You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH B. PERUMUSAN MASALAH BAB II PEMBAHASAN A.

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI KAUM PERINTIS SOSIALIS Konsep-konsep ekonomi dari kaum perintis ditemukan terutama dalam ajaranajaran agama, kaidah-kaidah hukum, etika atau aturan-aturan moral. Misalnya dalam kitab Hammurabi dari Babilonia tahun 1700 SM, masyarakat Yunani telah menjelaskan tentang rincian petunjuk-petunjuk tentang cara-cara berekonomi. Plato hidup pada abad keempat sebelum Masehi mencerminkan pola pikir tradisi kaum ningrat. Ia memandang rendah terhadap para pekerja kasar dan mereka yang mengejar kekayaan. Plato menyadari bahwa produksi merupakan basis suatu negara dan penganekaragaman (diversivikasi) pekerjaan dalam masyarakat merupakan keharusan, karena tidak seorang pun yang dapat memenuhi sendiri berbagai kebutuhannya. Inilah awal dasar pemikiran Prinsip Spesialisasi kemudian dikembangkan oleh Adam Smith. Aristoteles merupakan tokoh pemikir ulung yang sangat tajam, dan menjadi dasar analisis ilmuwan modern sebab analisisnya berpangkal dari data. Konsep pemikiran ekonominya didasarkan pada konsep pengelolaan rumah tangga yang baik, melalui tukarmenukar. Aristoteleslah yang membedakan dua macam nilai barang, yaitu nilai guna dan nilai tukar. Ia menolak kehadiran uang dan pinjam-meminjam uang dengan bunga, uang hanya sebagai alat tukar-menukar saja, jika menumpuk kekayaan dengan jalan minta/mengambil riba, maka uang menjadi mandul atau tidak produktif. Xenophon seorang prajurit, sejarawan dan murid Socrates yang mengarang buku Oikonomikus (pengelolaan rumah tangga). Inti pemikiran Xenophon adalah pertanian dipandang sebagai dasar kesejahteraan ekonomi, pelayaran dan perniagaan yang dianjurkan untuk dikembangkan oleh negara, modal patungan dalam usaha, spesialisasi dan pembagian kerja, konsep perbudakan dan sektor pertambangan menjadi milik bersama. Thomas Aquinas (1225-1274) seorang filosof dan tokoh pemikir ekonomi pada abad pertengahan, mengemukakan tentang konsep keadilan yang dibagi dua menjadi keadilan distributife dan keadilan konvensasi, dengan menegakkan hukum Tuhan maka dalam jual-beli harus dilakukan dengan harga yang adil (just-price) sedang bunga uang adalah riba. Tetapi masalah riba, upah yang adil dan harga yang layak ini merupakan masalah yang terus-menerus diperdebatkan dalam ilmu ekonomi.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

