You are on page 1of 62

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah diktat teori belajar dan pembelajaran telah selesai disusun guna memenuhi kebutuhan belajar mahasiswa S1 Tarbiyah STAIN Malikussaleh Lhokseumawe. Buku ini disusun dengan silabus mata kuliah teori belajar dan pembelajaran oleh karena itu, isi buku ini merupakan kumpulan terjemahan, sanduran atau ikhtisar dari buku-buku teks wajib mata kuliah teori belajar dan pembelajaran. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun spiritual sehingga terselesaikannya diktat ini, dalam penulisan diktat ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu, maka penulis minta maaf dan juga mengharap kepada pembaca agar memberikan sumbangan pikiran demi kesempurnaan diktat ini. Harapan penulis semoga diktat ini dapat berguna bagi semua mahasiswa umumny dan bagi penulis khususnya dan akhir kalam hanya kepada Allah tempat kita berserah diri.

Lhokseumawe, 1 Oktober 2009 Penulis

DAFTAR ISI

A. Pengertian Teori Belajar Dan Pembelajaran B. Fungsi Teori Belajar C. Kegunaan Teori Belajar D. Perbedaan Teori Belajar Dan Teori Pembelajaran E. Teori Belajar Sebelum Dan Sesudah Abad Ke 20 F. Teori Belajar Behavioristik (Tingkah Laku) Teori Thorndike (Hukum Pengaruh) Teori ivan Pavlov (Classical Conditioning) Teori Skinner (Operant Conditioning)

G. Teori Belajar Koginitivisme Teori Jean Peaget (Teori Perkembangan/Cognitivisme Developmental) Teori jerome Bruner (Teori Belajar Penemuan/Discovery Learning) Teori Ausabel (Teori Belajar Bermakna) Dan Teori Belajar Tuntas Carol

H. Toeri Belajar Humanistik Teori Combs Teori Maslow

I. Teori Pembelajaran Teori Elaborasi (Reigeluth And Stein)

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Teori, Belajar Dan Pembelajaran 1. Teori Kerlinger (1973) mendefinisikan teori sebagai seperangkat kontrak (konsep), definisi dan proposisi yang memberikan pandangan sistematik mengenai gejalagejala dengan jalan menspesifikasikan hubungan-hubungan yang antara variablevariabel dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Dengan perkataan lain, teori menghimpun bersama-sama potongan-potongan data yang diperoleh secara empirik ke dalam suatu kerangka konseptual yang terpadu yang memiliki penerapan yang lebih luas. Di samping itu, teori itu sendiri merupakan suatu sumber hipotesis, suatu pernyataan yang tidak terungkapkan. Teori mengidentifikasikan daerah-daerah yang kritis yang perlu diteliti lebih jauh. Teori menjembatani jurang-jurang dalam pengetahuan kita, yang memungkinkan peneliti untuk membuat dalil-dalil tentang adanya gejala yang belum diketahui sebelumnya. Hoover (1984) teori adalah seperangkat proposisi yang dihubungkan untuk menjelaskan mengapa suatu peristiwa terjadi dalam cara yang dilakukan. Proposisi membangun suatu teori yang berisi konsep-konsep dan berkaitan atau berhubungan di antara mereka. Snelbecker, yang dikutip Dahar (1989), Teori adalah sekumpulan dalil yang mengikuti aturan-aturan tertentu. Aturan tersebut dapat menghubungkan secara logis dalil satu dengan yang lain dan pada data yang dinanti serta digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati. Oleh karena itu bila teori yang dimaksud dalam tulisan ini adalah teori belajar, dalildalilnya berhubungan dengan pembicaraan psikologi dan akan dihubungkan pula dengan data-data mengenai belajar dan teorinya dipandang dari segi psikologi pula. Jadi, teori belajar menjelaskan tentang apa dan bagaimana belajar terjadi menurut tokoh atau pakar tertentu.

2. Belajar Menurut Teori Behavior belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman kepadanya. Belajar disini merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus-respon (S-R) yang suatu proses memberikan respon tertentu kepada stimulus yang datang dari luar. Misalnya, seorang siswa belum bisa membaca, maka betapa pun ia keras belajar, betapa pun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan ia sudah hafal huruf A sampai Z diluar kepala namun bila siswa tersebut gagal mendemontrasikan kemampuannya dalam membaca maka belum bisa dianggap telah belajar. Ia dianggap telah belajar bila ia telah menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku (dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca). Menurut teori yang terpenting adalah masukan yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon, faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan (reinforcement) yaitu apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Menurut teori kognitivisme belajar bukan hanya pembentukan tingkah laku yang diperoleh karena pengulangan hubungan S-R dan adanya reward dan reinforcement merupakan fungsi pengalaman-pengalaman perceptual dan proses kognitif yang mencakup ingatan, pengolahan informasi dan sebagainya. Proses belajar disini termask mengatur stimulus yang diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada atau diperoleh berdasarkan pengalamanpengalaman sebelumnya sehingga terjadi perubahan dalam tingkah laku. Dengan kata lain dapat dikemukakan belajar menurut teori ini adalah perubaan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang diamati. Menurut teori humanistik, proses belajar harus bermuara pada manusia itu sendiri. Menurut teori ini tujuan belajar adalah memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Dengan kata

lain siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri secara optimal. 3. pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemrolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada para peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotorik) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja, sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

B. Fungsi Teori Belajar Mulyati (2005) mengemukakan ada dua fungsi teori: Fungsi pertama teori belajar adalah menyistematisasikan penemuan peristiwaperistiwa dari pengamatan dan penelitian yang sangat kompleks dan mungkin tampak berlawanan, melalui perumusan, kompleksitas dapat disederhanakan dan tidak hanya mengumpulkan fakta-fakta yang kadang berbeda dan berulang. Contohnya suatu teori menyatakan kebiasaan-kebiasaan yang kompleks merupakan kumpulan sejumlah refleks bersyarat. Contoh tersebut merupakan penyederhanaan percobaan Pavlov yang pelaksanaannya, antara lain: a. Anjing disodori makanan diiringi bunyi lonceng dan reaksinya mengeluarkan air liur

b. Percobaan dilakukan berkali-kali dan reaksinya sama c. Pada suatu kali, lonceng dibunyikan tanpa disertai sodoran makanan dan reaksinya pun sama, mengeluarkan air liur. Fungsi kedua adalah menjelaskan mengapa proses berakibat demikian, peristiwa satu mengapa diikuti yang lain dan seterusnya. Jadi teori belajar menjelaskan tentang apa dan bagaimana belajar terjadi menurut tokoh atau pakar tertentu. Dahar (1996) mengemukakan ada empat fungsi teori yaitu: 1. Mensistematiskan penemuan-penemuan. Suatu teori data digunakan untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian dan memberi arti pada peristiwa-peristiwa yang kelihatannya saling tidak ada hubungannya. 2. Melahirkan hipotesis-hipotesis suatu teori merupakan suatu generator yang tidak ternilai dari hipotesis-hipotesis penelitian. Salah satu kegunaan teori adalah untuk menyampaikan pada para ilmuwan dimana mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. 3. Membuat prediksi Suatu teori dapat digunakan untuk melakukan prediksi. Suatu teori bukan hanya membawa ilmuan pada pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan berguna, melainkan juga teori itu dapat memperlihatkan apa yang dapat diharapkannya untuk ditemukan, bila ia telah melakukan eksperimen atau penguatan. 4. Memberikan penjelasan. Suatu teori dapat digunakan untuk menjelaskan. Fungsi teori dalam hal ini adalah untuk menjawab pertanyaan mengapa terjadi peristiwa-peristiwa tertentu dan mengapa manipulasi suatu variable menghasilkan perubahan pada variabel yang lain.

C. Kegunaan Mempelajari Teori Belajar

Hoover (1984) menyebutkan ada empat kegunaan teori dalam ilmu sosial. Yaitu: 1. Teori memberikan pola untuk menginterpretasi data, 2. Teori menghubungkan satu penyelidikan dengan penyelidikan lainnya, 3. Teori memberikan kerangka konsep dan variabel-variabel untuk memperoleh pengetahuan, 4. Teori mengarahkan kita untuk mengintepretasikan makna yang luas dari temuan-temuan penelitian.

D. Perbedaan Teori Belajar Dan Teori Pembelajaran Bruner (1964) telah melakukan landasan dari ilmu pembelajaran dengan membuat perbedaan antara teori belajar dan teori pembelajaran, ia mengemukakan bahwa teori belajar adalah deskriptif. Sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif. Artinya teori belajar mendeskripsikan terjadinya proses belajar, sedangkan teori pembelajaran menpreskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal untuk memudahkan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar. Sedangkan pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

E. Klasifikasi Teori Belajar 1. Teori belajar sebelum abad ke 20 Sebelum abad ke 20 telah berkembang beberapa teori belajar yaitu: a. Teori Disiplin Mental

Teori ini menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Misalnya dalam mengajar siswa membaca guru melatih otot-otot mental siswa mulai dari menghafal huruf-huruf, kata-kata, kalimat dan seterusnya hingga mereka bisa membaca. Pengembang teori ini Plato dan Aristoteles.

b. Teori Perkembangan Alamiyah Teori ini berlawanan sekali dengan teori disiplin mental, menurut teori perkembangan alamiyah anak akan berkembang secara alamiyah. Belajar baru akan terjadi dan mendatangkan hasil bila anak telah benar-benar merasakan kebutuhan untuk belajar. Saat itu anak akan melakukannya dengan penuh kegembiraan. Misalnya ia belajar membaca karena membutuhkan untuk mengetahui isi pengetahuan dalam tulisan ini dan belaja berhitung karena ingin tahu cara memecahkan suatu masalah secara aritmatis. Jadi guru-guru lebih mementingkan perkembangan kematangan daripada menanamkan keterampilan-keterampilan tertentu. Lagi pula mereka menginginkan agar belajar merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Pengembang teori ini adalah Jean Jack Rouseau (1712-1778), Heinrich Pestalozzi (174601827), Frederich Froebel (1782-185)

c. Teori Apersepsi Teori ini berlawanan dengan teori disiplin mental dan pengembangan alamiyah. Menurut teori apersepsi belajar merupakan suat roses terasosiasinya gagasangagasan baru dengan gagasan-gagasan lama yang sudah terbentuk dalam pikiran. Para pengikut teori ini akan mengajarkan siswa-siswa membaca, misalnya mengajarkan benda-benda atau makhluk-makhluk hidup yang sudah dikenal siswa misalnya bola, rumah, kucing, lembua dan lain-lain. Kemudian gru akan menulis di papan tulis l e m b u dan menerangkan bahwa kata ini melambangkan lembu. Pengembang teori ini adalah sering dikaitkan dengan Johann Friedrick Herbart (1776-1841).

