You are on page 1of 16

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN INTEGRATED CARE PATHWAYS (ICP) SEBAGAI BAGIAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah SIM Koordinator Mata Ajar : Rr Tutik Sri Hariyati

Oleh : Yulia Yasman (1106122972)

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN KEKHUSUSAN KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN 2012

PENERAPAN INTEGRATED CARE PATHWAYS (ICP) SEBAGAI BAGIAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT Oleh: Ns. Yulia Yasman, S.Kep Mahasiswa Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ABSTRAK
Integrated Care Pathway (ICP) merupakan instrumen

yang dapat digunakan untuk

meningkatkan mutu pelayanan dengan mencegah adanya variasi pelayanan yang tidak perlu. Akan tetapi, pengembangan dan penerapan ICP bukan hal yang mudah dilakukan bahkan meski hanya untuk satu jenis pelayanan saja. Karena ICP merupakan dokumentasi multidisiplin. Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan setiap tim kesehatan untuk dapat mengetahui informasi pasien secara lengkap dan mengurangi pengumpulan data secara berulang ulang yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan. Namun demikian evaluasi proses pengembangan dan penerapan ICP tersebut belum dilakukan. Artikel ini akan menjabarkan secara garis besar apa yang menjadi konsep dari ICP dan instrumen yang telah digunakan di beberapa negara untuk melakukan evaluasi ICP. Sehingga diharapkan akan ada standar baku yang dapat dipakai oleh rumah sakit-rumah sakit di Indonesia dalam mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi ICP (audit ICP) yang ada sehingga pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan keperawatan. Kata kunci : Integrated Care Pathway (ICP), dokumentasi multidisiplin, audit ICP. LATAR BELAKANG Filosofi dari manajemen mutu menyebutkan bahwa cara paling efektif dalam meningkatkan mutu adalah dengan mengurangi variasi (Cheah, 2000), namun variasi dalam tindakan medis untuk kondisi klinis yang sama dipengaruhi oleh banyak hal, adanya perubahan kondisi klinis, kompleksitas masalah klinis, perbedaan sumber daya institusi, dan kemampuan pasien merupakan penyebab munculnya variasi medis. Integrated Care Pathway (ICP) atau Clinical Pathway dikenal sebagai salah satu upaya atau instrument yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan mencegah adanya variasi pelayanan yang tidak perlu. Namun demikian pengembangan dan penerapan clinical pathway bukan hal yang mudah dilakukan bahkan meski hanya untuk 1 jenis pelayanan saja (Ransom et al, 1998).
2

Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan setiap tim kesehatan untuk dapat mengetahui informasi pasien dan juga rencana pengobatan maupun perawatan berdasarkan apa yang terjadi pada saat itu dan apa rencana yang diinginkan di kemudian hari. Perawatan pasien akan lebih baik dikarenakan akan mengurangi pengumpulan data secara berulang ulang yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan (Yoder-Wise, 2011). Peranan Sistem Informasi Manajemen di dalam keperawatan adalah untuk mendukung segala aspek dari praktik keperawatan itu sendiri. Termasuk di dalamnya pemberian asuhan keperawatan, pendidikan, penelitian, dan manajemen (McHaney, 2008). Di Indonesia penerapan ICP terkait penerapan INA-DRG yang merupakan versi Departemen Kesehatan RI untuk Diagnostic Related Group (DRGs Casemix) yaitu sistem pembiayaan berdasarkan pendekatan sistem casemix, dimana diharapkan akan muncul efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Adisasmito, 2008). Maka, pada tahun 2010 telah dilakukan pertemuan konsolidasi kelompok kerja clinical pathway dalam pelaksanaan INA-DRG pada 15 rumah sakit vertikal Depkes sebagai Pilot Project di Indonesia (Depkes, 2010). Berdasarkan hasil sejumlah studi terkait manfaat ICP, antara lain seperti konsistensi praktek lebih besar, kontinuitas peningkatan pelayanan, pemantauan standar perawatan, dokumentasi yang baik, pelaksanan evidence-based best practice, meningkatkan kerjasama tim, mengurangi duplikasi, perbaikan manajemen resiko, dan pemberian perawatan berfokus pada pasien. Selain itu, ICP dapat mendukung infrastruktur kesehatan dengan menyediakan informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu yang diperlukan untuk memenuhi pemantauan strategis pelayanan pasien dan outcome. ICP menjadi perkembangan yang popular saat ini termasuk di Indonesia. Agar ICP yang digunakan efektif maka perlu pengawasan yang ketat dalam perkembangannya. Karenanya ada potensi variabilitas dalam isi dan kualitas ICP yang sedang dikembangkan. Variabilitas tersebut dapat mempengaruhi dampak dan manfaat dari ICP itu sendiri terhadap kualitas pelayanan. Artikel ini akan menjabarkan secara garis besar apa yang menjadi konsep dari clinical pathway dan instrument yang telah digunakan di beberapa negara untuk melakukan evaluasi atau audit ICP.

