You are on page 1of 47

ASKEP SINDROM NEFRITIK

KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum wr.wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan hiudayah Nya kepada penulis sehingga tugas membuat makalah dari mata kuliah Keperawatan Anak I yang bertemakan penyakit penyakit sindrom nefritik ini dapat selesai dengan baik. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini dalam hal ini dr. Kartini Badruddin, yang telah memberikan tugas ini untuk diselesaikan agar dapat melatih penulis untuk tetap berkarya dan dapat bermamfaat bagi orang lain. Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki, maka dari itu penulis bersedi menerima saran dan kritik dari pembaca yang membangun demi perbaikan pembuatan tugas kedepannya. Wallahumuafik bitaqwallah wassalamu alaikum wr.wb Palopo, 3 Juni 2012 Mastura

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftai Isi ..........................................................................................................................i ........................................................................................................ .................... .................... .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................................................. Rumusan masalah ...................................................................................................... BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................................................

A. Konsep Dasar Medis ................................................................................................. B. Konsep Dasar Keperawatan .................................................................................. BAB III TINJAUAN KASUS ...................................................................................................... A. Pengkajian ...................................................................................................................... B. Analisa data .................................................................................................................... C. Diagnosa BAB IV PENUTUP .......................................................................................................................... ............................................................................................... ....................................................................................................................... D. Asuhan Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001) Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk nefritis yang paling sering pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab spesifik adalah infeksi streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999), maka dari itu tugas ini disusun sebagai salah satu acuan untuk pembaca B. Rumusan Masalah Tugas ini disusun berdasarkan uraian latar belakang masalah yang ada diatas sesuai panduan yang ada, adapun beberapa pokok permasalah yang akan dibahas Sbb: 1. Mengemukakan tinjauan teoritis dari sindrom nefritik 2. Memberikan gambaran asuhan keperawatan C. Tujuan Penulisan Adapun tugas ini disusun sebagai tugas akhir semester dan bertujuan untuk

1. Teman teman dapat mengetahui apa itu sindrom nefritik 2. Mengetahui cara menanganinya

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Medis Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan. (Suriadi, dkk, 2001) Glomerulo Nefritis adalah sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen. (Engran, Barbara, 1999) Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. (Ngastiyah, 2005) Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001) Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk nefritis yang paling sering pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab spesifik adalah infeksi streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999) 2. ETIOLOGI Penyebab Glomerulo Nefritis Akut adalah: 1. Adanya infeksi ekstra renal terutama disaluran napas bagian atas atau kulit oleh kuman streptokokus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 16, 25, dan 49). 2. Sifilis 3. Bakteri dan virus 4. Keracunan (Timah hitam, tridion) 5. Penyakit Amiloid 6. Trombosis vena renalis 7. Penyakit kolagen 1. Pengertian

3. ,

PATOFISIOLOGI Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebukan lekosit dan proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman. Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan mikroorganisme yaitu streptokokus A. Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein dieskresikan dalam urine (proteinuria). Skema Proses: Infeksi (Streptokokus A) Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular Pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler. Deposit complement dan anttracs netrofil dan monosit Enzim lysosomal merusak lain membran dasar glomerular permeabilitas Fibrinogen dan plasma protein bermigrasi melalui dinding sel, Meningkatkan

manifestasi klinis: proteinuria dinding glomerular Eritrosit bermigrasi

melalui dinding sel yang rusak Manifestasi: hematuria Proliferasi sel dan fibrin yang terakumulasi dalam kapsula bawmans. Menurunnya perfusi kapiler glomerular Manifestasi klinis: retensi cairan dan meningkatnya BUN dan kreatinin

4. MANIFESTASI KLINIS 1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan) 2. Proteinuria (protein dalam urine) 3. Oliguria (keluaran urine berkurang) 4. Nyeri panggul 5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).

6.

Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari pertama

7. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik. 8. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan diare. 9. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran menurun. 10. Fatigue (keletihan atau kelelahan) 5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Laju Endap Darah (LED) meningkat 2. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air) 3. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun. 4. Jumlah urine berkurang 5. Berat jenis meninggi 6. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien. 7. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan hialin. 8. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya mengenai kulit saja. 9. Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk identifikasi mikroorganisme. 10. Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan tonjolan subepitel yang mengandung imunoglobulin dan komplemen. 6. Komplikasi glomerulonefritis akut: 1. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, KOMPLIKASI

hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu). 2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik yang menurun. 5. Gagal Ginjal Akut (GGA) 7. 1. Keperawatan a. Tirah baring diperlukan untuk anak dengan hipertensi dan edema dan terutama untuk mereka dengan tanda ensefalopati dan kegagalan jantung. Tirah baring dianjurkan selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar kreatinin dan tekanan darah kembali normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan mengkaji urin pasien. Kasus ringan dengan tekanan darah normal dan sedikit edema dapat diberikan aktivitas terbatas tetapi tidak boleh masuk sekolah karena aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan hematuria. b. Cairan. Masukan cairan biasanya dibatasi jika keluaran urin rendah. Pada beberapa unit dibatasi antara 900 dan 1200 ml per hari. Separuh dari masukan cairan dapat berupa susu dan separuh lainnya air. Sari buah asli harus dihindari karena mereka mengandung kalium yang tinggi. Ini merupakan hal yang penting keluaran urinarius kurang dari 200 sampai 300 ml per hari karena bahaya retensi kalium. c. Diit Jika terjadi diuresis dan hipertensi telah hilang, makanan seperti roti, buah-buahan, kentang dan sayur-sayuran dapat diberikan. Garam dibatasi (1 g/hari) hingga hipertensi PENATALAKSANAAN