Ketiga teori belajar tersebut diatas hingga sekarang masih dirasakan pengaruhnya di sekolah-sekolah, dan teori-teori ini mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu dikembangkan tanpa dilandasi eksperimen. Ini berarti bahwa dasar orientasinya ialah filosofis atau spekulatif.

2. Teori belajar abad ke 20 Teori-teori yang dikembangkan selama abad ke 20 dikelompokkan menjadi 4 teori yaitu: pertama teori behavioristik (tingkah laku) yang meliputi: teori thorndike (tingkah laku), teori ivan Pavlov (hukum pengaruh), dan teori skinner (operan conditioning), kedua: teori kognitivisme yang meliputi: teori Jean Peaget, teori Jerome Bruber, teori Ausubel, ketiga. Teori Humanistik yang meliputi: teori Kolb, teori Honey dan Mumford, teori Habermas, teori Komb Dan Maslow.

BAB II TEORI BELAJAR BEHAVIORISME A. Teori Thorndike 1. Biografi Thorndike Thorndike seorang psikolog Amerika yang hidup antara than 1878-1949. Ia kuliah di Wesleyan University, Harvard dan di Columbia. Ia melakukan seluruh karir profesionalnya di Teacher Colloge, Columbia, kecuali satu tahun di Western Reserve, yakni tahun 1808-1810.1

2. Teori-Teori Thorndike
1

Mulyati, M.Pd, Psikologi Belajar, (Yogyakarta:Andi, 2005), Hal. 37

Evolusi teori belajar Thorndike dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni teori belajar sebelum 1930 dan sesudah tahun 1930. Sebelum membicarakan perbedaan pendapat dalam dua kurun waktu, prinsip-prinsip teori belajar Thorndike dapat dijelaskan terlebih dahulu.2 Thorndike mengemukakan dua kelompok hukum tentang proses belajar, yaitu hukum primer dan subside. a. Hukum Primer Law of readiness

Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika ada kecenderungan orang bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya takkan pernah melakukan tindakan lain. Masalah kedua jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbulllah rasa ketidakpasaan, akibatnya ia akan melakukan tindakan lain. Masalah ketiga adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya ia akan melakukan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya. Law of exercise

Prinsip law of exercise adalah koneksi atau kondisi yang merupakan perangsang dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bia koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan.

Law of effect

Hukum ini menunjukkan pada makin kuatnya atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan.

Ibid. hal. 40

b. Hukum SubsideR Ada lima macam hukum subsider yaitu: Hukum multirespon atau variasi reaksi Seseorang dibiarkan membuat reaksi atau respons dan memilih yang lebih baik dan mempunyai nilai intrinsic atau hadiah sosial.

Hukum sikap, disposisi, prapenyesuaian diri atau set.

Orang yang belajar mendapatkan fakta secara pribadi dari hasil respons, sikap atau set yang tidak hanya difikirkan dan dikerjakannya, tetapi juga dienggani.

Hukum aktifitas parsial suatu situasi

Untuk menentukan respons variasinya terhadap situasi eksternal, pelajar mengharapkan adanya efek.

Hukum asimilasi atau respons terhadap analogi

Seseorang mengadakan respons terhadp suatu situasi baru dengan analogi yang sungguh-sungguh diilustrasikan situasi tersebut.

Hukum perubahan situasi

Fakta sama yang merupakan respons hasil perlawanan suatu insting atau kebiasaaan, menghitung asimilasi maupun asosiasinya yang berubah. Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat didominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949). Teori belajar Thorndike disebut connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan

respons. Teori ini sering disebut juga trial and error learning. 3 Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respons adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar yang juga dapat berupa pikiran, perasaan ata gerakan.4 Menurut Thorndike, perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berwujud konkrit yaitu yang dapat diamati atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviarisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.. teori Thorndike ini disebut juga sebagai aliran koneksionisme (Connectionism).5 Menurut seorang pengikut aliran behaviorisme di amerika serikat yang juga tergolong belajar perilaku (SR), yaitu Edward Lee Thorndike bahwa belajar terjadi melalui trial and error (mencoba-mencoba dan salah akhirnya betul). Melalui eksperimennya pada seekor kucing lapar yang ditempatkan dalam sanggar, yang tutupnya bisa terbuka bila kucingmenyengol salah satu alat. Mula-mula kucing melompat tetapi terus gagal. Suatu waktu kunci pintu tersenggol secara kebetulan dan kucing pun bisa keluar dengan rasa senang. Bila diulangi lagi kucing bisa keluar dengan waktu yang lebih singkat lagi.6

3. Eksperimen Thorndike a. Pokok-Pokok Pelaksanaan Eksperimen Thorndike mengadakan eksperimen terhadap seekor kucing muda yang lapar. Jika kucing menyentuh tombol tertentu, pintu terbuka dan dia dapat lari menuju makanan yang
3 4

M. Dalyano, Psikologi Pendidikan, (Semarang:Rineka Cipta, 1996), hal. 30 C. Asri Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2004), Hal.21 5 Ibid. hal.22 6 Ramly Maha, Psikologi Pendidikan, (Banda Aceh: Ratha, 2002), Hal.27

disediakan. Percobaan berulang kali dilakukan sehingga dapat membuktikan bahwa semakin lama kucing semakin cepat menyentuh tombol dan dengan segera dapat mencapai makanan.7

b. Interpretasi Thorndike Atas Percobaannya Usaha-usaha binatang pada situasi yang berperangsang untuk keluar dari kunkungan akan bermacam-macam. Tingkah laku mencoba keluar dari kunkungan tidak berhubungan dengan tingkah laku yang bertujuan membebaskan diri. Usaha dengan trial and error makin lama makin singkat karena binatang hanya melakukan gerak-gerak yang berguna dan meninggalkan yang tidak berguna. Ini berlaku secara mekanis tanpa disadari atau diketahui kucing.

4. Aplikasi Dalam Teori Pokok Belajar Secara pragmatis teori pokok belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan berkaitan dengan peristiwa belajar. Thorndike menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.8 Thorndike yang terkenal dengan pandangannya tentang belajar sebagai proses trial and error itu dimulai dengan adanya beberapa motif yang mendorong keaktifan. Dengan demikian untuk mengaktifkan anak dalam belajar diperlukan motivasi. Berdasarkan beberapa eksperimen, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons.

7 8

Mulyati, Psikologi, hal.38 Muhibbin Syah, M.E.d, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1999), hal. 92

Kesimpulan Thorndike adalah seorang psikolog Amerika yang hidup antara tahun 1878-1949. Ia kuliah di Wesleyan University, Harvard dan Colombia. Thorndike mempunyai tiga bidang karyanya yang sangat terkenal, yakni: a. Proses belajar binatang b. Hal psikologi pendidikan c. Pengukuran mental dan himpunan kata-kata yang paling sering dalam bahasa Inggris Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip belajar binatang pada dasarnya sama yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantarai pengertian.

B. Teori Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik) A. Ivan Pavlov Ivan Pavlov mempunyai nama lengkap Ivan Petrovitch Pavlov dilahirkan di kota Rayzan tahun 1849. Ia adalah seorang anak pendeta. Orang tuanya menginginkan supaya anaknya kelak mengikuti jejak langkah sang ayah yaitu menjadi pendeta, Karena itu dalam pendidikan Pavlov memang disiapkan untuk itu. Tetapi Pavlov sendiri merasa tidak cocok dengan pekerjaan sebagai pendeta itu, sehingga dia memilih jalannya sendiri yaitu memilih belajar ilmu Kedokteran, dan mengambil spesialisasi di bidang fisiologi. Dan pada tahun 1890 dia telah menjadi ahli fisiologi yang kenamaan, pada akhirnya ia menjadi seorang ilmuwan besar Rusia, yang berhasil meraih nobel pada tahun 1904 (1909). 9 Dan ia meninggal dunia pada tahun 1936.

1. Latar Belakang Teori Pavlov Latar belakang munculnya teori Ivan Pavlov ini kembali dan bertitik tolak dari pandangan setiap para ahli, teori belajar yang bersifat eksperimental dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teori belajar dan teori belajar kognitif. Tapi ada baiknya jika dijadikan sebagai komplementasi. Dan hal ini semakin jelas kita menyadari bahwa diantara kedua jenis teori belajar diatas belum ada yang final, artinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam
9

Dalam Buku Psikologi Pendidikan Karya Sumardi Suryabrata Tahun 1904, Sedangkan Dalam Buku Psikologi Belajar Karya Muhibbin Syah Pada Tahun 1909

hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985) Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan, kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan manusia. Namun demikian dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang 10. Dan untuk lebih jelas bagaimana proses penelitian yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing akan dibahas pada sub bahasan berikut ini:

a. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik) Kata Classical dalam teori Pavlov yang mengawali nama-nama teori semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dhaulu di bidang Conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori lainnya (Gleitman, 1986), selanjutnya mungkin karena fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat disebut Respondent Conditioning (pembiasaan yang dituntut). Adapun percobaan yang dilakukan oleh Pavlov melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyelidik mengukur dengan teliti air ludah yang keluar sebagai respons terhadap perangsang makanan, yang disodorkan ke mulutnya. Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga akhirnya diketahui bahwa air liur sudah keluar sebelum makanan sampai ke mulut. Artinya air liur telah keluar saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat orang biasa yang memberi makanan dan bahkan saat mendengar langkah orang yang biasa memberikan makanan. Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada perangsang makanan merupakan suatu yang wajar, namun keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang atau bahkan langkah seseorang merupakan sesuatu yang tidak wajar. Artinya dalam keadaan
10

Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta: 2005, Hal. 31

normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar langkah-langkah orang yang bisa memberi makanan. Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang biasa memberi makanan merupakan tanda atau signal. Dalam eksperimennya, tanda atau signal selalu diikuti datangnya makanan. Berkat latihan-latihan selama ekseperimen, ajing akan mengeluarkan air liurnya bila melihat atau mendengar signal-signal yang digunakan dalam eksperimen. Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi, refleks bersyarat merupakan reaksi hasil belajar atau latihan. Namun sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov tidak tertarik pada masalah tersebut karena lebih tertarik pada masalah fungsi otak. Dengan mendapatkan refleks bersyarat. Pavlov berkeyakinan bahwa ia telah menemukan sesuatu yang baru di bidang fisiologi. Ia ingin mengetahui proses terbentuknya refleks bersyarat melalui penyelidikan mengenai fungsi otak secara tidak langsung. 2. Dalam usahanya memahami fungsi otak. Pavlov mengulangi eksperimen seperti diatas dengan berbagai variasi. Adapun langkah-langkah ekseperimennya adalah:11 a. Anjing dibiarkan lapar b. Pavlov membunyikan metronome dan anjing mendengarkannya dengan sungguhsungguh. Variasi lain dilakukan dengan menyalakan lampu dan anjing memperhatikan lampu yang menyala. c. Setelah metronome berbunyi atau lampu menyala selama 30 detik, makanan diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur. d. Percobaan tersebut, baik dengan membunyikan metronome maupun menyalakan lampu, diulang berkali-kali dengan jarak waktu 15 detik. e. Setelah diulang 32kali, bunyi metronome ata nyala lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air liur dan semakin bertambah terus jika makanan diberikan. Dalam eksperimen kedua, ada hal-hal sebagai berikut:
11

Ibid. hal. 30

1) Bunyi metronome atau nyala lampu merupakn conditioning stimulus (CS) dan makanan merupakan unconditioning stimulus (US).

2) Keluarnya air liur karena bunyi metronome atau nyala lampu merupakan conditioning refleks (CR)

3) Makanan yang diberikan setelah air liur keluar disebut reinf orer (pengaruh) karena memperkuat refleks bersyarat dan memberikan respon lebih kuat dibandingkan dengan refleks bersyarat. Bentuk bagan berikut menggambarkan hasil eksperimen Pavlov: CS1 CS2 CSn + + + US1 US2 USn R1 R2 Rn (=UR) (=UR) (=CR+UR)

CS32 +

R32(=CR)

3. Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya bertujuan mengetahui apakah refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan Melalui semua eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan. Melalui semua eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan dengan jalan: a. Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang jika perangsang ata signal yang membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah digunakan kembali.

b. Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan persyaratan kembali (reconditioning). Caranya seperti pada eksperimen kedua misalnya, bunyi metronome yang digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk refleks bersyarat. Kemudian, bunyi metronome tidak digunakan kembali dan diganti dengan nyala lampur. Dalam waktu yang cukup lama, jika metronome dibunyikan kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat karena sekarang refleks bersyarat muncul jika ada nyala lampu kenyataan menunjukkan bahwa hewan m.emiliki daya ingat terbatas, seperti halnya manusia. 4. Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan mengetahui kemampuan binatang dalam membedakan bermacam-macam perangsang agar menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Namun demikian, penemuan-penemuan Pavlov tidak banyak diterapkan pada belajar di sekolah (Dahar, 1989).

b. Teori Classical Conditioning Pavlov Dalam Konteks Belajar Seperti yang telah diketahui, apa yang dilakukan Pavlov bukan untuk mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat di dunia psikologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya. Menyadari latar belakang di atas, kita sebagai pendidikan harus menempatkan teori Pavlov secara tepat. Sebaiknya, kita menggunakan teori conditioning sebagai referensi belajar secara fleksibel karena eksperimen Pavlov adalah perilaku binatang. Padahal subyek belajar adalah manusia. Ada perbedaan hakiki antara binatang dan manusia, yaitu manusia memiliki pikiran dan perasaan yang tentu berbeda dengan binatang. Oleh karena itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar secara umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan dan pikiran subyek didik dalam belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan pengecualian-pengecualian sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegas partikularitas dengan sendirinya.

Salah satu konsep yang berkaitan dengan eksperimen Pavlov adalah pemberian tanda, stimulus dan respons yang tidak dikondisikan sebagai hasil proses instingtual (Gage dan Berliner, 1957), sedangkan hubungan S-R yang dikondisikan disebabkan latihan. Latihan menyebabkan perubahan tingkah laku, terutama perubahan neuron atau sel-sel syaraf. Oleh karena itu, wajar jika Pavlov disebut Neurobehaviorisi karena menyatakan bahwa interaksi antara stimulus dan respons terjadi melalui proses neural. Sementara itu, dalam belajar yang dilakukan manusia, yang ada bukan hanya tanda, tetapi juga symbol. Demikian pula dalam hal belajar manusia yang tidak hanya mengenal latihan, tetapi juga belajar (dengan konsep lain). Konsep simbol dalam belajar pada diri manusia menyebabkan perbedaan antara manusia dengan hewan. Manusia memiliki pikiran dan perasaan, bukan hanya insting seperti yang dimiliki binatang. Dengan akal pikiran dan perasaan, manusia mampu membedakan tanda dari simbol. Tanda adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari apa yang ditandakan (Bakker, 1985). Kita menyadari bahwa manusia maupun binatang mengenal tanda. Akan tetapi, berkaitan dengan pikiran dan perasaan yang dimiliki, manusia tidak mau berhenti hanya pada tanda, melainkan akan melangkah pada simbol. Manusia tidak puas dengan apa yang ada pada benda, melainkan memiliki kecenderungan mengetahui apa yang ada dibalik benda dan yang terkait dengannya. Ruang tanda diperluas sehingga mempunyai arti dan menjadi lebih intens (Bakker, 1985). Kalau tanda menunjuk pada suatu objek, maka simbol lebih menunjuk pada suatu konsep (Toety HN, 1984) Pengembangan dari tanda menjadi simbol menyebabkan perbedaan menyolok antara perilaku manusia dengan binatang. Lebih jauh, kita dapat menyebabkan bahwa binatang dapat melakukan perubahan tingkah laku karena proses instingtual dan latihan, sedangkan proses perubahan tingkah laku pada manusia disebabkan belajar, di samping karena instingtual dan latihan pula. Apabila binatang tidak mampu mengembangkan apa yang telah (1984). diajarkan atau dilahirkan, maka sebaliknya, manusia selalu berusaha mengembangkannya. Dengan demikian, sangat tepat apa yang dikatakan Immanuel Freire

Perasaan dan akal pikiran yang potensial pada manusia menyebabkan stimulus yang sama tidak selalu menimbulkan respons sama dan sebaliknya, respons sama tidak selalu disebabkan stimulus yang sama. Namun demikian, ada baiknya bila kita dapat menggunakan kerangka teori Pavlov untuk membantu menjelaskan proses secara fleksibel. Contohnya sikap ramah seorang guru memiliki kecenderungan menimbulkan respons positif pada subyek didik, meskipun ada kemungkinan timbulnya respons negative pada subyek didik maja. Demikian pula, latar belakang ekonomi rendah dapat menimbulkan respons berubah semangat belajar tinggi dan sebaliknya. Pada awal pelajaran, konsepkonsep yang sulit dapat menimbulkan shock symbol pada sebagian subyek didik, tetapi justru dapat pula merangsang subyek didik belaja gigih agar memahaminya.

c. Pengaruh Teori Pavlov Eksperimen-eksperimen Pavlov awalnya tidak bertujuan menemukan teori belajar, meskipun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme, sesuai dengan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen Pavlov lebih bertujuan memahami fungsi otak. Hasil-hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli pendidikan mengadopsi hasil-hasil eksperimen Pavlov untuk mengembangkan teori belajar. Namun demikian, apa yang diperoleh Pavlov bukan suatu yang final sehingga kita sebaiknya fleksibel menggunakannya. Pengaruh Pavlov kepada para ahli fisiologi malah begitu besar, pengaruhnya yang besar justru dalam lapangan psikologi. Pada dewasa ini psikologi di Uni Soviet (Rusia Sekarang) dikata adalah seluruhnya Pavlovian. Pendapat-pendapat Pavlov dijadikan landasan bagi psikologi di Uni Soviet (Rusia) hal tersebut serasi dengan filsafat serta doktrin historis-materialisme. Salah seorang ahli berjasa dalam menyebarkan pengaruh Pavlov itu dalam lapangan psikologi adalah Von Bechterev. Kecuali Uni Soviet sendiri, di Amerika Serikat pengaruh aliran psikologi ini besar sekali. Ketika J.b Watson membaca karya Pavlov itu, dia merasa mendapatkan model yang cocok dengan pendiriannya, untuk menjelaskan tingkah laku

manusia, jadi Pavlovianisme ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Behaviorisme di Amerika Serikat.

Kesimpulan Dari pemaparan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa teori Ivan Pavlov ialah peletak batu pertama dari teori-teori perilaku yang ada pada zamannya. Akan tetapi teori yang ada belumlah mencapai final akan tetapi masih terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Teori Ivan Pavlov ini menunjukkan bahwa perilaku belajar manusia membutuhkan sebuah rangsangan yang dapat menimbulkan proses belajar pada diri seorang peserta didik. Dalam teori Ivan Pavlov mengambil contoh anjing untuk dijadikan eksperimennya kare na manusia menurutnya mempunyai kesamaan dengan hwan, akan tetapi hakikatnya deng dengan binatang. Saran Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran di Negara kita perlu mempelajari teori-teori yang dihasilkan oleh para ahli di luar Negara kita, karena siapa tahu teori tersebut cocok dengan perilaku dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat kita. an segala kelebihan manusia tidak sama

B. Belajar Menurut Teori Skinner 1. Biografi Skinner Burrhus Frederic Skinner lahir pada tahun 1904. Burrhus Frederic Skinner adalah seorang penganut behaviorisme yang dianggap kontroversial yang menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938 B.F Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior Of Organism. Dan pada tahun 1974, B.F Skinner menerbitkan bukunya yang terakhir yang berjudul About Behaviorsm.12
12

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 98

2. Teori Skinner Teori pembiasaan perilaku respons ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya adalah tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri. Menurut Skinner, perilaku tidak hanya dapat dirubah melalui pengaturan stimulus asli saja, tetapi berasal dari perilku yang operant, yaitu langsung muncul setiap individu beroperasi dalam lingkungannya.13 Skinner menganggap Reward atau Reinforcement sebagai faktor terpenting

dalam proses belajar. Dia berpendapat bahwa tujuan psikoloi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep lain yang dikemukakan oleh tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan seorang guru/siswa tidaklah sederhana. Sebab pada dasarnya stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi antara stimulus-stimulus tersebut. Untuk memahami tingkah laku seseorang dengan benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar yakni: Respondens : respon terjadi karena stimulus khusus Operants : respon yang terjadi karena situasi random.