A. Pemikiran ekonomi mazhab sosialisme Sejarah Pemikiran Mazhab Sosialis dan Kritik terhadap Pemikiran Ekonomi Klasik Kritik yang dikemukakan oleh mazhab sosialis berhubungan dengan doktrin laissez faire dengan pengendalian tangan tak kentara (invisible hand) dan intervensi pemerintah. Pemikiran yang dibahas adalah tentang teori nilai, pembagian kerja, teori kependudukan, dan the law of deminishing return, dan kritiknya karena asumsi bahwa negaralah yang berhak untuk mengatur kekayaan bangsa. Para pengritik mazhab klasik terutama dari Lauderdale, Sismonde, Carey, List dan Bastiat. Lauderdale mengajukan kritik bahwa nilai barang ditentukan oleh kelangkaan dan permintaan, sedangkan Muller dan List melihat bahwa nilai barang ditentukan juga tidak hanya oleh modal fisik, tetapi juga oleh modal spiritual dan modal mental. Demikian juga Carey melihat tentang teori nilai dari segi teori biaya reproduksi, sedangkan Bastiat bahwa faktor-faktor yang menentukan nilai barang adalah besarnya tenaga kerja yang dikorbankan pada pembuatan barang, menurut beliau hal-hal yang menjadi karunia alam tidak mempunyai nilai, kecuali telah diolah manusia. Sismonde mengajukan keberatan terhadap teori kependudukan Malthus, dan tidak mungkin dapat dikendalikan dengan cara-cara yang dikemukakan Malthus, sebab sangat tergantung pada kemauan manusia dan kesempatan kerja, dan kawin yang selalu dikaitkan dengan kemampuan ekonomi. Mesin mempunyai fungsi untuk menggantikan tenaga kerja manusia, aspek mesin tidak selalu mempunyai keuntungan dalam meningkatkan kekayaan bangsa. Carey berpendapat pertambahan modal lebih cepat dari pertambahan penduduk. Sismonde berpendapat bahwa pembagian kerja skala produksi menjadi semakin besar dan tidak dapat dikendalikan sehingga terjadi kelebihan produksi. Muller berpendapat bahwa pembagian kerja telah membawa pekerjaan ke dalam perbudakan dan tenaga kerja menjadi mesin. Pemikiran List bukan pembagian kerja yang paling penting tetapi mengetahui dan menggunakan kekuatan-kekuatan produktif dalam usaha meningkatkan kekayaan bangsa. Pemikiran John Stuart Mill banyak dipengaruhi oleh Jeremy Bentam yang beraliran falsafah utilitarian, bebannya sangat berat dalam mempelajari falsafah, politik dan ilmu sosial, yang menjadikan mental breakdown. Kritik terhadap ekonomi klasik terutama pada Smith, Malthus dan Ricardo, dipelajari oleh Mill. Sementara itu pemikiran ekonomi sosialis mulai berkembang, dasar sistem ekonomi klasik adalah laissez faire, hipotesis kependudukan Malthus, hukum lahan yang semakin berkurang, teori dana upah mendapat tantangan. Dalam era inilah pemikiran Mill dituangkan dalam bukunya yang berjudul Principle of Political Economy, dengan pemikiran yang eklektiknya. Sumbangan yang paling besar Mill adalah metode ilmu ekonomi yang bersifat deduktif dan bersama dengan metode induktif. Karena hipotesisnya belum didukung dengan data empirik, di samping itu pembahasannya tentang teori nilai tidak melihat dari biaya produksi, tetapi telah menggunakan sisi permintaan melalui teori elastisitas. Mill menjelaskan bahwa hukum yang mengatur produksi lain dengan hukum distribusi pendapatan, juga memperkenalkan human

capital investment yaitu keterampilan, kerajinan dan moral tenaga kerja dalam meningkatkan produktivitas. B. Ekonomi mazhab sosialisme utopis Dari pandangan pemikiran yang revolusioner Karl Marx dan Enggel pemikiran ini biasa disebut kaum sosialis ilmiah dan ada yang tetap mempertahankan dengan cara-cara yang bersifat ideal dan terlepas dari kekuasaan politik disebut sosialis utopis dengan dipelopori oleh Thomas More, Francis Bacon, Thomas Campanella, Oliver Cromwell, Gerard Winstanley, James Harrington.. Perkataan Utopis berasal dari judul buku Thomas More dalam tahun 1516 Tentang Keadaan Negara yang Sempurna dan Pulau Baru yang Utopis. Francis Bacon dalam bukunya Nova Atlantis (1623), dan Thomas Campanella (1623) dalam bukunya Negara Matahari (Civitas Solis). Saint Simon (1760-1825), dari Perancis bukunya The New Christianity dan Charles Fourier (1772-1837) bercita-cita menciptakan tata dunia baru yang lebih baik bukan dengan kotbah tetapi dengan model percontohan. Louis Blanc mengusahakan agar didirikan ateliers sociesux yakni pabrik-pabrik yang dihimpun negara. Pierre Joseph Proudhom (1809-1865 ) Beliau yakin akan asas persamaan dan lama sekali tidak setuju dengan hak milik pribadi terhadap perusahaan. C. Ekonomi mazhab sosialisme ilmiah Karl Marx dilahirkan di Treves Jerman dan seorang keturunan Yahudi. Ia seorang ilmuwan dan pemikir besar bidang filosof serta Pemimpin Sosialisme Modern. Ia belajar di Universitas Bonn kemudian di Universitas Berlin di Jerman dan memperoleh sarjana bidang Filsafat. Dalam masa studinya ia banyak dipengaruhi oleh Friedrich Hegel seorang Filosof Besar Jerman bidang falsafah murni. Friedrich Engels, berasal dari kalangan usahawan besar di Jerman, keluarganya memiliki sejumlah perusahaan industri tekstil di Jerman maupun di Inggris. Sejak usia muda Engels menaruh minat terhadap ilmu falsafah dan ilmu pengetahuan masyarakat. Nalurinya tergugah oleh apa yang diamatinya dan disaksikannya sendiri mengenai kehidupan masyarakat dalam lingkungan kawasan industri di Jerman dan di Inggris. Engels bertemu dengan Marx tahun 1840 di Paris, sewaktu Marx hidup dalam pembuangan. Teori tentang perkembangan ekonomi menurut Marx sebenarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, pertama pemikirannya tentang proses akumulasi dan konsentrasi, kedua teori tentang proses kesengsaraan/pemiskinan yang meluas (die verelendung atau increasing misery), ketiga teori tentang tingkat laba yang cenderung menurun. Menurut teori konsentrasi perusahaan-perusahaan makin lama makin besar, sedangkan jumlahnya makin sedikit. Perusahaan-perusahaan besar bersaing dengan perusahan kecil maka