dan edema menurun. Protein dibatasi (1 g/kgBB/hari) jika nitrogen urea darah meningkat dan sementara hematuria ditemukan. Jika hematuria mikroskopik, masukan protein dapat dimulai kembali atau ditingkatkan. d. Pertimbangan harian sebagai indikasi peningkatan atau penurunan edema. e. f. g. Pentatatan tekanan darah Uji urine harian untuk darah dan protein (kualitatif dan kuantitatif) Dukungan bagi orang tua. Ini termasuk pengenalan kecemasan mereka dan mengurangi kecemasan dengan memberikan informasi yang adekuat mengenai kondisi dan kemajuan yang dialami anak. Orang tua menginginkan informasi mengenai derajat keterlibatan ginjal dan gambaran masa depan. Bimbingan harus diberikan mengenai penyembuhan tindak lanjut dan pencegahan infeksi streptokokus. i. a. Medis Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler). Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil. b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. c. d. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

e.

Bila

timbul

gagal

jantung,

diberikan

dialisis,

sedativum

dan

oksigen.

BAB III TINJAUAN KASUS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GLOMERULO NEFRITIS AKUT (GNA) 1. PENGKAJIAN A. Identitas Anak Nama Umur Jenis kelamin BB TB Agama Suku/ Bangsa Alamat lengkap Tanggal Masuk RS No. Regester Diagnosa modik : An. A : 11 Tahun : Perempuan : 40 Kg : 155 Cm :Islam : Banjar / Indonesia : Komp. Melati : 31 Juli 2006 Jam : 19 . 10 : 3258 / 06 :DCA :

Tanggal pengkajian : 2 Agustus 2006 B. Identitas Penanggung Jawab : Nama Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Suku / bangsa : Tn. A : Laki laki :SMA : Swasta : Banjar / Indonesia

Alamat Hub. dengan klien

: Komp. Melati : Ayah Kandung

C. Riwayat Kesehatan Pasien 1. Keluhan Utama Pasien kejang 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengalami penurunan kesadaran setibanya di rumah sakit Menurut keluarga pasien seminggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS) penderita mengalami batuk pilek dan sakit kulit yaitu gatal-gatal di seluruh tubuh. Penderita mengeluh nafsu makan menurun. Bersamaan dengan itu penderita mengeluh ketika buang air kecil berwarna merah seperti cucian daging. Tidak ada keluhan buang air besar. 3. Riwayat Kesehatan Dahulu Menurut keluarga pasien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang ini. Biasanya pasien hanya sakit seperti demam dan batuk dan di beri obat penurun panas yang di beli di warung atau toko obat. 4. Riwayat kesehatan keluarga Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti ini. Dalam keluarga Pasien tidak mempunyai penyakit keturunan dan penyakit menular. D. Riwayat Anak 1. Masa prenatal Selama kehamilan ibu memeriksakan kandunganya ke Puskesmas atau ke bidan desa. dan ibu pasien selalu mendapatkan imunisasi (TT) sebanyak 4x dalam 9 bulan, Trimester I = 1x , Trimester II = 1x , Trimester III = 2x. 2. Masa intranatal Ibu pasien melahirkan secara normal dan spontan dibantu oleh bidan kampung, waktu melahirkan tidak terdapat kelainan, ibu pasien melahirkan 9 bulan 5 hari. 3. Masa post natal Pasien lahir dengan berat badan 3,000 gram dan pada saat pasien lahir langsung menangis.

E. Pengatahuan Orang Tua 1. Tentang makanan sehat Orang tua pasien memberikan makanan bubur instant kepada pasien tetapi pasien tidak menyukai makanan tersebut. Pasien hanya menyukai makanan nasi dan kue. 2. Tentang personal hygiene Orang tua pasien mengetahui tentang personal hygiene terutama tentang kebersihan anaknya, orang tua pasien memandikan di rumah 2x / hari mandi pakai sabun, memotong kuku 2x/ seminggu, menggosok gigi pasien. 3. Imunisasi Ibu mengatakan kalau pasien tidak mendapatkan imunisasi lengkap karena pada waktu imunisasi pasien sedang sakit. *Polio I , Hepatitis B I *Polio II , Hepatitis BI *Campak *BCG 1x 1x 1x 1x

F. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Pasien tampak lemah.kesadaran compos mentis GSC : 45 G TD TB / BB Pols Temp 2. Keadaan Gizi Anak ; Gizi Pasien kurang baik,dilihat dari BB anak, BB 3. Aktivitas : 40 Kg ( SMRS ) BB sekarang : 39 Kg : 170/100 mmHg : 155 Cm / 40 Kg : 48 x / M+ : 37,7 C

