You are on page 1of 9

FOTO UDARA SMALL FORMAT SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MENUNJANG PERENCANAAN JALAN RAYA

Riadika Mastra Pengajar, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, telp. (021)7864730 ext. 27; Universitas Pancasila, Kampus Srengseng Sawah, Jl. Raya Pasar Minggu

Abstrak
Dengan adanya kemajuan teknologi dijital yang sangat pesat belakangan ini, teknologi untuk mendapatkan data foto udara juga mengalami perubahan yang cepat. Selama ini perolehan data foto udara untuk perencanaan jalan raya banyak dilakukan dengan analog fotogrametri yaitu dengan mempergunakan foto udara format besar (23cm x 23cm). Dengan berkembangnya camera digital dengan resolusi yang memadai dan dengan murahnya alat scanner, masalah bahan kimia, perolehan film untuk foto udara format besar dan kerumitan untuk pasca perekaman dapat di singkat dan di permudah. Dalam makalah ini teknologi small format baik analog maupun dijital diperkenalkan dan dipergunakan untuk membantu perencanaan route, inventarisasi lahan yang terkena proyek, dan aspek sipil lainnya dengan lebih cepat dan murah. Mengingat sewa pesawat untuk pemotretan dengan format besar dan sewa kamera untuk format besar cukup mahal, alternatif lain yang dipergunakan untuk platfom camera adalah pesawat capung, light weight aircraft, maupun pesawat aerosport dengan sayap yang dapat dilipat. Perolehan data yang cepat dan instant (metoda dijital) sangat banyak membantu dalam perolehan foto untuk dipergunakan dalam perencanaan route jalan, jika adanya kesalahan dalah perekaman foto untuk route, dengan mudah dan murah pada saat yang cepat dapat diperbaiki atau dipotret kembali, sedang proses untuk menjadikan peta (ortofoto) dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan murah sehingga waktu yang diperlukan dalam desain route jalan juga lebih cepat dan murah. Kata Kunci: foto udara, small format, foto udara format besar, analog fotogrametri, platform camera, kamera digital, ortofoto.

1. Pendahuluan Dalam rangka mendapatkan data/ informasi mengenai keadaan liputan lahan di permukaan bumi, maupun dalam perolehan data untuk proyek pertambangan, pemetaan topografi, kehutanan maupun proyek yang berhubungan dengan teknik sipil dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya ialah dengan mengadakan pemotretan udara. Cara lain yang juga sering dilakukan ialah dengan mengadakan survei dan pengukuran lapangan yang mempunyai kedetilan tinggi, namun metode ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama sementara validitas dan obyektivitas data sering diragukan. Sebaliknya, pemotretan dan satelit penginderaan jauh biasanya berbiaya murah tetapi tingkat kedetilannya masih rendah dan gangguan awan sangat terasa terutama di daerah tropis. Mengingat beragam cara dan metoda yang ada dan pertimbangan atas biaya dan waktu, maka cara untuk mendapatkan informasi atas liputan lahan tersebut dapat dipilih dari salah satu metoda tersebut maupun dengan kombinasi dari beberapa metoda yang ada.

