You are on page 1of 29

HUKUM BISNIS MODUL KE-13 PERLINDUNGAN KONSUMEN

DOSEN PENGAMPU : Udjiani Hatiningrum

DISUSUN OLEH : Marina (43211010255)

JURUSAN AKUNTANSI (S1) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pada mata kuliah Hukum Bisnis. Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum Bisnis yang membahas tentang Perlindungan Konsumen. Dalam menyusun tugas ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1) 2) Ibu Udjiani Hatiningrum selaku pembimbing mata kuliah Hukum Bisnis. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan bantuan baik moril maupun materil. 3) Seluruh teman teman yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun kesempurnaan tugas ini. Penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Penyusun,

Juni 2013

Kata Pengantar

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................. i Daftar Isi ....................................................................................................................... ii A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ..................................... 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. B. Pengertian Konsumen ................................................................................. 1 Pengertian Perlindungan Konsumen ........................................................... 2 Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ............................................... 2 Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ....................................................... 3 Asas Perlindungan Konsumen..................................................................... 3 Tujuan Perlindungan Konsumen.................................................................. 4

Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Pelaku Usaha ............................................. 5 1. 2. 3. 4. Hak Konsumen ............................................................................................ 5 Kewajiban Konsumen .................................................................................. 6 Hak Pelaku Usaha ....................................................................................... 6 Kewajiban Pelaku Usaha ............................................................................. 7

C. D. E. F. G.

Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha...................................................... 8 Klausula Baku Dalam Perjanjian .......................................................................... 11 Tanggung Jawab Pelaku Usaha........................................................................... 13 Penegakan Hukum Konsumen............................................................................. 14 Sanks-Sanksi Pelaku Usaha ................................................................................ 18

Kasus Pembobolan ATM Nasabah Bank ................................................................... 20 Pemecahan Masalah .................................................................................................... 21 Kesimpulan ................................................................................................................... 25 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 26

Daftar Isi

ii

PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Konsumen
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 1 butir 2 : Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Menurut Hornby : Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau

menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa.

Didalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara : Consumer (konsumen) dan Customer (pelanggan). Konsumen adalah semua orang atau masyarakat. Termasuk pelanggan. Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu produk yang di produksi oleh produsen tertentu.

Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara. Konsumen akhir adalah konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya. Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga berbentuk badan hukum maupun badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

2.

Pengertian Perlindungan Konsumen


Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, Pasal 1 butir 1 : Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a : pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing,

meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen

3.

Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen


Hukum perlindungan konsumen adalah : Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa konsumen.

Jadi, kesimpulan dari pengertian pengertian diatas adalah : Bahwa hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

4.

Dasar Hukum Perlindungan Konsumen


Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni :

Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.

Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.

5.

Asas Perlindungan Konsumen


Berdasarkan Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa azas Perlindungan Konsumen adalah :

1)

Asas

Manfaat;

mengamanatkan

bahwa

segala

upaya

dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2) Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

3)

Asas Keseimbangan; memberikan

keseimbangan

antara

kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,

pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5) Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

6.

Tujuan Perlindungan Konsumen


Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :

1)

Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

2)

Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

3)

Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4)

Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

5)

Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

6)

Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen 4

B. Hak Dan Kewajiban Konsumen Dan Pelaku Usaha


1. Hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :

1)

Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2)

Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3)

Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4)

Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5)

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) 7)

Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8)

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9)

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

2.

Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :

1)

Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2) 3) 4)

Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

3.

Hak Pelaku Usaha


Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen adalah :

1)

Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2)

Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3)

Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4)

Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5)

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

4.

Kewajiban Pelaku Usaha


Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undangundang perlindungan konsumen adalah :

1) 2)

Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3)

Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4)

Menjamin

mutu

barang

dan/atau

jasa

yang

diproduksi

dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

C. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha


Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu : 1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : a) Tidak sesuai dengan : b) Standar yang dipersyaratkan, Peraturan yang berlaku, Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.

Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut : Berat bersih, Isi bersih dan jumlah dalam hitungan, Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran, Mutu, tingkatan, komposisi, Proses pengolahan, Gaya, mode atau penggunaan tertentu, Janji yang diberikan.

c)

Tidak mencantumkan : Tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu, Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d)

Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label.

e)

Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat :


Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen 8

Nama barang, Ukuran, berat/isi bersih, komposisi, Tanggal pembuatan, Aturan pakai, Akibat sampingan, Nama dan alamat pelaku usaha, Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.

f)

Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

2)

Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa : a) Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut : Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu, Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu. b) Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut : Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan

tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu, c) d) Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi, Telah tersedia bagi konsumen.

Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain. Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.

e) f)

Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

g)

Dengan

menjanjikan

hadiah

cuma-cuma,

dengan

maksud

tidak

memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji. h) Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan. 3) Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan menyesatkan mengenai : a) b) c) 4) Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan, Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa, Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/atau jasa. atau membuat pernyataan tidak benar atau

Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang : a) b) c) Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan, Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa, Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

5)

Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.

6)

Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan : a) Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi, b) Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain, c) Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain, d) Menaikkan harga sebelum melakukan obral.
Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen 10

D. Klausula Baku Dalam Perjanjian


Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausla yang berisi pembebasan atau pembatasan

pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kwitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan konsumen.

Dengan pencantuman Klausula Baku posisi konsumen sangat lemah / tidak seimbang dalam menghadapi pelaku usaha.

Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu : 1) 2) Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 3) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 5) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

11

7)

Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8)

Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Contoh Klausa Baku: Formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa Bank tidak bertanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka ; Kwitansi atau / faktur pembelian barang, yang menyatakan : "Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan" ; "Barang tidak diambil dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan" ;

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.

Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

12

E. Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah

dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.

Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut :

1)

Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2)

Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3)

Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4)

Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

13

F. Penegakan Hukum Konsumen


Pemerintah terus mengoptimalkan peningkatan penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen dan metrologi legal di Tanah Air. Terakhir, pada awal Januari 2013, Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan bersama dengan Kepala Bareskrim POLRI Irjen Pol Sutarman, dan disaksikan oleh Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan menandatangani Nota Kesepahaman terkait hal tersebut.

Mendag menyampaikan bahwa kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan keterpaduan operasional dalam penanganan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen dan metrologi legal yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen (PPNS-PK), Penyidik Pegawai Negeri Sipil Metrologi Legal (PPNS-MET), yang didukung oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pada kesempatan tersebut dilakukan juga penandatanganan Nota Kesepahaman antara Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Nus Nuzulia Ishak dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang juga selaku Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Lucky S. Slamet tentang Kerjasama Pengawasan Barang Untuk Produk Non Pangan, Pangan Olahan, dan Pangan Segar.

Dirjen SPK Nus Nuzulia Ishak menegaskan bahwa kerja sama ini akan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan barang beredar meliputi produk non pangan, pangan olahan, dan pangan segar khusus dalam rangka melindungi konsumen.Selain itu, kerja sama ini juga dapat menjadi wadah pertukaran informasi terkait pengawasan peredaran produk non pangan, pangan olahan dan pangan segar yang beredar di pasar. Dan tentunya meningkatkan pemberdayaan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

14

Objek pengawasan untuk produk non pangan, antara lain meliputi pemenuhan standar, pencantuman label, petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan/garansi dalam Bahasa Indonesia, sedangkan untuk produk pangan segar dan pangan olahan meliputi aspek keamanan, mutu, dan gizi serta pencantuman label.

Dengan adanya Nota Kesapahaman ini, maka penegakan hukum dapat dilakukan secara lebih intensif sehingga meminimalisir keberadaan barang yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Sasarannya selain untuk

perlindungan konsumen, juga untuk pengamanan pasar dalam negeri, sekaligus mendukung terciptanya kepastian hukum dalam berusaha untuk dapat menarik investasi di Indonesia.

Disamping itu, kerja sama ini juga dilakukan sebagai antisipasi agar barang-barang yang beredar di wilayah Indonesia memenuhi kaedah keselamatan, keamanan dan kesehatan serta lingkungan hidup dan layak digunakan, dimanfaatkan, serta dikonsumsi oleh masyarakat.

Beberapa lembaga yang terlibat dalam penegakan hukum perlindungan konsumen, yaitu :

1)

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Badan ini akan lebih difungsikan sebagai badan yang mengkoordinasikan mulai dari kebijakan sampai dengan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.

Tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) berdasarkan UndangUmdang No.8 Tahun 1999 Pasal 34 ayat 1, yaitu : Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah khususnya dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen; Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

15

Melakukan

penelitian

terhadap

barang

dan

jasa

yang

menyangkut

keselamatan konsumen; Mendorong berkembangnyanya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM); Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan; Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakt, LPKSM atau pelaku usaha; 2) Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan ini akan difokuskan pada upaya penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi, sehingga fungsi-fungsi pengawasan, penelitian, konsultasi dan lain-lain yang sekarang dimiliki oleh BPSK, akan dikembalikan kepada lembaga atau aparat pemerintah terkait. Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) berdasarkan UndangUndang No.8 Tahun 1999 Pasal 52, yaitu :

Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; Memberikan konsultasi perlindungan konsumen; Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini; Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen 16

Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan; Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. 3) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Akan semakin diakui eksistensi LPKSM sebagai mitra dalam penegakan UndangUndang Perlindungan Konsumen. Bidang garapannya akan diarahkan pada spesialisasi, misalnya LPKSM Kelistrikan, LPKSM Kesehatan, LPKSM Perbankan, dan lain-lain. Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat berdasarka Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Pasal 44 ayat 3, yaitu : Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen; Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen 17

G. Sanksi-Sanksi Pelaku Usaha


Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat sanksi-sanksi bagi pelaku usaha, yaitu :

1)

Sanksi Perdata : a) Ganti rugi dalam bentuk : b) Pengembalian uang atau, Penggantian barang atau, Perawatan kesehatan, dan/atau, Pemberian santunan

Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.

2)

Sanksi Administrasi (Pasal 60 ayat 2) : Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26

3)

Sanksi Pidana (Pasal 62) : a) Sanksi kurungan : Penjara, 5 Tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18). Penjara, 2 Tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f. b) Ketentuan pidana lain (di luar Undang-Undang No. 8 Tahun. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian.
Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

18

c)

Hukuman tambahan (Pasal 63), antara lain : Perampasan barang tertentu, Pengumuman keputusan Hakim, Pembayaran ganti rugi Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau Pencabutan izin usaha.

Materi Ke-13 Perlindungan Konsumen

19

KASUS PEMBOBOLAN ATM NASABAH BANK


Pembobol ATM Masuk Aceh (baca Serambi, Kamis 16 Februari 2012), membaca berita tersebut mengingatkan kita kembali atas ingatan lama tentang maraknya pembobolan kartu ATM yang terjadi. Pada awal bulan di Tahun 2010, kita digegerkan dengan pemberitaan soal pembobolan ATM di beberapa Bank di Indonesia. Beberapa kasus yang terdokumentasi secara faktual yaitu pembobolan ATM nasabah di beberapa bank di Denpasar Bali, di kota Jakarta, dengan modus data milik nasabah dicuri dengan alat skimming yaitu Pin diintip dengan memasang kamera di ATM. Hal ini dialami oleh salah seorang nasabah Bank BCA yang dikuras habis uang miliknya sebanyak Rp. 133.250.000,- melayang hanya dalam kurun waktu tiga hari (UPEKS Online, 2 Desember 2011). Pembobolan ATM di Aceh, baru-baru ini menandakan betapa lemahnya pengamanan Bank dalam memberikan kenyaman bertransaksi, alih-alih memberikan kenyamanan,malah uang 3 nasabah bank Mandiri, dengan total kerugian mencapai Rp. 79.000.000, lenyap dibobol sindikat kejahatan cyber. Kasus pembobolan rekening nasabah terjadi setelah mereka melakukan transaksi, berdasarkan keterangan dari korban, kejadian tersebut berawal dari tertelan dan terganjal tidak mau keluar, hal itu terjadi setelah korban berhasil melakukan transaksi (baca Serambi : Jebakan Berawal Saat Kartu Tertelan). Berdasarkan keterangan pihak bank Mandiri Cabang Banda Aceh, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan di mulut (slot) mesin ATM ditemukan pengganjal kartu berbentuk plastik tipis semacam plastik film, lembaran plastik tersebut sengaja dimasukkan oleh pelaku kejahatan agar kartu terganjal saat keluar, kemudian nasabah menghubungi nomor call canter palsu yang dilekatkan di bawah mulut mesin ATM, oleh operator call center menyatakan bahwa dana nasabah telah diblokir dan diarahkan untuk melakukan klarifikasi ke kantor, mendengar hal itu nasabah menjadi tenang dan langsung meninggalkan tempat transaksi, namun setelah ditinggal pergi oleh nasabah, kawanan sindikat menarik kembali kartu ATM yang tersangkut dengan cara mengeluarkan plastik tipis, dengan PIN yang telah didapatkan para pelaku dengan leluasa mengambil uang korban (baca Serambi : Pengganjal Kartu di Mulut ATM).
Kasus 20

