You are on page 1of 16

KASUS PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA YONIF 303/13/1 KOSTRAD

Kronologis kejadian. Perilaku tercela anggota TNI kembali terjadi di Kabupaten garut telah mencoreng nama baik TNI, seorang oknum prajurit TNI anggota Batalyon Infanteri 303/SSM Brigif-13 Diviv1/Prakarsa Wira Gupti Kostrad telah malakuka tindakan keji dedngan membunuh 2 orang sekaligus. Seperti diketahui, masyarakat Garut digegerkan dengan peristiwa pembunuhan terhadap ibu dan anak, yakni Onah (39) dan Sinta Mustika (19). Keduanya ditemukan oleh warga dalam keadaan bersimbah darah di sebuah kebun pinggir jalan di Kampung Panagan, RT 1 RW 7, Desa Sukawargi, Kecamatan Cisurupan, Senin sore tanggal 11 Pebruari 2013. Pelaku adalah adalah oknum anggota TNI yang berdinas di Batalyon Infanteri

303/13/1/Kostrad berinisial MAI (23) dan berpangkat Prajurit Dua (Prada). MAI membunuh Sinta yang juga pacarnya itu serta Onah, ibu pacarnya, dengan menggunakan senjata tajam. Sinta mengalami luka tusukan pada bagian dada, leher, tangan, dan pundak, dengan jumlah 21 tusukan. Sedangkan Ibunya, Onah, mengalami 12 luka tusukan dan terdapat bekas luka cekikan di leher. Onah tewas di tempat kejadian, sementara Sinta saat ditemukan masih hidup. Warga pun langsung membawa kedua korban ke Puskesmas Cikajang, akan tetapi di tengah perjalanan Sinta yang nafasnya tengah yang hamil terakhir delapan akibat bulan itu,

menghembuskan

terlalu

banyak

kehabisan darah. Pembunuhan terungkap setelah anggotanya Polres

Garut melakukan olah TKP. Berdasarkan saksi-saksi dan bukti-bukti, maka besoknya pelaku yang tiada lain pacar Sinta, bisa terungkap. Selanjutnya pelaku diserahkan langsung oleh kesatuannya ke Polres. Dan karena pelaku anggota TNI, maka Polres pun menyerahkannya kembali ke Detasemen Polisi Militer III/2 Garut untuk ditangani lebih lanjut. Identitas pelaku diketahui berkat SMS dalam telepon genggam milik korban yang isinya korban meminta pertanggungjawaban pelaku atas kondisi korban yang sedang hamil dengan usia kandungan delapan bulan. Diduga itulah yang menjadi pemicu terjadinya pembunuhan sadis yang dilakukan oleh oknum prajurit tersebut. Perkembangan situasi pasca kejadian. Pasca peristiwa itu banyak para tokoh masyarakat yang menemui untuk mendorong melakukan ge-rakan advokasi seperti unjuk rasa atau demonstrasi menyikapi kejadian tersebut dengan menyampaikan keluhan masya-rakat atas perilaku oknum anggota Yonif 303 yang meresahkan masyarakat tersebut. Namun setelah Komandan Yonif-303/SSM, Dandenpom Garut, Kapolres Garut melakukan musyawarah bersama para tokoh warga lainya, yakni KH. Yusup Soban, A. Opa Mustofa dan KH. Ubun Bunyamin, akhirnya dapat dilaksanakan pencerahan terhadap masyarakat agar tidak menimbulkan gejolak keamanan yang lebih besar. Masyarakat berharap para anggota TNI menegakan disiplin sesuai dengan Tupoksinya serta menjujung tinggi Sumpah Prajurit dan Sapta Marga. Komandan Batalyon Infanteri 303/SSM menyampaikan kepada masyarakat apabila menemukan tindakan-tindakan pelanggaran hukum dan norma yang dilakukan oknum anggota Yonif 303, agar segera mellaporkan ke kepada Dan Yonif.

UPAYA MENGURANGI TINGKAT PELANGGARAN ANGGOTA DI SATUAN

Pendahuluan.

