You are on page 1of 41

Arif : Perpetaan

I. PENGERTIAN DAN TUJUAN

A. PENGERTIAN 1. Peta Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan. Sedangkan Perpetaan (Kartografi) adalah suatu ilmu, keterampilan dan seni dalam membuat peta, sehingga menjadikan peta sebagai suatu dokumen yang selain bersifat ilmiah juga indah sebagai suatu karya seni. Pada suatu peta disajikan informasi unsur-unsur di suatu bagian permukaan bumi dengan cara memilih, peta. Jadi pembuatan peta merupakan suatu proses dalam menjajikan informasi mengenai keadaan permukaan bumi pada bahan (biasanya) kertas menurut aturan-aturan kartografi. Prosesnya dimulai dari mengolah informasi ke dalam bentuk simbol-simbol/tanda, merancang (mendesain) peta, menggambar sampai pencetakannya. menseleksi dan melakukan generalisasi. Jenis, jumlah dan kelengkapan informasi disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan

2. SKALA PETA Skala Peta adalah perbandingan antara suatu jarak di peta dengan jarak yang sama sebenarnya di lapangan. Penentuan besar-kecilnya skala peta berkaitan erat dengan tujuan penggunaan peta, untuk keperluan pekerjaan teknis/fisik di lapangan, diperlukan peta-peta dengan skala besar yang dapat memberikan data dan informasi lapangan setempat secara detail. Sedangkan untuk keperluan perencanaan umum, misalnya untuk rencana tata ruang tingkat propinsi, peta yang diperlukan mempunyai skala lebih kecil tapi mencakup daerah yang jauh lebih luas. Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 1

Arif : Perpetaan

a. Jenis skala peta a.1. Skala Numeris, Dalam hal ini, skala Peta adalah angka yang menunjukkan perbandingan dari suatu jarak di peta dengan jarak yang sama sebenarnya di lapangan, skala numeris disebut juga skala angka. Contoh: Jika jarak antara dua titik di lapangan 5,0 km dan kedua titik itu digambarkan di peta dengan jarak 5,0 cm, maka skala peta tersebut adalah; 5 cm 5 cm ---------- = ---------------5 km 500.000 cm a.2.Skala Grafis Cara lain untuk menyatakan skala peta adalah dengan menggambar suatu garis pada bagian informasi peta, di mana pada garis tersebut dibuat bagian-bagian/segmen garis yang panjangnya menunjukkan jarak di permukaan bumi, sehingga skala ini sering disebut juga skala garis. Contoh :

atau ditulis 1 : 100.000

Gambar 1.1 Skala grafis Pada gambar di atas menunjukkan panjang setiap segmen garis pada peta 1 cm menunjukkan jarak di permukaan bumi sepanjang 1 km. Suatu peta harus memuat sekaligus skala angka dan skala grafis. Skala peta menentukan jumlah dan kelengkapan unsur informasi yang disajikan. Semakin besar skala peta makin banyak dan lengkap unsur yang dapat disajikan selembar peta.

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

Arif : Perpetaan

Umumnya skala peta dapat digolongkan atas: 1. Skala besar; sampai dengan 1 : 10.000 2. Skala sedang; 1 : 25.000 sampai dengan 1 : 100.000 3. Skala kecil; lebih kecil dari 1 : 100.000 b. Mengubah skala peta Jika diperlukan peta suatu daerah yang lebih kecil dari aslinya (original map), maka dilakukan pengecilan skala peta atau pembuatan peta turunan, yaitu pembuatan peta dengan cara memperkecil skala peta tanpa melakukan pengukuran di lapangan. Misalnya suatu peta skala 1 : 100.000 dibuat dari peta skala 1: 50.000. Sedangkan sebaliknya, yaitu memperbesar skala peta tidak diperkenankan, karena peta asli yang dibuat mempunyai ketelitian dan kelengkapan unsur yang sesuai dengan skalanya, suatu peta dengan skala besar mempunyai ketelitian yang lebih tinggi dan lengkap dari pada peta dengan skala kecil.

3. KARAKTERISTIK DAN FUNGSI PETA a. Karakteristik Peta Sebuah peta yang menyajikan informasi permukaan bumi, secara umum mempunyai Karekteristik sebagai berikut: Gambar disajikan pada bidang datar dalam bentuk 2 dimensi; Merupakan bentuk reduksi dari keadaan sebenarnya; Telah mengalami proses generalisasi sehingga tidak semua informasi dapat tersaji; Memberi bentuk penegasan dari unsur-unsur di permukaan bumi (misalnya kontur).

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

Arif : Perpetaan

b. Fungsi peta Selain yaitu: Memperlihatkan posisi relatif dari suatu titik/tempat; Memperlihatkan ukuran dalam pengertian arah dan jarak; Memperlihatkan berbagai bentuk dan unsur di permukaan bumi Menghimpun dan memilah data dan informasi dari permukaan bumi. mempunyai karakteristik, sebuah peta mempunyai fungsi,

4. KLASIFIKASI PETA Peta-peta dapat berbeda satu dengan lainnya baik dalam penyajian maupun subyek yang digambarkannya, sehingga peta diklasifikasikan menurut sifat dan penggunaannya yaitu; a. Peta Dasar Peta dasar adalah peta yang dijadikan dasar untuk perencanaan umum wilayah dan pembuatan peta tematik, karena itu peta dasar adalah peta yang bersifat umum. Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI) yang dibuat oleh BAKOSURTANAL sejak tahun 1992 adalah peta yang dijadikan peta dasar nasional dan dapat digunakan oleh semua instansi. Peta RBI dibuat dengan skala 1 : 100.000, 1 : 50.000 dan 1 : 25.000, sebagian wilayah Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur telah dibuat peta dengan skala 1 : 10.000. Selain Peta RBI yang bersifat umum, ada juga peta dasar yang bersifat khusus misalnya peta dasar kehutanan yang digunakan sebagai peta dasar khusus di bidang kehutanan. b. Peta Tematik Tema peta adalah subyek yang disajikan pada isi peta dan menjadi judul peta. Jadi peta Tematik adalah peta yang hanya menyajikan subyek tertentu sesuai dengan judul peta tersebut, misalnya; Peta Tata Batas Kawasan Taman Nasional Kutai, Peta Tata Guna Lahan di Kabupaten Bogor. Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 4

Arif : Perpetaan

Peta tematik dapat dibuat oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta misalnya Kehutanan, pertanian, perkebunan, geologi, kelautan dan lain-lain. Peta tematik ada yang memuat satu tema atau lebih dari satu tema (dua atu tiga tema). Informasi dalam suatu peta tematik adalah suatu bahasa peta yang mengandung pesan-pesan hanya kepada kelompok pengguna peta tertentu. Untuk kemudahan dalam registrasi dan dokumentasi, pengarsipan peta tematik dapat dikelompokkan menurut tahun, sifat, tema dan wilayah yang dipetakan. B. TUJUAN Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan perpetaan (Kartografi) adalah mengumpulkan, menganalisa dan menyajikan data dan informasi dari berbagai unsur permukaan bumi secara grafis dengan proyeksi dan perbandingan (skala) tertentu, sehingga dapat dilihat, dipelajari, dimengerti dan digunakan oleh para pengguna peta.