PEMECAHAN MASALAH
Perlindungan Nasabah Yang Diberikan Pihak Bank Dalam Kasus Pembobolan ATM.
Perbankan dalam menjalankan kegiatannya didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam UU No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dalam UU No.10 Tahun 1999 tentang Perbankan, juga merujuk pada UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam Pasal 1 ayat 3 yang intinya dalam menjalankan lembaga perbankan didasarkan pada asas demokrasi dan asas atau prinsip kehati-hatian (prudential banking), prinsip kehati-hatian ini tidak hanya dalam konteks pembatasan terhadap usaha bank, pemberian dan penyaluran kredit, tapi juga mencakup perlindungan terhadap nasabah dalam bertransaksi dengan sarana yang berasal dari perbankan, perlindungan dan pengawasan mutlak diperlukan, upaya preventif lainnya dalam UU ini misalnya kewajiban menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank, sejak hadirnya UU No.8 Tahun 1999, mengenai perlindungan terhadap konsumen (nasabah) dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan lebih diperluas lagi dalam hal pemberdayaan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank, artinya setiap perlindungan dalam UU No.8 Tahun 1999 juga include dalam usaha bank untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Setiap pelaku usaha dalam menjalankan usahanya wajib memberikan perlindungan terhadap konsumennya, perlindungan tersebut berupa keamanan, kenyamanan atas penggunaan barang dan / jasa yang diberikan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi, dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dikenal adanya perlindungan preventif dan perlindungan kuratif, hal utama dalam perlindungan tersebut adalah ketika konsumen menggunakan barang atau jasa, serta akibat yang ditimbulkan setelah penggunaan, UU ini sebagai acuan pelaku usaha dalam menjalankan praktek usahanya agar selalu memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap konsumen.
Pemecahan Masalah 21

Perlindungan preventif yaitu perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli, atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut. Perlindungan kuratif yaitu perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen.

Tanggung Jawab Pelaku Usaha


Pembobolan ATM yang terjadi di Aceh ini memperlihatkan ketidakseriusan pelaku usaha perbankan dalam memberikan pelayanannya, yang terjadi adalah konsumen (nasabah) dirugikan, sepatutnya perlindungan dan pelayanan yang prima harus di utamakan dalam menciptakan kenyamanan bertransaksi, apalagi ini menyangkut kepemilikan harta nasabah, pelaku usaha perbankan sudah seharusnya meningkatkan pelayanan dan perlindungan, dan membenahi sistem manajemen dalam melindungi kepentingan nasabah, tanpa ada kepastian nasabah akan takut dan was-was menyimpan uangnya di bank, dikarenakan sistem pengamanan dan kerahasiaan milik nasabah terlalu mudah

disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan pendangan objektif,tidak dapat pula menyalahkan bank sepenuhnya,nasabah harus hati-hati dan waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi,nasabah

berkewajiban membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Peran pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia, harus melakukan pengawasan dan sebagai regulator, pemerintah harus tegas memberikan pengaturan tentang standar

keamanan sebagai acuan bank dalam melakukan pengawasan dan perlindungan kepada nasabahnya, pemerintah juga sebagai penengah jikalau terdapat suatu sengketa antara nasabah dan pelaku usaha perbankan, pemerintah berperan aktif dalam memberikan kepastian hukum bagi keduanya sesuai dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, agar filosofi dalam UU tersebut dalam rangka pembangunan nasional dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemecahan Masalah 22