Prajurit TNI adalah warga negara yang tunduk pada

hukum dan memegang teguh disiplin, taat kepada atasan, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Prajurit TNI tunduk kepada hukum baik secara umum maupun khusus, baik nasional maupun internasional bahkan tunduk kepada hukum secara khusus dan hanya diberlakukan untuk TNI saja. Hal ini diatur dalam undang-undang nomor 26 tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI sekarang TNI, dan keputusan Panglima TNI Nomor Kep/22/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005. Keduanya mengatur hukum dan peraturan disiplin prajurit, seorang prajurit melanggar aturan itu akan mendapatkan sanksi. Kehidupan prajurit TNI mengenal adanya pelanggaran disiplin murni dan pelanggaran disiplin tidak murni. Pelanggaran disiplin murni adalah setiap perbuatan yang bukan tindak pidana tetapi bertentangan dengan kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit, maka akibat pelanggaran tersebut akan dijatuhi hukuman disiplin prajurit. Pelanggaran disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana, yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit. Jenis hukuman disiplin yang berlaku bagi prajurit TNI adalah: teguran, penahanan ringan dan penahanan berat.

TNI yang ada di negara ini bukan TNI yang kebal terhadap hukum, dengan jumlah pasukan yang cukup banyak, sudah tentu ada satu dua orang atau oknum yang bertindak keluar dari jalur serta tidak disiplin,

sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran. Angka pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI, yang paling menonjol saat ini kasus desersi, perkelahian (antar prajurit TNI, dengan Polri dan Masyarakat), narkoba dan asusila. Dari data yang diterima oleh Satuan, menunjukkan bahwa masih banyak terjadi pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh prajurit TNI, padahal pada masing-masing Kesatuan selalu ditekankan penegakan disiplin. Penegakan disiplin di satuan dilakukan dengan memberikan pengertian dan penegasan kepada prajurit tentang peraturan militer maupun peraturan lain yang berlaku di masyarakat, pada saat apel, jam komandan maupun melalui penyuluhan. Memberikan sanksi pada prajurit yang melanggar berupa tindakan disiplin maupun hukuman disiplin sebagaimana yang diatur dalam peraturan disiplin prajurit TNI. Tindakan disiplin dilakukan oleh atasan yang melihat langsung prajurit yang melanggar atau berdasarkan laporan, sedangkan hukuman disiplin dilaksanakan oleh Dansat melalui Sidang Parade Hukuman Disipin atau dilimpahkan ke Mahkamah Militer. Sanksi yang diberikan mulai dari tindakan fisik berupa lari, korve, masuk sel batalyon, sel Polisi Militer dan Rumah Tahanan Militer sampai tindakan administrasi seperti penundaan kenaikan pangkat, dibebaskan dari jabatan, ditunda sekolah, skorsing dan pemberhentian dengan tidak hormat. Guna menegakkan disiplin dan mencegah terjadinya pelanggaran telah dibuat aturan dan pemberian sanksi yang ketat. Yang menjadi masalah, walaupun sudah diberlakukan aturan dan penegakan disiplin yang ketat serta pemberian sanksi pada setiap pelanggaran, kenyataan di lapangan masih saja terjadi pelanggaran oleh prajurit.

Untuk menjawab permasalahan diatas dalam tulisan ini akan dibahas upaya mengurangi tingkat pelanggaran anggota disatuan ditinjau dari

peran kepemimpinan, penerapan Reward dan Punisment, didahului pembahasan faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran oleh prajurit. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran. Kecenderungan