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

Arif : Perpetaan

II. PROYEKSI PETA

I. LEMBAR INFORMASI A. PENGERTIAN PROYEKSI PETA Proyeksi Peta merupakan pemindahan posisi titik dari bidang lengkung permukaan bumi yang dinyatakan dalam system koordinat geodetic (lintang () dan bujur ()) ke posisi titik pada bidang datar (bidang peta) yang dinyatakan dalam system koordinat siku-siku bidang datar Cartesius (X,Y). Sistem Proyeksi (peta) adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang mendekati bentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin. Jadi proyeksi peta memberikan hubungan antara posisi titiktitik di muka bumi dan di peta (gambar 2.1).

Gambar 2.1.: Prinsip Proyeksi dari bidang bola ke bidang datar Bentuk bumi bukanlah bola tetapi lebih menyerupai ellips 3 dimensi atau

ellipsoid. Istilah ini sinonim dengan istilah spheroid yang digunakan untuk
menyatakan bentuk bumi. Karena bumi tidak uniform, maka digunakan istilah

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

Arif : Perpetaan

geoid untuk menyatakan bentuk bumi yang menyerupai ellipsoid tetapi


dengan bentuk muka yang sangat tidak beraturan. (gambar 2.2.).

Gambar 2.2 Model Bentuk Bumi

Karena bentuk bumi yang tidak beraturan tersebut, maka sulit melakukan perhitungan-perhitungan dari hasil pengukuran. Untuk itu perlu dipilih bidang alternatif yang teratur dan mendekati bentuk fisik bumi secara umum, bidang itu disebut bidang ellipsoid (Gambar 2.3), yaitu bidang ellips 3 dimensi yang merupakan pendekatan untuk geoid, disebut juga bentuk

spheroid.

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

Arif : Perpetaan

Gambar 2.3: Bentuk Ellipsoid Untuk menghindari kerumitan model matematik geoid, maka dipilih model ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan, yaitu yang penyimpangannya terkecil terhadap geoid. WGS-84 (World Geodetic System) dan GRS-

1980 (Geodetic Reference System) adalah ellipsoid terbaik untuk


keseluruhan geoid. Penyimpangan terbesar antara geoid dengan ellipsoid WGS84 adalah 60 m di atas dan 100 m di bawah-nya. Bila ukuran sumbu panjang ellipsoid (a = jari-jari lingkaran ekuator) WGS-84 adalah 6 378 137 m dengan rasio kegepengan ke arah kutub-kutub 1/298.257. Indonesia dengan banyak negara lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini untuk pengukuran dan pemetaan. Selanjutnya dengan menggunakan Ellipsoid Reference (ER) yang sama (WGS 84), sejak 1996 pemetaan nasional di Indonesia menggunakan datum geodesi absolut, yaitu DGN-95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat ER berimpit dengan pusat masa bumi. Bidang ellipsoid inilah yang akan digunakan sebagai bentuk matematis dari permukaan bumi. Dengan demikian semua unsur yang diperoleh dari hasil pengukuran harus dikoreksi dahulu untuk dipindah ke bidang ellipsoid. Sebaliknya penggambaran dari bentuk ellipsoid ke bidang datar dilakukan dengan cara-cara tertentu yang disebut dengan proyeksi

peta. Jadi yang dimaksud proyeksi peta disini tidak sama dengan arti proyeksi
Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 8

Arif : Perpetaan

yang umum, yaitu dari bidang miring-tegak ke bidang datar. Namun untuk wiilayah yang tidak luas (maksimum 50 km X 50 km) permukaan bumi dapat dianggap sebagai bidang datar, sehingga pemetaan untuk wilayah tersebut dapat langsung digambar dari hasil pengukuran jarak dan sudut di lapangan (menggunakan proyeksi secara umum). Pengukuran permukaan bumi seperti ini disebut plane surveying (pengukuran tanah datar). Seperti yang telah dijelaskan, Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar, dimana posisi titik-titik pada peta ditentukan terhadap suatu sistim koordinat bidang proyeksi, yaitu berupa sumbu siku X dan Y; sedangkan posisi dari titik-titik pada permukaan bumi ditentukan dan garis meridian/bujur (). Karena permukaan bumi merupakan bidang lengkung yang tak mungkin didatarkan tanpa adanya distorsi (penyimpangan), maka pemetaan suatu daerah di permukaan bumi akan mengalami perubahan dari bentuk aslinya. Perubahan ini mengakibatkan perbedaan bentuk dan luas dari daerah yang dipetakan, arah serta jarak-jarak dipermukaan bumi yang dipetakan. Sebenarnya yang paling diinginkan dari hasil pemetaan suatu daerah di permukaan bumi adalah suatu peta yang ideal, yaitu memenuhi persyaratan : Luas yang benar Bentuk yang benar Arah yang benar Jarak yang benar Keempat hal tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus posisinya terhadap sistim koordinat Geografis, yaitu menurut garis paralel/lintang ()

dalam satu peta, beberapa persyaratan untuk memperoleh peta yang ideal dapat dipenuhi tapi dengan mengorbankan syarat lainnya. Ada tiga perubahan (distorsi) yang terjadi pada saat proyeksi dilakukan, yaitu; Perubahan jarak Perubahan arah/sudut Perubahan luas Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 9

Arif : Perpetaan

Cara yang dapat diupayakan untuk meredusir distorsi menjadi seminimal mungkin adalah; dengan membagi daerah yang dipetakan dalam daerah-daerah yang tidak terlalu luas ( < 50 km x <50 km); menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan serta tidak mengalami distorsi lebih lanjut, misalnya bidang kerucut dan silinder sebagai bidang proyeksi. B. Macam Proyeksi Peta 1. Menurut bidang proyeksi yang digunakan: a. b. c. Proyeksi azimuthal; bidang proyeksinya bidang datar Proyeksi Kerucut; bidang proyeksinya bidang kerucut Proyeksi Silinder; bidang proyeksinya bidang silinder

Gambar 2.4 Macam bidang proyeksi peta

2. Menurut kedudukan sumbu simetri bidang proyeksi Sumbu simetri bidang proyeksi azimuthal adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus bidang proyeksi. Sumbu simetri proyeksi kerucut dan silinder adalah sebagai berikut; a. b. Proyeksi normal; sumbu simetrinya berimpit dengan sumbu bumi Proyeksi miring; sumbu simetrinya membentuk sudut dengan sumbu 10

bumi Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

Arif : Perpetaan

c.

