gembira) yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para pengguna tertentu. Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para spara eniman dan musisi. Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di pengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern "Cannabis indica" yang berasal dari India dengan "Cannabis sativa" dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia. Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu, dimana dalam golongan tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan Methamphetamin). Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, dimana hampir semua unsur yang ada padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu. 13 Pebruari 2010, 01:45:16 oleh nans Kategori Kesehatan Reproduksi Remaja PENDIDIKAN REPRODUKSI SESUAIKAN USIA ANAK *** SIAPA yang mengajarkan pendidikan seks kepada anak bila orang tua bercerai, ayah atau ibu? Bagaimana menerangkan kepada anak yang memergoki kedua orang tuanya sedang melakukan hubungan intim? Lalu bagaimana

menjawab pertanyaan anak perempuan yang bertanya mengapa ia tidak memiliki penis seperti anak lelaki? Beberapa pertanyaan itu diajukan para orang tua pada seminar Teaching Your Children about Sex, yang diselenggarakan Sekolah Lentera Internasional (SLI), Sabtu (16/4) di Jakarta. Saat menanggapi berbagai pertanyaan tersebut, pembicara pada seminar tersebut, Vania Djohan Salim, mengingatkan para orang tua agar semakin memerhatikan perkembangan anak-anak mereka. Berbagai informasi yang diserap anak bisa berakibat negatif, jika tidak diberi bimbingan. Terlebih dengan maraknya tontonan di televisi dan internet yang bisa diakses secara bebas oleh anak. "Ketika anak sudah bertanya masalah yang menyerempet soal seks, saat itulah orang tua harus mulai memberikan pendidikan seks," kata alumnus Oregon State University, AS, dalam ilmu psikologi bisnis ini. Menurut Vania, seperti dilansir MIOL, bila anak perempuan bertanya mengapa ia tidak punya penis atau sebaliknya, anak lelaki bertanya mengapa ia tidak punya vagina, orang tua jangan menganggap pertanyaan itu sebagai hal yang memalukan. ''Berikan penjelasan positif, yakni penghargaan terhadap organ-organ kelamin. Terangkan perbedaan antara vagina dan penis. Misalnya, kenapa ia tidak memiliki penis karena perempuan. Perlihatkan kepada anak, Anda lebih mengetahui permasalahan dibanding temantemannya,'' jelas Direktur SLI ini. Kendati demikian, tambah Vania, pemberian pendidikan seks harus memerhatikan usia anak. Bagi anak berusia 3-8 tahun, pelajaran diberikan hanya pada masalah organ tubuh serta fungsinya. Bagi anak berusia 8-13 tahun materi ditingkatkan dengan big talk dan follow up-nya. Usia 11-16 tahun, anak diperkenalkan mengenai sikap terhadap seks. ''Pada usia 15-19 tahun kembangkan pengetahuan seks anak dengan masalah keyakinan dan norma-norma.'' Kesehatan reproduksi: Untuk menghadapi anak yang memergoki orang tuanya berhubungan intim, Vania meminta orang tua tersebut mengorek pendapat anak tentang hal yang dilihatnya. Bila perlu, anak diberikan penjelasan tentang hubungan suami istri, masalah cinta, komitmen, dan pernikahan. "Terutama pada anak remaja biasanya, mereka bisa diajak berdialog dan berdiskusi secara terbuka," tambah psikolog sekaligus konsultan keluarga ini. Sedangkan pada orang tua yang bercerai, Vania meminta agar orang tua tetap harus memberikan pendidikan seks pada anaknya. Caranya, mereka memosisikan diri untuk memberi penjelasan pada anak. "Jika pada keluarga modern, anak bisa diposisikan sebagai teman. Sehingga penjelasan orang tua lebih bisa diterima anak," tutur Vania.

