You are on page 1of 38

SKENARIO 1 URIN SEPERTI AIR CUCIAN DAGING

Kelompok A-2 :
Citra Sari Fitriyah Sabrina Aldian Eka Surya Andi Ikhlas Adytal Chintia Nilna Muna Deny Oktariana Pamuncak Dias Nuzulia Afriani Efa Amalia Amani Fahmi Azhari Basya Ferbina Rizkya 1102006064 1102008107 1102009020 1102009030 1102009062 1102009071 1102009080 1102009095 1102009104 1102009111

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

2011

Urin seperti air cucian daging


Seorang anak perempuan usia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena sudah dua hari air kencingnya berwarna seperti air cucian daging. Pada riwayat penyakit dahulu sering menderita radang tenggorokan. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran komposmentis wajah tampak bengkak. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria

Learning Objectives I. Memahami anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal dan saluran kemih II. Memahami Fisiologi ginjal, peran dan proses pembentukan urin serta aspek biokimia pada urin dan komposisinya III. Memahami tentang Glomerulonefritis a) Definisi Glomerulonefritis b) Etiologi Glomerulonefritis c) Epidemiologi Glomerulonefritis d) Klasifikasi Glomerulonefritis e) Patofisiologi dan Patogenesis Glomerulonefritis f) Diagnosis Glomerulonefritis (manifestasi, pemeriksaan & Diagnosis Banding) g) Terapi Glomerulonefritis h) Prognosis dan komplikasi Glomerulonefritis IV. Memahami dan Menjelaskan thaharah dan urin atau darah sebagai najis

LO I : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal


Makroskopik Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal. Berbentuk seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus oleh fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba. Ginjal terdiri atas korteks (bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Setiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang nantinya akan membentuk piramid (pyramides renales). Dasar dari piramid (basis renalis) terletak diperbatasan antara korteks dengan medulla. Puncak dari piramid disebut papilla (papillae renales) yang berfungsi untuk meneteskan urine. Papillae renales akan bermuara pada calyx minor. 2-3 Calyx minor akan membentuk calyx major. Calyx major ini akan bermuara di pelvis

ureter yang mana terletak pada hillus renalis. Alat-alat yang masuk ke hillus renalis adalah A.renalis, N.vagus, plexus symphaticus. Sedangkan alat-alat yang keluar adalah V.renalis, Nn.lymphaticus, ureter. Pada bagian korteks terdiri atas 2 selubung, pertama adalah capsula fibrosa (dalam) dan capsula adiposa (luar). Capsula adiposa merupakan selubung yang dilapisi oleh lemak. Korteks merupakan bagian terpenting pada ginjal. Hal ini dikarenakan pada korteks terdapat glomerolus (filtrasi), tubulus kontortus proksimal (reabsorpsi) serta tubulus kontortus distal

Panjang dan berat ginjal bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur. Setiap ginjal mengandung 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron berakhir pada janin usia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal serta duktus koligens. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman disebut juga badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.

Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis bercabang bercabang A.segmentalis, yang menjadi menjadi lalu

A.renalis. A.renalis akan

menjadi A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus. Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis. Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava inferior, yang akan menuju ke atrium dextra. Dari atrium dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O2 bebas (sirkulasi pulmonal)

Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII. Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis).
batas

Ginjal Kiri Anterior Dinding dorsal gaster Pankreas Limpa

Ginjal Kanan Lobus kanan hati Duodenum pars descendens Fleksura hepatica

Vasa lienalis Usus halus Fleksura lienalis Posterior

Usus halus

Diafragma, M.psoas major, M.quadratus lumborum, M.transversus abdominis (aponeurosis), N.subcostalis, N.iliohypogastricus, A.subcostalis, Aa.lumbales 12(3), Costae 12 (ginjal kanan) dan Costae 11-12 (ginjal kiri).