perilaku pelanggaran disiplin prajurit dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam individu prajurit meliputi kondisi fisik dan psikologis, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor lingkungan diluar individu prajurit Faktor Internal. Tipe Kepribadian. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin prajurit adalah kepribadian individu. Dari hasil penelitian yang dilakukan Shinta Wijaya pada tahun 2008 tentang perbedaan kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin prajurit ditinjau dari tipe kepribadian pada prajurit TNI AD, tipe kepribadian menyumbang sebesar 14,5% sebagai faktor penyebab terjadinya kecenderungan pelanggaran disiplin oleh prajurit. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang sangat signifikan kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin prajurit ditinjau dari tipe kepribadian pada prajurit TNI AD. Keimanan dan Ketaqwaan. Faktor internal lain yang mempengaruhi kecenderungan perilaku pelanggaran disiplin prajurit selain tipe kepribadian adalah keimanan dan ketaqwaan prajurit kepada Tuhan YME. Masalah keimanan dan ketaqwaan merupakan aspek esensial yang berpengaruh terhadap sikap, perilaku dan tindakan prajurit dalam kehidupannya sehari-hari. Prajurit yang mempunyai dasar keimanan dan ketaqwaan yang kuat yang ditandai dengan ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya mempunyai kecenderungan lebih taat terhadap aturan yang berlaku. Pemahaman terhadap hukum. Dalam beberapa kasus pelanggaran disiplin, insubordinasi, dan tindak kejahatan yang

dilakukan prajurit ditemukan bahwa pemahaman terhadap hukum masih kurang. Mereka masih beranggapan sebagai warga negara kelas satu yang mempunyai keistimewaan hukum sehingga menganggap remeh supremasi hukum yang diwakili lembaga-lembaga, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Ada kecenderungan seorang prajurit hanya takut/taat terhadap komandannya sehingga polisi dan aparat penegak hukum lainnya dapat diancam untuk tidak mengungkap kasus pelanggaran yang dilakukannya. Moril. Kondisi moril prajurit sangat berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran yang dilakukan prajurit di satuan. Kualitas moril mencakup disiplin, pengendalian diri, kehormatan diri, loyalitas, kepercayaan terhadap diri sendiri dan pengertian yang mendalam akan kebanggaan diri dan corps. Berbagai penelitian telah dilakukan dan menunjukkan adanya korelasi tinggi rendahnya moril prajurit dengan tinggi rendahnya pelanggaran disiplin. Moril prajurit yang rendah dapat dilihat dari beberapa indikasi. Pertama, terjadinya banyak kasus atau masalah hambatan dan gangguan kejiwaan yang secara ilmiah disebut neuro-psychiatris. Kedua, terjadinya banyak pelanggaran disiplin, insubordinasi, tindak pidana, disersi, asusila, ditemukannya anggota yang menderita penyakit kelamin dan adanya keinginan anggota untuk pindah satuan Faktor Eksternal. organisasi/satuan Peran kepemimpinan. Peran pemimpin dalam sangat penting karena kulitas kepemimpinan

menentukan kualitas kehidupan sebuah komunitas termasuk sebuah Kesatuan. Satuan yang dipimpin seorang Leader yang berbobot akan menjadi satuan yang berbobot pula. Kepemimpinan seorang komandan satuan memberikan andil yang besar bagi penegakkan disiplin di satuan sehingga mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran anggota. Pemimpin yang baik merupakan segala-galanya bagi prajurit yang baik.

Seorang komandan atau pemimpin yang tidak konsekuen atas apa yang diucapkannya dan tidak bertanggungjawab akan membuat anak buah kehilangan tempat berpegang dan mengalami konflik, sehingga akan berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan dan pelanggaran oleh prajurit. Situasi lingkungan kerja dan pangkalan. Lingkungan kerja yang dinamis dan pangkalan yang teratur dan bersih berpengaruh terhadap sikap seseorang. Situasi kerja yang monoton dan pangkalan yang sepi dan tidak teratur akan sangat menjemukan sehingga mendorong prajurit memasuki situasi yang menekan (stress) dan berpengaruh terhadap moril prajurit. Beban Tugas. Setiap individu mempunyai kemampuan dan batas kemampuan baik secara fisik maupun mental psikologis. Beban tugas yang melebihi kemampuan fisik dan mental seseorang dapat memicu timbulnya tingkat stress yang apabila tidak mendapat perhatian dan penanganan akan menimbulkan terjadinya pelanggaran. Kasus disersi prajurit disatuan salah satunya disebabkan oleh adanya beban tugas yang diluar kemampuan fisik dan mental psykologis prajurit yang bersangkutan. Persoalan rumah tangga dan beban ekonomi. Terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga, terindikasinya prajurit yang ngobyek , menjadi backing perjudian, menjadi bodyguard, terlibat dalam pencurian, perampokan dan tindakan kriminal lainnya selain pengaruh dari sikap mental individu prajurit faktor lainnya adalah persoalan rumah tangga dan beban tuntutan ekonomi/biaya hidup.