BB saat pengkajian : 39 Kg

Pasien kelihatan lemah,hanya berbaring saja,tidak dapat berjalan dan berdiri karena terpasang infus RL 10 tts / mt.terpasang kanul O2 3 L/mnt 4. Kepala dan Leher Bentuk semetris, tidak ada luka / lecet. Pertumbuhan rambut merata dan bentuk rambut lurus, Pasien dapat menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limpfe usus normal dan keadaan kepala bersih. 5. Mata ( Penglihatan ) Bentuk simetris, bola mata dapat di gerakkan kesegala arah, konjungtiva tidak anemis,sclera tidak ikterius, tetapi terdapat kotoran pada mata, ketajaman penglihatan baik, mata tampak cekung dan tidak terdapat peradangan. 6. Telinga ( Pendengaran ) Bentuk simetris, Pasien dapat mendengar dgn baik. Tidak terdapat kotoran dalam telinga, tidak ada peradangan dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga. 7. Hidung ( Penciuman ) Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya kotoran dalam hidung, tidak ada kelainan pada hidung. 8. Mulut ( Pencekapan ) Bentuk bibir tipis, tidak ada perdarahan dan peradangan. Mokusa bibir tampak kering, keadaan mulut bersih. 9. D a d a ( Pernafasan ) Bentuk permukaan dada simetris, pernapasan cepat frekuensi pernapasan 48 x /mt. 10. Kulit Turgor kulit jelek ( tidak kembali dalam 2 detik ). Tidak ada luka/ lesi. Suhu tubuh 37,7 C warna kulit putih tak ada sianosis. 11. Abdomen Tidak ada luka / perdarahan, turgor abdomen jelek ( tak kembali dalam 2 detik ). 12. Ekstremitas atas dan bawah Untuk ekstremitas atas : bentuk simetris, tdk ada luka / fraktur dan terpasang infus Rl 20 tts/ menit yang menyebabkan keterbatasan gerak. Untuk Ekstremitas bawah : bentuk semetris, tidak ada luka / faktur pada ekstrimitas bawah, dan tidak ada kekakuan sandi. 13. Genetalia

Jenis kelamin pasien perempuan, genetalia bersih dan tidak terdapat lecet pada bokong. G. Pola Makan dan Minum Di rumah : pasien biasanya makan 3x sehari hari pasien makan ikan dan minum air putih dan teh manis. Di RS : pasien hanya makan bubur nasi 1-2 sendok. Pasien sering minum air putih dan teh manis, pasien masih minum ASI dan sering merasa haus. H. Pola Eliminasi BAB Di rumah : pasien BAB 1x/ hari dan konsistesi padat lunak Di RS : pasien BAB 2x/ hari konsistensi cair berampas BAK Di rumah : pasisen BAK antara 3-5x/hari berwarna kuning pekat. Di RS : pasien BAK 3-4x/hari I. Persentase Kehilangan Cairan Penggolongan derajat dehidrasi :Pasien termasuk dehidrasi sedang ditandai dengan BAB cair berampas 2x/hari, sering merasa haus, lemah serta mata cekung, mukosa mulut tampak kering, turgor kulit jelek. J. Terapi Yang Didapatkan Di RS Terapi yang diberikan pada penderita berupa perawatan di ruang intensif, pengawasan tanda vital terutama tekanan darah, oksigenasi, infus RL, pembatasan aktivitas, diet rendah garam dan cukup protein, Amoksisilin 50 mg/kgBB, 3 x 1 selama 10 hari, obat anti hipertensi : Captopril 0,3 mg/kgBB 2 x 1, Furosemid 1-3 mg/kgBB 1 x1, Parasetamol 10 mg/kgBB. K. Prosedur Diagnostik Hasil pemeriksaan feses Makroskopis :

Mikroskopis : Warna Lekosit Konsistensi Eritrosit Darah Amoeba Lender Bakteri Lain-lain : kuning :: lembek :+ :::: + (penuh) : + (lembek)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan urine 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan penurunan kebutuhan metabolik 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya tingkat antivitas 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue (kelelahan) dan tirah baring. 5. Nyeri akut (sakit kepala dan pusing) berhubugan dengan gangguan perfusi darah otak sekunder terhadap hipertensi. 6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.

3. ANALISA DATA NO 1 DATA DS: *Keluarga klien mengatakan anaknya jarang BAK *Ibu klien mengatakan anaknya kuat minum susu DO: Ada edema ETIOLOGI Potensial infeksi MASALAH Kelebihan volume cairan Streptokokus A

Kerusakan membran kapiler Retensi Na & Air

DS: *Ibu klien mengatakan anaknya malas makan DO: *Turgor kulit jelek *klien nampak loyoh DS: Orang tua klien mengatakan cemas terhadap keadaan tubuh anaknya membengkat DO: Nampak adanya edema *adanya luka/lesi pada kulit DS: *ibu klien mengatakan anaknya susah tidur * ibunya mengatkan anaknya malas beraktifitas DO: Anak nampak loyoh dan kurang semangat

