You are on page 1of 24

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Klasifikasi Perdarahan Antepartum 1. Definisi 7 Perdarahan antepartum dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 22 minggu; oleh karena itu memerlukan penanganan yang berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta. 2. Klasifikasi6 Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya sebagian plasenta yang melekat di dekat kanalis servisis (plasenta previa). Perdarahan juga dapat berasal dari robeknya plasenta yang terletak di tempat lain di rongga uterus (solusio plasenta). Walaupun jarang, perdarahan juga dapat terjadi akibat insesi velamentosa tali pusat disertai ruptur dan perdarahan dari pembuluh darah janin pada saat pecahnya selaput ketuban (vasa previa). 6

B. Plasenta Previa 1. Definisi 8,11 Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). 2. Klasifikasi 4,8 Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri pada waktu diadakan pemeriksaaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu : a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum) tertutup oleh plasenta. b. Plasenta previa lateralis/parsialis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri internum) yang tertutup oleh plasenta. c. Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak teraba pada pemeriksaan dalam. 7

3. Insidensi Plasenta previa terjadi pada sekitar 1 dari 200 kehamilan.12,13 Di Prentice Womens Hospital, Frederiksen dkk. (1999) melaporkan bahwa 0,55 persen (1 dari 180) pada hampir 93.500 persalinan mengalami penyulit plasenta previa.6 Singhal dkk. (2008) menemukan 226 wanita dari 7510 persalinan menderita pedarahan anteparum. 119 (52,6%) wanita yang menderita perdarahan antepartum disebabkan oleh plasenta previa.9 Pada penelitian yang dilakukan oleh Gultom terhadap 85 pasien penderita perdarahan antepartum di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2008 ditemukan 79 pasien atau 92,9% perdarahan antepartum disebabkan oleh plasenta previa.10 4. Etiologi Penyebab plasenta previa tidak diketahui. Kerusakan endometrium dari kehamilan sebelumnya dan kerusakan vaskularisasi desidua telah dinyatakan sebagai mekanisme yang mungkin. 12 Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas seksio sesarea, kuretase, miomektomi dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi terjadinya plasenta previa.4 Riwayat seksio sesarea menyebabkan terjadinya plasenta previa yaitu kira-kira 1 di antara 200 kehamilan.14 Wanita dengan riwayat melahirkan melalui seksio sesarea kemungkinan besar akan mendapatkan plasenta previa 8

dibandingkan dengan yang tidak.15 Risiko meningkat dengan jumlah bedah sesarea sebelumnya: satu kali seksio sesarea meningkatkan risiko 2,2 kali lipat, dua kali seksio sesarea meningkatkan risiko 4,1 kali lipat, dan tiga kali seksio sesarea meningkatkan risiko 22,4 kali lipat. Keadaan lain yang dapat menyebabkan plasenta previa adalah riwayat ibu merokok dan abortus.16 5. Patofisiologi 4 Pada usia kehamilan yang lanjut, pada saat mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu seviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan kuat yang mengakibatkan pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan 9

berulang tanpa suatu sebab lain (causeless). Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar terlepas dengan sempurna (retentio plasentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 6. Gambaran Klinik6,7,16 Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak apalagi bila sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Degan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta terletak di atas os interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan serviks akan menyebabkan robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh yang robek. 10

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak seperti letak lintang atau letak sungsang. Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan dan tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih prematur tidak selalu dapat dihindarkan. 7. Diagnosis7,8 a. Anamnesis: perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri (painless), tanpa alasan (causeless) dan berulang (recurrent). b. Inspeksi: - Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: sedikit atau banyak; encer sampai menggumpal. - Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis c. Palpasi abdomen: - Tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan. 11

- Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. - Karena plasenta di bawah segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim. d. Pemeriksaan inspekulo: bertujan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosion porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polypus servisis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurgai. e. Penentuan letak plasenta tidak langsung: dilakukan dengan radiografi, radioisotope, Ultrasonografi (USG), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Penentuan letak plasenta dengan menggunakan USG sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin dan lebih praktis jika dibandingkan dengan MRI. f. Penentuan letak plasenta secara langsung: dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi. 8. Penanganan7,8 a. Penanganan pasif/konservatif: - Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi. 12

- Penderita harus di rawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa, atau sampai bersalin. - Apabila pada penilaiaan baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, maka persalinan dapat ditunda sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi. - Menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara berkala. b. Memilih cara persalinan. Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah: - jenis plasenta previa - perdarahan banyak atau sedikit tapi berulang - keadaan umum ibu hamil - keadaan janin: hidup, gawat atau meninggal - pembukaan jalan lahir - paritas atau jumlah anak hidup - fasilitas penolong dan rumah sakit Setelah memperhatikan faktor-faktor di atas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu: 1. Persalinan pervaginam, yaitu dengan cara amniotomi atau pemecahan selaput ketuban, memasang cunam Willet Gausz dan versi Braxton-Hicks. 13