Proyeksi transversal; sumbu simetrinya tegak lurus sumbu bumi.

Normal

miring

transversal

Gambar 2.5 Kedudukan sumbu simetri 3. Menurut distorsi yang terjadi/sifat yang dipertahankan; a. Proyeksi equivalen; luas di peta sama dengan luas di permukaan bumi (sesuai skala) b. Proyeksi konform; perbesaran ke arah meridian sama dengan ke arah paralel sehingga sudut di bidang proyeksi sama dengan sudut di permukaan bumi (elipsoid) c. Proyeksi equidistance; jarak di peta sama dengan jarak di permukaan bumi (sesuai skala) 4. Menurut persinggungan/perpotongan dengan bumi a. Tangent; bila bidang proyeksi menyinggung bola bumi b. Secant; bila bidang proyeksi memotong bola bumi

Gambar 2.6 : Persinggungan bidang proyeksi dengan bumi Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 11

Arif : Perpetaan

Dari berbagai macam proyeksi tersebut di atas, setiap negara memilih proyeksi yang paling sesuai dengan posisi wilayahnya di permukaan bumi serta keterkaitannya secara global. Proyeksi yang umum digunakan adalah Proyeksi kerucut normal konform (Polyeder), Proyeksi silinder normal konform (Mercator), Proyeksi silinder transverse konform (Transverse Mercator/TM dan Universal Transverse Mercator/UTM). Terbanyak digunakan termasuk oleh Indonesia adalah Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM).

C. Jenis Sistem Proyeksi Peta 1. Polyeder (Kerucut normal konform)

Gambar 2.7. Proyeksi Polyeder Proyeksi ini mempunyai ciri/sifat; Sumbu bidang proyeksi (sumbu kerucut) berimpit dengan sumbu bumi Perbesaran ke arah meridian dan paralel sama

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

12

Arif : Perpetaan

Digunakan untuk setiap wilayah permukaan bumi seluas ukuran 20 x 20 (kira-kira 37 km x 37 km). Dari gambar di atas, Proyeksi Polyder tidak cocok untuk bagian

permukaan bumi sekitar ekuator seprti Indonesia dan daerah kutub.

2. Proyeksi Mercator (Silinder Normal Konform) Dalam proyeksi ini permukaan bumi dilukiskan pada bidang silinder yang sumbunya berimpit dengan sumbu bumi, kemudian silinder dibuka sehingga menjadi bidang datar (gambar 2.8.)

Gambar 2.8. Proyeksi Mercator Proyeksi ini mempunyai ciri/sifat; Equator diproyeksikan equidistance, artinya panjang equator di bidang referenci (bola bumi) sama panjangnya dengan di bidang proyeksi. Proyeksinya adalah konform, artinya perbesaran ke arah meridian sama dengan ke arah parallel. Kutub-kutub tidak dapat diproyeksikan Pada bidang proyeksi (bidang peta), proyeksi garis meridian menjadi sumbu Y dan proyeksi garis paralel menjadi sumbu X.

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

13

Arif : Perpetaan

3. Proyeksi Transverse Mercator Ciri-ciri Proyeksi TM adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini bidang silinder menyinggung sebuah meridian pada bola bumi (tangent), meridian ini disebut meridian tengah. Jadi pada meridian tengah ini tidak terjadi penyimpangan (distorsi).

Gambar 2.9. Silinder Proyeksi Transverse Mercator Penyimpangan pada sepanjang meridian akan bertambah besar semakin jauh ke barat dan semakin ke timur dari meridian tengah. Penyimpangan sepanjang garis paralel akan bertambah besar bila lingkaran paralel semakin mendekati equator. Dengan adanya distorsi/penyimpangan tersebut, maka untuk

memperkecil distorsi diupayakan suatu cara, yakni dengan membagi seluruh permukaan bumi dalam zone-zone yang sempit yang dibatasi oleh 2 garis meridian, pada Proyeksi Transverse Mercator (TM) ini digunakan lebar zone sebesar 3. Setiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.

4. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Proyeksi UTM adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Namun pada proyeksi ini bidang silinder memotong bola bumi (secant) pada dua meridian (gambar 2.10).

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

14

Arif : Perpetaan

Gambar 2.10 Pemotongan bola bumi pada Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Ciri-ciri dan ketentuan Proyeksi UTM adalah; 1. Proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini bidang silinder akan memotong bola bumi (secant) di dua buah meridian; pada titik I, II. III dan IV seperti pada gambar 2.10 dan tergambar sebagai garis AB dan DE pada gambar 2.11, dimana pada kedua meridian ini yang disebut meridian standard tidak terjadi penyimpangan (distorsi), sehingga faktor skalanya (k) = 1. 2. Meridian tengah zone adalah garis yang melalui titik V dan VI pada gambar 2.10 dan seperti tergambar sebagai garis CM pada gambar berjarak 180.000 m dari meridian 2.11. Meridian tengah dipakai sebagai sumbu dari sistim grid untuk setiap zone, meridian standard penyimpangan (k) = 0,9996. 3. Lebar setiap Zone adalah 6 (gambar 2.10.), sehingga seluruh bagian bola bumi dibagi dalam 60 zone yang mempunyai meridian tengah sendiri. Zone nomor 1; dimulai dari daerah yang dibatasi oleh meridian 180 barat dan meridian 174 barat kemudian dilanjutkan ke timur sampai zone nomor 60 (Gambar 2.12.). tengah (CM). Sepanjang meridian tengah mempunyai faktor skala

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

15

Arif : Perpetaan

Gambar 2.11 Sistim koordinat UTM 4. Batas paralel tepi utara adalah 84 utara dan batas paralel tepi selatan 80 selatan (gambar 2.11 dan 2.12). Dengan demikian daerah kutub tidak terproyeksikan pada UTM ini. (diproyeksikan dengan sistim proyeksi Universal Polar Stereographic) 5. Pada Sistem Koordinat UTM, suatu Grid satuan metrik (T= timur, U= utara) ditetapkan pada setiap zone. Untuk menghindari koordinat negatif, setiap meridian tengah diberi nilai fiktif sebesar 500.000 m T dan untuk nilai ke arah utara, garis equator diberi nilai fiktif 0 m U. Sedangkan untuk perhitungan ke arah selatan equator diberi nilai fiktif sebesar 10.000.000 m U (gambar 2.11). 6. Zona-zona Proyeksi dalam sistim grid UTM; Zone nomor 1 dimulai dari daerah yang dibatasi oleh meridian 180 barat dan meridian 174 barat Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 16

Arif : Perpetaan

kemudian dilanjutkan ke timur sampai zone nomor 60. Dengan demikian meridian Greenwich (meridian 0) adalah batas antara zone 30 dan 31 (gambar 2.12 dan 2.13).

