You are on page 1of 56

Etika Profesi dalam Praktek

Kedokteran :
Pengambilan Keputusan
Klinik Berdasarkan
Pertimbangan Etik

Dirwan Suryo Soularto


Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
Keputusan Pilar Keputusan Klinis sehari2
Medis

-
Keputusan
etis
Medis atau
etis?
Kasus Konkrit
Tergopoh-gopoh spt ini, benar atau tidak ?
Kalau yang ini 1 dari ratusan
korban tsunami, lumpur panas ?? (di luar RS >>)
DIMANA LETAK ETIKA
 Etika adalah pengetahuan tentang moralitas,
menilai baik buruknya sesuatu perbuatan
ditinjau dari sisi moral
 “...ethics is the study of morality – careful
and systematic reflection on and analysis
of moral decisions and behaviour” (WMA)

 Etika dapat mengandung norma kesusilaan


(sikap pribadi) maupun norma kesopanan
(perilaku antar manusia), tetapi dapat
dipengaruhi oleh norma agama dan norma
hukum
PEMBENTUKAN NORMA
 Dalam bermasyarakat, terdapat
interaksi antara satu warga dengan
warga lain
 Orang akan menilai suatu perbuatan
tertentu adalah perbuatan yang baik
atau tidak
 Bila kebanyakan orang sudah memiliki
penilaian yg sama maka terjadilah suatu
“nilai”
 Masyarakat kemudian menggunakan
“nilai” tersebut dalam kehidupan
sehari-hari, mengajarkannya kepada
anaknya, dst, sehingga menjadi
kebiasaan
 Kebiasaan yg sudah diterima secara
umum (kadang memiliki sanksi bila
dilanggar) akan dianggap sebagai
suatu “norma”
 Norma tersebut dapat berupa
“perintah”, dapat pula berupa
“larangan” dan “anjuran”
NORMA
 NORMA AGAMA
Mengatur kehidupan transendental
 NORMA KESUSILAAN
Mengatur hidup orang pribadi
 NORMA KESOPANAN
Mengatur hidup antar manusia
 NORMA HUKUM
Mengatur ketertiban hidup masyarakat
NORMA AGAMA
 Norma yang “berasal” dari tuhan atau
kitab atau diajarkan oleh pembawa
agama
 Yg utama adalah norma yg mengatur
hubungan antara manusia dengan
tuhannya
 Dalam ajaran agama juga terdapat
norma yg mengatur hubungan antar
manusia (muamalat)
 Norma agama bersifat umum dan
universal
NORMA KESUSILAAN