2. Persalinan perabdominam, yaitu dengan seksio sesarea. 9. Prognosis4 Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. C. Solusio Plasenta 1. Definsi7,8 Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga walaupun dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. 14

Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablation plasentae, abruption plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta. 2. Klasifikasi 4,7 Plasenta dapat terlepas seluruhnya (solusio plasenta totalis), atau sebagian (solusio plasenta parsialis), atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta (ruptura sinus marginalis). Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundup keluar di bawah selaput ketuban yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan keluar; atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu pada solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi; atau kedua-duanya; atau perdarahannya menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong ketuban. Berdasarkan gejala klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka solusio plasenta dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu : a. Solusio plasenta ringan Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan pervaginam berwarna kehitam-hitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada. b. Solusio plasenta sedang Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25% tetapi belum mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mencapai 1.000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, 15

janin dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan dapat berlangsung. c. Solusio plasenta berat Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50% dan jumlah darah yang keluar telah mencapai 1.000 ml atau lebih. Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok dan janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada. 3. Insidensi Solusio plasenta terjadi pada sekitar 1 dari 100 kelahiran dan menyebabkan 15% kematian perinatal.12 Perdarahan antepartum yang diakibatkan solusio plasenta di seluruh dunia sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat (2002) mendapatkan bahwa frekuensi solusio plasenta di USA dan seluruh dunia mendekati 1% atau 1:100 persalinan.17 Frekuensi solusio plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta antara tahun 2001 2003 adalah sebesar 0.65 % atau 1 : 154 persalinan.18 Dalam sebuah studi retrospektif pada tahun 2008, Hossain dkk. menemukan 81 kasus solusio plasenta atau 3,75 % dari 2610 kelahiran.19 4. Etiologi Penyebab solusio plasenta belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa kelainan patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko.4 Secara umum, 16

faktor risiko solusio plasenta adalah riwayat pernah mengalami solusio plasenta. Riwayat satu kali mengalami solusio plasenta menyebabkan kejadian 10-17% dan dua kali menyebabkan peningkatan kejadian lebih dari 20%. Hipertensi dalam kehamilan berhubungan dengan kejadian 2,5-17,9% dari solusio pasenta. Pada solusio plasenta yang luas cukup untuk menyebabkan kematian janin, sekitar 50% kasus berkaitan dengan hipertensi dalam kehamilan. Faktor predisposisi lainnya termasuk ibu lanjut usia, multiparitas, distensi rahim (misalnya, kehamilan ganda, hidramnion), penyakit vaskular (misalnya diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik), thrombophilia, anomali rahim atau tumor (misalnya, leiomioma), merokok, konsumsi alkohol, penggunaan kokain, dan mungkin ibu dengan golongan darah O.13 Angka kejadian solusio plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta antara tahun 2001-2003 adalah 32 kasus dari 4878 persalinan (0,65%), atau 1 kasus solusio plasenta tiap 154 persalinan. Frekuensi tertinggi ditemukan pada umur 40 tahun, (7 kasus - 1,62%), dan pada paritas 7 (3 kasus dari 257 paritas ibu 7 - 1,18%). Frekuensi terendah pada umur < 20 tahun (2 kasus dari 602 persalinan 0,33%) dan nullipara (4 dari 1682 kasus - 0,23%). Frekuensi solusio plasenta meningkat sesuai dengan bertambahnya umur ibu hamil.18 5. Patofisiologi4,6,7 Solusio plasenta diawali oleh perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke miometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang lebih awal memperlihatkan 17

pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan dan akhirnya destruksi plasenta yang berada di dekatnya. Pada tahap awal ini mungkin belum ada gejala klinis. Keadaan ini hanya ditemukan pada pemeriksaan terhadap plasenta yang baru dilahirkan, yang memperlihatkan cekungan berbatas tegas pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Akibat kerusaan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogemi yang mengakibatkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin. 18