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

Dalam rangka proyek pemetaan topografi/ rupabumi, jelas detail dari liputan lahan topografinya sangat tergantung sekali dari skala peta yang dipilih, dan memcakup areal serta sistematis cakupan yang jelas, tapi dalam rangka pryek pembuatan jalan KA, Irigasi maupun jalan Raya bentuk dan route cakupan foto yang diperlukan sangat tergantung atas alignment dari jalan tersebut (unsur linier), jadi dapat sangat lurus, berkelok dan tidak dalam cakupan yang luas. Maka pemilihan metoda yang akan dipergunakan sangatlah tergantung atas kecepatan perolehan datanya, skala petanya, fleksibilitas (revisi dan kemudahan pemotretan), serta waktu dan biaya yang dipergunakan. Oleh karenanya penggunaan citra satelit, foto udara konvensional dan survey lapangan, walaupun mungkin, tapi masih kalah efesien dibanding dengan penggunaan metoda pemotretan dengan memanfaatkan format kecil (small format) dalam bentuk digital maupun analog. Karena menggunakan kamera biasa/ kamera digital format kecil (36 mm x 24 mm), pemotretan udara format kecil jauh lebih murah dan waktu pengolahan yang lebih cepat daripada pemotretan udara format standar (23X23cm). Jika mempergunakan film biasa, maka akan melalui pemrosesan/ pencetakan pada studio film komersial (Fuji, Kodak film dsb.), sedang jika mempergunakan kamera digital, tidak perlu lagi melalui pemrosesan/ pencetakan karena hasil dalam bentuk digital dan disimpan di hard disk maupun kartu memori. Sebagai komplemen agar ketelitian metrik yang diperoleh nantinya cukup tinggi, maka diperlukan pengukuran lapangan secana intensif baik menggunakan peralatan GPS (Global Positioning System) maupun peralatan ukur lain. Kecuali itu, survei lapangan juga akan memberikan data-data lain yang belum atau tidak diperoleh saat pemotretan. Mengingat mahalnya survei lapangan, untuk tahap awal, survei lapangan dilakukan secara sampling sehingga tidak membutuhkan banyak dana, tenaga dan waktu. Jika pada saat alignment dari jalan yang akan dibuat telah pasti routenya maka baru diadakan survei lapangan detail untuk mendapatkan data dari profil jalan bail profil melintang maupun memanjang, yang ini nantinya dapat dipergunakan untuk cut & fill pada saat konstruksi.

Gbr. 1, Pengukuran lapangan dan survei lapangan juga akan memberikan data-data lain yang belum atau tidak diperoleh saat pemotretan.

2. Teknologi Pemotretan Udara Format Kecil (Small Format Aerial Photography) Pemotretan udara format kecil menggunakan film biasa berukuran 36 mm x 24 mm dan hal inilah yang merupakan hal utama sebagai pembeda dengan pemotretan udara konvensional berformat standar. Pemotretan udara format standar menggunakan kamena khusus dengan film ukuran 23cm x 23 cm, sedangkan cara yang akan dilakukan untuk areal jalan raya dan 101

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

daerah sekitarnya menggunakan kamera biasa yang ada di pasaran pada umumnya (kamera 35mm atau kamera digital). 2.1. Peralatan 2.1.1. Software: Software yang dipakai adalah software yang umum digunakan di lingkungan pemotretan udara dan penginderaan jauh. Dengan pertimbangan dan harganya yang terjangkau dan juga kanena software tersebut amat baik digunakan untuk membuat mosaik foto secara digital, maka dipilih software ER Mapper 6. Software selengkapnya adalah: Camera Control Software and Flight Planning GPS Navigation software Ozy Explorer ER Mapper 6.0 (koreksi, mosaik, pembuatan peta gaRis dan kartografis) 2.1.2. Hardware: Kamera Canon F 1, Kodak Royal Gold 200/Fuji, Kamera optik biasa dengan film 36 mm x 24 mm Kamera digital Minolta atau Canon D l, Nikon Coolpix Video Camera Panasonic, Video Recorder Panasonic (untuk dokomentasi) GPS Navigasi Garmin Ill Plus GPS Video Titler Scanner Film 35 mm (untuk konversi analog digital) Pesawat Udara 3 penumpang Komputer PC Pentium II/350, 64 Mb, untuk kontroler Penggunaan atau pemilihan peralatan tersebut sangat tergantung dan hasil akhir yang diharapkan, misalkan masalah kecepatan, ketelitian, biaya dan sebagainya. Perbedaan mendasar dari kedua kamera tersebut adalah sistem penyimpanannya, dengan kamera digital mempunyai kapasitas penyimpanan image/citra digital sebanyak 100 ~ - 500, (tergantung kapasitas hardisk) sedangkan kamera optis hanya 36 data saja tetapi dapat diperbanyak dengan cara memperbesar magazin film hingga 250 data/exposure. Kamera optis mempunyai beberapa kelebihan salah satunya adalah resolusi media filmnya, film kamera optis mempunyai ketelitian 80 ~ 100 line per mm sedangkan kamera digital + 35 50 line per mm (tergantung berapa besar resolusi dari CCD kamera/ megapixel). Dengan kata lain, pada jarak atau ketinggian sama misalkan 1.000 m, dengan kamera digital didapatkan resolusi 1 m sedangkan dengan kamera optis dapat diperoleh resolusi 0,25 ~ 0,5 m, sehingga dengan hasil kamera optis dapat dicetak sampai skala lebih besar dan gambar lebih tajam. Pada pekerjaan ini dipakai kamera optis 35mm dan kamera digital sekaligus dengan pertimbangan: bahwa pekerjaan dilakukan pada saat yang sama dan lokasi yang sama sehingga dapat digunakan juga untuk studi banding ketelitian antara kamera digital dan kamera optis.