Mikroskopik Ginjal individual tersusun dari unit

yang

disebut

tubulus

uriniferus. Tubulus uriniferus terdiri dari 2 bagian, yaitu nephron dan ductus coligens. kantung Pangkal buntu nephron berupa disebut capsula

Bowman, berbentuk seperti mangkok berdinding dua lapis. Bagian luar yaitupars parietalis dibentuk oleh epitel selapis gepengdan pars viceralis yang dibentuk oleh epitel oleh sel besar yang mempunyai banyak pedicle/foot processes, yaitu podocyte. Podocyte berdiri diatasn membrane basalis melalui pediclenya. Antara pedicle terdapat membrane tipis disebut filtration slit membrane. Kedalam capsula bowman masuk gulungan kapiler disebut glomerulus. Sel endhoteliab kapiler glomerulus memiliki pori atau fenestra oada sitoplasmanya. Capsula bowman bersama glomerulus disebut corpus malphigi yang fungsi utamanya adalah filtrasi. Hasil filtrasi darah disebut ultra filtrate kemudian dialirkan kedalam system tubulus. Tubulus dibagi menjadi tiga bagian yaitu tubulus proximal, ansa henlei, tubulus distal. Tubulus proximal berfungsi reabsorbsi,ion Na dipompakan kembali ke jaringan interstisial, glukosa, asam amino dan bbahan lainyang masih
7

diperlukan diserap kemblai drai ultra filtrate. Dinding tubulus proximal disususn oleh epitel selapis kuboid, dengan inti berbentuk lonjong dan sitoplasma eosinophili, batas antar sell tidak terlihat jelas. Pada permukaan sel terdapat micovili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran brush border. Tubulus proximal mempunyai bagian yang berkelokkelok (pars contractil) terdapat di cortex, dan bagian yang lurus (pars rectus) turun ke medulla menjadi pars descenden (segm,en tebal) ansa henlei. Bagian tipis ansa henlei terletak di medulla, tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumenya kecil mirip kapiler. Ansa henlei berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi oleh epitel selapis kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari pars rectus tubulus distal. Tubulus distal disusun oleh selapis sel-sel kuboid, pada potongan melintang terlihat sel-sel yang menyusun dinding lebih banyak dan sitoplasma kurang eosinophil disbanding tubulus proximal,tidak terdapat gambaran brush border. Di cortex tubulus distal berkelok-kelok, mendekati glomerulus, dan kemudian dia bermuara ke ductus koligens. Sel-sel epitel dinding tubulus distal pada sisi yang dekat ke glomnerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat, sehingga disebut macula densa. Ductus coligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel dinding ductus coligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel terlihat tegas dan dinding sel ke apex cenderung menggelembung menonjol ke lumen.

A.H Tipis Ascendens

A.H Tebal Pars Descendens A.H Tebal Pars

Tubulus Proksimal Tubulus Distal

Duktus Koligens

Pembuluh darah masuk ke glomerolus melalui A.afferent, di dalam kapsula Bowman A.afferent bercabang membentuk glomerolus kemudian menyatu kembali dan keluar sebagai A.efferent. Daerah tempat masuknya pembuluh darah di kapsulal Bowman disebut polus vaskularis. Sedangkan daerah tempat kapsula Bowman bersambungan dengan tubulus proksimal disebut polus urinarius. Pada polus vaskularis korpus Malphigi terdapat struktur khusus yang disebut dengan aparatus juksta glomerolus. Aparatus juksta glomerolus terdiri atas sel jukstaglomerolus, makula densa dan sel mesangial ekstra glomerolus (polkissen). Di luar glomerolus tepat sebelum bercabang, sel otot polos dari tunika muskularis dinding A.afferent berubah menjadi besar.

LO II : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal


Fisiologis ginjal Ginjal memiliki fungsi spesifik yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal : 1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh 2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstra seluler seperti Na+, Cl-, K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43- dan H+ 3. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri 4. Membantu memelihara keseimbangan asam-basa tubuh dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin 5. Memelihara osmolaritas
9

6. Mengeksresikan produk-produk sisa dari metabolisme tubuh 7. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormone yang berperan merangsang pembentukan sel darah merah 8. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang berperan penting dalam proses konversi garam oleh ginjal 9. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya Proses pembentukan urin oleh ginjal Filtrasi glomerulus Filtrasi atau penyaringan terjadi di glomerulus ginjal, bertujuan untuk menyaring sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lain yang molekulnya cukup kecil. Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati 3 lapisan yang membentuk membrane glomerulus : 1. Dinding kapiler glomerulus 2. Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basalis
3.