Kepemimpinan

yang

Efektif

Mendorong

Penurunan

Tingkat

Pelanggaran di Satuan Kepemimpinan : Teori dasar Dari perumusan-perumusan tentang kepemimpinan yang ada dapat disimpulkan dalam kepemimpinan terdapat empat unsur yaitu unsur manusia yang memimpin, unsur manusia yang dipimpin, unsur sarana untuk memimpin dan unsur tujuan kepemimpinan. . Menurut perumusan Angkatan Darat kepemimpinan adalah seni serta kecakapan untuk mempengaruhi, memimpin, menuntun bawahannya kearah tujuan tertentu sedemikian rupa sehingga mereka itu mau bekerja sama denagan penuh keikhlasan kepercayaan dan ketaatan dan penghargaan Dalam Diktat Kepemimpinan ABRI (Susgati Bintal ABRI ) kepemimpinan mengandung pengertian seni pelaksanaan menggunakan pengaruh dan memberikan bimbingan kepada orang-orang yang dipimpin, sehingga dari pihak yang dipimpin itu timbul kemauan kepercayaan, respek, ketaatan dan kerjasama yang ikhlas yang diperlukan dalam penunaian tugas-tugas yang dipikulnya, tanpa banyak menggunakan alat dan waktu, tetapi dengan banyak keserasian antara apa yang menjadi obyek kelompok atau kesatuan dengan apa yang menjadi kebutuhan atau tujuan perorangan Kepemimpinan : Arti penting Mengenai pentingnya seorang pemimpin dan kepemimpinan dapat ditemui dan telah dijelaskan dalam berbagai ajaran agama. Sebagai contoh dalam ajaran Islam, ditandaskan oleh Rasulullah Muhammad SAW : Apabila berangkat tiga orang dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang diantaranya menjadi pemimpin (Hadist Riwayat Abu Dawud). Dalam beberapa ayat Al Quran juga banyak yang berkaitan dengan eksistensi pemimpin

diantaranya adalah QS Al Baqarah : 124, Al Anbiya: 72, 73, Shad : 26, dan Al Anam : 165. Konsepsi kepemimpinan menurut Al Kitab telah dirumuskan dalam seminar Agama-agama X/1990 serta dalam buku Leory Eims dengan judul 12 Ciri Kepemimpinan Yang Efektif. Pada ajaran Budha masalah kepemimpinan ditampilkan dalam falsafah Dhamma pada uraian Thakada. Pada ajaran Hindu, falsafah

kepemimpinan dijelaskan dengan istilah yang menarik dan memiliki makna yang mendalam, seperti : Panca Stiti Dharma (lima ajaran seorang pemimpin), Catur Kotamaning Nrepati ( empat sifat utama seorang pemimpin), Asta Brata (Delapan sifat mulia dewa), Catur Naya Sandhi ( empat tindakan seorang pemimpin). Dalam suatu komunitas, organisasi ataupun satuan seorang pemimpin dan tujuan kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dan strategis. Peran seorang pemimpin dan kepemimpinan yaitu antara lain : seorang pemimpin mempunyai tugas/peran mempengaruhi, mengajak, menggerakkan, mengambil keputusan guna pencapaian suatu goal atau tujuan yang ditetapkan dan harus siap menjadi figur, tauladan, contoh, panutan dari seluruh orang yang dipimpinnya Dalam prespektif militer, tujuan kepemimpinan adalah dalam rangka dalam mewujudkan satuan yang memiliki daya tempur yang efektif, yaitu satuan yang diorganisasi, diperlengkapi dan dilatih agar mampu melaksanakan tugas dengan waktu yang relatif singkat dan dengan sarana, tenaga, biaya dan alat perlengkapan serta pengorbanan yang sedikit-dikitnya. Seorang pemimpin juga sebagai penegak kedisiplinan dan norma dasar keprajuritan. Tantangan tugas dan tanggung jawab yang diemban dalam upaya penegakkan disiplin dan penegakkan norma dasar keprajuritan tidaklah ringan. Kompleksitas permasalahan dalam upaya penegakkan kedisiplinan dan norma dasar keprajuritan

