You are on page 1of 59

STUDI KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DAN PERTUMBUHAN PUCUK DAUN TEH (Camellia sinensis (L) O.

Kuntze) DI PERKEBUNAN GUNUNG MAS PTPN VIII CISARUA, BOGOR JAWA BARAT

Oleh E. Rika Rahayu A34104071

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

STUDI KANDUNGAN TIMBAL DAN PERTUMBUHAN PUCUK DAUN TEH (Camellia Sinensis (L) O. Kuntze) DI PERKEBUNAN GUNUNG MAS PTPN VIII CISARUA, BOGOR JAWA BARAT

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

E. Rika Rahayu A34104071

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN
E. RIKA RAHAYU. Studi Kandungan Timbal dan Pertumbuhan Pucuk Daun Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) di Perkebunan Gunung Mas PTPN VIII Cisarua Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh HARIYADI Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap pertumbuhan pucuk, mengetahui pengaruh kandungan timbal pada daun terhadap pertumbuhan pucuk daun teh, mengetahui penampilan daun yang tercemar, mengetahui kandungan timbal pada daun teh. Penelitian dilakukan mulai dari November 2007 Februari 2008, di Perkebunan Gunung Mas Afdeling Gunung Mas Dua, blok C6 yang memeiliki ketinggian tempat 1000 m dpl, tanah regosol, tekstur pasir, struktur remah, solum 10 cm, topografi >15% dan tipe iklim A menurut Schmid dan Ferguson. Percobaan menggunakan analisis peragam rancangan acak lengkap (RAL) dan sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor yaitu jarak dengan tiga taraf perlakuan masing masing jarak 0 20 m, 20 40 m, 40 60 m dari jalan raya dan setiap taraf terdiri dari 20 sampel tanaman sehingga terdiri dari 60 satuan percobaan. Pertumbuhan pucuk pada saat setelah pemetikan mengalami fluktuasi, untuk pertumbuhan panjang pucuk yang tercepat pada 7 8 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran panjang sebesar 0.44 cm, dan melambat pada saat 8 9 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.04 cm. Untuk pertumbuhan lebar pucuk yang tercepat pada saat 9 10 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.35 cm dan melambat pada 7 8 dan 10 11 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.03 cm. Perlakuan jarak berpengaruh terhadap pertumbuhan pucuk, tetapi tidak berpengaruh terhadap peubah pemetikan. Hasil terbaik dari setiap peubah ditunjukan pada jarak 40 60 m yang merupakan jarak paling jauh dari jalan raya. Tetapi pada jarak 40 60 terakumulasi timbal paling tinggi, hal ini disebabkan karena timbal tidak berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan pucuk, dan polutan selain timbal lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan pucuk, selain itu adanya mekanisme toleransi oleh tanaman teh. Penampilan daun dapat dilihat menggunakan mikroskop, tidak ditemukan adanya timbal pada jaringan daun, tetapi polutan terkumpul di permukaan sekitar tulang daun dan dekat stomata karena adanya lapisan lilin dan trikoma yang berfungsi sebagai penahan masuknya zat asing ke dalam jaringan daun. Rata rata akumulasi timbal pada jarak 0 - 20 m sebesar 46.101 ppm, pada jarak 20 40 m sebesar 50.598 ppm, pada jarak 40 60 m sebesar 53.900 ppm, pada jarak paling jauh terjadi akumulasi timbal paling banyak disebabkan angin horizontal. Akumulasi dan penyebaran timbal dipengaruhi oleh volume kendaraan, angin dan hujan.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: STUDI KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DAN PERTUMBUHAN PUCUK DAUN TEH (Camellia sinensis (L O.Kuntze) DI PERKEBUNAN GUNUNG MAS PTPN VIII, CISARUA BOGOR JAWA BARAT

Nama NRP

: E. Rika Rahayu : A34104071

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS NIP. 131 578 811

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 24 April 1986, merupakan anak ke 2 dari pasangan Bapak Dadang Djamansari dan Ibu Ika Kartika. Penulis memulai pendidikan taman kanak kanak pada tahun 1990, di TK Tunas Harapan kecamatan Cikalong Kulon, kemudian pada tahun 1992 melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri 2 Cikalong Kulon, Cianjur. Pada tahun 1996 penulis pindah sekolah ke SD Negeri 2 Ciparay Garut lulus pada tahun 1998, pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Garut lulus pada tahun 2001, penulis melanjutkan sekolah ke SMU Negeri 2 Cianjur dari tahun 2001 sampai 2004. Pada tahun 2004, penulis masuk IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), pada Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian. selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti kepanitian beberapa kegiatan di lingkungan IPB, seperti festival tanaman dan olimpiade mahasiswa. Menjadi anggota klub dekorasi taman di TPB (Tingkat Persiapan Bersama) dan mengikuti beberapa seminar.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar yang berjudul Studi Kandungan Timbal (Pb) dan Pertumbuhan Pucuk Daun Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) di

Perkebunan Gunung Mas PTPN VIII Cisarua Bogor Jawa Barat Penulisan penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat tugas akhir program sarjana pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dengan terselesainya usulan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Mamah, bapak dan keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, doa dan dukungannya baik secara moril maupun materil yang tak terhingga 2. Dr. Ir. Hariyadi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis 3. Ir. Sofyan Zaman dan Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan saran - sarannya 4. Perkebunan Gunung Mas PTPN VIII Cisarua Bogor Jawa Barat yang telah memberikan izin dan saran-saran nya untuk melakukan penelitian ini 5. Pak Asep selaku kepala bagian lapangan, Pak Ata selaku mandor besar pemetikan, Ibu Peni selaku petugas analisa yang selalu membantu, memberikan saran, dan memberikan pengarahan selama di lapangan. 6. Mas Joko selaku laboran yang selalu bersedia membantu dan memberikan pelajaran yang berharga. 7. Saras, Dhini, Mudi, Gita, Enunk, Vivi, Sari, Asti, Nani, Nandin DGandenk crew atas persahabatan, kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan. Semoga persahabatan kita untuk selamanya. 8. Vitria, Cindy, Ika, Santo, Bubun, Tri, Indra, A wahyu, dan semua teman teman agronomi atas dukungan, saran, semangat. Kalian semua telah

memberikan inspirasi dan pengalaman hidup yang berharga, saat saat indah bersama kalian tidak akan pernah terlupakan. 9. Ibu Sri, Pak Gusanto dan keluarga besar rumah H4 Sindang Barang atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan 10. A Rico, Adi dan A Galih atas pengertian dan kasih sayang yang pernah diberikan. 11. Abah, Ibu, Mang Jenal, para mandor dan para karyawan serta semua pihak yang telah membantu. Apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan, mohon dimaafkan, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Juni 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................. Hipotesis............................................................................................... 1 1 3 3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 Botani Tanaman Teh ............................................................................ 4 Morfologi Daun.................................................................................... 4 Syarat Tumbuh ..................................................................................... 5 Pertumbuhan ........................................................................................ 6 Daun Pemeliharaan .............................................................................. 7 Pemetikan............................................................................................. 7 Dasar Fisisologi Pemetikan.................................................................. 8 Siklus Petik .......................................................................................... 9 Analisa Petik ....................................................................................... 10 Analisa Pucuk ..................................................................................... 10 Pencemaran Udara .............................................................................. 11 Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor ................. 12 Timbal ................................................................................................. 14 Timbal pada Daun Teh........................................................................ 14 Respon Tanaman terhadap Pencemaran.............................................. 16 BAHAN DAN METODE ......................................................................... Tempat dan Waktu .............................................................................. Bahan dan Alat.................................................................................... Rancangan Percobaan ......................................................................... Pelaksanaan ......................................................................................... Analisis Timbal pada Daun................................................................. Pengamatan ......................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. Keadaan Umum Perkebunan............................................................... Keadaan Tanaman dan Produksi......................................................... Pertumbuhan Pucuk ............................................................................ Kandungan Timbal pada Daun............................................................ Pembahasan......................................................................................... 18 18 18 18 19 20 20 21 21 21 22 31 35

KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. ... 41 Kesimpulan ......................................................................................... 41 Saran.................................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 42 LAMPIRAN.............................................................................................. 45

DAFTAR TABEL
Nomor. Teks 1. Produksi (ton) Teh Indonesia tahun 1997 2006 .................................. 1 2. Produksi dan Produktivitas Teh Perkebunan Gunung Mas Tahun 1998 2007 ............................................................................... 21 3. Pengaruh Jarak terhadap Panjang Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan.............................................................................................. 4. Pengaruh Jarak terhadap Lebar Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan.............................................................................................. 5. Pengaruh Jarak terhadap Jumlah P+1 pada Beberapa Waktu Pemetikan.............................................................................................. 6. Pengaruh Jarak terhadap Jumlah P+2 pada Beberapa Waktu Pemetikan.............................................................................................. 7. Pengaruh Jarak terhadap Jumlah Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan.............................................................................................. 8. Pengaruh Jarak terhadap Bobot per Plot pada Beberapa Waktu Pemetikan.............................................................................................. 9. Pengaruh Jarak terhadap Bobot per Tanaman pada Beberapa Waktu Pemetikan .................................................................................. 10. Pengaruh Jarak terhadap Analisa Petik pada Beberapa Waktu Pemetikan............................................................................................ 11. Pengaruh Jarak terhadap Analisa Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan............................................................................................ 12. Rata rata Jumlah Kendaraan Bermotor dan Kadar Pb dalam Daun dari Beberapa Waktu Pengambilan Sampel ................... 23 25 26 27 28 29 30 31 31 32 Halaman

Lampiran 1. Rata rata Iklim Selama Penelitian ...................................................... 47 2. Gilir Petik Selama Penelitian ................................................................ 47 3. Hasil Sidik Ragam RAL ....................................................................... 47 4. Hasil Analisis Sidik Peragam RAL....................................................... 48 5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam RAL .................................................. 48 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Peragam RAL.................................. 48

DAFTAR GAMBAR
Nomor. Teks 1. Grafik Rata rata Pertumbahan Panjang Pucuk dalam satu gilir petik ............................................................................................... 23 2. Grafik Rata rata Pertumbahan Lebar Pucuk dalam satu gilir petik ............................................................................................... 24 3. Jaringan dan Stomata Daun................................................................... 34 4. Trikoma pada Permukaan Atas Daun ................................................... 34 5. Hama dan Penyakit pada Tanaman Teh................................................ 37 6. Polutan pada Daun ................................................................................ 39 7. Penampilan Tanaman dan Daun di Pinggir Jalan ................................. 39 Halaman

Lampiran 1. Contoh Plot dan Sampel Tanaman Penelitian...................................... 45 2. Sampel Pucuk yang Diamati ................................................................. 45 3. Sampel Pucuk setelah Pemetikan.......................................................... 45 4. Kegiatan Pemetikan .............................................................................. 46 5. Kegiatan setelah Pemetikan .................................................................. 46 6. Alat alat Analisa Petik dan Analisa Pucuk......................................... 46 7. Denah Plot Penelitian............................................................................ 49

PENDAHULUAN
Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditas ekspor nonmigas yang telah dikenal sejak lama dan merupakan salah satu sumber devisa penting di subsektor perkebunan (Setyamidjaja, 2000). Pengembangan tanaman teh di Indonesia (Tabel 1) hingga tahun 2005 telah mencapai luasan 140 538 ha dengan produksi 167 276 ribu ton daun kering per tahun, yang diperkirakan pada tahun 2006 menjadi 138 169 ha, dengan produksi 167 881 ribu ton daun kering per tahun yang tersebar di 10 provinsi. Indonesia pada saat ini sebagai negara produsen dan eksportir terbesar ke-5 setelah India, China, Kenya, dan Sri Lanka. Salah satu kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan teh sampai tahun 2010 adalah peningkatan produktivitas dan mutu. Tabel 1. Produksi (ton) Teh Indonesia Tahun 1997 - 2006
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 PR PR 32 619 34 137 34 561 39 446 40 160 44 773 47 079 40 200 37 746 PBN 88 259 91 076 86 099 84 132 86 207 80 426 82 082 90 488 91 144 PBS 32 770 41 612 40 343 38 989 40 500 39 995 40 660 36 448 38 386 Jumlah 124 648 166 825 161 003 162 567 166 867 165 194 169 821 167 136 167 276