KAJIAN LITERATUR Pengertian dan Konsep Integrated Care Pathway (ICP) Integrated Care Pathway atau dikenal juga dengan nama lain seperti clinical pathway, critical care pathway, coordinated care pathway, atau caremaps. ICP pertama dikembangkan pada tahun 1985-1986 oleh New England Medical Centre, Boston, kemudian diadopsi oleh rumah sakit - rumah sakit di Arizona, Florida, dan Rhode Island di USA pada tahun 19861988. Australia dan UK mulai mengaplikasikan ICP ini pada tahun 1989 dan pada pertengahan tahun 1990 mulai berkembang ke Negara-negara di Afrika dan Asia seperti South Afrika, Saudi Arabia, Jepang, Korea, dan Singapura (Davis, 2005).

Wilson (1995) mendefinisikan care pathway sebagai proses multidisiplin yang berfokus pada perawatan pasien, yang terjadi tepat waktu untuk menghasilkan hasil terbaik yang telah ditentukan, dalam sumber daya dan kegiatan yang tersedia, untuk sebuah episode perawatan yang tepat. Jhonson (1997) memperkenalkan ide menggunakan ICP sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan mendefinisikan ICP sebagai semua elemen perawatan dan pengobatan yang diantisipasi dari semua anggota tim multidisiplin, bagi pasien dengan kasus tertentu dalam jangka waktu yang disepakati untuk pencapaian outcome yang telah disepakati. Sedangkan menurut Middleton (2000), ICP harus mencakup serangkaian intervensi yang diharapkan, ditempatkan dalam kerangka waktu yang tepat, ditulis dan disepakati oleh tim multidisiplin, untuk membantu pasien dengan kondisi tertentu melalui diagnosis pengalaman klinis untuk hasil yang positif. Dapat disimpulkan bahwa ICP adalah sebuah rencana yang menyediakan secara detail tahap penting dari pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis (diagnosis dan prosedur) tertentu, berikut dengan hasil yang diharapkan.

ICP merupakan format dokumentasi multidisiplin. Format ini dikembangkan untuk pengembangan multidisiplin (dokter, perawat, rehabilitasi, gizi, dan tenaga kesehatan lain) yang diciptakan tidak terlalu rumit dan panjang. Pada format pengkajian multidisiplin menunjukkan format pengkajian awal yang memungkinkan diisi oleh berbagai disiplin ilmu. Pengisian ini terdiri dari data riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan pengkajian skrining lainnya yang diisi oleh multidisiplin sesuai kesepakatan (Croucher, 2005).