Potensial infeksi

Nutrisi

kurang

dari kebutuhan Streptokokus A

Anoreksia 3 Potensial infeksi Kerusakan integritas kulit Streptokokus A

Vasospasme pembuluh darah

Potensial infeksi

Intoleransi aktivitas

Streptokokus A

Vasospasme

Penurunan mekanisme koping

Inmobilitas 5 DS: Ibu klien mengatakan anaknya sering menangis DO: Anak nampak meringis *anak rewel DS: Ibu klien mengatakan cemas terhadap keadaan anaknya DO: Orang tua sering bertanya tentang keadaan anaknya Streptokokus A Nyeri akut

Kerusakan membran kapiler Retensi Na & Air

Streptokokus A

Ansietas

Inmobilitas

D. EVALUASI DX Ia. Kriteria Hasil Pengeluaran urine 1-2 ml/KgBB/jam


3 5 5 3 5

Ket Skala

b. Tekanan darah dalam batas normal c. Tidak ada edema

d. Berat jenis urine normal e. Berat badan stabil

II a.

Stamina

3 3 3 3

b. Tenaga c. Kekuatan menggenggam

d. Daya tahan tubuh III a. Integritas dipertahankan kulit yang baik bisa 4

(sensasi,

elastisitas,

temperatur, hidrasi, pigmentasi) b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit c. d. Perfusi jaringan baik Mampu melindungi kulit 5 5 dan 3

mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami IV a. Istirahat dan aktivitas seimbang 4 4 5

b. Tidur siang c. Mengetahui keterbatasan energinya

d. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi 5 resiko. V a. Mengenali faktor penyebab


3 3 2 4 1

b. Menggunakan metode pencegahan c. Mengenali gejala-gejala nyeri

d. Mencari bantuan tenaga kesehatan VI a. Memonitor intensitas kecemasan b. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika 2 cemas c. Mencari informasi lingkungan ketika cemas d. Merencanakan strategi koping
2

DAFTAR PUSTAKA Betz, Widya Jhonson, Mc. Marion, dkk. 2000. dkk. 1999. NOC. St. NIC. Anak Keperawatan Jakarta: Louis St.Louis Missouri: missouri: Pediatrik. Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Harnowo, Sapto. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Medika. Mosby Mosby Jakarta: INC. INC. EGC. ECG. EGC.

Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Closkey, Rosa cjuane, 2005. M. 1996. Prinsip Ngastiyah. Sacharin, Klasifikasi. Perawatan Sakit. Jakarta:

Santosa Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama. Http://www.google.com. (Glomerulo Nefritis Akut)

ASKEP SINDROM NEFROTIK


Posted by joe pada 19/03/2010

TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997). Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999). Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001). Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh:

Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) Penurunan albumin dalam darah Edema Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)

Tanda tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus (Sukiane, 2002). B. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi : 1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid. Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa. sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif

Amiloidosis, penyakit hipokomplementemik. 3. Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi : 4. Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. 5. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. 6. Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan penebalan batang lobular.

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

Dengan bulan sabit ( crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.

Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

7. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk. C. Patofisiologi Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air. Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng. Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anakanak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. D. Manifestasi Klinik Gejala utama yang ditemukan adalah :

Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak. Hipoalbuminemia < 30 g/l. o Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura. o Anorexia o Fatique o Nyeri abdomen o Berat badan meningkat

o o

Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia. Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.

E. Komplikasi Infeksi (akibat defisiensi respon imun) Tromboembolisme (terutama vena renal) Emboli pulmo Peningkatan terjadinya aterosklerosis Hypovolemia Hilangnya protein dalam urin Dehidrasi

F. Pemeriksaan Diagnostik v v v v v Adanya tanda klinis pada anak Riwayat infeksi saluran nafas atas Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin Menurunnya serum protein Biopsi ginjal

G. Penatalaksanaan Terapeutik

Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat Pembatasan sodium jika anak hipertensi Antibiotik untuk mencegah infeksi Terapi diuretik sesuai program Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program

H. Pathways Untuk melihatnya SILAKAN CLIK DISINI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Keadaan umum : 2. Riwayat : Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll. Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini? Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan. Pola kebiasaan sehari hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi. 3. Riwayat penyakit saat ini: v v v v Keluhan utama Alasan masuk rumah sakit Faktor pencetus Lamanya sakit

4. Pengkajian sistem

Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait dgn edema ). o Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis. o Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung. o Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil. o Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar. o Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.

5. Pengkajian keluarga Anggota keluarga Pola komunikasi Pola interaksi

Pendidikan dan pekerjaan Kebudayaan dan keyakinan Fungsi keluarga dan hubungan

B. Diagnosa Keperawatan
1. 2. 3. 4. 5. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi. Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik. Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.

C. Intervensi Keperawatan 1. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi. Tujuan : integritas kulit terjaga. KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh. Intervensi :

Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi. Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur. Gunakan lotion bila kulit kering. Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet. Support daerah yang edema dengan bantal. Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.