Dalam percobaannya dengan tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu diskriminatif stimulus (tanda untuk memperkuat respon) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon terhadap stimulus.14 Jenis-jenis stimulus a. Positive reinforcement: penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon.

13 14

Ramli Maha, Psikologi Pendidikan, (Banda Aceh: Ratha, 2002), hal. 29 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Rineka Cipta, 1996), hal. 33

b. Negative reinforcement: pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon. c. Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan. Selanjutnya Skinner berpendapat bahwa proses belaar yang berlangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni : law of respondent conditioning dan law of respondent extinction. Secara harfiah, law of respondent conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut. 3. Ekseperiman Skinner Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian dikenal dengan nama Skinner Box. Peti sangkar ini mempunyai dua macam komponen, antara lain: manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement.15 Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari menciu benda-benda yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut emitted behavior (tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpencar dari organism tanpa memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya secara kebetulan salah satu emitted behavior tersebut dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya. Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforce bagi penekan pengungkit. Penekan pengungkit inilah yang disebut tingkah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan. Jelas sekali bahwa eksperimen Skinner diatas mirip sekali dengan trial and error yang ditemukan oleh Thorndike.16

15 16

Ibid. hal. 99 Muhibbin Syah, , Hal. 98

Percobaan Skinner dengan tikus menghasilkan sekumpulan prinsip yang melandasi teori-teori behavioristik, antara lain:17 1. Konsekuensi-konsekuensi Perilaku berubah yang menyenangkan akan memperkuat perilaku, sedangkah konsekuensi yang tidak menyenangkan akan melemahkan perilaku, 2. Kesegaran (immediary) konsekuensi-konsekuensi yang segera mengikuti perilaku lebih mempengaruhi daripada konsekuensi-konsekuensi yang datangnya lambat. 3. Jika guru membimbing siswa untuk mencapai tujuannya dengan memberikan reinforcement pada langkah-langkah yang menuju keberhasilan, maka ia menggunakan teknik yang dibuat dengan shaping. Shapping ada dua macam yaitu: a. External shaping, bila tekanan konstan terhadap tingkah laku datangnya dari luar. b. Internal shaping, nilai tekanan konstan terhadap tingkah laku dari dalam organisme bukan dari lingkungan fisik. 4. Aplikasi Dalam Proses Pembelajaran Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. 2) Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan sem/ata-mata.18 Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, dan fasilitas pembelajaran yang ada. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori yang memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa.
17 18

Mulyati, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Andi, 2005), Hal. 47 C. Asri Budiningsih, Belajar Dan pembelajaran, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2004), Hal. 27

Tujuan pembelajaran menurut teori ini ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, quis atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti uratan dari bagian keseluruhan.19 Kesimpulan Skinner adalah seorang tokoh psikolog yang sangat terkenal sekitar tahun 1938. Dia tidak hanya terkenal dengan teorinya saja, tetapi juga terkenal dengan alat-alat eksperimen yang diciptakannya. Salah satu teori Skinner yang sangat terkenal adalah operant conditioning. Skinner berpendapat bahwa setiap perilaku mewakili sebahagian kecil dari seluruh perilaku. Studi Skinner terpusat dengan hubungan antara perilaku-perilaku dan konsekuensikonsekuensinya. Untuk melakukan sebuah percobaan dia menggunakan seekor tikus yang bisa menghasilkan sekumpulan prinsip yang melandasi beberapa teori.

C. Teori Jean Peaget 1. Biografi Jean Peaget Jean Peaget dilahirkan di Neuchatel pada tahun 1896. Dan meninggal Geneva dalam usia 84 tahun. Jean Peaget sangat tertarik kepada ilmu bilogi dan ia pernah menulis paper tentang albino sparrow (burung gereja albino) yang semakin ia tertarik pada memperdalam ilmu dalam. Selama masa jabatan sebagai professor psikologi anak, Piaget juga banyak melakukan penelitian pada ilmu pengetahuan tentang genetic, keterikatan Piaget untuk menyelidiki peran genetik dan perkembangan anak, akhirnya Piaget menghasilkan suatu maha karya yang dikenal dengan nama (teory of cognitive development) teori perkembangan kognitif. Dalam teori perkembangan kognitif, Piaget menggunakan tahap-tahap yang harus dilalui oleh seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir secara
19

Ibid. hal. 28-29

formal. Teori ini tidak hanya diterima secara luas dalam bidang psikologi akan tetapi juga sangat pengaruhnya di dalam bidang pendidikan.

2. Teori Perkembangan Piaget Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan demikian makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan tentunya akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya, dan akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara stimulus, yaitu: 1. Asimulasi adalah : suatu proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan

struktur kognitif yang ada sekarang. 2. Akomodasi adalah dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru, maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif asimulasi. Dan apabila struktur kognitif yang sudah demikiannya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima maka disebut akomodasi. Dalam beberapa Teori Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas Gradual dari fungsi intelektual dari konkrit menuju abstrak. Menurut Piaget pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada, pertumbuhan intelektual adalah kognitif melainkan kualitatif. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual terbentuk didalam individu akibat interaksi dengan lingkungan. : suatu proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat

Di dalam melakukan penelitian Jean Piaget menggunakan istilah Scheme secara Interchangbly dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme sangat berhubungan dengan: Refleksi-refleksi perubahan contohnya bernafas, makan dan minum Scheme mental pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap

Menurut Piaget intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu: a. Struktur disebut juga dengan sheme b. Isi disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi suatu masalah c. Fungsi disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam yaitu: a. Fungsi Organisasi adalah: berupa kecakapan seseorang/organism dalam menyusun proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem yang koheran. b. Fungsi Adaptasi adalah : adaptasi individu terhadap lingkungannya.

3. Tahapan-Tahapan Perkembangan a. Tahap sonsorimotor (umur 0-2 tahun) Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Cirri pokok perkembangan ini berdasarkan tindakan dan dilakukan langkah demi langkah: Kemampuan yang dimiliki antara lain: 1. Melihat diri sendiri, sebagai makhluk yang berbeda dengan objek sekitarnya 2. Mencari rangsangan melalui sinar lampu

3. Suka memperlihatkan sesuatu lebih lama 4. Mendefinisikan sesuatu dengan manipulasi 5. Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin berubah tempatnya.

1. Tahapan Preoperasional (2-7) Dalam tahapan ini anak mulai tumbuh kognitifnya, tetapi masih terbatas pada halhal yang dapat untuk dijumpai dalam lingkungannya saja, baru pada menjelang akhir tahun kedua anak mulai mengenal simbol nama, dan anak juga telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya walaupun masih sangat sederhana. 2. Tahapan OperasIONAL Konkrit (7-11) Dalam tahapan ini anak telah mengetahui simbol-simbol matematis akan tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak 3. Tahapan Operasional Formal (11) Anak telah mempunyai pemikiran yang abstrak, pada bentuk-bentuk lebih kompleks. a. Pada pemikiran anak remaja adalah: Hypothetico deduktif, ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari sesuatu problema dan membuat keputusan terhadap problem itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesis ditolak atau diterima. b. Periode Propositional Thinking Remaja telah dapat memberikan statemen atau proporsi berdasarkan pada data yang konkrit. c. Periode Combinatioral thinking Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem. Ia telah dapat memisahkan faktor-faktor yang menyangkut darinya dan mengombinasi faktorfaktor itu.

BAB III TEORI BELAJAR KOGNITIVISME A. Teori-Teori Belajar Penemuan J. Bruner 1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui dewasa ini, banyak Ilmuwan Barat yang berlomba mencetuskan bermacam teori yang berkenaan dengan belajar. Mereka ini saling mempertahankan teori masing-masing dimana teori-teori tersebut telah diadakan berbagai macam uji coba. Tiap-tiap ahli psikologi mendasarkan teorinya ada hasil eksperimennya, namun tidak seluruh eksperimen menentukan teorinya, sebab ahli sebelumnya pun telah mengemukakan pendapatnya dan demikian pula dengan Bruner. Belajar merupakan suatu kegiatan disengaja yang bertujuan mencapai suatu kecakapan, kepandaian atau kemahiran baru yang dapat digunakan dalam kehidupan, tidak seorang pun membantah bahwa sepanjang hidupnya manusia tidak akan pernah berhenti belajar, setiap menghadapi situasi baru, ia selalu mempelajarinya agar dapat bereaksi secara baik terhadap kondisi yang sedang dihadapinya. Pernyataan tersebut tentu merupakan penafsiran yang sangat umum tentang belajar. Agar usaha menghadapi hal baru ini dapat dikatakan suatu kegiatan belajar, maka hal baru harus mengandung masalah meskipun kecil. Sehingga dalam mengatasi atau memecahkan masalah usaha belajar akan berperan. Disinilah manusia sebenarnya menemukan sesuatu yakni kecakapan baru yang dapat digunakan untuk menghadapi kondisi saat itu dan yang mirip dengannya. 2. Arti Discovery Dalam Belajar Penemuan