Lapisan dalam kaspsula Bowman (sel podosit) Dinding kapiler glomerulus dilapisi oleh selapis sel endotel dan

memiliki lubang dengan pori-pori besar atau fenestrated yang 100 kali lebih permeable terhadap H2O dan zat terlarut lain dibandingkan dinding kapiler lainnya. Membrane basalis glomerulus terdiri atas glikoprotein dan kolagen yang terselip diantara kapsula Bowman. Glikoprotein ini bersifat negative sehingga albumin dan protein plasma yang lain tidak dapat melewati membrane basal karena protein tersebut juga bermuatan negative. Lapisan dalam kapsula Bowman atau sel podosit, memiliki tonjolan dan celah filtrasi (filtration slit) yang terletak diantara tonjolan podosit yang berdekatan, berfungsi sebagai jalan bagi cairan untuk keluar
10

dari kapiler glomerulus dan kemudian masuk ke dalam kapsula Bowman. Dengan demikian rute yang diambil oleh bahan atau substansi yang terfiltrasi untuk melewati mebran glomerulus yang bersifat ekstrasel yaitu : Pori-pori kapiler glomerulus kemudian membrane basalis dan terakhir melalui celah filtrasi menuju lumen kapsula Bowman. Laju filtrasi glomerulus (glomerulus filtration rate/GFR) GFR ditentukan oleh keseimbangan antara daya osmotik koloid dan hidrostatik yang bekerja pada membrane kapiler dan juga koefisien filtrasi kapiler (Kf).

Kf merupakan ukuran hasil konduktivitas hidrolik dan area permukaan kapiler glomerulus, nilainya sekitar 12.5 mL/menit/mmHg. Nilai Kf dapat menurun jika jumlah kapiler glomerulus fungsional berkurang. Tekanan filtrasi netto/akhir (N = 10 mmHg) terdiri atas : PG : tekanan hidrostatik glomerulus/ kapiler glomerulus (N =

60 mmHg) PB mmHg) G : tekanan osmotik koloid protein plasma dalam kapiler : tekanan hidrostatik dalam kapsula Bowman (N = 18

glomerulus (N = 32 mmHg) B : tekanan osmotik koloid protein dalam kapsula Bowman

(N = 0 mmHg)

Maka GFR :
11

Nilai normal GFR rata-rata pada pria 125 mL/menit, sedangkan pada wanita 115 mL/menit, jumlah filtrate glomerulus yang dihasilkan pada pria 180 L filtrate glomerulus/hari sedangkan pada wanita 160 L filtrate glomerulus/hari. GFR dapat berubah dengan berbagai cara yaitu : a) Peningkatan atau penurunan Kf kapiler glomerulus b) Peningkatan atau penurunan G, yang jika apabila didapatkan meningkat, dapat memekatkan protein plasma c) Peningkatan dan penurunan PB

12

d) dan mekanisme fisiologis yang paling berpengaruh yaitu perubahan dari PG yang dipengaruhi oleh tekanan arteri, tahanan arteriol aferen dan tahanan arteriol eferen Autoregulasi GFR dan aliran darah ginjal GFR sangat dipengaruhi dari tekanan hidrostatik kapiler glomerulus yang berupa arteriol aferen dan arteriol eferen. Peningkatan yang timbul akibat tekanan hidrostatik ini juga akan mempengaruhi aliran darah ke ginjal. Fungsi dari autoregulasi ini adalah mempertahankan pengiriman O2 dan nutrisi lain dan juga mempertahankan aliran darah yang masuk kapiler glomerulus agar nilainya bersama GFR tetap konstan, sementara tekanan hidrostatik atatu PG berubah. Peningkatan GFR terjadi karena peningkatan tekanan arteri dan tekanan filtrasi netto, kemudian sifat autoregulasi dari ginjal akan membuat mekanisme miogenik bekerja yang berupa konstriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan aliran darah ke dalam glomerulus berkurang. Dan sebagai hasil yang diharapkan, maka PG turun dan diikuti oleh penurunan GFR yang cenderung kembali normal. Begitu pula sebaliknya, penurunan GFR yang terjadi sebagai akibat penurunan tekanan arteri akan dikompensasi oleh autoregulasi ginjal yang kali ini akan membuat mekanisme miogenik yang berupa dilatasi arteriol aferen sehingga menyebabkan meningkatnya aliran darah ke dalam glomerulus. Dan hasil yang didapat yaitu peningkatan PG yang kemudian diikuti peningkatan GFR yang cenderung kembali normal.