Sasaran dari ICP adalah benar orang (the right people), benar instruksi (the righat order), benar tempat (in the right place), melakukan hal yang benar (doing the right thing), pada waktu yang tepat (in the right time), dengan hasil yang benar (with the right outcomes), dan semua berfokus pada pengalaman pasien (all with attention to the patient experience) (Davis, 2005). ICP bekerja sebagai alat untuk memandu tenaga kesehatan dan social care professional melalui garis perawatan yang direncanakan baik untuk sekelompok pasien, atau proses tertentu, melalui system yang kompleks. Secara detail dalam ICP tenaga kesehatan professional harus bekerja sesuai dengan outcome yang diinginkan. Dan setiap variasi dalam praktek harus didokumentasikan. Variasi adalah setiap penyimpangan dari rencana yang telah disusun. Analisis dari variasi dalam ICP memungkinkan penilaian terus menerus terhadap proses dan hasil pedoman atau standar, sehingga memberikan evaluasi terhadap praktek yang dilakukan (Croucher, 2005). Tujuan utama implementasi ICP menurut Depkes RI (2010) adalah untuk: 1. Memilih best practice pada saat pola praktek diketahui berbeda secara bermakna. 2. Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan penggunaan pemeriksaan klinik serta prosedur klinik lainnya. 3. Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda dalam suatu proses serta menyusun strategi untuk mengkoordinasikan agar dapat menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dengan tahapan yang lebih sedikit. 4. Memberikan peran kepada seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan serta peran mereka dalam proses tersebut. 5. Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data proses pelayanan sehingga provider dapat mengetahui seberapa sering dan mengapa seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai standar. 6. Mengurangi beban dokumentasi klinik. 7. Meningkatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi kepada pasien, misalnya dengan menyediakan informasi yang lebih tepat tentang rencana pelayanan.

Contoh Format ICP yang Digunakan di Australia

Clinical Pathway of Herniarrhapy Sumber: CPIC Management Committee-Queensland Government 2007

Bagaimana Mengembangkan ICP Menurut Davis (2005) ada 8 tahap dalam pengembangan sebuah ICP seperti terlihat dalam diagram dibawah ini.
Deciding on an ICP to Develop

Identifiying Stakeholders and Leads

Identifiying Lead and Team Responsibilities

Process Mapping

Initial Audit and Data Collection

ICP Content Development

Pilot and Implementation

Regular Review of the ICP

1. Keputusan untuk mengembangkan ICP Adanya keputusan untuk mengembangkan ICP tergantung dari area klinis yang menjadi prioritas. Karena untuk mengembangkan ICP perlu kesepakatan

multidisiplin.

2. Identifikasi stakeholder dan pimpinan Stakeholder adalah semua pihak yang tekait dengan pengembangan ICP dan outcomenya. Stakeholder ini bisa berupa internal stakeholder seperti user (pasien, tim multidisiplin, perawat primer) dan external stakeholder seperti asuransi, organisasi profesi, dan lain-lain. 3. Identifikasi pimpinan dan tim yang bertanggungjawab Juga penting untuk membentuk tim ICP yang mendorong dan mempertahankan proses perubahan. 4. Proses mapping Proses mapping akan menghasilka sebuah peta perjalanan pasien berdasarkan berbagai perspektif. Dari peta ini tim multidisiplin dapat mengkaji masalah dan langkah-langkah yang akan dipakai. Proses mapping merupakan tahap yang paling penting. 5. Audit awal dan pengumpulan data Audit awal untuk ICP harus dilakukan sebagai permulaan project. Hasil yang didapat tidak hanya mengidentifikasikan adanya gap dalam pelayanan, tetapi juga sebagai evaluasi dasar ICP. 6. Pengembangan isi ICP ICP harus berisi 4 hal yaitu kegiatan dalam bentuk elemen rencana perawatan, detail alat yang dibutuhkan seperti grafik keseimbangan cairan, hasil yang harus dicapai misalnya dicapai dengan target hari rawat, dan pelacakan variasi sebagai elemen unik dari ICP. Isi klinis ICP tidak dapat didikte, hal ini akan ditentukan oleh tim dengan keahlian dalam mengelola kelompok tertentu dari pasien, dan untuk siapa dokumen ini dirancang. 7. Pilot project dan implementasi Komunikasi yang kuat dan rencana pendidikan sangat penting untuk mendukung sukses proyek ICP.Tujuan komunikasi dan pendidikan adalah untuk memastikan bahwa pesan yang tepat disampaikan kepada orang-orang yang tepat, dengan cara dan tempat yang tepat. 8. Review ICP secara teratur Ketika meninjau ulang (mereview) ICP harus difokuskan kepada 3 pertanyan utama yaitu:

a. Penyelesaian ICP Apakah ICP digunakan pada kasus yang tepat?Apakah ada informasi yang hilang? Apakah staf memerlukan catatan sampingan yang tidak ada dalam ICP? b. Jenis variasi yang dicatat Apakah variasi yang ada dicatat? Apakah staf paham bagaimana mencatat variasi tersebut? c. Kepuasan staf Dapat dilakukan menggunakan kuesioner, tren apa yang terlihat? Berbagai Tools Evaluasi Clinical Pathway Alat yang baik untuk melakukan evaluasi terhadap ICP harus mempunyai karakteristik sebagai berikut (Vanhaercht, 2007): adanya komitmen dari organisasi, path project management, persepsi mengenai konsep dari pathway, format dokumen, isi pathway, keterlibatan multidisiplin ilmu, manajemen variasi, pedoman, maintenance pathway, akuntabilitas, keterlibatan pasien, pengembangan pathway, dukungan tambahan terhadap system dan dokumentasi, pengaturan operasional, implementasi, pengelolaan hasil (outcome) dan keamanan. Dari kriteria tersebut saat ini ada dua instrument yang sering digunakan untuk melakukan audit terhadap isi dan mutu ICP. Kedua instrument tersebut adalah The ICP Key Element Checklist dan The Integrated Care Pathway Appraisal Tool (ICPAT) The ICP Key Element Checklist Dikembangkan oleh Croucher (Inggris) pada tahun 2004 sebagai bagian dari penelitian magister mengenai kualitas ICP yang digunakan di pelayanan kesehatan nasional UK (UKNHS). Instrumen ini dibuat berdasarkan literature di UK dan belum dilakukan validasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi elemen kunci dalam ICP, dan mengevaluasi ICP yang tersedia. Sebuah tool berupa The ICP key element checklist dibuat berdasarkan tinjauan literatur. Setiap ICP harus memiliki 14 elemen kunci ini, jika ICP keluar dari 14 elemen yang tercantum dalam daftar maka bias dikatakan format tersebut bukan ICP, tapi lebih cenderung menjadi daftar periksa atau pedoman saja (Croucher, 2005).

Saat ini memang belum ada instrument yang baku dalam melakukan audit pendokumentasian ICP. Namun dalam penelitian Croucher (2005) dalam journal of integrated care pathways, menggunakan ICP key element checklist dalam mengevaluasi kualitas ICP sebagai berikut:

Tabel 1. ICP key elements checklist Integrated care pathway key element checklist Front page (ICP title, patient identifiers, instructions on using the ICP, signature sheet) Abbreviations section Reference section Version control Clearly defined patient group and scope A plan of expected/anticipated care along some form of timeline Sequential order Documentation from all the disciplines involved Evidence-based practice and outcomes Include processes and outcomes Variance-recording framework (variance, cause of variance and action taken) Risk management tools Places the patient at the centre of the care cycle Facilitate and promote continuous quality improvement Yes No

Berdasarkan hasil penelitian Croucher dari 50 ICP yang dijadikan sampel, 90% ICP berisi rencana perawatan yang diantisipasi bersama berdasarkan waktu (timeline), termasuk proses dan hasil. Juga, 70% dari ICP yang dievaluasi tidak mengandung kerangka kerja rekaman variasi. Selain itu, 70% dari ICP yang dievaluasi tidak mengandung bukti evidence-based best practice. Menurut Croucher, hasil yang didapatkan ini mengkhawatirkan. Kerangka kerja rekaman variasi bertindak sebagai alat audit yang kuat, karena semua aspek dari proses dan hasil perawatan dapat dipantau. Jika tidak ada kerangka kerja rekaman variasi, maka organisasi tidak dapat menghubungkan variasi dengan hasil. Penggunaan ICP untuk berkontribusi dalam peningkatan kualitas yang terus menerus jadi dipertanyakan, dan akan berdampak pada kualitas perawatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menyorot beberapa aspek keprihatinan, khususnya variabilitas dalam kualitas ICP yang dikembangkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada banyak variasi dalam kualitas ICP yang sedang dikembangkan di National Health Service (NHS) Inggris, dan bahwa perkembangan ICP di
10