Banyak ahli psikologi dengan segala aliran dari masa ke masa selalu merumuskan konsep-konsep tentang belajar. Kemudian tiap aliran atau pandangan mempunyai definisi model dan konsep belajar yang berbeda. Teori seorang tokoh dari aliran kognitif dalam psikologi belajar akan dibahas, yakni Jerome Burner. Namun sebelum sampai pada pemahaman tentang teorinya, yaitu belajar penemuan (discovery learning), kita perlu menelusuri arti penemuan (discovery). Walaupun orang dapat mengatakan bahwa balajar berarti menghasilkan suatu penemuan, kita akan memperoleh arti khusus belajar dari konsep yang diajukan Bruner. Namun sebenarnya sebelum konsep itu terbit, ahli lain sudah mendahuluinya. Ahli psikologi kognitif lain seperti Piaget menyarankan bahwa anak-anak sebaiknya diberi peran aktivitas kognitif di kelas agar dapat menyokong belajarnya dalam memperoleh penemuan (Dembo, 1981) Banyak ahli menganggap Dewey (1933) seorang pelopor aliran behavioristik mempunyai banyak andil dalam menegakkan konsep discovery learning. Dengan learning by boingnya, Dewey mempraktikkan analisisnya tentang the complete art of reflective sebab ia membuat garis besar model berfikir mulai dari hal yang membingungkan sampai pemecahannya. Mengenal discovery learning, Johnson (1979) membedakan dengan inquiry learning. Dalam discovery learning, ada pengalaman yang disebut AHA experience yang mungkin dapat diartikan seperti Nah, ini dia. Sebaliknya inquiry tidak selalu sampai pada proses tersebut. Mengapa demikian? Hal ini karena akhir proses discovery learning adalah penemuan, sedangkan bagi inquiry learning akhirnya terletak pada kepuasaan berkegiatan meneliti. Meskipun Bruner bukan konseptor pertama tentang discovery learning, tetapi pengembangan serta penerapannya dalam praktik pengajaran (instruksional) patut dipahami. 3. Belajar Sebagai Proses Kognitif Teori kognitif merupakan teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental berupa mengamati, melihat, menyangka,

memperhatikan, memberikan, membayangkan, berfikir, mempertimbangkan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variable penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Hilgard, 1956 dan Chaplin 1989). Belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi dan menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan (Dahar:1989). Informasi baru merupakan penghalusan informasi sebelumnya kemudian ditransformasikan. Pada tahap transformasi seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Mungkin melalui cara ekstrapolsi dan bentuk lainnya pada proses terakhir ini ada pengujian cara memperlakukan pengetahuan apakah sesuai dengan tugas?. Sebagai psikolog Bruner lebih memperhatikan perkembangan kemampuan mental. Berkaitan masalah pengajaran, ia mengemukakan dalil tentang intruksi. Ada dua sifat dalam teori intruksi yaitu preskriptif dan normative. Preskriptif berhubungan dengan mekanisme penguasaan pengetahuan, keterampilan dan tekhnik pengukuran atau evaluasi hasil. Sedangkan normative berhubungan dengan penguasaan penentuan dan kondisi tujuan (Bower dan Hilgard:1981). Teori instruksi dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Kecenderungan belajar yaitu adanya pengalaman dan konteks yang mendorong seseorang untuk belajar. 2. Struktur pengetahuan yaitu tubuh pengetahuan terstruktur sehingga memudahkan kesiapan meraihnya. 3. Rangkaian keteraturan yaitu keberadaan materi belajar yang bergerak dari eksterinsik menuju intrinsic Melalui teori intruksi, setiap subjek dapat belajar efektif melalui bentuk-bentuk kognitif sederhana pada tiap perkembangan anak dan hal itu disebut aphorism. Dalam suatu dekade, teori intruksi Bruner mulai dikembangkan oleh para hali psikologi dengan berbagai pendekatan. Walter (1978) memaparkan Sembilan langkah dalam model pendekatan sistem instruksional yaitu:

1. Mengidentifikasi tujuan instruksional 2. Menganalisa instruksional 3. Mengidentifikasi karakteristik dan perilaku peserta 4. Menuliskan tujuan perbuatan tertentu 5. Mengembangkan kriterian-referenced-test 6. Mengembangkan strategi instruksional 7. Mengembangkan dan mengadakan seleksi instruksional 8. Membuat desain dan melaksanakan evaluasi formative 9. Merevisi instruksional Belajar merupakan proses kognitif yang akan menjadi optimal jika ada kebutuhan yaitu kebutuhan kognitif. Kebutuhan berdasarkan kepada organisasi perceptual pengalaman masa lampau yang berkaitan dengan pengalaman masa kini serta pengharapan masa mendatang. Manusia pada hakikatnya memiliki skema kognitif yang didalamnya tersirat struktur. Kemudian struktur kognitif akan menentukan proses belajar seseorang. Struktur sangat penting dalam proses belajar sebab melalui struktur belajar akan menghasilkan sesuatu yang baru dan dapat mengembangkan kelayakan manipulasi tubuh ilmu (Ausubel: 1978) Bahasa pun mempengaruhi pengembangan kognisi. Manusia mempunyai

kecenderungan mengkomunikasikan kognisi dan komunikasi hanya dapat dilakukan melalui bahasa. Hasil komunikasi atau dialog akan memberikan berbagai pengenalan. Susanne (1955) berpendapat bahwa bahasa merupakan produk budi manusia yang penuh misteri dan paling penting. Menurut pendapat Vygotsky yang dikutip Nung Muhajir (1987) ada hubungan erat antara bahasa dan kognisi. Hubungan ditandai oleh dua fase yaitu perkembangan kognisi dan diikuti fase bahasa yaitu fase sinkretik dan komplektif.

Dalam

fase

sinkretik

bahasa

dan

berfikir

berdiri

sendiri

dan

berfungsi

mengekspresikan perasaan dan fungsi sosial serta memecahkan masalah secara naf. Lebih lanjut dalam fase komplekstif ada internalisasi arti tanda atau simbol dan berguna untuk mengoperasikan arti lebih lanjut yaitu representasi dan sistem abstrak kehidupan manusia. Makna representasi dapat diasumsi sebagai kemampuan identifikasi terhadap persaaan dan perbedaan. Kemampuan identifikasi menunjukkan adanya perkembangan kognisi yang ekuivalen menjadi satu kelas dan kelas menunjukkan kategori. Masuk tidaknya proes identifikasi pada suatu kategori disebut koding. Bruner menyebut penataan pengodean sebagai representasi. Ada tiga modus perkembangan dalam penyajian yaitu enaktif, ekonik, simbolik. Ketiga modus representasi menunjukkan sifat belajar sebagai proses kognitif berlandaskan kemampuan ekspresi bahasa. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya konsep waktu internal dimana setiap jenjang pendidikan baik SD, SMP, SMA maupun PT mempunyai perbedaan karena bahasanya, setiap jenjang pendidikan mempunyai perbedaan dalam mengekspresikan bahasa. 4. Dinamika Belajar Penemuan Berdasarkan pemikiran Bruner tentang pembentukan konsep teori belajar kognitif, penting struktur kesejajaran perkembangan kognitif dan bahasa dan teori intruksi, belajar penemuan menunjukkan pada suatu kreativitas manusia terhadap pengalaman dan tatanan secara epistimologis, kreativitas merupakan konsep percaya diri. Belajar penemuan akan memberikan keleluasaan siswa dalam memecahkan masalah di bidangnya. Membiarkan siswa memecahkan masalah dan menentukan makna memungkinkan mereka belajar konsep dengan bahasa yang diketahui dan melalui modus representasi yang dimiliki keuntungan belajar penemuan menurut Bruner adalah: 1. Ada nilai tambah dalam potensi intelektual 2. Tekanan terletak pada hadiah instrinsik 3. Siswa belajar menemukan sesuatu 4. Memungkinkan siswa mengingat informasi

Contoh gambaran belajar penemuan misalnya di bidang bahasa ilmu bumi. Di bidang bahasa belajar penemuan bertujuan mereduksi bahasa ke dalam tipe-tipe dan tatanan sedangkan dibidang ilmu bumi bertujuan meniadakan hafalan fakta. Di bawah ini contoh belajar penemuan di bidang bahasa: The A The My A man boy dog father wind ate stole chased my skidded blew his a cat the his car hat lunch bike

Pembacaan contoh-contoh secara horizontal merupakan hal biasa, namun bila pembacaan dilakukan secara zig zag prosesnya merupakan belajar penemuan misalnya a man stole my hat. Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu. Karena itu, dalam bukunya the relevance of education (1971) ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya ditrapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkan pada struktur bidang studi. Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsipprinsip dari bidang studi. Bila seorang siswa telah menguasasi struktur atas dasar maka tidak sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama, dan ia akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu, hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang esensial dalam bidang studi ini dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail. Menurut Bruner mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan. 5. Teori Intruksi Bruner

Dalam bagian terdahulu kita ketahui bahwa beberapa prinsip belajar menurut Bruner. Dalam bagian ini akan kita bahas bagaimana pengajaran atau interuksi dilaksanakan sesuai dengan teori yang telah dikemukakan tentang belajar. Menurut Bruner suatu teori intruksi (Bruner: 1966) hendaknya meliputi: 1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar 2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal 3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal 4. Bentuk dan pemberian reinforcement 6. Menerapkan Mengajar Penemuan Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh ialah model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan para siswa ditinjau dari segi metode tujuan serta peranan guru. a. Metode dan tujuan Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan intelektual para siswa, dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalu belajar penemuan. Dalam bukunya Toward a theory instruction Bruner mengemukakan: We teach a subject not to produce little living liberies on that subject, but rather to get a student to think mathematically for himself. To consider matter as an histories does to take part Indonesia the process of knowledge-getting knowing is a process not a product. Jadi kalau kita mengajarkan sains misalnya kita bukan hanya akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anakanak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan, mengetahui itu adalah suatu proses bukan suatu produk.