2006* 37 800 91 649 38 432 167 881 : Perkebunan Rakyat PBN : Perkebunan Besar Negara PBS : Perkebunan Besar Swasta * dalam perkiraan Sumber : Statistik Teh Indonesia 2006

Teh termasuk produk olahan sebagai minuman yang diminati konsumen karena rasanya atau sifatnya yang khas dan menyenangkan (Soekarto, 1997). Teh adalah bahan minuman yang dikonsumsi manusia, sehingga ketelitian dan tanggung jawab terhadap kesehatan konsumen harus benar-benar diperhatikan. Ada tiga jenis teh yang umum dikonsumsi yaitu teh hitam, teh hijau dan teh

oolong. Bahan baku ketiga macam teh tersebut sama saja yaitu dari pucuk daun teh, hanya saja cara pengolahannya yang berbeda (Astra Agro Lestari, 1998). Pucuk sebagai bahan baku memegang peranan penting dalam pengolahan teh. Mutu pucuk dipengaruhi oleh cara pemetikan, angkutan dari kebun ke pabrik dan cuaca (Soeriadanoeningrat et al., 1990). Pengelolaan kebun teh bertujuan untuk mencapai produksi yang optimal dengan memperhatikan segi kualitas secara mutu yang baik. Manajemen yang diterapkan dalam pengelolaan kebun teh mulai dari pemeliharaan sampai panen. Pemetikan pucuk teh dan pengelolaannya, sangat menentukan tingkat produksi dan kualitas hasil (Astra Agro Niaga, 1997). Harga teh di pasar internasional yang selalu menurun, menyebabkan persaingan antar negara produsen. Produsen perlu meningkatkan efisiensi, produktivitas dan mutu produk. Kemajuan tekhnologi serta berkembangnya sistem pasar bebas di abad modern ini memacu para konsumen untuk meminta persyaratan mutu tertentu. Peningkatan produktivitas dan perbaikan mutu merupakan hal yang sangat penting dilakukan agar dapat bersaing, untuk menjangkau pasar luar negeri maupun dalam negeri. Mengingat ruang lingkup usaha perkebunan berskala internasional, maka sistem jaminan mutu yang diterapkan harus yang diakui secara internasional, yaitu seri ISO 9000, ISO 9002, dan ISO 9004, yang dimaksud sistem yang digunakan disini adalah yang digunakan untuk menghasilkan produk (Santoso, 1997). Industri teh Indonesia harus dapat meningkatkan kualitasnya untuk menghadapi pasar global, terutama teh yang bebas dari pencemaran. Pencemaran teh dapat berasal dari pencemaran udara yang ditimbulkan oleh emisi kendaraan bermotor, karena lokasi perkebunan yang berada di kiri dan kanan jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor (Harahap, 2004). Soedomo (2001) menyatakan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara yaitu dengan dihasilkannya gas CO, NOx, hidrokarbon, SO2, dan tetraethyl lead, yang merupakan bahan logam timah yang ditambahkan kedalam bensin berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan. Logam timah tersebut merupakan logam berat yang dapat menurunkan produktivitas pertanian dan berbahaya terhadap kesehatan manusia.

Soedarmo dan Wibowo (1990) menyatakan bahwa pelestarian lingkungan perlu mendapat perhatian lebih banyak agar pembangunan pertanian dapat berkelanjutan, salah satunya dengan mempertahankan fungsi sumber daya alam dan menjaga kelestarian lingkungan sebagai usaha mendukung kemajuan industri teh yang berkelanjutan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. 2. 3. 4. Mengetahui pengaruh jarak terhadap pertumbuhan pucuk Mengetahui kecepatan pertumbuhan pucuk Mengetahui penampilan dari pucuk daun teh yang tercemar Mengetahui kandungan timbal dalam pucuk daun teh Hipotesis 1. Terdapat pengaruh jarak dari sumber emisi terhadap pertumbuhan pucuk, semakin dekat dengan sumber emisi kandungan timbal pada daun semakin tinggi 2. 3. Kandungan timbal pada daun berpengaruh terhadap pertumbuhan pucuk daun teh Tingkat pencemaran timbal yang tinggi berpengaruh terhadap penampilan daun.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Teh Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang sejak lama telah dikenal dalam peradaban manusia. Nama ilmiah untuk tanaman ini yaitu Camellia sinensis (L) yang diperkenalkan oleh O. Kuntze. Tanaman teh termasuk genus camellia dari famili theaceae. Varietas teh yang dikenal yaitu Varietas Cina, Varietas Assam, dan Varietas Cambodia. Ketiga varietas tersebut memiliki ciri yang berbeda. Setyamidjaja (2000) menyatakan, secara umum tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah. Kebanyakan perdu mempertahankan akar tunggang sedalam 90 - 150 cm dengan diameter sekitar 7.5 cm. Daun selalu berwarna hijau, berbentuk lonjong, ujungnya runcing, dan tepinya bergerigi. Perkembangan bunga mengikuti tahap (fase) pertumbuhan daun, sedangkan buah teh yang masih muda berwarna hijau, bersel tiga dan berdinding tebal. Morfologi Daun Bagian tubuh tumbuhan secara keseluruhan, baik langsung ataupun tidak langsung berguna untuk menegakan kehidupan tumbuhan yang berguna untuk penyerapan, pengolahan, pengangkutan, dan penimbunan zat-zat makanan, dinamakan alat hara. Dari alat-alat tersebut salah satunya bagian daun. Daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada umumnya tiap tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Daun biasanya tipis melebar, kaya akan suatu zat hijau yang dinamakan klorofil. Fungsi daun bagi tumbuhtumbuhan, yaitu sebagai alat untuk pengambilan zat-zat makanan (resorbsi) terutama yang berupa gas CO2, pengolahan zat-zat makanan (asimilasi), penguapan air (transpirasi), dan pernafasan (respirasi) (Tjitrosoepomo, 2005). Tumbuhan mengambil zat makanan dari lingkungannya berupa zat anorganik, sedang gas CO2 yang merupakan zat makanan pula bagi tumbuhan diambil dari udara melalui celah yang halus yang disebut stomata masuk ke dalam

daun. Zat-zat itu belum sesuai dengan kepentingan tumbuhan sehingga harus diubah sesuai dengan kebutuhannya. Treshow dan Anderson (1991) menyatakan bahwa kerusakan pada daun oleh pencemaran udara dapat dihambat diantaranya dengan adanya lapisan lilin pada daun. Lilin pada permukaan daun secara fisiologis penting untuk menahan kehilangan uap air, mengontrol pertukaran gas, mengurangi pelepasan nutrien dan metabolit dan bertindak sebagai penghalang polutan. Lilin daun merupakan bagian daun yang penting yang dapat dipercepat rusaknya oleh angin, abrasi, gesekan dan interaksi kimia dengan polutan, sehingga kerusakan lilin daun menyebabkan daun menjadi lebih sensitif terhadap pencemar. Morfologi maupun distribusi lilin pada daun dipengaruhi oleh pencemaran udara. Syarat Tumbuh Tanaman teh khususnya di Indonesia, lebih cocok ditanam di daerah pegunungan. Lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap pertumbuhan teh adalah iklim dan tanah. Faktor iklim yang berpengaruh diantaranya suhu udara, curah hujan, sinar matahari dan elevasi. Suhu udara yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 13 - 25 C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari kurang dari 70%. Menurut Runtunuwu (1991), kelembaban udara bersama-sama suhu udara berpengaruh besar pada transpirasi dan fotosintesis. Kelembaban udara lebih cenderung mempengaruhi jumlah pucuk yang tumbuh, sedangkan suhu mempengaruhi kecepatan tumbuh pucuk. Pada kelembaban dan suhu optimum jumlah hari yang dibutuhkan tunas peko menjadi daun yang membuka penuh akan berbeda disetiap tempat, menurut kisaran suhu udara daerah tersebut. Sedangkan radiasi sinar matahari mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang terdiri dari intensitas sinar matahari, kualitas radiasi, dan lama penyinaran. Komponen yang paling berpengaruh terhadap fotosintesis adalah intensitas cahaya, apabila intensitas cahaya kurang dari optimum maka proses fotosintesis akan terhambat.

Curah hujan yang baik untuk tanaman teh sebaiknya rata-rata sepuluh tahun terakhir yang menunjukan bulan kemarau yang curah hujannya kurang dari 60 mm, jumlah hujan tahunan sebaiknya tidak kurang dari 2000 mm. Kebun teh di Indonesia berada pada keserasian yang luas yaitu daerah rendah 400 - 800 m dpl, daerah sedang 800 - 1200 m dpl, dan daerah tinggi lebih dari 1200 m dpl. Tanah yang baik untuk tanaman teh adalah tanah andosol, latosol, dan podzolik, mengandung banyak bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai pH antara 4.5 - 5.6 (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Pertumbuhan Pertumbuhan dan produksi teh dipengaruhi oleh tiga faktor utama, antara lain : tanaman (populasi, umur tanaman, jenis tanaman, umur pangkas, dan potensi genetik), lingkungan tempat tumbuh (iklim, yang terdiri atas curah hujan, dan hari hujan, suhu udara, kelembaban udara serta panjang penyinaran matahari), dan tanah (jenis, topografi, elevasi, fisik, kimia dan biologi tanah) (Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, 2005). Faktor-faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya dan interaksi antar faktor sangat berpengaruh terhadap produksi teh. Tanaman teh mempunyai dua fase pertumbuhan pucuk pada masa pertumbuhannya, yaitu periode burung dan periode peko. Kedua periode tersebut berselang seling pertumbuhannya. Ritme pertumbuhan tersebut oleh Eden (1975) disebut sebagai masa flushing (periode peko) untuk pertumbuhan intensif atau aktif dan periode dorman (periode burung) untuk pertumbuhan inaktif. Korelasi antara kecepatan pertumbuhan dengan waktu tidak merupakan garis lurus tetapi parabolik, mula - mula tumbuh lambat kemudian makin cepat sampai titik maksimum, kemudian makin lambat kembali dan akhirnya berhenti. Periodesitas ini tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan luar, tetapi juga oleh keadaan dalam tanaman itu sendiri. Periode istirahat dan aktif berhubungan erat dengan keadaan hara tanaman secara keseluruhan maupun setiap tunas secara individual. Semakin baik keadaan hara tanaman, maka periode aktif semakin lama. Begitu pula sebaliknya, semakin buruk keadaan hara tanaman, maka periode

dorman makin lama. Lamanya stadium peko dan burung yang satu tidak sama dengan tanaman yang lainnya, bahkan masa bertunas dalam satu tanaman pun berbeda (Silalahi, 1999). Hujan yang semakin deras dan sinar matahari yang cukup merupakan situasi optimal bagi produksi pucuk teh. Namun, pertumbuhan pucuk masih belum merata besarannya. Pada saat bersamaan, muncul tanda-tanda serangan penyakit cacar daun sehingga pertumbuhan pucuk teh tak secepat yang diharapkan. Daun Pemeliharaan Tanaman teh memerlukan daun permanen untuk menjamin produktivitas dan kelangsungan hidupnya. Suplai fotosintat untuk keperluan tumbuhnya pucuk terutama disuplai oleh daun pemeliharaan lapisan atas. Sedangkan untuk cabang, batang, dan akar disuplai oleh lapisan bawah. Penangkapan cahaya yang digunakan dalam proses fotosintesis dipengaruhi oleh ketebalan daun pemeliharaan. Bila terlalu tebal banyak daun yang terlindung pada bagian bawah yang menyebabkan fotosintesis kurang efisien sehingga daun kekurangan fotosintat dan cepat gugur (Prihatmajanti, 1999). Magambo dan Cannel (1981) dalam Prihtmajanti (1999), menyatakan bila daun pemeliharaan terlalu tebal akibat pemetikan yang tidak efisien, maka pertumbuhan pucuk akan terhambat sedangkan pertumbuhan kayu, batang dan cabang menjadi pesat. Selain itu, daun-daun tua yang kekuranagn cahaya dan pucuk burung yang tidak terpetik akan menghasilkan zat yang bisa menghambat pertumbuhan pucuk. Tinggi daun pemeliharaan yang efektif adalah 20 cm dengan lima atau enam lapis daun di bawah bidang petik. Pemetikan Produk yang dihasilkan tanaman teh adalah berupa pucuk. Dalam pemetikan teh harus diperhatikan faktor keseimbangan antara kualitas hasil dan regenerasi pucuk. Faktor penting dalam pemetikan teh ialah mengetahui bagian yang akan dipetik dan mengetahui waktu yang tepat untuk memetik. Hasil tanaman teh adalah kuncup dan 2 - 3 helai daun muda yang biasanya disebut pucuk. Pengambilan pucuk yang berada di atas bidang petik dan