Gb. 2. Kamera non metrik untuk pemotretan format kecil (kamera analog dan digital)

102

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

Pesawat terbang sebagai wahana pemotretan adalah jenis pesawat ringan (ultra light) bermesin tunggal ataupun TRIKE (gantolle bermesin), dengan pertimbangan biaya dan kemampuannya yang tinggi untuk menjelajah sesuai dengan kebutuhan pemotretan, dengan dibantu peralatan GPS untuk navigasi dan juga dilengkapi dengan GPS khusus untuk kontrol kamera.

Gb. 3. Wahana pemotretan dan navigasi GPS.

Persiapan Pekerjaan 1. Pembuatan rencana jalur terbang berdasarkan peta atau sketsa yang ada (lihat Gb 4 dan 7). 2. Pengurusan penijinan di PUSURTA ABRI 3. Persiapan dan instalasi peralatan pemotretan 4. Persiapan dan mobilisasi peralatan penerbangan 2.2. Rencana Pelaksanaan Pekerjaan Cara perekaman foto udara Perekaman data kurang lebih sama dengan pemotretan pada umumnya sesuai dengan standar pemotretan yang berlaku. Pekerjaan dilaksanakan pada pagi hari sebelum datangnya awan yang biasanya ada pada sekitar jam 10 pagi. Dari peta yang tersedia tersebut dibuat perencanaan jalur terbang dan waktu terbang. Perekaman data dilakukan dengan kamera Canon F l (untuk analog) dan Nikon Coolpix (untuk digital) dibantu oleh GPS Garmin III untuk navigasi dan penentuan posisi koordinat pemotretan. Kamera yang tersedia dihubungkan dengan software khusus (camera control software) yang berhubungan dengan GPS sehingga dapat dilakukan pemotretan secara otomatis titik koordinat yang diinginkan (kamera tidak berfungsi bila tidak pada koordinat yg diinginkan). GPS di pesawat digunakan selain untuk navigasi dan perencanaan jalur terbang adalah untuk membantu pemotretan otomatis, dengan cara sbb: dari peta yang tersedia dilakukan pengecekan koordinat yang diperlukan untuk pemotretan, dan koordinat yang didapatkan diprogram ke dalam komputer dan GPS sebagai navigasi penerbangan sekaligus ditentukan titik-titik pemotretannya. 103