Perbankan yang merupakan salah satu pelaku usaha, terhadap jasa yang diberikan kepada masyarakat (nasabah), yang bergelut dalam usaha menghimpun dan mengumpulkan uang masyarakat yang kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat, dalam bentuk pinjaman, berupa kredit, atau bentuk pembiayaaan lainnya dalam menunjang proses pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahatraan rakyat, sebagai salah satu pelaku usaha, dalam memberikan pelayanan dan perlindungan, bank memiliki tanggung jawab terhadap nasabah, antara lain : 1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Bank sebagai pelaku usaha berkepentingan terhadap usaha meningkatkan

perlindungan dan pengawasan terhadap nasabahnya, dengan adanya tanggung jawab tersebut diharapkan akan muncul keseimbangan dan hubungan yang baik antara pelaku usaha (bank) dan konsumen (nasabah) sebagai pengguna jasa perbankan. Perlindungan terhadap konsumen (nasabah) tidak hanya mengacu UU saja, khusus pada perbankan, Bank Indonesia sebagai bank pengawas terhadap kinerja dan sebagai regulator telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan pengamanan dan melakukan perbaikanperbaikan terhadap sistem perbankan, misalnya: Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah.
Pemecahan Masalah 23

Dalam hal ini, bank harus menanggapi setiap keluhan dan pengaduan yang diajukan nasabah, khususnya yang terkait dengan transaksi keuangan yang dilakukan nasabah melalui bank tersebut, membantu mengatasi permasalahan dalam keadaan darurat (emergency), serta memberi solusi atas suatu permasalahan, kemudian memberikan edukasi dan pengetahuan kepada nasabah, ini menjadi hal terpenting sebagai upaya awal dalam memberikan perlindungan kepada nasabah. Terhadap kasus pembobolan ATM yang menimpa nasabah, sudah sewajarnya pihak bank melakukan audit mengenai sistem keamanan bank. Bank Indonesia telah mengeluarkan sejumlah peraturan dalam rangka meningkatkan pengamanan bank sesuai standar, misalnya dalam surat keputusan Bank Indonesia, SEBI No. 7/60/DASP Perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, Serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, dan (SEBI) No. 7/24/DPNP Ketentuan mengenai kebijakan dan prosedur tertulis dimaksud diatur dalam hal pengaduan terhadap suatu masalah yang dihadapi nasabah, dan berbagai peraturan Bank Indonesia lainnya. Pihak bank seharusnya melakukan investigasi yang mendalam agar kejadian pembobolan ATM nasabah bank tidak terulang lagi. Langkah yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan dan menata ulang kembali sistem keamanan bank, dan terhadap kerugian yang di alami oleh nasabah, sudah sewajarnya bank mengembalikan kembali uang nasabah yang hilang, nasabah pun disarankan untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya dalam bertransaksi, budidayakan sikap was-was dan hati-hati dalam melakukan setiap pekerjaan terutama dalam pemanfaatan ATM, dan hal-hal lainnya yang riskan dan mudah dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan. Masalah perlindungan terhadap nasabah tidak terlepas dari aturan normatifnya yakni adanya UU N0.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, sudah seharusnya bank sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengumpulkan uang masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk menerapkan UU ini dalam bentuk pengamanan dalam konteks yang umum, artinya bank juga sebagai pelaku usaha, setiap pelaku usaha memiliki tanggung jawab dan kewajibannya terhadap konsumen (nasabah) untuk memberikan perlindungan dan kenyamanan dalam transaksi keuangan dalam memberi kompensasi atau ganti rugi terhadap suatu yang merugikan nasabah jika itu merupakan kelalaian atau tidak standarnya pengamanan yang diberikan oleh bank yang bersangkutan.
Pemecahan Masalah 24

KESIMPULAN
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalamnya juga memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen.

Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah dalam perlindungan konsumen, yaitu :

1)

Pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku usaha sehingga tercipta kenyamanan dalam transaksi perdagangan.

2)

Mempertegas tanggungjawab pelaku usaha sebagaimana diatur dalam undang-undang sehingga tidak merugikan konsumen.

3)

Pemerintah

bertanggungjawab

atas

pembinaan

penyelenggaraan

perlindungan

konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
4)

Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh pemerintah,

masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Kesimpulan

25

DAFTAR PUSTAKA
Kartika S,Elsi dan Advendi.Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II Revisi).Grasindo

Bpk. Arus Akbar Silondae, SH., L.L.M. dan Ibu Andi Fariana, S.H., M.H. Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis. Mitra. Wacana Media

Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung http://www.scribd.com/doc/18545014/makalah-perlindungan-konsumen http://www.pemantauperadilan.com/delik/16-PERLINDUNGAN%20KONSUMEN.pdf Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen http://ferry19irwanda.blogspot.com/2012/03/tinjauan-yuridis-uu-perlindungan.html

Daftar Pustaka

26

You might also like