Lebih lanjut, Vania meminta para orang tua untuk menanamkan pemahaman kesehatan reproduksi kepada anak-anaknya. Awalnya mungkin hanya berkisar pada masalah kebersihan. Kemudian, anak mulai diajarkan masalah risiko dari berhubungan seks. Misalnya, masalah kehamilan, pelecehan seksual, dan seputar penyakit seksual bila berhubungan seks tidak sehat, dan terlalu dini. (miol) 13 Pebruari 2010, 01:39:50 oleh nans Kategori Kesehatan Reproduksi Remaja CINTA DAN SEKS YANG BENAR, PERLU DIKETAHUI REMAJA Dokter Andik Wijaya, MRepMed, amat tepat mengisahkan hubungan cinta dua remaja Amnon bin Daud di depan siswa siswi Sekolah Bina Bangsa Semarang, Jumat (29/1). Kisah yang tercatat dalam II Samuel 13:1-39 ini, bagus untuk member contoh pada remaja bagaimana Amnon dan Tamar tidak beruntung karena memilih dan melakukan hal yang salah dalam hidup mereka. Alkisah, Amnon bin Daud mempunyai seorang adik perempuan cantik bernama Tamar. Amnon jatuh cinta kepada Tamar. Hati Amnon sangat tergoda sehingga dia jatuh sakit karena Tamar. Tamar seorang gadis remaja yang masih perawan sehingga Amnon beranggapan mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap Tamar. Akhir cerita, Absalom, juga remaja yang masih saudara Amnon dan Tamar membenci Amnon, lalu membunuhnya. Dosa seksual, air mata dan darah, terus mengalir dalam kehidupan keluarga Daud. Semua terjadi karena perilaku seks bebas di kalangan remaja yang tidak dapat dikendalikan, ujar Andik dalam kata kesimpulannya mengenai kisah tragis percintaan dua remaja Amnon dan Tamar itu. Ada tiga hal yang menjadi penyebab kejadian tragis itu. Pertama, menurut Andik, Amnon memilih bersahabat dengan remaja yang tidak atau belum mengerti tentang kebenaran. Kedua, Amnon hidup dalam lingkungan yang permisif dan ketiga, Amnon bertemu dengan remaja putri yang kompromis. Andik menjelaskan, ketertarikan seksual adalah hal normal bagi semua orang karena faktor internal hormonal dan eksternal stimuli. Hampir semua remaja pernah mengalami situasi seperti Amnon. Tidak ada yang salah. Dalam situasi seperti ini, remaja perlu diitolong untuk memahami apa yang terjadi, sehingga mengerti apa perbedaan antara cinta, seks, dan nafsu. Seperti apa cinta dan seks yang benar, katanya dalam seminar tentang pendidikan seks di Function Hall lantai tiga Sekolah Bina Bangsa di Jalan Jangli Boulevard, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/1). Seks bebas di kalangan remaja banyak sekali dipengaruhi oleh pergaulan. Dalam tayangan film barat yang sering remaja tonton, misalnya, pelajaran seks yang diperoleh adalah tanpa cinta, kopmitmen, pernikahan dan risiko. Padahal apa yang ditunjukkan oleh film-film maupun sinetron, sama sekali tidak sama dengan kehidupan nyata.

Andik berpendapat, tragedi keluarga Daud yang terkisahkan di atas, sebetulnya bisa dicegah. Orang tua, sekolah, seyogianya bisa menjadi sahabat-sahabat yang baik di kala remaja sedang dilanda dan jatuh cinta. Pastikan orang tua, sekolah dan gereja, terus menerus menyampaikan standar kekudusan seksual pada pelajar dan remaja, katanya berpesan. Kepala Sekolah Bina Bangsa, Yuliana Puspitasari, menjelaskan, kegiatan seperti seminar pendidikan seks merupakan agenda rutin bulanan sekolah dengan mengangkat tema-tema yang relevan dengan remaja. Ini cocok dengan program KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) BKKBN (Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Kami memang sengaja menyelenggarakan ini untuk kelas 5 SD hingga SMA. Sebab, anak SD sekarang sudah sering bicara soal pacaran. Padahal mereka belum tahu apa sebenarnya arti pacaran, kata Yuliana Puspitasari.(ken/sm). 13 Pebruari 2010, 01:46:47 oleh nans Kategori Kesehatan Reproduksi Remaja MAHASISWA BELUM BANYAK TAHU DAMPAK SEKS PRA NIKAH SEMARANGbkkbn online: Banyak mahasiswa melakukan seks di luar nikah karena belum tahu dampak perilaku seks di luar nikah dan seks tidak aman. Penyebabnya, mahasiswa belum menjadi sasaran program kesehatan reproduksi remaja, baik oleh pemerintah, maupun kalangan perguruan tinggi. Kalangan remaja sudah masuk dalam sosialisasi kesehatan reproduksi dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), tetapi belum menjangkau lingkungan perguruan tinggi. "Padahal, potensi terjadinya perilaku seksual di kalangan mahasiswa lebih besar," ungkap Ketua Jaringan Epidemologi Nasional (JEN) Siti Pariani dalam Temu Nasional Kesehatan Seksual Mahasiswa di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Selasa (26/5). Dalam pertemuan yang dihadiri oleh 38 universitas dari 14 kota di Indonesia itu Pariani mengatakan, pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi penting untuk membuat generasi muda yang melakukan seks pra nikah bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Jika melakukan hubungan seks pra nikah adalah pilihan, maka mereka juga harus mengetahui konsekuensinya. Perilaku seksual remaja yang bermasalah dan harus disoroti adalah seks di luar nikah, seks tidak aman, dan seks berganti-ganti pasangan. Perilaku tersebut dapat berakibat fatal bagi remaja karena berisiko tinggi terhadap timbulnya kehamilan di luar nikah, tertular penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, aborsi yang tidak aman, hingga kematian. Konsekuensi-konsekuensi itu yang selama ini tidak diketahui oleh mahasiswa yang melakukan kegiatan seksual. Nugroho Widyatmono, mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang yang tergabung dalam Tim Peneliti Perilaku Seksual Mahasiswa Undip,