Gambar 2.12. Zone-zone proyeksi UTM

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

17

Arif : Perpetaan

Gambar 2.13 Grid Zone UTM

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

18

Arif : Perpetaan

8.

Untuk sistem penomoran dari selatan ke utara dipakai sistem alfabet dengan membagi setiap zone ke utara dan ke selatan ekuator dengan ukuran 8 garis paralel kecuali 12 untuk 72 LU - 84 LU (gambar 2. 12 dan 2.13)

9.

Penomoran alfabet dimulai dengan huruf C paling selatan sampai X paling utara, kecuali huruf I dan O ( gambar 3.8), sehingga setiap zone UTM Grid terbagi menjadi 20 bagian blok zone yang berukuran 6 x 8 kecuali blok zone X yang berukuran 6 x 12 seperti terlihat pada gambar 2.13.

10. Wilayah Indonesia yang luas mencakup 9 zone, yaitu mulai dari zone nomor 46 (meridian tengah 93 T ) sampai dengan zone nomor 54 (meridian tengah 141 T). Sedangkan dari selatan mulai dari nomor L sampai nomor P di utara. Uraian lebih rinci akan disampaikan pada pokok bahasan berikutnya.

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

19

Arif : Perpetaan

II. LEMBAR LATIHAN 1. Apa yang dimaksud sistem proyeksi peta pada kartografi ? 2. Apa yang dimaksud bidang elipsoid bumi ? 3. Distorsi apa yang terjadi pada pembuatan peta permukaan bumi ? 4. Apa upaya untuk meminimalkan distorsi ? 5. Apa maksudnya proyeksi yang konform ? 6. Mengapa proyeksi yang konform lebih banyak dipilih ? 7. Berapa lebar zone proyeksi UTM ? 8. Mengapa meridian tengah tiap zone diberi nilai grid 500.000 m T ? 9. Berapa nilai grid yang berimpit dengan equator ? 10. Berapa ukuran geografis untuk setiap blok zone UTM ?

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

20

Arif : Perpetaan

II. LEMBAR JAWABAN 1. Sistem Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di bumi dan di peta. 2. Bidang elipsoid (lengkung) bumi adalah bidang alternatif yang teratur dan mendekati bentuk fisik bumi secara umum yang akan digunakan sebagai bentuk matematis dari permukaan bumi. 3. Ada tiga macam perubahan (distorsi) yang terjadi pada saat proyeksi dilakukan, yaitu; Perubahan jarak, Perubahan arah/sudut, Perubahan luas 4. Meredusir distorsi menjadi seminimal mungkin adalah; a. dengan membagi daerah yang dipetakan dalam daerah-daerah yang tidak terlalu luas ( < 50 km x <50 km); b. menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan serta tidak mengalami distorsi lebih lanjut, misalnya bidang kerucut dan silinder sebagai bidang proyeksi. 5. Perbesaran ke arah meridian sama dengan ke arah paralel. sehingga sudut di bidang proyeksi sama dengan sudut di permukaan bumi 6. Karena arah/udut di bidang proyeksi (peta) sama dengan sudut di permukaan bumi, ini sangat penting dan diperlukan untuk navigasi. 7. 6 8. Agar tidak terjadi nilai X negatif 9. 10.000.000 mU untuk bagian selatan ekuator dan 0 mU untuk bagian utara ekuator. 10. 6 x 8

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

21

Arif : Perpetaan

III. SISTIM PETA DASAR NASIONAL

I. LEMBAR INFORMASI A. Dasar pemilihan proyeksi Peta Pemilihan Proyeksi menyangkut ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan ketelitian pemetaan, karena itu pemilihan ini menjadi sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh penetapan sistem referensi yang seterusnya membatasi terhadap bagaimana caranya bentuk elipsoid bumi di transformasikan pada suatu bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan. Karena bidang bola tidak dapat didatarkan, maka proyeksinya pada bidang datar akan selalu mengalami distorsi (penyimpangan). Distorsi ini dapat terpantul pada kesalahan-kesalahan jarak dan kesalahan sudut yang harus dipertahankan pada batas-batas toleransi. Pengalaman menunjukkan bahwa kesalahan sudut lebih serius dari kesalahan jarak, ini terutama terrasa pada peta-peta untuk kepentingan navigasi dan militer. Sehingga kini telah disepakati bahwa untuk semua peta yang teliti kesalahan sudut harus ditiadakan. Karena hanya ada satu sifat proyeksi yang mempertahankan sudut yang benar , yakni proyeksi yang konform atau orthomorphic. Maka Sifat konform ini adalah syarat bagi proyeksi peta. Sehingga hampir semua peta yang ada sekarang ini adalah konformal. Syarat lain yang diperlukan adalah kontinuitas (kesinambungan) dan linier scale accuracy (ketelitian skala linier), dimana keduanya sebenarnya saling bertentangan, kontinuitas memerlukan zone proyeksi yang lebar sedangkan ketelitian skala menuntut zone yang lebih sempit. Pemecahannya adalah dengan membuat zone tunggal berkesinambungan mengelilingi bumi secara sempurna. Proyeksi konformal yang memenuhi syarat ini adalah proyeksi Lambert (kerucutnormal-konform-secant) dan proyeksi Mercator (normal, transersal atau miring). Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 22

Arif : Perpetaan

B. Sistim Proyeksi yang digunakan Indonesia Indonesia memilih sistim proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) dengan alasan: 1. Indonesia sangat luas membentang dari barat ke timur mulai meridian 94 T sampai meridian 141 T, sehingga memerlukan sistim proyeksi tunggal yang berkesinambungan. 2. Indonesia terbagi dua oleh ekuator mulai dari paralel (lintang) 11 S sampai dengan lintang 6 U. Sehingga proyeksi kerucut tidak bisa diterapkan untuk seluruh wilayah. 3. UTM digunakan secara global (sebagian besar negara di dunia).