Apakah implikasi ungkapan Bruner itu? Tujuan-tujuan mengajar hanya dapat diuraikan secara garis besar dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak perlu sama oleh siswa yang mengikuti pelajaran yang sama itu. Dengan mengajar seperti yang dimaksud oleh Bruner ini, bagaimana peranan guru dalam proses belajar mengajar? Dalam belajar penemuan siswa mendapat kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki secara perseorangan atau dalam suatu Tanya jawab dengan guru, atau oleh guru dan siswa-siswa bersama-sama. Dengan demikian jelas, bahwa peran guru lain sekali bila dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan metode ceramah. Dalam belajar penemuan ini guru tidak mengendalikan proses belajar mengajar. b. Peranan Guru Dalam belajar penemuan, peranan guru dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa. 2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan-pemecahan masalah yang aktif dalam penemuan. 3. Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan tiga cara penyajian yang telah dibahas terdahulu yaitu enaktif, ikonik dan cara simbolik. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. 4. Bila siswa memecahkan masalah dilaboratorium atau secara teoritis guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor, guru hendaknya mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari tetapi hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan, sebagai seorang tutor guru sebaliknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.

Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan secara sedemikian rupa sehingga siswa tidak tetap tergantung pada pertolongan guru, akhirnya siswa harus melakukan sendiri tutor itu. 5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Seperti kita ketahui tujuan-tujuan tidak dapat dirumuskan secara mendetail dan tujuantujuan itu tidak diminta sama untuk berbagai siswa. Lagi pula tjuan dan proses tidak selalu seiring, secara garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi itu. Di lapangan penilaian hal belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi dan kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes essai.

Rangkuman Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya pendidikan sains pada khsususnya. Bruner mengemukakan empat tema yaitu struktur, kesiapan, instuisi dan motivasi. Bruner menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif yaitu: 1. Memperoleh informasi baru 2. Transformasi pengetahan dan 3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu didasarkan pada dua prinsip yaitu: 1. Pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya

2. Model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan ini tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi persitiwa-peristiwa menjadi suatu system simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: 1. Cara enaktif, cara ekonik dan cara simbolik Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik, belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

Teori intruksi menurut Bruner hendaknya mencakup: Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar ditinjau dari segi aktivitas pemeliharaan dan pengarahan. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal ditinjau dari segi cara penyajian ekonomi dan kuasa. Perincina urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak sifat materi pelajaran dan perbedaan individu Bentuk dan pemberian reinforcement

Dalam menerapkan belajar penemuan belajar penemuan tujuan-tujuan mengajar hanya dapat dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar mengajar. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara enaktif, ikonik, dan simbolik. Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi dan aplikasi prinsip-prinsip itu pada situasi baru.

B. Teori Belajar Bermakna 1. Latar belakang masalah Dasar-dasar geologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam jumlah atau cirri-ciri neuron yang berpartisipasi dalam belajar bersama. Selama belajar bermakna berlangsung informasi terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan, Ausabel menggunakan istilah subsume. Susbsumer memegang peranan dalam proses memperoleh informasi baru. Dalam belajar, subsume mempunyai peranan interaktif yaitu memperlancar gerakan informasi relevan melalui informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki.

2. Teori ausubel (belajar bermakna) a. Inti teori Menurut Ausubel banyak pendidik menyamakan belajar penemuan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat belajar bermakna hanya terjadi bila peserta didik menemukan sendiri pengetahuan. Namun belajar penemuan menjadi bermakna bila dapat menjelaskan hubungan antar konsep. Inti teori Ausubel tentang belajar bermakna adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Menurut Ausubel dan Novak (1978), ada 3 kebaikan belajar bermakna yaitu: 1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat 2. Informasi yang telah ditersusumsi meningkatkan diferensial sub sumer-subsumer sehingga memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip. 3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif meningkatkan efek esidual (sisa) pada sub sumer sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

b. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna Struktur kognitif Stabilitas, dan Kejelasan pengetahuan disatu bidang studi tertentudan pada waktu tertentu.

c. Prasyarat belajar bermakna Belajar bermakna mempunyai dua prasyarat yaitu: 1. Materi yang dipelajari bermakna secara potensial 2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat belajar bermakna. Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor yaitu: a) Materi harus memiliki kebermaknaan logis b) Gagasan-gagasan yang relevan harus ada dalam struktur kognitif siswa.20 d. Penerapan teori dalam pengajaran Ausubel memberikan contoh penerapan teori belajar bermakna melalui beberapa langkah yaitu: Pengaturan awal Diferensiasi progresif Belajar superordinat Penyesuaian integratif

20

Mulyati, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Andi, 2005), hal. 78-81

C. BELAJAR TUNTAS 1. Konsep Dasar Belajar Tuntas Praktik pengajaran di sekolah sampai sekarang pada dasarnya terlalu banyak membuang waktu, tenaga dan uang karena tidak bertujuan meningkatkan penguasaan pelajaran seluruh siswa. Dengan kata lain, pandangan, anggapan dan praktik pengajaran terbatas terhadap pengabdian guru pada penyelesaian bahan-bahan pelajaran tanpa memperdulikan apakah seluruh siswa sudah menguasasi atau belum seluruh pelajaran yang diajarkan. Adanya kenyataan tersebut dan perkembangan terakhir dalam dunia pendidikan memaksa kita mempertimbangkan suatu pandangan yang berlandaskan anggapan dasar bahwa semua atau hampir semua siswa dapat menguasai apa yang diajarkan. Pandangan tersebut berbeda dengan pandangan lama yang berdasarkan pada anggapan bahwa tingkat keberhasilan anak didik di sekolah ditentukan tingkat kecerdasan bawaan nya, dengan kata lain siswa ber-IQ tinggi akan mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi pula. 2. Landasan dasar teoretis dan beberapa prinsip belajar tuntas Pandangan tentang belajar tuntas bersmber dari penemuan (Carrol, 1963) berdasarkan observasinya Carrol menemukan dan merumuskan modal belajar yang mengatakan bahwa bakat untuk bidang studi tertentu oleh tingkat belajar siswa seperti yang disediakan atau waktu yang diperlukan siswa untuk mempelajari bidang studi pada tingkat tertentu. Selanjutnya Ia mengemukakan bahwa bila setiap siswa disediakan waktu yang diperlukan dalam mencapai suatu tingkat penguasaan dan bila ia menghabiskannya, maka kemungkinan besar akan diperoleh tingkat penguasaan yang diperlukan. Jadi, apabila suatu strategi disusun, dimana waktu yang diperlukan dapat dipersingkat dan waktu secara riil digunakan dapat diperpanjang untuk setiap siswa maka belajar tuntas sangat mungkin terjadi.

Dalam hal ini ada 3 faktor yang menentukan waktu yang diperlukan dalam belajar yaitu: a. Waktu yang tersedia atau kesempatan belajar. b. Waktu yang diinginkan untuk mempelajari pelajaran atau dalam hal ini dinamakan ketekunan dalam usaha. 3. Beberapa Implikasi Dalam Rangka Menyusun Strategi Umum Belajar Mengajar. Bloom (1968) yang mengembangkan lebih lanjut model belajar Carol menyarankan suatu rumusan strategi untuk belajar tuntas sebagai berikut: a. Dalam kondisi optimal sebagian besar siswa seperti menguasai apa yang diajarkan b. Tugas guru mencari cara dan alat yang memungkinkan siswa menguasai suatu bidang studi yang diajarkan c. Siswa, individu yang masing-masing berbeda bakatnya sehubungan dengan jumlah waktu yang mereka perlukan untuk menguasai suatu pelajaran d. Bila waktu cukup untuk belajar tersedua, hampir seluruh suswa dapat menguasai pelajaran e. Siswa seharusnya mengerti hakikat tugas yang akan dipelajari f. Beberapa media pelajaran dan kesempatan belajar bila disediakan akan sangat bermanfaat g. Guru harus mencari berbagai cara untuk mengbah waktu yang diperlukan untuk belajar. 4. Strategi Belajar Tuntas Pokok strateginya adalah bila siswa diberi cukup waktu yang diperlakukan secara tepat, mereka dapat sesuai tujuan yang diharapkan. Strategi yang dikemukan Bloom (1968) sebagai berikut:

a. Pandangan tentang cara dan penguasaan pelajaran sudah berubah dan diubah dengan pandangan tentang belajar tuntas b. Sebelum guru mengajar, ada hal yang perlu diselesaikan terlebih dahlu c. Pelaksanaan tahap kegiatan belajar mengajar didahului orientasi siswa terhadap apa yang akan dipelajari dan bagaimana ia mempelajarinya. d. Pada tahap ini, guru perlu senantiasa menyadari bahwa yang mereka hadapi adalah siswa yang berbeda bakat.

5. Penerapan di Indonesia a. Di sekolah pada umumnya Sebagian kecil konsep dan prosedur belajar tuntas bisa diterapkan karena klg merupakan group based intsuction, diman seorang guru memberi pelajaran relative sama kepada lebih kurang 40 murid dalam waktu yang relative sama pula. 1) Pelajaran diberikan dalam unit-unit yang merupakan kesatuan materi dan disebut satuan bahasan. 2) Orientasi pengajaran adalah pencapaian tujuan, intruksional khusus (TIK) 3) Untuk mencapai unit lain, murid harus mencapai 75%

b. Di Sekolah Pembangunan (PPSP) Dalam meratakan pendidikan dasar, khususnya di daerah terpencil dan berekonomi rendah, sehingga SD biasa tidak dapat beroperasi normal, kini telah dikembangkan SD Pamong (pendidikan anak oleh masyarakat orang tua dan guru). Di sini konsep belajar tuntas dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1) Bahan belajar pokok adalah modul yang dapat dipelajari sendiri 2) Anak belajar dalam kelompok kecil (+ orang) yang dipimpin seorang pembimbing dan kemajuannya sesuai dengan kemampuan masing-masing anak. 3) Agar dapat mempelajari modul berikutnya 4) Modul memuat tugas atau pertanyaan yang membuat anak berpartisipasi dan kunci jawaban agar anak mudah membetulkan jawaban salah. c. Sekolah Menengah Terbuka Dalam meratakan pendidikan di skeolah menengah kini sedang dicoba perluasan sekolah menengah dengan mempergunakan modul dan media lainnya.21 Kesimpulan 1. Dalam makalah ini jelaskan tentang belajar bermakna dan belajar tuntas yang menyangkut tentang perubahan dalam jumlah atau cirri-ciri neuron yang berpartisipasi dalam belajar bersama. Di dalam belajar bermakna juga menyangkut tentang perubahan tingkah laku/ sikap melalui interaksi Di dalam belajar bermakna juga disebutkan mengenai: a. Inti teori yang merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsepkonsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. b. Faktor yang mempengaruhi belajar bermakna c. Persyaratan belajar bermakna d. Penerapan teori dalam pengajaran 2. Belajar tuntas merupakan suatu cara atau taktik yang digunakan dalam proses belajar mengajar bahwa bakat untuk bidang studi tertentu ditentukan oleh tingkat belajar siswa yang disediakan atau waktu yang diperlukan siswa dalam mempelajari bidang studi pada tingkat tertentu. Dalam belajar tuntas terdapat:
21

