You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Cedera pada bagian sistem muskuloskelektal biasanya menyebabkan cedera atau disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindungi dan disangganya. Bila tulang patah, otot tidak berfungsi; bila saraf tidak dapat menghantarkan impuls ke otot, seperti pada paralisis tulang tak dapat bergerak; bila permukaan sendi tak dapat berartikulasi dengan normal, baik tulang maupun otot tak dapat berfungsi dengan baik. Jadi meskipun fraktur hanya mengenai tulang, namun juga menyebabkan cedera pada otot, pembuluh darah dan saraf di sekitar daerah fraktur. Fraktur dan dislokasi merupakan rangkaian fenomena dan problema muskuloskelektal yang sering terjadi pada anak anak. Seiring dengan proses tumbuh kembangnya, sebagian besar waktu yang dimiliki anak anak adalah waktu bermain. Memandang hal tersebut maka resiko fraktur maupun dislokasi sangat mungkin terjadi yang berakibat pada terganggunya proses

perkembangan mereka. Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia

contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir. Penanganan cedera sistem muskuloskelektal meliputi pemberian dukungan pada bagian yang cedera sampai penyembuhan selesai. Dukungan dapat diperoleh secara eksternal dengan pemberian balutan, plester, bidai atau gips. Selain itu, dukungan dapat langsung dipasang ke tulang dalam bentuk pin atau plat. Kadang traksi juga harus diberikan untuk mengoreksi deformitas atau pemendekkan. Berbagai intervensi harus diberikan berdasarkan masalah yang mungkin muncul dari fraktur maupun masalah yang terjadi pada saat penanganan yang muncul pada saat intervensi dilakukan untuk mengatasi masalah fraktur.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang dapat di ambil adalah bagaimana cara menerapkan asuhan keperawata yang baik pada anak dengan fraktur?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan fraktur. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengertian fraktur . b. Untuk mengetahui etiologi fraktur pada anak. c. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan fraktur. d. Untuk mengetahui Patofisiologi fraktur pada anak. e. Untuk mengetahui intervensi yang akan di di terapkan pada anak dengan kejadian fraktur

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Menurut Long (2000) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan. Menurut Oswari (2000) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer,2000). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut , keadaan dari tulang itu sendiri dan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price,1995:1183). Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Wong D,2003:625)

B. Klasifikasi Fraktur Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Berdasarkan sifat fraktur: a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. 2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur: a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: Hair Line Fraktur (patah tidak rambut), Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. 3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma. a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. f. fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah. a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. 5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: 1). Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). 2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). 3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). 4) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. 5) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

C.

Anatomi dan Fisiologi Struktur Tulang Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).

D.

Etiologi Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248) Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.

Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain: 1 Kekerasan langsung ,kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2 Kekerasan tidak langsung, Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3 Kekerasan akibat tarikan otot, Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Trauma Langsung Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang

mengakibatkan fraktur 2. Trauma Tak Langsung Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan. 3. Fraktur Patologik Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik).

E.

Manifestasi Klinis Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358) 1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang 2. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. 3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi) 4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

10

Menurut Smeltzer&Bare(2002:2380),manifestasi klinik dari fraktur adalah:

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema

Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

F.

Patofisiologi Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

11

direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299). Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287). Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)

12

G. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres, ansietas, alat traksi/imobilisasi. Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6bulan atau lebih. Batasan Karakteristik: Mayor:Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan. Minor: Mengatupkan rahang/ pergelangan tangan, perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya, agitasi, ansietas, peka rangsang, menggosok bagian yang nyeri, mengorok, postur tidak biasanya, ketidakefektifan fisik/ immobilisasi, masalah dalam konsentrasi, perubahan pada pola tidur rasa takut mengalami cedera ulang, menarik bila disentuh, mata terbuka lebar atau sangat tajam gambaran kurus, mual dan muntah. 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilitas tungkai). Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik tetapi bukan immobilisasi. Mayor : Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan. Minor : Pembatasan pergerakan yang dipaksakan, enggan untuk bergerak.

13

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedara tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi/sekret, imobilisasi fisik. Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kerusakan integritas jarigan membran mukosa. Mayor : Gangguan integumen, atau jaringan membran mukosa atau infasi seluruh tubuh. Minor : Lesi, edema, eritema, membran mukosa kering. 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang. Definisi : keadaan dimana seorang individu beresiko trserang agen patologik atau oportunistik (virus, jamur, bakeri, dll). 5. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan alat bantu (kruk). Definisi : keadaan dimana seorang individu beresiko untuk mendapat bahaya karena defisit perseptual/fisiologis, kurang kesadaran tentang bahaya/usia lanjut. 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak mengenal sumber informasi. Definisi : Keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif ataupun ketrampilan. Ketrampilan psikomotor, dengan kondisi atau rencana pengobatan. Mayor : Mengungkapkan kurang pengetahuan atau perawatan informasi, mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan.