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

Gb.4. Titik-titik exposure yang direncanakan dan jalur terbang pesawat

Perekaman atau pemotretan dengan cara di atas dirasakan sangat efektif karena dapat meminimalkan banyaknya kesalahan perekaman, salah satunya adalah tidak diperlukan kecepatan peswat yang konstan sehingga dapat dilakukan pemotretan ulang bila ada koordinat yang tidak terekam/terpotret. Berdasarkan pengalaman didapat kesimpulan apabila tidak tenjadi pemotretan berarti pesawat keluar dari jalur terbang. Hal ini tentu berbeda dengan cara konvensional yang sangat tergantung pada kecepatan pesawat dan waktu jeda pemotretan. 3. Pembuatan Peta foto / Mosaik foto skala 1:1.000 (atau skala yang diinginkan), Dalam hal ini ada dua cara yang dipergunakan untuk mebuat hasil akhir untuk keperluan mosaik: 3.1. Foto Direkam dalam bentuk Digital (Nikon Coolpix) Jika foto dalam bentuk digital, maka foto langsung dapat dipergunakan yaitu foto langsung diproses seperti pada (3.3) 3.2. Scanning & Konversi Data Untuk melakukan konversi data dari foto udara ke data raster dengan menggunakan alat scanning, ketelitiannya disesuaikan kondisi kualitas foto udara dan set-up pada alat scanning tersebut serta data kalibrasinya sehingga hasil scanned foto dan data metrisnya akan jelas dan sempurna. 3.3. Rektifikasi dan Penyusunan Mosaik Digital Untuk mendapatkan peta foto digital dilakukan proses rektifikasi untuk daerah yang relatif datar sedangkan untuk daerah relatif bergelombang seharusnya diproses dengan cara orthophoto kemudian hasil dari kedua proses tersebut disusun atau digabungkan satu dengan foto lainnya menjadi foto mosaik. Rektifikasi dan penyusunan mosaik dilaksanakan secara digital menggunakan perangkat lunak pengolahan citra yaitu SoCoph atau ER Mapper 6.0. (dapat juga ERDAS dan perangkat lunak pemrosesan citra lainnya).

Gb. 5 (a) foto disusun sesuai dengan sekuennya

Gb. 5 (b) setelah disusun dan disamakan tonenya

104

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

Gb. 6. Pembuatan mosaik foto udara, akan menghasilkan gambaran yang utuh dengan tone yang seimbang. Mosaik foto diatas tersusun dari 130 lembar foto small format

Gbr.7. Rencana pemotretan dengan melanjutkan jalan yang ada serta jalur terbangnya

Gbr.8. Frame per frame foto small format beserta jalur terbangnya dan besar pertampalannya (overlap)

4. Interpretasi/ klasifikasi STRIP foto untuk liputan lahan STRIP foto adalah sekuen pengambilan foto citra lapangan dengan kamera yang merekam permukaan bumi dan berpedoman pada alur GPS yang telah didesain sebelumnya (gbr. 7 dan 105

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

8) serta mempunyai pertampalan kemuka (overlap) dengan persentase tertentu. Pertampalan ini untuk memberikan hubungan geometris dari foto pertama dengan foto selanjutnya agar dimensi tiap foto mempunyai referensi yang sama. Pada rencana pembuatan jalan raya, strip foto dapat memberikan gambaran menyeluruh dari area disekitar alur penerbangan/ alur rencana jalan, dan ini akan memberikan beberapa hal seperti jenis liputan lahan dari rencana jalan tersebut, luasan masing-masing liputan lahannya dan juga perkiraan ganti rugi. Untuk mengetahui berapa banyak ganti rugi yang harus dikeluarkan, maka analisa / klasifikasi foto dengan metoda sederhana dan tanbahan pengecekan lapangan mendapatkan gambaran umum liputan lahan dari daerah proyek. Peta / citra hasil klasifikasi tersebut karena sudah dalam bentuk digital, maka dimensi / luasan dari peta liputan lahan tersebut dapat dihitung dengan berpedoman pada skala fotonya. Seperti gambar 9, strip foto udara dengan hasil klasifikasi / interpretasi foto untuk mendapat kelas liputan lahan dan luasannya. Keragaman kelas liputan lahannya tergantung sekali pada kebutuhan pengkelasan dan banyaknya sampling unsur-unsur di lapangan. Makin banyak sampling making banyak kelasnya. Dalam hal proyek pembebasan lahan untuk pembuatan jalan, maka perkiraan harga pembebasan tanah secara kasar sudah dapat dihitung (makin besar skala makin akurat hitungannya)