Mulyati, psikologi belajar, (Yogyakarta: andi, 2005), hal. 82-91

1. Landasan dasar teoritis dan beberapa prinsip belajar tuntas 2. Beberapa implikasi dalam rangka menyusun strategi umum belajar mengajar 3. Strategi belajar tuntas 3. Penerapan Di sekolah pada umumnya Di PPSP SD Pamong Sekolah menengah terbuka BAB IV TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses belajar adalah: 1. Proses pemrolehan informasi baru, 2. Personalia informasi ini pada individu Tokoh penting dalam teori belajar humanistic secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Roger.

a. Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksanakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggapn dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tidak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pembelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal artinya tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu, sehingga yang penting adalah bagaimana si siswa memperoleh arti bagi pribadinya dari matri pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar, (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwaperistiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya, jadi hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri makin mudah hal itu terlupakan.

b. Maslow Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: 1. Suatu usaha positif untuk berkembang 2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain orang juga memiliki dorongan untuk lebih makju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia menerima diri sendiri (Self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki, bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak diatasnya ialah kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Implikasi Teori Humanistik a. Guru sebagai fasilitator Psikologi humanistic memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes (petunjuk): 1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas. 2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan

perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum 3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melakanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka. 5. Dia mendapatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok. 6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik individual ataupun bagi kelompok. 7. Bilamana cuaca penerima kelas telah I mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain 8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa. 9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang daam dan kuat selama belajar. 10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasan sendiri. Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa Aplikasi humanistic lebih menunjukkan pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistic adalah fasilitator bagi siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa, guru memfasilitasi pengalaman pelajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai perilaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman negative. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah: 1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas 2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan bersifat positif. 3. Mendorong siswa untuk mengmbangkan kesanggupan siswa belajar atas inisiatif sendiri. 4. Mendorong siswa untuk peka berfikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri. 5. Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan. 6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai siswa secara normative tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. 7. Memberikan kesempatan kepada murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya 8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa. Pembelajaran berdasarkan teori humanistic ini cocok untuk diterapkan pada materimateri pembelajaran bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri, siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat

bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku. Kesimpulan Menurut teori humanistic, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia, proses belajar dianggap berhasil jika di pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu lingkaran, lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: 1. Suatu usaha positif untuk berkembang 2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembang itu. Saran-saran Saya sangat mengharapkan bantuan saudara dan saudari seperjuangan dalam menyukseskan/menyempurnakan makalah ini oleh karena itu saya mengharapkan partisipasi, kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kelancaran perkuliahan kita semua.

BAB V TEORI PEMBELAJARAN

A. Teori Elaborasi (Reigeluthand Stein) Teori elaborasi mempreskripsikan cara pengorganisasian pembelajaran dengan mengikuti urutan umum kerinci, seperti teori-teori sebelumnya, urutan umum kerinci ini dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari). Kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam opitem secara lebih rinci. Konteks selalu ditunjukkan dengan selalu menampilkan sintesis secara bertahap. Tiap-tiap komponen strategi yang diintegrasi ke dalam model elaborasi dapat ditelusuri dari teoriteori pembelajaran yang telah dikembangkan sebelumnya. Pembelajaran elaborasi adalah pembelajaran yang menambahkan ide tambahan berdasarkan apa yang seseorang sudah ketahui sebelumnya (Ormrod, 2006). Elaborasi adalah mengasosiasikan item agar dapat diingat dengan seseuatu yang lain seperti frase,

adegan, pemandangan, tempat atau cerita (Papalia, 2004). Pembelajaran ini efektif digunakan apabila ide yang ditambahkan sesuai dengan penyimpulan. Implikasi dari strategi belajar ini adalah mendorong siswa untuk menyelami informasi itu sendiri, misalnya untuk menarik kesimpulan dan berspekulasi tentang implikasi yang mungkin. Anak-anak menggunakan prior knowledge-nya sehingga ide baru dapat meluas, dengan demikian dapat menyimpan informasi lebih banyak daripada yang disajikan sebenarnya. Elaborasi jelas membantu siswa belajar dan mengingat materi dalam kelas lebih efektif daripada jika tidak anak-anak mulai mengelaborasi pengalamannya sejak awal masa preschool (Fivush. Haden & Adam, 1995 dalam Ormord, 2006). 22 Teori elaborasi secara ekslusif membicarakan mengenai macro level yang menggambarkan metode yang berkaitan dengan hubungan beberapa ide seperti bagaimana merangkaikan ide-ide tersebut. Pada halaman ini akan digambarkan tiga macam metode pembelajaran: organisasional, delivery, dan management. Teori elaborasi tidak berhubungan dengan strategic delivery dan management, walaupun itu merupakan variabel penting yang dibutuhkan untuk digabungkan ke dalam beberapa teori dan model pembelajaran. Jika akan digunakan secara optimal dan menyeluruh untuk pengembangan pembelajaran dan perencanaan. Teori elaborasi hanya berkaitan dengan strategi organisasional pada macro level. Teori ini memulai pengajaran dengan memberikan penjelasan yang bersifat umum, sederhana, mendasar tetapi tidak abstrak. Teori ini juga menggambarkan penggunaan rangkaian prepequisit dari bagian yang sederhana menuju rangkaian yang lebih kompleks dan memberikan tinjauan serta kesimpulan dengan cara sistematis. Bagian penting yang berhubungan dengan materi subyek adalah learning prepequisit. Konsep dari meliputi fakta pengetahuan yang harus diperoleh sebelum pengetahuan lain diperoleh. Sekumpulan learning preperequit dinamakan learninghierachy. Untuk memahami pembelajaran berdasarkan teori elaborasi dapat dianalogikan dengan menggunakan suatu lensa zom kamera. Studying a subject matter thraught the elaboration model is similar in many respect to studying a picture through a zoom lens on a movie camera (Reigeluth And Stein, 1983).23 Seseorang biasanya akan mulai dengan pandangan yang menyeluruh yang menunjukkan bagian-bagian utama dari suatu gambar
22 23

Internet Com. Google (Pembelajaran Elaborasi) Abdul Hamid, Teori Belajar Dan Pembelaran, Cet. I, (Pasca Sarjana Unimed: 2007), Hal. 88

itu (misalnya komposisi atau keseimbangan gambar itu) tanpa memberikan perhatian khusus pada ha-hal yang rinci. Setelah gambar menyeluruh diperoleh baru kemudian mengarahkan perhatian kepada suatu bagian dan terus ke bagian-bagian utama lainnya. Memberikan perhatian kepada suatu bagian akan memungkinkan seseorang melihat sub bagian utama dari bagian itu dan sekaligus hubungan-hubungan yang ada diantara subsuib bagian. Dengan cara yang sama, model elaborasi sebagai cara untuk mengorganisasi pembelajaran mulai dengan memberikan kerangka isi (epitome) dari bidang studi yang diajarkan, kemudian model elaborasi memilah isi bidang studi menjadi bagian-bagian mengelaborasi tiap-tiap bagian, memilah tiap-tiap bagian menjadi sub-sub bagian, mengelaborasi tiap-tiap sub bagian dan demikian seterusnya sampai pembelajaran mencapai tingkat keterincian tertentu seperti yang dispesifikasikan oleh tujuan, dengan cara seperti ini, pembelajaran akan selalu mengaitkan tiap-tiap sub bagian ke bagian dan tiap-tiap sub bagian ke konteks yang lebih luas (epitome). B. Komponen Strategi Teori Elaborasi Ada 7 komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori elaborasi yaitu: 1. Urutan elaborative 2. Urutan prasyarat belajar. 3. Rangkuman 4. Sintesis 5. Analogi 6. Pengaktif strategi kognitif 7. Control belajar

a. Urutan elaboratif (an elaborative sequence)

Urutan elaboratif adalah urutan dari sederhana ke kompleks atau dari umum ke rinci yang memiliki karakteristik khusus. Dikatakan memiliki karakteristik khusus karena mempreskripsikan cara yang amat berbeda dengan cara-cara yang umum dipakai untuk menata urutan pembelajaran dari umum ke rinci. Umpamanya dalam mengajar sejarah, seseorang dapat saja mulai dengan memberikan rangkuman mengenai peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kemudian menjelaskan rincian peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah, kemudian menjelaskan rincian peristiwa-peristiwa penting itu. Semua peristiwa penting itu dirinci dalam satu tahap sampai mencapai tingkat keterincian yang sudah dispesifikasi oleh tujuan. b. Urutan prasyarat belajar ( A learning-prerequisite sequence) Urutan prasyarat belajar yang dimakdus di sini sepadan dengan struktur belajar atau hirarki belajar dari Gagne sebagai komponen stategi elaborasi, didefinisikan sebagai struktur yang menunjukkan konsep-konsep atau prosedur-prosedur atau prinsip-prinsip mana yang harus dipelajari sebelum konsep-konsep atau prosedur-prosedur atau prinsipprinsip lain biasa dipelajari. Oleh karena itu ia menampilkan hubungan prasyarat belajar untuk suatu konsep, prosedur atau prinsip. c. Rangkuman (summarizer) Tinjauan kembali (review) terhadap apa yang sudah dipelajari penting sekali dilakukan untuk mempertahankan retensi. Sebagai kompoen strategi teori elaborasi, rangkuman berfungsi untuk memberikan pernyataan singkat mengenai bidang studi yang telah dipelajari dan contoh-contoh acuan yang mudah diingat untuk setiap konsep prosedur atau prinsip yang diajarkan. d. Pensistesis (synherizer) Pensistesis adalah komponen strategi teori elaborasi yang berfungsi untuk menunjukkan kaitan-kaitan antara konsep-konsep, prosedur atau prinsip-prinsip yang diajarkan. Komponen strategi ini penting sekali karena ia akan memberikan sejumlah pengetahuan tentang kaitan diantara konsep-konsep, prosedur-prosedur dan prinsipprinsip. e. Analogi (analogy)