menyebutkan, kebanyakan mahasiswa yang melakukan hubungan seksual beralasan karena tidak dapat menahan hasrat mereka. "Banyak juga yang tidak mengetahui dampak dari intercourse yang dilakukan dengan pasangannya. Kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual tidak banyak disadari," ujar Nugroho. (sz-kc) 15 Pebruari 2010, 09:37:58 oleh nans Kategori Kesehatan Reproduksi Remaja TATKALA ANAK MUDA \'NGEMPET\' MENIKAH ^^^SEKS adalah kebutuhan setiap manusia. Namun jika penyalurannya tidak tepat, bisa berubah menjadi malapetaka. Berbagai penyakit menular seksual (PMS) bisa menghinggapi para pelaku seks yang tidak bertanggung jawab. Tidak hanya itu, calon bayi tak berdosa juga menjadi korban ketika orang tuanya memutuskan untuk melakukan aborsi, karena kehamilan yang tak diinginkan. Kurangnya pengetahuan seputar kesehatan reproduksi (kespro) adalah salah satu penyebab mengapa hal itu sampai terjadi. Mahasiswa yang notabene adalah kaum well informed/educated juga tidak semuanya memiliki pengetahuan yang memadai tentang hal itu. Lokasi kampus dan kos-kosan yang sepi karena berada di pinggir kota, ternyata menjadi salah satu pemicu maraknya seks bebas. Hal itu diungkapkan psikolog Undip, Hastaning Sakti, di sela-sela seminar Upaya Peningkatan Kesehatan Seksual di Kalangan Mahasiswa di Semarang, Surabaya, dan Jakarta di Gedung Antonius Unika Soegijapranata belum lama ini. ''Bukanlah hal yang mudah menahan keinginan untuk berhubungan intim bagi yang sudah pernah melakukannya. Menurut saya, mahasiswa lebih kawin muda daripada 'ngempetisme' gagal.'' Tahu kespro: Acara itu diprakarsai Jaringan Epidemi Nasional (JEN) dan Ford Foundation (FF), dihadiri 50 peserta utusan mahasiswa, antara lain dari Universitas Katolik, Universitas Diponegoro, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Negeri Semarang. Pada seminar itu, para mahasiswa dari setiap perguruan tinggi memaparkan hasil angket dan kegiatan sosialisasi seputar kespro di kampus masing-masing. Ada yang menggelar layanan konseling seks, talk show seks, dan sebagainya. Menurut Hastaning, semua orang harus memiliki pengetahuan kespro.