Autoregulasi terjadi akibat adanya 2 mekanisme : mekanisme miogenik, yang berupa terangsangnya otot polos vaskuler arteriol yang diakibatkan oleh tekanan arteri sehingga gerjadi konstriksi dan dilatasi
13

mekanisme umpan balik tubuloglomerulus, yang dilakukan oleh apparatus jukstaglomerulus lebih tepatnya oleh macula densa yang berfungsi mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewatinya. Jika GFR meningkat maka cairan yang mengalir ke tubulus distal akan melebihi volume normal sehingga menimbulkan respons dari sel macula densadengan cara memicu pengeluaran zat kimia vasoaktif dari apparatus sehingga terjadi konstriksi arteriol aferen yang kemudian diikuti oleh penurunan aliran darah ke glomerulus dan GFR akan turun yang cenderung mencapai normal.

14

Kontrol fisiologis terhadap filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal Penurunan GFR akibat aktivasi saraf simpatis, terjadi karena penurunan tekanan pada baroreseptor sinus carotid atau reseptor kardiopulmonal yang akan berpengaruh sedikit terhadap aliran darah ginjal atau GFR Kontrol hormonal dan autakoid terhadap sirkulasi ginjal . Hormone norepinefrin dan epinefrin dari medulla adrenal akan menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan arteriol eferen sehingga menurunkan aliran darah ke ginjal. Endotelin yang berupa peptide yang dilepaskan oleh sel endotel vaskuler ginjal atau jaringan lain yang rusak sehingga berperan dalam proses hemostasis. Angiotensin II bersifat vasokonstriktor kuat ginjal, yang membuat konstriksi arteriol aferen, maka jika angiotensin II meningkat, akan menyebabkan PG atau tekanan hidrostatik meningkat dan aliran darah ke ginjal berkurang. Nitrat oksida, berupa autakoid yang menurunkan tahanan vaskular ginjal yang dilepaskan oleh sel endotel vaskular yang kemudian menyebabkan vasodilatasi kapiler ginjal dan akhirnya menyeksresi natrium dan air dalam jumlah normal. Prostaglandin dan bradikinin bekerja mengurangi efek vasokonstriksi akibat angiotensin II dan aktivasi saraf simpatis yang kahirnya akan meningkatkan GFR.

15

Reabsorpsi tubulus Setelah plasma bebas-protein difiltrasi melalui glomerulus, setiap zat ditangani secara tersendiri oleh tubulus, sehingga walaupun konsentrasi semua konstituen dalam filtrate glomerulus awal identik dengan konsentrasinya dalam plasma, konsentrasi berbagai konstituen mengalami perubahan saat cairan filtrasi mengalir melalui system tubulus. Zat-zat utama yang direabsorpsi secara aktif yaitu Na+, sebagian besar elektrolit lain, nutrient organic misalnya glukosa dan asam amino, sedangkan yang direabsorpsi secara pasif adalah Cl-, H2O dan urea. Reabsorpsi pasif tidak menggunakan energy untuk memindahkan secara netto bahan tertentu tanpa
16

melawan arus gradient elektrokimia, sedangkan reabsorpsi aktif yaitu perpindahan netto suatu bahan dari lumen ke plasma yang berlangsung dengan cara melawan gradient elektrokimia. Di awal nefron, reabsorpsi Na+ terjadi secara konstan dan tidak dikontrol, tetapi di tubulus distal dan ductus koligens, reabsorpsi sebagian kecil Na+ yang difiltrasi beerubah-ubah dan dapat dikontrol. Tingkat reabsorpsi Na+ yang dapat dikontrol ini terutama bergantung pada system renin-angiotensin-aldosteron yang kompleks.