 Norma yg berasal dari hati nurani


 Norma ini mengatur cara hidup dan cara
berperilaku orang pribadi
 Misalnya “berkata jujur”, “berbuat baik”,
“menghormati orang tua”
 Norma kesusilaan biasanya juga
bersifat umum dan universal
NORMA KESOPANAN
 Norma kesopanan timbul dalam
pergaulan antar manusia dalam suatu
kelompok masyarakat tertentu
 Misalnya “menghormati orang tua”,
“mempersilahkan wanita”, “bertutur
kata yg lembut kepada orang tua”
 Dapat tidak universal, bergantung
kepada adat istiadat / budaya setempat
NORMA HUKUM
 Dalam menjaga ketertiban hubungan
antar manusia, diperlukan norma yg
tegas dan dapat dipaksakan, serta
memiliki sanksi nyata di dunia
 Dibuatlah norma hukum
 Norma hukum juga tidak selalu
universal, meskipun ada
kecenderungan kesana
• Etik
 Berkaitan dengan penalaran,
pembenaran dan konflik moral diri
pribadi, dalam membuat keputusan
etis
• Disiplin
 Berkaitan dengan konflik antara
individu dan peer-groupnya
• Hukum
 Berkaitan dengan konflik antara
individu dan masyarakat (publik) atau
dengan peraturan atau dengan
Etika Provesi vs Disiplin Profesi VS Hukum
Etika Disiplin Hukum
Masalah moral Perilaku pelayanan Norma hukum
– baik – buruk / standar pelayanan Pelanggaran
– dilema moral Pelanggaran norma hukum (benar
standar profesi – salah)
(benar – salah) Kedamaian
Kehormatan Kualitas profesi (mencegah –
profesi Konsil – join mengatasi konflik)
– Kualitas moral – Perdata-pidana
commission
Organisasi profesi –Anggota profesi Pengadilan :
– MKEK –Masyarakat –Hakim
Sanksi etik –Jaksa/penggugat
–Profesi
–Terdakwa/tergugat
Sanksi disiplin Sanksi hukum
ETIK vs HUKUM
 Hukum mengatur perilaku manusia dalam
kaitannya dengan ketertiban hubungan
antar manusia, dengan aturan yang
tertentu dan baku.
 Etik mengatur manusia dalam membuat
keputusan dan dalam berperilaku
(profesi), dengan menggunakan “dialog”
antar beberapa kaidah moral, dengan
hasil yang tidak selalu seragam.
 Cara berpikir yang melulu didasarkan
kepada hukum akan membawa kita
kepada “terpaku kepada peraturan”
sehingga dinilai terlalu materialistik dan
legalistik (Bottom-line ethics)
 Etik mendalami suatu masalah dengan
tidak hanya melihat hal yang “material”
(terlihat, terobservasi, terukur, dll),
melainkan juga nilai yang berada di
belakangnya
Cara Berpikir Hukum vs Etika
 Dalam berhubungan  Dalam berhubungan
dengan pasien, dokter dengan pasien, dokter
harus berperilaku harus berperilaku
sedemikian rupa sedemikian rupa sehingga
sehingga tidak dituntut kepentingan pasien
secara hukum oleh terpenuhi dan terpuaskan
pasien oleh perilaku dokter yang
etis
 Dalam meminta  Dalam meminta
persetujuan tindakan persetujuan tindakan
medik, yang penting medik, yang penting
adalah formulir adalah keputusan pasien
persetujuan telah dibuat setelah memahami
ditandatangani oleh semua informasi yang
pasien atau “yang diperlukan dalam
mewakilinya” membuat keputusan
tersebut.
Cara Berpikir Hukum vs Etika
 Bila melakukan  Bila melakukan
“kelalaian” maka “kelalaian” maka
upayakan dokter tetap bersikap
menutupinya, baik di akuntabel, baik dalam
rekam medis maupun dokumentasi di rekam
informasi kepada medis maupun
pasien dan sikapnya kepada
keluarganya agar tidak pasien dan
terjadi tuntutan keluarganya
PERTANYAAN BIOETIK
 Apakah seorang tenaga kesehatan wajib
secara moral untuk memberitahukan
kepada seseorang dalam stadium terminal
bahwa ia sedang sekarat?

 Bagaimana cara melakukan distribusi


sumber daya medis yang terbatas agar
tetap adil dilihat dari sisi moral ?
PERTANYAAN BIOETIK
 Apakah “aborsi” ataupun “euthanasia”
(pada keadaan tertentu) dapat dibenarkan
secara moral?
 Norma apa yg dipakai?
 Bila BioEtik, Kaidah mana yang dominan?
DI BIDANG LEGISLASI KESEHATAN:

 Apakah dapat dibenarkan hukum yang


mengharuskan tenaga kesehatan
memasukkan seseorang sakit jiwa ke dalam
rumah sakit, meskipun bertentangan dengan
keinginan pasien?
 Apakah dapat dibenarkan Per-UU-an yang
membolehkan tindakan medis apa saja yang
diminta oleh pasien kepada dokternya,
meskipun sebenarnya tidak ada indikasi?
DI BIDANG LEGISLASI KESEHATAN:

 Apakah dapat dibenarkan menerbitkan


peraturan yang melarang penelitian
teknologi cloning pada manusia?
KEPUTUSAN KLINIK
Data klinik Keputusan Klinik

Anamnesis Diagnosis Terapi Prognosis

Data klinik Keputusan Klinik Data klinik Keputusan Klinik

Upaya kesehatan : promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif


Keputusan Pilar Keputusan Klinis sehari2
Medis

-
Keputusan
etis
SEJARAH PERKEMBANGAN
ETIKA PROFESI
KEDOKTERAN
• Kode Hammurabi (2500 SM): Babilonia, Mesopotamia
• Sumpah Hippocrates (450 SM)
• Deklarasi Geneva (WMA, 1948)
• International code of Medical Ethics (1949)
• Sumpah dokter Indonesia (1960)
• Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) 1983
(SK Men. Kes No. 434/ 1983) : Landasan idiil : Pancasila
Landasan Struktural : UUD 1945

• Penerapan KODEKI : SK PB IDI no. 221/PB/A.4/2002


Perkembangan Kode Etik Kedokteran
Internasional
World Medical Association, London, 1949
Deklarasi
Helsinki (Penelitian), 1964
Sydney (Kriteria mati), 1968
Oslo (Pengguguran Kandungan), 1970
Munich (Tehnologi administrasi),1973
Tokyo (Obat terlarang), 1975
Brusel (Bayi tabung), 1985
Madrid (Eutanasia dan Rekayasa Genetika), 1987.
Asas Etika Medis :
• Tradisional :
– Asas beneficence
– Asas nonmaleficence (primum non nocere)
– Asas menghormati hidup manusia
– Asas menjaga kerahasiaan
– Asas kejujuran
– Asas tidak mementingkan diri sendiri
• Kontemporer :
– Asas Otonomi
– Asas keadilan
– Asas berkata benar
Kaidah Dasar Moral