perusahaan kecil akan kalah dalam persaingan dan kemudian perusahaan kecil lenyap. Timbullah perusahaan-perusahaan raksasa. Para pengusaha kecil dan golongan menengah menjadi orang miskin. Sedangkan teori akumulasi menyatakan bahwa para pengusaha raksasa semakin lama semakin kaya dan menumpuk kekayaan yang terkonsentrasi pada beberapa orang, dan para pengusaha kecil akhirnya jatuh miskin dan pengusaha kecil yang berdiri sendiri menjadi proletariat. Sejauhmana proses akumulasi yang dimaksud di atas bisa berjalan tergantung dari a) tingkat nilai surplus, b) tingkat produktivitas tenaga kerja, dan c) perimbangan bagian nilai surplus untuk konsumsi terhadap bagian yang disalurkan sebagai tambahan modal. D. Filosof sosialisme 1. Filsafat Sosial Thomas Aquinas Thomas Aquinas adalah salah satu filosof abad pertengahan. Ciri utama filsafat abad pertengahan adalah penekanannya pada intuisi ketimbang menggunakan rasio. Begitu pula dengan Aquinas, dia juga mendasarkan filsafatnya pada intuisi. Filsafat sosialnya Aquinas didasrkan pada pemikiran filsafatnya yang menyatakan bahwa akal cocok (tidak bertentangan) dengan wahyu Tuhan (dalam hal ini adalah ajaran Kristen). Filsafat sosial Aquinas berkeyakinan bahwa Tuhan sepenuhnya rasional, dan jika seseorang semakin rasional maka ia pun semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kemampuan untuk mematuhi hukum Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan secara sadar. 2. Filsafat Sosial Hobbes, Locke dan Hume Tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes, John Locke dan David Hume merupakan filosof beraliran empirisisme. Empirisme merupakan suatu paham yang mengatakan bahwa kebenaran hanya didapatkan melalui pengalaman empiris (sensasi panca indera). Dalam ranah sosial, tentu saja mereka mendasarkan pandapatnya terhadap aliran empirisisme yang mereka anut. Setiap individu, menurut Hobbes, memiliki hak alami untuk bertindak seperti yang diinginkan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya, meskipun hal itu akan menyakiti orang lain atau bertentangan dengan hukum ilahi. Berbeda dengan Hobbes, Locke memandang hak alami manusia sebagai serangkaian hak spesifik yang terkait dengan kewajiban terhadap orang lain seperti hak untuk hidup dan hak atas hasil kerjanya sendiri. Hume sama sekali menolak anggapan Hobbes dan Locke karena bagi hume, semua pengetahuan hanya dihasilkan dari apa yang didengar, dilihat, dirasakan dan sebagainya, sehingga, bagi Hume, tidak ada yang namanya hak alami. Yang ada hanyalah kontrak sosial berwujud lembaga-lembaga sosial yang dibentuk secara berangsur-angsur. Lembaga-lembaga tersebut bermula dari ketertarikan antara jenis kelamin, keperluan mengasuh anak, kegemaran alami untuk berkumpul bersama orang lain, kecenderungan alami untuk menolong sahabat dan keluarga dan sebagainya. 3. Filsafat Sosial Kant dan Hegel Immanuel Kant dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel adalah dua filosof yang beraliran idealis. Idealism adalah paham yang mengatakan bahwa pengetahuan hanya didapatkan melalui ide mereka sendiri.