10

dihadapkan pengaruh lingkungan memerlukan perhatian, tekad dan semangat yang tinggi dari seorang pemimpin. Kepemimpinan : Kriteria efektif. Atas dasar tujuan dan peran penting dari pemimpin itu Plato (pemikir Yunani) mengidentifikasikan bahwa menjadi seorang pemimpin haruslah memiliki kriteria etis. Pertama, seorang pemimpin harus mengandalkan daya nalar dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Kedua, seorang pemimpin harus berpijak pada norma-norma moral khususnya keadilan dan kebenaran serta

kepedulian yang tinggi terhadap anggota yang dipimpinya. Bahasa psikologisnya adalah pemimpin yang punya empati besar terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Dasar filosofis penentuan kriteria diatas adalah bahwa yang diurus oleh seorang pemimpin bukanlah bendabenda melainkan manusia, olehnya pemimpin harus mempunyai kepekaan terhadap kehidupan orang-orang yang dipimpinnya.

Keberhasilan kepemimpinan terletak pada seberapa besar kepedulian terhadap anggota yang dipimpinnya. Seperti diketahui salah satu kebutuhan manusia adalah perhatian, pengakuan atau penghargaan. Timbulnya motivasi pada seseorang untuk berbuat , erat hubungannya dengan kebutuhan psikis orang tersebut. Oleh karenanya agar berhasil menjalankan kepemimpinannya secara efektif seorang pemimpin di satuan harus mengerti betul dinamika kondisi psikologis, tipe

kepribadian, motif dan norma- norma yang ada pada anak buah. Untuk mengetahui tipe kepribadian dan kondisi psikologis anggota bisa dilakukan dengan memanfaatkan hasil pemeriksaan psikologi oleh tim Psikologi AD maupun dengan menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi yang ada di wilayah dimana satuan berada dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengadakan penelitian tentang kondisi

11

prajurit untuk kepentingan menyusun skripsi/thesis yang hasilnya juga dapat dimanfaatkan satuan. Pemimpin harus dapat berperan sebagai hakim yang adil, peran ini sangat sulit dilakukan karena ada kecenderungan dalam diri siapapun untuk berpihak pada kelompok tertentu yang cocok. Dalam rangka mewujudkan tindakan yang obyektif dan adil, pemimpin harus bertindak berdasarkan fakta yang ada dan tidak pilih kasih yang pada akhirnya akan membawa dampak negatif dalam perkembangan satuan. Agar putusannya dapat obyektif ada empat pedoman yang dapat digunakan dalam menilai kegiatan yang dilakukan anak buah. Pertama, benar menurut agama, bahwa perbuatan yang dilakukan dihadapkan pada aturan yang berlaku dalam agama yang dianut oleh anggota yang bersangkutan. Kedua, benar menurut negara, aturan perundangundangan yang berlaku secara umum bagi setiap warga negara, KUHP, Undang Undang, dan lain-lain. Ketiga, benar menurut umum, adalah aturan-aturan, norma-norma, nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat umum. Keempat, benar menurut nilai-nilai, norma-norma kaidah dan aturan yang berlaku dalam organisasi TNI (KUHPM, KUHDM, Protapprotap dan lain-lain). Seorang pemimpin harus konsekuen dan berani bertanggung jawab sehingga akan mendapat respek dan ditaati. Semua tindakannya akan dinilai positif oleh anak buah dan selanjutnya prajurit akan rela melaksanakan perintahnya dan bertanggung jawab pula atas apa yang dikerjakannya. Dalam falsafah Jawa dinyatakan Sabda Pandita Ratu sepisan dadi tan kena wola-wali. Yang artinya bahwa perkataan, janji atau perintah seorang pemimpin harus jelas dan ditepati sekali terucap atau dikeluarkan tidak boleh berubah-ubah sehingga tidak menimbulkan kebingungan di tengah anak buah.