Beneficence
“Berbuat baik (menolong) seseorang tetapi tidak
mencelakakan diri sendiri”
Contoh :
• Merawat dan mengobati penyakit AIDS
• Tidak dapat renang menolong orang
tenggelam
• primun non nocere (non maleficence)
• Tradisi Hippocrates:
• Bila kita tidak mampu menolong/ berbuat baik
pada seseorang, minimal jangan melakukan
tindakan yang merugikan”
• Kerugian : Material & Non Material (kepentingan)
• Contoh :
• Operasi by pass dengan bedah dada
• Terapi radiasi/ khemo yang buat efek samping
namun demikian alasan merugikan harus
kuat, proporsional
• Keadilan
• Komparatif (dengan pertimbangan) : proporsional
• Non Komparatif (Tanpa pertimbangan)
• Otonomi
“Kemandirian bertindak & mengambil keputusan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sendiri”
Dua kemampuan yang terkait dengan otonomi :
• Mengambil keputusan dari berbagai alternatif
• Merealisasikan keputusan yang telah ditetapkan
sendiri
• Dampak :
• Menjadikan sifat individualistik – terasing dari
kelompok
• Dapat dihindari dengan menetapkan dan
merealisasikan keputusan dengan penuh tanggung
jawab dan bijak
KDB 1 (Beneficence)
Kriteria Ada Tidak
ada
1.Utamakan alturisme (menolong tanpa pamrih,
rela berkorban)
2.Menjamin nilai pokok harkat dan martabat
manusia
3.Memandang pasien/keluarga dan sesuatu tak
sejauh menguntung dokter
4.Mengusakan agar kebaikan/manfaatnya lebih
banyak dibandingkan dengan keburukannya.
5.Paternalisme bertanggung jawab/ kasih sayang
6.Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7.Pembatasan Goal-Based
8.Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi
pasein
9.Minimalisasi akibat buruk. -

10.Kewajiban menolong pasien gawat darurat


Kriteria Ada Tidak
ada
11. Menghargaihak pasien secara keseluruhan

12. Tidak menarik honorarium diluar


kepantasan

13.Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara


keselurushan
14.Mengembangkan profesi secara terus-
menerus.
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan Golden Rule Principle
KDB 2 Non-Maleficence
Kriteria Ada Tidak Ada

1. Menolong pasien emergensi


2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah:
a.Pasien dalam keadaan berbahaya.
b.Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan.
c.Tindakan Kedokteran tadi terbukti efektif
d.Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya
mengalami risiko minimal).
3. Mengobati pasien yang luka.
4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
5. Tidak menghina/caci maki.
6. Tidak memandang pasien sebagai objek
7.Mengobati secara tidak proporsional
8.Tidak mencegah pasien secara berbahaya
9.Menghindari misrepresentasi dari pasien
10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena
kelalaian
11. Tidak memberikan semangat hidup
12. Tidak melindungi pasien dari serangan
13.Tidak melakukan white collar dalam bidang kesehatan
KDB 3 Autonomi
Kriteria Ada Tidak Ada

1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri,


menghargai martabat pasien.
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat
keputusan (pada kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi.
5. Menjaga rahasia pribadi
6. Menghargai rasionalitas pasien.
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkann pasien dewasa dan kompeten
mengambil keputusan sendiri.
9. TIdak mengintervensi atau meghalangi outonomi
pasien.
10. Mengcegah pihak lain mengintervensi pasien dan
membuat keputusan, termasuk, termasuk keluarga
pasien sendiri.
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil
pasien pada kasus non emergensi.
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan
pasien.
13. Menjaga hubungan (kontrak)……………..
KDB 4 Justice
Kriteria Ada Tidak
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah
ia lakukan.
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam
posisi yang sama.
4. Menghargai hak sehat pasien (affordability,
equality,accessibility,availability,quality)
5. Menghargai hak hukum pasien.
6. Menghargai hak orang lain.
7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling dirugikan)
8. Tidak melakukan penyalahgunaan.
9. Bijak dalam makro alokasi.
10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan
kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien seusai dengan kemampuan.
12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya,
beban ., sanki) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang
tepat dan kompeten.
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa
alasan sah/tepat.
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan
penyakit/ggn kesehatan.
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA,
Pilar Keputusan Klinis
Sehari-hari

Keputusan medis

Keputusan
etis

Mindset paripurna
Struktur bio psiko sosio budaya
The patient’s contexts for prima facie’s choice
(Agus Purwadianto, 2004)

