You are on page 1of 3

PANDANGAN TENTANG EUTHANASIA Entimologis euthanasia berasal dari kata Yunani. Eu berarti baik, dan thanatos berarti kematian.

Maka, Euthanateo berarti aku menjalani kematian yang layak; dan Euthanatos (kata sifat) berarti mati dengan mudah. Arti asli ini sering kali dilupakan karena dalam perkembangan selanjutnya terjalin aneka masalah lain yang juga mengubah isi dan dengan demikian juga penilaianya.

Masalah euthanasia juga menimbulkan masaalh moral seperti bunuh diri. Namun, Euthanasia melibatkan orang lain, baik yang melakukan penghilangan nyawa maupun yang menyediakana sarana kematian. Ada dua macam euthanasia: 1. Compulsory Euthanasia yaitu apabila orang memutuskan kapan hidup seseorang akan berakhir. Itu mungkin kerabatnya, dokter bahkan masyarakat secara keseluruhan. Kadang-kadang disebut mercy killing (penghilangan nyawa penuh belas kasih) sewaktu dilakukan pada orang yang menderita sakit yang mengerikan, seperti anak-anak yang cacat parah. 2. Voluntary Euthanasia berarti orang yang meminta untuk mati. Beberapa orang percaya bahwa pasien-pasien sekarat karena penyakit yang tak tersembuhkan dan menyebabkan penderitaan berat hendaknya di ijinkan untuk memeinta dokter membantunya mati. Pandangan seperti itu diajukan oleh Masyarakat Euthanasia Sukarela. PANDANGAN GEREJA TENTANG EUTHANASIA

EUTHANASIA

Beberapa orang percaya bahwa euthanasia harus diijinkan, karena itu lebih manusiawi dalam situasi tertentu untuk mengijinkan orang mati daripada memaksa mereka meneruskan hidup. Namun, ada pula yang tidak menerimanya. Gereja Katolik sangat mengutuk euthanasia. Gereja Katolik berpendapat mengenai euthanasia aktif sangat jelas : Tak sesuatu pun atau seseorang pun dapat membiarkan seorang manusia yang tidak bersalah di bunuh, entah dia itu janin atau embrio, anak atau dewasa, orang jompo atau pasien yang tidak dapat sembuh atau pun orang yang sedang sekarat. Selanjutnya, tak seorang pun diperkenankan meminta perbuatan permbunuhan ini, entah untuk dirinya

sendiri, entah untuk orang lain yang dipercayakan kepadanya. Juga tidak ada penguasa yang dengan sah dapat memerintahkan atau mengijinkan tindakan semacam itu (Konggres untuk Ajaran Iman, Deklarasi Mengenai Euthanasia, 5 Mei 1980)

Gereja menegaskan bahwa tidak dibenarkan mengakhiri hidup orang hanya karena kasihan atau rasa iba. Penderitaan harus diringankan bukan dengan pembunuhan, melainkan dengan pendampingan. Orang sakit yang amat menderita mempunyai masalah nyata dengan meminta supaya hidupnya dihentikan, takut menghadapi penderitaannya. Demi salib Kristus dan demi kebangkitan-Nya, Gereja mengakui adanya makna dalam penderitaan, sebab Allah tidak meninggalkan menderita. TINDAKAN PREVENTIF TERJADINYA EUTHANASIA orang yang

Perlu ditandaskan bahwa tak seorang pun dan tidak ada suatu pun dengan cara apa pun daoat diperkenankan mengakhiri hidup manusia yang tak bersalah, baik fetus maupun embrio, baik anak maupun dewasa, baik jompo maupun orang sakit yang tak tersembuhkan. Selain itu tak seorang pun boleh meminta tindakan mematikan itu bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain yang yang dipercayakan kepada tanggung jawabnya, bakhan ia tidak boleh menyetujuinya, baik eksplisit maupun implisit. Dan tidak ada satu otoritas pun yang dapat memerintahkan atau mengizinkannya secara sah. Sebab hal itu berarti pelanggaran terhadap hukum ilahi, pemerkosaan terhadap martabat pribadi manusia, kejahatan melawan hidup, derangan melawan umat manusia. Pencegahan dapat dilakukan dengan bertitik tolak dari beberapa hal dibawah ini : A. Deklarasi tentang euthanasia 1. Dalam deklarasi tentang euthanasia kita diingatkan: Permintaan orang-orang sakit yang kadang-kadang minta kematian, tidak bleh ditafsirkan seolah-olah berarti keinginan atas euthanasia yang sesungguhnya; Karena hampir selalu merupakan permintaan cemas akan pendampingan dan kasih sayang. Selain perawatan medis, yang dibutuhkan orang sakit ialah kasih sayang, sentuhan hari kehangatan manusiawi dan adikodrati dari semua: orang tua dan anakanak, dokter dan perawat dapat dan harus memberikannya.

B. Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit Katolik (54), KWI 1987 Pendampingan orang yang akan meninggal dunia berarti bantuan bagi seseorang yang menjalani tahap peralihan dari hidup ini kepada hidup yang kekal. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban unruk menyiapkan saat menjelang kematian, penderita jangan ditinggal sendirian. Dalam perjalanan kembali menghadap Tuhan, asal dan tujuan hidupnya, di usahakan agar penderita didampingi oleh keluarga, dokter, perawat, dan petugas agama yang di kehendaki pasien.

C. Beberapa hal yang perlu diperhatikan Usaha meringankan keadaan penderit dengan : 1. Sedapat mungkin memenuhi keinginanya 2. Tidak membatasi saat kunjungan, kecuali demi kepentingan dan atas permintaan pemderita sendiri; Fasilitas bagi pendamping 3. Suasana yang mendekati suasana akrab di rumah(gambar/foto orang-prang yang dicintainya, musik kesayangannya, barang-barang lain), udara segar.

Kebutuhan pendampingan keagamaan : 2. Pelayanan rohani pada umumnya Di rumah sakit katolik biasanya sudah diusahakan pelayanan rohani bagi para penderita dalam menjalani proses meninggal. Di tempat lain mungkin lebih insedental atas usaha keluarga penderita. 3. Pendampingan khusus untuk penderita terminal Kebutuhan penderita akan pendampingan rohani khusus tentulah lebih actual bila penderita masih sadar dan mempunyai keinginan-keinginan tertentu. Hal ini dapat menyangkut konsultasi dalam proses petimbangan pengambilan keputusan.

You might also like