Analogi merupakan komponen strategi elaborasi yang sangat penting karena ia memudahkan pemahaman terhadap pengetahuan yang baru dengan cara membandingkannya dengan pengetahuan yang sudah dikenal pebelajar. Analogi menggambarkan persamaan antara ilmu pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lain yang berada di luar cakupan pengetahuan yang sukar dipelajari pebelajar. Makin dekat persamaan antara pengetahuan baru yang dijadikan pengetahuan analogi, makin efektif analogi itu. Analogi adalah komponen penting dalam pembelajaran karena mempermudah pemahaman dengan cara membandingkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dikenal mahasiswa (Reigeluth dan Stein, 1983).24 f. Pengaktif strategi kognitif (cognitif strategy activator) Pembelajaran akan menjadi lebih efektif apabila ia mampu mendorong pebelajar, baik secara sadar ataupun tidak untuk menggunakan strategi kognitif yang sesuai. Yang dimaksud strategi kognitif dalam konteks ini adalah keterampilan-keterampilan yang diperlukan pebelajar untuk mengatur proses-proses internalnya ketika ia belajar, mengingat dan berfikir. Strategi kognitif hendaknya diaktifkan selama pembelajaran berlangsung. (Rigney: 1978) mengemukakan ada 2 cara mengaktifkan strategi kognitif yaitu: 1. Dengan merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga pebelajar dipaksa untuk menggunakannya. 2. Dengan menyuruh pebelajar menggunakannya. Cara ini disebut dengan detached strategy. Ia tepat dipakai bila pebelajar sudah pernah belajar bagaimana menggunakan strategi kognitif ini. g. kontrol belajar (learning control) Menurut Merril (1979) konsep mengenai kontrol belajar mengacu kepada kebebasan pebelajar dalam melakukan pilihan dan pengurutan terhadap isi yang dipelajari (konteks kontrol), kecepatan belajar, komponen strategi pembelajaran yang digunakan dan strategi kognitif yang ingin digunakannya (conscious cognition control) sebagai komponen strategi yang diintegrasikan ke dalam teori elaborasi kontrol pebelajar terhadapo keempat hal di atas amat dimungkinkan pada tingkatan tertentu.
24

Internet Com. Teori elaborasi.

C. Prinsip-Prinsip Model Elaborasi Ada 7 prinsip yang mendasari model elaborasi yaitu sebagai berikut: 1. Penyajian kerangka isi (epitome). Prinsip pertama berkaitan dengan kapan kerangka isi (epitome) sebaiknya disajikan. Teori elaborasi menempatkannya pada frase yang paling awal dari keseluruhan peristiwa pembelajaran. Menampilkan kerangka isi, apakah itu berupa struktur konseptual, procedural atau teoritik. Pada fase pertama pembelajaran berfungsi menyediakan ideational scaffolding (Ausabel:1968) atau anchoring knowledge (Reigeluth and Stein: 1983) bagi isi yang lebih rinci yang dipelajari kemudian, kalau berpijak pada teori skema, kerangka isi yang disajikan kepada awal pembelajaran akan dapat berfungsi sebagai schemata bagi asimilasi konsep-konsep atau informasi baru. 2. Elaborasi secara bertahap. Prinsip yang kedua ini berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi pembelajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi. Elaborasi tahap kedua akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam elaborasi tahap pertama dan begitu seterusnya. Dengan demikian urutan pembelajaran bergerak dari umum ke rinci atau dari sederhana ke kompleks (urutan elaboratif). 3. Bagian terpenting disajikan pertama kali, prinsip yang berkaitan dengan pertanyaan, bagaimana dari semua bagian yang tercakup dalam kerangka isi, atau dalam elaborasi tahap pertama, kedua dan seterusnya yang harus disajikan pertama kali. Teori elaborasi menemukan bahwa bagian yang terpenting yang harus disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi bidang studi. 4. Cakapan optimal. Prinsip keempat berkaitan dengan tingkat kedalaman dan keluaran elaborasi. Setiap elaborasi hendaknya dilakukan cukup singkat agar konstruk (fakta, konsep, prinsip atau prosedur) dapat diterima dengan baik oleh pebelajar dan sekaligus mudah dalam membuat sintesis, namun juga perlu cukup panjang agar tingkat ke dalam dan keluasan elaborasi memadai. 5. Penyajian pensistesis secara bertahap. Prinsip kelima berkaitan dengan kapan sebaiknya pensistesis disajikan, penampilan pensistesis secara bertahap yaitu

setelah setiap kali melakukan elaborasi, secara khusus dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan diantara konstruk-konstruks yang lebih rinci yang baru diajarkan dan untuk menunjukkan konteks elaborasi dalam epotime. Dengan cara seperti ini pemahaman suatu konsep atau prosedur atau prinsip menjadi lebih dalam karena semuanya dipelajari dalam konteksnya. 6. Penyajian jenis pensistesis. Pensintesis yang fungsinya sebagai pengait satuansatuan konsep, prinsip atau prosedur hendaknya disesuaikan dengan tipe isi bidang studi. Tipe isi bidang studi dimaksud di sini bisa konsep, prosedur atau prinsip. Sedangkan jenis pensistesis bisa berupa struktur konseptual, procedural atau teoretik. Dalam hal ini, prinsip keenam menghendaki agar struktur konseptual digunakan untuk konsep, struktur prosedur dan struktur teoritik untuk prinsip. 7. Tahap pemberian rangkuman. Rangkuman dimaksudkan untuk mengadakan tinjauan kembali mengenai isi bidang studi yang sudah dipelajari, hendaknya diberikan sebelum penyajian pensistesis. Lebih lengkap lagi, sebelum tiap kali menyajikan pensistesis. Secara logis ini dilakukan agar memudahkan proses pembuatan dan sekaligus pemahaman pensistesis, kaitan-kaitan yang ada diantara konsep-konsep, prosedur-prosedur dan prinsip-prinsip akan lebih mudah ditunjukkan apabila satuan konsep, prosedur atau prinsip ini telah dipahami dengan baik. D. Langkah-Langkah Pembelajaran Yang Diorganisasi Dengan Model Elaborasi Langkah-langkah pengorganisasian dengan menggunakan model elaborasi yang berpijak ada analogi zoom lens adalah sebagai berikut: 1. Penyajian kerangka isi. Pembelajaran dimulai dengan menyajikan kerangka isi struktur yang memuat bagian-bagian yang penting dari bidang studi 2. Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian yang diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensintesis internal).

3. Pemberian rangkuman dan sistensis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap pertama diberikan rangkuman dan diikuti dengan pensintesis eksternal rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk yang diajarkan dalam elaborasi. 4. Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan diintgrasikan dengan kerangka isi, pembelajaran diteruskan ke elaborasi tahap kedua yang mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama dengan maksud membawa pebelajar pada tingkat kedalaman sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. 5. Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pada akhir tahap kedua, diberikan rangkuman dan sintesis eksternal seperti pada elaborasi tahap pertama. 6. Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan dan diintergrasikan ke dalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang kembali untuk elaborasi tahap ketiga dan seterusnya sesuai dengan kedalaman yang ditetapkan oleh tujuan pembelajaran. 7. Pada tahap akhir pembelajaran disajikan kembali kerangka isi untuk

mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.

E. Kesimpulan Teori elaborasi adalah teori pembelajaran yang mengikuti urutan umum ke rinci, seperti teori-teori sebelumnya. Pembelajaran elaborasi adalah pembelajaran yang menambahkan ide tambahan berdasarkan apa yang seseorang sudah ketahui sebelumnya. Elaborasi adalah mengasosiasikan item agar dapat diingat dengan sesuatu yang lain, seperti frase, adegan, pemandangan, tempat, atau cerita. Pembelajaran ini efektif digunakan apabila ide yang ditambahkan sesuai dengan penyimpulan. Implikasi dari strategi belajar ini adalah mendorong siswa untuk menyelami informasi itu sendiri,

misalnya untuk menarik kesimpulan dan berspekulasi tentang implikasi yang mungkin. Anak-anak menggunakan prior knowledge-nya sehingga ide baru dapat meluas, dengan demikian dapat menyimpan informasi lebih banyak daripada yang disajikan sebenarnya. Elaborasi jelas membantu siswa belajar dan mengingat materi dalam kelas lebih efektif daripada jika tidak. Anak-anak mulai mengelaborasi pengalamannya sejak awal masa preschool. Ada 7 komponen strategi yang dintegrasikan dalam teori elaborasi yaitu: Urutan elaboratif, urutan prasyarat belajar, rangkuman, sinstesis, analogi, pengaktifan strategi kognitif, kontrol belajar. Ada 7 prinsip yang mendasari model elaborasi yaitu sebagai berikut: Penyajian kerangka isi (epitome), elaborasi secara bertahap bagian terpenting disajikan pertama kali, cakupan optimal, penyajian pensintesis secara bertahap, penyajian jenis pensintesis, tahap pemberian rangkuman.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, Teori Belajar Dan Perkembangan, Pasca Sarjana Unimed, 2007 Mulyati, Psikologi Belajar, Yogyakarta, Andi, 2005 Bloom, Benjamin. Taxsonomy Of Educational Objectivitifives, New York: David Mc Kay Company Inc. 964

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007 Surya M, Psikologi Pendidikan, Bandung, 1982 Asri Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran, Yogyakarta: Rineka Cipta, 2004 Muhibbinsyah, Psikologi Belajar, Bandung: Raja Grafindo Persada, 2002 Ramli Maha, Banda Aceh: Ratha, 2002 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar Udin s. Winataputra, Dkk, Teori Belajar Dan Pembelajaran

You might also like