12

Suatu hal yang mutlak harus dapat ditampilkan oleh seorang pemimpin adalah kejujuran dan kemampuan diri menjadi figur teladan bagi anggota di satuannya, baik dalam pola pikir, pola ucap dan pola tindak dan dapat menjadi pelopor dalam penegakan disiplin dan aturan. Sri Sultan HB X mengatakan : Kekuatan terdasyat seorang pemimpin adalah keteladanan dan kejujurannya. Dengan kualitas diri seperti ini seorang pemimpin akan lebih efektif meluruskan penyimpangan yang dilakukan oleh anggota sehingga meminimalisir terjadinya berbagai bentuk pelanggaran. Penerapan Reward and Punishment. Reward atau penghargaan

mempunyai peran penting dalam menumbuhkan motivasi anggota untuk bekerja dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Salah satu kebutuhan manusia menurut teori psikologi adalah kebutuhan akan penghargaan. Dengan memahami dan memenuhi kebutuhan tersebut maka prestasi kerja akan meningkat. Menurut teori Maslow, manusia mempunyai tingkat kebutuhan yang tersusun secara hierarkhi, motivasi dalam pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan faktor pendorong yang menyebabkan seseorang mau bekerja ekstra keras. Bila suatu kebutuhan telah dicapai individu, maka kebutuhan yang lebih tinggi menjadi kebutuhan baru yang harus dicapai. Menurut Maslow, kebutuhan kita dapat digambarkan menjadi 5 katagori yang potensial sebagai pendorong motivasi kerja. Pertama, kebutuhan dasar atau fisiologis seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan seks merupakan kebutuhan dasar untuk dapat bertahan hidup. Kedua, berupa kebutuhan rasa aman secara mental dan fisik dari lingkungan kerja. Ketiga, adalah kebutuhan rasa memiliki seperti cinta, kasih, penerimaan, persahabatan dan kebutuhan sosial lainnya yang berhubungan dengan proses sosial, kebutuhan rasa memiliki ini

13

dipenuhi dengan menyediakan lingkungan dan iklim kerja yang menyenangkan bagi anggota, yang mendorong setiap individu untuk merasa sebagai bagian penting dari tim kerja. Keempat adalah kebutuhan penghargaan diri yaitu respek dan pujian atas keberhasilan dan merasa diri berharga, bagi anggota kebutuhan ini dipenuhi dengan mendapatkan penghargaan dan pengakuan atas pengetahuan,

ketrampilan dan usaha kerasnya. Kebutuhan ini membuat individu menjadi puas bekerja sama dengan tim kerja. Bentuk kebutuhan ini berupa penghargaan finansial, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, kesempatan sekolah dan lain-lain. Kelima adalah kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk terus berkembang dan mencapai potensi penuh individu. Kebutuhan ini berfokus kepada pengembangan individu seperti otonomi, kreatifitas, mengambil resiko dan memenuhi kebutuhan sendiri, ini merupakan jenis kebutuhan tertinggi menurut teori Maslow. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan mengembangan karier,

kesempatan untuk menampilkan produktifitas dan kualitas kerja yang tinggi, serta kesempatan untuk mengembangkan dan mewujudkan kreatifitas. Beberapa pakar tentang motivasi menyatakan bahwa penghargaan merupakan faktor penting dalam upaya peningkatan kinerja seseorang disamping faktor yang lain. Penghargaan yang diperoleh seseorang anggota atas prestasi kerjanya bukan saja berpengaruh pada individu prajurit yang menerimanya tetapi juga berpengaruh pada kelompok, keluarga dan lingkungan sehingga rasa kebanggaan akan timbul, percaya diri semakin kuat dan anggota merasa puas karena prestasinya diakui sehingga pada gilirannya akan meningkatkan disiplin, dan etos kerja serta berkurangnya pelanggaran anggota.