memenuhi ketentuan (standar) disebut pemetikan. Pemetikan di samping mengambil pucuk yang memenuhi standar juga dalam arti luas adalah memelihara kesehatan tanaman teh supaya pertumbuhan pucuk teh tidak terhambat dan pemetikan dapat dilakukan secara teratur. Tanaman teh yang sehat dan menghasilkan pucuk secara terus-menerus sebagai akibat dari pemeliharaan kebun teh yang baik dan teratur. Lingkungannya sangat berpengaruh terhadap kehidupan tanaman teh. Untuk mendukung keberhasilan pemetikan disamping perlu memperhatikan pemeliharaan kebun, juga menentukan sistem petik yang akan dilakukan. Pemetikan dilakukan tergantung pada cuaca, tumbuhan baru dapat dipetik dengan interval 7 12 hari selama musim pertumbuhan. Pemanenan teh membutuhkan banyak tenaga dan tenaga kerja intensif, prosedur yang digunakan memerlukan keahlian khusus. Pemetik teh belajar mengenali dengan tepat pucuk daun mana yang harus dipetik. Hal ini penting, untuk memastikan kelunakan daun yang dipetik menghasilkan teh yang terbaik. Setelah pemetikan, daun teh dibawa ke pabrik untuk diproses lebih lanjut. Lokasi perkebunan teh pada umumnya berdekatan dengan pabriknya. Cara memetik teh: Harus mempergunakan kedua belah tangan Harus ditaruk Yang harus dipetik semua pucuk burung dan peko yang telah manjing (p+2 dan p+3 ) yang berada diatas bidang petikan Dilarang memetik pucuk peko yang belum manjing (p+1) dan semua pucuk peko dan burung yang berada dibawah bidang petik.
Sumber: PTPN VIII Gunung Mas

Dasar Fisiologis Pemetikan Tanaman teh tidak tergolong tanaman yang banyak menghasilkan daun, tetapi bagian tanaman yang akan dipanen berupa daun., secara alami teh merupakan tanaman yang berbentuk pohon dan menghasilkan banyak kayu (Huxley, 1975 dalam Sukarsono, 1998).

Pertumbuhan pada tanaman terjadi pada tunas terminal, dan tunas tunas yang terletak di bawahnya akan mengalami dormansi. Hal ini terjadi karena tanaman teh digolongkan dalam tanaman yang memiliki sifat apical dominant, yaitu sifat tunas tunas terminal yang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi daun yang lebih besar, sedangkan tunas tunas yang terletak di bawahnya tidak dapat tumbuh dan berkembang selama tunas terminal ada. Hanya tunas terminal saja yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi bahan yang dapat dipetik. Pemetikan berarti menghilangkan kehadiran tunas terminal. Pemetikan akan merangsang tunas tunas baru. Kejadian ini sangat erat kaitannya dengan penghilangan sifat dormansi tunas, bagi tunas yang terletak di bawah tunas terminal. Untuk tunas, semakin tua mata tunas maka akan semakin tinggi tingkat dormansinya sehingga energi yang dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhannya akan semakin besar pula (Silalahi, 1999). Siklus Petik Siklus petik adalah jumlah hari tanaman/blok kebun tidak dipetik diantara dua pemetikan. Siklus petik sangat mempengaruhi mutu pucuk yang didapat dan potensi kualitas hasil teh jadi. Untuk memperoleh hasil yang tinggi dan mutu yang baik perlu pengaturan siklus petik yang tepat. Pemetikan berat (memetik semua daun di bawah peko dan hanya meninggalkan kepel saja) akan menyebabkan siklus petik panjang. Panjang siklus petik sangat dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan tunas yang bergantung pada kesuburan tanah, ketinggian tempat, musim, kesehatan tanaman dan umur pangkasan. Dengan demikian siklus petik akan berbeda sesuai dengan faktor tersebut. Semakin tinggi tempat, siklus petik semakin panjang, karena pertumbuhan pucuk pada daerah yang lebih tinggi akan lebih lambat, akibat dari suhu yang rendah dan intensitas cahaya matahari yang kurang. Siklus petik pada musim kemarau akan lebih panjang bila dibandingkan pada musim hujan. Keadaan tanah yang subur akan mempercepat pertumbuhan tunas dan siklus petik pendek. Siklus petik menentukan mutu pucuk yang diperoleh dan potensi mutu hasil teh jadi (Silalahi, 1999).

10

Analisa Petik Analisa petik adalah pemisahan pucuk yang didasarkan pada jenis pucuk atau merupakan rumus petik yang dihasilkan dari pemetikan yang telah dilakukan, dinyatakan dalam persen (%). Cara pelaksanaan analisa petikan adalah sebagai berikut : 1. Ambil contoh pucuk masing-masing sebanyak satu genggam dari 30 pemetik, pada satu mandor, dan campur secara merata, kemudian ambil sebanyak 1 kg 2. Dari sampel tersebut ambil 200 g untuk dipisahkan-pisahkan sesuai jenis pucuk (rumus petik), kemudian hasil pemisahan ditimbang. 3. Angka persentase (%) jenis pucuk diperoleh dengan membandingkan berat masing-masing kelompok pucuk yang bersangkutan. Jenis jenis petikan diantaranya : Petikan halus : p+1 Petikan medium : p+2 m, p+3 m, b+1 m, b+2 m Petikan kasar : > p+3 m Petikan rusak Analisa Pucuk Analisa pucuk adalah pemisahan pucuk yang didasarkan pada bagian muda dan tua yang dinyatakan dalam persen, serta berdasarkan pada kerusakan pucuk dalam persen (pucuk sobek, terlipat, atau terperam) (Astra Agro Niaga, 1997). Tujuannya untuk mengetahui mutu pucuk yang dihasilkan apakah sesuai dengan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk tujuan pengolahan atau tidak (Setyamidjaja, 2000), yang dikelompokkan menjadi dua yaitu yang pertama adalah pucuk memenuhi syarat (MS) untuk pengolahan teh hitam orthodox > 60% dan untuk pengolahan teh hitam CTC > 70% serta yang kedua adalah pucuk tidak memenuhi syarat (TMS) Syarat yang harus diikuti dalam pengambilan contoh analisa daun adalah penentuan jumlah dan sampel daun yang diambil: Jumlah contoh daun yang diambil dari setiap LSU (leaf sampling unit) adalah sebanyak 180 lembar/helai, untuk mendapatkan 180 lembar daun tersebut, diambil daun indung dari 60 batang

11

sampel yang diambil secara acak yang kondisinya tanaman dapat memiliki blok/LSU. Setiap batang perlu diambil 3 helai daun indung (mother leaf). Syarat daun yang diambil setiap perdu : Daun berukuran penuh Diambil dari daun yang mempunyai pucuk p+3 muda Warna agak gelap Tidak rusak karena serangan hpt Tidak kena penyakit cacar Tidak boleh pohon yang dekat pinggir jalan atau saluran air Apabila pohon yang ditentukan dalam sample tidak memenuhi syarat maka contoh daun dapat diambil dari pohon yang bersebelahan Pengambilan sampel daun dilakukan dipagi hari antara jam 07 - 11.00. Pencemaran Udara Soedomo (2001) menyatakan bahwa pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ini biasa disebabkan secara alami maupun buatan manusia, salah satunya oleh transportasi. Kendaraan bermotor akan mengeluarkan berbagai gas jenis maupun partikulat yang terdiri dari berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat molekul yang besar. Berdasarkan dari kejadian terbentuknya pencemar dari sumber pencemar terdiri dari : 1. Pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh sumber) 2. Pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara berbagai zat). Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu, aerosol, timah hitam), dan gas (CO, NOx, SOx, H2S, Hidrokarbon). Proses transport skala lokal, umumnya menyebabkan suatu akumulasi pencemaran relatif di daerah di atas sumber pencemarnya. Beberapa pengaruh faktor meteorologis sangat berpengaruh, seperti angin dan sirkulasi udara perkotaan dan pedesaan. Pergerakan dan dinamika serta kimia atmosferik merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan nasib pencemar udara setelah diemisikan dari sumbernya, maka timbulah kaitan yang erat antara sumber dengan daerah penerima.

12

Aktivitas komersil yang ditandai dengan padatnya arus lalu lintas kendaraan bermotor mempunyai tingkat pencemaran yang paling tinggi, baik dalam hal konsentrasi debu, NOx, maupun CO. Data meteorologi sangat penting artinya dalam memperkirakan dan menilai dampak terhadap kualitas udara dan iklim. Data utama yang diperlukan mencakup : 1. Pola arah angin, dalam bentuk bunga angin 2. Radiasi sinar matahari dan lama waktu penyinarannya 3. Kelembaban udara dalam persentase humiditas 4. Curah hujan dan jumlah hari hujan 5. Profil suhu vertikal yang bekerja 6. Penutupan awan Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Tugaswati (2000) menyatakan bahwa emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan uap air, tetapi di dalamnya terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbal (Pb). Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbal organik, dilepaskan ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar.

13

Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikulat debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem. Senyawa - senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor, setelah berada di udara dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa - senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan ada pula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang merubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angin. Bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil seperti timbal (Pb), dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air. Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral atau logam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan. Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan daun. Kandungan nyata timbal di udara pada jarak berbeda dari jalan bergantung pada volume lalu lintas dan disperse partikel yang merupakan fungsi dari sifat partikel, parameter meteorologist dan topografi setempat, serta latar belakang timbal di udara. Partikel berukuran 10 30 m dapat terbawa konveksi angin

14

sejauh 300 meter, dan hanya sebesar 10% timbal yang dibuang tersebut jatuh pada jarak 100 meter dari jalan raya. Jadi, tingginya timbal di udara tidak hanya dipengaruhi oleh jarak dari sumber emisi (Harahap, 2004). Pergerakan angin dapat mempengaruhi kandungan bahan pencemar. Menurut Owen (1991) dalam Harahap (2004), terdapat dua pergerakan angin, yaitu pergerakan angin secara vertikal dan secara horizontal. Pergerakan angin secara vertikal terjadi karena adanya arus pembalikan udara dari bagian yang lebih tinggi ke bagian yang lebih rendah. Pergerakan angin secara vertikal menyebabkan bahan pencemar terdapat pada lokasi yang sama pada jangka waktu yang cukup lama. Pergerakan udara secara horizontal menyebabkan bahan pencemar dapat mencapai lokasi yang cukup jauh dari sumber pencemarnya. Timbal Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 m. Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi, dan pengaruh pada sistem pembentukan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia (Tugaswati, 2000). Timbal pada Daun Teh Connel dan Miller (1995) menyatakan bahwa terdapat dua jalan masuk ke dalam tanaman yaitu melalui permukaan daun di atas tanah, dan melalui sistem perakaran. Sifat yang mengatur masuknya partikel ke dalam tanaman dan permukaan tanah adalah ukuran partikel, morfologi permukaan daun, umur aerosol dan kecepatan angin. Sesudah masuk logam dapat disebarkan melalui proses yang rumit ke bagian lain dari tanaman tersebut, tetapi dapat juga tidak bergerak oleh penyerapan ke permukaan oleh senyawa yang ada dalam tanaman.