General benefit Elective,educated,


result,mostof bread-winner,mature
people, person

Beneficence Autonomy

Non Justice
Time maleficence
Vulnerables,
>1person,others
emergency, life
similarity, community/
saving,minor
social’srights
Medical
Indication
Deductive logic
Beneficen Autonomy Justice
Non Maleficence
ce

Method =
Logic Thinking  critical analysis

Combination of
It’s characteristics = Patient’s Context
Medical
Indication TROEF = berubah
menjadi ……
Beneficen Autonomy Justice
Non Maleficence
ce

pihak II capable pihak III


pihak II person Non pasien
kesakitan/
Umum bebas wakil/wali
menderita,
BAIK Elektif kluster pop
gadar,pra-cacat
“kranjang rentang >> Komunitas
Distress
Sampah” hak pilih a Penyandang
Rentan
uzur, // DRnya dana
terjepit Berpotensi
tanpa pilihan Dirugikan/
Miskin Paling krg
bodoh. diuntungkan
Medical ENRICHMENT OF
Indication JUSTIFICATION

Beneficen
ce Non Maleficence Autonomy Justice

(NEW) ILLAH = actual duty = contextuality


PRIMA
FACIE
CETERIS PARIBUS

DEDUCTIVE >< : DETECT


LOGIC DEVIATION
“OPPOSITION”
CREATIVE THINKING

Not stipulated in the text =


VALUE
Patient’s Context
CONFORM
Kasus : dilemma
• Setelah lewat beberapa kali kunjungan
obat jalan dokter A berencana melakukan
pemeriksaan seorang pasien berupa Hiv.
Sang pasien adalah PSK yang aktif dan
berganti pasangan, walaupun tanpa
kondom.
• Setelah melalui konseling yang alot,
akhirnya pasien setuju untuk
pemeriksaan lab. Lanjut, dengan catatan
jangan diberitahu hasil periksa yang
diperoleh; dengan ancaman akan bunuh
diri. Tetapi tidak mau juga akan berhenti
jadi PSK.
• Setelah periksa hasilnya positif terjadi
dilematis
– Mungkinkah dokter A harus tetap
Konsep Prima FACIE
(Kasus PSK + HIV)

BENEFICENCE AUTONOMI
Untuk Kepentingan
Pasien (Membagi penyebaran) JUSTICE
NON MALEFICENCE
(Untuk Segera
Mengobati)

A B C D
Dilemma Prima Facie
Doker A; memeriksa PSK aktif dan bebas pelindung

Beneficence:

Non Maleficence Justice


Consent HAK Waiver Otonomi
(Tidak mau Mengetahui Hasil)

Tidak diberi tahu


Prima Facie Hasil Positif

Diberi Tahu PSK akan bunuh diri Justice


Tetapi untuk menyelamatkan masyarakat
Jawaban:
• Dokter ini sulit mengambil keputusan
(dilematis), karena pertentangan
antara 2(dua) KDB antara otonomi
dan Justice
Principles-based ethics
 Prima Facie
T.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989)

Patient’s preference

Beneficence
Autonomy

Non Maleficence Justice

Contextual features Clinical Decision


Making EBM
Quality of life

Value-based medicine
Biomedik Indikasi Medik Pilar Keputusan Klinis
Sehari-hari
Keputusan medis

Keputusan Info
etis medik

Pilihan pasien
Kualitas hidup
Fitur kontekstual

Dasar Keputusan Medik Mindset paripurna


Struktur bio psiko sosio budaya
Insight Core Problem
Keywords

Basic Beneficence

Moral
Nonmaleficence
Autonomy

Principle
Justice

Metode AP
Metode AP

Chosen Choose 1-2 out


of 4 most
relevant

Principle (problem
solving)

Ethics Virtue - eudamonia

Theory Duty - deontologist


Utilitarian –
teleologist eg
happiness
Metode AP

Ethical Culture

Relativism
Custom

Ethical Science &


technology

Dilemma
determinant
Societal &
capital
determinant
Quality of life
Prima Facie’s
Principle Context vs Text
Choose 1-2 out of 4
(most stringent)

Deductive
Logic/Ceteris Calculated
Assumption
Paribus (other principle stable)

Solving the Problem


Consistency
Coherent
Correspondent
Metode AP
Pragmatic
Metode AP

Legal Administrative
Penal

Option Civil
t e r a n
r u Ke dok
iB a s i
lu s Profe !
a h Ko Dikri
t i k !!
eb u
S
Rp…..
Rp…??

l 2 0 01
p r i
M ing gu 8 A
a s ,
Ko mp

You might also like