banyak layanan kesehatan tidak memadai. Tool yang dihasilkan ini dapat menjadi standar kerangka kerja untuk staff NHS saat membuat ICP. Namun, penelitian tentang evaluasi alat ICP sendiri masih sangat sedikit. Data-data penelitian ini penting karena menunjukkan bahwa ada kebutuhan yang belum terpenuhi, dan perlu bimbingan bagi staf dan organisasi dalam mengembangkan dan mengevaluasi proses pembuatan ICP. Studi ini menunjukkan bahwa The ICP key element checklist dapat menjadi alat sederhana yang memberikan kerangka kerja untuk mengembangkan ICP secara sistematis. The Integrated Care Pathway Appraisal Tool (ICPAT) Dikembangkan sejak tahun 1999 oleh Whittle dkk di Inggris dengan mendapatkan dukungan dari perkumpulan pengembangan mutu West Midlands Regional Levy Board. Instrumen ini dibuat berdasarkan desain yang sama dengan instrument AGREE (Appraisal of Guidelines Research and Evaluation). Integrated Clinical Pathway Appraisal Tool (ICPAT) Checklist 1. Content / Structure of ICP Have identified start and finish points Reflect a patients journey (i.e. moving along a continuum of days/weeks/months/stages/objectives/programs) Reflect 24-hour continuous care/treatment (where appropriate) Form the record of care for an individual patient Allow documentation tobe individualized to meet the patients needs Outline the anticipated process of care/treatment 2. ICP Documentation Identify the relevant patients in the title of the ICP (e.g., ICP for Laparoscopic Cholecystectomy) Indicate the circumstances when a patient should come off or should not be put on (exclusion criteria) Meet local/national minimum standards for documentation (e.g. institution standards if exist) Include a reminder that says professional judgment must be applied while taking into account the patients wishes & needs (i.e., the ICP is not a tramline and can be varied) Reference the evidence on which the content is based Include the date of development of the document on the ICP Include space for the identification of the individual patient on each page

11

3. The Development Process Record decisions made concerning the content of the ICP Record description/list staff involved in the development of the ICP Conduct a literature search to gather the evidence base for the clinical content of the ICP Record the rationale for including and excluding pieces of evidence/guidelines Pilot test the ICP and audit the ICP documentation after the pilot Consider clinical risk as part of the content of the ICP Consider training, education, and competency of staff as part of the content of the ICP Involve patient and/or their family members in the development of the ICP (by using focus groups/questionnaires/complaints/patient diaries, etc.) Take into account patients and family members multicultural needs 4. The Implementation Process Establish an on-going training programfor the staff Identify resources (individuals/time) to undertake the training on how to use the ICP Establish a system to feedback the variations of the ICP to the staff and patients/family members Agree on the location where the ICP documentation will be stored once finished Assess the risks involved in an ICP development before commencement Name an individual responsible for maintaining the ICP Provide training to staff when a change to the ICP content is made Provide regular training for new staff that will be using the ICP Set a review date of one year or less Get endorsement for the ICP development from the Trust Board/Clinical Governance Committee Questions: Within the organization, is there a plan specifically for ICP development? Are ICPs evident in the organizations Clinical Governance Strategy?

*This checklist is adapted from The Integrated Care Pathways Appraisal Tool (ICPAT).Whittle C, McDonald PS, Dunn L, de Luc K. Developing the integrated care pathways appraisal tool (ICPAT): a pilot study.J Integrated Care Pathways 2004;8:7781.