C. PEMBAGIAN SKALA PETA DASAR NASIONAL DALAM SISTIM UTM Dalam sistim UTM, kepulauan Indonesia dari barat ke timur yang mencakup zone 46 sampai dengan zone 54 . Batas Aceh paling barat 94 T dan propinsi Papua paling timur adalah 141 T. Dari utara ke selatan zone-zone tersebut dibagi dalam blok-blok yang yang diberi huruf N, M dan L (lihat gambar 3.1). Oleh karena itu tiap blok dari zone UTM dinyatakan dengan angka dan huruf, misalnya blok zone 48 M adalah antara bujur 102 T sampai dengan 108 T dan antara lintang 0 S sampai dengan 8S, yang berukuran 6x 8, dengan meridian tengah 105 T.

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

23

Arif : Perpetaan

Gambar 3.1. Pembagian Zone UTM untuk Wilayah Indonesia Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 24

Arif : Perpetaan

Peta-peta skala 1 : 1.000.000 dibuat dengan ukuran 6 x 4, sehingga dalam satu blok zone UTM akan terdapat 2 lembar peta yang mempunyai skala 1 : 1.000.000.

Skala 1 : 1.000.000 8

------------------- 6 -----------------Gambar 3.2 Ukuran skala peta 1 : 1.000.000

Dalam setiap blok 6 x 4 dibagi lagi menjadi blok-blok dengan ukuran 1x 1 30, maka akan terdapat 16 blok yang menjadi ukuran untuk peta-peta dengan skala 1 : 250.000 (gambar 3.3)

1 30 1: 250.000 1 4

-------------------------- 6 ------------------------------

Gambar 3.3 Ukuran skala peta 1 : 250.000

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

25

Arif : Perpetaan

Dalam setiap blok 1 30 x 1

dibagi lagi menjadi blok-blok dengan

ukuran 30 x 30, maka akan terdapat 6 blok yang menjadi ukuran untuk petapeta dengan skala 1 : 100.000 (gambar 3.4)

30 1 : 100.000 30 1

---------------------- 1 30 ------------------------

Gambar 3.4 Ukuran skala peta 1 : 100.000

Dalam setiap blok 30 x 30

dibagi lagi menjadi blok-blok dengan

ukuran 15 x 15, maka akan terdapat 4 blok yang menjadi ukuran untuk petapeta dengan skala 1 : 50.000 (gambar 5.5). Dan jika setiap blok 15 x 15 dibagi lagi menjadi ukuran 7 30 x 7 30 maka akan terdapat 4 blok yang menjadi ukuran untuk peta-peta dengan skala 1 : 25.000 (gambar 3.5).
--------------------- 30 ----------------------

15 15 30

skala 1 : 50.000 7 30 7 30

15 1 : 25.000

Gambar 3.5 Ukuran skala peta 1 : 50.000 dan 1 : 25.000

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

26

Arif : Perpetaan

D. SISTEM PENOMORAN LEMBAR PETA DASAR Dengan mengikuti sistem pembagian lembar peta tersebut di atas, maka pemberian nomor lembar peta dilakukan dengan sistem sel. Seluruh wilayah Indonesia dari bujur 91 T sampai dengan 141 T dibagi dengan interval 130 dan dari 15S sampai dengan 10U dibagi dengan interval 1 , sel ini menjadi ukuran untuk peta skala 1 : 250.000. Jadi menurut ukuran lembar peta yang berskala 1 : 250.00 tersebut, setiap lembar peta yang berskala 1 : 250.000 dari barat ke timur diberi nomor mulai dari 01, 02, 03 ... sampai nomor 34. Dan dari selatan ke utara mulai nomor 01, 02, 03 .... sampai nomor 25. Maka setiap lembar peta skala 1 : 250.000 akan diidentifikasi dengan 4 digit, misalnya lembar peta 1308 adalah lembar peta nomor 13 dari barat ke timur dan nomor 8 dari selatan ke utara (lihat lampiran 2). Untuk peta-peta dengan skala 1 : 100.000, misalnya yang berada dalam lembar 1308 diidentifikasi dengan menambah 1 digit lagi sesuai dengan sistim penomoran dari bawah kiri ke kanan, misalnya peta nomor lembar 1308-2
Lembar 1308 30 1 : 100.000 1308-4 1 1308-1 1308-2 1308-3 1308-5 1308-6

30

---------------------- 1 30 ------------------------

Gambar 3.6 Sistim penomoran lembar peta Skala 1 : 100.000

Untuk peta-peta dengan skala 1 : 50.000, misalnya yang berada dalam lembar 1308-2 diidentifikasi dengan menambah 1 digit lagi sesuai dengan Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 27

Arif : Perpetaan

sistim penomoran dari bawah kiri ke kanan, misalnya peta nomor lembar 1308-21 sampai dengan 1308-24.

--------------------- 30 ---------------------Lembar 1308-2

15 1308-23 15 30

skala 1 : 50.000 1308-24 7 30 7 30

15

1308-21

1308-22 1 : 25.000

Gambar 3.7 Sistim penomoran lembar peta Skala 1 : 50.000 Untuk peta-peta skala 1 : 25.000, misalnya yang berada dalam lembar 1308-22 diidentifikasi dengan menambah 1 digit lagi sesuai dengan sistim penomoran dari bawah kiri ke kanan, misalnya peta nomor lembar 1308-221 dst. Dan 1308-2218 untuk skala 1 : 10.000
--------------------- 15 ---------------------Lembar 1308-22

7 30 1308-223 7 30 15 7 7 30 8 9 1308-224 7 30

1308-221

4 1308-222 6

Gambar 3.8 Sistim penomoran lembar peta Skala 1 : 25.000 dan 1 : 10.000

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

28

Arif : Perpetaan

II. LEMBAR LATIHAN 1. Mengapa proyeksi permukaan bumi pada bidang datar selalu mengalami penyimpangan ? 2. Mengapa proyeksi arah/sudut harus benar ? 3. Sifat proyeksi apa yang mempertahankan sudut dan apa contoh bidang proyeksinya ? 4. Mengapa kontinuitas dan linier scale accuracy suatu sistem proyeksi bertentangan ? 5. Mengapa Indonesia memilih sistem proyeksi UTM ? 6. Ada berapa blok zone UTM dalam wilayah Indonesia ? 7. Berapa ukuran peta yang berskala 1 : 250.000 ? 8. Berapa skala peta bernomor 1308-23 ?