2. Resiko infeksi b/d terapi imunosuppresive dan hilangnya gama globulin. Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria hasil :

Hasil laborat ( leukosit ) dbn Tanda- tanda vital stabil Tidak ada tanda tanda infeksi

Intervensi :

Mencuci tangan setiap akan kontak dengan anak Kaji tanda tanda infeksi Monitor tanda tanda vital Monitor pemeriksaan laboratorium

Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik

3. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik Tujuan : cairan tubuh seimbang Kriteria hasil :

Mukosa mulut lembab Tanda vital stabil

Intervensi :

Monitor intake dan output ( pada anak < 1ml/kg/jam) Monitor tanda-tanda vital Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit) Kaji membran mukosa mulut dan elastisitas turgor kulit Kaji pengisian kembali kapiler (capilarry Refill)

5. Resiko kelebihan cairan b/d retensio sodium dan air Tujuan : Volume cairan tubuh seimbang Kriteria hasil :

BB stabil Tanda vital dbn Tidak ada edema

Intervensi :

Monitor intake dan output, dan timbang BB setiap hari Monitor tekanan darah Mengkaji status pernafasan termasuk bunyi nafas Pemberian deuretik sesuai program Ukur dan catat ukuran lilitan abdomen

6. Kecemasan pada anak atau keluarga b/d hospitalisasi pada anak Tujuan : kecemasan hilang Kriterai hasil :

Orang tua tampak lebih santai Orang tua berpartisipasi dalam perawatan dan memahami kondisi anak

Intervensi :

Anjurkan orang tua dan anak untuk mengekspresikan rasa takut dan cemas Berikan penjelasan tentang penyakit Sindrom Nefrotik, perawatan dan pengobatannya Ajarkan pada orang tua untuk membantu perawatan pada anaknya Berikan aktivitas bermain yang sesuai dgn tumbang anak dan kondisinya.

DAFTAR PUSTAKA

Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius.

Askep Sindrom Nefrotik


April 8, 2012 Askep Sindrom Nefrotik ( Asuhan Keperawatan pada Klien Sindrom Nefrotik ) Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.

Sindrom Nefrotik Secara umum etiologi dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien sindrom nefrotik sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi. Konsep Sindrom Nefrotik Pengertian Sindrom Nefrotik Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832). Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002). Etiologi Sindrom Nefrotik Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi : a. Sindrom nefrotik bawaan. Gejala khas adalah edema pada masa neonatus. b. Sindrom nefrotik sekunder

Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis. c. Sindrom nefrotikidiopatik d. Sklerosis glomerulus. Insiden Sindrom Nefrotik a.Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. b.Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan c.Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun d.Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak e.Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. f.Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002) Patofisiologi Sindrom Nefrotik Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial. Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida. a.Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. b.Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema. c.Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma d.Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria) e.Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)

Gejala Klinis Sindrom Nefrotik Edema, sembab pada kelopak mata Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.

Rentan terhadap infeksi sekunder Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan Kadang-kadang sesak karena ascites Produksi urine berkurang Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi. Pemeriksaan Laboratorium BJ urine meninggi Hipoalbuminemia Kadar urine normal Anemia defisiensi besi LED meninggi Kalsium dalam darah sering merendah Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik Istirahat sampai edema tinggal sedikit Diet protein 3 4 gram/kg BB/hari Diuretikum : furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. Kortikosteroid : Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu Antibiotika bila ada infeksi Punksi ascites Digitalis bila ada gagal jantung. Komplikasi Sindrom Nefrotik a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia. b. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok. c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma. d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. (Rauf, .2002 : .27-28). Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik 1. Pengkajian a. Identitas. Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria

banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik. b. Riwayat Kesehatan. 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat penyakit dahulu. Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia. 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat kesehatan keluarga. Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. d. Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan. e. Riwayat kesehatan lingkungan. Endemik malaria sering terjadi kasus NS. f. Imunisasi. Tidak ada hubungan. g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman. h. Riwayat nutrisi. Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik). i. Pengkajian persistem. a) Sistem pernapasan. Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen b) Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai. c) Sistem persarafan. Dalam batas normal. d) Sistem perkemihan. Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. e) Sistem pencernaan. Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. f) Sistem muskuloskeletal. Dalam batas normal. g) Sistem integumen. Edema periorbital, ascites. h) Sistem endokrin Dalam batas normal i) Sistem reproduksi Dalam batas normal. j. Persepsi orang tua Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya. 2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal. Intervensi : 1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan 2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi 3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh 4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah edema bertambah berat 5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal. b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan. Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada. Intervensi : 1. Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh 2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal 3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi

menjadi lebih buruk. c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vitaldalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan. Intervensi : 1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. Rasional : Meminimalkan masuknya organisme. 2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial. 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial. 4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis. d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi). Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur. Intervensi : 1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya. 2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan. 3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi. 4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga. DAFTAR PUSTAKA Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia. Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. -, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya. Artikel yang Berhubungan

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SINDROMA NEFROTIK APLIKASI NANDA, NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi A. Pengertian

Sindroma nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang masif. (Wong, 2003) Sindroma nefrotik ditandai dengan proteinura, hipoproteinemia, edema dan hiperlipidemia. Pada sindroma ini kadang-kadang disertai hipertensi dan hematuria serta penuturan faal ginjal. Sindroma ini bukan merupakan suatu penyakit tersendiri melainkan merupakan suatu refleksi dari hasil rangsangan ginjal oleh berbagai macam sebab. Klasifikasi klinis sindroma nefrotik sebagai berikut : 1. a. b. -

Sindroma nefrotik primer (timbul akibat kelainan primer pada glomerulus) Sindroma nefrotik kongenital Tipe Finlandia Tipe sklerosis mesangial infantil

Sindroma nefrotik di dapat (akuisita) Sindroma nefratik kelainan minimal Glomerulonefritis membranoproliferatif Glomerulosklerosis segmental fokal Glomerulonefritis proliferatif

Glomerulosklerosis fokal dan global Glomerulonefropati membranosa Glomerulonefropati kronile Non Klasifikasi

2.