12

ICPAT merupakan salah satu instrument yang sudah divalidasi dan dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dari isi dan mutu ICP, yang terdiri dari 6 dimensi (Whittle, 2009) yaitu: 1. Dimensi 1 : Bagian ini memastikan apakah formulir yang dinilai adalah Clinical Pathway (CP). Hal ini disebabkan karena ada banyak kesimpangsiuran pengertian dan definisi CP. Maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah untuk menilai apakah suatu guideline yang akan kita nilai adalah CP atau bukan. 2. Dimensi 2 : Menilai proses dokumentasi ICP. CP adalah formulir yang digunakan secara actual untuk mendokumentasikan pelayanan / terapi yang diberikan kepada masing-masing pasien. Dokumentasi ini termasuk untuk mencatat kepatuhan maupun ketidakpatuhan (variasi). 3. Dimensi 3 : Menilai proses pengembangan CP sama pentingnya dengan CP yang dihasilkan, karena CP merupakan sebuah alat yang akan digunakan untuk mengevaluasi pelayanan / terapi yang telah diberikan dan untuk memperbaiki pelayanan tersebut sehingga akan melibatkan proses perubahan dalam praktek seharihari. 4. Dimensi 4 : Menilai proses implementasi ICP. Definisi dari penerapan (implementasi) CP adalah saat proses pengembangan CP (termasuk uji coba) telah selesai dilakukan dan tim yang mengembangkan telah siap untuk menerapkannya dalam praktek seharihari. Dalam bagian ini pertanyaan-pertanyaan yang dibuat adalah untuk memastikan efektifitas penerapan dan penggunaanCP. 5. Dimensi 5: Menilai proses pemeliharaan ICP. Salah satu factor sukses terpenting dalam penggunaan CP adalah kegiatan untuk menjaga CP yang mensyaratkan CP berfungsi sebagai alat dinamis yang dapat merespon masukan dari staf, pasien, respon klinis, referensi terbaru sehingga isi dan desain dari CP perlu direview terus menerus. 6. Dimensi 6 : Menilai peran organisasi (RS). Peran organisasi merupakan salah satu hal penting yang akan mendukung proses pelaksanaan ICP. KELEBIHAN PENGGUNAAN ICP Banyak rumah sakit mulai menerapkan ICP dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien, karena penggunaan ICP memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut:

13

1. ICP

merupakan

format

pendokumentasian multidisiplin.

Format

ini dapat

memberikan efisiensi dalam pencatatan, dimana tidak terjadi pengulangan atau duplikasi penulisan, sehingga kemungkinan salah komunikasi dalam tim kesehatan yang merawat pasien dapat dihindarkan. 2. Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim multidisiplin sehingga masingmasing anggota tim termotivasi dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi. 3. Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat, sehingga akan tercapai effective cost dalam perawatan. 4. Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan discharge planning kepada pasien lebih jelas. KEKURANGAN PENGGUNAAN ICP Selain mempunyai kelebihan dalam penggunaan ICP, perlu dicermati juga kekurangan yang ditemui dalam penerapan format ICP ini, antara lain sebagai berikut: 1. Dokumentasi ICP ini membutuhkan waktu yang relative lama dalam pembentukan dan pengembangannya. 2. Tidak terlihat proses keperawatan secara jelas karena harus menyesuaikan dengan tahap perencanan medis, pengobatan, dan pemeriksaan penunjang lainnya. 3. Format dokumentasi hanya digunakan untuk masalah spesifik, contoh format ICP untuk bedah tulang tidak dapat digunakan untuk unit bedah syaraf. Sehingga akan banyak sekali format yang harus dihasilkan untuk seluruh pelayanan yang tersedia. KESIMPULAN Semua pasien berhak atas perawatan yang berkualitas tinggi yang disampaikan pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dengan orang yang tepat, dan dengan hasil yang tepat. Keputusan klinis harus berdasarkan evidence-based best practice, dan semua staf harus up to date dengan perkembangan terbaru. Fokus manajemen mutu dan kualitas pelayanan kesehatan telah bergeser dari penekanan pada struktur organisasi ke proses dan hasil klinis dan non-klinis. Salah satu alat yang disarankan adalah ICP untuk memfasilitasi manajemen mutu. ICP menawarkan dokumentasi keperawatan professional terpadu, yang dapat memastikan bahwa pasien menerima perawatan terbaik setiap saat, serta dapat memberikan