15

Interaksi logam dan tanah merupakan proses yang sangat rumit yang bergantung pada kandungan organik tanah. Karnosky et al., (2006) menyatakan bahwa interaksi antara partikel pencemar dengan benda lainnya sangat rumit dan hal ini sangat erat kaitannya dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Suhu, kelembaban relatif, penyinaran, dan kelembaban tanah dan beberapa hal yang menyebabkan tanaman menjadi stress yaitu kekeringan tanah, kesuburan yang rendah dan serangan hama penyakit atau keracunan pestisida. Timbal adalah logam berat yang paling banyak terdapat di lingkungan, sangat mudah digunakan dan berdampak negatif. Banyak hasil penelitian yang telah membuktikan bahwa kandungan timbal di alam sudah sangat tinggi. Nyangabobo dan Ichikuni (1986) dalam Widiarini (1996) menyatakan bahwa sebagian besar partikel timbal yang terkandung dalam udara diendapkan pada jarak sejauh 33 m dari tepi jalan raya. Penyebaran bahan pencemar di udara sangat dipengaruhi oleh cuaca. Tiupan angin dapat bekerja mengencerkan pencemaran udara, sehingga dapat memperkecil bahaya dan kerugian akibat zat pencemar udara, tetapi akan mengakibatkan semakin meluasnya daerah yang terkena pencemaran. Harahap (2004), menyatakan zat pencemar partikel dapat berpengaruh terhadap iklim baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung yang ditimbulkannya adalah menghambat radiasi sinar matahari dan iradiasi dari permukaan bumi, sehingga suhu permukaan menjadi tidak stabil. Sedangkan pengaruh tidak langsungnya adalah meningkatkan pembentukan awan. Hasil penelitian Widiarini (1996) menunjukan bahwa hasil pengukuran kandungan Pb dalam daun pucuk di semua petak contoh, perlakuan jarak petak terhadap sumber pencemar berpengaruh nyata terhadap tingkat akumulasi timbal dalam pucuk. Pada jarak 0 - 10 m terdapat kandungan Pb sebesar 5.264 ppm, jarak 10 20 m terdapat kandungan Pb sebesar 3.613 ppm serta pada jarak 20 30 m terdapat kandungan Pb sebesar 3.103 ppm, dari hasil penelitiannya dapat dinyatakan bahwa semakin dekat dengan sumber emisi maka akumulasi Pb semakin tinggi dan akan meningkat dengan meningkatnya kepadatan laulintas. Timbal yang dijerap oleh pucuk teh dapat bersumber :

16

1. Secara langsung dari udara sebagai emisi kendaraan bermotor 2. Secara tidak langsung berasal dari emisi kendaraan bermotor yang terlebih dahulu terendapkan di permukaan tanah, melalui perantaraan hembusan angin, timbal yang pada mulanya telah menempel pada permukaan benda ataupun tanah dapat kembali menjadi udara dan menempel pada permukaan daun. Berdasarkan pertimbangan bahwa umur pucuk daun teh hanya sampai 12 hari, sulit untuk mengambil kesimpulan bahwa timbal terakumulasi di dalamnya juga bersumber dari timbal tanah. Jumlah logam berat yang diserap oleh tanaman dari tanah sangat dipengaruhi jenis tanaman atau spesiesnya, tingkat pertumbuhan dan kondisi lingkungannya. Mekanisme translokasi bahan makanan pada tanaman teh dari akar sampai ke pucuk membutuhkan waktu yang lama, karena tanaman teh merupakan tanaman tahunan dengan struktur berbentuk pohon. Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang cukup kuat untuk menahan pengaruh negatif dari bahan pencemar, sehingga tidak terjadi kerusakan fisik tanaman (Widiriani, 1996). Hasil penelitian Harahap (2004), meskipun pada pucuk basah terkandung timbal yang cukup tinggi, namun dari hasil analisa pada daun kering yang sudah diolah dan siap dikonsumsi, tidak terdapat adanya kandungan timbal, sehingga teh tersebut masih aman dikonsumsi, menurut SNI ambang batas nilai baku mutu untuk kandungan timbal pada teh sebesar 2 ppm. Respon Tanaman Terhadap Pencemaran Logam berat secara keseluruhan dapat berpotensi mencemari tumbuhan. Gejala akibat pencemaran logam berat yakni klorosis, nekrosis pada ujung dan sisi daun serta busuk daun yang lebih awal. Mekanisme pencemaran logam secara biokimia pada tumbuhan yang dapat menyebabkan dampak negatif pada substansi dari berbagai fungsi fisiologi, yang terbagi ke dalam enam proses : 1. Logam mengganggu fungsi enzim 2. Logam sebagai anti metabolit 3. Logam membentuk lapisan endapan yang stabil (kelat) dengan metabolit esensial

17

4. Logam sebagai katalis dekomposisi pada metabolit esensial 5. Logam mengubah permeabilitas membran sel 6. Logam menggantikan struktur dan elektrokimia unsur yang paling penting dalam sel. Mengel dan Kirby (1987) dalam Sukarsono (1998) menyatakan bahwa secara biokimia timbal berfungsi menghambat sistem enzim dalam mengkonversi asam amino, dan menyebabkan terjadinya denaturasi. Pencemaran tumbuhan oleh timbal akan sangat membahayakan kesehatan dan mengurangi laju pertumbuhan tanaman. Vegetasi di sekitar jalan raya dapat menyerap timbal sampai 50 ppm, timbal yang diserap diakumulasikan dalam dinding sel. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar timbal dalam tanaman yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan timbal, kadar timbal dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman. Kozlowski (1991) dalam Harahap (2004) menyatakan bahwa banyak pencemar udara, secara sendiri - sendiri atau kombinasi menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman yang kemudian diekspresikan dalam gangguan pertumbuhan. Pencemaran udara dapat mempengaruhi pertumbuhan daun dimana luasan daun dari suatu pohon dan tegakan pohon yang terekspose ke pencemar udara dapat berkurang karena pembentukan dan kecepatan absisi daun sehingga menurunkan hasil fotosintesis. Bahan pencemar udara dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisiologis di dalam tanaman jauh sebelum terjadinya kerusakan fisik. Para ahli menyatakan hal tersebut sebagai kerusakan tersembunyi yang akan mengakibatkan pertumbuhan tidak normal, sehingga memperlambat fotosintesis dan mengurangi produksi suatu tanaman tanpa memperlihatkan gejala yang tampak.

18

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Gunung Mas PTPPN VIII Cisarua, Bogor Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan November 2007 sampai bulan Februari 2008. Analisis kandungan timbal dilaksanakan di Balittro dan analisis daun dilakukan di Laboratorium Ekofisiologi kampus IPB, Darmaga. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman teh yang telah ditanam oleh Perkebunan Gunung Mas. Tanaman yang diamati sebanyak 60 tanaman dengan jumlah sampel 5 tanaman setiap plot, yang terdiri dari 12 plot dengan ukuran plot 200 m, dari 4 ulangan dengan setiap ulangannya terdiri dari 3 taraf perlakuan jarak yaitu jarak 0 - 20 m, 20 - 40 m, 40 - 60 m dari jalan raya. Untuk pengamatan jumlah kendaraan bermotor, alat yang digunakan pada penelitian ini alat hitung kendaraan bermotor. Untuk pemetikan dilakukan secara manual dan dibutuhkan karung, serta timbangan untuk menimbang bobot sampel. Sedangkan untuk membatasi areal pengamatan dengan areal yang lain digunakan papan pengamatan dan kayu patok, serta diperlukan alat tulis untuk pengamatan yang lainnya. Untuk mengukur ukuran pucuk diperlukan penggaris, dan untuk mengukur areal yang akan digunakan dengan meteran. Pengamatan penampilan daun diperlukan mikroskop. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan analisis peragam dan sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan. Perlakuannya merupakan faktor tunggal yaitu jarak, terdiri dari tiga taraf perlakuan yaitu jarak 0 - 20 m dari jalan raya, jarak 20 - 40 m dari jalan raya, dan 40 - 60 m dari jalan raya. Setiap taraf terdiri dari 20 sampel tanaman. Sehingga terdiri dari 60 satuan percobaan.

19

Model rancanagan untuk analisis peragam adalah sebagai berikut: Yij = + i + (Xij ) + ij Model rancangan untuk sidik ragam adalah sebagai berikut: Yij = + i + ij Dimana : Yij = nilai pengamatan respon jarak ke-I dan ulangan ke-j = nilai rata-rata umum i = pengaruh perlakuan ke-i = nilai koreksi regresi Xij = nilai peubah untuk mengendalikan galat ke-i dan mengoreksi rata rata ke-j = nilai tengah umum ij = pengaruh galat yang timbul dari jarak ke-i, ulangan ke-j Uji F dengan taraf alfa 5% digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati maka setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf alfa 5%. Pelaksanaan Kegiatan diawali dengan pegukuran areal pengamatan seluas 2400 m, kemudian memberi tanda dan membatasinya dengan kayu patok. Pengamatan terhadap pertumbuhan daun dilakukan 3 kali dalam setiap interval gilir petik, selama 8 kali pemetikan, dengan menghitung jumlah pucuk yang tumbuh setelah pemetikan dan mengukur panjang serta lebar pucuk. Pengamatan kendaraan bermotor dilakukan sesuai dengan jadwal pengamatan pertumbuhan daun, dengan menghitung jumlah kendaraan yang melewati areal penelitian. kegiatan pemetikan dilakukan sesuai jadwal pemetikan di Perkebunan Gunung Mas, kemudian ditimbang bobotnya serta dilakukan analisa pucuk dan analisa petik. Analisis di laboratorium dilakukan setiap 1 bulan sekali dengan menganalisis kandungan Pb, sedangkan untuk penampilan daun dilakukan pengamatan di laboratorium ekofisiologi IPB dengan mengamati sampel daun menggunakan mikroskop binokuler, perbesaran 40 x 10 merk Olympus tipe BX 41.

20

Analisis Timbal pada Daun Analisis kandungan timbal pada daun dilakukan sebagai berikut: 1. Sampel daun dikeringkan dalam oven (105 C) selama 24 48 jam 2. Setelah kering sampel daun digiling dan diayak dengan saringan berukuran 425 mesh 3. Ekstrak tanaman dibuat dengan menimbang 0.5 gram hasil gilingan dalam labu kjeldahl dan menambahkannya ke dalam larutan pengekstrak yang terdiri atas : 5 ml HNO3 (70%) dan 5 ml HClO4 (70%), campuran didestruksi dengan suhu awal 100 C hingga uap coklat dari nitrat hilang, kemudian dipanaskan dengan suhu 200 C hingga larutan jernih, lalu ditambahkan air suling hingga larutan menjadi 10 ml 4. Kandungan timbal dibaca dengan AAS pada panjang gelombang 283.3 nm. Kandungan Pb = absorbansi contoh x fa x fb ppm Gram sampel Keterangan : fa = 1/kemiringan kurva kalibrasi fb = faktor pengenceran Pengamatan Pengamatan yang dilakukan antara lain : 1. Pengamatan jumlah kendaraan bermotor yang melintasi perkebunan teh 2. Pengamatan pertumbuhan pucuk Menghitung jumlah pucuk Menghitung jumlah p+1 dan p+2 Mengukur panjang dan lebar pucuk Bobot basah/plot (kg) dan bobot basah/tanaman sampel (gram) Analisa petik (%) Analisa pucuk (%) Kadar Pb

3. Pemetikan Teh

4. Analisis di laboratorium 5. Pengamatan sampel daun.

21

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Perkebunan Perkebunan Gunung Mas PTPN VIII Cisarua Bogor, memiliki tiga afdeling yaitu Afdeling Gunung Mas Satu, Afdeling Gunung Mas Dua dan Cikopo. Afdeling Gunung Mas Dua merupakan lokasi yang tepat untuk melakukan penelitian dikarenakan lokasi ini banyak dilalui oleh kendaraan bermotor sebagai jalur agrowisata di sepanjang jalan raya puncak. Afdeling Gunung Mas dua terdiri dari beberapa blok yang salah satunya adalah Blok C6, tempat tersebut merupakan lokasi tepatnya penelitian ini dilaksanakan. Blok C6 memiliki luas lahan 17.29 ha, jenis tanah regosol, tekstur pasir, struktur remah, dan solum 10 cm, serta memiliki tofografi < 15%, yang berada pada ketinggian 1000 m dpl, dan bertipe iklim A menurut Schmid dan Ferguson. Keadaan iklim selama penelitian dari bulan November Februari menurut Badan Meteorologi dan Geofisika klas III Citeko, kecamatan Cisarua Bogor memiliki curah hujan harian rata- rata 13.34 mm/hari, suhu 20.73 C, kelembaban 83.90%, lama penyinaran 21.97% selama 2.70 jam, dan kecepatan angin 1.65 km/jam (Tabel lampiran 1). Keadaan Tanaman dan Produksi
Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Teh Perkebunan Gunung Mas Tahun 1998 2007 Luas Basah (ha) (ton) 1998 652.41 4 309.233 1999 652.41 3 787.870 2000 565.22 3 846.124 2001 565.42 4 307.858 2002 565.42 4 394.640 2003 586.43 5 261.680 2004 587.36 5 428.230 2005 641.42 4 255.720 2006* 641.42 2 886.750 2007 641.42 3 676.670 Rata-rata 609.893 4215.478 * terjadi kemarau panjang Sumber : Administrasi Bagian Tanaman Gunung Mas Tahun Kering (ton) 926.944 833.324 832.823 984.897 939.035 1 193.170 1 168.799 931.133 634.857 822.509 863.190 Produktivitas (ton/ha) 1.421 1.277 1.473 1.742 1.661 2.035 1.990 1.452 990 1.282 1.532