Sindroma Nefrotik Sekunder (sebagai bagian dari suatu penyakit sistemik yang telah dikenal atau akibat dari sebab yang jelas a. Penyakit keturunan DM Amiloidosis

b.

Penyakit Infeksi

c. Toksin / alergen

Hepatitis virus B Malaria Skistosoma Lepra Sipilis

d.

Logam berat Gigitan serangga (insect bite) Bisa ular

Penyakit sistematik dan penyakit immunemediated

e. Keganasan Tumor paru Penyakit hidrogin

LES Sindroma vaskulitis HSS

Tumor gastrointestinal Sindroma mefrotik dapat menyerang segala usia, tetapi dari 74% anak dengan sindroma nefrotik kelainan minimal, onset penyakit dimulai antara umur 2-7 tahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan 2 : 1 setelah dewasa perbandingan menjadi 1 : 1

B.

Etilogi Kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindroma nefrotik idiopotik. Penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%, ploriferasi mesangium pada 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10 anak sisanya menderita nefrosis, sidrom nefrotik sebagian besar di perantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis, dan yang tersering adalah membranosa dan membrano plorifelatif.

C. Patofisiologis Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat dari kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya melebihi 2g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin hipoproteinemianya pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun di bawah 2,5 g/dl (25 g/L) Mekanisme pembentukan edema pada netrosis tidak dimengerti sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urin hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan fungsi ginkal mengaktifkan sistem renin angiotensin-aldosteron, yang merangsang reapsorbsi natrium di tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang perlepasan hormon intidiuretik yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang instertisial, memperberat edema. Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian penjelasan (1) hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein; dan (2) katabolisme lemak menurun, karena penurunan kada liporotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein lipase keluar melalui urin sebelum jelas.

Manifestasi Klinis
Oedem Dimulai dari kelopak mata sampai dengan anasarka Penderita mengeluh nafsu makan berkurang dan rasa mual terutama bila sudah terjadi acites Selama terjadi oedem, jumlah urine menurun dan berwarna keruh karena mengandung protein. Proteinuria Hipoalbuminemia Hiperkolesterolemia.

D. Penatalaksanaan a.
-

Medis

Diuretika

Diberikan pada keadaan oedem anasarka dengan preparat Hidrokortiasid 2 mg / Kg BB / Hari 2 kali sehari Furosemid 1 2 mg / Kg BB / Kali, 1-2 kali sehari Prednison (Steroid) Dosis inisial 2 mg / kg Bb / hari dibagi dalam 3 dosis Selama 4 minggu. Dosis awal diberikan lebih besar daripada dosis jam berikutnya Bila terjadi perbaikan dalam waktu 4 minggu atau kurang (remisi), pengobatan di lanjutkan dengan dosis intermiten 2/3 dosis inisial dalam 3 dosis selama 3 hari berturut-turut per minggu selama 4 minggu Bila remisi bertahan, dilakukan pengurangan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari setiap 2 minggu selama 2-4 bulan dan bila baik, pengobatan dapat dihentikan Sitostatika Digunakan bila terjadi resistensi terhadap prednison b. Pemberian albumin sintetik parenteral bila terjadi hipoalbuminemia berat. Dietetis Diet TPRG, protein 3-4 gram/ Kg BB / hari, bila sudah membaik dapat dikurangi menjadi 1-2 gram/Kg BB/ hri c. Pembatasan cairan selama ada oedem Keperawatan Tirah taring selama oedem Kurangi aktivitas fisik Hindarkan stres psikologis

E. -

Komplikasi Infeksi (peritonitis spontan, sepsis, pneumonia, selulitis, ISK)

Akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh, meliputi penurunan kadar imunoglobulin, cairan edema yang berperan sebaai media biakan, defisiensi protein penurunan aktivitas bakterisit, terapi imunosupresif, penurunan perfusi limpa karena hipovelemia, kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu Trombosis arteri dan vena (karena kenaikan kadar faktor koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinolisis plasma, penurunan kadar inti-trombin III plasma, dan kenaikan agregasi trombosit) Definisi faktor kagulasi IX, XI, dan XII Penuruan kadar vitamin D Serum Gagal ginjal kronis

F.

Pemeriksaan Penunjang 1. Analisa urine : Adanya protein, silinder, sel darah merah

2.