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

29

Arif : Perpetaan

III. LEMBAR JAWABAN 1. Karena bidang permukaan bumi berbentuk elipsoid 2. Karena sangat penting untuk navigasi 3. Konform, contoh kerucut dan silinder 4. kontinuitas memerlukan zone proyeksi yang lebar sedangkan ketelitian skala linier menuntut zone yang lebih sempit 5. Karena sistem proyeksi UTM sesuai dengan bentuk dan posisi wilayah indonesia di muka bumi. 6. 27 blok zone 7. 1 30 X 1 8. 1 : 50.000

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

30

Arif : Perpetaan

IV. SIMBOL UNSUR- UNSUR TOPOGRAFI

A. Penulisan dan penempatan nama unsur Penulisan nama unsur topografi brtujuan untuk memberi penjelasan tentang unsur topografi yang disajikan pada muka/isi peta, karena itu penulisan dan penempatan nama harus baik dan teratur agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi, indah dan tidak mengganggu penampakan unsur topografi yang disajikan. Beberapa ketentuan umum dalam penulisan dan penempatan nama unsur topografi adalah sebagai berikut: 1. Nama-nama kampung, desa dan kota ditulis pada arah barat-timur 2. Penempatan nama harus bebas kesalahan penafsiran antara unsurunsur yang berdekatan. 3. Nama-nama unsur sungai, pantai, pegunungan dan unsur-unsur lain yang berbentuk memanjang harus ditempatkan di atas unsur yang bersangkutan dengan arah penulisan mengikuti bentuk unsur tersebut. Unsur sungai yang digambar dua garis menurut lebarnya ditempatkan diantara dua garis. Bila unsur topografi terlalu panjang, penulisan nama diulang pada jarak tertentu. 4. Jarak antara huruf-huruf terutama yang direnggangkan harus nampak merata. 5. Nama suatu wilayah ditempatkan memanjang wilayah. 6. Penyebaran nama-nama unsur harus diupayakan merata, bila tidak memungkinkan upayakan agar tidak terjadi pengelompokan nama yang terlalu padat di suatu bagian peta. dan menempati

sampai 2/3 bagian serta dapat menunjukan karakteristik bentuk

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

31

Arif : Perpetaan

7. Angka

ketinggian

pada

garis

kontur

ditempatkan

dengan

cara

memotong garis kontur selebar angka yang akan dituliskan. Penulisan angka dari barat ke timur atau mengikuti garis. 8. Pemilihan jenis dan ukuran huruf dan angka harus memperhatikan ketentuan yang ada, keseimbangan dan keharmonisan. Pada umumnya huruf tegak digunakan selain untuk judul juga untuk penulisan nama unsur-unsur topografi buatan seperti nama kota, daerah pemukiman dan lainnya, sedangkan huruf miring untuk nama unsur-unsur topografi alami seperti sungai, pengunungan dan lain-lain. B. Penyajian relief permukaan bumi Penyajian relief, yaitu gambaran bentuk permukaan bumi sangat penting pada peta-peta untuk keperluan pekerjaan teknis seperti peta rencana jalan dan saluran air, peta rencana jalur pipa air minum. Di bidang kehutanan gambaran bentuk permukaan bumi diperlukan dalam rencana pengelolaan daerah aliran sungai ( DAS), pembukaan wilayah hutan sampai pemanenan kayu. Relief permukaan bumi dapat digambarkan pada suatu peta dengan berbagai bentuk simbol dan warna seperti garis kontur, dan perubahan warna yang mengartikan perubahan ketinggian tempat. Kontur adalah garis-garis pada peta yang mewakili garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian sama dari bidang acuan tertentu. Kontur dapat memberikan informasi relief secara relatif dan absolut. Penggambaran garis-garis kontur yang rapat untuk permukaan bumi yang curam dan jarang untuk permukaan bumi yang landai adalah informasi relatif kontur peta, karena interval kontur satu dengan yang lainnya sama. Sedangkan informasi absolut adalah angka-angka nilai kontur yang menjelaskan ketinggian garis-garis kontur tersebut dari suatu bidang acuan tertentu, biasanya dari permukaan laut rata-rata. Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 32

Arif : Perpetaan

Interval kontur adalah selisih nilai ketinggian atau beda tinggi dari dua kontur yang saling berdekatan dalam satuan metrik (meter). secara umum terdapat hubungan empiris antara peta topografi dengan interval kontur yang digambarkan, yaitu : Interval kontur = 1/2000 X skala peta Dengan demikian dari persamaan ini, penetapan interval kontur

tampak ditentukan oleh skala peta, tetapi tujuan dari pemetaan juga mempengaruhi keputusan dalam pembuatan kontur. Titik tinggi, adalah suatu titik pada permukaan bumi yang telah diukur secara akurat ketinggiannya dari permukaan laut rata-rata dan mempunyai nilai posisi yang benar. Titik tinggi diukur baik secara terrestis maupun non terrestris, ditempatkan menyebar pada posisi-posisi tertentu seperti puncak bukit, dasar cekungan dan tempat-tempat lainnya yang dianggap penting.

C. SIMBOL Peta adalah gambaran sebagian permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu. Gambaran tersebut dapat disajikan dalam bentuk citra fotoudara yang memperlihatkan unsur permukaan bumi sesuai keadaan sebenarnya, atau disajikan dalam bentuk peta garis yang berarti setiap unsur disajikan berupa simbol-simbol yang masing-masing dibuat mewakili unsur-unsur topografi. Dengan demikian unsur-unsur dan informasi tentang keadaan permukaan bumi digambarkan pada peta dalam bentuk simbol. Dengan mengamati/mengerti makna simbol-simbol pada peta, akan diperoleh berbagai informasi permukaan bumi yang dipetakan seperti bentuk (rellief) lapangan, unsur-unsur alam dan buatan. Posisi titik dan tempat serta informasi lain yang diinginkan. Untuk keperluan lingkup kehutanan, Departemen Kehutanan telah menerbitkan Petunjuk Teknis Penggambaran dan Penyajian Peta Kehutanan (1995). Tujuannya ialah untuk memperoleh keseragaman penyajian unsurDiklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 33