6. Gambaran Klinik4,7 Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. a. Solusio plasenta ringan. Ruptura sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ada gejala kecuali hematom yang berukuran beberapa sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta yang dapat diketahui pada inspeksi plasenta setelah partus. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan apabila terjadi perdarahan pervaginam warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sekali. Pada solusio plasenta perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar. b. Solusio plasenta sedang. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan yang keluar tampak banyak, takikardia, hipotensi, kulit dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150 sampai 250 mg/100 ml, dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga palpasi bagian-bagian janin sukar. Walaupun 19

perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya mungkin telah mencapai 1.000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup dalam keadaan gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah mulai. c. Solusio plasenta berat Plasenta terlepas lebih dari dua per tiga permukaannya. Terjadinya sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan (defance musculaire) dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu; malahan perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal. 7. Diagnosis4,8 a. Anamnesis: - Perasaan sakit tiba-tiba di perut. Kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit dimana plasentanya terlepas. - Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi). - Kepala terasa pusing, lemas, pucat, pandangan berkunang-kunang dan ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. - Kadang-kadang ibu dapat menceritakan riwayat trauma. 20

b. Inspeksi: - Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. - Pucat, sianosis dan keringat dingin. - Kelihatan darah keluar pervaginam berwarna kehitaman. c. Palpasi abdomen: - Fundus uteri tambah naik karena terbentuknya hematom retroplasenter; uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan - Uterus teraba tegang dan keras seperti papan (defance musculaire) sehingga bagian-bagian janin susah teraba. - Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas. d. Auskultasi: - Denyut jantung janin bervariasi dari asfiksia ringan sampai berat. e. Pemeriksaan fisik umum: - Tensi semula mungkin tinggi bila pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam kondisi syok. - Nadi cepat dan frekuensi pernapasan meningkat. f. Pemeriksaan dalam: - Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup. Bila sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his. 21

- Bila ketuban telah pecah dan plasenta telah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa. g. Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis solusio plasenta adalah dengan menggunakan USG, color Doppler, MRI, dan Alfa-feto-protein sarum ibu (MSAFP). Pemeriksaan dengan USG berguna untuk membedakan solusio plasenta dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan USG tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran retroplasenta yang normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta pada solusio plasenta. Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta di mana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya, sedangkan pada kompleksitas lain, baik kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun yang hipoekoik seperti mioma dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya. MRI bisa mendeteksi darah melalui deteksi methemoglobin, tetapi dalam situasi darurat seperti pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan perangkat diagnosis yang tepat. Peningkatan kadar MSAFP terdapat pada solusio plasenta. 8. Penanganan4,6,14 Penanganan solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia gestasi dan status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila 22

persalinan prematur tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio sesarea darurat. Apabila diagnosis tidak jelas dan janin hidup tetapi tanpa tanda-tanda gangguan janin, dapat dilakukan pengawasan ketat dengan fasilitas untuk intervensi segera. Pada perdarahan yang cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti oleh persalinan yang dipercepat untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu sambil mengharapkan semoga janin juga bisa terselamatkan. Pada kasus dimana telah terjadi kematian janin dipilih persalinan pervaginam kecuali ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah yang banyak atau ada indikasi obstetrik lain yang menghendaki persalinan dilakukan perabdominam. Pada persalinan pervaginam perlu diupayakan stimulasi miometrium secara farmakologik atau masase agar kontraksi miometrium diperkuat dan mencegah perdarahan yang hebat pascasalin sekalipun pada keadaan masih ada ganggun koagulasi. Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah bahwa keluarnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Apabila janin sudah cukup matur, pemecahan selaput ketuban dapat mempercepat persalinan. Apabila janin imatur, ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan serviks dari pada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan kurang menekan serviks. 23

Pemberian oksitosin dapat mempercepat proses persalian pervaginam. Namun pemakaian oksitosin pernah dipertanyakan berdasarkan anggapan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan lolosnya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu sehingga memicu atau memperparah koagulopati kosumtif atau sindrom emboli cairan amnion. Belum ada bukti yang menunjang kekhawatiran ini. 9. Prognosis4,7 Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingan dengan plasenta previa. Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembuluh darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus. Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Pada kasus solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat mengurangi angka kematian janin. Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan, persediaan darah secukupnya akan sangat memperbaiki prognosis ibu dan janinnya. 24