17

Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ionion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

18

Ekskresi Pada keadaan normal, sebanyak 180 L cairan difiltrasi oleh glomerulus tiap hari, sedangkan volume urine rata-rata tiap hari sekitar 1 L. Zat terlarut dalam jumlah yang sama juga dapat dieksresikan per 24 jam dalam urine bervolume 500 mL dengan kepekatan 1400 mosm/kg, atau dalam urin sebanyak 23,3 L dengan kepekatan sebesar 30 mosm/kg. Nilainilai ini menunjukkan dua hal yang penting: pertama, paling sedikit 87% air yang difiltrasi akan direabsorpsi, meskipun volume urine 23 L; kedua, reabsorpsi sisa air yang telah mengalami filtrasi dapat bervariasi tanpa mempengaruhi jumlah total zat yang terlarut yang dieksresi. Dengan demikian, bila urine pekat, terjadi retensi air melalui zat terlarut; dan bila urine encer, terjadi eksresi air melebihi eksresi zat terlsrut. Kedua hali ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh. Regulator kunci pada pengeluaran air adalh vasopresin yang bekerja pada duktus kolingens. Memahami cairan dan keseimbangan tubuh Mekanisme pengaturan komposisi dan volume cairan tubuh terjadi melalui upaya mempertahankan osmolalitas cairan tubuh dan volume cairan tubuh. 1. Mempertahankan osmolalitas cairan esktrasel tubuh merupakan fungsi mekanisme sekresi vasopression ( anti diuretic hormon/ADH ) dan mekanisme rasa haus. Osmolalitas total tubuh sebanding dengan natrium total tubuh ditambah jumlah kalium tubuh dibagi air tubuh total. Na total + K total air tubuh Jadi perubahan osmolalitas akan terjadi jika tidak ada keseimbangan mengenai jumlah elektrolit-elektrolit ini dengan jumlah air yang masuk atau hilang dari tubuh. Jika tekanan osmotik efektif plasma naik, sekresi vasopressin naik dan mekanisme haus dirangsang. Air ditahan dalam tubuh
19

mengencerkan osmolalitas yang meningkat, dibantu oleh asupan air yang tambah. Sebaliknya, jika plasma menjadi hipoosmolal, sekresi vasopressin menurun dan air diekskresi. Dengan cara ini osmolalitas dipertahankan dalam batas normal ialah antara 280 dan 295 mosm/kg air.

Gambar Ganong hal 733

2. Mempertahankan volume cairan ekstrasel (CES) terutama ditentukan oleh jumlah total solut yang aktif secara osmotik. Karena natrium dan klorida merupakan solut terbanyak dalam cairan ekstrasel maka mekanisme yang mengontrol keseimbangan ion natrium merupakan ion utama mempertahankan volume cairan ekstrasel. Tetapi ada juga kontrol volume sekresi air. Peningkatan volume CES menghambat sekresi vasopressin dan penurunan volume CES menyebabkan sekresi hormon tersebut. Perangsangan volume meniadakan pengaturan osmotik. Angiotensin II merangsang sekresi aldosteron yang mereabsorosi natrium, dan sekresi vasopressin, juga menyebabkan rasa haus dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, yang membantu mempertahankan tekanan darah. ANGIOTENSIN II mempunyai peran kunci dalam jawabannya terhadap hipovolemia.

20

Penanganan dehidrasi melalui sistem renin-angiotensin II-aldosteron. Pada dehidrasi terjadi hipovolemia cairan tubuh. Akibatnya tekanan darah menurun. Penurunan tekanan darah akan merangsang baroreseptor tekanan darah di vena dan arteri pulmonalis. Melalui sistem simpatis, apparatus jukstaglomerulus akan melepaskan rennin. Angiotensinogen oleh rennin diubah menjadi angiotensin I di ginjal.

Gambar Ganong hal 734 Angiotensin I di paru diubah oleh angiotensin-converting enzyme diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan melepaskan aldosteron di medula adrenal. Angiotensin II menyebabkan : 1. 2. 3. 4. Vasokonstriksi yang menyebabkan peningkatan tekanan darah Reabsorpsi ion natrium di tubulus distalis dan duktus kolligen kritikal. Bersama ini air ikut diserap Merangsang sekresi hormon vasopressin di hipotalamus posterior. Menyebabkan reabsorpsi air diduktus kolligens Merangsang rasa haus dengan reseptor rasa haus di organium vaskulusum patralis temporalis minum air Konsep dasar pengaturan cairan & elektrolit:

21

Mekanisme homeostasis yang memantau dan mengatur komposisi cairan tubuh peka terhadap perubahan dalam cairan ekstraseluler. Tidak ada reseptor secara langsung memantau keseimbangan cairan, reseptor dapat memantau volume dan konsentrasi osmotik plasma. Perbedaan tekanan osmotik dapat sebabkan transpor aktif garam dan diikuti transport pasif air. Air dan elektrolit dlm tubuh meningkat bila yg masuk lebih banyak daripada yang keluar.