Sedangkan alasan dia memberi perhatian lebih pada mahasiswa/pelajar untuk menjaga kespro, karena efek psiko sosial yang akan menimpa mereka jauh lebih besar. Misalnya dibandingkan anak jalanan atau PSK jika yang bersangkutan terjangkit PMS atau hamil di luar nikah. Ketua Layanan Konseling Unika, Lita Widyohastuti me nuturkan, kegiatan itu merupakan tindak lanjut kegiatan participatory rapid appraisal (PRA) para mahasiswa di kampus masing-masing. ''Meski mungkin mahasiswa sudah mendapatkan pengetahuan seks dari luar, pihak kampus tetap bertanggung jawab dan akan mendampingi mereka untuk memberikan penyadaran akan kespro.'' (cn/her) 15 Pebruari 2010, 09:50:49 oleh wkag Kategori HIV dan AIDS MAKNA JURNALISME & AIDS Pemberitaan kasus orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menimbulkan pertanyaan tentang makna jurnalisme. Sensasi tentang ODHA kerap diekspose sebagai satu pihak yag berhadapan dengan pihak lain di ruang publik karena memiliki nilai jual. ODHA di Indonesia, sejak awal, telah mengalami stigmatisasi dan diskriminasi. Jurnalis kerap dalam pemberitaanya menghakimi atau menonjol-nonjolkan hal negatif atau kelamnya kehidupan masala lalu para ODHA. Stigmatisasi ini tidak seluruhnya benar. Bahwa memang benar jurnalisme terkait dengan fakta-fakta kehidupan manusia. Fakta yang penting dan menarik akan memenuhi keingintahuan publik. Fakta dipandang penting jika dapat bermanfaat dalam kehidupan publik. Fakta dipandang menarik lantaran memenuhi motivasi psikis, menyenangkan bagi publik. Namun, celakanya, semuanya itu untuk tujuan komoditas. Kepentingan media berdiri di belakang. Sangat tidak bijak kalau pemberitaan masalah HIV/AIDS berkutat pada pertanyaan dari mana infeksi berasal. Pertanyaan itu akan mereduksi persoalan dan dengan mudah menjerumuskan orang pada teori kambing hitam dan menghakimi korban, ujar ujar Maria Hartiningsi, wartawati Kompas, yang juga adalah aktivis HIV/AIDS. Banyak pandangan mengarah, bahwa penyelenggaraan media massa di Indonesia dewasa ini telah memasuki kapitalisasi. Dinamika suatu fakta bergerak demi nilai jual yang kerap dipenuhi sensasionalisme. Setiap fakta selalu dilihat dengan sudut pandang pertentangan. Dan, setiap wacana mengarah kepada pemenang. Hanya media pers yang berada dalam tatanan yang sama dengan khalayak yang menganut paham haus kemenangan akan menjadi media yang dominan di pasar. Orientasi jurnalisme haus kemenangan bisa jadi mendominasi publik.

Saya sering menengarai bagaimana jurnalis menempatkan dirinya sebagai pihak yang menghakimi dengan menggunakan standar-standar moral tertentu melalui pemilihan narasumber dan narasinya, yang diyakini sebagai perangkat yang benar secara absolut, ujar Maria Hartiningsih. Maka, apakah jurnalisme memang hanya sebatas tehnik untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya? Apakah jurnalis sebagai tukang cetak akan membuat penderitaan terhadap obyek yang diceritakannya? Sesungguhnya, jurnalisme merupakan sarana paling potensial untuk mensosialisasikan informasi mengenai HIV/AIDS secara serentak kepada masyarakat luas. Supaya efektif dan efisien, pesan-pesan yang disebarluaskan harus benar, lengkap dan akurat. Ketidakjelasan atau bahkan kekeliruan sebuah informasi atau data akan berakibat fatal dan luas dengan terbentuknya kepecayaan, stereotype, dan mitos yang salah serta tidak mudah untuk dikoreksi kembali. Kacau dan kerap melibatkan sensasionalisme, vulgarisme dan stigmatisasi, adalah cap yang diberikan untuk liputan media pers tentang HIV/AIDS. Iklan pers dinilai masih belum terbuka dan jarang mendidik masyarakat tentang penggunaan kondom dan seks yang aman. Pendidikan seks di masyarakat masih dianggap tabu. Padahal, diskusi terbuka mengenal hal itu sangat diperlukan. Bayangkan, betapa besar sesungguhnya tanggungjawab umat manusia untuk mencegah penularan HIV/AIDS, khususnya pada anak-anak yang tidak bersalah dan orang-orang yang termajinalisasi. Seharusnya pula media dapat menampilkan kisah-kisah seputar HIV/AIDS yang dapat menimbulkan rasa empati (ikut merasakan penderitaan orang lain) terhadap spectrum perilaku manusia, serta mengembangkan strategi pencegahan yang efektif. Pilihan terbaik, adalah memotret kehidupan mereka sebagai survivor dan segala hal yang menyangkut optimisme hidup. Jurnalisme empati bekerja di arah itu, ujar Maria Hartiningsih. Media selayaknya bertindak demikian. Karena HIV/AIDS bagian dari permasalahan kesehatan reproduksi yang mengancam terwujudnya keluarga berkualitas. Pasalnya, virus mematikan ini dapat menjangkiti siapa saja. Mulai dari diri sendiri, suami, istri, anak, kerabat, dan sahabat. Karenanya, para jurnalis hendaknya sadar bahwa HIV/AIDS merupakan masalah bersama umat manusia, dan bukan penyakit kutukan Tuhan. (sara)

You might also like