Dalam ranah sosial, Kant menolah gagasan tentang hak alami, dia juga menolak anggapan pengetahuan hanya didapatkan melalui pengalaman empiris. Bagi Kant, pengegtahuan diturunkan dari refleksi atas hakikat pikiran manusia. Perilaku sosial manusia bukan diarahkan oleh hukum alami melainkan oleh hukum akal. Berbeda dengan Kant, Hegel mendasarkan filsafat sosialnya pada filsafat sejarah yang dimulai dari tesis, antithesis dan akhirnya menjadi sistesis. Hegel sepakat dengan kontrak sosialnya Locke namun konsep itu lemah ketika individu-individu gampang menyalahpahami kebebasan individu dalam masyarakat. Hegel juga sepakat dengan nurani individunya Kant, namun hal ini juga masih tergantung pada tiap individu untuk menentukan tindakan itu baik atau buruk. Filsafat sosialnya Hegel mengikuti pemahaman Locke dan Kant dan hanya menolak sifatnya yang satu sisi. Keluarga, menurut Hegel, didasarkan pada cinta alami di antara dua jenis kelamin dan bukan melalui kontak sosial seperti dalam Hobbes dan Kant. Hegel mengatakan: Upacara perkawinan memang merupakan kontrak sosial namun dampak perkawinan justru untuk menjauhi kebebasan legal dari dua pribadi dan mencipta ruang yang melampaui hukum. Tujuan perkawinan adalah untuk mencapai bentuk kebebasan yang lebih tinggi, di mana perempuan akan memiliki domain yang aman dan tertutup, di mana ia bisa mengembangkan perasaan naluriahnya, dan di mana seorang laki-laki bisa bersantai sesudah bekerja, karena memang sudah sifat dasarnya untuk bekerja di dunia luar. 4. Sosialisme Marx Karl Marx adalah filosof beraliran materialime. Materialisme adalah aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi (alam) dan dunia fisik adalah satu. Pemikiran Marx banyak dipengaruhi oleh dua filosof besar yaitu Hegel dan Feuerbach. Marx mengambil materialisme dari Feuerbach dan filsafat sejarah (dialektika) dari Hegel. Secara umum ajaran Marx disebut sosialime karena Marx menggunakan pemikirannya untuk membela kelas proletar yang tertindas oleh kelas borjuis, pemilik modal dan usaha. Sosialisme Marx digunakan untuk menyerang system kapitalisme yang berkembang pada zamannya. Marx memetakan materialisme menjadi materialisme historis dan materialism dialektis. Materialisme historis merupakan pandangan ekonomi terhadap sejarah. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan perkembangan ekonomi masyarakat yang terjadi sepanjang masa. Materialisme dialektis mengasumsikan benda merupakan kenyataan pokok yang selalu berubah dan mengalami pertentangan. Perubahan dan pertentangan tersebut merupakan sesuatu yang terjadi pada dunia nyata. Apa yang terjadi pada dunia nyata mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran manusia. Bukan kesadaran yang menentukan adanya manusia tapi kehidupan sosiallah yang membentuk kesadaran manusia. Sosialime Marx bukan tanpa tantangan. Filosof sekaliber Max Weber dan Emile Durkheim. Jika Marx menginginkan revolusi sosial dengan mengganti kapitalisme dengan sosialime, maka Weber dan Durkheim menginginkan reformasi sosial yaitu mereformasi system kapitalis dan membenahi kesalahan-kesalahannya. Pacsa kematian Marx, pemikiran Marx terpecah menjadi dua kubu besar yaitu marxisme ortodok dan marxisme revisionis. Marxisme ortodok menggeneralisasikan materialisme historis