22

Pada umunya tanaman teh yang dijumpai di Blok C6 merupakan tanaman klonal dengan persentase 11.49 % dan seedling 5.80 %, yang ditanam sekitar tahun 1969 2000. Klon yang ditanam di blok C6 adalah Klon TRI 2024 dan TRI 2025. Produksi rata rata pucuk basah (Tabel 2) di Perkebunan Gunung Mas pada sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 1998 2007 adalah 4215.478 ton per tahun dan rata rata produksi kering adalah 863.190 ton per tahun. Pertumbuhan Pucuk Menurut Decoteau (2005), pertumbuhan tanaman adalah mutlak dengan adanya peningkatan bobot dan ukuran bagian tanaman sebagai pembesaran dari sel sel tanaman. Perkembangan bagian daun sangat banyak variabelnya, ketika daun memiliki panjang beberapa milimeter, bagian meristem berfungsi untuk memperpanjangnya, pertambahan lebar daun didasari oleh hasil dari bagian meristem yang memanjang pada tepi daun, sebagian besar sel daun berhenti tumbuh sebelum daun tumbuh sempurna. Pola pertumbuhan pucuk daun teh terdiri atas dua periode yaitu periode aktif dan periode dorman. Pada awal pertumbuhan, sebagian besar pucuk berada pada fase aktif dan dengan semakin bertambahnya umur tanaman serta pemetikan maka sebagian besar pucuk menjadi dorman. Jumlah dan periode pertumbuhan pucuk teh dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari iklim, umur tanaman, dan persaingan hara. Panjang Pucuk Perlakuan jarak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang pucuk, ukuran terpanjang terjadi pada jarak 40 60 m sebesar 5.17 cm, dan terendah pada jarak 20 40 m sebesar 4.83 cm. Secara destruktif, pada Tabel 3 dapat dilihat rata - rata pertumbuhan panjang pucuk dalam satu gilir petik, dengan grafik pada Gambar 1. Hasil pengamatan menunjukan hasil yang berbeda beda, hal ini berkaitan dengan cuaca pada saat penelitian berbeda beda atau mengalami perubahan.

23

Tabel 3. Pengaruh Jarak Terhadap Panjang Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan keHSP Jarak (m) 0-20 20-40 40-60 ..cm. 1 5 4.241 4.287 5.009 9 5.248 4.873 5.379 14 6.575 5.859 6.415 2 4 4.745 4.650 5.009 8 5.637 5.470 5.302 11 6.070 5.782 5.933 3 4 4.301 4.270 4.642 9 5.401 5.151 5.542 12 6.565 5.701 5.604 4 4 4.355 4.378 4.388 8 4.791 4.624 4.550 5 4 4.501 4.128 4.379 10 5.504 5.105 5.533 6 4 3.852 4.012 4.160 8 5.496 5.844 5.995 7 3 3.889 3.821 4.377 7 5.220 5.069 5.596 10 5.377 5.340 5.847 8 3 3.858 3.754 4.440 7 4.158 4.255 4.893 11 5.684 5.157 5.646 Analisa peragam Panjang (cm) 5.02 ab 4.83 b 5.17 a Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%. HSP : Hari Setelah Petik

7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 3 4 5 7 8 9 10 11 12 14 Hari Setelah Petik

Ukuran Pucuk (cm)

A B C

Gambar 1. Grafik Rata - Rata Pertumbahan Panjang Pucuk dalam satu gilir petik. Keterangan : A = jarak 0 20 m B = jarak 20 40 m C = jarak 40 60 m

24

Dari grafik dapat dilihat bahwa ukuran panjang pucuk pada saat 3 hari setelah pemetikan rata rata sebesar 4.0 cm, hal ini karena pada saat pemetikan rumus petikan tertentu ditinggalkan untuk menjaga regenerasi pertumbuhan pucuk berikutnya. Pada saat 14 hari setelah pemetikan ukuran panjang pucuk rata rata sebesar 6.3 cm. Pertumbuhan panjang pucuk pada saat awal setelah pemetikan berlangsung cepat dengan pertambahan ukuran tercepat pada saat 7 - 8 hari setelah pemetikan dengan rata rata pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.44 cm dan melambat pada saat 8 9 hari setelah pemetikan dengan rata rata pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.04 cm, dan rata rata kecepatan pertumbuhan panjang pucuk sebesar 0.45 cm/hari. Lebar Pucuk Perlakuan jarak berpengaruh terhadap pertumbuhan lebar pucuk. Ukuran terlebar pada jarak 40 60 m sebesar 1.92 cm, dan terendah pada jarak 20 40 m sebesar 1.84 cm. Secara destruktif, pada Tabel 4 dapat dilihat rata - rata pertumbuhan lebar pucuk dalam satu gilir petik, dengan grafik pada Gambar 2.

2,5 2 1,5 1 0,5 0 3 4 5 7 8 9 10 11 12 14 Hari Setelah Petik A B C

Ukuran Pucuk (cm)

Gambar 2. Grafik Rata - Rata Pertumbahan Lebar Pucuk dalam satu gilir petik Keterangan : A = jarak 0 20 m B = jarak 20 40 m C = jarak 40 60 m

25

Dari grafik dapat dilihat bahwa ukuran lebar pucuk pada saat 3 hari setelah pemetikan rata rata sebesar 1.6 cm, hal ini karena pada saat pemetikan rumus petikan tertentu ditinggalkan untuk menjaga regenerasi pertumbuhan pucuk berikutnya. Pada saat 14 hari setelah pemetikan ukuran lebar pucuk rata rata sebesar 2.2 cm. Pertumbuhan lebar pucuk pada saat setelah pemetikan mengalami fluktuasi dengan pertambahan ukuran tercepat pada saat 9 - 10 hari setelah pemetikan dengan rata rata pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.35 cm dan melambat pada saat 7 8 dan 10 11 hari setelah pemetikan dengan rata rata pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.03 cm, dan rata rata kecepatan pertumbuhan lebar pucuk sebesar 0.16 cm/hari.
Tabel 4. Pengaruh Jarak Terhadap Lebar Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan keHSP Jarak (m) 0-20 1 5 9 14 2 4 8 11 3 4 9 12 4 5 6 7 4 8 4 10 4 8 3 7 10 8 3 7 11 1.523 1.839 2.342 1.624 2.114 2.269 1.507 1.934 2.344 1.549 1.599 1.662 2.210 1.616 2.022 1.431 1.873 2.081 1.592 1.872 2.027 20-40 ..cm. 1.506 1.743 2.133 1.590 1.992 2.332 1.530 1.857 2.091 1.611 1.714 1.587 2.240 1.637 2.163 1.422 1.816 2.179 1.575 1.825 2.001 1.600 1.822 2.248 1.552 2.002 2.274 1.580 1.965 2.020 1.715 1.883 1.657 2.348 1.647 2.090 1.510 2.090 2.296 1.786 1.973 40-60

2.207 Analisa peragam Lebar (cm) 1.86 ab 1.84 b 1.92 a Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%. HSP : Hari Setelah Petik

26

Jumlah P+1 dan Jumlah P+2 Pola pertumbuhan pucuk aktif atau peko ditandai dengan adanya tunas (daun menggulung pada ujung pucuk ukurannya sekitar 2 cm), periode peko merupakan selang waktu satu pucuk berada dalam kondisi aktif dimana fase tersebut penggunaan cadangan karbohidrat yang tinggi dan pertumbuhan akar terhenti. Sedangkan fase dorman atau burung ditandai dengan adanya tunas pada ujung pucuk tidak tumbuh ukurannya sekitar 2 mm, periode burung merupakan selang waktu satu pucuk berada dalam kondisi dorman dimana pada fase tersebut terjadi penimbunan cadangan karbohidrat.
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Jarak Terhadap Jumlah p+1 pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan keHSP Jarak (m) 0-20 20-40 40-60 ..pucuk/pohon. 1 5 16.000 9.950 14.100 9 24.300 26.600 24.800 14 22.200 25.050 40.450 2 4 23.300 19.950 33.700 8 24.800 26.750 38.750 11 22.900 24.550 32.950 3 4 15.900 16.750 23.200 9 18.150 21.350 25.750 12 23.350 22.600 25.950 4 4 17.850 14.400 18.400 8 16.067 18.133 16.900 5 4 35.650 36.550 33.850 10 34.050 36.275 38.950 6 4 19.400 31.250 33.000 8 25.850 36.700 42.500 7 3 24.550 26.650 41.800 7 23.350 25.850 41.600 10 27.450 25.570 39.850 8 3 17.800 15.150 27.100 7 21.000 19.200 25.150 11 21.050 20.450 26.550 Analisa peragam P+1 22.62 b 23.80 b 30.73 a Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%. HSP : Hari Setelah Petik

Perlakuan jarak berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah p+1, jumlah terbanyak pada jarak 40 60 m sebanyak 30.73 , dan paling sedikit pada jarak 0 20 m sebanyak 22.62. Secara destruktif, Tabel 5 menunjukan jumlah p+1 pada beberapa waktu pengamatan dari pemetikan pertama sampai pemetikan ke

27

delapan mengalami fluktuasi pertambahan jumlah pucuk dan pengurangan jumlah pucuk, sehingga tidak dapat dipastikan bahwa jumlah p+1 dari beberapa waktu pengamatan akan terus mengalami peningkatan karena p+1 merupakan fase pucuk dimana terdapatnya fase peko yang merupakan fase aktif yang akan terus tumbuh ke fase berikutnya. Fase peko pada saat p+1 akan membuka menjadi daun muda, sehingga jumlah daun muda bertambah menjadi dua.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Jarak Terhadap Jumlah p+2 pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan keHSP Jarak (m) 0-20 20-40 40-60 ..pucuk/pohon. 1 5 21.950 21.700 22.400 9 39.150 36.700 38.300 14 41.550 36.750 44.000 2 4 23.250 28.450 52.750 8 39.150 36.700 38.300 11 21.100 28.000 52.100 3 4 13.000 16.850 25.700 9 23.800 26.000 35.200 12 26.300 26.600 32.100 4 4 17.050 14.250 19.700 8 18.533 17.533 18.938 5 4 24.500 26.800 24.550 10 33.150 34.400 34.850 6 4 21.050 30.400 35.400 8 23.100 33.350 39.650 7 3 17.850 25.600 35.750 7 24.300 26.750 44.450 10 26.870 32.560 38.890 8 3 19.650 17.750 30.250 7 23.500 18.700 34.450 11 21.750 21.750 30.150 Analisis peragam P+2 24.79 b 25.84 b 34.66 a Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%. HSP : Hari Setelah Petik

Perlakuan jarak berpengaruh sangat nyata tehadap jumlah p+2, jumlah p+2 terbanyak pada jarak 40 60 m sebanyak 34.66, dan paling sedikit pada jarak 0 20 m sebanyak 24.79. Secara destruktif, Tabel 6 menunjukan jumlah p+2 pada beberapa waktu pengamatan dari pemetikan pertama sampai pemetikan ke delapan mengalami fluktuasi pertambahan dan pengurangan jumlah pucuk,