14

Minor : Kurang integrasi tentang rencana pengobatan terhadap aktivitas sehari-hari. Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis mengakibatkan kesalahan informasi dan kurang informasi.

Fokus Intervensi 1. Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada jaringan lunak, stres ansietas, alat traksi/imobolisasi. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan hilang Kriteria Hasil: a. Anak akan mengidentifikasi sumber-sumber nyeri b. Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri c. Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri. Intervensi:Rasional 1) Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteriktik, intensitas (0-10) : Meningkatkan kefektifan intervensi, tingkatkan ansietas dapat

mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri 2) Tinggikan dan dukung esktremitas yang terkena:Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri 3) Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri: Meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri 4) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi: Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang rusak

15

5) Beri alternatif tindakan kenyamanan : pijatan alih baring:Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot 6) Ukur tanda-tanda vital 7) Beri obat sesuai indikasi:Diberikan untuk menurunkan nyeri 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka neuromuskuler: nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobolisasi tugkai) Tujuan : Setelah dilakukuan tindakan keperawatan, mobilitas fisik tidak terganggu Kriteria Hasil: Klien dapat mempertahankan atau meningkatkan mobilitas yang paling tinggi. Intervensi: Rasional a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera:Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual b. Instruksikan pasien untuk atau bantu dalam rentang gerak pasien atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit:Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktor atau atrofi c. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik:Menurunkan resiko kontraktor fleksi panggul d. Bantu atau dorong perawatan kekuatan diri otot atau dan kebersihan (mandi,

keramas):Meningkatkan perawatan diri langsung

sirkulasi,

meningkatkan

16

e. Dorong peningkatan masukan sampai 2000-3000 ml/hari. Termasuk air asam, jus:Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi 3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedera tusuk, bedah perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi ekskresi/sekret, imobilisasi fisik Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka tidak terjadi kerusakan integritas jaringan Kriteria hasil : Menunukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang di anjurkan dalam meningkatkan peyembuhan luka. Intervensi:Rasional a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna:Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips, edema b. Masase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan:Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit c. Ubah posisi dengan sering:Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan kerusakan jaringan

17

4.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keparawatan, infeksi tidak terjadi Kriteria hasil: mencapai penyembuhan sesuai waktu, dan demam, TTV normal: TD sistole < 130 mmHg, diastole < 85 mmHg, suhu 36-37 C, nadi 78-88 x/mnt, tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor, fungsiolaesa). Intervensi:Rasional a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas:Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan atau abrasi b. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak:Menghindarkan infeksi c. Obsevasi tanda-tanda vital d. Kaji adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, color, tumor, fungsiolaesa) e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara:Kekuatan otot, spasme tonik otot rahang, mengindikasi tetanus f. Berikan obat sesuai indikasi:Antibiotik membantu mengatasi nyeri

18

BAB III KESIMPULAN

Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Penanganan cedera sistem muskuloskelektal meliputi pemberian dukungan pada bagian yang cedera sampai penyembuhan selesai. Dukungan dapat diperoleh secara eksternal dengan pemberian balutan, plester, bidai atau gips. Selain itu, dukungan dapat langsung dipasang ke tulang dalam bentuk pin atau plat. Kadang traksi juga harus diberikan untuk mengoreksi deformitas atau pemendekkan. Berbagai intervensi harus diberikan berdasarkan masalah yang mungkin muncul dari fraktur maupun masalah yang terjadi pada saat penanganan yang muncul pada saat intervensi dilakukan untuk mengatasi masalah fraktur.

19

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley . Widya Medika, Jakarta. Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC, Jakarta. Dudley, Hugh AF. 1986.Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi II, FKUGM. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta. Henderson, M.A. 1992.Ilmu Bedah untuk Perawat. Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta. Hudak and Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Volume I EGC, Jakarta. Long, Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah. Edisi 3 EGC, Jakarta. Oswari, E. 1993. Bedah dan Perawatannya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Price, Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis . Gramedia, Jakarta. Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Jilid 2 . Edisi 4. EGC. Jakarta. Smeltzer Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. EGC. Jakarta. Tucker,Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien. Edisi V, Vol 3. EGC Jakarta.

20

You might also like