Arif : Perpetaan

unsur dan informasi khusus bidang kehutanan seperti; batas DAS, batas kawasan hutan, peta vegetasi dan lain-lain. Jadi informasi unsur yang sama farus disajikan/digambarkan dengan simbol dan warna yang sama pula sehingga dapat dimengerti oleh semua pengguna. Misalnya simbol batas administrasi pemerintahan, simbol jalan raya, ibu kota propinsi, ibu kota kabupaten, simbol perairan, titik kontrol, kontur dan lain-lain. Perlu mendapat perhatian adalah simbol-simbol pada peta yang bersifat umum dan digunakan secara nasional sebagai Peta Dasar Nasional, yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI). Sehingga simbolsimbol untuk berbagai informasi pada peta dasar tersebut harusnya menjadi acuan pembuatan simbol informasi yang sama pada peta-peta tematik yang dibuat oleh instansi pemerintah, swasta dan perorangan pembuat peta. Simbol peta topografi terdiri atas dua jenis, yaitu jenis simbol berdasarkan bentuk dan jenis simbol berdasarkan arti. 1. Jenis Simbol berdasarkan bentuknya a. Simbol titik; digunakan untuk menyatakan suatu titik atau tempat, misalnya titik batas, kota. Simbol titik berhubungan erat dengan skala peta, suatu kota pada peta skala 1 : 500.000 dapat digambarkan dalam bentuk titik tetapi tidak pada peta skala 1 : 25.000. Contoh simbol titik : ,, ,

b. Simbol garis; digunakan untuk mewakili unsur-unsur permukaan bumi yang berbentuk garis seperti sungai, jalan, garis pantai, garis kontur dan garis batas administrasi pemerintahan. Simbol garis dapat dibedakan lagi atas garis khayal (misalnya kontur) dan garis nyata (misalnya sungai) Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 34

Arif : Perpetaan

Contoh simbol garis :

Sungai

kontur

jalan raya

c. Simbol luas/ruang; digunakan untuk mewakili unsur topografi yang berbentuk luasan seperti danau, pemukiman dan lain-lain. Contoh simbol luas :

Danau

2. Jenis simbol berdasarkan arti a. Simbol kualitatif; adalah simbol yang menyatakan keadaan atau wujud asli dari unsur di lapangan, misalnya; jalan raya, sungai, danau. Simbol kualitatif terbagi atas simbol titik kualitatif, simbol garis kualitatif dan simbol luas kualitatif.

Simbol titik kualitatif terdiri atas tiga macam simbol, yaitu simbol
piktorial, simbol geometrik dan simbol huruf

Simbol piktorial, yaitu simbol titik kualitatif yang melukiskan


gambaran bentuk asli dari unsur atau bagian unsur yang diwakilinya, contohnya simbol mesjid, simbol gereja.

Simbol geometrik, yaitu simbol titik kualitatif yang digambarkan


secara geometrik pada posisi yang tepat, contohnya trianggulasi, titik GPS, titik batas kawasan hutan. simbol titik

Simbol huruf, yaitu simbol titik kualitatif yang digunakan untuk


mewakili unsur-unsur tertentu yang spesifik.

Simbol garis kualitatif,

terdiri atas dua macam simbol, yaitu

simbol deskriptif dan simbol abstrak. Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 35

Arif : Perpetaan

Simbol garis kualitatif deskriptif,

yaitu simbol garis kualitatif yang

menggambarkan bentuk sebenarnya dari unsur yang diwakilinya, contohnya simbol sungai, jalan raya dan lainnya.

Simbol garis kualitatif abstrak,

yaitu simbol garis kualitatif yang

digunakan untuk menggambarkan garis khayal di muka bumi, contohnya garis kontur, garis batas admisnistrasi pemerintahan.

Simbol luas kualitatif, terdiri dari simbol deskriptif dan simbol


abstrak

Simbol luas kualitatif deskriptif, menggambarkan simbol luasan


dalam bentuk sebenarnya atau mendekati bentuk sebenarnya dari unsur yang diwakilinya, contoh simbol pesawahan.

Simbol luas kualitatif abstrak, digunakan untuk mengidentifikasi suatu


daerah yang biasanya digambarkan dengan screen garis atau screen titik. b. Simbol kuantitatif; adalah simbol yang menyatakan jumlah atau ukuran dari unsur yang diwakilinya di permukaan bumi. Simbol ini terbagi atas simbol titik kuantitatif, simbol garis kuantitatif dan simbol luas kuantitatif.

Simbol titik kuantitatif, yaitu simbol titik yang disertai dengan nilai
simbol tersebut, contohnya simbol titik trianggulasi yang disertai dengan angka ketinggiannya

Simbol garis kuantitatif, yaitu simbol garis yang menghubungkan


tempat atau titik-titik yang bernilai sama, contoh garis kontur c. Simbol luas kuantitatif, yaitu simbol luas yang menggunakan kerapatan garis, titik atau bentuk lain pada luasan tertentu yang menunjukan kuantitas luasan tersebut, makin rapat garis atau titik menunjukkan kuantitas yang makin tinggi. Simbol-simbol unsur topografi dapat dilihat pada lampiran 2

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

36

Arif : Perpetaan

C. Warna Penggunaan warna dalam suatu peta berwarna bertujuan untuk memudahkan pengamatan terhadap suatu simbol unsur, ada beberapa warna yang umum digunakan, yaitu; Biru; digunakan untuk simbol-simbol perairan dan tulisan untuk nama unsur tertentu, misalnya nama sungai, danau, laut dll. Hijau, digunakan untuk simbol vegetasi Kuning, Coklat; digunakan untuk menggambarkan ketinggian dan rellief lapangan Merah; digunakan untuk meggambarkan jalan raya Hitam; digunakan untuk menggambarkan bentuk planimetris dari bangunan, perkampungan dan jalan kereta api/lori. Penggunaan warna perlu pertimbangan yang matang karena akan menambah biaya pembuatan suatu peta. Seperti halnya simbol-simbol, penggunaan warna pada pembuatan peta tematik dapat mengacu kepada Peta Dasar Nasional. D. Generalisasi dan Exagerasi Generalisasi pada kartografi adalah suatu pekerjaan memilih dan meyederhanakan penyajian unsur-unsur permukaan bumi pada suatu peta yang dihubungkan dengan skala dan tujuan pembuatan peta, sehingga dapat membantu memperjelas pengguna dalam membaca peta. Skala peta merupakan faktor utama yang menentukan kuantitas (kelengkapan) dan kualitas (ketepatan) data unsur-unsur permukaan bumi yang disajikan pada peta. Semakin besar skala suatu peta maka akan semakin lengkap dan akurat data yang dapat disajikan pada peta dan sebaliknya, contoh; Pada peta skala 1 : 10.000 keadaan dan bentuk rumahrumah/bangunan, keadaan jalan, sungai dan anak sungai dapat digambarkan sesuai atau mendekati keadaan sebenarnya, tetapi pada peta skala 1 : 100.000 bentuk unsur-unsur di atas mengalami generalisasi, kelompok rumahDiklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 37