28

sehingga tidak dapat dipastikan pula bahwa jumlah p+2 dari beberapa waktu pengamatan akan terus mengalami peningkatan karena p+2 merupakan fase pucuk yang juga memiliki fase peko dimana fase peko merupakan fase aktif yang akan terus tumbuh ke fase berikutnya yaitu fase p+3. Fase burung yang sedang dorman, kemudian akan tumbuh menjadi peko, fase peko pada saat p+2 akan berubah menjadi daun muda, sehingga jumlah daun muda bertambah menjadi tiga. Jumlah Pucuk Pada Tabel 7, disajikan fluktuasi jumlah pucuk pada beberapa waktu pengamatn dari beberapa waktu pemetikan. Perlakuan jarak berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah pucuk, jumlah pucuk paling banyak pada jarak 40 60 m sebesar 167.24, dan paling sedikit pada jarak 0 20 sebesar 134.80.
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Jarak Terhadap Jumlah Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan keHSP Jarak (m) 0-20 20-40 40-60 ..pucuk/pohon. 1 5 52.480 48.730 53.7850 9 209.750 186.600 152.300 14 225.850 199.950 217.700 2 4 109.850 104.500 119.900 8 123.250 136.350 192.750 11 114.550 151.000 202.350 3 4 121.300 139.250 140.250 9 142.700 174.350 193.750 12 109.050 119.650 130.900 4 4 97.100 127.500 133.700 8 91.000 122.350 135.500 5 4 195.950 180.500 168.830 10 123.800 138.850 155.150 6 4 113.700 126.200 140.300 8 142.450 172.650 183.000 7 3 137.300 176.850 193.700 7 159.900 183.500 214.70 10 129.800 155.900 197.800 8 3 123.550 145.300 186.300 7 133.350 155.000 196.000 11 174.150 169.850 203.450 Analisis peragam Jumlah Pucuk 134.80 b 148.33 b 167.24 a Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%. HSP : Hari Setelah Petik

29

Jumlah pucuk merupakan peubah pengamatan yang paling penting dalam penelitian pertumbuhan. Jumlah pucuk menunjukan bahwa semakin banyak jumlah pucuk yang tumbuh, tanaman tersebut semakin subur. Tanaman teh adalah tanaman yang diambil hasilnya dalam bentuk pucuk daun. Bobot Basah Pucuk Bobot basah merupakan suatu parameter yang penting dalam pertumbuhan tanaman. Bobot basah adalah hasil yang diambil dari suatu pertumbuhan. Jika bobotnya banyak menunjukan bahwa pertumbuhan dan produksi dari tanaman tersebut semakin baik. Perlakuan jarak tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah pucuk per plot. Secara destruktif, pada Tabel 8, rata rata bobot pucuk basah paling sedikit pada pemetikan ke empat sebesar 5.000 kg per plot, dan bobot pucuk basah paling banyak pada pemetikan pertama sebesar 15.983 kg dari ukuran plot seluas 200 m. Perlakuan jarak tidak berpengaruh nyata terhadap bobot pucuk basah per tanaman. Secara destruktif, pada Tabel 9 rata - rata bobot pucuk basah per tanaman yang paling sedikit pada pemetikan ke empat sebesar 9.242 gram, dan bobot pucuk basah paling banyak pada pemetikan ke dua sebesar 86.457 gram.
Tabel 8. Pengaruh Jarak terhadap Bobot per Plot pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan ke0-20 1 2 3 4 5 6 7 8 20.500 12.500 14.750 5.250 12.250 8.000 10.250 8.750 Jarak (m) 20-40 ....kg 14.375 12.000 16.250 5.000 8.250 7.750 9.250 8.000 13.000 15.250 15.000 4.750 7.750 9.750 13.000 11.250 40-60

Sidik ragam 11.53 10.11 11.22 Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%.

30

Tabel 9. Pengaruh Jarak terhadap Bobot per Tanaman pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan ke0-20 1 2 3 4 5 6 7 8 70.680 96.730 45.250 8.550 25.800 53.320 74.850 26.233 jarak (m) 20-40 ..g.. 83.650 72.100 56.425 10.950 38.025 53.320 58.380 33.968 85.830 90.540 64.725 8.225 34.325 58.250 56.780 37.817 40-60

Sidik ragam 50.18 50.85 54.56 Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%.

Analisa Petik dan Analisa Pucuk Analisa petik dan analisa pucuk merupakan suatu analisa yang dapat mencerminkan keahlian dari pemetiknya, sehingga dapat dijadikan ukuran dalam menentukan harga pucuk per kilogram untuk upah pemetiknya. Analisa petik dan analisa pucuk merupakan persentase yang menunjukan mutu pucuk, semakin besar angkanya menunjukan mutunya semakin bagus dan sebaliknya. Perusahaan memiliki standar untuk analisa petik dan analisa pucuk, di Pekebunan Gunung Mas standar yang digunakan pada pengolahan teh hitam CTC adalah 60% untuk analisa petik dan 70% untuk analisa pucuk. Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukan selama beberapa waktu pemetikan yang menunjukan mutu di bawah standar hanya sebagian kecil, namun sebagian besar hasil analisa menunjukan bahwa mutu pucuk yang dipetik memenuhi standar perusahaan. Perlakuan jarak tidak berpengaruh nyata terhadap analisa petik maupun analisa pucuk. Secara destruktif, rata rata analisa petik yang paling kecil pada pemetikan ke lima sebesar 58.083 %, dan paling tinggi pada pemetikan pertama sebesar 60.890%. Untuk analisa pucuk yang paling kecil pada pemetikan ke tiga sebesar 66.088%, dan paling tinggi pada pemetikan ke delapan sebesar 70.917%.

31

Tabel 10. Pengaruh Jarak terhadap Analisa Petik pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan kejarak (m) 0-20 1 2 3 4 5 6 7 59.690 60.090 58.745 60.250 58.500 59.500 59.000 20-40 ..%.................... 60.823 59.868 58.493 60.750 57.750 59.750 59.000 40-60 62.158 60.518 61.075 61.250 58.000 60.500 59.000

60.500 60.250 60.000 8 Sidik ragam 59.534 59.586 60.313 Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%. Tabel 11. Pengaruh Jarak terhadap Analisa Pucuk pada Beberapa Waktu Pemetikan Pemetikan ke0-20 1 2 3 4 5 6 7 8 69.588 69.658 66.285 70.750 68.500 69.250 69.250 71.500 jarak (m) 20-40 ..%.................... 68.220 67.860 63.300 70.750 68.250 70.750 69.750 71.000 69.158 70.998 68.678 70.000 68.500 71.250 69.250 70.250 40-60

Sidik ragam 69.348 68.735 69.761 Keterangan: Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf alfa 5%.

Kandungan Timbal pada Daun Pencemaran udara banyak ditimbulkan oleh kendaraan bermotor, penyebaran emisi dari kendaraan bermotor berupa partikel yang kemudian akan menempel pada benda benda di sekitarnya bahkan jauh sampai beberapa kilometer akibat terbawa oleh gerakan angin. Salah satu benda disekitar sumber pencemaran adalah tanaman teh. Perkebunan teh merupakan tempat yang biasa dijadikan sebagai agrowisata sehingga banyak dilalui kendaraan bermotor.

32

Tabel 12. Rata-rata Jumlah Kendaraan dan Kadar Pb Dalam Daun dari Beberapa Waktu Pengambilan Sampel Analisa Jumlah Jarak (m) KeKendaraan 0 20 20 40 40 60 kontrol 1 Control 2 (unit/jam) ppm. 1 872 54.540 63.180 64.820 2 1045 80.695 95.445 97.150 3 723 43.325 46.965 46.295 4 689 26.325 23.960 30.640 39.510 39.240 5 697 25.620 23.440 30.595 34.550 28.660 Rata-rata 805.2 46.101 50.598 53.900 37.030* 33.950* Keterangan : kontrol 1 adalah sampel diluar petak sebelah kanan jalan raya kontrol 2 adalah sampel diliuar petak sebelah kiri jalan raya * : rata rata dari dua kali pengambilan sampel

Tabel 12 secara destruktif, menunjukkan bahwa dari beberapa waktu pengambilan sampel terdapat perbedaan kandungan timbal pada daun, begitu juga dengan jumlah kendaraan yang melewati areal penelitian. Dari hasil penelitian sebelumnya Widiarini (1996) dan Harahap (2004), jarak berpengaruh terhadap penyebaran timbal di daun, semakin dekat dengan sumber emisi maka kandungan timbal semakin tinggi dan sebaliknya semakin jauh dengan sumber emisi, kandungan timbal pada daun semakin rendah. Namun dari hasil penelitian ini, rata rata akumulasi timbal pada daun untuk jarak 0 20 m sebanyak 46.101 ppm, jarak 20 40 m sebanyak 50.598 ppm, dan jarak 40 60 m sebanyak 53.900 ppm, hal ini menunjukan bahwa dari beberapa waktu pengambilan sampel, jarak yang lebih jauh dari sumber emisi yaitu jarak 40 60 m, mengandung timbal lebih tinggi daripada jarak 0 20 m yang lebih dekat dengan sumber. Widiarini (1996), menyatakan bahwa angin berpengaruh cukup besar dalam menyebarkan partikel timbal, serta mempengaruhi konsentrasinya di udara ambient. Angin dapat menurunkan konsentrasi timbal di udara, tetapi dapat pula menyebarkan partikel sampai ke tempat yang lebih jauh dari sumber pencemarnya, sehingga daerah yang tercemar menjadi semakin luas. Pendapat tersebut diperkuat lagi dengan adanya pernyataan Owen (1975), bahwa pergerakan angin secara horizontal dapat menyebabkan partikel dapat mencapai lokasi yang cukup jauh dari sumbernya, hal ini sejalan dengan pendapat Treshow dan Anderson (1991), bahwa partikel dapat melayang di udara selama beberapa hari dan mengendap pada bagian tanaman yang berada sejauh ratusan kilometer dari sumbernya.

33

Saeni (1995) dalam Harahap (2004) menyatakan partikel timbal yang dikeluarkan oleh asap kendaraan bermotor berukuran antara 0.08 1.00 m dengan masa tinggal di udara selama 4 40 hari. Masa tinggal yang lama ini menyebabkan partikel timbal dapat disebarkan angin hingga mencapai jarak 100 1000 km dari sumbernya. Sedangkan menurut Harahap (2004) sendiri partikel berukuran 10 30 m dapat terbawa konveksi angin sejauh 300 m, dan hanya sebesar 10% timbal yang dibuang tersebut jatuh pada jarak 100 m dari jalan raya, terbukti dari hasil analisa pada sampel jarak kontrol yang berada di luar plot berjarak 60 120 m, pada analisa ke empat dan ke lima yang menunjukan bahwa kandungan timbal pada daun yang berada pada jarak 60 120 m lebih banyak. Kandungan timbal pada daun dari beberapa waktu pengambilan sampel, yang paling banyak terdapat pada saat pengambilan sampel yang kedua yaitu sebesar 97.150 ppm, sedangkan kandungan timbal yang paling sedikit terdapat pada saat pengambilan sampel yang ke lima sebesar 23.440. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak atau sedikitnya jumlah kendaraan yang lewat serta curah hujan pada saat pengambilan sampel. Kandungan timbal dipengaruhi oleh jumlah kendaraan dan cuaca setempat, pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Treshow dan Anderson (1991) bahwa jumlah timbal di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, semakin banyak kendaraan yang melewati areal penelitian maka kandungan timbal pada daun semakin banyak. Jumlah kendaraan bermotor pada saat pengambilan sampel kedua sebanyak 1045 unit kendaraan/jam, hal ini karena bertepatan dengan perayaan tahun baru sehingga pada waktu tersebut arus lalu lintas menjadi sangat padat. Widiarini (1996) berpendapat bahwa Iklim lainnya yang mempengaruhi pencemaran timbal adalah curah hujan. Hujan akan mempercepat mengendapnya timbal yang terdapat di udara. Hujan deras yang turun dapat membersihkan udara dari berbagai macam bahan pencemar, sehingga dapat menurunkan udara ambient dan hujan deras akan membersihkan permukaan daun dari partikel timbal sebelum masuk ke dalam jaringan daun. Cuaca pada waktu tersebut terjadi kecepatan angin rata- rata sebesar 1.45 km/jam dengan arah dari barat, dan jumlah curah hujan sebesar 539 mm, pada saat