14

organisasi peningkatan mutu berkelanjutan. Akhirnya ICP dapat mendukung clinical governance. ICP merupakan format dokumentasi multidisplin secara umum dapat diterapkan di Indonesia atas pertimbangan kebutuhan untuk memperbaiki kualitas dokumentasi, kebutuhan untuk mengurangi waktu perawat mencatat, kebutuhan menghemat biaya, mengurangi duplikasi, mengurangi salah komunikasi, dan penekanan pada hasil yang ingin dicapai pasien. Kekurangan yang mungkin ditemui dalam format dokumentasi multidisiplin adalah tidak terlihatnya proses keperawatan secara jelas mulai dari tahap pengkajian, penetapan diagnose dan rencana intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan. REKOMENDASI DAN IMPLIKASI DALAM KEPERAWATAN Keragaman tata letak ICP dan konten muncul karena ICP dibuat secara local dalam organisasi, departemen dan tim. Meskipun demikian, ada beberapa elemen penting yang harus terkandung dalam ICP dan perlu evaluasi dan audit ICP secara berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan suatu instrument audit yang baku dan valid yang memiliki mekanisme yang jelas untuk merekam dan meninjau variasi dari perawatan yang direncanakan, sehingga dapat memfasilitasi perbaikan ICP secara terus-menerus. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan dalam tim multidisiplin perlu meningkatkan kompetensi agar dapat berperan sebagai clinical experts.

15

DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, D. W. (2008). Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG), Kelayakan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Cheah, J. (2000). Development and implementation of a clinical pathway programme in acute care general hospital in Singapore. International Journal for Quality in Health Care, 12, pp.403-412. CPIC Management Committee Queensland Government. (2007). Clinical pathway for Herniarrhopy. Croucher, Michelle. (2005). An evaluation of the quality of integrated care pathway development in the UK National Health Service. Journal of Integrated Care Pathways, 9, pp.6-12. Davis, Nicola. 2005. Integrated care pathways a guide to good practice. Swansea:NHS Depkes RI. (2010). Clinical Pathway. Jakarta: Ditjen Bina Pelayanan Medik. Johnson S. (1997). Pathway of care. Oxford: Blackwell Science. McHaney, D. F. (2008). Information management and technology. Philadelphia: Jones and Bartlett Publisher. Middleton S. (2000). Integrated care pathways: a practical approach to implementation. Oxford: Butterworth Heinemann Ransom, Scott B., DO, MBA, McNeeley, S. Gene, MD, Yono, Ardis, RN, Ettlie, Jhon, PhD & Dombrowski, Mitchell P, MD. (1998). The development and implementation of normal vaginal delivery clinical pathways in a large multihospital health system. The American Journal of Managed Care, 4, pp. 723-727. Vanhaecht, K., Whittle, K. D. & Sermeus, W. (2007). Clinical pathway audit tools: a systemic review. Journal Nursing Management, 14, pp. 529-537. Whittle, C., McDonal, Paul S,.Dunn, Linda., de Luc, Kathryn . (2004). Developing the integrated care pathway appraisal tool (ICPAT): a pilot study. Journal of Integrated Care Pathways, 8, pp. 77-81. Whittle, C. (2009). ICPAT: Integrated care pathway appraisal tools. International Journal of Care Pathway, 13, pp. 75-77. Wilson, J. (1995). Multidisciplinary pathways of care: a tool for minimizing risk. Br J Health Care Manage, 1, 720-724. Yoder-Wise, P. S. (2011). Leading and managing in nursing. United States of America: Elsevier Mosby.
16

You might also like