Analisa darah : Protein serum (total albumin, globulin, kolestrol)

G. Asuhan Keperawatan Sindroma Neprotik


1. a. b. 1. Pengkajian Identitas Riwayat Kesehatan Keluhan pertama : Penambahan BB edema, wajah sebab, sesak nafas acites, pembekakan labial/skrotal, anoreksia, diare, mudah lelah, letargi 2. Riwayat kesehatan sekarang

3. 4. 5. c. 1. 2. -

Riwayat kesehatan yang lalu Riwayat keluarga Riwayat tumbuh kembang Pemeriksaan Persistem Keadaan umum : Kesadaran, vital, sign, status gizi (BB, TB) Sistem Pernafasan : Kesulitan pernafasan (Efusi Pleura) Kardiovaskuler Gastrointestinal : Tekanan darah normal / menurun : diare, (Edema mukosa usus)

Integumen : Pucat kulit ekstrem, edema Persyarafan : peka rangsang

emihan

: Penurunan volume, warna urine gelap, berbau buah.

d. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pola Fungsi Kesehatan Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah Pola eliminasi : diare Pola aktivitas dan latihan mudah lelah Pola tidur istirahat : Susah tidur Pola kognitif dan perseptual : mengetahui tentang penyakitnya Pola toleransi dan koping stres : penolakan, cemas, sedih Pola nilai keyakinan

9.

Pola hubungan dan peran

10. Pola seksual dan reproduksi 11. Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri

H. Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul 1.


2. 3. 4. 5.

Kelebihan volume cairan (interatisiil), berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah

Resiko kerusakan integritas kulit b.d edema, penurunan pertahanan tubuh Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh yang menurun /imunosupresi. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan persepsi ketidak mampuan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kehilangan nafsu makan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No 1. -

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Elektrolite Management (2000) b.d mekanisme keperawatan selama X 24 1. Monitor intake output jam kelebihan cairan klien pengaturan melemah berkurang, dengan kriteria 2. Monitor fungsi renal Batasan Karakteristik : Peningkatan badan cepat berat 3. Monitor nilai Ca, Mg, Cl

Electrolyte & Acid / base 4. Kolaborasi medikasi sesuai program balance (0600) 5. Monitor gejala mual, muntah, - Nadi dbn hematuria sebagai akibat gangguan - Intake lebih banyak dari ginjal output - Respirasi dbn Edema s.d anasarka Serum Ca, Mg, Cl, dbn

Oliguria Penurunan Hb dan HMT

Albumin, Ceatinin dbn

Perubahan pola res- Balance cairan (0601) Fluid Management (4120) pirasi, dispnea, nafas pendek, ortopnea, su-ara- Nadi perifer teraba kuat 1. Monitor intake-output abnormal : rales atauTidak terjadi orthostatic 2. Monitor status hidrasi (kelembaban crakles, efusi pleura hipotension membran mukosa, kuatnya nadi) Intake-output / 24 jam 3. Monitor vital sign seim-bang 4. Monitor indikasi kelebihan cairan Tidak ada acites, edema (cracles, edema, distensi vena anasarka < jugularis, acites) Tidak ada suara nafas 5. tambahan 6. - Berat badan stabil 7. - Membran mukosa lembab Nilai HMT dan elektrolit serum dbn Kelola pemberian th/cairan Monitor status nutrisi Kelola pemberian diuretik

2.

Resiko kerusakan inte- Setelah dilakukan tindakan Curculatory Precuation (4070) keperawatan selama X 24 gritas kulit b.d edema 1. Kaji semua sirkulasi perifer jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan 2. Tidak memasang IV cath pada criteria : affected extremity (ektremitas yang tertekan) Dialisis (1105) Acces 3. Integrity Kembalikan sirkulasi darah pada daerah yang tertekan

4. Pertahankan hidrasi yang adequat Temperatur badan dalam untuk menghindari kerusakan batas normal viscositas darah Tidak tampak kemerahan 5. Hindari perlukaan pada daerah pada kulit

Tak ada bagian tubuh tertekan yang terluka dan berdarah 6. Rawat kuku klien Pulse perifer dalam batas 7. Instruksikan klien dan keluarga untuk normal menghindari perlukaan pada daerah Temperatur kulit perifer tertekan Tak ada edema perifer 8. Monitor daerah pada ekstermitas dari panas, merah, nyeri dan sweling

Risk Control (1902) Faktor resiko termonitor (dari klien maupun lingkungan) Menggunakan cara yang efektif untuk mengontrol resiko kerusakan jaringan Modifikasi lifestyle untuk mengurangi resiko Keluarga terlibat dalam mengontrol resiko Monitor perubahan status kesehatan Klien dan keluarga terlibat dalam screning untuk menetapkan masalah kesehatan

3.

Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan Body Image enhancement (5220) b.d. perubahan penam- keperawatan selama X 24 1. Deteksi adanya perubahan body pilan persepsi ketidak jam klien tidak mengalami gangguan citra tubuh, image mampuan dengan criteria : 2. Gunakan prosedur antisipasi untuk mencegah perubahan body image Batasan karakteristik : 3. Bantu klien untuk men-diskusikan Body Image (1200) perubahan yang terjadi karena Perilaku menghindar

Pengungkapan mengenai perubahan penampilan dan fungsi -

Gambaran diri baik

penyakitnya

Keseimbangan antara ke4. Bantu klien untuk mendis-kripsikan adaan tubuh dan idealisme, perubahan bentuk dan fungsi tubuh serta perilaku sesuai umur Bisa menerima perubahan 5. Latih anak / klien utuk menggunakan fungsi tubuh fungsi tubuh sesuai kondisi Menerima perubahan 6. Identifikasi coping strategi dari orang tua dalam me-respon perubahan status kesehatan kondisi anak. Mau menggunakan alternative / fasilitas lain untuk mendukung fungsi.

