You are on page 1of 3

Upacara Minum Teh di Jepang

Upacara minum teh ( sad, chad?, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chat (?) atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate. Upacara biasa dilakukan untuk memperingati hari tertentu. Seperti hari pahlawan, hari kemerdekaan dan sebagainya. Tapi kali ini upacara digunakan secara berbeda, yaitu Upacara minum teh. Upacara minum teh diperkenalkan oleh nenek moyang ahli teh Jepang yang bernama Murata Juko yang dipercaya sebagai sarana pertukaran pengalaman spiritual antara pihak tuan rumah dan pihak yang dijamu. Berbagai aliran upacara minum teh bermunculan dan berusaha menarik minat semua orang untuk belajar upacara minum teh. Hal itulah yang membuat upacara minum teh makin populer di seluruh Jepang. Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.

Sumber: http://goorme.com/article/minum-sehat-ala-jepang

Sunat atau Khitan


Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris: circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis. Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi. Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum (berarti "memutar") dan caedere (berarti "memotong").
Gambar gua dari Mesir Purba tentang sunat, pada dinding dalam Temple of Khonspekhrod, sekitar 1360 SM

Sunat telah dilakukan sejak zaman prasejarah, diamati dari gambar-gambar di gua yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba.[1] Alasan tindakan ini masih belum jelas pada masa itu tetapi teori-teori memperkirakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan atau persembahan, tanda penyerahan pada Yang Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas.[2] Sunat pada laki-laki diwajibkan pada agama Islam dan Yahudi.[3][4] Praktik ini juga terdapat di kalangan mayoritas penduduk Korea Selatan,[5] Amerika, dan Filipina[6] Sumber: http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunat&action=edit&section=1

Pemakaian Sumpit Orang Jepang


Sumpit adalah alat makan yang berasal dari Asia Timur, berbentuk dua batang kayu sama panjang yang dipegang di antara jari-jari salah satu tangan. Sumpit digunakan untuk menjepit dan memindahkan makanan dari wadah, dari piring satu ke piring lain atau memasukkan makanan ke dalam mulut. Sumpit bisa dibuat dari bahan seperti bambu, logam, gading dan plastik yang permukaannya sudah dihaluskan atau dilapis dengan bahan pelapis seperti pernis atau cat supaya tidak melukai mulut dan terlihat bagus. Sumpit digunakan di banyak negara di seluruh dunia untuk menikmati makanan khas Asia Timur. Di beberapa negara Asia Tenggara, sumpit merupakan alat makan utama yang sama pentingnya seperti sendok dan garpu. Di Indonesia, pilihan sendok-garpu atau sumpit disediakan di rumah makan yang menyediakan masakan Tionghoa, masakan Korea, masakan Jepang, masakan Vietnam, masakan Thailand hingga penjual bakso atau mi pangsit di pinggir jalan. Sumpit diciptakan bangsa Tiongkok dan sudah dikenal di Tiongkok sejak 3.000 hingga 5.000 tahun yang lalu. Di dalam masyarakat Tionghoa, makan bersama dianggap sebagai sarana mempererat tali persaudaraan dan kesempatan berkumpul dengan sanak keluarga dan teman-teman, sehingga penggunaan alat makan yang tajam harus dihindari. Pada zaman dulu, gading gajah sering digunakan untuk membuat sumpit mahal di Tiongkok. Pengguna sumpit dari gading gajah adalah kalangan pejabat tinggi dan orang berada. Sumpit dari perak pernah digunakan istana kaisar di Tiongkok untuk mendeteksi racun yang mungkin dibubuhkan pada makanan. Sumpit akan berubah warna akibat reaksi kimia jika makanan telah diberi racun. Pada abad ke-6 atau abad ke-8 Masehi, sumpit sudah merupakan merupakan alat makan yang umum bagi suku Uigur yang tinggal wilayah stepa Mongolia. Di Thailand, sumpit hanya digunakan untuk makan mi dan sup setelah Raja Rama V memperkenalkan alat makan dari barat di abad ke-19.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Peralatan_dapur

Gaya Duduk Khas Orang Jepang


Duduk Simpuh atau disebut duduk pembakaran atau duduk Iftirosh atau juga bisa disebut duduk sinden merupakan salah satu duduk yang sangat canggih, memiliki effect yang luar biasa dan manfaat yang mengagumkan untuk merawat kesehatan tubuh manusia dengan cara yang murah, mudah, tetapi efektif. Jika kita lihat siapa sih yang mengamalkan duduk ini dan yang menjadikannya habit dalam kehidupan sehariharinya ? yuk kita lihat budayanya orang Jepang, di Jepang, duduk ini dikenal sebagai duduknya pahlawan, pada setiap acara minum teh sering kita lihat ditayangan tv atau di film-film, posisi duduknya kalau kita perhatikan mereka melakukan duduk simpuh yaitu duduk yang bertumpu pada kedua punggung kaki, dimana berat badan bertumpu pada punggung kaki. Di Jepang, beberapa restoran dan rumah pribadi dilengkapi dengan meja makan rendah. Tentu saja sangat berbeda dengan gaya barat karena di jepang, duduk di lantai dengan kaki disilangkan (untuk laki-laki) dan bersimpuh (untuk perempuan) adalah hal biasa. Biasanya, jamuan makan Jepang diselenggarakan dalam ruangan bernama tatami, yakni ruangan gaya tradisional Jepang yang beralaskan tikar bambu tanpa kursi. Di sini para tamu diharuskan melepas alas kaki, namun masih tetap boleh mengenakan kaos kaki. Sikap tubuh saat duduk lesehan di atas tikar adalah duduk di atas dua telapak kaki yang di tekuk dengan punggung tegak lurus. Untuk wanita, kedua tangan dipertemukan dan ditangkupkan di pangkuan. Lain halnya dengan pria yang meletakkan telapak tangannya pada lutut.

Sumber: http://akaikuro.multiply.com/journal/item/3/Etika_Keseharian_Orang_Jepang

You might also like