D. Vasa Previa12,13,20 Pada umumnya tali pusat berinsersi di bagian sentral atau parasentral plasenta. Adakalanya tali pusat tidak berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah umbilikus berjalan di antara amnion dan korion menuju plasenta. Kelainan ini disebut inversi velamentosa. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan melalui pembukaan serviks disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan intrapartum. Keadaan bayi bisa menjadi buruk karena kehilangan darah atau asfiksia yang terjadi karena penekanan pembuluh darah velamentosa oleh bagian anak. Diagnosis vasa previa atau insersi velamentosa jarang ditentukan sebelum pecahnya membran. Periode antenatal adalah waktu yang ideal untuk mengidentifikasi vasa previa, tapi untuk menemukan pembuluh yang melintasi ostium internal jarang sebelum dilatasi serviks. Diagnosis sering dibuat setelah pecahnya ketuban dengan meraba pembuluh janin dalam membran yang melapisi bagian presentasi melalui serviks yang berdilatasi sebagian atau seluruhnya. Ketika vasa previa didiagnosis pada saat proses persalinan, bayi harus dilahirkan dengan seksio sesarea darurat. walaupun persalinan dilaksanakan dengan cara terbaik, prognosis bayi buruk ketika eksanguinasi janin terjadi. Vasa previa kemungkinan besar dapat didiagnosis dengan USG. Selama pemeriksaan USG, pembuluh plasenta dapat dilihat melintasi segmen bawah uterus 25 dan ostium internal serviks. Color Doppler memungkinkan identifikasi yang cukup tepat dari pembuluh darah dan lokasinya. Diagnosis antenatal dari vasa previa dengan USG dapat menentukan waktu kelahiran dengan seksio sesarea.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara 2008. 2008 [diakses 6 November 2011]. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id 2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010. 2011 [diakses 6 November 2011]. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/ 3. WHO. Maternal Mortality in 2005. 2007 [cited 6 November 2011] Available from: http://www.who.int 4. Chalik TMA. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut Dan Persalinan. Dalam: Syaifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. hal. 492-521 5. Walfish M, Neuman A, Wlody D. Maternal Haemorrhage. British Journal of Anaesthesia. 2009;103:47-56. [cited 7 November 2011] Available from: http://bja.oxfordjournals.org/ 6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gillstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Perdarahan Obstetri. Dalam: Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. hal. 685-704. 7. Sumapraja S, Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. hal. 362-85. 42

8. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jilid 1. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 1998. hal. 269-87. 9. Singhal SR, Nymphaea, Nanda S. Maternal And Perinatal Outcome In Antepartum Hemorrhage: A Study At A Tertiary Care Referral Institute. The Internet Journal of Gynecology and Obstetrics. 2008; Volume 9 Number 2. [cited 2011 Nov 10]. Available from: http://www.ispub.com/journal/theinternet-journal-of-gynecology-and-obstetrics/volume-9-number-2/maternal-and-perinatal-outcomein-antepartum-hemorrhage-a-study-at-a-tertiary-care-referral-institute.html. 10. Gultom E. Karakteristik Penderita Perdarahan Antepartum yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2008 [skripsi]. [Medan]: Universitas Sumatera Utara; 2009. 11. Mose JC. Perdarahan Antepartum. Dalam: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. Obstertri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2004. hal. 83-97. 12. Thornberg L, Queenan RA. Third-Trimester Bleeding. In: Evans AT, editor. Manual of Obstetrics. 7th ed. US: Lippicott Williams & Wilkins; 2007. p. 150-8. 13. Scearce J, Uzelac PS. Third-Trimester Vaginal Bleeding. In: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, editors. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007. 43

14. Kay HH. Placenta Previa and Abruption. In: Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforts Obstetrics and Gynecology. 10th ed. Lippicott Williams & Wilkins Publishers; 2008. p. 385-98. 15. Gilliam M, Rosenberg D, Davis F. The Likelihood of Placenta Previa With Greater Number of Cesarean Deliveries and Higher Parity. The American College of Obstetrcians and Gynecologists. 2002;99:976-80. [cited 2012 Jan 28]. Available from: http://journals.lww.com/greenjournal/Abstract/2002/06000/The_Likelihood_of_Placenta_Previa_Wit h_Greater.4.aspx 16. Pernoll ML. Benson & Pernolls handbook of Obstetrics & Gynecology. 10 th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2001. p. 325-66. 17. Deering SH. Abruptio Placentae. 2011 May 16 [cited 2012 Jan 28]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/252810-overview#showall 18. Suyono, Lulu, Gita, Harum, Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Cermin Dunia Kedokteran. 2007;158:233-37. [diakses 9 Jan 2012]. Diunduh dari: http: //www.kalbe.co.id/cdk. 19. Hossain N, Khan N, Sultana SS, Khan N. Abruptio Placenta and Adverse Pregnancy Outcome. Journal of Pakistan Medical Association. 2010;60:443-6. [cited 10 Jan 2012]. Available from: http://jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=2096 44

20. Martaadisoebrata D. Penyakit serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin. Dalam: Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. hal. 357. 21. Wardana A, Karkata K. Faktor Risiko Plasenta Previa. Cermin Dunia Kedokteran. 2007;vol34 no.5/158:229-32. [diakses 9 Jan 2012]. Diunduh dari: http: //www.kalbe.co.id/cdk. 22. Berghella V. Placenta Previa, Placenta Accreta, and Vasa Previa. In: BerghellaV, editors. Obstetric Evidence Based Guidelines.United Kingdom: Informa Healthcare; 2007. p. 187-93.

You might also like