Psychosocial Adjustment : Life change (1305) Merumuskan realistis Kenyamanan terpelihara tujuan

diri

Menunjukka produktifitas dan optimisme Menunjukkan perasaan mampu sesuai kondisi Bisa mengidentifikasi dan menggunakan coping yang efektif

4.

Resiko infeksi b.d per- Setelah dilakukan tindakan Monitor elektrolite (2020) tahanan tubuh menurun keperawatan selama X 24 1. Monitor elektrolit serum jam klien tidak mengalami / imunosopresi infeksi, dengan criteria : 2. Monitor serum albumin dan total protein, sesuai indikasi Dialisis (1105) Acces 3. Integrity Monitor hal-hal yang mempengaruhi asam basa dapat

Risk control (1902) Immue status (0702)

4.

Identifikasi penyebab seimbangan elektrolit

ketidak

5. Catat dan laporkan bila terdapat Infeksi recurrent tidak ketidak seimbangan elektrolit terjadi 6. Catat perubahan sensasi perifer Tak ada tumor (tremor) Gastrointestinal batas normal dalam 7. Monitor mual, munt, diare Monitor keadequatan per-nafasan Monitor kehilangan cairan yang bisa menyebabkan kehilangan elektrolit

8. Pernafasan dalam batas 9. normal

Genitourinary dalam batas 10. Monitor cramp perut, bradi cardi normal hipotension, depresi pernafasan TempSuhu tubuh dalam bahkan coma rentang normal Integritas jar kulit baik Integritas mukosa Pencegahan Infeksi (6550)

o Monitor simtom local maupun sistemik, Cronic fatique tidak terjadi adanya infeksi Tak ada reaksi ektrem o Monitor luka yang bisa menyebabkan pada daerah skin test infeksi WBC dalam batas normal o Monitor WBC Tissue integrity skin dan o Gunakan teknik aseptik mucous o Lakukan perawatan khusus yang sesuai Elastisitas dalam batas untuk daerah edema normal Hidrasi baik o Inpeksi daerah mukosa membran apakah terdapat kemerahan panas

Pigmentasi dalam batas o Monitor perubahan energi normal Textur normal dalam o Berikan antibiotik sesuai indikasi batas o Libatkan klien dan keluarga untuk mencegah infeksi

Pertumbuhan rambut dan

jaringan kulit baik Tak tampak lesi pada jaringan Kaji dan catat status perfusi perifer. Laporkan temuan bermakna : ekstremitas dingin dan pucat, penurunan amplitude nadi, pengisian kapiler lambat. Pantau tekanan darah pada interval sering ; waspadai pada pembacaan lebih dari 20 mmHg di bawah rentang normal klien atau indicator lain dari hipotensi : pusing, perubahan mental, keluaran urin menurun.

5.

PK: Syok hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan 1. / kebocoran plasma, penanganan selama X 24 jam diharapkan klien tidak perdarahan , dehidrasi mengalami syok, dengan criteria : 2. Kriteria hasil : Amplitudo nadi perifer meningkat Pengisian kapiler singkat 3. (< 2 detik)

Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien pada posisi telentang untuk Tekanan darah dalam meningkatkan aliran balik vena. Ingat rentang normal bahwa tekanan darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi koroner dan arteri CVP > atau = 5 cm H2O ginjal yang adekuat. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk Berorientasi terhadap menentukan keadekuatan aliran balik vena dan volume darah; 5-10 cm H2O waktu, tempat, dan orang biasanya dianggap rentang yang Keluaran urin > atau = 30 adekuat. Nilai mendekati 0 ml/jam menunjukkan hipovolemia, khususnya bila terkait dengan keluaran urin Akral hangat menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan frekuensi jantung yang Nadi teraba ditemukan pada hipovolemia. Membran mukosa lembab 5. Observasi terhadap indicator perfusi Turgor kulit normal serebral menurun : gelisah, konfusi, penurunan tingkat kesadaran. Bila Berat badan stabil dan indicator positif terjadi, lindungi klien dalam batas normal dari cidera dengan meninggikan tempat tidur dan Kelopak mata tidak pengaman menempatkan tempat tidur pada cekung Frekuensi jantung teratur 4.

Tidak demam Tidak ada rasa haus yang 6. sangat

posisi paling rendah. Reorientasikan klien sesuai indikasi.

Pantau terhadap indicator perfusi arteri koroner menurun : nyeri dada, Tidak ada napas pen-dek frekuensi jantung tidak teratur. /kusmaul 7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN (>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl) meninggi ; laporkan peningkatan. 8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti ketidak seimbangan , terutama Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L). Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak teratur. Juga pantau tanda hipernatremia, retensi cairan dan edema. Berikan cairan sesuai program untuk meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan jumlah cairan tergantung pada jenis syok dan situasi klinis klien : RL, Asering

9.

10. Siapkan untuk pemindahan klien ke ICU/PICU (Keperawatan Medical Swearingen : 1996) Bedah :

You might also like