Arif : Perpetaan

rumah/bangunan digabungkan menjadi satu bentuk simbol, jalan yang tergambar hanya jalan raya/utama saja, sungai yang tadinya digambarkan lebarnya sekarang hanya digambar satu garis sungai utama dan anak sungai tidak tergambar lagi. Generalisasi Kontur, seperti telah di jelaskan sebelumnya; umumnya Interval kontur = 1/2000 X skala peta. Bila dengan menggunakan hitungan ini ternyata garis kontur terlalu jarang karena daerahnya sangat landai, maka interval kontur dapat diperkecil lagi dan sebaliknya bila terlalu rapat dapat diperbesar. Dengan demikian walaupun interval kontur yang akan digambar dapat dihitung dengan dengan rumus di atas, tetapi pada prakteknya sangat tergantung pada kondisi lapangan. Pada peta tematik, disamping skala peta tujuan pemetaan merupakan faktor penentu generalisasi. Berdasarkan tujuannya, unsur-unsur tertentu dibuat lebih menonjol dari pada unsur yang lainnya, contoh; pada suatu peta daerah aliran sungai (Peta DAS), unsur perairan berupa sungai, anak sungai dan danau serta unsur bentuk lapangan berupa garis kontur adalah unsur dominan dari isi peta. Sebaliknya suatu peta penggunaan lahan hanya akan memperlihatkan batas-batas atau luasan berbagai penggunaan lahan saja. Dari uraian di atas, generalisasi terjadi atau dilaksanakan karena: Skala peta yang kecil Tidak mungkin menyajikan seluruh detail informasi permukaan bumi Tujuan pemetaan tertentu. Proses generalisasi merupakan suatu problema pada pekerjaan

kartografi bagi pembuat peta; hal ini disebabkan hal tersebut di atas. Seorang kartografer harus dapat menganalisa dan menyeleksi secara tepat dalam memilih dan menyajikan simbol dari unsur di permukaan bumi. Tebal garis, ukuran simbol dan huruf juga angka menjadi suatu hal yang penting dalam proses generalisasi. Skala suatu peta ikut menentukan tingkat generalisasi yang dilakukan, jadi bentuk simbol unsur yang sama tidak harus selalu sama untuk perta yang berbeda skalanya. Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 38

Arif : Perpetaan

Jadi pekerjaan-pekerjaan generalisasi yang dilakukan pada kartografi meliputi; 1. Menyeleksi (pemilihan) Unsur yang akan disajikan dipilih dan disesuaikan dengan tujuan pembuatan peta serta skala peta yang diinginkan, contoh ; pembuatan/penggambaran garis kontur pada peta skala 1: 25.000 adalah untuk setiap interval ketinggian 12,5 m (1/2000 X skala) dan pada peta 1 : 10.000 untuk setiap interval ketinggian 5 m, tetapi untuk peta skala 1 : 1000, jika dibuat interval kontur 0,5 m akan nampak terlalu rapat sehingga dapat diperbesar menjadi 1 m. Parit atau saluran air dengan lebar 2 m atau kurang harus digambarkan pada peta skala 1 : 10.000, tetapi tidak perlu pada peta 1 : 25.000. Suatu Sungai dengan percabangan anak sungai yang cukup banyak pada peta skala 1 : 25.000, hanya digambar sungai utamanya saja pada peta 1 : 100.000. 2. Penyederhanaan Pada peta situasi skala 1 : 10.000 atau lebih besar, bangunan gedung-gedung digambarkan dalam skala dan bentuk yang sebenarnya. Tetapi pada peta skala 1 : 25.000 disajikan secara kelompok dan bangunan tertentu dengan karakteristik yang khas seperti mesjid, gereja disederhanakan dan digambar dalam bentuk simbol yang sesuai dengan karakteristiknya. 3. Menghilangkan Unsur unsur di permukaan bumi yang dianggap tidak penting sesuai dengan tujuan/tema peta dan karena faktor skala yang kecil dapat dihilangkan atau tidak perlu digambar. Misalnya Pada peta skala 1 : 250.000 banyak detail yang dihilangkan, bahkan suatu kota dapat hanya digambarkan sebagai suatu simbol titik saja. Exagerasi adalah suatu bentuk lain dari generalisasi, exagerasi adalah suatu teknik pembesaran dalam penyajian suatu unsur pada peta yang Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan 39

Arif : Perpetaan

digambarkan lebih besar dari ukuran sebenarnya pada skala tertentu, tujuannya adalah untuk mempermudah pemakai peta dan karena pentingnya unsur tersebut. Misalnya pada peta skala 1 : 250.000 jalan raya antar propinsi selebar 20 m seharusnya digambarkan selebar 0,08 mm, akan tetapi tentunya sulit untuk dilihat bahkan digambar. Mengingat pentingnya jalan tersebut digambarkan diperbesar dengan lebar garis 0,5 mm, sehingga tidak sesuai keadaan sebenarnya.

LATIHAN 1. Apa yang disebut kontur dan informasi apa yang dapat diberikannya ? 2. Apa yang disebut interval kontur, bagaimana penentuan nilai umum interval kontur ? 3. Apa tujuan penggunaan warna pada isi peta ? 4. Apa yang disebut generalisasi dan faktor apa yang menjadi pertimbangan dalam generalisasi ? 5. Apa yang disebut exagerasi dan apa tujuannya ?

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

40

Arif : Perpetaan

DAFTAR PUSTAKA

Bakosurtanal, 1977, Dasar Pemilihan Proyeksi UTM untuk Peta Dasar Nasional, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Cibinong Bogor Bakosurtanal, 1991, Peta Rupabumi Indonesia, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Cibinong Bogor Bannister A. & S. Raymond, 1984 Surveying, Longman Scientific &Technical, Essex, England. Brinker R C., Wolf P R., 1986 Dasar-dasar Pengukuran Tanah, Penerbit Erlangga, Jakarta Subagio, 1999. Pengetahuan Peta. Penerbit ITB, Bandung Takasaki, M; Sosrodarsono S, 1983 Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan, Pradnya Paramita, Jakarta 1983 Wongsotjitro, S., 1980. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Diklat Penyegaran Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan

41

You might also like