34

pengambilan sampel ke lima jumlah kendaraan yang melewati areal penelitian sebanyak 697 unit kendaraan/jam yang menunjukan bahwa volume kendaraan yang melewati areal penelitian semakin menurun. Cuaca pada waktu tersebut terjadi kecepatan angin rata-rata sebesar 2 km/jam, dengan arah dari barat, dan jumlah curah hujan sebesar 512 mm. Partikel timbal akan masuk ke dalam jaringan daun secara difusi, melewati stomata daun, dan kemudian menumpuk diantara celah sel jaringan pagar dan atau bunga karang (Widiarini, 1996). Namun dari sampel daun yang diamati dengan mikroskop tidak menunjukan adanya penumpukan diantara celah sel jaringan pagar maupun bunga karang (Gambar 3). Daun yang di analisa merupakan daun muda yang banyak terdapat trikoma sebagai penahan masuknya zat asing masuk ke dalam jaringan daun (Gambar 4).

b Gambar 3. Jaringan dan Stomata Daun

Keterangan : a. Jaringan Daun b. Stomata pada Daun yang Dikupas c. Stomata pada Permukaan Daun

Gambar 4. Trikoma pada Permukaan Atas Daun

35

Pembahasan Menurut Heddy (2001), analisa pertumbuhan tanaman dapat memberikan sedikit informasi tentang proses proses fisiologis yang mengatur reaksi tanaman terhadap faktor faktor lingkungan. Kuantitas yang terdapat dalam analisa pertumbuhan tanaman dapat memberikan tingkah laku keseluruhan dari suatu tanaman baik sepanjang pertumbuhannya maupun sepanjang interval waktu tertentu saja. Kecepatan pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: umur pangkasan, semakin tua umur pangkasan makin lambat pertumbuhan dan daur petik makin lama; elevasi, makin tinggi letak kebun dari permukaan laut makin lambat pertumbuhan sehingga daur petik lebih lama; iklim, pada musim kemarau pertumbuhan tunas makin lambat sehingga daur petik lebih lama; kesehatan tanaman, makin sehat tanaman maka pertumbuhan pucuk makin cepat. (Astra Agro Niaga, 1997). Dalam satu gilir petik pertumbuhan pucuk pada saat awal setelah pemetikan mengalami pertumbuhan yang cepat dan pada saat pucuk manjing petik pertumbuhan pucuk akan melambat, pertumbuhan pucuk maksimum pada saat pertengahan gilir petik. Adanya jumlah pengamatan yang berbeda di setiap pemetikan disebabkan karena penulis tidak dapat memprediksi gilir petik yang akan dilaksanakan, dan jadwal pemetikan di perkebunan tidak dapat dilaksanakan dengan tepat. Lingkungan yang ekstrim, yang tidak sesuai dengan persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat menyebabkan tanaman mengalami stress. Faktor lingkungan tersebut seperti tanah, air, suhu, cahaya matahari dan faktor faktor biotik. Selama penelitian, faktor yang menjadi penyebab stress bagi tanaman adalah faktor faktor iklim seperti suhu, air dan cahaya matahari. Menurut Daubenmire (1974), air merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan, dan peranannya dalam menjaga kelembaban sangat luar biasa. Air terdiri dari komponen komponen kimia yang berguna bagi tumbuhan, tetapi sering sekali terjdi kehilangan air akibat transpirasi yang berlebihan. Namun pada penelitian ini stress air yang terjadi bukan karena kekurangan air, tetapi tanaman mengalami kelebihan air akibat curah hujan yang tinggi yang menyebabkan kelembaban menjadi tinggi. Kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang tepat untuk beberapa hama dan penyakit dapat berkembang biak dan menyebar.

36

Suhu berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan pucuk, sedangkan kelembaban berpengaruh terhadap jumlah pucuk pada tanaman (Runtunuwu, 1991). Pada keadaan yang sangat dingin pertumbuhan tanaman berada pada fase dormant seperti yang terjadi pada tanaman teh apabila suhu rata rata kurang dari suhu optimum. Pemetikan selama penelitian terjadi delapan kali dengan gilir petik yang berbeda, (Tabel lampiran 2). Menurut Dewi (1999), panjang pendeknya gilir petik bergantung pada kecepatan pertumbuhan pucuk dan cara pemetikan yang dilaksanakan. Hal yang dapat mempengaruhi gilir petik tersebut salah satunya adalah cara pemetikan, sehingga pemetikan harus dilakukan oleh orang yang ahli dan sesuai dengan cara cara pemetikan yang ditetapkan oleh perusahaan. Cara pemetikan mempengaruhi gilir petik, apabila pemetikan dilakukan dengan sembarangan akan menyebabkan apical daun menjadi terluka. Energi yang digunakan untuk pembentukan pucuk terlebih dahulu digunakan untuk menyembuhkan luka sehingga pertumbuhan pucuk terlambat yang menyebabkan gilir petik untuk mencapai keadaan pucuk 80% manjing petik menjadi lama. Tanaman teh dipetik dengan rumus petik yang bermacam macam, namun kebanyakan perusahaan menggunakan rumus petikan medium yaitu p+2, p+3, b+2, dan b+3, karena berkaitan dengan kualitas hasil, target produksi dan regenarasi pucuk. Namun tidak semua rumus petik tersebut dipetik, kepala bagian dan mandor petik tidak dapat memprediksikan kondisi cuaca yang akan terjadi, untuk mengatasi kehilangan hasil maka saat pemetikan ada beberapa pucuk dengan rumus petikan tertentu yang tidak dipetik, jika musim hujan maka pucuk p+1 ditingalkan karena pertumbuhan pucuk cepat, jika musim kemarau maka pucuk p+2 yang ditinggalkan karena pertumbuhan pucuk lambat. Kecepatan pertumbahan panjang dan lebar pucuk mempengaruhi jumlah pucuk dengan rumus rumus petik yang akan diambil oleh pemetik salah satunya pucuk p+1 dan pucuk p+2 yang pada akhirnya mempengaruhi jumlah pucuk yang ada pada satu tanaman teh, jumlah pucuk tersebut berpengaruh terhadap bobot basah pucuk per tanaman maupun bobot basah pucuk per plot. Dari hasil penelitian, hasil pemetikan yang paling sedikit pada panen ke empat selain akibat dari pertumbuhan yang lambat, hama dan penyakit pada saat cuaca ekstrim

37

merupakan kondisi yang sangat mudah untuk dapat menyebar, sehingga sebagian besar tanaman dalam plot penelitian pada waktu tersebut terkena hama dan penyakit (Gambar 5). Namun hal ini tidak mempengaruhi kualitas pucuk yang dipetik karena pucuk yang dipetik adalah pucuk yang sehat dan tingkat kerusakannya masih dapat ditolerir, hal ini terlihat dari persentase hasil analisa petik dan analisa pucuk yang masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan.

Gambar 5. Hama dan Penyakit pada Tanaman Teh Keterangan : a. Terkena hama Hellopeltis sp. b. Terkena penyakit cacar daun teh (Blister Blight) pada stadium 1 c. Terkena penyakit cacar daun teh (Blister Blight) pada stadium 2 d. Terkena penyakit cacar daun teh (Blister Blight) pada stadium 3 Treshow dan Anderson (1991), menyatakan bahwa polusi udara berbahaya bagi kehidupan tanaman. Salah satu hal yang paling sensitif adalah bagian daun, partikel polutan dapat masuk ke dalam daun melalui stomata dan dapat menghambat berlangsungnya proses fotosintesis. Menurut Sukarsono (1998), daun menjadi bagian yang paling menderita, karena sebagian besar bahan bahan pencemar udara mempengaruhi tanaman melalui daun, yaitu melalui stomata. Logam berat dapat menyebabkan tumbuhan menjadi klorosis, nekrosis pada ujung dan sisi daun serta busuk daun lebih awal, tetapi seringkali gejalanya tidak jelas dan sulit untuk membedakan dari gejala yang disebabkan oleh hama dan penyakit (Cunningham dan Cunningham, 2002). Mudd (1975) dalam Harahap (2004) menambahkan bahwa kerusakan kronik pada daun ditunjukkan oleh menguningnya daun yang berlanjut hingga memutih karena kebanyakan dari

38

klorofil dan kareotenoid rusak. Selain itu bahan pencemar udara dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisiologis di dalam jaringan tanaman jauh sebelum terjadinya kerusakan fisik. Mengel dan Kirby (1987) dalam Sukarsono (1998) menyatakan bahwa secara biokimia timbal berfungsi menghambat sistem enzim dalam mengkonversi asam amino dan pencemaran tumbuhan oleh timbal akan sangat membahayakan kesehatan dan mengurangi laju pertumbuhan tanaman, luasan daun dari suatu pohon dan tegakan pohon yang terekspose ke pencemar udara dapat berkurang karena pembentukan dan kecepatan absisi daun. Cunningham dan Cunningham (2002) pun menyatakan bahwa polutan juga dapat mengganggu kerja hormon, metabolisme tanaman, pertumbuhan dan perkembangannya. Timbal merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi kelangsungan hidup tanaman maupun bagi kesehatan manusia, namun dari hasil penelitian ini tidak ditemukan adanya tanda tanda kerusakan yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini terlihat dari jaringan daun yang diamati tidak ditemukan adanya akumulasi timbal dalam salah satu bagian jaringan daun teh seperti yang ditemukan oleh Widiarini (1996) dan Harahap (2004). Para ahli menyebutkan kerusakan daun oleh pencemar udara khususnya timbal merupakan kerusakan yang tersembunyi atau tidak tampak, dapat berupa penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan sel yang lambat atau pembukaan stomata yang tidak sempurna. Kriteria dini untuk beberapa kerusakan yang tidak terlihat adalah meliputi gangguan kehidupan yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan, gangguan tersebut tidak terlihat oleh mata secara langsung, tumbuhan memaparkan konsentrasi pencemar yang tidak dapat diamati (Sukarsono, 1998). Penampilan luar daun dapat diamati oleh mikroskop binokuler dengan perbesaran 40 x 10, terlihat adanya partikel pencemar yang tertumpuk disekitar tulang daun dan dekat stomata pada permukaan bawah daun (Gambar 6). Penampilan tanaman di pinggir jalan terlihat tidak subur, dengan jumlah daun yang jarang dan tidak sehat, dan dari tanaman tersebut daun nya terlihat kotor, hal ini dapat diamati tanpa menggunakan mikroskop (Gambar 7).

39

Gambar 6. Polutan pada Permukaan Daun Keterangan: a. Polutan pada Daun Muda, b. Polutan pada Daun Tua

Gambar 7. Penampilan Tanaman dan Daun di Pinggir Jalan Keterangan: a. Penampilan Tanaman b. Penampilan Daun Hasil penelitian menunjukan bahwa jarak berpengaruh terhadap

pertumbuhan pucuk, seluruh peubah menunjukan hasil terbaik pada jarak 40 60 m yang merupakan jarak paling jauh dari jalan raya. Sedangkan untuk jarak 0 20 m dan jarak 20 40 m tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukan semakin jauh dari sumber pencemaran maka pertumbuhannya semakin baik. Tetapi pada jarak 40 60 m dari jalan raya, terjadi akumulasi timbal paling tinggi. Hal ini menunjukan bahwa pencemaran timbal pada daun tidak berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan, polutan selain timbal mungkin lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hanzlik (1981) dalam Widiarini (1996) berpendapat

40

bahwa bahan pencemar dalam bentuk partikel tidak akan merusak tumbuhan kecuali jika bersifat korosif atau dalam jumlah yang sangat besar. Akumulasi timbal pada daun berpengaruh terhadap pertumbuhan. Namun belum ditemukan dampak negatif logam berat timbal secara langsung terhadap pertumbuhan fisik pada daun, respon pertumbuhan pucuk masih terlihat normal, dari data data yang diambil selama penelitian tidak menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan akibat terkena pencemaran udara, yang direalisasikan dengan bobot basah pucuk dan hasil analisa petik dan analisa pucuk yang masih memenuhi standar dari perusahaan. Tanaman teh merupakan jenis tanaman yang cukup kuat menahan pengaruh negatif dari bahan pencemar dan termasuk salah satu tanaman yang resisten dan toleran terhadap pencemaran logam berat, karena tidak terdapat adanya gejala gejala akibat keracunan logam berat seperti yang dinyatakan oleh Mansfield (1976) yaitu terjadinya klorosis dan nekrosis pada daun. Penangkapan partikel timbal oleh populasi tanaman dipinggir jalan menyebabkan individu tanaman menjadi toleran terhadap logam. Mekanisme tanaman untuk dapat menghambat terjadinya keracunan akibat logam berat dengan cara mekanisme pengeluaran dalam metabolisme sebagai upaya pecegahan dan tanaman yang toleran dapat menahan efek keracunan akibat masuknya logam tersebut dengan cara membawanya pada metabolisme dalam tanaman, kemudian mengubahnya menjadi struktur lain oleh aktivitas enzim. Menurut Sukarsono (1998), lapisan lilin dan adanya trikoma pada daun yang dapat menghambat masuknya zat zat yang tidak dibutuhkan oleh daun.