Gbr. 9. STRIP Foto dengan unsur klasifikasi liputan lahan Pada Strip diatas Liputan lahan di klasifikasi atas: Pemulikan/ rumah; rumput/ Ilalang; Tanah Tegalan; Kebun; Tumbuhan Lebat/ Rapat dan Tanah Terbuka, Jalan, tanah gundul

Dengan perkalian dari harga masing-masing kelas liputan lahan dan luasannya maka harga jual/ beli tanah tersebut dapat dihitung. 5. Penutup/Kesimpulan Dengan adanya cara perolehan data dengan mempergunakan wahana yang murah dan peralatan yang cukup murah dan sederhana, pengeluaran biaya untuk memdapatkan data liputan lahan dari suatu daerah proyek akan lebih mudah, cepat dan murah dibanding dengan cara konventional. 106

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

Dan dengan adanya perangkat digital yang berkembang sangat pesat saat ini, perolehan data liputan lahan untuk suatu areal tidak lagi memerlukan pemrosesan secara kimiawi, tapi cukup dan langsung diproses secara digital dengan perangkat lunak yang ada. Untuk itu timbul masalah mengingat jumlah data yang sangat besar pada saat perekaman dan memerlukan memori yang mempunyai kapasitas besar (jika cakupan arealnya luas). Jika mempergunakan pure digital maka untuk pelaksanaan perekaman diudara memerlukan serta sumber tenaga yang stabil dan lama guna menjalankan komputer yang diletakkan di pesawat pada saat pemotretan. Jika satu proyek memerlukan waktu pemotretan lebih dari satu jam penyalaan komputer, maka perlu batery yang tidak terputus pada laptop (sumber tenaga pesawat tidak stabil, dapat merusak perangkat komputer). Jika membawa banyak batery tambahan maka beban pesawat menjadi berat. Untuk mengatasi hal ini maka kombinasi metoda dipergunakan, metoda pure digital dan analog. Ini disesuaikan dengan luas daerah dan lamanya terbang. Pemakaian metoda klasifikasi liputan lahan untuk perhitungan awal dalam ganti rugi tanah sangat membantu perkiraan pengeluaran. Dengan pemakaian wahana pesawat ringan yang tidak memerlukan lapangan yang panjang untuk take-off-landing, dan adanya model pesawat yang dapat dilipat (Trike), maka mobilisasi wahana tersebut dapat dibantu dengan truk untuk mendekatkan ke site.

Gbr. 10. Salah satu contoh TRIKE, gantole bermesin yang dapat dilipat

Disamping untuk satu jenis penggunaan, metoda small format aerial photography dapat diterapkan pada; perencanaan tata ruang, PBB, perubahan liputan lahan (pemotretan dengan selang waktu) dan data dasar GIS. 6. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami tujukan kepada Mas. Anto dan staf dari PT. Waindo SpecTerra. yang telah banyak memberikan data, dukungan dan perhatian atas isi dari tulisan ini, demikian juga kepada Kang. DR Agus dari Geodesi ITB yang telah banyak memberikan contoh, citra dari small format, sehingga dapat memberikan gambaran yang baik bagi yang belum pernah melihat foto digital small format, apa manfaat dan kegunaanya, Terima kasih.

107

Simposium V FSTPT, Universitas Indonesia , 16-17 Oktober 2002

7. Daftar Pustaka Anto, 2001, Inventarisasi & Monitoring Pongelolaan Porkebunan Kelapa Sawit Menggunakan Pemotretan Udara Format Kecil Di Propinsi Riau. Agus Suparman DR, 2002, Diskusi dan Presentasi Small Format untuk tata ruang di pertemuan Kadin Sumsel, Palembang. Waindo SpecTerra, 2001, Change Detection Method for Map Updating, Using IKONOS1M System, Image Data Fusion and Small Format Aerial Photography.

108

You might also like