14

Punishment. Peraturan merupakan pedoman bagi perilaku anggota untuk menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif. Segala pelanggaran yang dilakukan prajurit baik sengaja maupun tidak disengaja terhadap hukum dan atau peraturan disiplin prajurit dan atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan prajurit yang berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit atau melanggar aturan kedinasan, merugikan organisasi dan kehormatan prajurit, ketidak disiplinan prajurit akan berpengaruh terhadap etos kerja / kinerja satuan. Untuk itu perlu diterapkan sanksi atau hukuman yang jelas, tegas dan adil terhadap setiap pelanggaran prajurit. Penerapan hukuman bagi prajurit yang melanggar tidak saja untuk membuat jera tetapi lebih dari pada itu harus dapat memotivasi pelanggar agar dapat merubah perilaku buruk menjadi baik. Hukuman harus memenuhi tiga aspek yaitu adil, memberikan efek jera dan mencegah orang lain berbuat pelanggaran yang sama. Banyak prajurit yang mau menjalankan aturan bila diawasi dan dikontrol dengan ketat hal tersebut terjadi karena adanya sikap manusia yang ingin bebas dan tidak mau diatur. Menurut teori X dari Mc Gregor bahwa manusia rata-rata mempunyai sikap sebagai berikut:

a. Malas, tidak menyukai dan menghindari kerja. b. Tidak jujur. c. Tidak tertarik mencapai tujuan kerja. d. Harus dipaksa atau diancam dengan hukum agar berkerja mencapai tujuan organisasi. e. Pasif dan maunya diperintah dan bukannya menerima tanggung jawab. f. Tidak suka mengambil tanggung jawab. g. Hanya dapat dimotivasi dengan insentif yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologi atau rasa aman. h. Mempunyai kapasitas terbatas untuk pemecahan masalah secara kreatif. i. Harus diamati dan dikontrol dengan baik untuk menjamin penampilan kerja. Dari beberapa sikap manusia menunjukan adanya

15

kecenderungan manusia untuk tidak disiplin. Dengan adanya kondisi seperti ini maka pemimpin harus dapat memotivasi antara lain dengan basis kontrol dan pemberian hukuman. Disamping membuat jera dan dapat memotivasi pelanggar untuk merubah perilaku maka hukuman harus dapat memberikan sanksi moral terhadap pelaku, sehingga dapat : a. Membimbing hati nurani agar berkembang lebih positif secara bertahap dan berkesinambungan. b. Memupuk, mengembangkan, menerapkan nilai-nilai dan sifat positif kedalam pribadi pelanggar. c. Mengikis dan menjauhkan dari sifat-sifat dan nilai-nilai buruk. Setiap pelanggaran sekecil apapun harus segera diambil tindakan dan tidak boleh ditunda-tunda. Penundaan berarti akan memberikan peluang terjadinya pelanggaran. Sebuah peristiwa kecil (pelanggaran) bila didiamkan akan memicu pelanggaran yang lebih besar. Hukuman yang diberikan oleh pimpinan terhadap anggota yang melanggar tujuan akhirnya adalah menciptakan kondisi disiplin baik secara pribadi, kelompok maupun satuan yaitu terwujudnya sikap prajurit yang berpikir tertib, bersikap tertib, bertingkah laku tertib sesuai aturan yang benar. Kondisi disiplin tidak tumbuh dengan sendirinya tetapi lahir dan dimulai dari disiplin pribadi, mengarah pada disiplin keluarga, disiplin kelompok, disiplin golongan yang akhirnya menjadi disiplin satuan. Ketidaktertiban berawal dari ketidakdisiplinan pribadi, ketidaktertiban menggunakan waktu kerja yang kemudian melahirkan penyimpangan administrasi, kehidupan dinas, dengan tidak terasa menjurus pada ketidaktertiban dalam melaksanakan tugas kedinasan. Aturan kedinasan sudah jelas, perangkat hukum telah memadai, maka sekecil apapun pelanggaran harus diberikan sanksi, apabila sanksi dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten, tentu mempunyai arti besar yang berdampak positif bagi satuan.

16

Demikian tulisan ini dibuat semoga dapat berperan sebagai sumbangan pemikiran tentang kasus pembunuhan yang dilakukan oleh oknum TNI sebagai bahan masukan kepada pimpinan untuk mengurangi

pelanggaran yang dilakukan oleh Prajurit.

Dibuat di Pada tanggal

: C i a n j ur : Maret 2013 Penulis

Heldi Wira Letkol Inf Nrp 11940019030871

You might also like