41

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Perlakuan jarak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil pemetikan. Pertumbuhan paling baik terjadi pada jarak 40 60 m. Pertumbuhan pucuk setelah pemetikan mengalami fluktuasi, pertumbuhan panjang pucuk yang tercepat pada saat 7 8 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.44 cm, dan melambat pada 8 9 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran sebesar 0.04 cm. Untuk pertumbuhan lebar pucuk yang tercepat pada 9 10 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.35 cm dan melambat pada 7 8 dan 10 11 hari setelah pemetikan dengan pertambahan ukuran pucuk sebesar 0.03 cm Partikel polutan hanya terdapat pada permukaan daun di sekitar tulang daun, sedangkan pada jaringan daun tidak ditemukan karena adanya lapisan lilin dan trikoma pada permukaan daun Akumulasi timbal pada daun tidak berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan karena adanya mekanisme toleransi tanaman. Akumulasi timbal paling banyak pada pucuk yang berasal dari petak berjarak 40 60 m karena pengaruh angin horizontal. Akumulasi timbal paling tinggi pada pengambilan sampel ke dua sebesar 97.150 ppm dengan volume kendaraan sebanyak 1045 unit kendaraan/jam, dan akumulasi timbal paling rendah pada pengambilan sampel ke lima sebesar 23.440 ppm dengan volume kendaraan sebanyak 697 unit kendaraan/jam. Penyebaran dan akumulasi timbal dipengaruhi oleh angin, volume kendaraan dan hujan. Saran Penelitian lebih lanjut dengan perlakuan jarak yang skalanya lebih luas dan taraf yang lebih sempit pada topografi yang berbeda.

42

DAFTAR PUSTAKA
Astra Agro Niaga.1997. Brevet Dasar-1 Tanaman (Teh). Astra Agro Niaga. Jakarta. . Jakarta. . 1998. Brevet Dasar-1 Tanaman (Teh). Astra Agro Niaga.

Connell, D.W.dan Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI-Press. Jakarta. 520 hal. Cunningham, W.P. dan M.A, Cunningham. 2002. Principles of Environmental Science. University of Minnesota. Minnesota. Daubenmire, R.F. 1974. Plants and Endvironment, A Textbook of Plant Autecology. Third edition. John Wiley and Sons, inc. USA. 422 hal. Decoteau, D.R. 2005. Principles of Plant Science, Environmental Factors and Technology in Growing Plants. Pearson education, inc. New Jersey. 412hal. Dewi, F.R. 1999. Pengelolaan Pemetikan Teh di Perkebunan Parakan Salak, PTPN VIII Sukabumi Jawa Barat. Skripsi. Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia Tree Crop Estate Statistic of Indonesia 2004 2006. Teh. Departemen Pertanian. Jakarta. Eden, T. 1976. Tea (third edition). Tea Research Institute of East Africa. Longman Group Limited. London. Gomez, K. A. dan A.A, Gomez. 1995. Prosedur Statistic unuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. UI-Press. Jakarta. 679 hal. Harahap, H. 2004. Pengaruh Pencemaran Timbal dari Kendaraan Bermotor dan Tanah Terhadap Tanaman dan Mutu Teh. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heddy, S. 2001. Ekofisiologi Tanaman, Suatu Kajian Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 97 hal. Karnosky, et al. 2006. Air Pollution, Global Change and Forests in The New Millennium. Elsevier. Netherland. Liestyartic, E. 1998. Komposisi Sifat Kimia dan Efek Farmakologis. Jurusan Biologi, FMIPA UNAIR. Surabaya.

43

Mansfield, T.A. 1976. Effects of Air Pollutants on Plants Society for Experimental Biology. Seminar Series 1. Cambridge University Press. Cambridge. 209 hal. Owen, S. O. 1975. Natural Resource Conservation an Ecological Approach. Macmillan publishing co.,inc. New York. Prihatmajanti, D. 1999. Pengaruh Waktu dan Tinggi Jendangan Terhadap Pembentukan Daun Pemeliharaan dan Produksi Tanaman Teh. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1994. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. Bandung. Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2007. Analisa Daun Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung. Bandung. Restiati, A. 2006. Model Penjadwalan Dalam Pemetikan Pucuk Teh (Studi Kasus Perkebunan Gunung Mas PTPN VIII Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Runtunuwu, E. 1991. Prakiraan Produksi Teh Menggunakan Data Iklim Pusat Penelitian Perkebunan Gambung Kebun Percobaan Pasir Sarongge. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saeni, M.S.,Zihan, Emona., dan Nurjaya. 2006. Pengaruh amelioran terhadap kadar Pb tanah, serapannya serta hasil tanaman bawang merah pada inceptisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vol 8(2): 110-119. Santoso, I. 1997. Peningkatan Produktivitas Kebun melalui Pendekatan Manajemen Produksi. Asosiasi Teh Indonesia. Jawa Timur. Setyamidjaja, D. 2000. Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen Tanaman Teh. Kanisius. Yogyakarta. 154 hal. Silalahi, F.H. 1999. Pengaruh Siklus Petik dan Asal Bahan Tanaman Terhadap Produksi dan Mutu Pucuk Tanaman Teh. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan di Kebun Raya Bogor. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

44

Suryatmo, F.A. 1998. Diversifikasi Hasil, Pengolahan Hasil Utama dan Hasil Samping Teh. Prosiding : Teknologi Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Malang. Soedomo. 2001. Pencemaran Udara. ITB. Bandung. Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 266 hal. Treshow, M. dan F.K, Anderson. Plant Stress from Air Pollution. John Wiley and Sons, Ltd. New York. Tugaswati, A.T. 1996. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Penebar Swadaya. Jakarta. Widiarini, R. 1996. Kandungan Timbal pada Tanaman Teh dan Tanah di Perkebunan Gunung Mas Bogor. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

45

Gambar Lampiran 1. Contoh Plot dan Sampel Tanaman Penelitian Keterangan : a. Contoh Plot Penelitian b. Sampel Tanaman dalam Plot

Gambar Lampiran 2. Sampel Pucuk yang Diamati Keterangan : a. Pucuk yang Ditandai untuk Diamati b. Pucuk yang Ditinggalkan setelah Pemetikan

Gambar Lampiran 3. Sampel Pucuk Setelah Pemetikan Keterangan : a. Pucuk Awal setelah Pemetikan b. Pucuk Manjing Petik

46

Gambar Lampiran 4. Kegiatan Pemetikan Keterangan : a. Kegiatan Pemetikan b. Kegiatan Pengambilan Sampel

Gambar Lampiran 5. Kegiatan Setelah Pemetikan Keterangan : a. Kegiatan Penimbangan b. Kegiatan Pengangkutan Pucuk ke Pabrik

Gambar Lampiran 6. Alat alat Analisa Petik dan Analisa Pucuk Keterangan : a. Bak Analisa b. Timbangan Digital

47

Tabel Lampiran
Tabel lampiran 1. Rata Rata Iklim Selama Penelitian Analisa ke Interval Curah Suhu Lembab sinar Angin Pemetikan Hujan Rata-rata Nisbi matahari Kec. Arah Mm C (%) jam km/jam 1 10-24 nov 117 22.13 82.33 3.97 1.67 W,NW 25-06 des 95 21.81 83.50 4.42 1.75 W 2 07-22 des 229 21.31 89.06 2.03 1.31 SE 23-08 jan 310 20.31 89.91 0.95 1.59 W 3 09-22 jan 53 21.57 76.94 6.70 1.93 W 23-02 feb 244 21.09 87.58 3.13 1.45 SE,NW 4 03-15 feb 287 19.73 90.95 0.92 2.00 W 16-27 feb 230 19.55 93.03 0.17 2.00 W 5 512 20.60 85.00 2.20 2.00 W Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika klas III Citeko, Cisarua - Bogor. Tabel Lampiran 2. Gilir Petik Selama Penelitian Pemetikan 1 (10 Nov 24 Nov) 2 (25 Nov 06 Des) 3 (07 Des 22 Des) 4 (23 Des 08 Jan) 5 (09 Jan 22 Jan) 6 (23 Jan 02 Feb) 7 (03 Feb 15 Feb) 8 (16 Feb 27 Feb) Rata-rata

Gilir Petik ...................hari.................. 15 12 16 17 14 11 13 12 14

Tabel Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) Parameter SK DB JK KT F hitung Bbt/plot Perlakuan Galat Total Bbt/tan Perlakuan Galat Total Analisa Petik Analisa Pucuk Perlakuan Galat Total Perlakuan Galat Total 2 21 23 2 21 23 2 21 23 2 21 23 8.933 346.279 355.213 89.179 15024.563 15113.743 3.032 24.210 27.242 4.259 69.388 73.648 2.129 3.304 0.64 1.516 1.153 1.31 44.589 715.455 0.06 4.466 16.489 0.27

Pr>F hit 0.7653

0.9398

0.2897

0.5349

48

Tabel Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Peragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) Parameter SK DB JK KT F hitung Panjang Perlakuan 11 26.614 2.419 18.75 Galat 51 6.580 0.129 Total 62 33.194 HSP 9 25.406 2.822 21.88 J 2 1.208 0.604 0.014 Lebar Perlakuan 11 4.136 0.376 29.26 Galat 51 0.655 0.012 Total 62 4.791 HSP 9 4.061 0.451 35.12 J 2 0.075 0.037 2.92 P+1 Perlakuan 11 1765.066 160.460 3.71 Galat 51 2206.444 43.264 Total 62 3971.511 HSP 9 958.438 106.493 2.46 J 2 806.629 403.629 9.32 P+2 Perlakuan 11 2515.455 228.677 3.78 Galat 51 3084.607 60.483 Total 62 5600.063 HSP 9 1280.535 142.281 2.35 J 2 1234.919 617.459 10.21 JP Perlakuan 11 69713.203 6337.564 10.76 Galat 51 30043.303 589.084 Total 62 99756.506 HSP 9 58560.178 6506.686 11.05 J 2 11153.026 5576.513 9.47 Tabel Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) Peubah P KK Bobot/plot tn Bobot/tanaman tn Analisa petik tn Analisa pucuk tn Keterangan : * = nyata pada taraf alfa 5% ** = nyata pada taraf alfa 1% Cn = cenderung nyata pada taraf alfa 10% tn = tidak nyata

Pr>F hit <.0001

<.0001 0.0136 <.0001

<.0001 0.0632 0.0006

0.0205 0.0004 0.0005

0.0263 0.0002 <.0001

<.0001 0.0003

37.07 51.57 1.80 2.62

Tabel Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Peragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) Peubah P KK Panjang pucuk * 33.19 Lebar pucuk Cn 6.06 P+1 ** 25.58 P+2 ** 27.36 Jumlah Pucuk ** 16.17 Keterangan : * = nyata pada taraf alfa 5% ** = nyata pada taraf alfa 1% Cn = cenderung nyata pada taraf alfa 10% tn = tidak nyata

49

Denah Plot Penelitian

C1 B1 A1

C4 B4 A4

JALAN RAYA A3 B3 C3 A2 B2 C2

Keterangan : A1 : Jarak 0 20 m Ulangan 1 B1 : Jarak 20 40 m Ulangan 1 C1 : Jarak 40 60 m Ulangan 1 A2 : Jarak 0 20 m Ulangan 2 B2 : Jarak 20 40 m Ulangan 2 C2 : Jarak 40 60 m Ulangan 2 A3 : Jarak 0 20 m Ulangan 3 B3 : Jarak 20 40 m Ulangan 3 C3 : Jarak 40 60 m Ulangan 3 A4 : Jarak 0 20 m Ulangan 4 B4 : Jarak 20 40 m Ulangan 4 C4 : Jarak 40 60 m Ulangan 4

You might also like