pandangan dunia universal dan memandang perjalanan kapitalisme sebagai stabilisasi dunia justru memicu krisis ekonomi dan mempertajam berbagai konflik. Sedangkan marxisme revisionis menginginkan evolusi sosial yang memandang kaum proletar bisa mengupayakan terus menerus perkembangan ekonomi dan posisi politiknya dalam kerangka demokratis yang terorganisir seperti yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Marxisme ortodoks benar-benar menjadi ideology dunia setelah setelah revolusi oktober pada tahun 1917 ketika terjadi persekutuan kaum buruh dan tentara yang di dalangi oleh Partai Bolshevik. Yang memainkan peran dalam revolusi ini adalah Lenin, yang kemudian diteruskan Stalin. Puncak dari revolusi ini adalah berdirinya Uni Soviet yang berbasis di Rusia. 5. Positivisme Auguste Comte Seorang filosof Perancis bernama Auguste Comte adalah yang pertama kali membuahkan positivisme melalui fisika sosialnya (yang kemudian disebut sosiologi). Secara sederhana pemikiran Comte dapat dirumuskan sebagai pencarian bentuk kemapanan metodologis dari sebuah ilmu bernama ilmu sosial. Melalui usaha pencarian bentuk inilah Comte kemudian mengajukan serangkaian metode keilmuan bagi ilmu pengetahuan (sosial) dengan upaya penyejajaran ilmu pengetahuan sosial dengan ilmu pengetahuan alam. Pada jamnnya, kebenaran ilmu alam merupakan primadona bagi perkembangan keilmuan saat itu. Comte yang kebetulan seorang ilmu sosial, berusaha untuk menyejajarkan kedua jenis ilmu yang kita kenal sebagai ilmu alam dan ilmu sosial. Comte, sebenarnya, berusaha untuk memerangi hasil negatif Revolusi Perancis dan Jaman Pencerahan. Di matanya, kedua even fundamental tersebut tidak membawa perhatian yang memadai bagi dinamika masyarakat (dengan pendekatan Holistik masyarakat, hasil pengaruh keduanya). Melalui cabang ilmu barunya ini, fisika, sosial atau sosiologi, Comte ingin mengajukan hukum yang dapat menerangkan dinamika sosial masyarakat maupun struktur sosial yang telah ada. Salah satu teori terkenal dari seorang Comte adalah teori evolusi masyarakatnya. Comte melihat bahwa masyarakat dunia bergerak pada tiga tingkatan intelektualitas. Tingkat pertama adalah tahapan teologisdimana sistem pemikiran masyarakat tahap pertama ini dicirikan melalui kepercayaan terhadap kekuatan supranatural (secara historis, masyarakat dunia sampai tahun 1330-an merupakan masyarakat teologis). Tingkat kedua adalah tahapan metafisis dimana masyarakat pada tahap ini dicirikan melalui kepercayaan mereka terhadap kekuatan abstrak, dibandingkan ide Tuhan yang personal, dalam menerangkan keberadaan dunia. Tahapan kedua ini dipercayai Comte, dilalui oleh masyarakat dunia antara tahun 1300- sampai tahun 1800. Tingkat ketigaadalah tahapan positivistis dimana masyarakat berkembang melalui kepercayaan mereka terhadap ilmu pengetahuan (ala positivisme tentunya) yang secara fisik dialami dunia pasca tahun 1800. 6. Methodenstreit Ilmu-ilmu Sosial Jerman Usaha untuk menerapkan ilmu-ilmu alam pada kenyataan sosial mengandung berbagai macam masalah. Realitas (kenyataan) selalu berkembang seiring perjalanan waktu sementara ilmu-ilmu alam yang diterapkan pada kenyataan sosial tersebut menghasilakan hukum yang tetap. Oleh

karena itulah muncul methodenstreit (perebatan tentang metode) dalam ilmu-ilmu sosial di Jerman. Pada Tahun 1870-an dan 1880-an muncul perdebatan antara Schmoller dengan C. Menger. Dalam ekonomi, Menger membedakan antara pemahaman teoritis dan historis. Pemahaman historis didapatkan dari penelitian atas gejala sosial yang bersifal individual. Sementara pemahaman teoritis menyoroti gejala sosial yang bersifat umum dan teratur. Schmoller menolak perbedaan tersebut. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 muncul perdebatan antara Windelband dan Rickert. Windelband membedakan antara nomothetic sciences (ilmu-ilmu alam yang menyoroti gejala alam yang terus-menerus sehingga didapatkan hukum) dan ideographic sciences (ilmu-ilmu budaya yang meneliti peristiwa individual yang unik dan sekali terjadi). Rickert melakukan koreksi terhadap distingsi tersebut. Dia berpendapat bahwa ilmu-ilmu bidaya menghasilkan nilai dan ilmu-ilmu alam menghasilkan hukum sehingga bebas nilai. Pada tahun 1909 dan 1914 terjadi perdebatan antara Sombart dan lawannya (Knapp dan Max Weber). Sombart mendukung kebebasan nilai dalam ilmu-ilmu sosial sementara Knapp menolaknya karena pakar-pakar ilmu-ilmu sosial pada waktu itu terlibat dalam politik sehingga tidak mungkin bebas nilai. Weber mendukung kebebasan nilai itu namun dia juga tidak memungkiri adanya relevansi nilai dalam penelitian ilmiah. Weber menambahkan, ilmu-ilmu sosial bertidak saling melengkapi dengan memberikan Erklaren (penjelasan) dengan mencari hubungan sebab akibat dan Verstehen (memberi penafsiran).

BAB III PENUTUP A. RANGKUMAN B. EVALUASI DAFTAR PUSTAKA http://massofa.wordpress.com/2008/02/04/sejarah-pemikiran-ekonomi-praklasik-klasik-sosialisdan-neoklasik/ http://www.scribd.com/anon_854168668/d/62140869-Handout-Sosialisme-Marxisme http://ukpi.sunan-ampel.ac.id/?p=195 http://iemaganjen.blogspot.com/2011/04/mazhab-historis.html
http://junnaedymuis.blogspot.com/2012/05/sejarah-pemikiran-ekonomi-mazhab.htm 15 September 2012 pukul : 12 : 02 wib http://www.ekonomikabisnis.com/arsip/sejarah-pemikiran-ekonomi-kaum-perintis.html 15 September 2012 pukul : 12:03 wib

You might also like