LO III : Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut


Definisi Glomerulonefritis (GN) adalah suatu kondisi penyakit dimana mekanisme kekebalan memicu peradangan glomerulus serta proliferasi jaringan glomerulus yang dihasilkan ke membran basal, mesangium, dan kerusakan endotelium kapiler. Etiologi Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pasca streptococcus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptococcus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptococcus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptococcus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15. Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa: 1) Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2) Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3) Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi diduga mempengaruhi insiden GNA pasca infeksi kuman Streptococcus. Ada
22

beberapa kuman penyebab glomerulonefritis akut lain, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan oleh infeksi dari Streptococcus, penyebab lain tersebut diantaranya: Bakteri Streptococcus grup C, Meningococcocus, Sterptoccocus viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi Virus Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika Parasit Malaria dan toksoplasma

Streptococcus Sterptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis grup A. Grup ini diberi spesies nama S. Pyogenes. S. pyogenes -hemolitik grup A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu streptolisin O dan S Epidemiologi Dalam GN, ada laki-laki lebih mendapatkan kondisi dengan rasio 2:1. Hal ini terutama menimpa anak-anak dan remaja muda, (5-15 tahun), sedangkan porsi yang lebih kecil, 10% terjadi pada pasien di atas 40 tahun. Bagaimanapun dapat diperoleh pada setiap waktu dalam jangka hidup. Statistik GN di Amerika Serikat akan mengungkapkan bahwa penyakit glomerular, ada 10-15% representasi GN(Papanagnou, 2008). Immunoglobulin A (IgA) nefropati GN adalah penyebab paling umum dari GN seluruh dunia. Meskipun telah ada penurunan kejadian GN poststreptococal di sebagian besar negara-negara barat, masih jauh lebih umum di daerah seperti Afrika, Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan

23

Klasifikasi 1. Sumber Terjadinya Kelainan a. Glomerulonefritis Primer, kelainan ginjal yang penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu sendiri. Glomerulonefritis Non Proliferatif : a. Glomerulonefritis Lesi Minimal (GNLM) Merupakan salah satu jenis glomerulonefritis yang dikaitkan dengan sindroma nefrotik, sehingga disebut juga sebagai nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF menunjukkan gambaran glomerolus yang normal. Pada pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan hilangnya foot processes sel epitel visceral glomerolus b. Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental (GSFS) Secara klinis memberikan gambaran sindroma nefrotik dengan gejala proteinuria masif, hipertensi, hematuria, dan sering disertai dengan gangguan fungsi ginjal. Pemeriksaan mikroskop cahaya menunjukkan sklerosis glomerolus yang mengenai bagian atau segmen tertentu. Obliterasi kapiler glomerolus terjadi pada segmen glomerolus dan dinding kapiler mengalami kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan komponen C3. Glomerolus yang lain dapat normal ataupun membesar dan pada sebagian kasus ditemukan penambahan jumlah sel. c. Glomerulonefritis Membranosa (GNMN) Disebut juga nefropati membranosa dan sering menjadi penyebab utama sindroma nefrotik. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui, sedangkan pada kasus yang lain sering dikaitkan dengan SLE, infeksi hepatitis virus B atau C, tumor ganas, atau pun akibat obat (misalnya, preparat emas, penisilinamin, OAINS). Pemeriksaan mikroskop cahaya tidak menunjukkan kelainan berarti. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskop IF ditemukan deposit IgG dan komponen C3 berbentuk granular pada dinding kapiler glomerolus. Dengan pewarnaan khusus tampak konfigurasi spike like pada MBG. Gambaran histopatologi pada mikroskop cahaya, IF dan mikroskop elektron sangat bergantung pada stadium penyakitnya. Glomerulonefritis Proliferatif
24

1. 2. 3.

Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP) Glomerulonefritis Mesangioproliferatif (GNMsP) Glomerulonefritis Kresentik

4. Nefropati IgA Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi. 5. Nefropati IgM

Glomerulonefritis Sekunder, kelainan ginjal yang penyakit dasarnya berasal dari penyakit sistemik, seperti: DM, SLE, mieloma multiple, amiloidosis. 2. Derajat Penyakit Glomerulonefritis Akut (GNA) Suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Mayoritas bakteri penyebanya adalah streptococcus. Glomerulonefritis Kronik (GNK) Adanya hematuria dan proteinuria yang menetap akibat dari terjadinya eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut.

Patogenesis Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai

25

penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada

membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

Patofisiologi Pada dasarnya bukan sterptococcus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptococcal yang spesifik. Sehingga terbentuklah suatu kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerolus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis (komponen penyusun membrana basalis pada glomerolus memiliki kemiripan dengan komponen penyusun streptococcus). Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membrana basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti dengan sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler pada glomerolus akan menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, sehingga mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub epitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerolus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli penyebab infeksi pada glomerolus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran
26

basalis glomerulus. Aktivasi komplemenlah yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub endotel membrana basalis glomerolus itu sendiri, atau menembus membrana basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, sub endotel, dan epitel membranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3, C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuklah autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk kompleks imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa proliferasi selsel mesangial dan matriks yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membrana basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai (kapsula Bowman) kapiler. Jika kompleks terutama terletak sub endotel atau sub epitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan bulan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun sub epitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membrana basalis glomerolus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membrana basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu
27

determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler berada di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membrana basalis, tetapi cenderung masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempattempat lain. Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerolus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptococcus.

Gejala Klinis Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.

28

Gambar. proses terjadinya proteinuria dan hematuria

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.

Diagnosis Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal
29

penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropatiIgA. Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit. Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain nonnefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.

Gambaran Laboratorium Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
30

hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum ( total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama. Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 7580% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

Gambaran patologi Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titiktitik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di
31

samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20 Keterangan gambar : Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40

32

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

Tatalaksana Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

33

2) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3) Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 4) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 5) Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. o Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972). o Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

34

Diagnosis banding GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah : 1. nefritis IgA Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas. 2. MPGN tipe I dan II ( membrano ploriferatif glomerulonefritis) Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia. 3. lupus nefritis Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria 4. Glomerulonefritis kronis Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

Komplikasi Gagal ginjal akut meliputi kelebihan volume, kongesti sirkulasi, hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang-kejang dan uremia

Prognosis Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan glomerulonefritis post streptokokus. Tidak ada bukti terjadi perburukan menjadi glomerulonefritis kronik. Namun jarang fase akut dapat menjadi sangat berat dan menimbulkan hialinisasi glomerulus dengan manajemen yang tepat pada gagal ginjal / gagal jantung akut. Kekambuhan sangat jarang terjadi.

35

LO IV : Memahami dan Menjelaskan Thaharah dan Urin atau darah sebagai najis

Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat AlBaqarah:222 Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Macam macam Thaharah Thahharah terbagi dalam 2 bagian : 1. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi. 2. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis dengan air. Macam macam najis dibagi 3 : 1. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah. 2. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki laki yang belum makan atau minum apa apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya. 3. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya. Macam macam Hadats dibagi 2 :

36

1. Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah : a. Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak b. Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain c. Meninggal dunia d. Haid, nifas dan wiladah 2. Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah : a. Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur b. Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur c. Karena persentuhan antara kulit laki laki dan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya Karena menyentuh kemaluan Perbedaan antara hadats,kotoran, dan najis Hadats dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah tertentu seperti shalat. Hadats berbeda dengan najis karena hadats berarti keadaan dan bukan suatu benda atau zat tertentu sedangkan najis berarti benda atau zat tertentu dan bukan suatu keadaan. Adapun kotoran memiliki makna yang lebih umum dari najis, sebab meliputi pula sesuatu yang kotor namun tidak menghalangi seseorang melakukan ibadah, contohnya tanah, debu dan lain - lain.

37

Daftar Pustaka

Sherwood, L. 2004. Human Physiology : From Cell to System 5th Edition. Singapore : West International Thompson Publishing Inc. Guyton & Hall. 1996. Textbook of Medical Physiology 9th Edition. Pennsylvania : W. B Saunders Company. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC. Sudoyo,Aru W.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta. lmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed 22, EGC

:Jakarta

38

You might also like